You are on page 1of 23

Tugas Kuliah Nathanael Hartono by Yessica

Akibat Hukum Dari Perceraian Bagi Anak Minderjarig dan Anak Meerdejarig Dalam Perkawinan

disusun oleh

Nathanael Hartono NIM. xxx-xxxx-xxx

Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul 2011

Tugas Kuliah Nathanael Hartono by Yessica


DAFTAR ISI

BAB I Pendahuluan Latar Belakang Permasalahan . 1 1` 2

BAB II Pembahasan Landasan Teori Perwalian . 3 3

. 5 11

Hak Asuh dan Pemeliharaan Anak

BAB III Penutup .. 20

Kesimpulan .. 20 Saran .. 22

BAB I
2

Tugas Kuliah Nathanael Hartono by Yessica


PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Perkawinan menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 tahun 1974 merupakan ikatan lahir batin antara seorang perempuan sebagai istri, dengan seorang laki-laki sebagai suami untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa. Dari ketentuan tersebut, diharapkan perkawinan yang terjadi untuk membentuk keluarga dan mendapatkan keturunan yang bahagia, seyogyanya terdiri atas ayah, ibu dan anak-anaknya. Namun seiring berkembangnya jaman, perkawinan dalam budaya timur yang dianggap sakral dan seumur hidup mengalami guncangan. Era globalisasi menyebabkan pengaruh budaya barat berasimilasi dalam kehidupan sehari-hari; akibatnya berdampak pada budaya berumah tangga itu sendiri. Perpisahan secara emosional dan fisik, yang selanjutnya ditindaklanjuti melalui perpisahan secara hukum (perceraian) jadi hal yang tidak tabu lagi di masyarakat1 yang beberapa dekade sebelumnya masih mengagungkan sakralnya nilai perkawinan dan persatuan keluarga. Kasus perceraian di Jakarta terbilang tinggi berdasarkan data Direktorat Jendral Badan Peradilan Mahkamah Agung, pada tahun 2007 kasus perceraian mencapai 6.218 kasus: istri menggugat cerai suami 3.482 kasus dan suami menggugat cerai istri 2.115 kasus. Pada tahun 2008 data itu mengalami peningkatan, dengan 5.193 total kasus perceraian: terdiri dari 3.105 istri yang menggugat cerai suami

Ketika Cerai Mudah Terucap, tersedia di: http://bataviase.co.id/node/155564 , 4 April 2010

Tugas Kuliah Nathanael Hartono by Yessica


dan 1.462 suami menggugat cerai istri, dari hal ini 70% gugatan perceraian dilayangkan oleh istri.2 Secara hukum, pasangan suami-istri yang sudah bertekad dan bersikeras untuk berpisah akan tetap diusahakan untuk berdamai3, yang apabila proses mediasi itu gagal maka baru dilanjutkan proses hukum untuk bercerai. Ketika perceraian itu

direalisasikan, timbul dampak/akibat hukum bagi pihak yang terlibat di dalam perkawinan itu baik langsung maupun tidak langsung: keluarga besar (saudara dan orang tua) dari si suami dan si istri, dan terutama bagi anak yang dihasilkan dalam perkawinan tersebut. Perlu dipahami dahulu siapa yang dimaksud dengan anak dalam perkawinan yang, saat dilahirkan ayah dan ibunya terikat dalam perkawinan. Dalam hal ini saya batasi permasalahan untuk perkawinan sesama WNI non muslim, baru kemudian dapat dijabarkan bagaimana dampak/akibat hukum bagi si anak ketika orang tuanya bercerai.

