You are on page 1of 8

Keputusan Pembelian Sebagai Indikator Kesuksesan Produk Baru

Disusun oleh Novy Utarie (1301033186) Verena (1301034825) 04 PDJ

Pendahuluan
Setiap produk yang telah dipasarkan memiliki siklus hidup (life cycle) yang berbeda-beda dan terbatas. Terdapat 4 tahapan dalam product life cycle yang harus dilewati oleh produk dari perusahaan, antara lain introduction, growth, maturity, dan declining. Pada saat produk mengalami tahap pertumbuhan (growth), perusahaan mengalami peningkatan pendapatan karena tingginya permintaan. Kenaikan permintaan ini, pada suatu waktu akan mengalami perlambatan, kemudian akan berubah menjadi konstan. Tahap ini disebut tahap kedewasaan produk, yang selanjutnya akan mengalami penurunan apabila perusahaan tidak mengambil langkah-langkah untuk memperbaharui produknya. Penurunan ini disebabkan oleh peningkatan persaingan pasar, akibat produk-produk substitusi dari perusahaan lainnya. Oleh sebab itu, perusahaan akan terus menerus melakukan regenerasi baik dengan melakukan research and development, repositioning, rebranding, atau line extension. Produk-produk baru ini dibuat sedemikian rupa, agar sesuai dengan kebutuhan dan perilaku pembelian konsumen. Dengan demikian, kesuksesan suatu produk baru tergantung pada penyesuaian produk dengan konsumen.

Kesuksesan Produk Baru


Menurut Crawford dan Benedetto (p13, 2006), ada beberapa klasifikasi produk baru, di antaranya yaitu: New-to-the-world-products, atau Really-new-products, merupakan suatu produk hasil invensi atau penemuan terbaru yang menciptakan pasar baru (new market) di dunia. New product lines, serangkaian produk yang baru bagi perusahaan. Additions to existing product lines, produk baru merupakan hasil dari line extension. Improvements and revisions to existing products, merupakan produk baru hasil modifikasi atau peningkatan performa dari produk lama. Repositionings, melakukan pembaharuan dalam positioning produk bertujuan untuk menanamkan image produk yang berbeda di benak konsumen.

Cost reductions, produk baru menggantikan produk lama, dengan performa yang sama, tetapi dengan harga yang lebih murah.

Perbedaan klasifikasi produk baru menyebabkan strategi pemasaran yang diterapkan pun berbeda, karena adanya target pasar, perilaku konsumen, serta brand awareness yang berbeda. Kesuksesan produk baru dapat diukur dari sejauh mana konsumen dapat menerima bahkan bersedia membeli produk tersebut. Oleh sebab itu, agar suatu produk baru sukses, harus memperhatikan ke dalam kategori apa suatu produk baru diklasifikasikan, jenis dan karakteristik produk itu sendiri, bagaimana karakteristik target konsumennya (demografi, geografi, psikososial, perilaku) dan sejauh mana grupgrup referensi mempengaruhi keputusan pembelian, usaha-usaha promosi yang dilakukan, serta lingkungan dan situasi yang mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. Setelah memahami faktor-faktor tersebut, barulah disusun marketing mix yang sesuai dengan konsumen dan lingkungannya.

Karakteristik Produk
Berdasarkan penelitian terhadap masyarakat di India mengenai perilaku pembelian produk makanan olahan baru, didapati bahwa product familiarity memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sikap, tujuan pembelian, dan keputusan pembelian kelompok inovator. Product familiarity menunjukkan bahwa produk tersebut sesuai atau cocok dengan nilai-nilai, norma, dan budaya yang dianut konsumen. Tradisi masyarakat India yang mengkonsumsi makanan segar dan senang memasak menyebabkan produk-produk makanan olahan tertentu saja yang dipilih konsumen. Oleh karenanya, peneliti dalam European Journal of Marketing membagi produk makanan olahan ke dalam enam kategori, yaitu dairy products, soft drinks, snacks/cereals, baked products, processed meat, dan processed fruit and vegetables. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumen India memiliki sikap yang positif, keinginan membeli, dan frekuensi pembelian yang lebih tinggi terhadap makanan olahan yang sangat familiar seperti dairy products, soft drinks, snacks/cereals, dan baked products. Sementara daging, buah, dan sayuran olahan kurang mendapat respon positif karena dianggap tidak segar.

