You are on page 1of 43

TUGAS KEPERAWATAN DEWASA IV

DI SUSUN OLEH : SYIFA FAUZIAH ( 2720080068 )

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFIIYAH JAKARTA 2011

THYPOID

I. Pengertian
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1998 ). Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna, gangguan kesadaran, dan lebih banyak menyerang pada anak usia 12 13 tahun ( 70% - 80% ), pada usia 30 - 40 tahun ( 10%-20% ) dan diatas usia pada anak 12-13 tahun sebanyak ( 5%-10% ). (Mansjoer, Arif 1999). Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pencernaan dan gangguan kesadaran (FKUI. 1999).

II. Etiologi
a) Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak bersepora mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu: antigen O (somatic, terdiri darizat komplekliopolisakarida) antigen H(flagella) antigen V1 dan protein membrane hialin. b) Salmonella parathypi A c) salmonella parathypi B d) Salmonella parathypi C e) Faces dan Urin dari penderita thypus (Rahmad Juwono, 1996).

III. PATOFISIOLOGI
Makanan dan minuman yang terkontaminasi bakteri salmonella typhosa masuk melalui mulut terus sampai ke saluran pencernaan. Basil diserap di usus halus, melalui pembuluh limfe halus masuk ke dalam peredaran darah sampai di organ-organ terutama hati dan limfe.

Basil yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam hati dan limfe, sehingga organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada perabaan. Basil masuk kedalam darah dan menyebar keseluruh tubuh terutama kelenjar limfoid usus halus, sehingga tukak berbentuk lonjong pada mukosanya, mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus, Gejala demam disebabkan oleh endotoxin.

IV. TANDA DAN GEJALA


Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala : Prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan Lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat Nafsu makan berkurang Tanda dan gejala yang biasanya ditemukan : 1. Demam Bersifat febris remiten dan suhu tidak tinggi, selama minggu I suhu tubuh berangsur naik setiap hari. 2. Gangguan pada saluran pencernaan Pada mulut nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah tertutup selaput putih kotor ( coated tongue ). Ujung dan tepinya kemerahan. 3. Gangguan kesadaran Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak seberapa dalam, yaitu apatis sampai somnolen.

V. TERAPI MEDIS ( PENGOBATAN )

1. Isolasi pasien, disinfektan pakaian. 2. Perawatan untuk menghindari komplikasi. 3. Istirahat selama demam sampai 2 minggu, sampai suhu normal. 4. Diet makanan yang mengandung cairan, kalori dan tinggi protein. 5. Obat : Kloramfenicol : hari I diberikan 4 x 1 ( 250 mg ) Hari II diberikan 4 x 2 sampai 3 hari turun panas, Kemudian dilanjutkan 4 x 1 selama 1 minggu. Untuk menghindari komplikasi akibat pemakaian kloramfenicol, maka dapat diberikan ampicillin 60 150 mg / kg BB / hari. Pada penderita toksis dapat diberikan sebesar 4 gr / hari, sedangkan pada penderita

lainnya 2 gr / hari. Bila penderita disertai toksis dapat diberikan kortikosteroid antara 3 5 hari, dan tidak diberikan bila terdapat kemungkinan perforasi. Vit B komplek dan Vit C sangat diperlukan untuk menjaga kesegaran dan kekuatan badan serta berperan dalam kestabilan pembuluh kafiler.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TYPHUS ABDOMINALIS


PENGKAJIAN 1. AKTIVITAS DAN ISTIRAHAT Gejala : Kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah, insomnia / tidak tidur, merasa gelisah, ansietas, pembatas aktivitas sehubungan dengan efek proses penyakit. 2. SIRKULASI Tanda : - Taki kardi ( respon terhadap demam, dehidrasi, proses inflamasi dan nyeri ). - Kemerahan area eksmosis ( kekurangan Vit K ) - TD hipotensi - Kulit membran mukosa : turgor buruk, kering, lidah kotor dan pecah (dehidrasi) 3. INTEGRITAS EGO Gejala : Ansietas, ketakutan, emosi kesal, mis : perasaan tidak berdaya / tidak ada harapan. Faktor stres, mis : hubungan dengan keluarga / pekerjaan, pengobatan yang mahal. Tanda : Menolak, perhatian menyempit, depresi. 4. ELIMINASI Gejala : - Tekstur faeces bervariasi dari bentuk lembek sampai bau atau berair. - Konstipasi - Riwayat batu ginjal, dehidrasi. Tanda : - Menurunnya bising usus, tidak ada peristaltik atau adanya peristaltik yang dapat dilihat. - Hemoroid, fisura anal, fistula perianal, oliguria. 5. MAKANAN DAN CAIRAN Gejala : - Anorexia, mual dan muntah - Penurunan BB, tidak toleran terhadap diet / sensitif, mis : buah segar, sayur, produk

susu, makanan berlemak. Tanda : - Penurunan lemak sub cutan / massa otot - Kelemahan tonus otot dan turgor kulit buruk. - Membran mukosa pucat, luka, inflamasi rongga mulut. 6 HYGIENE Tanda : - Ketidak mampuan mempertahankan diri. - Stomatitis menunjukkan kekurangan Vit dan bau badan. 7 NYERI / KEAMANAN Gelala : - Nyeri tekan pada abdomen, nyeri mata, fotopobia ( iritis ) Tanda : - Nyeri tekan abdomen / distensi. 8. KEAMANAN Gejala : - Artritis ( memperburuk gejala dengan aksaserbasi penyakit usus ) - Peningkatan suhu 39, 5C - 40 C ( eksaserbasi akut ) - Penglihatan kabur, alergi terhadap makanan. Tanda : Lesi kulit mungkin ada. Mis : eritema nodusum ( meningkat, nyeri tekan, kemerahan dan bengkak ) pada tangan, muka, paha, kaki dan mata kaki. 9. SEKSUALITAS Gejala : Frekuensi menurun / menghindari aktivitas seksual. 10. INTERAKSI SOSIAL Gejala : - Masalah hubungan / peran sehubungan dengan kondisi. - Ketidak mampuan aktif dalam sosial. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS A. LABORATURIUM Darah : - Hb biasanya turun - Leukosit biasanya turun - Test widal untuk menentukan adanya suatu reaksi aglitinasi antara antugen dan antibodi. Kultur Darah : Positif pada minggu I Kultur urine dan faeces : Positif pada minggu II dan III.

B. Rontgen ( foto abdomen ) Untuk mengetahui pembesaran hati dan limfe.

DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhii 2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bedrest. 4. Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan (diare/muntah).

Intervensi dan Implementasi 1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi salmonella typhsi Tujuan : suhu tubuh normal/terkontrol. Kriteria hasil : Pasien melaporkan peningkatan suhu tubuh Mencari pertolongan untuk pencegahan peningkatan suhu tubuh. Turgor kulit membaik Intervensi : Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang peningkatan suhu tubuh R/ agar klien dan keluarga mengetahui sebab dari peningkatan suhu dan membantu mengurangi kecemasan yang timbul. Anjurkan klien menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat R/ untuk menjaga agar klien merasa nyaman, pakaian tipis akan membantu mengurangi penguapan tubuh. Batasi pengunjung R/ agar klien merasa tenang dan udara di dalam ruangan tidak terasa panas. Observasi TTV tiap 4 jam sekali R/ tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien Anjurkan pasien untuk banyak minum, minum 2,5 liter / 24 jam R/ peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak Memberikan kompres dingin R/ untuk membantu menurunkan suhu tubuh Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian tx antibiotik dan antipiretik R/ antibiotik untuk mengurangi infeksi dan antipiretik untuk menurangi panas. 2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia Tujuan : Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat Kriteria hasil : - Nafsu makan meningkat - Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan

Intervensi Jelaskan pada klien dan keluarga tentang manfaat makanan/nutrisi. R/ untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang nutrisi sehingga motivasi untuk makan meningkat. Timbang berat badan klien setiap 2 hari. R/ untuk mengetahui peningkatan dan penurunan berat badan. Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung banyak serat, tidak merangsang, maupun menimbulkan banyak gas dan dihidangkan saat masih hangat. R/ untuk meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan. Beri makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering. R/ untuk menghindari mual dan muntah. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasida dan nutrisi parenteral. R/ antasida mengurangi rasa mual dan muntah. Nutrisi parenteral dibutuhkan terutama jika kebutuhan nutrisi per oral sangat kurang. 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bed rest Tujuan : pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) optimal. Kriteria hasil : Kebutuhan personal terpenuhi Dapat melakukan gerakkan yang bermanfaat bagi tubuh. memenuhi AKS dengan teknik penghematan energi. Intervensi : Beri motivasi pada pasien dan kelurga untuk melakukan mobilisasi sebatas kemampuan (missal. Miring kanan, miring kiri). R/ agar pasien dan keluarga mengetahui pentingnya mobilisasi bagi pasien yang bedrest. Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas (makan, minum). R/ untuk mengetahui sejauh mana kelemahan yang terjadi. Dekatkan keperluan pasien dalam jangkauannya. R/ untuk mempermudah pasien dalam melakukan aktivitas. Berikan latihan mobilisasi secara bertahap sesudah demam hilang. R/ untuk menghindari kekakuan sendi dan mencegah adanya dekubitus. 4. Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan cairan yang berlebihan (diare/muntah) Tujuan : tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan Kriteria hasil : Turgor kulit meningkat Wajah tidak nampak pucat Intervensi : Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan cairan pada pasien dan keluarga.

R/ untuk mempermudah pemberian cairan (minum) pada pasien. Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan. R/ untuk mengetahui keseimbangan cairan. Anjurkan pasien untuk banyak minum 2,5 liter / 24 jam. R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan. Observasi kelancaran tetesan infuse. R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan dan mencegah adanya odem. Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan (oral / parenteral). R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan yang tidak terpenuhi (secara parenteral). EVALUASI

Dari hasil intervensi yang telah tertulis, evaluasi yang diharapkan : Dx : peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi salmonella typhii Evaluasi : suhu tubuh normal (36 o C) atau terkontrol. Dx : gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia. Evaluasi : Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat. Dx : intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bedrest Evaluasi : pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) optimal. Dx : gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan (diare/muntah) Evaluasi : kebutuhan cairan terpenuhi

ULKUS PEPTIKUM
A. KONSEP DASAR MEDIK

DEFENISI

Ulkus peptikum adalah rusaknya lapisan mukosa pada daerah lambung duodenum dalam esophagus. Ulkus peptikum sering disebut sebagai ulkus lambung,duodenal atau esophageal. ETIOLOGI

Ulkus terbentuk apabila sel-sel mukosa usus tidak menghasilkan mucus yang adekuat untuk melindungi diri terhadap pencernaan asam atau apabila terjadi produksi asam yang berlebihan di lambung yang mengalahkan pertahanan mucus. Penyaluran asam yang berlebihan ke duodenum juga akan mengakibatkan ulkus. Etiologi ulkus peptikum kurang dipahami meskipun bakteri gram negatif H.Pylori telah sangat diyakini sebagai penyebab. Diketahui bahwa ulkus peptikum terjadi hanya pada area saluran Gastrointestinal yang terpajan pada asam hidroklorida dan pepsin. PATOFISIOLOGI

Ulkus peptikum terjadi terutama pada mukosa gastroduodenal karena jaringan ini tidak dapat menahan kerja asam lambung pencernaan (asam hidroklorida dan pepsin). Erosi yang terjadi berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerja asam-pepsin atau berkenaan dengan penurunan pertahanan normal dari mukosa. Sekresi lambung terjadi pada 3 fase yang serupa : a.Fase sefalik ( psikis ) Dimulai dengan adanya rangsangan seperti pandangan ,bau atau rasa makanan dimana reseptor kortikal serebral bekerja merangsang saraf vagal. Intinya, makanan yang tidak menimbulkan nafsu makan mempunyai sedikit efek pada sekresi lambung. Inilah yang menyebabkan makanan saring secara konfensional diberikan pada pasien dengan ulkus peptikum. b.Fase lambung

Pada fase lambung, asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari rangsangan kimiawi terhadap reseptor di dinding lambung. Refleks vagal menyebabkan sekresi asam sebagai respon terhadap distensi lambung oleh makanan. c.Fase usus Makanan dalam usus halus menyebabkan pelepasan hormon (dianggap menjadi gastrin, yang pada intinya dapat merangsang sekresi asam lambung). MANIFESTASI KLINIK

1.Nyeri Biasanya, pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul seperti tertusuk atau sensasi bakar di epigastrium tengah atau dipunggung. Hal ini diyakini bahwa nyeri terjadi bila kandungan asam lambung dan duodenum meningkat menimbulkan erosi dan merangsang ujung saraf yang terpajan. Teori lain menunjukan bahwa kontak lesi dengan asam merangsang mekanisme refleks lokal yang memulai kontraksi otot halus sekitarnya. 2.Muntah Meskipun jarang pada ulkus duodenal tak terkomplikasi, muntah dapat mejadi ulkus peptikum hal ini dihubungkan dengan obstruksi jalan keluar lambung oleh spasme mukosa pylorus atau oleh obstruksi mekanis, yang dapat dihubungkan dengan pembentukan jaringan parut atau pembengkakan akut dari membran mukosa yang mengalami inflamasi disekitarnya pada ulkus akut. 3.Konstipasi dan perdarahan Konstipasi dapat terjadi pada pasien dengan ulkus, kemungkinan sebagai akibat dari diet dan obat-obatan. EVALUASI DIAGNOSTIK

1. Pemeriksaan dengan barium terhadap saluran gastrointestinal dapat menunjukan adanya ulkus. 2.Endoskopi gastrointestinal atas digunakan untuk mengidentifikasi perubahan inflamasi, ulkus dan lesi. 3.Pemeriksaan feses dapat diambil setiap hari sampai laporan laboratorium negatif terhadap darah samar. 4.Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang menentukan dalam mendiagnosis aklorhidria (tidak terdapat asam hidroklorida dalam getah lambung dan syndrom ZOLLINGER-ELLISON).

KOMPLIKASI

1.Hemoragi-gastrointestinal atas 2.Perforasi 3.Penetrasi 4.Obstruksi pilorik ( obstruksi jalan keluar lambung ) PENATALAKSANAAN

1.Identifikasi dan penghindaran makanan yang menyebabkan sekresi HCL yang berlebihan. 2.Pendidikan ( HE ) mengenai menghindari alkohol dan kafein. 3.Berhenti merokok karena tembakau dapat memperlambat penyembuhan. 4.Penatalaksanaan stress, teknik-teknik relakasasi atau sedatif untuk mengatasi pengaruh psikologis. 5.Antasid untuk menetralkan asam. 6.Salah satu kemajuan dalam pengobatan adalah pemberian antibiotik yang spesifik untuk H. Pylori. 7. Antagonis reseptor histamin 2 untuk mengurangi sekresi asam oleh sel-sel parietal. B.KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1.Pengkajian Data pengkajian ulkus peptikum meliputi : Nyeri ulkus peptikum biasanya digambarkan sebagai rasa terbakar atau menggrogoti dan terjadi kira-kira 2 jam setelah makan. Nyeri ini sering membangunkan pasien antara tengah malam dan jam 3 pagi. Pasien biasanya mengatakan bahwa nyeri dihilangkan dengan menggunakan antasida, makan makanan atau dengan muntah. Pasien ditanyakan kapan muntah terjadi, bila terjadi seberapa banyak? Apakah muntahan merah terang atau seperti warna kopi. Apakah pasien mengalami defekasi disertai feses berdarah? Mengkaji kebiasaan makan pasien, termasuk kecepatan makan, makanan reguler, kesukaan terhadap makanan yang pedas, penggunaan bumbu, penggunaan minuman yang mengandung kafein.

