You are on page 1of 43

Polycythemia

Definisi Polycythemia
Polycythemia adalah kondisi yang berakibat pada naiknya tingkat sel-sel darah merah yang bersirkulasi dalam aliran darah. Orang-orang dengan polycythemia mempunyai peningkatan pada hematocrit, hemoglobin, atau jumlah sel darah merah diatas batasan-batasan normal. Polycythemia normalnya dilaporkan dalam istilah-istilah dari peningkatan hematocrit atau hemoglobin.

Hematocrit (HCT): Polycythemia dipertimbangkan ketika hematocrit lebih besar dari 48% pada wanita-wanita dan 52% pada laki-laki. Hemoglobin (HGB): Polycythemia dipertimbangkan ketika tingkat hemoglobin lebih besar dari 16.5g/dL pada wanita-wanita atau tingkat hemoglobin lebih besar dari 18.5 g/dL pada laki-laki.

Polycythemia dapat dibagi kedalam dua kategori-kategori; primer dan sekunder.

Polycythemia primer: Pada polycythemia primer peningkatan pada sel-sel darah merah disebabkan oleh persoalan-persoalan yang melekat pada proses produksi sel darah merah. Polycythemia sekunder: Polycythemia sekunder umumnya terjadi sebagai respon pada faktor-faktor lain atau kondisi-kondisi yang mendasarinya yang memajukan produksi sel darah merah.

Produksi sel merah (erythropoiesis) mengambil tempat di sumsum tulang melalui rangkaian yang kompleks dari langkah-langkah yang diatur secara ketat. Pengatur utama dari produksi sel merah adalah hormon erythropoietin (EPO). Hormon ini sebagian besar dikeluarkan oleh ginjal-ginjal, meskipun, kira-kira 10% mungkin dihasilkan dan dikeluarkan oleh hati. Pengeluaran erythropoietin diatur naik dalam respon pada tingkat-tingkat oksigen yang rendah (hypoxia) dalam darah. Lebih banyak oksigen dapat diangkut ke jaringan-jaringan ketika erythropoietin menstimulasi produksi sel darah merah dalam sumsum tulang untuk mengkompensasi hypoxia. Neonatal (yang baru lahir) polycythemia dapat terlihat pada 1% sampai 5% dari bayi-bayi yang baru dilahirkan. Penyebab-penyebab yang paling umum mungkin berhubungan dengan transfusi darah, transfer (pemindahan) dari darah placenta ke bayi setelah kelahiran, atau pengoksigenan tidak cukup yang kronis dari fetus (intrauterine hypoxia) yang disebabkan oleh kekurangan placenta.

Batasan-Batasan Normal Dari Hematocrit, Jumlah Sel Merah, Dan Hemoglobin


Hematocrit adalah rasio dari volume sel-sel merah pada volume dari seluruh darah. Batasan normal untuk hematocrit bervariasi antara jenis-jenis kelamin dan adalah kira-kra 45% sampai 52% untuk laki-laki dan 37% sampai 48% untuk wanitawanita. Jumlah sel merah menandakan jumlah dari sel-sel darah merah dalam volume darah. Batasan normal pada laki-laki adalah kira-kira 4.7 sampai 6.1 juta sel-sel/ul (microliter). Batasan normal pada wanita-wanita berkisar dari 4.2 sampai 5.4 juta sel-sel/ul, menurut data NIH (National Institutes of Health). Hemoglobin adalah protein dalam sel-sel darah merah yang mengangkut oksigen dan memberikan darah warna merahnya. Batasan normal untuk hemoglobin mungkin berbeda antara jenis-jenis kelamin dan adalah kira-kira 13 sampai 18 grams per deciliter untuk laki-laki dan 12 sampai 16 grams per deciliter untuk wanita-wanita.

Penyebab Polycythemia
Penyebab-penyebab dari polycythemia adalah primer atau sekunder. Pada polycythemia primer, faktor-faktor intrinsic (hakiki) pada produksi sel darah merah menyebabkan peningkatan pada jumlah sel merah. Pada polycythemia sekunder, faktor-faktor eksternal berakibat pada polycythemia.

Penyebab-Penyebab Polycythemia Primer


Polycythemia-polycythemia primer disebabkan oleh mutasi-mutasi genetik yang didapat atau diturunkan yang menyebabkan tingkat-tingkat yang tingginya secara abnormal dari pelopor-pelopor sel darah merah. Primary familial and congenital polycythemia (PFCP) dan polycythemia vera (PV) ada dalam kategori ini.
Polycythemia vera

Polycythemia vera adalah kondisi yang jarang yang terjadi hanya pada kira-kira satu orang per satu juta orang-orang di Amerika. Polycythemia vera secara khas dihubungkan dengan jumlah yang meningkat dari sel darah putih (leukocytosis) dan platelet (thrombocytosis). Limpa yang membesar (splenomegaly) dan tingkat-tingkat erythropoietin yang rendah adalah sifat-sifat klinis yang lain dari polycythemia vera. Sampai baru-baru ini, mekanisme yang tepat dari polycythemia vera tidak dimengerti dengan baik. Pada tahun 2005, mutasi-mutasi genetik dari gen JAK2 ditemukan bertanggung jawab untuk kebanyakan kasus-kasus dari polycythemia vera. Mutasi-mutasi ini diperkirakan kemungkinan meningkatkan kepekaan dari pelopor-pelopor dari sel darah merah pada erythropoietin, dengan demikian, meningkatkan produksi sel darah merah.

Primary familial and congenital polycythemia (PFCP)

Primary familial and congenital polycythemia (PFCP) juga diperkirakan disebabkan oleh mutasi-mutasi genetik yang berakibat pada peningkatan kemampuan bereaksi pada tingkat-tingkat normal dari erythropoietin. Kebanyakan kasus-kasus disebabkan oleh mutasi-mutasi yang berbeda pada gen EPOR.

Penyebab-Penyebab Umum Dari Polycythemia Sekunder


Polycythemia sekunder biasanya disebabkan oleh peningkatan produksi erythropoietin (EPO) dalam respon pada hypoxia kronis (tingkat oksigen darah yang rendah) atau dari tumor yang mengeluarkan erythropoietin.
Hypoxia kronis

Kondisi-kondisi umum yang menyebabkan hypoxia kronis adalah penyakit-penyakit paru kronis seperti:

emphysema dan bronchitis kronis yang secara kolektif dikenal sebagaichronic obstructive pulmonary disease (COPD) atau hypoventilation syndrome, penyakit-penyakit jantung kronis (gagal jantung congestif, atau aliran darah abnormal dari sisi kanan ke sisi kiri jantung), sleep apnea, dan pulmonary hypertension.

Aliran darah yang abnormal ke ginjal-ginjal dapat dirasakan oleh ginjal-ginjal sebagai pengoksigenan yang berkurang (renal hypoxia), meskipun demikian, jaringan-jaringan lain mungkin mempunyai pengoksigenan yang normal. Renal hypoxia mungkin memajukan peningkatan pada produksi erythropoietin. Kondisi ini dapat terjadi setelah transplantasi ginjal atau penyempitan arteri-arteri ginjal (pembuluh-pembuluh darah yang memasok ginjal-ginjal). Orang-orang yang hidup di ketinggian-ketinggian yang tinggi dapat mengembangkan polycythemia. Pada ketinggian-ketinggian yang tinggi, peningkatan produksi sel darah merah terjadi dalam rangka untuk mengkompensasi tingkat-tingkat oksigen lingkungan yang rendah dan pengoksigenan jaringan yang tidak cukup. Kerusakan-kerusakan congenital (sejak lahir) yang jarang pada molekul hemoglobin, seperti kekurangan 2, 3-BPG, dapat berakibat pada gaya tarik oksigen yang lebih tinggi oleh hemoglobin. Pada kondisi-kondisi ini, oksigen ditahan secara ketat oleh hemoglobin dan kurang siap dilepaskan dari hemoglobin ke jaringanjaringan. Hypoxia jaringan yang berakibat dari pasokan oksigen yang buruk mungkin menjurus pada polycythemia.
Tumor-tumor yang mengeluarkan erythropoietin

Tumor-tumor tertentu dapat melepaskan jumlah yang meningkat dari erythropoietin. Tumor-tumor yang paling umum mengeluarkan erythropoietin adalah:

kanker hati (hepatocellular carcinoma), kanker ginjal (renal cell carcinoma), adrenal adenoma (adenocarcinomas), dan tumor-tumor kandungan.

Adakalanya, kista-kista ginjal yang tidak berbahaya dan obstruksi ginjal (hydronephrosis) dapat juga mengeluarkan erythropoietin tambahan yang menyebabkan polycythemia. Kondisi genetik yang jarang, disebut Chuvash polycythemia, menyebabkan aktivitas yang meningkat dari gen yang menghasilkan erythropoietin. Produksi yang berlebihan dari erythropoietin menyebabkan polycythemia.

Sumber-Sumber Lain Dari Erythropoietin (EPO) Yang Menyebabkan Polycythemia


Erythropoietin (EPO) telah dibuat secara sintetik untuk perawatan klinik dari tipetipe anemia tertentu. Beberapa olahragawan-olahragawan profesional telah menggunakan tipe dari EPO yang dapat disuntikan ini (doping darah) untuk memperbaiki prestasi mereka pada pertandingan-pertandingan dengan menghasilkan lebih banyak hemoglobin dan, oleh karenanya, memperbaiki pasokan oksigen ke jaringan-jaringan mereka, terutama otot-otot. Tipe praktek doping ini dilarang oleh banyak komite-komite olahraga profesional.

Definisi Relative Polycythemia


Pada beberapa bentuk-bentuk dari polycythemia sekunder, hemoglobin atau jumlah sel darah merah dirasakan tingginya abnormal yang disebabkan oleh konsentrasi darah yang meingkat. Ini dapat terjadi sebagai akibat dari kehilangan volume plasma dari dehidrasi, muntah atau diare yang parah, atau berkeringat yang berlebihan. Polycythemia pada situasi-situasi ini mungkin disebut relative polycythemia, karena angka-angka sebenarnya dari sel-sel darah merah adalah tidak abnormal.

Definisi Stress Polycythemia


Stress polycythemia adalah istilah yang dipakai pada keadaan volume plasma rendah yang kronis yang terlihat umumnya pada laki-laki setengah umur yang aktif, bekerja keras, dan gelisah. Pada orang-orang ini, volume sel darah merah adalah normal, namun volume plasma adalah rendah. Kondisi ini juga dikenal sebagai penyakit Gaisbock, stress erythrocytosis, atau pseudopolycythemia. Smoker's polycythemia adalah kondisi yang serupa dimana tingkat-tingkat yang naik dari deoxygenated hemoglobin (hemoglobin yang tidak mengagkut oksigen, sebagai gantinya mengangkut karbon dioksida) menyebabkan peningkatan dalam jumlah-jumlah sel darah merah.

Faktor-Faktor Risiko Untuk Polycythemia

Hypoxia dari penyakit paru yang berkepanjangan (kronis) dan merokok adalah penyebab-penyebab yang umum dari polycythemia. Oleh karenanya, merokok dapat menjadi faktor risiko yang signifikan untuk polycythemia. Paparan karbon dioksida (CO) yang kronis dapat juga menjadi faktor risiko untuk polycythemia. Hemoglobin mempunyai daya tarik yang lebih tinggi untuk CO daripada untuk oksigen; oleh karenanya, ketika ia mengganti oksigen dalam kesukaan dari CO, polycythemia mungkin berakibat mengkompensasi oksigen rendah yang diangkut oleh hemoglobin. Paparan karbon dioksida yang kronis adalah faktor risiko untuk orang-orang yang bekerja di terowongan-terowongan bawah tanah atau garasi-garasi parkir, supir-supir taxi dalam kota-kota yang berpolusi tinggi dan macet, atau pekerja-pekerja di fabrik-fabrik dengan paparan pada pembuangan gas mesin. Orang-orang yang hidup di ketinggian-ketinggian tinggi mungkin juga berisiko mengembangkan polycythemia yang disebabkan oleh tingkat-tingkat oksigen lingkungan yang rendah. Orang-orang dengan mutasi-mutasi genetik dan tipe-tipe famili dari polycythemia dan kelainan-kelainan hemoglobin tertentu juga membawa faktor-faktor risiko untuk kondisi ini seperti disebutkan pada bagian-bagian lebih awal.

Gejala-Gejala Dari Polycythemia


Gejala-gejala dari polycythemia dapat menjadi tidak ada sama sekali sampai minimal pada banyak orang-orang. Ada beberapa gejala-gejala umum dan nonspesifik yang dapat terlihat dengan polycythemia. Beberapa dari ini termasuk:

kelemahan, kelelahan, sakit kepala, gatal, memar, nyeri sendi, kepeningan, atau nyeri perut.

Pada pasien-pasien dengan polycythemia vera, penyakit-penyakit darah lain juga adalah sangat umum. Jadi, persoalan-persoalan perdarahan atau kejadian-kejadian penggumpalan mungkin terlihat pada pasien-pasien ini. Gatal setelah mandi atau mandi air mancur (gatal-gatal setelah mandi) dapat juga terlihat pada pasienpasien dengan polycythemia vera untuk sebab-sebab yang tidak jelas. Nyeri-nyeri sendi juga umum pada pasien-pasien dengan polycythemia vera.

Gejala-gejala dari polycythemia sekunder mungkin lebih dekat dihubungkan pada kondisi yang mendasarinya, seperti, penyakit paru kronis, daripada pada polycythemia sendiri. Oleh karenanya, sesak napas, batuk kronis, gangguan tidur (sleep apnea), kepeningan, toleransi latihan yang buruk, atau kelelahan mungkin adalah umum pada pasien-pasien dengan polycythemia. Jika polycythemia dihubungkan pada kanker ginjal, kanker hati, atau tumor-tumor lain yang mengeluarkan erythropoietin, gejala-gejala dari kondisi-kondisi ini, seperti, kehilangan berat badan, nyeri atau kepenuhan perut, atau jaundice mungkin adalah predominan (utama).

Saya Harus Mencari Dokter Tentang Polycythemia ?


Pada kasus-kasus perdarahan yag tidak dapat dihentikan (hemorrhage), kesulitan bernapas yang parah, sesak napas, atau gejala-gejala yang menyarankan stroke (kelemahan pada satu sisi atau kesulitan berbicara, contohnya), evaluasi segera oleh dokter atau kunjungan segera ke kamar darurat dinasehatkan. Orang-orang dengan polycythemia secara khas telihat secara rutin berdasarkan pada rekomendasi dari dokter yang merawat. Umumnya pasien-pasien ini dilihat oleh dokter-dokter perawatan utama mereka, internis-internis, dokter-dokter paru (pulmonologists), atau spesialis-spesialis darah (hematology oncology).