Dalam penelitian lainnya, label pada kemasan produk juga berperan penting menentukan keputusan pembelian. Peneliti dalam Academic of Marketing Science Review (2006) mengemukakan bahwa tingkat pendidikan, usia, dan gender mempengaruhi pemanfaatan nutritional label dalam menentukan pembelian produk makanan. Faktor-faktor lainnya yaitu situasional (waktu berbelanja di toko), diet-health awareness, dan tipe rumah tangga (pasangan baru; rumah tangga dengan anak

kecil atau remaja; ukuran rumah tangga). Wanita, tingkat pendidikan tinggi, dan rumah tangga dengan anak kecil memanfaatkan informasi mengenai nutrisi pada kemasan produk dikarenakan mereka cenderung memiliki nutritional knowledge yang lebih baik dibanding kelompok lainnya. Produsen dapat mengampanyekan informasi kesehatan tentang produk karena health claim umumnya menimbulkan sikap positif (favorable judgement) terhadap produk. Sebuah penelitian di Malaysia yang diterbitkan dalam International Journal of Marketing Studies tahun 2010 mendapati bahwa persepsi dan sikap konsumen terhadap produk dengan label No MSG cenderung positif. Perlu diperhatikan pula bahwa dalam proses pemilihan makanan, konsumen juga

mempertimbangkan pertukaran (trade off) antara rasa dan nutrisi, serta harga produk itu sendiri. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kesuksesan produk makanan baru tergantung pada product familiarity, price, taste, dan nutrition.

Di samping itu, penelitian terhadap inovasi menyebutkan bahwa pengadopsian produk inovasi dipengaruhi oleh 5 karakteristik, antara lain: 1. Relative advantage, keunggulan produk inovasi baru relatif terhadap produk lama. 2. Compatibility, konsep seperti Product Familiarity di mana ada kesesuaian antara product attributes dengan consumer characteristics. 3. Observability, sejauh mana produk dapat diteliti atau dicari informasinya baik melalui label, nutritional facts, ingredients, dan sebagainya. 4. Complexity, sejauh mana tingkat kerumitan suatu produk. 5. Trialability, sejauh mana suatu produk dapat dicoba dengan risiko yang minimal, atau dengan kata lain dalam jumlah sedikit dan harga minimal.

Karakteristik Konsumen
Menurut Peter & Olson (p169, 2000), terdapat 5 kelompok pengadopsi, antara lain: Innovator: konsumen yang suka mencoba segala hal baru dan berani mengambil risiko (risk lover). Early adopters: mengadopsi produk baru karena dipengaruhi oleh innovator. Early majority: menghindari risiko dan terinci dalam pembelian, serta dipengaruhi oleh early adopters dalam pengadopsian. Late majority: kelompok konsumen yang sangat berhati-hati terhadap ide-ide baru. Laggards (pengekor): mereka yang sangat tradisional dan sangat berpaku terhadap tata nilai.

Keinovatifan konsumen merupakan kunci dalam memahami kesuksesan produk baru di pasar. Oleh sebab itu, kelompok inovator memainkan peran penting dalam mempengaruhi keputusan pembelian kelompok-kelompok lainnya. Di India, dalam kasus pembelian produk makanan olahan baru, kelompok inovator terdiri dari penduduk dengan pendapatan menengah ke bawah dan tingkat pendidikan yang relatif tinggi. Dengan demikian, kelompok konsumen inilah yang dijadikan sasaran utama pada saat peluncuran produk baru.