Kaji tingkat ketegangan pasien atau kegugupan. Apakah pasien merokok? Bila ya, seberapa banyak? Bagaimana pasien mengekspresikan marah, terutama dalam konteks kerja dan kehidupan keluarga. Adakah stress pekerjaan atau ada masalah dengan keluarga. Adakah riwayat keluarga dengan penyakit ulkus. Pemeriksaan tanda-tanda vital sebagai indikator anemia ( takikardia dan hypotensi ). Pemeriksaan feses terhadap darah samar. Pemeriksaan fisik, khususnya pada abdomen di palpasi untuk melokalisasi nyeri tekan. 2.Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan pada data pengkajian, diagnosa keperawatan dapat mencakup : Nyeri b/d efek sekresi asam lambung pada jaringan yang rusak. Ansietas b/d koping dengan penyakit akut. Kurang pengetahuan tentang pencegahan gejala dan penatalaksanaan kondisi. 3.Perencanaan dan Implementasi Tujuan Tujuan utama dapat mencakup penghilangan nyeri, penurunan ansietas, penambahan pengetahuan tentang pelaksanaan dan pencegahan kekambuhan ulkus dan tidak adanya komplikasi. Intervensi keperawatan oMenghilangkan nyeri Penghilangan nyeri dapat dilakukan dengan obat yang diresepkan. Aspirin dan makanan serta minuman yang mengandung kafein (cola, teh, kopi, coklat) dihindari. Pasien dianjurkan untuk makan dalam suasana rileks. Pasien selanjutnya dianjurkan teknik relaksasi untuk membantu mengatasi stress dan nyeri serta meningkatkan upaya penghentian merokok. oMengurangi ansietas

Perawat mengkaji apakah pasien mengetahui dan ingin mengetahui tentang diagnosa penyakit serta mengevaluasi tingkat ansietas. Informasi diberikan sesuai tingkat pemahaman pasien, dan semua pertanyaan dijawab. Pasien dianjurkan untuk mengekspresikan rasa takut secara terbuka. Tes diagnostik dijelaskan dan obat-obatan diberikan sesuai jadwal. Perawat berinteraksi dengan pasien dengan cara yang rileks dan membantu dalam mengidentifikasi stressor serta menjelaskan teknik koping efektif dan metode relaksasi. Perawat mendorong keluarga pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan dan memberikan dorongan emosional bila tepat. oPendidikan pasien dan pertimbangan rencana pulang

Untuk mengatasi penyakit ulkus dengan berhasil, pasien harus memahami situasi dan faktor-faktor yang akan membantu atau memperberat kondisi terdiagnosis, antara lain: Obat-obatan Apakah pasien mengetahui jenis obat-obatan yang digunakan dirumah? (termasuk nama, dosis, frekuensi, dan kemungkinan efek samping). Apakah pasien memahami pentingnya melanjutkan obat-obatan meskipun setelah tanda dan gejala berkurang?. Apakah pasien mengetahui jenis obat yang harus dihindari?. Diet Apakah pasien mengetahui mana yang cenderung menyebabkan gejala?. Apakah pasien mengetahui bahwa kopi, teh, cola dan alkohol mempunyai potensial menghasilkan asam?. Apakah pasien memahami kebutuhan untuk menghindari makan terlalu banyak serta pentingnya makan teratur dalam suasana rileks?. Merokok Apakah pasien mengetahui bahwa merokok meningkatkan iritasi pada ulkus dan dapat mempengaruhi penyembuhan ulkus?. Apakah perawat membuat pasien sadar akan adanya program untuk penghentian merokok?. Istirahat dan penurunan stress Apakah pasien sadar tentang sumber stress dalam keluarga dan lingkungan kerja?. Apakah penyakit ini dan situasi lain menimbulkan gejala stres atau koping buruk dalam keluarga atau lingkungan kerja?. Dapatkah pasien beristirahat selama siang hari?. Dapatkah pasien merencanakan untuk menambahkan periode istirahat atau rileks setelah periode stress yang tidak dapat dihindari? Apakah pasien memerlukan konseling psikososial? Kewaspadaan terhadap komplikasi Apakah pasien sadar terhadap tanda dan gejala komplikasi yang harus dilaporkan? Hemoragi: kulit dingin, konfusi, peningkatan frekwensi jantung, sulit bernafas, darah dalam feces.

Penetrasi dan perforasi: nyeri abdomen berat, abdomen kaku dan nyeri tekan, muntah, peningakatan suhu, peningkatan frekwensi jantung. Obstruksi pilorik: mual, muntah, distensi abdomen, nyeri abdomen.

Perawatan pasca-pengobatan Apakah pasien memahami bahwa pengwasan lanjutan diperlukan selama kira-kira satu tahun dan bahwa ulkus dapat kambuh? Apakah pasien mengetahui cara mencari bantuan medis bila gejala berulang? Pasien dan keluarga diinformasikan bahwa pembedahan tidak menjamin kesembuhan ulkus. o Memantau hemoragi gastrointestinal atas Perawat mengkaji pasien terhadap gejala pusing atau pingsan, mual dapat mendahului atau menyertai perdarahan. Tanda vital dievaluasi untuk takikhardi, hipotensi dan takipnea. Feses ditest terhadap darah nyata atau samar dan haluaran urine 24 jam dicatat untuk mendeteksi anuria atau oliguria (tidak ada atau terjadi penurunan produksi urine). Seringkali perdarahan dari ulkus peptikum berhenti secara spontan, namun kekambuhan perdarahan. Karena perdarahan dapat fatal, maka penyebab dan beratnya hemoragi dengan cepat diidentifikasi dan kehilangan darah diatasi untuk mencegah syok hipovolemik.

Penatalaksanaan perdarahan saluran gastro intestinal atas terdiri dari: a.Penentuan cepat jumlah kehilangan darah dan kecepatan perdarahan b.Dengan cepat mengganti darah yang telah hilang c.Menghentikan perdarahn dengan air atau lavase salin d.Menstabilkan pasien e.Mendiagnosa dan mengobati penyebab Tindakan untuk mengatasi perdarahan: a.Persiapan jalur intavena perifer untuk infus salin atau larutan ringer lactat dan darah dibuat. Perawat perlu membantu pemasangan aarteri pulmonal untuk memantau hemodinamik. Terapi komponen darah dimulai bila ada tanda-tanda takhikardi, berkeringat dan dingin pada ekstremitas. b.Hemoglobin dan hematokrit dipantau untuk membantu mengevaluasi perdarahan. c.Kateter urine indweling dipasang untuk memantau haluaran urine. d.Intubasi nasogastrik digunakan untuk membedakan darah segar dari materi kopi gelap, membantu menghilangkan bekuan dan asam, mencegah mual dan muntah dan untuk pemantauan lebih lanjut. e.Terapi oksigen dapat diberikan khususnya untuk pasien lansia. f.Pasien ditempatkan pada posisi recumbent untuk mencegah syok hipopolemik.

