You are on page 1of 13

ASPEK ETIK & LEGAL DALAM PELAYANAN KEPERAWATAN A.

PRINSIP-PRINSIP ETIKA KEPERAWATAN Etika (Yunani kuno: ethikos, berarti timbul dari kebiasaan) adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Menurut Bertens (1993:13), etika adalah studi tentang nilai-nilai manusiawi tentang kebenaran dan ketidakbenaran yang didasarkan atas kodrat manusia, yang bermanifestasi dalam kehendak manusia. Etik merupakan studi tentang perilaku, karakter dan motif yang baik serta ditekankan pada penetapan apa yang baik dan berharga bagi semua orang. Prinsip-prinsip yang terkandung dalam etika keperawatan : 1. Otonomi (Autonomy) Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hakhak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya. 2. Berbuat baik (Beneficience) Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan, memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi. 3. Keadilan (Justice) Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapai yang sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.

4. Tidak merugikan (Nonmaleficience) Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien. 5. Kejujuran (Veracity) Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprensensif, dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya selama menjalani perawatan. Walaupun demikian, terdapat beberapa argument mengatakan adanya batasan untuk kejujuran seperti jika kebenaran akan kesalahan prognosis klien untuk pemulihan atau adanya hubungan paternalistik bahwa doctors knows best sebab individu memiliki otonomi, mereka memiliki hak untuk mendapatkan informasi penuh tentang kondisinya. Kebenaran merupakan dasar dalam membangun hubungan saling percaya. 6. Menepati janji (Fidelity) Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia klien. Ketaatan, kesetiaan, adalah kewajiban seseorang untuk mempertahankan komitmen yang dibuatnya. Kesetiaan, menggambarkan kepatuhan perawat terhadap kode etik yang menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan. 7. Kerahasiaan (Confidentiality) Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada seorangpun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh klien dengan bukti persetujuan. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan, menyampaikan pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan lain harus dihindari.

8. Akuntabilitas (Accountability) Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang profesional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali. B. ETHICAL ISSUE DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN Menurut Rosdahal (1999: 45-46), masalah isu etik dan moral yang sering terjadi dalam praktek keperawatan professional meliputi : 1. Organ transplantation (transplantasi organ). Banyak sekali kasus dimana tim kesehatan berhasil mencangkokan organ terhadap klien yang membutuhkan. Dalam kasus tumor ginjal, truma ginjal atau gagal ginjal CRF (chronic Renal Failure), ginjal dari donor ditransplantasikan kepada ginjal penerima (recipient). Masalah etik yang muncul adalah apakah organ donor bisa diperjual-belikan?, bagaimana dengan hak donor untuk hidup sehat dan sempurna, apakah kita tidak berkewajiban untuk menolong orang yang membutuhkan padahal kita bisa bertahan dengan satu ginjal. Apakah penerima berhak untuk mendapatkan organ orang lain, bagaimana dengan tim operasi yang melakukanya apakah sesuai dengan kode etik profesi?, bagaimana dengan organ orang yang sudah meninggal, apakah diperbolehkan orang mati diambil organnya?. Semua penelaahan donor organ harus diteliti dengan kajian majelis etik yang terdiri dari para ahli di bidangnya. Majelis etik bisa terdiri atas pakar terdiri dari dokter, pakar keperawatan, pakar agama, pakar hukum atau pakar ilmu sosial. Secara medis ada persyaratan yang harus dipenuhi untuk melakukan donor organ tersebut. Diantaranya adalah memiliki DNA, golongan darah, jenis antigen yang cocok anatara Donor dan resipien, tidak terjadi reaksi penolakan secara antigen dan antibodi oleh resipien, harus dipastikan apakah sirkulasi, perfusi dan metabolisme organ masih berjalan dengan baik dan belum mengalami kematian (nekrosis). Hal ini akan berkaitan dengan isu mati klinis dan informed consent. Perlu adanya saksi yang disahkan secara hukum bahwa organ seseorang atau keluarganya didonorkan pada keluarga lain agar dikemudian hari tidak ada masalah hukum. Biasanya ada sertifikat yang menyertai bahwa organ tersebut sah dan legal. Pada kenyataannya perangkat hukum dan undang-undang mengenai donor organ di Indonesia belum selengkap di luar negeri sehingga operasi donor organ untuk klien Indonesia lebih banyak dilakukan di Singapura, China atau Hongkong.