Mendiagnosa Polycythemia
Polycythemia mungkin didiagnosa secara kebetulan atau pekerjaan darah rutin. Hemoglobin, hematocrit, dan konsentrasi sel darah merah secara khas ditemukan pada perhitungan darah yang lengkap atau complete blood count (CBC). Mengulangi tes-tes labor (blood work) untuk mengkonfirmasi diagnosis biasanya dinasehatkan untuk menyampingkan kemungkinan kesalahan-kesalahan labor atau penarikan. Yang lebih penting, penyebab dari polycythemia perlu ditentukan. Sejarah medis dan pemeriksaan fisik adalah komponen-komponen yang penting dari evaluasi untuk polycythemia. Sejarah biasanya termasuk pertanyaan-pertanyaan tentang sejarah merokok, hidup di ketinggian-ketinggian yang tinggi untuk periode-periode yang panjang, kesulitan-kesulitan bernapas, gangguan-gangguan tidur, atau batuk kronis. Bagian-bagian lain dari sejarah mungkin berfokus pada diagnosis sebelumnya dari penyakit paru, penyakit jantung, kanker ginjal atau hati, persoalan-persoalan perdarahan atau penggumpalan. Pemeriksaan fisik lengkap termasuk penilaian dari habitus (tinggi seseorang) tubuh, tanda-tanda vital, kejenuhan oksigen, pengujian-pengujian jantung dan paru, dan mengevaluasi limpa yang membesar (splenomegaly) adalah penting dalam mengevaluasi orang-orang dengan polycythemia. Bukti dari tingkat oksigen rendah tubuh yang berkepanjangan (chronic hypoxia) adalah petunjuk yang penting pada pasien-pasien dengan polycythemia. Tandatanda dari hypoxia yang berkepanjangan mungkin termasuk cyanosis (jari tangan, kuku, cuping-cupin telinga, atau bibir-bibir yang nampak biru atau ungu), clubbing dari jari-jari tangan (kenaikan dari alas-alas kuku yang keluar), atau pernapasan

bibir yang mengerut. Kemerahan dari telapak-telapak tangan dan telapak-tekapak kaki mungkin adalah tanda yang lain dari polycythemia. X-ray dada, electrocardiogram (EKG), dan echocardiogram mungkin dilakukan untuk menyaring penyakit paru atau penyakit jantung. Analisa hemoglobin mungkin perlu jika kondisi-kondisi dengan daya tarik yang tinggi untuk oksigen atau kekurangan 2, 3-BPG dicurigai. Jika keracunan karbon monoksida dipertanyakan, tingkatnya dapat dideteksi dengan tes darah. Tingkat-tingkat darah erythropoietin (EPO) mungkin juga bermanfaat, meskipun hasil-hasil perlu diinterpretasikan dengan hati-hati karena tingkat mungkin cukup tinggi dalam respon pada hypoxia kronis. Pada polycythemia vera, tingkat-tingkat EPO adalah rendah sebagai respon pada produksi yang meningkat dari sel-sel darah merah. Pada tumor-tumor yang mengeluarkan erythropoietin, tingkat-tingkat EPO mungkin tingginya abnormal. Diagnosis dari polycythemia vera memerlukan perhatian khusus. Telah ada kriteria diagnostik tradisional untuk kondisi ini; bagaimanapun, pada tahun 2008, world health organization (WHO) menegakan petunjuk-petunjuk yang paling baru-baru ini. Petunjuk-petunjuk termasuk kriteria utama dan minor.

Kriteria utama untuk polycythemia vera termasuk tingkat hemoglobin lebih besar dari 18.5 gram / deciliter pada laki-laki atau 16.5 gram / deciliter pada wanita-wanita (atau angka-angka yang serupa berdasarkan pada hematocrit) dan kehadiran dari mutasi JAK2. Kriteria minor termasuk bukti sumsum tulang dari produksi sel darah merah yang meningkat dan tingkat-tingkat EPO yang berkurang.

Perawatan Untuk Polycythemia


Perawatan untuk polycythemia umumnya tergantung pada penyebabnya. Pada polycythemia vera atau sindrom-sindrom polycythemia primer lain, opsi-opsi perawatan adalah lebih spesifik. Phlebotomy (menarik darah atau membiarkan darah) adalah bagian perawatan yang paling penting. Hematocrit yang direkomendasikan dari kurang dari 45 pada laki-laki dan kurang dari 42 pada wanita-wanita adalah tujuan dari phlebotomy. Beberapa obat-obat telah dipertimbangkan dalam hubungan dengan phlebotomy untuk menekan produksi sel-sel darah merah yang abnormal. Kebanyakan dari obat-obat kemoterapi ini telah dihubungkan dengan efek-efek sampingan dan penggunaan mereka telah menjadi kontroversial dan terbatas. Obat hydroxyurea (Hydrea) telah direkomendasikan untuk beberapa pasienpasien dengan polycythemia primer dan risiko pembentukan gumpalan darah yang lebih tinggi yang disebabkan oleh viskositas darah yang tinggi. Faktor-faktor yang menyukai perawatan dengan hydroxyurea adalah umur lebih besar dari 70 tahun, jumlah platelet lebih besar dari 1.5 juta, dan faktor-faktor risiko kardiovaskular umum.

Aspirin dan agent-agent anti-platelet (dipyridamole) lain mungkin juga bermanfaat pada pasien-pasien dengan polycythemia dengan mengurangi komplikasi-komplikasi penggumpalan, kecuali pasien mempunyai sejarah persoalan-persoalan perdarahan. Pada pasien-pasien dengan polycythemia sekunder, tujuannya adalah merawat kondisi yang mendasarinya. Contohnya, pada pasien-pasien dengan penyakit paru atau jantung dengan hypoxia, manajemen yang tepat dari kondisi-kondisi ini bersama-sama dengan suplementasi oksigen umumnya disarankan.

Komplikasi-Komplikasi Dari Polycythemia


Komplikasi-komplikasi yang potensial dari polycythemia vera adalah tingkat-tingkat yang naik dari sel-sel darah merah yang bersirkulasi, yang meningkatkan kekentalan atau viskositas darah. Ini dapat dihubungkan dengan risiko-risiko yang lebih tinggi dari thrombus atau pembentukan gumpalan yang menjurus pada stroke-stroke, serangan-serangan jantung, pulmonary embolism, dan kemungkinan kematian. Komplikasi yang lain dari polycythemia vera adalah transformasi yang berpotensi kedalam kanker darah (leukemia), perdarahan yang berlebihan (hemorrhage), atau persoalan-persoalan penggumpalan. Karena perputaran yang tinggi dari sel-sel darah pada polycythemia, pengeluaran dari produk-produk sampingan dari degradasi sel darah merah mungkin terlalu membebani ginjal-ginjal dan berakibat pada disfungsi ginjal, batu-batu ginjal, dangout. Komplikasi-komplikasi dari polycythemia sekunder secara khas berhubungan dengan yang dari penyakit yang mendasarinya. Contohnya, hypoxia kronis dari penyakit paru yang parah mungkin dipersulit oleh gagal jantung sisi kanan dan pulmonary hypertension. Gagal jantung kronis dapat menjurus pada pembengkakan umum atau edema (anasarca), tekanan darah rendah (hipotensi), disfungsi ginjal, dan status fungsi yang buruk. Pada neonatal (bayi) polycythemia, kekentalan darah atau viskositas yang meningkat dapat mempengaruhi beberapa organ-organ yang disebabkan oleh aliran darah yang buruk. Sebagai akibatnya, disfungsi ginjal, persoalan-persoalan usus, tekanan darah yang meningkat di paru-paru, dan hypoxia mungkin terjadi.

Mencegah Polycythemia

Polycythemia yang disebabkan oleh penyebab sekunder seperti merokok atau paparan pada karbon monoksida yang berkepanjangan dapat dicegah dengan menghilangkan risiko-risiko ini. Mengurangi faktor-faktor risiko untuk gagal jantung, seperti, mengontrol tekanan darah tinggi dan diabetes mellitus, dapat secara potensi mengurangi risiko polycythemia.

Penyakit-penyakit polycythemia congenital dan primer, bagaimanapun, tidak dapat dicegah.

Prognosis Untuk Polycythemia


Prognosis pada polycythemia tergantung pada penyebab yang mendasarinya. Secara keseluruhan prognosis umumnya baik untuk orang-orang dengan kondisi ini terutama mereka yang dengan penyebab-penyebab sekunder. Prognosis untuk polycythemia primer adalah lumayan; sementara ia secara khas tidak dapat disembuhkan dan berkepanjangan, untuk banyak orang-orang, ia dapat dikontrol dan dirawat. Contohnya, tidak dirawat, polycythemia vera (PV) dahulu awalnya diperkirakan mempunyai prognosis yang buruk dengan harapan hidup dari satu sampai dua tahun dari waktu diagnosis. Bagaimanapun, prognosis polycythemia vera sekarang telah sangat diperbaiki sampai 10-15 tahun kelangsungan hidup setelah diagnosis dengan perawatan oleh phlebotomy sendirian. Tambahan dari obat-obat, seperti, hydroxyurea atau aspirin mungkin memperbaiki kelangsungan hidup bahkan lebih panjang.

polisitemia vera
Menurut bahasa, polisitemia vera (PV) terdiri dari dua kata yaitu polisitemia dan vera. Polisitemia berasal dari bahasa Yunani yaitu poly (banyak), cyt (sel) dan hemia (darah). Jadi, polisitemia berarti peningkatan sel darah (eritrosit, leukosit, trombosit) di dalam darah. Sedangkan vera berasal dari bahasa Latin yang artinya sejati. Kata vera digunakan untuk membedakannya dari keadaan (penyakit) lain yang mengakibatkan peningkatan sel darah merah. Jadi, polisitemia vera adalah suatu gangguan atau kelainan mieloproliferatif kronik yang ditandai dengan peningkatan sel darah merah (eritrositosis) sehingga terjadi hiperviskositas aliran darah. ETIOLOGI Etiologi polisitemia vera belum sepenuhnya diketahui secara pasti. Tetapi diduga karena adanya mutasi dari sel-sel progenitor erythroid dan perubahan fungsi tirosin kinane, yaitu janus kinase 2 (JAK2). Sel-sel progenitor erythroid dari pasien dengan PV membentuk coloniesin dalam ketiadaan eritropoietin, juga menunjukkan hipersensitivitas sel-sel myeloid, dan berbagai faktor pertumbuhan. Janus kinase 2 (JAK2) merupakan suatu tirosin kinase sitoplasma yang mempunyai peran kunci dalam transduksi sinyal beberapa reseptor fator pertumbuhan hematopoietik, termasuk erythropoietin,granulosit-makrophage colony-stimulating

factor (GM-CSF), interleukin (IL)-3, IL-5, thrombopoietin, and hormon pertumbuhan. FAKTOR RESIKO 1. Usia > 60 tahun, dengan sejarah trombositosis. 2. Hipoksia dari penyakit paru-paru (kronis) jangka panjang dan merokok. Akibat dari hipoksia adalah peningkatan jumlah eritropoietin. Dengan adanya peningkatan jumlah eritropoietin oleh ginjal, akan mengakibatkan peningkatan pembentukan sel darah merah di sumsum tulang. 3. Penerimaan karbon monoksida (CO) kronis. Hemoglobin mempunyai afinitas yang lebih tinggi terhadap CO daripada oksigen. 4. Orang yang tinggal di dataran tinggi mungkin juga mempunyai resiko polisitemia pada tingkat oksigen lingkungan yang rendah. 5. Orang dengan mutasi genetik (yaitu pada gen Janus kinase-2 atau JAK-2), jenis polisitemia familial dan keabnormalan hemoglobin juga membawa faktor resiko. PATOFISIOLOGI Terdapat 3 jenis polisitemia yaitu relatif (apparent), primer, dan sekunder. 1. Polisitemia relatif berhubungan dengan hipertensi, obesitas, dan stress. Dikatakan relatif karena terjadi penurunan volume plasma namun massa sel darah merah tidak mengalami perubahan. 2. Polisitemia primer disebabkan oleh proliferasi berlebihan pada sel benih hematopoietik tanpa perlu rangsangan dari eritropoietin atau hanya dengan kadar eritropoietin rendah. Dalam keadaan normal, proses proliferasi terjadi karena rangsangan eritropoietin yang kuat. 3. Polisitemia sekunder, dimana proliferasi eritrosit disertai peningkatan kadar eritropoietin. Peningkatan massa sel darah merah lama kelamaan akan mencapai keadaan hemostasis dan kadar eritropoietin kembali normal. Contoh polisitemia ini adalah hipoksia. Mekanisme terjadinya polisitemia vera (PV) disebabkan oleh kelainan sifat sel tunas (stem cells) pada sumsum tulang. Selain terdapat sel batang normal pada sumsum tulang terdapat pula sel batang abnormal yang dapat mengganggu atau menurunkan pertumbuhan dan pematangan sel normal. Bagaimana perubahan sel tunas normal jadi abnormal masih belum diketahui. Progenitor sel darah penderita menunjukkan respon yang abnormal terhadap faktor pertumbuhan. Hasil produksi eritrosit tidak dipengaruhi oleh jumlah eritropoetin. Kelainan-kelainan tersebut dapat terjadi karena adanya perubahan DNA yang