Intinya adalah bagaimana menyesuaikan produk dengan konsumen. Sebelum meluncurkan produk ke pasar, perlu memahami lebih dalam mengenai karakteristik konsumen yang menjadi target. Karakteristik konsumen meliputi geografis (wilayah/negara, iklim, kepadatan penduduk), demografis (usia, pendidikan, pendapatan, gender, profesi, agama, ras, bangsa, siklus hidup keluarga), dan psikososial (kelas sosial, gaya hidup, dan perilaku), yang mempengaruhi perilaku konsumen. Perbedaan karakteristik menimbulkan perbedaan nilai, budaya, dan knowledge yang dimiliki konsumen. Contohnya dalam kasus produk makanan tersebut, makanan sangat erat kaitannya dengan budaya, sehingga sangat penting untuk mengadopsi budaya konsumen dalam pengembangan suatu produk baru.

Keluarga dan Grup Referensi


Pengambilan keputusan dalam keluarga dipengaruhi oleh interaksi yang terjadi antar masing-masing anggota keluarga. Berikut ini adalah peran dari tiap-tiap anggota keluarga menurut Peter & Olson (p112, 2000): Influencers : pemberi informasi tentang suatu produk dan jasa. Gatekeepers : pengontrol aliran informasi yang masuk ke dalam keluarga. Deciders : berkuasa dalam menentukan pembelian suatu produk. Buyers : orang yang membeli produk dan jasa. Users : orang yang mengkonsumsi produk atau jasa. Disposers : orang yang membuang suatu produk atau menghentikan penggunaan jasa.

Berdasarkan Academic of Marketing Studies Journal mengenai Spouses joint decision making, keputusan pembelian dalam keluarga dipengaruhi oleh 4 hal, yaitu product category, level of disagreement, past history, dan gender preference intensity. Untuk produk-produk convenience goods, deciders akan mempertimbangkan gender dan level of disagreement dari masing-masing user, sehingga keputusan membeli dapat dilakukan terhadap beberapa merek. Untuk produk-produk

shopping goods, specialty goods, dan unsought goods, deciders akan mempertimbangkan berbagai informasi dari influencers, level of disagreement, dan past history dalam pembelian produk. Implikasi bagi pemasar suatu produk baru adalah dengan memberikan informasi lengkap mengenai produk kepada influencers dalam keluarga (biasanya anak), serta menciptakan produk dengan karakteristik yang mudah diadopsi atau diterima oleh deciders (orang tua).

Situasi Pembelian
Berdasarkan Journal of Consumer Satisfaction, Dissatisfaction, and Compalining Behavior tahun 2009, kehadiran pelanggan lain di toko, baik yang dikenal maupun tak dikenal, baik secara fisik maupun mental, dapat mempengaruhi proses pembelian konsumen. Kehadiran orang yang tak dikenal pada saat berbelanja dapat menjadi sumber inspirasi atau frustasi bagi konsumen, serta dapat menimbulkan rasa malu.

Terdapat 4 kategori social presence dalam proses berbelanja: 1. Acquainted customers with physical presence 2. Unacquainted customers with physical presence 3. Acquainted customers with mental presence 4. Unacquainted customers with mental presence

Keempat kategori tersebut dapat menimbulkan semangat, motivasi, dan rasa percaya diri konsumen, namun juga dapat menimbulkan dampak negatif seperti penghindaran rasa malu, yang dapat mengakibatkan konsumen mengubah keputusan pembelian. Umumnya, faktor ini mempengaruhi keputusan pembelian produk yang mencerminkan kepribadian atau gaya hidup konsumen, seperti produk kecantikan atau perawatan tubuh, pakaian, elektronik, dan sebagainya. Pemasar harus bisa menciptakan situasi pembelian di mana kehadiran konsumenkonsumen lainnya bisa memotivasi pembelian seseorang. Misalnya melalui penempatan lokasi di toko yang mudah terlihat, pembuatan display yang menarik, serta promosi seperti diskon, yang bertujuan menarik atensi pembeli sehingga membentuk kerumunan konsumen yang melalui Wordof-Mouth secara langsung dapat menarik lebih banyak pelanggan untuk membeli. Peletakkan produk untuk wanita dan pria yang terpisah bertujuan untuk menghindari rasa malu konsumen.