2. Determination of clinical death (perkiraan kematian klinis) Masalah etik yang sering terjadi adalah penentuan meninggalnya seseorang secara klinis. Banyak kontroversi ciri-ciri dalam menentukan mati klinis. Hal ini berkaitan dengan pemanfaatan organ-organ klien yang dianggap sudah meninggal secra klinis. Menurut rosdahl (1999), kriteria kematian klinis (brain death) di beberapa Negara Amerika ditentukan sebagai berikut : a. Penghentian nafas setlah berhentinya pernafasan artifisal selama 3 menit (inspirasiekspiorsai) b. Berhentinya denyut jantung tanpa stikulus eksternal c. Tidak ada respon verbal dan nonverbal terhadap stimulus eksternal d. Hilangnya refleks-refleks (cephalic reflexes) e. Pupil dilatasi f. Hilangnya fungsi seluruh otak yang bisa dibuktikan dengan EEG 3. Quality of Life (kualitas dalam kehidupan) Masalah kulitas kehidupan sering kali menjadi masalah etik. Hal ini mendasari tim kesehatan untuk mengambil keputusan etis. Apakah seorang klien harus mendapatkan intervensi atau tidak. Sebagai contoh bagaiamana bila di suatu tempat tidak ada donor yang bersedia dan tidak ada tenaga ahli yang dapat memberikan tindakan tertentu?. Siapa yang berhak memutuskan tindakan keperawatan pada klien yang mengalami koma. Siapa boleh memutuskan untuk menghentikan resusitasi?, Beberapa hal berikut dapat dijadikan pertimbangan misalnya apabila klien sudah mampu untuk bekerja, apabila klien sudah berfungsi secara fisik, berdasarkan usia, berdasarkan manfaat terhadap masyarakat, berdasarkan kepuasaan atau kegembiraan klien, kemampuan untuk menolong dirinya sendiri, pendapat keluarga klien terdekat atau penanggung jawab klien. Contoh kasus apakah klien TBC tetap kita bantu untuk minum obat padahal ia masih mampu untuk bekerja?, kalau ada dua klien bersamaan yang membutuhkan satu alat siapa yang didahulukan ?, Apabila banyak klien lain membutuhkan alat tetapi alat tersebut sedang digunakan oleh klien orang kaya yang tidak ada harapan sembuh apa yang harus dilakukan perawat ?, apabila klien kanker merasa gembira untuk tidak meneruskan pengobatan bagaiaman sikap perawat?, Bila klien harus segera amputasi tetapi klien tidak sadar siapakah yang harus memutuskan?.

4. Ethical issues in treatment (isu masalah etik dalam tindakan keperawatan) Apabila ada tindakan yang membutuhkan biaya besar apakah tindakan tersebut tetap dilakukan meslipun klien tersebut tidak mampu dan tidak mau ?, apabila tim kesehatan yang memutuskan maka hal ini dikenal dengan mencari keuntungan atau berbuat kerusakan (Beneficience), Apabila klien yang memutuskan maka hal ini mungkin termasuk hak otonomi klien (autonomy), dapatkah klien menolak sesuatu. Masalah-masalah etik yang sering muncul seperti : a. Klien menolak pengobatan atau tindakan yang direkomendasikan (refusal of treatment) misalnya menolak fototerapi, menolak operasi, menolak NGT, menolak dipasang kateter b. Klien menghentikan pengobatan yang sedang berlangsung (withdrawl of treatment) misalnya DO berobat pada TBC, DO kemoterapi pada kanker c. Witholding treatment misalnya menunda pengobatan karena tidak ada donor atau keluarga menolak misalnya transplantasi ginjal atau cangkok jantung. 5. Euthanasia (masalah mengakhiri kehidupan dengan maksud menolong) Euthanasia sering disebut dengan Mercy Killing yang diartikan sebagai sutu cara mengambil kehidupan klien untuk menghentikan penderitaan yang dihadapi klien tersebut. Hal ini dapat pula diartikan sebagai proses pengunduran diri atau menghentikan intervensi tertentu dalan keadan kritis dengan maksud untuk mengurangi penderitaan klien. Terminology lain yang digunakan adalah assited suicide dimana pandangan hukum di Negara barat terhadap kasus ini berbeda-beda. Di Indonesia euthanasia Killing mutlak tidak diperbolehkan dengan alasan apapun. C. PRINSIP-PRINSIP LEGAL DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN Fungsi Hukum dalam Praktek Keperawatan adalah sebagai berikut: 1. Hukum memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan mana yang sesuai dengan hukum. 2. Membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi yang lain. 3. Membantu menentukan batas-batas kewenangan tindakan keperawatan mandiri. 4. Membantu dalam mempertahankan standar praktek keperawatan dengan meletakkan posisi perawat memiliki akuntabilitas di bawah hukum (Kozier, Erb, 2000)