B. Permasalahan Apa dampak hukum yang terjadi pada anak dari perkawinan yang putus cerai, ditinjau dari: (a) pengasuhan anak minderjarig? (b) pengasuhan anak meerderjarig BAB II PEMBAHASAN
2 3

Faktor Ekonomi Pemicu Perceraian, tersedia di: http://www.republika.co.id/berita/regional/ 11 Mei 2011 Herzienne Indlans Reglement Pasal 130 jo Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 tahun 1974 Pasal 39

Tugas Kuliah Nathanael Hartono by Yessica

A. Landasan Teori Putusnya perkawinan dapat disebabkan oleh kematian, perceraian, dan putusan hakim4, dan setelah putusan cerai inkracht si (mantan) suami tidak ada hubungan hukum apa-apa lagi dengan (mantan) istrinya dan keduanya tidak dapat menjadi salah satu ahli waris dari yang lain. Namun demikian hukum tidak mengenal yang namanya bekas anak5. Anak-anak yang lahir dari ikatan perkawinan yang sah, sekalipun sudah putus secara hukum, dilindungi kepentingannya oleh Undang-Undang. Beberapa diantaranya yang membahas mengenai anak dan kesejahteraan dan/atau hak dalam keluarga: - Undang-Undang tentang Perkawinan nomor 1 tahun 1974, - Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak,
- Convention on The Rights of Child tahun 1989, diratifikasi dengan Keputusan

Presiden nomor 36 tahun 1990,


- dan Undang-Undang Perlindungan Anak nomor 23 tahun 2003.

Sekalipun terdapat banyak peraturan dari hukum positif yang berusaha menjamin kesejahteraan dan hak anak, perlu diingat bahwa penerapannya membutuhkan asas lex specialis derogat generali guna mengaplikasi peraturan mana yang paling tepat untuk diterapkan bagi anak yang kedua orang tuanya bercerai.

4 5

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 tahun 1974, Pasal 38 Tidak Ada Yang Namanya Mantan Anak dan Mantan Orang Tua Dalam Hukum, Reza Indragiri Amriel, tersedia di http://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/8029-tak-ada-mantan-anak-dan-mantan-orangtua, 1 Juli 2011

Tugas Kuliah Nathanael Hartono by Yessica


Perceraian hanya dapat dilakukan dengan adanya cukup alasan yang dibenarkan peraturan perundang-undangan atau hukum positif saat itu, yang dalam Peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 1975 tentang Perkawinan tentang Pelaksanaan UndangUndang Republik Indonesia nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 19 disebutkan bahwa perceraian dapat terjadi karena alasan: a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemakai obat-obatan terlarang dan sejenisnya, yang sukar disembuhkan, b. Salah satu pihak meninggalkan pihak yang lain selama dua tahun berturut-turut tanpa ijin pihak lain dan tanpa alasan sah atau hal lain diluar kemampuannya, c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara sekurang-kurangnya lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan itu berlangsung, d. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga,
e. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan pihak lain, dan f. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai suami, atau sebagai istri.

Perwalian dalam mengasuh anak melalui kewenangan salah satu pihak, baik istri maupun suami, dalam sistem Burgerlijk Wetboek memiliki beberapa asas:
1. Asas Ondeelbaarheid:

Tugas Kuliah Nathanael Hartono by Yessica


Pada setiap perwalian hanya ada satu wali sebagaimana tercantum dalam Burgerlijk Wetboek Pasal 331. Asas ini tidak dapat dibagi, mempunyai pengecualian dua hal yakni:
-

Jika perwalian dilakukan oleh ibu sebagai orang tua yang hidup paling lama, dan kalau ia kawin lagi maka suaminya menjadi medevoogd (Pasal 351 Burgerlijk Wetboek),

Jika

sampai

ditunjuk

pelaksanaan

pengurusan/bewindvoerder

yang

mengurus barang-barang dan/kekayaan minderjarig diluar Indonesia, maka berdasarkan Pasal 361 Burgerlijk Wetboek. 2. Asas Persetujuan Keluarga: Keluarga harus dimintai persetujuan tentang perwalian. Dalam hal ini keluarga apabila tidak ada maka diperlukan persetujuan dari anggota keluarga lain dalam garis lurus keatas, sedangkan apabila pihak keluarga kalau tidak datang sesudah diadakan panggilan maka dapat dituntut berdasarkan Pasal 524 Burgerlijk Wetboek.