dikenal dengan mutasi. Mutasi ini terjadi di gen JAK2 (Janus kinase-2) yang memproduksi protein penting yang berperan dalam produksi darah. Pada keadan normal, kelangsungan proses eritropoiesis dimulai dengan ikatan antara ligan eritropoietin (Epo) dengan reseptornya (Epo-R). Setelah terjadi ikatan, terjadi fosforilasi pada protein JAK. Protein JAK yang teraktivasi dan terfosforilasi, kemudian memfosforilasi domain reseptor di sitoplasma. Akibatnya, terjadi aktivasi signal transducers and activators of transcription (STAT). Molekul STAT masuk ke inti sel (nucleus), lalu mengikat secara spesifik sekuens regulasi sehingga terjadi aktivasi atau inhibisi proses trasnkripsi dari hematopoietic growth factor. Pada penderita PV, terjadi mutasi pada JAK2 yaitu pada posisi 617 dimana terjadi pergantian valin menjadi fenilalanin (V617F), dikenal dengan nama JAK2V617F. Hal ini menyebabkan aksi autoinhibitor JH2 tertekan sehingga proses aktivasi JAK2 berlangsung tak terkontrol. Oleh karena itu, proses eritropoiesis dapat berlangsung tanpa atau hanya sedikit hematopoetic growth factor. Terjadi peningkatan produksi semua macam sel, termasuk sel darah merah, sel darah putih, dan platelet. Volume dan viskositas darah meningkat. Penderita cenderung mengalami thrombosis dan pendarahan dan menyebabkan gangguan mekanisme homeostatis yang disebabkan oleh peningkatan sel darah merah dan tingginya jumlah platelet. Thrombosis dapat terjadi di pembuluh darah yang dapat menyebabkan stroke, pembuluh vena, arteri retinal atau sindrom Budd-Chiari. Fungsi platelet penderita PV menjadi tidak normal sehingga dapat menyebabkan terjadinya pendarahan. Peningkatan pergantian sel dapat menyebabkan terbentuknya hiperurisemia, peningkatan resiko pirai dan batu ginjal. TANDA DAN GEJALA Sakit kepala, keringat berlebihan, telinga berdengung, gangguan penglihatan (seperti pandangan kabur), pusing dan vertigo. Gejala-gejala ini diduga merupakan
POLISITEMIA VERA PENGERTIAN Polisitemia merupakan kelainan sistem hemopoises yang dihubungkan dengan peningkatan jumlah dan volume sel darah merah(eritrosit) secara bermakna mencapai 6-10 juta/ml di atas ambang batas nilai normal dalam sirkulasi darah merah (eritrosit) secara bermakna mencapai 610 juta/ml di atas ambang batas nilai normal sirkulasi darah, tanpa memperdulikan jumlah leukosit dan trombosit. Disebut polisitemia vera bila sebagian populasi eritrosit berasal dari suatu klon sel induk darah yang abnormal (tidak membutuhkan eritropoetin untuk proses pematangannya). Berbeda dengan polisitemia sekunder dimana eritropoetin meningkat atau fisiologis sebagai kompensasi atas kebutuhan oksigen yang meningkat atau ertropoetin meningkat secara non fisiologis pada

sindrom paraneoplastik sebagai manifestasi neoplasma lain yang mensekresi eritropetin. Perjalanan klinis: 3. Fase eritrositik atau fases polisitemia Berlangsung 5- 25 tahun,membutuhan flebotomi teratur untuk mengedalikan viskositas darah dalam batas normal. 2. Fase burn out atau spent out Kebutuhan flebotomi menurun jauh, kesan seperti remisi,kadang timbul anemia. 3. Fase mielofibrotik Bila terjadi sitopenia dan splenomegali progresif, menyerupai miefibrosis dan metaplasia mieloid 9. Fase terminal DAINOSIS International polycythemia Study Group II Diagnosis polisitemia dapat ditegakkan jika memenuhi kriteria a. A1+A2+A3 atau n. A1+A2+2 katagori Katagori A 16. Menigkatkan massa sel darah merah diukur dengan krom radioaktif Cr-51.Pada pria >36ml/kg dan wanita>32 ml/kg 1. Saturasi oksigen arterial > 92% (pada polisitemia vera, saturasi oksigen tidak menurun) 2. Splenomegali Katagori B 4. Trombositosis :trombosit >400.000/ml 5. Leukositosis :leukosit >12.000./ml (tidak ada panas) 6. Leukosit alkalifosfatase (LAF) score meningkat >100 (tanpa ada panas/infeksi) 7. Kadar vitamin B12 >900pg/ml dan atau UB12 BC dalam serum >2200pg/ml DIAGNOSIS BANDING Polisitemia sekunder akibat saturasi oksigen arterial rendah atau eritropoetin meningkat akibat manifestasi sindrom paraneoplastik PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium: eritrosit, granulosit, trombosit, kadar B12 serum,NAP, saturasi O2 TERAPI Prisip pengobatan Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal dan mengendalikan eritpoesis dengan flebotomi Menghindari pembedahan elektif pada fase eritosit /polisitemia yang belum terkendali Menghindari pengobatan berlebihan Menghindari obat yang mutagenik, tertogenik dan berefek strilisasi pada pasien usia muda Mengontrol panmieologis dengan fosfor ardioaktif dosis tertentu atau kemoterapi sitostatik pada pasien di atas 40 tahun bila didapatkan : -Trombosis persisten di atas 800.000/ml terutama jika disertai gejala tronbosis -Leukosis progresif -Splenomegali simtomatik atau menimbulkan sitopenia problematik -Gejala sistemik yang tidak terkendali seperti pruritus yang sukar dikendalikan, penurunan berat atau-hiperurikosuria yang sulit diatasi Flebotomi

Pada PV tujuan prosedur flebotomi adalah mempertahankan hematrokit 42% pada wanita dan 47% pada pria untuk mencegah timbulnya hiperviskositas dan penurunan shear rate. Indikasi flebotomi terutama untuk semua pasien pada permulaan penyakit dan yang masih dalam usia subur. Indikasi: Polisitemia vera fase polisitemia Polisitemia sekunder fisiologis hanya dilakukan jika Ht>55%(target Ht 55%) Polisitemia sekunder nonfisiologis bergantung pada derajat beratnya gejala yang ditimbulkan akibat hiperviskositas dan penurunan shear rate Kemoterapi sitostatika Tujuannya adalah sitoreduksi Indikasi: Hanya untuk polisitemia rubra primer(PV) Flebotomi sebagai pemeliharaan dibutuhkan >2 kali sebulan Trombositosis yang terbukti menimbulkan trombosis Urtikaria berat yang tidak dapat di atasi dengan antihistamin Splenomegali simtomatik/mengancam ruptur limpa Cara Pemberian: Hidrosiurea 800-12000mg/m2hari atau 10-15mg/kg/kali diberikan dua kali sehari. Bila tercapai target dilanjutkan pemberian secara intermiten untuk pemeliharaan Klorambusil dengan dosis induksi 0,1-0,2 mg/kg/hari selama 3-6 minggu dan dosis pemeliharaan 0,4 mg/kgBB tiap 2-4 minggu. Busulfan 0,06 mg/KgBB/hari atau 1,8 mg/m2/hari. Bila tercapai target dilanjutkan pemberian secara intermiten untuk pemeliharaan

C. Fosfor radioaktif P32 pertama kali diberikan dengan dosis 2-3mCi/m2 intravena, bila per oral dinaikkan 25%. Selanjutnya bila setelah 3-4 minggu pemberian P32 pertama. Mendapatkan hasil, revalusi setelah 10-12 minggu. Dapat diulang jika diperlukan Tidak berhasil, dosis kedua dinaikkan 25% dari dosis pertama, diberikan setelah 10-12 minggu dosis pertama. Pasien diperiksa setiap 2/3 bulan setelah keadaan stabil D. Kemoterapi Biologi(sitokin) E. Pengobatan suportif Hiperurisemia: allopurinol 100-600 mg/hari Pruritus dengan urtikaria: antihistamin, PUVA Gastritis/ulkus peptikum: antagonis reseptor H2 Antiagregasi trombosit anagrelid Komplikasi Trombosis, perdarahan, miyelofibrosis PROGNOSIS Ad vitam: dubia ad malam Ad fungsionam: malam Ad sanasionam: malam WEWENANG . RS pendidikan :Dokter Spesials Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam . RS non pendidikan : Dokter Spesials Penyakit Dalam UNIT YANG MENANGANI . RS pendidkan : Dokter SpesialisPenyakit Dalam Divisi Hematologi ontologi Medik . RS non pendidikan :Bagian Ilmu Penyakit Dalam UNIT TERKAIT . RS pendidikan Deprtemen Patologi Klinik . RS non pendidkan : Bagian Patologi Klini

Polisitemia DEFINISI Polisitemia adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan jumlah sel darah merah akibat pembentukan sel darah merah yang berlebihan oleh sumsum tulang. PENYEBAB Resiko terjadinya polisitemia ditemukan pada bayi yang: - Postmaturitas - Ibunya menderita tekanan darah tinggi (hipertensi) - Ibunya merokok - Ibunya menderita diabetes - Tinggal di daerah pegunungan - Terlalu banyak menerima darah dari plasenta sebelum tali pusar dijepit pada proses persalinan. GEJALA Polisitemia menyebabkan darah menjadi kental dan menyebabkan berkurangnya kecepatan aliran darah ketika darah melalui pembuluh yang kecil. Jika penyakitnya berat, bisa menyebabkan pembentukan bekuan darah di dalam pembuluh darah. Kulit bayi tampak kemerahan atau kebiruan. Bayi tampak lemas, pernafasannya cepat, refleks menghisapnya lemah dan denyut jantungnya cepat. DIAGNOSA Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan hasil hitung jenis darah. PENGOBATAN Membuang darah bisa membantu mengurangi kelebihan sel darah merah,tetapi juga menyebabkan berkurangnya volume darah dan memperburuk gejala polisitemia. Karena itu dilakukan transfusi ganti parsial untuk membuang sebagian darah bayi dan menggantinya dengan plasma dalam jumlah yang sama. SUMBER : Apotik online dan media informasi obat - penyakit :: m e d i c a s t o r e . c o m

Kelebihan Sel Darah Itu Sebabkan Stroke RACIKAN UTAMA- Edisi Februari 2007 (Vol.6 No.7) Tidak ada terapi spesifik untuk PV. Pengobatan utama ditujukan untuk mencegah kejadian trombotik. Pasien PV yang tidak menjalani pengobatan hanya dapat bertahan hidup selama 6-18 bulan, sedangkan bila diobati bisa sampai 10 tahun. Seorang anak, 12 tahun, mengeluh sakit kepala dan bengkak di perut. Pada pemeriksaan fisik ditemukan limpa membesar. Pemeriksaan darah tepi menunjukkan Hb 18 g/dL, eritrosit 7 juta/mm3, leukosit 22.000/mm3, dan trombosit 1.248.000/mm3. Setelah ditelusuri lebih lanjut, diagnosis polisitemia vera pun ditegakkan. Terapi phlebotomi lalu dilakukan namun tidak efektif. Langkah selanjutnya, anak diberikan aspirin 100 mg/kg/hari dan hidroksiurea 30 mg/kg/hari. Hasilnya, setelah 1 tahun anak tidak lagi menunjukkan gejala. Bahkan terjadi penurunan pada hasil pemeriksaan laboratorium, yaitu Hb 15,5 g/dL, trombosit 922.000/mm3, dan leukosit 12.800/mm3. Demikian laporan kasus seperti dipaparkan oleh Turker M dkk, dalam Pediatric Hematology and Oncology 2002. Kasus itu menjadi isu menarik karena polisitemia vera jarang sekali ditemukan pada anak-anak. Usia Tua Polisitemia berasal dari bahasa Yunani: poly (banyak), cyt (sel), dan hemia (darah). Jadi, polisitemia berarti peningkatan jumlah sel darah (eritrosit, leukosit, trombosit) di dalam darah. Sementara itu, vera diambil dari bahasa Latin yang artinya sejati. Kata vera digunakan untuk membedakannnya dari keadaan (penyakit) lain yang juga bisa mengakibatkan peningkatan sel darah merah dalam darah. Polisitemia vera (PV) adalah gangguan mieloproliferatif kronik yang ditandai dengan peningkatan sel darah merah (eritrositosis), sehingga terjadi hiperviskositas aliran darah. Sesuai teori Virchow, kedua kondisi itu meningkatkan risiko trombosis. Maka dari itu, PV perlu dipikirkan pada pasien yang mengalami gangguan obstruktif vaskular seperti stroke atau transient ischemic attack. Dalam bidang hematologi, PV kurang populer dan jarang diperbincangkan. Mungkin karena insidennya rendah, hanya 2,3 per 100.000 penduduk. PV dapat dialami semua usia, namun lebih sering pada usia lanjut dan jarang pada anak. Median usia pasien PV 60 tahun. Hanya sekitar 7% pasien PV yang berhasil didiagnosa sebelum usia 40 tahun. PV cenderung lebih banyak dialami pria daripada wanita (1,2:1). Tiga Jenis Dikenal 3 jenis polisitemia yaitu relatif (apparent), primer, dan sekunder. Polisitemia relatif berhubungan dengan hipertensi, obesitas, dan stress. Dikatakan relatif karena terjadi penurunan volume plasma namun massa sel darah merah tidak mengalami perubahan. Polisitemia primer dikarenakan sel benih hematopoietik mengalami proliferasi berlebihan tanpa perlu rangsangan dari eritropoietin atau hanya dengan kadar eritropoietin rendah. Dalam keadaan normal, proses proliferasi terjadi karena rangsangan eritropoietin yang adekuat. Polisitemia vera adalah contoh polisitemia primer.