Prinsip legal dalam Praktik Keperawatan antara lain: 1. Malpraktek Malpraktek adalah praktek kedokteran/keperawatan yang salah atau tidak sesuai dengan standar profesi atau standar prosedur oprasional, untuk malpraktek keperawatan juga dapat dikenai hukum kriminal. Malpraktek kriminal terjadi ketika seorang perawat yang menangani sebuah kasus telah melanggar undang-undang hukum pidana. Perbuatan ini termasuk ketidakjujuran, kesalahan dalam rekam medis, penggunaan obat-obatan ilegal, pelanggaran dalam sumpah keperawatan, perawat yang lalai,dan tindakan pelecehan seksual pada pasien . 2. Negleeted (Kelalaian) Kelalaian bukanlah suatu kejahatan. Seorang perawat dikatakan lalai jika ia bertindak tak acuh, tidak memperhatikan kepentingan orang lain sebagaimana lazimnya. Akan tetapi, jika kelalaian itu telah mencapai suatu tingkat tertentu sehingga tidak memperdulikan jiwa orang lain maka hal ini akan membawa akibat hukum, apalagi jika sampai merenggut nyawa, maka hal ini dapat digolongkan sebagai kelalaian berat (culpa lata). 3. Pertanggunggugatan dan Pertanggungjawaban a) Pertanggunggugatan Yaitu suatu tindak gugatan apabila terjadi suatu kasus tertentu. Contoh: Ketika dokter memberi instruksi kepada perawat untuk memberikan obat kepada pasien tapi ternyata obat yang diberikan itu salah dan mengakibatkan penyakit pasien menjadi tambah parah dan dapat merenggut nyawanya. Maka pihak keluarga pasien berhak menggugat dokter atau perawat tersebut . b) Pertanggungjawaban Yaitu suatu konsekuensi yang harus diterima seseorang atas perbuatannya. Contoh: Jika ada kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh perawat dan pihak keluarga pasien tidak terima karena kondisi pasien semakin parah maka, perawat akan bertanggung jawab atas kesalahan atau kelalaiannya .

D. PERLINDUNGAN DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN Berikut beberapa undang undang tentang praktik keperawatan yang berlaku saat ini adalah : 1. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1239/MENKES/SK/XI/2001tentang Registrasi dan Praktek Perawat (sebagai revisi dari SK No. 647/MENKES/SK/IV/2000) a. BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 : Dalam ketentuan menteri ini yang dimaksud dengan : Perawat adalah orang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Surat ijin perawat selanjutnya disebut SIP adalah bukti tertulis pemberian Surat ijin kerja selanjutnya disebut SIK adalah bukti tertulis untuk kewenangan untuk menjalankan pekerjaan keperawatan diseluruh Indonesia. menjalankan pekerjaan keperawatan di seluruh wilayah Indonesia. b. BAB III perizinan, Pasal 8, ayat 1, 2, & 3 : SIPP Pasal 9, ayat 1 SIK sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat 2 diperoleh dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Pasal 10 Pasal 12 SIPP sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat 3 diperoleh dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. SIK hanya berlaku pada 1 (satu) sarana pelayanan kesehatan. Perawat dapat melaksanakan praktek keperawatan pada sarana pelayanan perawat yang melaksanakan praktek keperawatan pada sarana pelayanan Perawat yang melakukan praktek perorangan/berkelompok harus memiliki kesehatan, praktek perorangan atau kelompok. kesehatan harus memiliki SIK

tinggi. Pasal 13

SIPP hanya diberikan kepada perawat yang memiliki pendidikan ahli madya

keperawatan atau memiliki pendidikan keperawatan dengaan kompetensi yang lebih Surat ijin praktek Perawat selanjutnya disebut SIPP adalah bukti tertulis

yang diberikan perawat untuk menjalankan praktek perawat. Rekomendasi untuk mendapatkan SIK dan atau SIPP dilakukan melalui

penilaian kemampuan keilmuan dan keterampilan bidang keperawatan, kepatuhan terhadap kode etik profesi serta kesanggupan melakukan praktek keperawatan. Pasal 15 Perawat dalam melaksanakan praktek keperawatan berwenang untuk : Melaksanakan asuhan keperawatan meliputi pengkajian, penetapan diagnosa

keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan. Tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada butir (i) meliputi: intervensi keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan. profesi. Pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakuakn berdasarkan permintan tertulis dari dokter. Pengecualian pasal 15 adalah pasal 20 : Dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa pasien/perorangan, perawat berwenang untuk melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15. Pasal 21 Perawat yang menjalankan praktek perorangan harus mencantum SIPP di Perawat yang menjalankan praktek perorangan tidak diperbolehkan ruang prakteknya. memasang papan praktek. Pelayanan dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 ditujukan untuk penyelamatan jiwa. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksudhuruf (i) dan (ii) harus sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan organisasi