B. Pembahasan Perceraian merupakan bagian dari perkawinan, sebab tidak ada perceraian tanpa diawali perkawinan terlebih dahulu. Perkawinan yang merupakan awal hidup bersama antara satu orang pria dengan satu orang perempuan diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dalam semua tradisi hukum, perkawinan merupakan

Tugas Kuliah Nathanael Hartono by Yessica


kontrak/perjanjian brdasarkan persetujuan sukarela yang bersifat pribadi antara pria dan perempuan untuk jadi suami istri6. Pada dasarnya perkawinan bersifat kekal selama-lamanya namun adakalanya karena sebab tertentu mengakibatkan perkawinan itu tidak dapat lagi diteruskan sehingga harus berujung pada perceraian. Penghapusan perkawinan dengan putusan hakim, perceraian membutuhkan tuntutan dari salah satu pihak7. Secara hukum diatur orang tua yang bercerai, maka anak-anaknya tetap menjadi kewajiban daripadanya untuk dirawat, diberi pendidikan dan nafkah demi kepentingan anak tersebut8. Dilihat dari segi hukum, perkawinan merupakan suatu bentuk perjanjian, karena: 1. cara mengadakan ikatan perkawinan diatur melalui akad nikah dengan syarat tertentu, dan 2. cara menguraikan dan/atau memutus ikatan perkawinan pun telah diatur

Akibat dari adanya perkawinan yang sah ialah timbulnya hubungan suami istri itu sendiri, dan hubungan hukum suami istri terhadap anak sah yang dilahirkan dari perkawinan tersebut. Keberadaan anak menimbulkan orang tua punya hak dan kewajiban yang disebut sebagai kekuasaan orang tua. Menurut Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, putusnya perkawinan antara kedua orang tua tidak menimbulkan perwalian, tetapi pemeliharaan anak; terhadap anak dibawah usia delapan belas tahun atau yang belum menikah.

6 7

Rifyal Kabah, Permasalahan Perkawinan, Varia Peradilan, No 271, IKAHI, edisi Juni 2008 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Internusa, 1994 8 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 tahun 1974, Pasal 41

Tugas Kuliah Nathanael Hartono by Yessica


Pengadilan dapat mewajibkan pada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan suatu kewajiban bagi bekas suami dalam merawat dan memenuhi kebutuhan anaknya dari perkawinan yang diputus cerai. Kewajiban orang tua itu terutama berisi kewajiban untuk mendidik dan memelihara anak (Zulfa Djoko Basuki). Selebihnya, akibat adanya perpisahan harta gono-gini orang tuanya, Hakim dalam putusannya mengenai harta gono-gini dapat mengadili anak diberikan asset dan/atau kekayaan. Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur delapan belas tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, kecuali apabila kepentingan anak itu menghendakinya9. Putusnya perkawinan lebih lanjut, dalam Undang-Undang

Perkawinan diatur mengenai hal-hal sebagai berikut: 1. Baik Ibu atau bapak dari anak tersebut berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, berdasarkan kepentingan anak bila ada perselisihan mengenai penguasaan anak, agar Pengadilanlah yang memberi keputusan,
2. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan

yang diperlukan anak itu, bilamana ia dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut maka Pengadilan dapat menentukan bahwa Ibunya turut memikul biaya tersebut,
3. Pengadilan bisa mewajibkan pada bekas suami untuk memberikan biaya

penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istrinya dalam mengurus dan merawat anak.
9

Subekti R., Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Penerbit Intermasa, 1983

Tugas Kuliah Nathanael Hartono by Yessica

Hak Anak Arif Gosita menyebutkan, perlindungan anak adalah suatu usaha konkret dalam melindungi anak agar dapat melaksanakan hak dan kewajibannya. Hukum

perlindungan anak merupakan aturan tertulis dan tidak tertulis yang menjamin agar anak benar-benar mendapat akses melaksanakan hak dan kewajibannya. Pasal 2 dari Undang-Undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak merumuskan hal-hal berikut: anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarga maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan yang wajar10, baik masih di dalam kandungan maupun tidak, terhadap lingkungan yang dapat membahayakan dan menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak secara tidak wajar termasuk didalamnya akibat dari perceraian orang tuanya.11 Mengenai pengertian ANAK, tidak ada definisi yang jelas tentang ini dalam Burgerlijk Wetboek. Pada pasal 330 BW disebutkan: belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur dua puluh satu tahun dan tidak kawin sebelumnya. Bila ditilik melalui beberapaYurisprudensi tetap Mahkamah Agung Republik Indonesia, tidak ada keseragaman mengenai batas kedewasaan. Sebagai gambaran dalam Putusan Mahkamah Agung nomor 53 K/sip/125 tertanggal 1 Juni 1955 dinyatakan bahwa lima belas tahun dianggap sudah dewasa untuk kasus yang terjadi di
10 11