Terakhir, polisitemia sekunder. Pada jenis ini, proliferasi eritrosit disertai peningkatan kadar eritropoietin. Jadi, berbanding terbalik dengan polisitemia primer. Peningkatan massa sel darah merah lama kelamaan akan mencapai keadaan hemostasis dan kadar eritropoietin kembali ke batas normal. Contoh polisitemia sekunder fisiologis adalah hipoksia. Mutasi Gen Mekanisme terjadinya PV dikarenakan kelainan sifat sel tunas (stem cells) pada sumsum tulang. Dalam sumsum tulang pasien PV terdapat sel tunas normal dan abnormal. Sel tunas abnormal mengganggu dan menekan pertumbuhan serta pematangan sel tunas normal. Bagaimana perubahan sel tunas normal menjadi abnormal masih belum diketahui. Selain sel tunas, kelainan juga tampak pada induk sel darah. Pengamatan in vitro menunjukkan koloni induk sel darah dapat berkembang dan matang sendiri tanpa ada eritropoietin. Mutasi gen Janus kinase-2 (JAK2) dianggap sebagai penyebab dari kelainan-kelainan di atas. [Gambar 1] JAK merupakan golongan tirosin kinase yang berfungsi sebagai perantara reseptor membran dengan molekul sinyal intraselular. JAK berperan penting dalam proses inisiasi transduksi sinyal dari reseptor hematopoietic growth factor. Protein JAK berhubungan dengan reseptor domain dalam sitoplasma. JAK2 punya 2 domain yaitu domain kinase aktif (JH1) dan domain pseudokinasi inaktif (JH2). Domain JH2 berfungsi sebagai autoinhibitor untuk menekan aktivitas kinase JAK2. Dalam keadaan normal, kelangsungan proses eritropoiesis dimulai dengan ikatan antara ligan eritorpoietin (Epo) dengan reseptornya (Epo-R). Setelah terjadi ikatan timbul fosforilasi pada protein JAK. Protein JAK yang teraktivasi dan terfosforilasi, kemudian, memfosforilasi domain reseptor di sitoplasma. Akibatnya, terpiculah aktivasi molekul signal transducers and activators of transcription (STAT). Molekul STAT masuk ke inti sel (nukleus), lalu mengikat secara spesifik sekuens regulasi sehingga terjadi aktivasi atau inhibisi proses transkripsi dari hematopoietic growth factor. Nah, pada PV terjadi mutasi yang terletak pada posisi 617 (V617H) dari domain JH2. Mutasi itu menyebabkan kesalahan pengkodean guanin-timin menjadi valin-fenilalanin. Alhasil, aksi autoinhibitor JH2 tertekan sehingga proses aktivasi JAK2 berlangsung tak terkontrol. Hal itu mengakibatkan proses eritropoiesis dapat berlangsung tanpa atau dengan hanya sedikit hematopoietic growth factor. Percobaan in vivo menunjukkan terjadinya eritrositosis pada tikus yang mendapat transplantasi sumsum tulang yang mengandung mutasi JAK2-V617F, tapi tidak pada JAK2 tipe liar. Penyebab genetik lain yang masih mungkin adalah deregulasi ekspresi Bcl-x (inhibitor dari apoptosis), overekspresi PRV-1 dan transkripsi faktor gen NF-E2, serta ekspresi yang rusak dari reseptor trombopoietin. Gambar 1. (A) Ikatan Epo dengan reseptornya Epo-R akan memicu aktivasi dan fosforilasi protein JAK. Selanjutnya, timbul aktivasi molekul STAT. Molekul STAT masuk ke dalam inti sel dan menjalankan proses transkripsi. (B) Mutasi pada protein JAK menyebabkan proses transkripsi tidak memerlukan ikatan Epo dengan Epo-R. (Blood 2006;107:4214-22) Gejala Bervariasi Gejala pada PV bervariasi mulai dari yang bersifat ringan seperti gatal, rasa terbakar di ekstremitas distal (eritromelalgia) atau perdarahan hingga berat seperti trombosis. Pun terkadang disertai gejala non spesifik seperti lemah, sakit kepala, dan pusing.

Keluhan gatal dialami sekitar 40% pasien PV. Sifat gatal bertambah parah setelah mandi (terutama air hangat). Dilaporkan rasa gatal itu berhubungan dengan peningkatan sel mast dan kadar histamin. Sementara itu, manifestasi perdarahan biasanya ringan, berupa perdarahan gusi dan memar. Perdarahan diduga karena terjadi pemakaian berlebihan faktor von Willebrand oleh trombosit dikenal dengan sindrom von Willebrand yang didapat (acquired). Keluhan eritromelalgia lebih jarang daripada rasa gatal, hanya kurang dari 5% pasien. Eritromelalgia ditandai dengan eritema, hangat, nyeri, dan terkadang infark pada ekstremitas distal terutama kaki dan tangan disertai sensasi terbakar. Eritromelalgia dapat berkembang menjadi iskemia jari bila proses terus berlanjut. Keadaan itu mungkin dikarenakan agregasi trombosit sehingga pada beberapa kasus, pemberian aspirin dosis rendah dapat memperbaiki gejala. Diagnosis Sebelum menegakkan diagnosis PV, terlebih dahulu menyingkirkan kemungkinan polisitemia sekunder. Setelah penyebab sekunder dipastikan tidak ada, diagnosis PV ditegakkan dengan memenuhi kriteria mayor dan minor berdasarkan ketentuan Polycythemia Vera Study Group (PVSG). [Tabel 1, Gambar 2] Dalam kriteria mayor disebutkan bahwa massa sel darah merah diukur dalam satuan ml/kg. Sebenarnya, satuan itu kurang tepat. Pada obesitas, misalnya. Lemak tubuh relatif tidak mempunyai pembuluh darah, sehingga berat badan yang diukur tidak mencerminkan massa sel darah yang sebenarnya. International Council for Standardization in Haematology menyarankan menggunakan sebuah rumus yang meliputi luas permukaan tubuh, berat badan, jenis kelamin, dan volume plasma (level evidence: C). Saturasi oksigen pasien PV rendah. Ditemukan splenomegali pada saat palpasi. Namun metode palpasi ini rendah sensitivitasnya, 58%. Artinya, bila limpa pasien itu membesar, ada kemungkinan 42 pemeriksa menyatakan tidak ada pembesaran. Untuk mengantisipasi hal tersebut, pengukuran limpa dianjurkan dengan menggunakan pencitraan, seperti ultrasonografi. Tabel 1. Kriteria Diagnosis Polisitemia Vera Kriteria Mayor Massa sel darah merah >36 ml/kg pada pria atau >32 ml/kg pada wanita Saturasi oksigen >92% Splenomegali

Kriteria Minor Leukosit alkalin fosfatase >100 U/L Trombosit >400.000/mm3 Leukosit >12.000/mm3 Kadar vitamin B12 serum >900 pg/ml atau kapasitas ikatan vitamin B12 yang tak terikat dalam serum >2200 pg/ml

Peningkatan kadar Hb dan Ht Hb >18 g/dL pada pria kulit putih dan >16 g/dL pria kulit hitam Ht >52% pria kulit putih dan >47% pria kulit hitam dan wanita Splenomegali dengan/tanpa trombositosis dan leukositosis Trombosis vena porta Apakah ada penyebab sekunder dari polisitemia vera? Apakah pasien memenuhi 3 kriteria mayor atau 2 mayor pertama dan 2 dari 4 minor?

Polisitemia Vera Konsultasi dengan spesialis hematologi Terapi pilihan: o Phlebotomi o Hidroksiurea dengan/tanpa phlebotomi o Interferon alfa-2b Polisitemia vera dapat disingkirkan Tatalaksana penyebab dasarnya Bukan polisitemia vera; Pikirkan differensial diagnosis lain Ya Ya Tidak Tidak Ya Tidak Gambar 2. Algoritma Evaluasi dan Tatalaksana Polisitemia Vera (Am Fam Physician 2004;69:2139-46) Eritropoietin Serum Seringkali diagnosis PV sulit ditegakkan pasti. Bahkan harus terlebih dahulu membedakan polisitemia jenis primer dengan yang lain. Sebagai solusinya, dapat dikerjakan beberapa pemeriksaan laboratorium. Pertama-tama, PV diduga bila ada peningkatan Hb dan atau Ht yaitu Hb >18 g/dL pada pria kulit putih dan >16 g/dL pria kulit hitam; Ht >52% pria kulit putih dan >47% pria kulit hitam dan wanita. Peningkatan jumlah leukosit (>10 x 109/l neutrofil) atau trombosit (>400 x 109/l) menunjukkan polisitemia primer, terutama bila keduanya meningkat tanpa diketahui penyebab lain seperti infeksi atau karsinoma. Kadar feritin pada polisitemia primer menurun karena jumlah eritrosit yang meningkat tidak diimbangi plasma volume, sedangkan pada polisitemia sekunder normal. Pengukuran massa sel darah merah merupakan cara yang paling akurat untuk membedakan polisitemia primer dengan sekunder. Pengukuran dilakukan dengan zat radioaktif iodin-131. Sayangnya, pemeriksaan itu mahal dan membutuhkan ekspertesi ahli. Dua pemeriksaan lain yang dapat dilakukan secara rutin guna mendiagnosis PV adalah mengukur eritropoietin serum dan memeriksa histologi sumsum tulang. Kadar eritropoietin serum pada PV menurun, bahkan pada pasien yang sudah menjalani phlebotomi. Akan tetapi, kadar eritropoein serum juga menurun pada penyakit mieloproliferatif kronik lain. Oleh karena itu, pengukuran kadar eritropoietin serum tidak dapat digunakan sebagai alat diagnostik, hanya mengarahkan kemungkin PV saja (spesifisitas >90%). Pada kenyataannya, kadar eritropoietin serum pun dapat normal pada pasien yang telah positif didiagnosa PV (sensitivitas <70%). Pada PV tidak mungkin ditemukan serum eritropoietin meningkat. Karakteristik sumsum tulang pada PV adalah hiperselular, peningkatan jumlah megakariosit termasuk pembentukan cluster, adanya megakariosit raksasa disertai pleomorfisme pada morfologinya, fibrosis retikulin ringan, dan berkurangnya cadangan besi sumsum tulang. Komplikasi Dalam keadaan lanjut, komplikasi dapat terjadi pada PV seperti postpolycythemic myelofibrosis, fibrosis tulang belakang, leukemia dan penyakit akibat trombosis. Postpolycythemic

myelofibrosis ditandai dengan anemia dan sitopenia sel darah yang lain, perubahan morfologi eritrosit (poikolositosis, tear-drop), perubahan leukoeritroblastik pada darah tepi, limpa yang terus membesar, serta fibrosis tulang belakang. Kelainan ini ditemukan pada 10-20% pasien PV dan dikaitkan dengan trisomi 1q. Proses fibrosis pada tulang belakang berlangsung lambat. Mekanismenya masih belum diketahui. Kemungkinan dikarenakan perilaku abnormal megakariosit, yang mensintesis dan melepaskan sitokin fibrogenik seperti platelet-derived growth factor, basic fibroblas growth factor, dan transforming growth factor- (TGF- ) secara autokrin. Rerata 8,4 tahun sejak pasien didiagnosis PV akan mengalami acute myeloid leukemia/myelodysplastic syndrome (AML/MDS). Begitu laporan dari European Collaboration on Low-dose Aspirin in Polycythemia Vera. Dilaporkan pula, obat-obat yang digunakan sebagai terapi pada PV dapat memicu terbentuknya AML/MDS. Banyaknya jumlah sel darah rentan memicu terjadinya trombosis. Risiko trombosis akan meningkat seiring usia, riwayat trombosis, hiperkolesterolemia dan kebiasaan merokok. Risiko trombosis juga berhubungan dengan hiperhomosisteinemia. Buktinya, 56% pasien PV mengalami hiperhomosisteinemia daripada 35% kelompok kontrol. Trombosis bisa terjadi di semua pembuluh darah. Baik arteri, vena, maupun kapiler. Trombosis pada vena yang sering terjadi adalah trombosis vena dalam pada ekstremitas bawah dan emboli paru. Pada pasien PV usia muda dapat terjadi trombosis vena intra-abdominal dan vena portal. Pada arteri, trombosis dapat terjadi di pembuluh darah otak, koroner, dan ekstremitas perifer. Manifestasi klinik akibat trombosis berupa eritromelalgia, dapat berkembang menjadi iskemi jari, lalu gangren jari-tungkai. Gejala neurologik sementara dan gangguan visual bisa terjadi kalau ada oklusi mikrovaskular. Abortus spontan berulang dan retardasi pertumbuhan janin bisa terjadi pada wanita hamil, yang dikarenakan infark multipel dan insufisiensi pada plasenta. Terapi Tidak Spesifik Tidak ada terapi spesifik untuk PV. Pengobatan utama ditujukan untuk mencegah kejadian trombotik misalnya trombosis arteri-vena, serebrovaskular, trombosis vena dalam, infark miokard, oklusi arteri perifer, dan infark pulmonal. Selain itu, juga ditujukan mengurangi rasa gatal dan eritromelalgia ekstremitas distal. [Tabel 2] Tabel 2. Rekomendasi Penatalaksanaan Polisitemia Vera berdasarkan British Society for Hematology (British Journal of Haematology;130:174-95) Phlebotomi untuk mengurangi kadar Ht <45% Aspirin 75 mg/hari, pertimbangkan kontraindikasi Pertimbangkan rejimen sitoreduksi bila: Pasien tidak dapat mentoleransi phlebotomi Splenomegali progresif Gejala sistemik lain seperti penurunan berat badan, keringat malam Trombositosis Pemilihan rejimen sitoreduksi: <40 tahun: interferon (lini pertama), hidroksiakarbamid atau anagrelid (lini kedua) 40-75 tahun: hidroksikarbamid (lini pertama), interferon atau anagrelid (lini kedua) >75 tahun: hidroksikarbamid (lini pertama), fosfor-32 atau busulfan (lini kedua)

Phlebotomi adalah terapi utama pada PV. Dengan metode ini, kadar Ht akan berkurang sehingga hiperviskositas darah ikut berkurang. Target Ht adalah <45% pada pria kulit putih dan <42% pada pria kulit hitam dan perempuan. Terapi lain yang non-invasif adalah menggunakan rejimen mielosupresif seperti radioaktif fosfor (fosfor-32), klorambusil, busulfan, pipobroman, dan hidroksiurea. Klorambusil, busulfan, dan pipobroman mulai jarang digunakan karena berkaitan dengan risiko meningkatnya leukemia iatrogenik. Sementara itu, fosfor-32 masih digunakan sebagai terapi tambahan bersama phlebotomi. Median survival ratenya kombinasi kedua terapi itu mencapai 10,9-11,8 tahun. Fosfor-32 dilaporkan mengurangi trombosis pada 3 tahun pertama pengobatan. Namun setelah 3 tahun, risiko trombosis kembali meningkat. Rejimen mielosupresif golongan non-alkylating seperti hidroksiurea banyak digunakan untuk PV, karena efek leukemogeniknya rendah. Hidroksiurea juga mengurangi risiko trombosis dibandingkan phlebotomi saja. Interferon alfa-2b rekombinan mengurangi proses mieloproliferasi, splenomegali, rasa gatal. Keuntungannya, interferon alfa-2b tidak bersifat mutagenik dibandingkan rejimen mielosupresif. Banyak pasien yang tidak mau melanjutkan penggunaan interferon karena efek samping dan biaya mahal. Terapi-terapi yang sudah ada saat ini belum dapat menyembuhkan pasien. Yang bisa, hanya mengurangi gejala dan memperpanjang angka hidup pasien. Pasien PV yang tidak menjalani pengobatan hanya dapat bertahan hidup selama 6-18 bulan, sedangkan bila diobati bisa sampai 10 tahun. Semoga dengan kemajuan bioteknologi dan biomolekuler, terapi PV bisa lebih spesifik.