Pasal 31 Perawat yang telah mendapatkan SIK atau SIPP dilarang : Menjalankan praktek selain ketentuan yang tercantum dalam izin tersebut. Melakukan perbuatan bertentangan dengan standar profesi. Bagi perawat yang memberikan pertolongan dalam keadaan darurat atau

menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada tenaga kesehatan lain, dikecualikan dari larangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 butir a. 2. UU Kesehatan No. 23 tahun 1992 merupakan UU yang banyak memberi kesempatan bagi perkembangan keperawatan termasuk praktik keperawatan profesional, kerena dalam UU ini dinyatakan tentang standar praktik, hak-hak pasien, kewenangan, maupun perlindungan hukum bagi profesi kesehatan termasuk keperawatan. Beberapa pernyataan UU Kesehatan No. 23 tahun 1992 yang dapat dipakai sebagai acuan pembuatan UU Praktik Keperawatan adalah: a. Pasal 50 ayat 1 menyatakan bahwa tenaga kesehatan bertugas menyelengarakan atau melaksakan kegiatan sesuai dengan bidang keahlian dan kewenangannya. b. Pasal 53 ayat 1 mengatakan; Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya. c. Pasal 53 ayat 3 menyatakan bahwa; Tenaga kesehatan, untuk kepentingan pembuktian, dapat melakukan tindakan medis terhadap seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan. d. Pasal 53 ayat 4 menyebutkan bahwa ketentuan mengenai standar profesi dan hakhak pasien ditetapkan dengan peraturan pemerintah. 3. UU nomer 36 tahun 2009 pasal 23 ayat 5 tentang kesehatan menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang izin dan penyelenggaraan praktik perawat 4. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.02.02/Menkes/148/I/2010 tentang izin penyelenggaraan praktik perawat. E. CONTOH KASUS PELANGGARAN LEGAL ETIKA DI LINGKUNGAN RS Contoh-contoh kasus pelanggaran legal etik yang sering terjadi di lingkungan rumah sakit : 1. Perawat di ruangan lupa mempersiapkan kelengkapan dokumen seperti informed consent pada pasien yang akan dioperasi, 2. Perawat menceritakan/ membocorkan rahasia tentang penyakit pasien kepada pasien lain atau keluarga pasien lain. 9

3. Perawat mengikat pasien (restrain) pasien yang gelisah tanpa memberikan penjelasan kepada keluarga pasien tentang tujuan dilakukan pengikatan (restrain). 4. Perawat melakukan kesalahan dalam pemberian obat baik dosis, orang, tanggal kadaluarsa yang dapat membahayakan pasien, serta tidak memberikan informasi mengenai kegunaan obat efek samping obat. 5. Perawat tidak menjelaskan prosedur mengenai tindakan yang akan diberikan kepada pasien Komentar mengenai kasus : Berdasarkan kasus-kasus di atas, perawat telah melanggar etik legal sebagai seorang perawat, yaitu :. 1. Respect of Autonomy Perawat telah melanggar Respect of autonomy meliputi dari pasien : tidak privasi pasien, tidak melindungi Menyampaikan kebenaran, tidak menghormati 2. Beneficience Prinsip beneficence adalah suatu kewajiban moral untuk bertindak demi keuntungan orang lain. Sedangkan dalam kasus ini, Perawat melakukan kesalahan dalam pemberian obat yang membahayakan pasien. 3. Non-Maleficence (Prinsip tidak merugikan) Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien. 4. Keadilan (Justice) Prinsip ini dilanggar karena perawat bekerja tidak sesuai standar praktek / standar prosedur operasional dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan. 5. Kerahasiaan (Confidentiality) Perawat melanggar aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada seorangpun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh klien dengan bukti persetujuan. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan, menyampaikan pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan lain harus dihindari.

kerahasiaan informasi, tidak mendapat izin untuk melakukan tindakan

10

Pada

tindakan

yang

perawat

lakukan

melanggar

Kepmenkes

RI

No.

1239/Menkes/SK/XI/2001. Pasal 16 a melakukan praktik keperawatan tidak sesuai dengan kewajiban perawat yaitu tidak memberikan informasi kepada klien. Referensi : Barbara kozier, 2000, Fundamental of nursing. Jakarta: EGC Bertens, 1993, Etika Profesi. Jakarta :EGC http://blogs.unpad.ac.id/k2_nurse/?tag=etika-keperawatan http://www.gizikia.depkes.go.id/wp-content/uploads/2011/04/permenkes-no-148ttg-praktik-pwt-2010.pdf http://kapukpkusolo.blogspot.com/2010/10/etika-dan-hukum-keperawatan.html

11

ASPEK ETIK & LEGAL DALAM PELAYANAN KEPERAWATAN

OLEH KELOMPOK V PROGSUS B4 : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. I KOMANG ADI NURJAYANA I. A. ANOM ARI LESTARI KETUT DARSANA KADEK SANJAYA I WAYAN PARMITA NI WAYAN RENITI DEWA SUTARKA NGURAH WARDANA (11.322.1343) (11.322.1345) (11.322.1348) (11.322.1349) (11.322.1358) (11.322.1360) (11.322.1372) (11.322.1375)

12

STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI TAHUN 2011

13

You might also like