Namun untuk mencegah aspirasi akibat muntah, pasien ditempatkan pada posisi miring. g.Tanda vital dipantau sesuai kondisi klien. oMemantau adanya perforasi Tanda dan gejala yang perlu diperhatikan mencakup hal berikut: a. Nyeri abdomen atas yang tiba-tiba dan hebat (menetap dan meningkat dalam intensitas) b.Nyeri yang dapat menyebar ke bahu khususnya bahu kanan karena iritasi saraf frenik di diafragma c.Muntah dan kolaps (pingsan) d.Nyeri tekan dan kaku hebat pada abdomen (seperti papan) e.Syok Intervensi bedah segera didindikasikan karena peritonitis kimia terjadi dalam beberapa jam setelah perforasi dan diikuti dengan peritonitis bakterial, perforasi harus ditutup dengan cepat. oMemantau adanya penetrasi atau obstruksi Pasien biasanya mengeluh nyeri punggung dan epigastrik yang tidak hilang dengan obat yang biasa efektif. Seperti juga perforasi, penetrasi biasanya memerlukan intervensi bedah. Obstruksi pilorik terjadi bila area distal pada sfingter pilorik menjadi jaringan parut dan mengeras karena spasme atau edema atau karena jaringan parut yang terbentuk bila ulkus sembuh dan rusak. Pasien mempunyai gejala mual dan muntah, konstipasi, lambung penuh dan akhirnya penurunan berat badan. 4.Evaluasi

Hasil yang diharapkan : Bebas dari nyeri diantara makan. Sedikit mengalami ansietas dengan menghindari stress. Mematuhi program terapeutik oMenghindari makanan dan minuman yang mengiritasi oMakan dengan jadwal teratur oMeminum obat yang diresepkan sesuai jadwal oMenggunakan mekanisme koping untuk mengatasi stress Tidak mengalami komplikasi

GASTRITIS

Pengertian Gastritis
Gastritis adalah peradangan pada mukosa lambung yang dapat bersifat akut kronik, difus atau lokal (Soepaman, 1998). Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung (Arif Mansjoer, 1999). Gastritis adalah radang mukosa lambung (Sjamsuhidajat, R, 1998). Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus atau lokal (Patofisiologi, Sylvia A Price hal 422) Berdasarkan pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa Gastritis merupakan inflamasi mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronik, difus atau lokal. Epidemiologi / Insiden Kasus Gastritis Gastritis merupakan salah satu penyakit yang paling banyak dijumpai diklinik Penyakit Dalam ( IPD jilid II Edisi 3). Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan biasanya jinak dan dapat sembuh sendiri ( Patofisiologi Sylvia & Wilson) dan 80 90% yang dirawat di ICU menderita gastritis akut.

Etiologi Gastritis
Penyebab dari Gastritis dapat dibedakan sesuai dengan klasifikasinya sebagai berikut : Gastritis Akut Penyebabnya adalah obat analgetik, anti inflamasi terutama aspirin (aspirin yang dosis rendah sudah dapat menyebabkan erosi mukosa lambung). Bahan kimia misal : lisol, alkohol, merokok, kafein lada, steroid dan digitalis. Gastritis Kronik Penyebab dan patogenesis pada umumnya belum diketahui. Gastritis ini merupakan kejadian biasa pada orang tua, tapi di duga pada peminum alkohol, dan merokok.

Manifestasi Klinik Gastritis


1. Gastritis Akut yaitu Anorexia, mual, muntah, nyeri epigastrium, perdarahan saluran cerna pada hematemesis melena, tanda lebih lanjut yaitu anemia.

2. Gastritis Kronik Kebanyakan klien tidak mempunyai keluhan, hanya sebagian kecil mengeluh nyeri ulu hati, anorexia, nausea, dan keluhan anemia dan pemeriksaan fisik tidak di jumpai kelainan. Patofisiologi Gastritis Gastritis Akut Zat iritasi yang masuk ke dalam lambung akan mengiitasi mukosa lambung. Jika mukosa lambung teriritasi ada 2 hal yang akan terjadi : 1. Karena terjadi iritasi mukosa lambung sebagai kompensasi lambung. Lambung akan meningkat sekresi mukosa yang berupa HCO3, di lambung HCO3 akan berikatan dengan NaCL sehingga menghasilkan HCI dan NaCO3. Hasil dari penyawaan tersebut akan meningkatkan asam lambung. Jika asam lambung meningkat maka akan meningkatkan mual muntah, maka akan terjadi gangguan nutrisi cairan & elektrolit. 2. Iritasi mukosa lambung akan menyebabkan mukosa inflamasi, jika mukus yang dihasilkan dapat melindungi mukosa lambung dari kerusakan HCL maka akan terjadi hemostatis dan akhirnya akan terjadi penyembuhan tetapi jika mukus gagal melindungi mukosa lambung maka akan terjadi erosi pada mukosa lambung. Jika erosi ini terjadi dan sampai pada lapisan pembuluh darah maka akan terjadi perdarahan yang akan menyebabkan nyeri dan hypovolemik. Gastritis Kronik Gastritis kronik disebabkan oleh gastritis akut yang berulang sehingga terjadi iritasi mukosa lambung yang berulang-ulang dan terjadi penyembuhan yang tidak sempurna akibatnya akan terjadi atrhopi kelenjar epitel dan hilangnya sel pariental dan sel chief. Karena sel pariental dan sel chief hilang maka produksi HCL. Pepsin dan fungsi intinsik lainnya akan menurun dan dinding lambung juga menjadi tipis serta mukosanya rata, Gastritis itu bisa sembuh dan juga bisa terjadi perdarahan serta formasi ulser.

Komplikasi Gastritis
1. Komplikasi yang timbul pada Gastritis Akut, yaitu perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa hemotemesis dan melena, berakhir dengan syock hemoragik, terjadi ulkus, kalau prosesnya hebat dan jarang terjadi perforasi. 2. Komplikasi yang timbul Gastritis Kronik, yaitu gangguan penyerapan vitamin B 12, akibat kurang pencerapan, B 12 menyebabkan anemia pernesiosa, penyerapan besi terganggu dan penyempitan daerah antrum pylorus.

Penatalaksaan Medik Gastritis


1. Gastritis Akut Pemberian obat-obatan H2 blocking (Antagonis reseptor H2). Inhibitor pompa proton, ankikolinergik dan antasid (Obat-obatan ulkus lambung yang lain). Fungsi obat tersebut untuk mengatur sekresi asam lambung.

2. Gastritis Kronik Pemberian obat-obatan atau pengobatan empiris berupa antasid, antagonis H2 atau inhibitor pompa proton.

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gastritis


Pengkajian Keperawatan pada Askep Gastritis

1. Faktor predisposisi dan presipitasi Faktor predisposisi adalah bahan-bahan kimia, merokok, kafein, steroid, obat analgetik, anti inflamasi, cuka atau lada. Faktor presipitasinya adalah kebiasaan mengkonsumsi alcohol dan rokok, penggunaan obat-obatan, pola makan dan diet yang tidak teratur, serta gaya hidup seperti kurang istirahat. 2. Test dignostik Endoskopi : akan tampak erosi multi yang sebagian biasanya berdarah dan letaknya tersebar. Pemeriksaan Hispatologi : akan tampak kerusakan mukosa karena erosi tidak pernah melewati mukosa muskularis. Pemeriksaan radiology. Pemeriksaan laboratorium. Analisa gaster : untuk mengetahui tingkat sekresi HCL, sekresi HCL menurun pada klien dengan gastritis kronik. Kadar serum vitamin B12 : Nilai normalnya 200-1000 Pg/ml, kadar vitamin B12 yang rendah merupakan anemia megalostatik. Kadar hemagiobi, hematokrit, trombosit, leukosit dan albumin. Gastroscopy. Untuk mengetahui permukaan mukosa (perubahan) mengidentifikasi area perdarahan dan mengambil jaringan untuk biopsi.

Diagnosa Keperawatan pada Askep Gastritis


1. Resti gangguan keseimbangan volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, muntah. 2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, anorexia. 3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan inflamasi mukosa lambung. 4. Keterbatasan aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. 5. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi. Intervensi Keperawatan pada Askep Gastritis Diagnosa Keperawatan 1. : Resti gangguan keseimbangan volume cairan dan elektrolit

kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, muntah. Tujuan : Resti gangguan keseimbangan cairan tidak terjadi. Kriteria Hasil : Membran mukosa lembab, turgor kulit baik, elektrolit kembali normal, pengisian kapiler berwarna merah muda, tanda vital stabil, input dan output seimbang. Intervensi : Kaji tanda dan gejala dehidrasi, observasi TTV, ukur intake dan out anjurkan klien untuk minum 1500-2500ml, observasi kulit dan membran mukosa, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan infus. Diagnosa Keperawatan 2. : Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, anorexia. Tujuan Gangguan nutrisi teratasi. Kriteria Hasil : Berat badan stabil, nilai laboratorium Albumin normal, tidak mual dan muntah BB dalam batas normal, bising usus normal. Intervensi : Kaji intake makanan, timbang BB secara teratur, berikan perawatan oral secara teratur, anjurkan klien makan sedikit tapi sering, berikan makanan dalam keadaan hangat, auskultasi bising usus, kaji makanan yang disukai, awasi pemeriksaan laboratorium misalnya : Hb, Ht, Albumin. Diagnosa Keperawatan 3. : Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan inflamasi mukosa lambung. Tujuan : Nyeri dapat berkurang/hilang. Kriteria Hasil : Nyeri hilang/terkontrol, tampak rileks dan mampu tidur/istirahat, skala nyeri menunjukkan angka 0. Intervensi : Kaji skala nyeri dan lokasi nyeri, observasi TTV, berikan lingkungan yang tenang dan nyaman, anjurkan tekhnik relaksasi dengan nafas dalam, lakukan kolaborasi dalam pemberian obat sesuai dengan indikasi untuk mengurangi nyeri. Diagnosa Keperawatan 4. : Keterbatasan aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. Tujuan : Keterbatasan aktifitas teratasi. Kriteria Hasil : K/u baik, klien tidak dibantu oleh keluarga dalam beraktifitas. Intervensi : Tingkatkan tirah baring atau duduk, berikan lingkungan yang tenang dan nyaman, batasi pengunjung, dorong penggunaan tekhnik relaksasi, kaji nyeri tekan pada gaster, berikan obat sesuai dengan indikasi. Diagnosa Keperawatan 5. : Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi. Tujuan :

Kurang pengetahuan teratasi. Kriteria Hasil : Klien dapat menyebutkan pengertian, penyebab, tanda dan gejala, perawatan, pencegahan dan pengobatan. Intervensi : Kaji tingkat pengetahuan klien, beri pendidikan kesehatan (penyuluhan) tentang penyakit, beri kesempatan klien atau keluarga untuk bertanya, beritahu tentang pentingnya obat-obatan untuk kesembuhan klien.

Evaluasi Keperawatan pada Askep Gastritis


Evaluasi pada klien dengan Gastrtitis, yaitu : 1. Keseimbangan cairan dan elektrolit teratasi 2. Kebutuhan nutrisi teratasi 3. Gangguan rasa nyeri berkurang 4. Klien dapat melakukan aktifitas 5. Pengetahuan klien bertambah.

ABSES HEPAR

Definisi
1. Abses adalah pengumpulan cairan nanah tebal, berwarna kekuningan disebabkan oleh bakteri, protozoa atau invasi jamur kejaringan tubuh. Abses dapat terjadi di kulit, gusi, tulang, dan organ tubuh seperti hati, paru-paru, bahkan otak, area yang terjadi abses berwarna merah dan menggembung, biasanya terdapat sensasi nyeri dan panas setempat(Microsoft Encarta Reference Library, 2004) 2. Abscess adalah kumpulan nanah setempat dalam rongga yang tidak akibat kerusakan jaringan,Hepar adalah hati (Dorland, 1996). 3. Jadi Abses hepar adalah rongga berisi nanah pada hati yang diakibatkan oleh infeksi. Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal,Abses hati dahulu lebih banyak terjadi melalui infeksi porta,sekunder pada peradangan appendicitis, tetapi sekarang abses piogenik sering terjadi sekunder terhadap obstruksi dan infeksi saluran empedu. Abses hepar adalah rongga berisi nanah pada hati yang diakibatkan oleh infeksi (kamus Kedokteran, 1997). Abses hati terbagi 2 secara umum, yaitu Abses hati amebic (AHA) Abses hati piogenik (AHP/ Hepatic Abcess, Bacterial Liver Abcess).\ AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinal, paling sering terjadi di daerah tropis/subtropik.

Anatomi dan Fisiologi


Hati merupakan organ terbesar d alam tubuh manusia, mempunyai berat sekitar 1.5 kg Walaupun berat hati hanya 2-3% dari berat tubuh , namun hati terlibat dalam 25-30% pemakaian oksigen. Sekitar 300 milyar sel-sel hati terutama hepatosit yang jumlahnya kurang lebih 80%, merupakan tempat utama metabolisme intermedier (Koolman,J&RohmK.H,2001) Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energy tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hati yaitu : 1.Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat 2.Fungsihati sebagai metabolism lemak 3.Pembentukan cholesterol 4.Pembentukan dan pemecahan fosfolipid 5.Fungsi hati sebagai metabolisme protein 6. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah 7. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin 8. Fungsi hati sebagai detoksikasi 10. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas 11. Fungsi hemodinamik

Etiologi dan Patogenesis


1. 2. 3. 4. Salmonella Thypi Entamoeba Hystolytica Streptokokus Escherichia Coli Abses hati piogenik dapat terjadi melalui infeksi yang berasal dari : a.vena porta yaitu infeksi pelvis atau gastrointestinal, bisa menyebabkan pielflebitis porta atau emboli septik.

b.saluran empedu merupakan sumber infeksi yang tersering. c. infeksi langsung seperti luka penetrasi, fokus septik berdekatan seperti abses perinefrik, kecelakaan lau lintas d. septisemia atau bakterimia akibat infeksi di tempat lain. e. kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas, terutama pada organ lanjut usia. Mekanisme terjadinya amebiasis hati : 1. penempelan E.hystolitica pada mukus usus. 2. pengerusakan sawar intestinal. 3. lisis sel epitel intestinal serta sel radang. Terjadinya supresi respons imun cellmediated yang disebabkan enzim atau toksin parasit, juga dapat karena penyakit tuberkulosis, malnutrisi, keganasan dll. 4. penyebaran ameba ke hati.

Patofisiologi
Akibat masuknya bakteri atau amoeba ke hepar, menyebabkan jaringan yang sehat menjadi rusak dan menimbulkan reaksi radang karena adanya kerusakan jaringan dan radang yang berlangsung lama menyebabkan jaringan hepar menjadi nekrosis. Hati tampak membengkak dan daerah yang abses menjadi pucat kekuningan, berbeda dengan hati sehat yang berwarna merah tua. Sel hepar yang jauh dari fokus infeksi juga mengalami sedikit perubahan meskipun tidak ditemukan amoeba. Abses tersebut dikelilingi oleh jaringan ikat yang membatasi perusakan lebih jauh kecuali bila ada infeksi tambahan. Penjelasan 1. Amuba yang masuk menyebabkan peradangan hepar sehingga mengakibatkan infeksi 2. Kerusakan jaringan hepar menimbulkan perasaan nyeri 3. Infeksi pada hepar menimbulkan rasa nyeri sehingga mengalami gangguan tidur atas pola tidur.

4. Abses menyebabkan metabolisme dihati menurun sehingga menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan. 5. Metabolisme nutrisi di hati menurun menyebabkan produksi energi menurun sehingga dapat terjadi intoleransi aktifitas fisikManifestasi klinis Keluhan awal: demam/menggigil, nyeri abdomen, anokresia/malaise, mual/muntah, penurunan berat badan, keringan malam, diare, demam (T > 38), hepatomegali, nyeri tekan kuadran kanan atas, ikterus, asites, serta sepsis yang menyebabkan kematian. (Cameron 1997)

Manifestasiklinis

Manifestasi sistemik AHP lebih berat dari pada abses hati amebik. Dicurigai adanya AHP apabila ditemukan sindrom klinis klasik berupa nyeri spontan perut kanan atas, yang di tandai dengan jalan membungkuk kedepan dengan kedua tangan diletakan di atasnya.( Herrero, M., 2005)Demam/panas tinggi merupakan keluhan yang paling utama, keluhan lain yaitu nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, dan disertai dengan keadaan syok. Apabila AHP letaknya dekat digfragma, maka akan terjadi iritasi diagfragma sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk ataupun terjadi atelektesis, rasa mual dan muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan yang unintentional, (Tukeva,T.A.etal,2005)

Pemeriksaan penunjang
1. Pada pemeriksaan laboratorium yang di periksa adalah darah rutin termasuk kadar Hb darah, jumlah leukosit darah, kecepatan endap darah dan percobaan fungsi hati, termasuk kadar bilirubin total, total protein dan kadar albumin dan glubulim dalam darah. (KanalE.P.etal,2003) 2. Pada pemeriksaan laboratorium di dapatkan leukositosis yang tinggi dengan pergeseran ke kiri, anemia, 3. Peningkatan laju endap darah, peningkatan alkalin fosfatase, peningkatan enzim transaminase dan serum bilirubin, berkurangnya kadar albumin serum dan waktu

protrombin yang memanjang menunjukan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati yang disebabkan AHP. (Dalinka, M. K. et al, 2007). 4. Foto dada yaitu untuk didapatkan peninggian kubah diafragma kanan, berkurangnya gerak diafragma, efusi pleura, kolaps paru dan abses paru. 5. Foto polos abdomen yaitu untuk Kelainan dapat berupa gambaran ileus, hepatomegali atau gambaran udara bebas di atas hati. 6. Ultrasonografi yaitu untuk Mendeteksi apakah ada kelainan traktus bilier dan diafragma. 7. Tomografi kompeter yaitu untuk Melihat kelainan di daerah posterior dan superior, tetapi tidak dapat melihat integritas diafragma. 8. Pemeriksaan serologi yaitu untuk Menunjukan sensitifitas yang tinggi terhadap kuman.