Santy Dellyana, Wanita dan Anak di Mata Hukum, Yogyakarta: Liberty, 1998 Sholeh Soeaidy dan Zulkhair, Dasar Hukum Perlindungan Anak, Jakarta: CV Novindo Pustaka Mandiri, 2001

10

Tugas Kuliah Nathanael Hartono by Yessica


wilayah Bali. Berbeda dengan Putusan Mahkamah Agung berikutnya, nomor 601 K/sip/1976 tanggal 18 November 1976 dalam perkara dimana umur dua puluh tahun dianggap dewasa untuk perkara yang terjadi di daerah Jakarta. Undang-Undang nomor 1 tahun 1974, memiliki batasan berbeda-beda untuk seseorang dinyatakan sebagai anak-anak. Pasal 47 ayat (1) menyebutkan bahwa anak yang belum mencapai umur delapan belas tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut kekuasaannya. Hal ini tidak sama dengan Convention on The Rights of The Child yang diratifikasi Indonesia tanggal 25 Agustus 1990 yang tujuannya melindungi anak dari perlakuan salah, eksploitasi, dan penelantaran. Pada pasal 1 Konvensi Perlindungan Hak Anak ini disebutkan anak adalah manusia dibawah umur delapan belas tahun, kecuali menurut Undang-Undang yang berlaku pada anak kedewasaan dicapai lebih awal melalui pernikahan. Lebih lanjut, Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengatur bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan (pasal 1). Dari segi hukum adat sendiri tidak ada ketentuan pasti kapan seseorang dianggap dewasa12, namun diukur melalui atribut sebagai berikut: 1. Dapat bekerja sendiri (menggarap ladang, membajak sawah, dll),
2. Cakap melakukan apa yang disyaratkan dalam kehidupan bermasyarakat

(contoh masyarakat adat Nias untuk anak laki-laki yang akil balig), 3. Mengurus harta kekayaannya sendiri.
12

Nirzam, Kewajiban Orang Tua Laki-Laki (Ayah) Atas Biaya Nafkah Anak Sah Setelah Terjadinya Perceraian, Semarang: Universitas Diponegoro, theses, 2005.

11

Tugas Kuliah Nathanael Hartono by Yessica

Namun menurut hemat saya, dalam hal ini seorang anak dibilang masih anak-anak (dibawah umur) seharusnya mengikuti Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Convention on The Rights of The Child dari UNICEF Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang menetapkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Menurut Burgerlijk Wetboek perceraian orang tua mengakibatkan kekuasaan orang tua terhadap anak memang menjadi tiada karena digantikan dengan perwalian. Hal ini harus memperhatikan Putusan Pengadilan yang pernah dijatuhkan terlebih dulu saat memutus hubungan perkawinan (Pengadilan Agama/Pengadilan Negeri). Hal ini karena adanya pandangan kekuasaan orang tu itu bersifat kolektif, artinya merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, dimiliki oleh suami dan istri bersama-sama. Sehingga adanya perceraian maka hubungan antar suami dan istri itu (orang tua) berakhir dengan tidak adanya kesatuan lagi. Baik Undang-Undang maupun Peraturan Pelaksana tidak mengatur lebih lanjut dan lebih mendalam lagi mengenai bagaimana kekuasaan orang tua ini dijelaskan; tetapi lebih kepada bagaimana kemudian merawat si anak yang orang tuanya bercerai dan setelah kekuasaan orang tua tak lagi ada.