(Felix)

WASPADAI POLISITEMIA VERA, DARAH MEMADAT LALU MENYUMBAT Jumlah sel darah merah atau eritrosit manusia umumnya berkisar antara 4 hingga 6 juta per mikroliter darah. Jumlah ini yang terbanyak dibandingkan dengan sel darah lainnya. Namun, jumlah sel darah merah bisa melebihi batas normal. Kondisi ini dikenal dengan sebutan polisitemia vera. Apapun yang ada di dalam tubuh kita, jika kurang maupun berlebih, mudah menyebabkan masalah. Demikian juga berlebihnya sel darah merah. Salah satu resikonya, bisa mencetuskan penggumpalan darah dan kemudian memicu penyumbatan pada jantung. Banyak hal bisa menyebabkan polisitemia, antara lain faktor geografis. Orang yang tinggal di daerah dataran tinggi, yang memiliki kadar oksigen lebih rendah, cenderung memiliki eritrosit lebih banyak dibandingkan dengan orang yang tinggal di daerah dataran rendah. Faktor penyebab lain, bisa dari kebiasaan yang tidak sehat, misalnya merokok. Para perokok umumnya memiliki jumlah eritrosit lebih banyak daripada orang yang tidak merokok. Kondisi ini disebabkan fungsi paru-paru yang rusak akibat rokok, sehingga darah harus memasok oksigen lebih banyak ke paru-paru. Akibatnya, jumlah sel darah merah yang bertugas sebagai pengantar oksigen akan meningkat guna memenuhi kebutuhan oksigen ke paru-paru. Kenaikan jumlah sel darah merah yang disebabkan oleh faktor eksternal, seperti yang disebutkan di atas, tergolong sebagai polisitemia sekunder. Sementara lonjakan eritrosit yang disebabkan faktor internal disebut polisitemia primer. KELAINAN GENETIK Polisitemia inilah yang juga dikenal kalangan medis sebagai polisitemia vera. Kata "vera"diambil dari bahasa latin, yang artinya sejati. Ini untuk membedakannya dari keadaan atau penyakit lain yang juga bisa mengakibatkan peningkatan sel darah merah. Polisitemia vera disebabkan kelainan genetik.Tubuh tidak memiliki gen untuk menghentikan pertumbuhan sel darah merah. Bisa jadi tubuh bahkan terus memerintahkan sel darah merah untuk terus berkembang. Penyebab pasti dari mutasi gen ini belum ditemukan.Kelainan genetik ini belum tentu diturunkan dari orangtua. Bisa saja terjadi kasus seorang anak terkena polisitemia vera, padahal orangtuanya tidak memiliki kelainan genetik tersebut. Kasus polisitemia cukup banyak ditemukan di Indonesia. Polisitemia vera bisa menyerang pria atau wanita dari usia 20-40 tahun. Untuk membedakan polisitemia vera dengan sekunder bisa dilakukan dengan mengukur kadar oksigen dalam darah arteri. Jika kadar oksigen rendah, artinya polisitemia sekunder. Kadar eritripoietin (hormon yang merangsang pembentukan sel darah merah oleh sumsum tulang) dalam darah juga bisa diukur. Kadar eritripoietin yang sangat rendah biasanya ditemukan pada pengidap polisitemia vera. Kadang penyakit seperti tumor di ginjal atau hati juga bisa menyebabkan kadar eritripoietin meningkat. Akibatnya, penderitanya bisa memiliki kadar eritripoietin tinggi dan menderita

polisitemia sekunder. BISA BERUJUNG STROKE Kasus polisitemia vera jika dibiarkan terus menerus bisa menimbulkan berbagai masalah. Jumlah eritrosit yang terlalu banyak bisa menyebabkan penggumpalan darah. Darah yang menggumpal ini akan susah mengalir atau bahkan menyumbat pembuluh darah. Jika saluran darah ke otak tersumbat, bisa berujung pada stroke. Sebenarnya darah yang menggumpal ini bisa diencerkan dengan obat pengencer darah. Namun, dengan catatan, eritrosit yang berlebih harus dibuang terlebih dahulu.Percuma saja mengencerkan darah jika eritrosit masih berlebih.Terapi untuk membuang darah ini disebut dengan teknik plebotomi.Caranya darah disedot dari dalam tubuh, sama seperti sedang mendonorkan darah. Bedanya, darah yang dibuang dengan alasan polisitemia vera tidak bisa didonorkan karena tidak memenuhi kriteria darah sehat. MEMBUANG DARAH Tidak ada tindakan operasi yang bisa dilakukan untuk mengatasi polisitemia vera. Ini dikarenakan yang mengalami keabnormalan bukanlah satu organ tertentu,melainkan darah yang mengalir ke seluruh tubuh. Tindakan operasi untuk mengoreksi sum-sum tulang belakang yang berperan sebagai pabrik pembuat darah juga tidak akan berguna.Yang mengalami keanehan genetik itu adalah darah, jadi gen tersebut tersimpan di darah, bukan di sum-sum tulang belakang. Terapi yang diberikan kepada pasien polisitemia vera sebenarnya hanya bersifat menahan dan mengontrol eritrosit, sehingga pasien bisa terhindar dari komplikasi penyakit.Ini artinya pasien harus "membuang darah" seumur hidupnya. Malah seringkali tehnik ini tidak mempan digunakan pada pasien. Pada kondisi ini, dokter bisa memberikan obat untuk mengurangi sel darah merah, seperti jenis hidroxiurea . Ini sebenarnya obat untuk kemoterapi. Cara lain yang bisa ditempuh pasien adalah menjaga kondisi tubuh tetap sehat. Penderita dianjurkan menjalani pola makan sehat dan cukup berolahraga untuk mengurangi berbagai resiko komplikasi akibat polisitemia vera. KENALI GEJALA Pada tahap awal, polisitemia vera biasanya tidak menimbulkan gejala apapun. Namun, seiring dengan proses bertambah banyaknya sel darah merah, ada beberapa gejala yang bisa dikenali seperti : * Sakit kepala * Kepala serasa berputar * Gatal-gatal, terutama ketika sedang mandi air panas * Muncul tanda merah pada kulit * Susah bernafas atau nafas pendek-pendek * Susah bernafas, terutama ketika sedang dalam posisi berbaring * Sakit pada dada

* Perasaan terbakar atau lemas dibagian tangan, kaki, atau lengan * Perasaan kembung atau eneg di perut sebelah kiri atas * Cepat lelah * Susah bicara secara mendadak. Ini bisa jadi akibat pembuluh darah ke otak sudah tersumbat, sehingga mengakibatkan stroke. *Penglihatan terganggu/ganda * Gangguan keseimbangan dan koordinasi gerak tubuh. * Mengalami masalah ingatan Berbagai gejala di atas bisa muncul secara sendiri-sendiri, bisa datang berbarengan. Apabila sudah mengalami gejala tersebut dalam waktu yang lama, segeralah berkonsultasi ke dokter untuk menjalani pemeriksaan rutin. MEMBUAT LIMPA MENJADI BEKERJA DENGAN BERAT Berbagai komplikasi penyakit yang bisa disebabkan polisitemia vera antara lain: * Penggumpalan darah Kelebihan sel darah merah bisa membuat darah lebih padat dari yang seharusnya. Darah yang lebih padat ini lama-lama aka menyumbat aliran darah ke seluruh tubuh. Darah yang bertambah padat dan penyumbatan pada aliran darah akan menimbulkan penggumpalan darah. Penggumpalan darah ini bisa menjurus pada penyakit kardiovaskular seperti serangan jantung. Bisa juga berujung pada stroke dan masalah pada paru-paru. * Membesarnya organ limpa (splenomegaly) Fungsi organ limpa adalah membantu tubuh melawan infeksi dan menyaring materi yang tidak dibutuhkan tubuh seperti sel darah yang sudah mati atau rusak.Meningkatnya sel darah merah akibat polisitemia vera membuat jumlah darah ikut melonjak.Kondisi ini membuat limpa harus bekerja keras dari biasanya dan menyebabkan bentuknya membesar. Jika limpa terus bertambah besar tidak terkendali, organ ini harus di angkat. * Masalah pada kulit Polisitemia vera juga bisa menimbulkan rasa gatal pada kulit, terutama setelah berendam atau mandi air panas. Pasien bisa saja mengalami sensasi aneh atau perasaan terbakar pada kulitnya, terutama kulit bagian lengan dan kaki. Ruam merah juga bisa timbul terutama di wajah, telapak, atau cuping telinga. * Masalah lainnya akibat kelebihan eritrosit. Komplikasi lainnya bisa meliputi peradangan pada bagian lambung, sendi dan menimbulkan batu asam urat di organ ginjal. * Kelainan darah lain Dalam beberapa kasus polisitemia vera menyebabkan penyakit lain yang berkaitan dengan darah. Terutama bila sel darah lain sudah terpengaruh hingga turut mengacau siklus dan jumlah darah dalam tubuh.MEski jarang terjadi, polisitemia juga bisa mencetuskan kanker darah atau leukimia. SERING NAFAS DALAM DAN BATUK PV merupakan salah satu tipe dari gangguan myeloproliferatif, dimana terjadi peningkatan kadar sel darah merah di dalam tubuh. Akibat dari kondisi itu, darah bisa memadat kemudian menggumpal dan menyumbat pembuluh arteri. Pasien PV kebanyakan harus menjalani perawatan dalam jangka lama, untuk menurunkan jumlah sel darah merah dan mencegah komplikasi. Sebagai tambahan terapi, sejumlah langkah ini bisa dilakukan untuk membantu mengurangi atau

mencegah timbulnya gejala PV: * Berhenti merokok atau mengunyah tembakau * Menjaga keseimbangan aktivitas dan istirahat * Hindari makanan kaya sodium atau garam. Makanan jenis ini menyebabkan retensi cairan dan akan memperburuk gejala * Berolahraga teratur, pilih yang intensitasnya sedang misalnya jalan kaki.Olahraga akan membanut meningkatkan sirkulasi dan menjaga fungsi jantung. * Konsumsi makanan sehat seimbang untuk menjaga berat badan tetap ideal. * Minum banyak air putih * Sering bernafas dalam dan batuk. Nafas dalam dan batuk dapat membantu menjaga saluran udara tetap terbuka dan mencegah infeksi. * Mandi dengan air dingin, jika air hangat akan membuat kulit gatal-gatal * Keringkan kulit segera setelah mandi * Jangan menggaruk kulit * Hindari bahan atau pakaian yang mudah mengiritasi kulit, misalnya penggunaan busana yang ketat bisa menyebabkan gatal-gatal di kulit. * Oleskan lotion untuk menjaga kelembaban kulit * Lindungi tangan dan kaki dari cedera, panas, udara dingin, serta tekanan * Jangan mengejan ketika buang air besar * Lakukan peregangan untuk kaki dan pergelangan untuk mencegah terjadinya penggumpalan pada pembuluh di kaki * Periksa kaki secara teratur dan konsultasikan ke dokter jika terdapat luka

1. , terjadi pada sekitar 30% pasien PV. 2. Gatal-gatal pada kulit, terutama setelah mandi air hangat atau mandi dengan menggunakan shower (terjadi pada beberapa pasien), terjadi pada sekitar 40% pasien PV. 3. Erythromelalgia yang ditandai dengan eritema pada kulit, terutama pada telapak tangan, lobus telinga, hidung, dan pipi. Hal ini dapat terjadi akibat tingginya konsentrasi eritrosit dalam darah. Beberapa pasien juga mengalami rasa panas terbakar pada kaki. 4. Tukak lambung dapat berhubungan dengan PV, dan dapat menyebabkan perdarahan gastrointestinal. 5. Pembesaran limpa, yang dapat diketahui dengan pemeriksaan fisik atau menggunakan tes USG. 6. Angina atau gagal jantung kongestif merupakan efek berbahaya akibat viskositas darah yang tinggi dan adanya platelet yang dapat menyumbat pembuluh darah koroner dan membentuk gumpalan, terjadi pada sekitar 30% pasien PV 7. Gout, yaitu peradangan sendi yang disebabkan oleh meningkatnya kadar asam urat. PV dapat memperburuk keadaan gout juga merupakan faktor resiko dari gout. 8. Perdarahan atau memar, terjadi pada sekitar 25% pasien PV.

9. Kehilangan berat badan DIAGNOSIS 1. Pemeriksaan Fisik, yaitu ada tidaknya pembesaran limpa dan penampilan kulit (eritema). 2. Pemeriksaan Darah Jumlah sel darah ditentukan oleh complete blood cell count (CBC), sebuah tes standar untuk mengukur konsentrasi eritrosit, leukosit dan trombosit dalam darah. PV ditandai dengan adanya peningkatan hematokrit, jumlah sel darah putih (terutama neutrofil), dan jumlah platelet. Pemeriksaan darah lainnya, yaitu adanya peningkatan kadar serum B12, peningkatan kadar asam urat dalam serum, saturasi oksigen pada arteri, dan pengukuran kadar eritropoietin (EPO) dalam darah. 3. Pemeriksaan Sumsum tulang Meliputi pemeriksaan histopatologi dan nalisis kromosom sel-sel sumsum tulang (untuk mengetahui kelainan sifat sel tunas (stem cells) pada sumsum tulang akibat mutasi dari gen Janus kinase-2/JAK2). TERAPI NON FARMAKOLOGI Tujuannya untuk mencegah bertambah parahnya penyakit dan meningkatkan kualitas hidup pasien. 1. Banyak berolahraga, latihan ringan seperti jalan santai dan jogging dapat memperlancar aliran darah sehingga dapat mengurangi resiko penggumpalan darah. Selain itu juga dianjurkan untuk melakukan peregangan kaki dan lutut. 2. Tidak merokok. Merokok dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang akan meningkatkan resiko serangan jantung dan stroke akibat gumpalan darah. 3. Merawat kulit dengan baik, untuk mencegah rasa gatal, mandi dengan air dingin dan segera keringkan kulit. Hindari mandi menggunakan air panas. Jangan biasakan menggaruk karena dapat menimbulkan luka dan infeksi. 4. Menghindari temperatur yang ekstrim. Buruknya aliran darah pada penderita polisitemia vera menyebabkan tingginya resiko cedera akibat suhu panas dan dingin. Di daerah dingin, gunakan baju hangat dan lindungi terutama bagian tangan dan kaki. Untuk di daerah panas, lindungi tubuh dari sinar matahari serta perbanyak minum air.