Penatalaksanaan

Pengobatan terhadap penderita abses hepar terdiri dari: 1. Kemoterapi Abses hati ameba tanpa komplikasi lain dapat menunjukan penyembuhan yang besar bila diterapi hanya dengan antiameba. Pengobatan yang dianjurkan adalah: a.. Metronidazole Metronidazole merupakan derivat nitroimidazole. Dosis yang dianjurkan untuk kasus abses hati ameba adalah 3 x 750 mg per hari selama 7 10 hari. Derivat nitroimidazole lainnya yang dapat digunakan adalah tinidazole dengan dosis 3x800 mg perhari selama 5 hari. b. Dehydroemetine (DHE) Merupakan derivat diloxanine furoate. Dosis yang direkomendasikan untuk mengatasi abses liver sebesar 3 x 500 mg perhari selama 10 hari. c. Chloroquin

Dosis yang dianjurkan adalah 1 g/hari selama 2 hari dan diikuti 500 mg/hari selama 20 hari.

2. Aspirasi Apabila pengobatan medikamentosa dengan berbagai cara tersebut di atas tidak berhasil (72 jam) atau bila terapi dcngan metronidazol merupakan kontraindikasi seperti pada kehamilan, perlu dilakukan aspirasi Pada kasus II, meskipun ukuran abses kurang dari 7 cm. dilakukan aspirasi abses karena keluhan tidak berkurang meskipun telah mendapat terapi metronidazol. 3. Drainase Perkutan Drainase perkutan berguna pada penanganan komplikasi paru, peritoneum, dan perikardial. 4. Drainase Bedah Pembedahan diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak berhasil mcmbaik dengan cara yang lebih konservatif. Juga diindikasikan untuk perdarahan yang jarang tcrjadi tetapi mengancam jiwa penderita, disertai atau tanpa adanya ruptur abses.

KONSEP KEPERAWATAN
Pengkajian Berdasarkan Marilynn E. Doenges tentang, meliputi : 1. Aktivitas/istirahat, menunjukkan adanya kelemahan, kelelahan, letargi, penurunan massa otot/tonus. 2. Sirkulasi, menunjukkan adanya gagal jantung kronis, kanker, disritmia, bunyi jantung ekstra, distensi vena abdomen. 3. Eliminasi, menunjukkan adanya flatus, distensi abdomen, penurunan/tidak ada bising usus, feses warna tanah liat, melena, urine gelap pekat.

4. Makanan/cairan, menunjukkan adanya anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tidak dapat mencerna, mual/muntah, penurunan berat badan atau peningkatan cairan, edema, kulit kering, turgor buruk, ikterik. 5. Neurosensori, menunjukkan adanya perubahan mental, halusinasi, koma, bicara tidak jelas. 6. Nyeri/kenyamanan, menunjukkan adanya nyeri tekan abdomen kuadran kanan atas, pruritus, perilaku berhati-hati/distraksi, fokus pada diri sendiri. 7. Pernapasan, menunjukkan adanya dispnea, takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan, ekspansi paru terbatas, asites, hipoksia. 8. Keamanan, menunjukkan adanya pruritus, demam, ikterik, ekimosis, petekie, angioma spider, eritema.Seksualitas, menunjukkan adanya gangguan menstruasi, impoten, atrofi testis.

Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan ini juga berdasarkan Marilynn E. Doenges, meliputi : 1. Kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual/muntah. 2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan prosses infeksi 3. Intoleransi aktifitas fisik berhubungan dengan penurunan produksi energi 4. Gangguan Peningkatan suhu tubuh ( hipertermi) berhubungan dengan proses peradangan. Perencanaan Perencanaan berdasarkan Marilynn E. Doenges tentang, yaitu :

Kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual/muntah.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara optimal.

Intervensi :

Ukur masukan diet harian dengan jumlah kalori Timbang berat badan secara kontinyu. Bentuk dan dorong pasien untuk makan, jelaskan alasan tipe diet.

Beri pasien makan bila pasien mudah lelah, atau biarkan orang terdekat membantu pasien.

Pertimbangkan pilihan makanan yang disukai. Berikan makanan sedikit dan sering. Batasi masukan kafein, makanan yang menghasilkan gas atau berbumbu, terlalu panas dan terlalu dingin.

Berikan makanan halus, hindari makanan kasar sesuai indikasi. Tingkatkan perode tidur tanpa gangguan, khususnya sebelum makan.

Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh glukosa serum, albumin, total protein, amonia.

teratur. Bantu latihan rentang gerak aktif/pasif. Tinggikan ekstremitas bawah. Pertahankan sprei kering dan bebas lipatan.

Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan proses infeksi Tujuan :Rasa nyeri penderita teratasi
o

Intervensi :

berikan alas yang lunak ( bantal yang lembek atau handuk yang berlipat-lipat ) pada daerah yang terasa nyeri.

Hindari sentuhan pada daerah yang sakit. Letakkan tempat tidur klien di pinggir/ di pojok ruangan untuk menghindari tersenggol orang lain.

Hindari penggunaan kompres hangat pada daerah yang sakit. Kaji tingkat nyeri klien secara kontinu. Ajarkan tehnik distraksi selama nyeri.

Atur posisi senyaman mungkin. Pertahankan posisi tubuh yang tepat. Kolaborasi analgesik.

Intoleransi aktifitas berhubungan dengan penurunan produksi energi Tujuan : Penderita mampu melakukan aktifitas
o

Intervensi :

Bantu ADL sesuai dengan kebutuhan. Hemat pengguanaan energi selama fase akut penyakitnya. Pertahankan tirah baring sampai hasil laboratorium dan status klinis membaik.

Sejalan dengan semakin baiknya keadaan, pantau peningkatan bertahap pada tingkat aktivitas.

Lakukan tindakan yang sesuai dengan usia.

Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan proses peradangan. Tujuan: Suhu tubuh normal antara 36-37 C
o

Intervensi :

Ukur tanda-tanda vital terutama suhu dan catat hasilnya. Beri kompres hangat / dingin. Ajarkan klien pentingnya mempertahankan masukan cairan yang adekwat sesuai kondisi.

Pantau intake dan output. Jelaskan perlunya penggunaan pakaian yang longgar. Kolaborasikan pemberian antipiretik bila diperlukan.

Pelaksanaan

Dalam melakukan tindakan harus sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi penguasaan keterampilan interpersonal, intelektual dan teknikal, intervensi harus dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan

psikologi dilindungi dan dokumentasi berupa pencatatan dan pelaporan ( Gafar La Ode Jumadi ).

Ada tiga fase implementasi keperawatan, yaitu : 1. Fase persiapan, meliputi pengetahuan tentang rencana, validasi rencana, pengetahuan dan keterampilan mengimplementasikan rencana, persiapan klien dan lingkungan. 2. Fase operasional, merupakan puncak implementasi dengan berorientasi pada tujuan. Implementasi dapat dilakukan dengan intervensi independen, dependen atau interdependen. 3. Fase terminasi, merupakan terminasi perawat dengan klien setelah implementasi dilakukan.