Promosi
Yang utama dalam mempengaruhi keputusan pembelian produk baru adalah promotion mix yang ditetapkan oleh pemasar. Untuk produk baru yang siklus hidupnya berada dalam tahap pengenalan, terutama dengan merek yang baru, yang paling diperlukan dalam promotion mix adalah advertising dan sales promotion. Berdasarkan Journal of Management and Marketing Research, sales promotion dapat dibagi menjadi dua jenis, antara lain: Front loaded incentives: diskon, rabat, free gifts, kupon dan promosi lainnya yang manfaatnya langsung dirasakan konsumen setelah membeli produk. Rear loaded incentives (delayed value promotions): undian, premium, yang baru diterima konsumen jika melakukan pembelian berulang. Contoh yang sering kita lihat adalah pengumpulan poin atau stamp setiap kali pembelian, yang dapat ditukar dengan hadiah setelah poin mencapai nilai tertentu.

Sebuah studi di China menemukan bahwa front loaded incentives mendorong keinginan pembelian dan penilaian yang lebih tinggi terhadap produk baru. Ketika sebuah merek baru menggunakan Front loaded incentives, tingkat pembeliannya lebih tinggi daripada existing brand yang menggunakan rear loaded incentives. Dengan front loaded incentives, setiap konsumen mendapatkan keuntungan dari membeli produk yang dipromosikan tersebut. Sementara rear loaded incentives tidak secara langsung mempengaruhi keinginan membeli konsumen. Selain itu , rear loaded incentives hanya memberi hadiah kepada konsumen yang sebelumnya telah melakukan pembelian, tidak kepada seluruh pembeli produk. Sehingga, penting untuk menggunakan front loaded incentives dalam mempromosikan produk baru.

Kesimpulan
Kesuksesan suatu produk baru dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut : Karakteristik produk Karakteristik konsumen Keluarga dan grup referensi Situasi pembelian Promosi

Produk baru harus memiliki keunggulan yang lebih dibanding produk lama, harus familiar dengan karakteristik konsumen, memiliki kemasan yang mampu mempromosikan produk, tersedia dalam ukuran kecil untuk mengurangi resiko pembelian, dan sesuai dengan budaya yang dianut konsumen. Perusahaan juga dapat memberikan insentif kepada konsumen melalui promosi penjualan, mempengaruhi kelompok-kelompok referensi, serta menciptakan situasi yang mendukung keputusan pembelian terhadap produk baru.

Daftar Pustaka
Crawford, Merle, Anthony Di Benetto. (2006). New Products Management. 8. McGraw Hill, New York . Peter, J. Paul, Jerry C. Olson. (2000). Consumer Behavior : Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran. terj. Damos Sihombing. Erlangga, Jakarta Ruoh-Nan Yan, Sherry Lotz. (2009). Taxonomy of The Influence of Other Customers in Customer Complaint Behavior. Journal of Consumer Satisfaction, Dissatisfaction and Complaining Behavior, volume (22). 107. HoJung Choo; Jae-Eun Chung; Dawn Thorndike Psysarchik. (2004). Antecedents to new food product purchasing behavior among innovator groups in India, volume (38). 608. Rong Chen, Xue Bai, Feng He. The Choice between Front-Loaded and Rear-Loaded Coupons for New Brands. (2003).
Cheryl B Ward. SPOUSE'S JOINT DECISION-MAKING: IS LEVEL OF INITIAL DISAGREEMENT

IMPORTANT?
Cheryl B Ward Academy of Marketing Studies Journal; 2007; 11, 1; ABI/INFORM Global

pg. 113

Consumers Perceptions, Attitudes and Willingness to Pay towards Food Products with No Added Msg Labeling

Alias Radam (Corresponding author) Faculty of Economics and Management Universiti Putra Malaysia, 43400 UPM Serdang, Malaysia E-mail: alias@econ.upm.edu.my Mohd. Rusli Yacob Faculty of Economics and Management Universiti Putra Malaysia, 43400 UPM Serdang, Malaysia E-mail: alias@econ.upm.edu.my Than Siew Bee Faculty of Food Science and Technology Universiti Putra Malaysia, 43400 UPM Serdang, Malaysia Jinap Selamat Faculty of Food Science and Technology Universiti Putra Malaysia, 43400 UPM Serdang, Malaysia E-mail: jinap@putra.upm.edu.my

You might also like