5. Waspada terhadap luka. Aliran darah yang buruk menyebabkan luka sulit sembuh, terutama di bagian tangan dan kaki. Periksa bagian tersebut secara berkala dan hubungi dokter apabila menderita luka atau cedera. TERAPI MEDIS DAN NON MEDIS Terapi-terapi yang sudah ada saat ini belum dapat menyembuhkan pasien. Yang dapat dilakukan hanya mengurangi gejala dan memperpanjang harapan hidup pasien. Tujuan terapi yaitu: 1. Menurunkan jumlah dan memperlambat pembentukan sel darah merah (eritrosit). 2. Mencegah kejadian trombotik misalnya trombosis arteri-vena, serebrovaskular, trombosis vena dalam, infark miokard, oklusi arteri perifer, dan infark pulmonal. 3. Mengurangi rasa gatal dan eritromelalgia ekstremitas distal. Prinsip terapi 1. Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal kasus (individual) dan mengendalikan eritropoesis dengan flebotomi. 2. Menghindari pembedahan elektif pada fase eritrositik/ polisitemia yang belum terkendali. 3. Menghindari pengobatan berlebihan (over treatment) 4. Menghindari obat yang mutagenik, teragenik dan berefek sterilisasi pada pasien usia muda. 5. Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu atau kemoterapi sitostatik pada pasien di atas 40 tahun bila didapatkan: Trombositosis persisten di atas 800.00/mL, terutama jika disertai gejala trombosis Leukositosis progresif Splenomegali yang simtomatik atau menimbulkan sitopenia problematik Gejala sistemis yang tidak terkendali seperti pruritus yang sukar dikendalikan, penurunan berat badan atau hiperurikosuria yang sulit diatasi. Terapi PV 1. Flebotomi Flebotomi adalah terapi utama pada PV. Flebotomi mungkin satu-satunya bentuk pengobatan yang diperlukan untuk banyak pasien, kadang-kadang selama bertahun-tahun dan merupakan pengobatan yang dianjurkan. Indikasi flebotomi

terutama pada semua pasien pada permulaan penyakit, dan pada pasien yang masih dalam usia subur. Pada flebotomi, sejumlah kecil darah diambil setiap hari sampai nilai hematokrit mulai menurun. Jika nilai hematokrit sudah mencapai normal, maka darah diambil setiap beberapa bulan, sesuai dengan kebutuhan. Target hematokrit yang ingin dicapai adalah <45% pada pria kulit putih dan <42% pada pria kulit hitam dan perempuan. 2. Kemoterapi Sitostatika/ Terapi mielosupresif (agen yang dapat mengurangi sel darah merah atau konsentrasi platelet) Tujuan pengobatan kemoterapi sitostatik adalah sitoreduksi. Lebih baik menghindari kemoterapi jika memungkinkan, terutama pada pasien uisa muda. Terapi mielosupresif dapat dikombinasikan dengan flebotomi atau diberikan sebagai pengganti flebotomi. Kemoterapi yang dianjurkan adalah Hidroksiurea (dikenal juga sebagai hidroksikarbamid) yang merupakan salah satu sitostatik golongan obat antimetabolik karena dianggap lebih aman, tetapi masih diperdebatkan tentang keamanan penggunaan jangka panjang. Penggunaan golongan obat alkilasi sudah banyak ditinggalkan atau tidak dianjurkan lagi karena efek leukemogenik dan mielosupresi yang serius. Walaupun demikian, FDA masih membenarkan klorambusil dan Busulfan digunakan pada PV. Pasien dengan pengobatan cara ini harus diperiksa lebih sering (sekitar 2 sampai 3 minggu sekali). Kebanyakan klinisi menghentikan pemberian obat jika hematokrit: pada pria < 45% dan memberikannya lagi jika > 52%, pada wanita < 42% dan memberikannya lagi jika > 49%. 3. Fosfor Radiokatif (P32) Isotop radioaktif (terutama fosfor 32) digunakan sebagai salah satu cara untuk menekan sumsum tulang. P32 pertama kali diberikan dengan dosis sekitar 23mCi/m2 secar intravena, apabila diberikan per oral maka dosis dinaikkan 25%. Selanjutnya jika setelah 3-4 minggu pemberian pertama P32 :

Mendapatkan hasil, reevaluasi setelah 10-12 minggu. Jika diperlukan dapat diulang akan tetapi hal ini jarang dibutuhkan. Tidak mendapatkan hasil, selanjutnya dosis kedua dinaikkan 25% dari dosis pertama, dan diberikan sekitar 10-12 minggu setelah dosis pertama.

4. Kemoterapi Biologi (Sitokin) Tujuan pengobatan dengan produk biologi pada polisitemia vera terutama untuk mengontrol trombositemia (hitung trombosit . 800.00/mm3). Produk biologi yang digunakan adalah Interferon (Intron-A, Roveron-) digunakan terutama pada keadaan trombositemia yang tidak dapat dikendalikan. Kebanyakan klinisi mengkombinasikannya dengan sitostatik Siklofosfamid (Cytoxan). 5. Pengobatan pendukung 1. Hiperurisemia diobati dengan allopurinol 100-600 mg/hari oral pada pasien dengan penyakit yang aktif dengan memperhatikan fungsi ginjal. 2. Pruritus dan urtikaria dapat diberikan anti histamin, jika diperlukan dapat diberikan Psoralen dengan penyinaran Ultraviolet range A (PUVA). 3. Gastritis/ulkus peptikum dapat diberikan penghambat reseptor H2. 4. Antiagregasi trombosit Analgrelide turunan dari Quinazolin. 5. Anagrelid digunakan sebagai substitusi atau tambahan ketika hidroksiurea tidak memberikan toleransi yang baik atau dalam kasus trombositosis sekunder (jumlah platelet tinggi). Anagrelid mengurangi tingkat pembentukan trombosit di sumsum. Pasien yang lebih tua dan pasien dengan penyakit jantung umumnya tidak diobati dengan anagrelid.

POLISITEMIA VERA PENGERTIAN Polisitemia merupakan kelainan sistem hemopoises yang dihubungkan dengan peningkatan jumlah dan volume sel darah merah(eritrosit) secara bermakna mencapai 6-10 juta/ml di atas ambang batas nilai normal dalam sirkulasi darah merah (eritrosit) secara bermakna mencapai 610 juta/ml di atas ambang batas nilai normal sirkulasi darah, tanpa memperdulikan jumlah leukosit dan trombosit. Disebut polisitemia vera bila sebagian populasi eritrosit berasal dari suatu klon sel induk darah yang abnormal (tidak membutuhkan eritropoetin untuk proses pematangannya). Berbeda dengan polisitemia sekunder dimana eritropoetin meningkat atau fisiologis sebagai kompensasi atas kebutuhan oksigen yang meningkat atau ertropoetin meningkat secara non fisiologis pada sindrom paraneoplastik sebagai manifestasi neoplasma lain yang mensekresi eritropetin. Perjalanan klinis: 3. Fase eritrositik atau fases polisitemia Berlangsung 5- 25 tahun,membutuhan flebotomi teratur untuk mengedalikan viskositas darah dalam batas normal. 2. Fase burn out atau spent out Kebutuhan flebotomi menurun jauh, kesan seperti remisi,kadang timbul anemia. 3. Fase mielofibrotik

Bila terjadi sitopenia dan splenomegali progresif, menyerupai miefibrosis dan metaplasia mieloid 9. Fase terminal DAINOSIS International polycythemia Study Group II Diagnosis polisitemia dapat ditegakkan jika memenuhi kriteria a. A1+A2+A3 atau n. A1+A2+2 katagori Katagori A 16. Menigkatkan massa sel darah merah diukur dengan krom radioaktif Cr-51.Pada pria >36ml/kg dan wanita>32 ml/kg 1. Saturasi oksigen arterial > 92% (pada polisitemia vera, saturasi oksigen tidak menurun) 2. Splenomegali Katagori B 4. Trombositosis :trombosit >400.000/ml 5. Leukositosis :leukosit >12.000./ml (tidak ada panas) 6. Leukosit alkalifosfatase (LAF) score meningkat >100 (tanpa ada panas/infeksi) 7. Kadar vitamin B12 >900pg/ml dan atau UB12 BC dalam serum >2200pg/ml DIAGNOSIS BANDING Polisitemia sekunder akibat saturasi oksigen arterial rendah atau eritropoetin meningkat akibat manifestasi sindrom paraneoplastik PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium: eritrosit, granulosit, trombosit, kadar B12 serum,NAP, saturasi O2 TERAPI Prisip pengobatan Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal dan mengendalikan eritpoesis dengan flebotomi Menghindari pembedahan elektif pada fase eritosit /polisitemia yang belum terkendali Menghindari pengobatan berlebihan Menghindari obat yang mutagenik, tertogenik dan berefek strilisasi pada pasien usia muda Mengontrol panmieologis dengan fosfor ardioaktif dosis tertentu atau kemoterapi sitostatik pada pasien di atas 40 tahun bila didapatkan : -Trombosis persisten di atas 800.000/ml terutama jika disertai gejala tronbosis -Leukosis progresif -Splenomegali simtomatik atau menimbulkan sitopenia problematik -Gejala sistemik yang tidak terkendali seperti pruritus yang sukar dikendalikan, penurunan berat atau-hiperurikosuria yang sulit diatasi Flebotomi Pada PV tujuan prosedur flebotomi adalah mempertahankan hematrokit 42% pada wanita dan 47% pada pria untuk mencegah timbulnya hiperviskositas dan penurunan shear rate. Indikasi flebotomi terutama untuk semua pasien pada permulaan penyakit dan yang masih dalam usia subur. Indikasi: Polisitemia vera fase polisitemia Polisitemia sekunder fisiologis hanya dilakukan jika Ht>55%(target Ht 55%) Polisitemia sekunder nonfisiologis bergantung pada derajat beratnya gejala yang ditimbulkan akibat hiperviskositas dan penurunan shear rate

Kemoterapi sitostatika Tujuannya adalah sitoreduksi Indikasi: Hanya untuk polisitemia rubra primer(PV) Flebotomi sebagai pemeliharaan dibutuhkan >2 kali sebulan Trombositosis yang terbukti menimbulkan trombosis Urtikaria berat yang tidak dapat di atasi dengan antihistamin Splenomegali simtomatik/mengancam ruptur limpa Cara Pemberian: Hidrosiurea 800-12000mg/m2hari atau 10-15mg/kg/kali diberikan dua kali sehari. Bila tercapai target dilanjutkan pemberian secara intermiten untuk pemeliharaan Klorambusil dengan dosis induksi 0,1-0,2 mg/kg/hari selama 3-6 minggu dan dosis pemeliharaan 0,4 mg/kgBB tiap 2-4 minggu. Busulfan 0,06 mg/KgBB/hari atau 1,8 mg/m2/hari. Bila tercapai target dilanjutkan pemberian secara intermiten untuk pemeliharaan

C. Fosfor radioaktif P32 pertama kali diberikan dengan dosis 2-3mCi/m2 intravena, bila per oral dinaikkan 25%. Selanjutnya bila setelah 3-4 minggu pemberian P32 pertama. Mendapatkan hasil, revalusi setelah 10-12 minggu. Dapat diulang jika diperlukan Tidak berhasil, dosis kedua dinaikkan 25% dari dosis pertama, diberikan setelah 10-12 minggu dosis pertama. Pasien diperiksa setiap 2/3 bulan setelah keadaan stabil D. Kemoterapi Biologi(sitokin) E. Pengobatan suportif Hiperurisemia: allopurinol 100-600 mg/hari Pruritus dengan urtikaria: antihistamin, PUVA Gastritis/ulkus peptikum: antagonis reseptor H2 Antiagregasi trombosit anagrelid Komplikasi Trombosis, perdarahan, miyelofibrosis PROGNOSIS Ad vitam: dubia ad malam Ad fungsionam: malam Ad sanasionam: malam WEWENANG . RS pendidikan :Dokter Spesials Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam . RS non pendidikan : Dokter Spesials Penyakit Dalam UNIT YANG MENANGANI . RS pendidkan : Dokter SpesialisPenyakit Dalam Divisi Hematologi ontologi Medik . RS non pendidikan :Bagian Ilmu Penyakit Dalam UNIT TERKAIT . RS pendidikan Deprtemen Patologi Klinik . RS non pendidkan : Bagian Patologi Klini

Polisitemia DEFINISI Polisitemia adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan jumlah sel darah merah akibat pembentukan sel darah merah yang berlebihan oleh sumsum tulang. PENYEBAB Resiko terjadinya polisitemia ditemukan pada bayi yang: - Postmaturitas - Ibunya menderita tekanan darah tinggi (hipertensi) - Ibunya merokok - Ibunya menderita diabetes - Tinggal di daerah pegunungan - Terlalu banyak menerima darah dari plasenta sebelum tali pusar dijepit pada proses persalinan. GEJALA Polisitemia menyebabkan darah menjadi kental dan menyebabkan berkurangnya kecepatan aliran darah ketika darah melalui pembuluh yang kecil. Jika penyakitnya berat, bisa menyebabkan pembentukan bekuan darah di dalam pembuluh darah. Kulit bayi tampak kemerahan atau kebiruan. Bayi tampak lemas, pernafasannya cepat, refleks menghisapnya lemah dan denyut jantungnya cepat. DIAGNOSA Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan hasil hitung jenis darah. PENGOBATAN Membuang darah bisa membantu mengurangi kelebihan sel darah merah,tetapi juga menyebabkan berkurangnya volume darah dan memperburuk gejala polisitemia. Karena itu dilakukan transfusi ganti parsial untuk membuang sebagian darah bayi dan menggantinya dengan plasma dalam jumlah yang sama. SUMBER : Apotik online dan media informasi obat - penyakit :: m e d i c a s t o r e . c o m