Perwalian. Perkawinan yang putus cerai mengakibatkan anak berada dalam perwalian, hak asuh atau pemeliharaan anak. Belum ada istilah baku dalam perundang-undangan
12

Tugas Kuliah Nathanael Hartono by Yessica


Indonesia tentang putusnya perkawinan terhadap anak yang dilahirkan dalam perkawinan, dan Burgerlijk Wetboek menyatakan kekuasaan orang tua berakhir dengan putusnya perkawinan dan timbul perwalian yang diberikan pada salah satu orang tua, hal ini akibat dari warisan kolonial (Prof. Dr. Zulfa Djoko Basuki). Pasal 229 Burgerlijk Wetboek menerangkan bahwa setelah perceraian

diperintahkan dan setelah memanggil dengan sah kedua orang tua sekalian dengan keluarga sedarah dan semenda dari anak-anak minderjarig maka Pengadilan Negeri menetapkan siapakah dari kedua orang tua itu yang harus melakukan perwalian dari si anak. Dengan kata lain, Perwalian menurut Burgerlijk Wetboek adalah pemberian hak untuk mengasuh anak pada salah satu pihak baik itu pihak suami atau pihak istri setelah ada perceraian, sesuai dengan Penetapan Pengadilan. Tidak ada ckriteria khusus tentang umur anak yang berada dalam perwalian (pemeliharaan) ibu atau bapaknya; hanya ada jurisprudence yang mengatakan bahwa anak yang masih sangat kecil akan diserahkan dalam pemeliharaan ibu; hal ini berdasarkan kepentingan si anak yang dijadikan patokan untuk menentukan siapa dari orang tuanya yang diserahi tugas pemeliharaan si anak13. Prof. Subekti menyatakan perwalian merupakan suatu bentuk pengawasan terhadap anak dibawah umur yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua (karena bercerai) serta pengurusan benda dan/atau kekayaan anak tersebut yang diatur oleh Undang-Undang. Anak yang dibawah perwalian adalah a. Anak sah yang orang tuanya dicabut kekuasaannya sebagai orang tua,
13

Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia no. 906 K/Sip/1973 tertanggal 25 Juni 1974 13

Tugas Kuliah Nathanael Hartono by Yessica


b. Anak sah yang orangtuanya bercerai,
c. Anak yang lahir diluar natuurlijk kind.

Apabila salah satu dari orang tua meninggal, menurut Undang-Undang orang tua yang lainnya dengan sendirinya menjadi wali dari anak-anaknya, yang dinamakan wettelijke voogdij. Perwalian menurut Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dijelaskan pada Pasal 50 sampai Pasal 54 dimana perwalian mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya, dimana anak tersebut belum mencapai umur delapan belas tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua.

Hak Asuh dan Pemeliharaan Anak. Menurut Pasal 26 Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, orang tua punya kewajiban dan tanggung jawab dalam mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak. Digunakannya istilah hak asuh oleh Undang-Undang tersebut yakni mencakup kekuasaan orang tua untuk mengasuh, mendidikm memelihara dan membina serta menumbuhkembangkan anak sesuai dengan agama, bakat dan kemampuan yang ia miliki. Dalam Undang-Undang tentang Perkawinan, putusnya perkawinan orang tua tidak mengakibatkan putusnya kekuasaan orang tua, karena kepada orang tua tidak diberikan perwalian melainkan pemeliharaan anak (Prof. Dr. Zulfa Djoko Basuki). Tidak
14