Evalusi

Fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan. Hal-hal yang dievaluasi adalah keakuratan, kelengkapan, dan kualitas data, teratasi atau tidaknya masalah klien, serta pencapaian tujuan serta ketepatan intervensi keperawatan.

Tujuan evaluasi adalah untuk memberikan umpan balik rencana keperawatan, menilai dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan melalui perbandingan pelayanan keperawatan yang diberikan serta hasilnya dengan standar yang telah ditentukan terlebih dahulu. Kemudahan atau kesulitan evaluasi dipengaruhi oleh kejelasan tujuan dan bisa tidaknya tujuan tersebut diukur

APENDIKSITIS

A. PENGERTIAN
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001). Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007). Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007) Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu/apendiks ( Anonim, Apendisitis, 2007)

B. KLASIFIKASI
Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni : a. Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah. b. Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua. Anatomi dan Fisiologi Appendiks merupakan organ yang kecil dan vestigial (organ yang tidak berfungsi) yang melekat sepertiga jari. Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia

yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat. Panjang apendiks rata-rata 6 9 cm. Lebar 0,3 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa mengandung amilase dan musin. Posisi apendiks Laterosekal: di lateral kolon asendens. Di daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen. Pelvis minor.

C. ETIOLOGI
Appendiksitis disebabkan oleh penyumbatan lumen appendik oleh hyperplasia Folikel lympoid Fecalit, benda asingstriktur karena Fibrasi karena adanya peradangan sebelumnya atau neoplasma.Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang memproduksi mukosa mengalami bendungan.Namun elastisitas dinding appendik mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan tekanan intra lumen.Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang akan menyebabkan edema dan ulserasi mukosa.Pada saat inilah terjadi Appendiksitis akut local yang ditandai oleh adanya nyeri epigastrium. 1. Ulserasi pada mukosa. 2. Obstruksi pada kolon oleh Fekalit (feses yang mengeras) 3. Pemberian barium 4. Berbagai macam penyakit cacing. 5. Tumor. 6. Striktur karena Fibrosis pada dinding usus.

D. PATOFISIOLOGI
Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekolit (massa keras dari faeces) atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus. Penyebab utama appendiksitis adalah obstuksi penyumbatan yang dapat disebabkan oleh hiperplasia dari polikel lympoid merupakan penyebab terbanyak adanya fekalit dalam lumen appendik. Adanya benda asing seperti : cacing,striktur karenan fibrosis

akibat adanya peradangan sebelunnya.Sebab lain misalnya : keganasan ( Karsinoma Karsinoid ) Obsrtuksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan dinding appendiks oedem serta merangsang tunika serosa dan peritonium viseral. Oleh karena itu persarafan appendiks sama dengan usus yaitu torakal X maka rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit disekitar umblikus. Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah, kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu, peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritomium parietal setempat, sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini disebut dengan appendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut dengan appendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut itu pecah, dinamakan appendisitis perforasi. Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang meradang atau perforasi akan timbul suatu masa lokal, keadaan ini disebut sebagai appendisitis abses. Pada anak anak karena omentum masih pendek dan tipis, apendiks yang relatif lebih panjang , dinding apendiks yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih kurang, demikian juga pada orang tua karena telah ada gangguan pembuluh darah, maka perforasi terjadi lebih cepat.Bila appendisitis infiltrat ini menyembuh dan kemudian gejalanya hilang timbul dikemudian hari maka terjadi appendisitis kronis.

E. MANIFESTASI KLINIK
Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8 Celsius. Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok. (Anonim, Apendisitis, 2007)

F. TANDA DAN GEJALA


a. Anoreksia biasanya tanda pertama b. Nyeri, permulaan- nyeri timbul pada daerah sentral (viseral) lalu kemudian menjalar ketempat appendics yang meradang (parietal).

c. Retrosekal/nyeri- punggung/pinggang. d. postekal/nyeri terbuka diare. e. Muntah, demam derajat rendah, kecuali ada perforasi. Lekositosis bervariasi, tidak mempengaruhi diagnosa/penatalaksanaan

G. PENCEGAHAN
Pencegahan pada appendiksitis yaitu dengan menurunkan resiko obstuksi dan peradangan pada lumen appendiks. Pola eliminasi klien harus dikaji,sebab obstruksi oleh fekalit dapat terjadi karena tidak ada kuatnya diit tinggi serat.Perawatan dan pengobatan penyakit cacing juga menimbulkan resiko. Pengenalan yang cepat terhadap gejala dan tanda appendiksitis menurunkan resiko terjadinya gangren,perforasi dan peritonitis.

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya. Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah: a. Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah. b. Muntah oleh karena nyeri viseral. c. Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus). d. Badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri. 2) Pemeriksaan yang lain Lokalisasi. Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut, tetapi paling terasa nyeri pada daerah titik Mc. Burney. Jika sudah infiltrat, lokal infeksi juga terjadi jika orang dapat menahan sakit, dan kita akan merasakan seperti ada tumor di titik Mc. Burney. 3) Test rektal. Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi. Pemeriksaan laboratorium Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang.

Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal. Pemeriksaan radiologi Pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosa apendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut: Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan. Kadang ada fecolit (sumbatan). Pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma.

I. PENATALAKSANAAN
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendektomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendektomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Konsep Asuhan Keperawatan Sebelum operasi dilakukan klien perlu dipersiapkan secara fisik maupun psikis, disamping itu juga klien perlu diberikan pengetahuan tentang peristiwa yang akan dialami setelah dioperasi dan diberikan latihan-latihan fisik (pernafasan dalam, gerakan kaki dan duduk) untuk digunakan dalam periode post operatif. Hal ini penting oleh karena banyak klien merasa cemas atau khawatir bila akan dioperasi dan juga terhadap penerimaan anastesi.

J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN a. Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register. b. Identitas penanggung c. Riwayat kesehatan sekarang. d. Keluhan utama Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu. e. Sifat keluhan Nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama.

f. Keluhan yang menyertai Biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas,sesak napas. g. Riwayat kesehatan masa lalu Biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang Pemeriksaan fisik Keadaan umum h. Klien tampak sakit ringan/sedang/berat. i. Berat badan Sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat. j. Sirkulasi : Klien mungkin takikardia. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal. k. Aktivitas/istirahat : Malaise. Eliminasi Konstipasi pada awitan awal, diare kadangkadang. l. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus. m. Nyeri/kenyamanan Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak. n. Keamanan Demam, biasanya rendah. o. Data psikologis Klien nampak gelisah. Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan. Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak tenang.

2. KLASIFIKASI DATA
DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF Klien mengatakan: Rasa sakit diepigastrium atau daerah periumbilikus kemudian menjalar ke bagian perut bawah Rasa sakit hilang timbul Mual, muntah Panas Diare atau konstipasi Tungkai kanan tidak dapat diluruskan Rewel dan menangis

Lemah dan lesu Suhu tubuh meningkat Malaise Pasien mengatakan tidak nafsu makan Sesak napas Klien mengeluh sulit tidur Klien mengeluh rasa sakit Badan berkeringat Badan terasa gatal Klien tampak: Nyeri tekan titik MC.Burney Bising usus meningkat, perut kembung Suhu meningkat, nadi cepat Pasien memegang daerah perut Skala nyeri ( 1 10 ) Tampak meringis menahan sakit Pasien tampak cemas Suhu naik Nadi cepat Muntah Porsi makantidak di habiskan Penurunan BB Pernapasan takipnea Sirkulasi tachycardia Gelisah Wajah murung Klien sering menanyakan tentang penyakitnya Kuku nampak kotor Kulit kepala kotor Klien nampak kotor 3. ANALISA DATA DATA MASALAH ETIOLOGI Data Subjektif : Rasa sakit hilang timbul Sakit di daerah epigastrum hingga perut bagian bawah Tungkai kanan tidak dapat diluruskan

Data Objektif : Tampak meringis menahan sakit Nyeri tekan titik MC.Burney Skala nyeri ( 1 10 ) Pasien memegang daerah perut Pernapasan tachipnea Sirkulasi tachycardia Gelisah Gangguan rasa nyeri Distensi jaringan intestinal Data Subjektif : Pasien mengatakan tidak nafsu makan Mual, muntah Diare atau konstipasi Malaise Data Objektif : Nafsu makan menurun Berat badan menurun Porsi makan tidak dihabiskan Nutrisi kurang dari kebutuhan Intake menurun Data Subjekti : Badan berkeringat Badan terasa gatal Tungkai kanan tidak dapat diluruskan Data Objektif : Kulit kepala kotor Kuku nampak kotor Klien nampak kotor Defisit perawatan diri kelemahan yang dirasakan

4. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Resiko berkurangnya volume cairan berhubungan dengan adanya mual dan muntah. 2) Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh. 3) Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal. 4) Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan informasi kurang. 5) Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun.

6) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan

5. PRIORITAS MASALAH
1) Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal 2) Nutrisi kurangdari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun 3) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan

6. INTERVENSI
a. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya rasa mual dan muntah, ditandai dengan : Kadang-kadang diare. Distensi abdomen. Tegang. Nafsu makan berkurang. Ada rasa mual dan muntah. Tujuan : Mempertahankan keseimbangan volume cairan dengan kriteria : Klien tidak diare. Nafsu makan baik. Klien tidak mual dan muntah. Intervensi : 1) Monitor tanda-tanda vital. Rasional : Merupakan indicator secara dini tentang hypovolemia. 2) Monitor intake dan out put dan konsentrasi urine. Rasional : Menurunnya out put dan konsentrasi urine akan meningkatkan 3) kepekaan/endapan sebagai salah satu kesan adanya dehidrasi dan membutuhkan peningkatan cairan. 4) Beri cairan sedikit demi sedikit tapi sering. Rasional : Untuk meminimalkan hilangnya cairan. b. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh, ditandai dengan : Suhu tubuh di atas normal. Frekuensi pernapasan meningkat. Distensi abdomen. Nyeri tekan daerah titik Mc. Burney Leuco > 10.000/mm3 Tujuan : Tidak akan terjadi infeksi dengan kriteria : Tidak ada tanda-tanda infeksi post operatif (tidak lagi panas, kemerahan).

Intervensi : 1) Bersihkan lapangan operasi dari beberapa organisme yang mungkin ada melalui prinsip-prinsip pencukuran. Rasional : Pengukuran dengan arah yang berlawanan tumbuhnya rambut akan mencapai ke dasar rambut, sehingga benar-benar bersih dapat terhindar dari pertumbuhan mikro organism. 2) Beri obat pencahar sehari sebelum operasi dan dengan melakukan klisma. Rasional : Obat pencahar dapat merangsang peristaltic usus sehingga bab dapat lancar. Sedangkan klisma dapat merangsang peristaltic yang lebih tinggi, sehingga dapat mengakibatkan ruptura apendiks. 3) Anjurkan klien mandi dengan sempurna. Rasional : Kulit yang bersih mempunyai arti yang besar terhadap timbulnya mikro organisme. 4) HE tentang pentingnya kebersihan diri klien. Rasional : Dengan pemahaman klien, klien dapat bekerja sama dalam pelaksaan tindakan. c. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal, ditandai dengan : Pernapasan tachipnea. Sirkulasi tachicardia. Sakit di daerah epigastrum menjalar ke daerah Mc. Burney Gelisah. Klien mengeluh rasa sakit pada perut bagian kanan bawah. Tujuan : Rasa nyeri akan teratasi dengan kriteria : Pernapasan normal. Sirkulasi normal. Intervensi : 1) Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karasteristik nyeri. Rasional : Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan merupakan indiaktor secara dini untuk dapat memberikan tindakan selanjutnya. 2) Anjurkan pernapasan dalam. Rasional : Pernapasan yang dalam dapat menghirup O2 secara adekuat sehingga otototot menjadi relaksasi sehingga dapat mengurangi rasa nyeri 3) Lakukan gate control. Rasional : Dengan gate control saraf yang berdiameter besar merangsang saraf yang berdiameter kecil sehingga rangsangan nyeri tidak diteruskan ke hypothalamus.

4) Beri analgetik. Rasional : Sebagai profilaksis untuk dapat menghilangkan rasa nyeri (apabila sudah mengetahui gejala pasti). d. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan informasi kurang. Ditandai dengan : Gelisah. Wajah murung. Klien sering menanyakan tentang penyakitnya. Klien mengeluh rasa sakit. Klien mengeluh sulit tidur Tujuan : Klien akan memahami manfaat perawatan post operatif dan pengobatannya. Intervensi : 1) Jelaskan pada klien tentang latihan-latihan yang akan digunakan setelah operasi. Rasional : Klien dapat memahami dan dapat merencanakan serta dapat melaksanakan setelah operasi, sehingga dapat mengembalikan fungsi-fungsi optimal alat-alat tubuh. 2) Menganjurkan aktivitas yang progresif dan sabar menghadapi periode istirahat setelah operasi. Rasional : Mencegah luka baring dan dapat mempercepat penyembuhan. 3) Disukusikan kebersihan insisi yang meliputi pergantian verband, pembatasan mandi, dan penyembuhan latihan. Rasional : Mengerti dan mau bekerja sama melalui teraupeutik dapat mempercepat proses penyembuhan. e. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun. Ditandai dengan : Nafsu makan menurun Berat badan menurun Porsi makan tidak dihabiskan Ada rasa mual muntah Tujuan : klien mampu merawat diri sendiri Intervensi : 1) Kaji sejauh mana ketidakadekuatan nutrisi klien Rasional : menganalisa penyebab melaksanakan intervensi. 2) Perkirakan / hitung pemasukan kalori, jaga komentar tentang nafsu makan sampai minimal Rasional : Mengidentifikasi kekurangan / kebutuhan nutrisi berfokus pada masalah membuat suasana negatif dan mempengaruhi masukan. 3) Timbang berat badan sesuai indikasi Rasional : Mengawasi keefektifan secara diet.

4) Beri makan sedikit tapi sering Rasional : Tidak memberi rasa bosan dan pemasukan nutrisi dapat ditingkatkan. 5) Anjurkan kebersihan oral sebelum makan Rasional : Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan 6) Tawarkan minum saat makan bila toleran. Rasional : Dapat mengurangi mual dan menghilangkan gas. 7) Konsul tetang kesukaan/ketidaksukaan pasien yang menyebabkan distres. Rasional : Melibatkan pasien dalam perencanaan, memampukan pasien memiliki rasa kontrol dan mendorong untuk makan. Memberi makanan yang bervariasi Rasional : Makanan yang bervariasi dapat meningkatkan nafsu makan klien. f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan. Ditandai dengan : Kuku nampak kotor Kulit kepala kotor Klien nampak kotor Tujuan : klien mampu merawat diri sendiri Intervensi : 1) Mandikan pasien setiap hari sampai klien mampu melaksanakan sendiri serta cuci rambut dan potong kuku klien. Rasional : Agar badan menjadi segar, melancarkan peredaran darah dan meningkatkan kesehatan. 2) Ganti pakaian yang kotor dengan yang bersih. Rasional : Untuk melindungi klien dari kuman dan meningkatkan rasa nyaman 3) Berikan HE pada klien dan keluarganya tentang pentingnya kebersihan diri. Rasional : Agar klien dan keluarga dapat termotivasi untuk menjaga personal hygiene. 4) Berikan pujian pada klien tentang kebersihannya. Rasional : Agar klien merasa tersanjung dan lebih kooperatif dalam kebersihan 5) Bimbing keluarga / istri klien memandikan Rasional : Agar keterampilan dapat diterapkan 6) Bersihkan dan atur posisi serta tempat tidur klien. Rasional : Klien merasa nyaman dengan tenun yang bersih serta mencegah terjadinya infeksi.

You might also like