Kelebihan Sel Darah Itu Sebabkan Stroke RACIKAN UTAMA- Edisi Februari 2007 (Vol.6 No.7) Tidak ada terapi spesifik untuk PV. Pengobatan utama ditujukan untuk mencegah kejadian trombotik. Pasien PV yang tidak menjalani pengobatan hanya dapat bertahan hidup selama 6-18 bulan, sedangkan bila diobati bisa sampai 10 tahun. Seorang anak, 12 tahun, mengeluh sakit kepala dan bengkak di perut. Pada pemeriksaan fisik ditemukan limpa membesar. Pemeriksaan darah tepi menunjukkan Hb 18 g/dL, eritrosit 7 juta/mm3, leukosit 22.000/mm3, dan trombosit 1.248.000/mm3. Setelah ditelusuri lebih lanjut, diagnosis polisitemia vera pun ditegakkan. Terapi phlebotomi lalu dilakukan namun tidak efektif. Langkah selanjutnya, anak diberikan aspirin 100 mg/kg/hari dan hidroksiurea 30 mg/kg/hari. Hasilnya, setelah 1 tahun anak tidak lagi menunjukkan gejala. Bahkan terjadi penurunan pada hasil pemeriksaan laboratorium, yaitu Hb 15,5 g/dL, trombosit 922.000/mm3, dan leukosit 12.800/mm3. Demikian laporan kasus seperti dipaparkan oleh Turker M dkk, dalam Pediatric Hematology and Oncology 2002. Kasus itu menjadi isu menarik karena polisitemia vera jarang sekali ditemukan pada anak-anak. Usia Tua Polisitemia berasal dari bahasa Yunani: poly (banyak), cyt (sel), dan hemia (darah). Jadi, polisitemia berarti peningkatan jumlah sel darah (eritrosit, leukosit, trombosit) di dalam darah. Sementara itu, vera diambil dari bahasa Latin yang artinya sejati. Kata vera digunakan untuk membedakannnya dari keadaan (penyakit) lain yang juga bisa mengakibatkan peningkatan sel darah merah dalam darah. Polisitemia vera (PV) adalah gangguan mieloproliferatif kronik yang ditandai dengan peningkatan sel darah merah (eritrositosis), sehingga terjadi hiperviskositas aliran darah. Sesuai teori Virchow, kedua kondisi itu meningkatkan risiko trombosis. Maka dari itu, PV perlu dipikirkan pada pasien yang mengalami gangguan obstruktif vaskular seperti stroke atau transient ischemic attack. Dalam bidang hematologi, PV kurang populer dan jarang diperbincangkan. Mungkin karena insidennya rendah, hanya 2,3 per 100.000 penduduk. PV dapat dialami semua usia, namun lebih sering pada usia lanjut dan jarang pada anak. Median usia pasien PV 60 tahun. Hanya sekitar 7% pasien PV yang berhasil didiagnosa sebelum usia 40 tahun. PV cenderung lebih banyak dialami pria daripada wanita (1,2:1). Tiga Jenis Dikenal 3 jenis polisitemia yaitu relatif (apparent), primer, dan sekunder. Polisitemia relatif berhubungan dengan hipertensi, obesitas, dan stress. Dikatakan relatif karena terjadi penurunan volume plasma namun massa sel darah merah tidak mengalami perubahan. Polisitemia primer dikarenakan sel benih hematopoietik mengalami proliferasi berlebihan tanpa perlu rangsangan dari eritropoietin atau hanya dengan kadar eritropoietin rendah. Dalam keadaan normal, proses proliferasi terjadi karena rangsangan eritropoietin yang adekuat. Polisitemia vera adalah contoh polisitemia primer.

Terakhir, polisitemia sekunder. Pada jenis ini, proliferasi eritrosit disertai peningkatan kadar eritropoietin. Jadi, berbanding terbalik dengan polisitemia primer. Peningkatan massa sel darah merah lama kelamaan akan mencapai keadaan hemostasis dan kadar eritropoietin kembali ke batas normal. Contoh polisitemia sekunder fisiologis adalah hipoksia. Mutasi Gen Mekanisme terjadinya PV dikarenakan kelainan sifat sel tunas (stem cells) pada sumsum tulang. Dalam sumsum tulang pasien PV terdapat sel tunas normal dan abnormal. Sel tunas abnormal mengganggu dan menekan pertumbuhan serta pematangan sel tunas normal. Bagaimana perubahan sel tunas normal menjadi abnormal masih belum diketahui. Selain sel tunas, kelainan juga tampak pada induk sel darah. Pengamatan in vitro menunjukkan koloni induk sel darah dapat berkembang dan matang sendiri tanpa ada eritropoietin. Mutasi gen Janus kinase-2 (JAK2) dianggap sebagai penyebab dari kelainan-kelainan di atas. [Gambar 1] JAK merupakan golongan tirosin kinase yang berfungsi sebagai perantara reseptor membran dengan molekul sinyal intraselular. JAK berperan penting dalam proses inisiasi transduksi sinyal dari reseptor hematopoietic growth factor. Protein JAK berhubungan dengan reseptor domain dalam sitoplasma. JAK2 punya 2 domain yaitu domain kinase aktif (JH1) dan domain pseudokinasi inaktif (JH2). Domain JH2 berfungsi sebagai autoinhibitor untuk menekan aktivitas kinase JAK2. Dalam keadaan normal, kelangsungan proses eritropoiesis dimulai dengan ikatan antara ligan eritorpoietin (Epo) dengan reseptornya (Epo-R). Setelah terjadi ikatan timbul fosforilasi pada protein JAK. Protein JAK yang teraktivasi dan terfosforilasi, kemudian, memfosforilasi domain reseptor di sitoplasma. Akibatnya, terpiculah aktivasi molekul signal transducers and activators of transcription (STAT). Molekul STAT masuk ke inti sel (nukleus), lalu mengikat secara spesifik sekuens regulasi sehingga terjadi aktivasi atau inhibisi proses transkripsi dari hematopoietic growth factor. Nah, pada PV terjadi mutasi yang terletak pada posisi 617 (V617H) dari domain JH2. Mutasi itu menyebabkan kesalahan pengkodean guanin-timin menjadi valin-fenilalanin. Alhasil, aksi autoinhibitor JH2 tertekan sehingga proses aktivasi JAK2 berlangsung tak terkontrol. Hal itu mengakibatkan proses eritropoiesis dapat berlangsung tanpa atau dengan hanya sedikit hematopoietic growth factor. Percobaan in vivo menunjukkan terjadinya eritrositosis pada tikus yang mendapat transplantasi sumsum tulang yang mengandung mutasi JAK2-V617F, tapi tidak pada JAK2 tipe liar. Penyebab genetik lain yang masih mungkin adalah deregulasi ekspresi Bcl-x (inhibitor dari apoptosis), overekspresi PRV-1 dan transkripsi faktor gen NF-E2, serta ekspresi yang rusak dari reseptor trombopoietin. Gambar 1. (A) Ikatan Epo dengan reseptornya Epo-R akan memicu aktivasi dan fosforilasi protein JAK. Selanjutnya, timbul aktivasi molekul STAT. Molekul STAT masuk ke dalam inti sel dan menjalankan proses transkripsi. (B) Mutasi pada protein JAK menyebabkan proses transkripsi tidak memerlukan ikatan Epo dengan Epo-R. (Blood 2006;107:4214-22) Gejala Bervariasi Gejala pada PV bervariasi mulai dari yang bersifat ringan seperti gatal, rasa terbakar di ekstremitas distal (eritromelalgia) atau perdarahan hingga berat seperti trombosis. Pun terkadang disertai gejala non spesifik seperti lemah, sakit kepala, dan pusing.

Keluhan gatal dialami sekitar 40% pasien PV. Sifat gatal bertambah parah setelah mandi (terutama air hangat). Dilaporkan rasa gatal itu berhubungan dengan peningkatan sel mast dan kadar histamin. Sementara itu, manifestasi perdarahan biasanya ringan, berupa perdarahan gusi dan memar. Perdarahan diduga karena terjadi pemakaian berlebihan faktor von Willebrand oleh trombosit dikenal dengan sindrom von Willebrand yang didapat (acquired). Keluhan eritromelalgia lebih jarang daripada rasa gatal, hanya kurang dari 5% pasien. Eritromelalgia ditandai dengan eritema, hangat, nyeri, dan terkadang infark pada ekstremitas distal terutama kaki dan tangan disertai sensasi terbakar. Eritromelalgia dapat berkembang menjadi iskemia jari bila proses terus berlanjut. Keadaan itu mungkin dikarenakan agregasi trombosit sehingga pada beberapa kasus, pemberian aspirin dosis rendah dapat memperbaiki gejala. Diagnosis Sebelum menegakkan diagnosis PV, terlebih dahulu menyingkirkan kemungkinan polisitemia sekunder. Setelah penyebab sekunder dipastikan tidak ada, diagnosis PV ditegakkan dengan memenuhi kriteria mayor dan minor berdasarkan ketentuan Polycythemia Vera Study Group (PVSG). [Tabel 1, Gambar 2] Dalam kriteria mayor disebutkan bahwa massa sel darah merah diukur dalam satuan ml/kg. Sebenarnya, satuan itu kurang tepat. Pada obesitas, misalnya. Lemak tubuh relatif tidak mempunyai pembuluh darah, sehingga berat badan yang diukur tidak mencerminkan massa sel darah yang sebenarnya. International Council for Standardization in Haematology menyarankan menggunakan sebuah rumus yang meliputi luas permukaan tubuh, berat badan, jenis kelamin, dan volume plasma (level evidence: C). Saturasi oksigen pasien PV rendah. Ditemukan splenomegali pada saat palpasi. Namun metode palpasi ini rendah sensitivitasnya, 58%. Artinya, bila limpa pasien itu membesar, ada kemungkinan 42 pemeriksa menyatakan tidak ada pembesaran. Untuk mengantisipasi hal tersebut, pengukuran limpa dianjurkan dengan menggunakan pencitraan, seperti ultrasonografi. Tabel 1. Kriteria Diagnosis Polisitemia Vera Kriteria Mayor Massa sel darah merah >36 ml/kg pada pria atau >32 ml/kg pada wanita Saturasi oksigen >92% Splenomegali

Kriteria Minor Leukosit alkalin fosfatase >100 U/L Trombosit >400.000/mm3 Leukosit >12.000/mm3 Kadar vitamin B12 serum >900 pg/ml atau kapasitas ikatan vitamin B12 yang tak terikat dalam serum >2200 pg/ml

Peningkatan kadar Hb dan Ht Hb >18 g/dL pada pria kulit putih dan >16 g/dL pria kulit hitam Ht >52% pria kulit putih dan >47% pria kulit hitam dan wanita Splenomegali dengan/tanpa trombositosis dan leukositosis Trombosis vena porta Apakah ada penyebab sekunder dari polisitemia vera? Apakah pasien memenuhi 3 kriteria mayor atau 2 mayor pertama dan 2 dari 4 minor?

Polisitemia Vera Konsultasi dengan spesialis hematologi Terapi pilihan: o Phlebotomi o Hidroksiurea dengan/tanpa phlebotomi o Interferon alfa-2b Polisitemia vera dapat disingkirkan Tatalaksana penyebab dasarnya Bukan polisitemia vera; Pikirkan differensial diagnosis lain Ya Ya Tidak Tidak Ya Tidak Gambar 2. Algoritma Evaluasi dan Tatalaksana Polisitemia Vera (Am Fam Physician 2004;69:2139-46) Eritropoietin Serum Seringkali diagnosis PV sulit ditegakkan pasti. Bahkan harus terlebih dahulu membedakan polisitemia jenis primer dengan yang lain. Sebagai solusinya, dapat dikerjakan beberapa pemeriksaan laboratorium. Pertama-tama, PV diduga bila ada peningkatan Hb dan atau Ht yaitu Hb >18 g/dL pada pria kulit putih dan >16 g/dL pria kulit hitam; Ht >52% pria kulit putih dan >47% pria kulit hitam dan wanita. Peningkatan jumlah leukosit (>10 x 109/l neutrofil) atau trombosit (>400 x 109/l) menunjukkan polisitemia primer, terutama bila keduanya meningkat tanpa diketahui penyebab lain seperti infeksi atau karsinoma. Kadar feritin pada polisitemia primer menurun karena jumlah eritrosit yang meningkat tidak diimbangi plasma volume, sedangkan pada polisitemia sekunder normal. Pengukuran massa sel darah merah merupakan cara yang paling akurat untuk membedakan polisitemia primer dengan sekunder. Pengukuran dilakukan dengan zat radioaktif iodin-131. Sayangnya, pemeriksaan itu mahal dan membutuhkan ekspertesi ahli. Dua pemeriksaan lain yang dapat dilakukan secara rutin guna mendiagnosis PV adalah mengukur eritropoietin serum dan memeriksa histologi sumsum tulang. Kadar eritropoietin serum pada PV menurun, bahkan pada pasien yang sudah menjalani phlebotomi. Akan tetapi, kadar eritropoein serum juga menurun pada penyakit mieloproliferatif kronik lain. Oleh karena itu, pengukuran kadar eritropoietin serum tidak dapat digunakan sebagai alat diagnostik, hanya mengarahkan kemungkin PV saja (spesifisitas >90%). Pada kenyataannya, kadar eritropoietin serum pun dapat normal pada pasien yang telah positif didiagnosa PV (sensitivitas <70%). Pada PV tidak mungkin ditemukan serum eritropoietin meningkat. Karakteristik sumsum tulang pada PV adalah hiperselular, peningkatan jumlah megakariosit termasuk pembentukan cluster, adanya megakariosit raksasa disertai pleomorfisme pada morfologinya, fibrosis retikulin ringan, dan berkurangnya cadangan besi sumsum tulang. Komplikasi Dalam keadaan lanjut, komplikasi dapat terjadi pada PV seperti postpolycythemic myelofibrosis, fibrosis tulang belakang, leukemia dan penyakit akibat trombosis. Postpolycythemic

myelofibrosis ditandai dengan anemia dan sitopenia sel darah yang lain, perubahan morfologi eritrosit (poikolositosis, tear-drop), perubahan leukoeritroblastik pada darah tepi, limpa yang terus membesar, serta fibrosis tulang belakang. Kelainan ini ditemukan pada 10-20% pasien PV dan dikaitkan dengan trisomi 1q. Proses fibrosis pada tulang belakang berlangsung lambat. Mekanismenya masih belum diketahui. Kemungkinan dikarenakan perilaku abnormal megakariosit, yang mensintesis dan melepaskan sitokin fibrogenik seperti platelet-derived growth factor, basic fibroblas growth factor, dan transforming growth factor- (TGF- ) secara autokrin. Rerata 8,4 tahun sejak pasien didiagnosis PV akan mengalami acute myeloid leukemia/myelodysplastic syndrome (AML/MDS). Begitu laporan dari European Collaboration on Low-dose Aspirin in Polycythemia Vera. Dilaporkan pula, obat-obat yang digunakan sebagai terapi pada PV dapat memicu terbentuknya AML/MDS. Banyaknya jumlah sel darah rentan memicu terjadinya trombosis. Risiko trombosis akan meningkat seiring usia, riwayat trombosis, hiperkolesterolemia dan kebiasaan merokok. Risiko trombosis juga berhubungan dengan hiperhomosisteinemia. Buktinya, 56% pasien PV mengalami hiperhomosisteinemia daripada 35% kelompok kontrol. Trombosis bisa terjadi di semua pembuluh darah. Baik arteri, vena, maupun kapiler. Trombosis pada vena yang sering terjadi adalah trombosis vena dalam pada ekstremitas bawah dan emboli paru. Pada pasien PV usia muda dapat terjadi trombosis vena intra-abdominal dan vena portal. Pada arteri, trombosis dapat terjadi di pembuluh darah otak, koroner, dan ekstremitas perifer. Manifestasi klinik akibat trombosis berupa eritromelalgia, dapat berkembang menjadi iskemi jari, lalu gangren jari-tungkai. Gejala neurologik sementara dan gangguan visual bisa terjadi kalau ada oklusi mikrovaskular. Abortus spontan berulang dan retardasi pertumbuhan janin bisa terjadi pada wanita hamil, yang dikarenakan infark multipel dan insufisiensi pada plasenta. Terapi Tidak Spesifik Tidak ada terapi spesifik untuk PV. Pengobatan utama ditujukan untuk mencegah kejadian trombotik misalnya trombosis arteri-vena, serebrovaskular, trombosis vena dalam, infark miokard, oklusi arteri perifer, dan infark pulmonal. Selain itu, juga ditujukan mengurangi rasa gatal dan eritromelalgia ekstremitas distal. [Tabel 2] Tabel 2. Rekomendasi Penatalaksanaan Polisitemia Vera berdasarkan British Society for Hematology (British Journal of Haematology;130:174-95) Phlebotomi untuk mengurangi kadar Ht <45% Aspirin 75 mg/hari, pertimbangkan kontraindikasi Pertimbangkan rejimen sitoreduksi bila: Pasien tidak dapat mentoleransi phlebotomi Splenomegali progresif Gejala sistemik lain seperti penurunan berat badan, keringat malam Trombositosis Pemilihan rejimen sitoreduksi: <40 tahun: interferon (lini pertama), hidroksiakarbamid atau anagrelid (lini kedua) 40-75 tahun: hidroksikarbamid (lini pertama), interferon atau anagrelid (lini kedua) >75 tahun: hidroksikarbamid (lini pertama), fosfor-32 atau busulfan (lini kedua)