Tugas Kuliah Nathanael Hartono by Yessica


dipakainya istilah Perwalian dalam putusan sekarang ini tetapi memakai Pemeliharaan Anak, karena arti perwalian dalam Undang-Undang Perkawinan seperti diatur dalam pasal 50, yakni berlaku untuk anak yang belum mencapai umur delapan belas tahun dan tidak brada dalam kekuasaan orang tua; sedangkan kekuasaan orang tua tetap berlanjut sekalipun sudah bercerai14. Dengan hak pemeliharaan anak, dimaksudkan sama dengan istilah perwalian menurut Burgerlijk Wetboek pasal 229 yakni hak yang diberikan pada salah satu orangtua dengan putusnya perkawinan mereka akibat perceraian, sehubungan dengan Pasal 41 junta Pasal 45 junto Pasal 47 UndangUndang tentang Perkawinan. Di Negara lain seperti Inggris dan Belanda, putusnya perkawinan antara orang tua dalam perkawinan sah akibat perceraian menimbulkan pula masalah seputar pemeliharaan anak. Berbagai istilah digunakan: guardianship, custody, care, control, voodij, dan lain-lain. Undang-Undang Perkawinan Pasal 51 menyatakan bahwa pemeliharaan anak dapat terjadi karena: Wali ditunjuk oleh salah seorang orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua sebelum ia meninggal melalui surat wasiat atau lisan dengan dua orang saksi, Diberikan pada keluarga anak tersebut atau orang lain yang sudah dewasa, berpikiran sehat, adil, dan berkelakuan baik.

Dan berakhir karena: 14

Anak itu telah dewasa,

Vollmar H.F.A., Hukum Keluarga (Menurut K.U.H. Perdata) Terjemahan, Bandung: Penerbit Tarsito, 1981

15

Tugas Kuliah Nathanael Hartono by Yessica


-

Anak itu meninggal, Timbul kembali kekuasaan orang tuanya.

Orang-orang yang dapat ditunjuk untuk memelihara anak yang orang tuanya bercerai15:
1. Perwalian oleh suami atau istri yang hidup lebih lama: Pasal 345-354 Burgerlijk

Wetboek yang menyatakan, apabila salah satu dari kedua orang tua meninggal dunia, maka perwalian terhadap anak-anak kawin minderjarig demi hukum dipangku oleh orang tua yang hidup terlama Pada Pasal ini tidak ada pengecualian bagi suami-istri yang hidup terpisah dikarenakan perceraian, jadi bila si istri yang menjadi wali maka dengan meninggalnya istri, maka si (mantan) suami dengan sendirinya demi hukum menjadi wali atas anak tersebut,
2. Perwalian yang ditunjuk oleh suami atau istri melalui surat wasiat atau Akta

tersendiri: Pasal 355 ayat (1) Burgerlijk Wetboek .orang tua masing-masing yang melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian atas seorang anak berhal mengangkat wali atas anak itu apabila ia sesudah meninggal dunia perwalian itu tidak ada pada orang tua yang lain
3. Perwalian yang diangkat oleh hakim, Pasal 359 Burgerlijk Wetboek menentukan:

semua minderjarig yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua dan yang diatur perwaliannya secara sah akan ditunjuk walinya oleh Pengadilan.

15

Prawirohmijoyo Soetojo R., Safioedin Azis, Hukum Orang dan Keluarga, Bandung: Penerbit Alumni, 1986. 16

Tugas Kuliah Nathanael Hartono by Yessica


Anak hasil perkawinan yang putus akibat perceraian menurut Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang tentang Perkawinan nomor 1 tahun 1974 menyebutkan perlunya syarat untuk berada dalam pemeliharaan salah satu dari orang tuanya, antara lain: -

Anak laki-laki dan perempuan yang belum berusia delapan belas tahun, Anak-anak yang belum kawin, Anak-anak yang tidak berada dibawah kekuasaan orangtua, Anak tersebut tidak berada dibawah kekuasaan wali, Perwalian menyangkut pemeliharaan anak itu dan harta bendanya.

Pihak ayah (mantan suami) memiliki hak atas anak yang juga dijamin oleh hukum, terutama bila hak atas anak jatuh ke tangan ibu. Hak ayah itu antara lain: Hak berkunjung, yang berdasarkan Putusan Pengadilan, Hak mendapat penghormatan dari anak, berdasarkan Pasal 46 UndangUndang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan,
-

Hak menjadi wali nikah (anak perempuan) apabila si anak kelak melangsungkan perkawinan, hal ini terutama dijamin dalam ajaran Islam (lihat Pasal 21 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam)

M. Yahya Harahap menyebutkan bahwa yang dimaksud lebih lanjut dengan pemeliharan anak adalah hal-hal sebagai berikut16:

16

Bagong Suyanto, Krisis Ekonomi Pemenuhan dan Penegakan Hak Anak: Tinjauan Terhadap Kebijakan Pemerintah dan Implementasinya Dalam Penegakan Hak Asasi Anak di Indonesia, Medan: Universitas Sumatera Utara Press, 1999 17

Tugas Kuliah Nathanael Hartono by Yessica


1) Tanggung jawab dari orang tua untuk mengawasi, memberikan pelayanan kebutuhan yang semestinya serta mencukupi kebutuhan hidup anak hasil perceraian tersebut, 2) Pemeliharaan yang berupa pengawasan, pelayanan serta pencukupan nafkah anak tersebut sifatnya terus menerus sampai anak itu dewasa.

Sehingga melihat dari keterangan diatas baik suami dan istri sama-sama punya hak dan/atau kedudukan yang sama di depan hukum melalui Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus perkaranya; mengenai siapa yang diberikan

perwalian/kewenangan untuk berkuasa atas anak sepenuhnya dipertimbangkan hakim yang dilihat melalui usia dan kepentingan dari si anak. Ketika Majelis Hakim hendak memutus perkara perceraian, selain dengan bantuan prinsip-prinsip hukum sebagaimana telah saya kemukakan diatas, Majelis Hakim umumnya menyeimbangkan dengan argumentasi hukum dan/atau fakta di pengadilan yang terjadi secara kasuistis. Pertimbangan ini memperhatikan salah satu dari tida aspek tujuan hukum, yakni keadilan (aspek filosofis), yuridis (aspek kepastian hukum atau legalitas) dan sosiologis (aspek dari kemanfaatan hukum itu sendiri bila diterapkan) sebab nantinya, Putusan Pengadilan itu harus dapat diaplikasikan oleh semua pihak. Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak sebaik-baiknya sampai anaknya itu kawin atau dapat berdiri sendiri. Kewajiban ini tetap melekat pada kedua orang tua laki-laki dan perempuan meskipun hubungan perkawinan sudah putus.17.
17

Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 45

18

Tugas Kuliah Nathanael Hartono by Yessica

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Dari pembahasan yang telah saya lakukan, maka kita dapat menjawab pertanyaan dari rumusan masalah di Bab I. Adapun kesimpulan/jawaban atas

pertanyaan/permasalahan itu adalah:


(a) Bagaimana pengasuhan anak minderjarig yang orang tuanya bercerai?

Dalam hal anak minderjarig, dibawah usia, umumnya Pengadilan lebih menitik beratkan anak ke dalam wewenang pengasuhan ibu (pihak istri) karena pertimbangan berdasarkan kepentingan si anak yang dijadikan patokan. Logikanya, apabila suami dan istrinya bercerai sementara anak masih berusia satu sampai dengan lima tahun (balita), maka sudah jelas balita lebih
19

Tugas Kuliah Nathanael Hartono by Yessica


membutuhkan ibunya dalam kepentingan sehari-harinya seperti: menyusui. Secara naluriah pula, alam menjadikan anak lebih dekat dalam pengasuhan ibu ketimbang ayahnya, yang sedari dulu laki-laki diciptakan untuk keluar rumah meninggalkan keluarga guna mencari nafkah. Namun tidak menutup

kemungkinan si ayah (suami) bisa diberikan hak/kewenangan oleh Pengadilan untuk mengurus si anak; hal ini berdasarkan pertimbangan Pengadilan apakah ibunya masih cakap secara hukum/tidak. Pada kenyataannya, Pengadilan cenderung memberikan pengasuhan anak minderjarig kepada pihak ibu (istri) dan keluarganya.
(b) Bagaimana pengasuhan anak meerderjarig yang orang tuanya bercerai?

Perwalian, atau kewenangan mengasuh anak akan berakhir apabila anak itu dianggap dewasa, sebagaimana sudah dijabarkan di Bab sebelumnya akan berakhir pada saat si anak sudah bukan anak kecil lagi dan kini sudah dewasa serta dapat merawat dirinya sendiri. Karenanya apabila orang tua bercerai sementara anak dalam perkawinan yang diputus cerai itu sudah meerderjarig, maka perwalian atas anak tersebut tidak ada. Hal ini dikarenakan anak tersebut sudah dianggap dewasa dan dapat mengurus dirinya sendiri.