Phlebotomi adalah terapi utama pada PV. Dengan metode ini, kadar Ht akan berkurang sehingga hiperviskositas darah ikut berkurang. Target Ht adalah <45% pada pria kulit putih dan <42% pada pria kulit hitam dan perempuan. Terapi lain yang non-invasif adalah menggunakan rejimen mielosupresif seperti radioaktif fosfor (fosfor-32), klorambusil, busulfan, pipobroman, dan hidroksiurea. Klorambusil, busulfan, dan pipobroman mulai jarang digunakan karena berkaitan dengan risiko meningkatnya leukemia iatrogenik. Sementara itu, fosfor-32 masih digunakan sebagai terapi tambahan bersama phlebotomi. Median survival ratenya kombinasi kedua terapi itu mencapai 10,9-11,8 tahun. Fosfor-32 dilaporkan mengurangi trombosis pada 3 tahun pertama pengobatan. Namun setelah 3 tahun, risiko trombosis kembali meningkat. Rejimen mielosupresif golongan non-alkylating seperti hidroksiurea banyak digunakan untuk PV, karena efek leukemogeniknya rendah. Hidroksiurea juga mengurangi risiko trombosis dibandingkan phlebotomi saja. Interferon alfa-2b rekombinan mengurangi proses mieloproliferasi, splenomegali, rasa gatal. Keuntungannya, interferon alfa-2b tidak bersifat mutagenik dibandingkan rejimen mielosupresif. Banyak pasien yang tidak mau melanjutkan penggunaan interferon karena efek samping dan biaya mahal. Terapi-terapi yang sudah ada saat ini belum dapat menyembuhkan pasien. Yang bisa, hanya mengurangi gejala dan memperpanjang angka hidup pasien. Pasien PV yang tidak menjalani pengobatan hanya dapat bertahan hidup selama 6-18 bulan, sedangkan bila diobati bisa sampai 10 tahun. Semoga dengan kemajuan bioteknologi dan biomolekuler, terapi PV bisa lebih spesifik.

(Felix)

WASPADAI POLISITEMIA VERA, DARAH MEMADAT LALU MENYUMBAT Jumlah sel darah merah atau eritrosit manusia umumnya berkisar antara 4 hingga 6 juta per mikroliter darah. Jumlah ini yang terbanyak dibandingkan dengan sel darah lainnya. Namun, jumlah sel darah merah bisa melebihi batas normal. Kondisi ini dikenal dengan sebutan polisitemia vera. Apapun yang ada di dalam tubuh kita, jika kurang maupun berlebih, mudah menyebabkan masalah. Demikian juga berlebihnya sel darah merah. Salah satu resikonya, bisa mencetuskan penggumpalan darah dan kemudian memicu penyumbatan pada jantung. Banyak hal bisa menyebabkan polisitemia, antara lain faktor geografis. Orang yang tinggal di daerah dataran tinggi, yang memiliki kadar oksigen lebih rendah, cenderung memiliki eritrosit lebih banyak dibandingkan dengan orang yang tinggal di daerah dataran rendah. Faktor penyebab lain, bisa dari kebiasaan yang tidak sehat, misalnya merokok. Para perokok umumnya memiliki jumlah eritrosit lebih banyak daripada orang yang tidak merokok. Kondisi ini disebabkan fungsi paru-paru yang rusak akibat rokok, sehingga darah harus memasok oksigen lebih banyak ke paru-paru. Akibatnya, jumlah sel darah merah yang bertugas sebagai pengantar oksigen akan meningkat guna memenuhi kebutuhan oksigen ke paru-paru. Kenaikan jumlah sel darah merah yang disebabkan oleh faktor eksternal, seperti yang disebutkan di atas, tergolong sebagai polisitemia sekunder. Sementara lonjakan eritrosit yang disebabkan faktor internal disebut polisitemia primer. KELAINAN GENETIK Polisitemia inilah yang juga dikenal kalangan medis sebagai polisitemia vera. Kata "vera"diambil dari bahasa latin, yang artinya sejati. Ini untuk membedakannya dari keadaan atau penyakit lain yang juga bisa mengakibatkan peningkatan sel darah merah. Polisitemia vera disebabkan kelainan genetik.Tubuh tidak memiliki gen untuk menghentikan pertumbuhan sel darah merah. Bisa jadi tubuh bahkan terus memerintahkan sel darah merah untuk terus berkembang. Penyebab pasti dari mutasi gen ini belum ditemukan.Kelainan genetik ini belum tentu diturunkan dari orangtua. Bisa saja terjadi kasus seorang anak terkena polisitemia vera, padahal orangtuanya tidak memiliki kelainan genetik tersebut. Kasus polisitemia cukup banyak ditemukan di Indonesia. Polisitemia vera bisa menyerang pria atau wanita dari usia 20-40 tahun. Untuk membedakan polisitemia vera dengan sekunder bisa dilakukan dengan mengukur kadar oksigen dalam darah arteri. Jika kadar oksigen rendah, artinya polisitemia sekunder. Kadar eritripoietin (hormon yang merangsang pembentukan sel darah merah oleh sumsum tulang) dalam darah juga bisa diukur. Kadar eritripoietin yang sangat rendah biasanya ditemukan pada pengidap polisitemia vera. Kadang penyakit seperti tumor di ginjal atau hati juga bisa menyebabkan kadar eritripoietin meningkat. Akibatnya, penderitanya bisa memiliki kadar eritripoietin tinggi dan menderita polisitemia sekunder. BISA BERUJUNG STROKE

Kasus polisitemia vera jika dibiarkan terus menerus bisa menimbulkan berbagai masalah. Jumlah eritrosit yang terlalu banyak bisa menyebabkan penggumpalan darah. Darah yang menggumpal ini akan susah mengalir atau bahkan menyumbat pembuluh darah. Jika saluran darah ke otak tersumbat, bisa berujung pada stroke. Sebenarnya darah yang menggumpal ini bisa diencerkan dengan obat pengencer darah. Namun, dengan catatan, eritrosit yang berlebih harus dibuang terlebih dahulu.Percuma saja mengencerkan darah jika eritrosit masih berlebih.Terapi untuk membuang darah ini disebut dengan teknik plebotomi.Caranya darah disedot dari dalam tubuh, sama seperti sedang mendonorkan darah. Bedanya, darah yang dibuang dengan alasan polisitemia vera tidak bisa didonorkan karena tidak memenuhi kriteria darah sehat. MEMBUANG DARAH Tidak ada tindakan operasi yang bisa dilakukan untuk mengatasi polisitemia vera. Ini dikarenakan yang mengalami keabnormalan bukanlah satu organ tertentu,melainkan darah yang mengalir ke seluruh tubuh. Tindakan operasi untuk mengoreksi sum-sum tulang belakang yang berperan sebagai pabrik pembuat darah juga tidak akan berguna.Yang mengalami keanehan genetik itu adalah darah, jadi gen tersebut tersimpan di darah, bukan di sum-sum tulang belakang. Terapi yang diberikan kepada pasien polisitemia vera sebenarnya hanya bersifat menahan dan mengontrol eritrosit, sehingga pasien bisa terhindar dari komplikasi penyakit.Ini artinya pasien harus "membuang darah" seumur hidupnya. Malah seringkali tehnik ini tidak mempan digunakan pada pasien. Pada kondisi ini, dokter bisa memberikan obat untuk mengurangi sel darah merah, seperti jenis hidroxiurea . Ini sebenarnya obat untuk kemoterapi. Cara lain yang bisa ditempuh pasien adalah menjaga kondisi tubuh tetap sehat. Penderita dianjurkan menjalani pola makan sehat dan cukup berolahraga untuk mengurangi berbagai resiko komplikasi akibat polisitemia vera. KENALI GEJALA Pada tahap awal, polisitemia vera biasanya tidak menimbulkan gejala apapun. Namun, seiring dengan proses bertambah banyaknya sel darah merah, ada beberapa gejala yang bisa dikenali seperti : * Sakit kepala * Kepala serasa berputar * Gatal-gatal, terutama ketika sedang mandi air panas * Muncul tanda merah pada kulit * Susah bernafas atau nafas pendek-pendek * Susah bernafas, terutama ketika sedang dalam posisi berbaring * Sakit pada dada * Perasaan terbakar atau lemas dibagian tangan, kaki, atau lengan * Perasaan kembung atau eneg di perut sebelah kiri atas * Cepat lelah * Susah bicara secara mendadak. Ini bisa jadi akibat pembuluh darah ke otak sudah tersumbat, sehingga mengakibatkan stroke. *Penglihatan terganggu/ganda * Gangguan keseimbangan dan koordinasi gerak tubuh.

* Mengalami masalah ingatan Berbagai gejala di atas bisa muncul secara sendiri-sendiri, bisa datang berbarengan. Apabila sudah mengalami gejala tersebut dalam waktu yang lama, segeralah berkonsultasi ke dokter untuk menjalani pemeriksaan rutin. MEMBUAT LIMPA MENJADI BEKERJA DENGAN BERAT Berbagai komplikasi penyakit yang bisa disebabkan polisitemia vera antara lain: * Penggumpalan darah Kelebihan sel darah merah bisa membuat darah lebih padat dari yang seharusnya. Darah yang lebih padat ini lama-lama aka menyumbat aliran darah ke seluruh tubuh. Darah yang bertambah padat dan penyumbatan pada aliran darah akan menimbulkan penggumpalan darah. Penggumpalan darah ini bisa menjurus pada penyakit kardiovaskular seperti serangan jantung. Bisa juga berujung pada stroke dan masalah pada paru-paru. * Membesarnya organ limpa (splenomegaly) Fungsi organ limpa adalah membantu tubuh melawan infeksi dan menyaring materi yang tidak dibutuhkan tubuh seperti sel darah yang sudah mati atau rusak.Meningkatnya sel darah merah akibat polisitemia vera membuat jumlah darah ikut melonjak.Kondisi ini membuat limpa harus bekerja keras dari biasanya dan menyebabkan bentuknya membesar. Jika limpa terus bertambah besar tidak terkendali, organ ini harus di angkat. * Masalah pada kulit Polisitemia vera juga bisa menimbulkan rasa gatal pada kulit, terutama setelah berendam atau mandi air panas. Pasien bisa saja mengalami sensasi aneh atau perasaan terbakar pada kulitnya, terutama kulit bagian lengan dan kaki. Ruam merah juga bisa timbul terutama di wajah, telapak, atau cuping telinga. * Masalah lainnya akibat kelebihan eritrosit. Komplikasi lainnya bisa meliputi peradangan pada bagian lambung, sendi dan menimbulkan batu asam urat di organ ginjal. * Kelainan darah lain Dalam beberapa kasus polisitemia vera menyebabkan penyakit lain yang berkaitan dengan darah. Terutama bila sel darah lain sudah terpengaruh hingga turut mengacau siklus dan jumlah darah dalam tubuh.MEski jarang terjadi, polisitemia juga bisa mencetuskan kanker darah atau leukimia. SERING NAFAS DALAM DAN BATUK PV merupakan salah satu tipe dari gangguan myeloproliferatif, dimana terjadi peningkatan kadar sel darah merah di dalam tubuh. Akibat dari kondisi itu, darah bisa memadat kemudian menggumpal dan menyumbat pembuluh arteri. Pasien PV kebanyakan harus menjalani perawatan dalam jangka lama, untuk menurunkan jumlah sel darah merah dan mencegah komplikasi. Sebagai tambahan terapi, sejumlah langkah ini bisa dilakukan untuk membantu mengurangi atau mencegah timbulnya gejala PV: * Berhenti merokok atau mengunyah tembakau * Menjaga keseimbangan aktivitas dan istirahat * Hindari makanan kaya sodium atau garam. Makanan jenis ini menyebabkan retensi cairan dan akan memperburuk gejala * Berolahraga teratur, pilih yang intensitasnya sedang misalnya jalan kaki.Olahraga akan membanut meningkatkan sirkulasi dan menjaga fungsi jantung. * Konsumsi makanan sehat seimbang untuk menjaga berat badan tetap ideal. * Minum banyak air putih * Sering bernafas dalam dan batuk. Nafas dalam dan batuk dapat membantu menjaga saluran udara tetap terbuka dan mencegah infeksi.

* Mandi dengan air dingin, jika air hangat akan membuat kulit gatal-gatal * Keringkan kulit segera setelah mandi * Jangan menggaruk kulit * Hindari bahan atau pakaian yang mudah mengiritasi kulit, misalnya penggunaan busana yang ketat bisa menyebabkan gatal-gatal di kulit. * Oleskan lotion untuk menjaga kelembaban kulit * Lindungi tangan dan kaki dari cedera, panas, udara dingin, serta tekanan * Jangan mengejan ketika buang air besar * Lakukan peregangan untuk kaki dan pergelangan untuk mencegah terjadinya penggumpalan pada pembuluh di kaki * Periksa kaki secara teratur dan konsultasikan ke dokter jika terdapat luka

You might also like