B. Saran Suami-istri yang bercerai lupa bahwa anak adalah titipan Tuhan yang harus dirawat dan dijaga, yang bahkan hal tersebut pun dijamin dalam peraturan perundangundangan. Akibat ego masing-masing lupa bahwa kepentingan anaklah yang harus diperhatikan ketika perpisahan terjadi. Suami istri yang berebut hak asuh anak jelas
20

Tugas Kuliah Nathanael Hartono by Yessica


tidak memikirkan kepentingan dari si anak tersebut selain hanya mendahulukan ego masing-masing pihak. Pengadilan melalui Majelis Hakim yang memutus perkara cerai tersebut hendaknya menggunakan kekuasaan kehakiman untuk memberi penjelasan dengan baik kepada kedua belah pihak (suami dan istri) dan agar tidak terjadi perebutan hak anak di masa depan, dimana salah satu pihak tidak bisa menerima ketika ia tidak diberikan hak asuh atas anaknya. Lebih lanjut seperti berikut:
(a) Untuk minderjarig agar mendahulukan kepentingan anak, agar

sang ayah tidak lupa anak yang dibawah usia membutuhkan pengasuhan dari ibu yang mengandung dan melahirkannya. Hal ini agar dampak psikologis yang sudah tidak sempurna akibat perceraian, tidak tambah rusak akibat perebutan anak hanya karena ego masing-masing orang tua.
(b) Untuk meerderjarig tidak terdapat saran khusus dikarenakan

pertimbangan anak yang sudah dewasa maka ia dapat mengurus dirinya sendiri, mengerjakan tugas-tugas dan kepentingannya; walau harus tetap diberi perhatian orang tua agar tidak kurang perhatian dan secara psikologis menjadi egois self centered.

21

Tugas Kuliah Nathanael Hartono by Yessica

DAFTAR PUSTAKA

BUKU Dellyana, Santy. Wanita dan Anak di Mata Hukum. Yogyakarta: Liberty. 1998 H.F.A., Volmar. Hukum Keluarga (Menurut K.U.H. Perdata) Terjemahan, Bandung: Penerbit Tarsito. 1981 Kabah, Rifyal. Permasalahan Perkawinan. Varia Pengadilan no. 271, IKAHI, 2008. Nirzam. Kewajiban Orang Tua Laki-aki (Ayah) Atas Biaya Nafkah Anak Sah Setelah Terjadinya Perceraian. Semarang: Universitas Diponegoro. 2005 Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Internusa. 1983 Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata edisi diperbaharui. Jakarta: Internusa. 1994 Suyanto, Bagong. Krisis Ekonomi Pemenuhan dan Penegakan Hak Anak: Tinjauan Terhadap Kebijakan Pemerintah dan Implementasinya Dalam Penegakan Hak Asasi Anak di Indonesia. Medan: Universitas Sumatera Utara Press, 1999 Soeaidy, Sholeh. Zulkhair. Dasar Hukum Perlindungan Anak. Jakarta: CV Novindo Pustaka Mandiri. 2001 Soetojo R., Prawirohmijoyo. Azis, Safioedin. Hukum Orang dan Keluarga, Bandung: Penerbit Alumni, 1986.
22

Tugas Kuliah Nathanael Hartono by Yessica

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Herzienne Indlans Reglement Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia no. 906 K/Sip/1973 Keputusan Presiden nomor 36 tahun 1990 (ratifikasi Convention on The Rights of Child)

INTERNET Faktor Ekonomi Pemicu Perceraian, http://www.republika.co.id/berita/regional/ Ketika Cerai Mudah Terucap, http://bataviase.co.id/node/155564 Kabah, Reza. Tidak Ada yang Namanya Mantan Anak dan Mantan Orang Tua Dalam Hukum. http://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/8029-tak-ada-mantan-anak-danmantan-orang-tua

23

You might also like