You are on page 1of 22

1.

Pendahuluan Suatu peristiwa yang terpandang mengejutkan pada Mesjid Raya Basrah bahwa hari Jumat pada tahun 295 / 908 seorang tokoh bernama Abul Hasan alAsyari maju ke depan dan berkata dengan suara lantang kepada jamaah yang berjumlah ribuan, katanya : Siapa yang kenal kepada saya niscaya tahu siapa saya. Bagi yang belum kenal saya, baik lah sya akan memperkenalkan diri . Saya ini Abul Hasan al-Asyari. Tadinya saya berpendirian bahwa al-Quran itu suatu ciptaan Tuhan, dan Allah itu akan akan tidak bisa disaksikan manusia sendiri. Dengan ini saya menyatakan akan baik menantang setiap pendirian aliran iktizal. Sejak saat ini saya bertekad untuk menunjukkan dan membuktikan kelemahan dan kekliruan pendirian aliran iktizal itu. Peristiwa itu dipandang mengejutkan di Basrah pada masa itu, yaitu pertengahan abad ke-3 Hijriah disebabkan Abul Hasan Al-asyari dikenal sebelumnya sebagai salah seorang tokoh terkemuka di dalam aliran iktizal dan punya kecakapan yang tiada taranya di dalam bersoal jawab. Dengan menguasai aliran iktizal, maka kini ia berbalik menantang aliran iktizal. II. a. Biografi Intelektual Abul Hasan Al-asyari Abu al-Hasan al-Asyari nama lengkapnya Abu Hasan Ali ibnu Ismail ibnu Abi Basyar, Ishak ibnu Salam ibnu Ismail ibnu Abdillah ibnu Musa Ibnu Bilal ibnu Abi Bardah, Amir ibnu Abi Musa al-asyari. Dilahirkan di Bashrah pada tahun 260 H / 874 M1, pada akhir masa daulah Abbasiyah yang waktu itu berkembang pesat berbagai aliran ilmu kalam, seperti : al Jahmiyah, al Qadariyah, al Khawarij, al Karamiyah, ar Rafidhah, al Mutazilah, al Qaramithah dan lain sebagainya.2
Nukman Abbas, Al-Asyari Misteri Perbuatan Manusia dan Takdir Tuhan, (Jakarta : PT Gelora Aksara Pratama), h. 106
2 1

http://fatwasyafiiyah.blogspot.com/2010/05/biografi-al-imam-abul-hasan-al-asyari.html

Dia lebih dikenal dengan Abu Al-Hasan Al-Asyari. Abu al-Hasan alAsyari adalah keturunan dari sahabat Abu Musa Al-asyari. Nama Asyari merupakan nisbat terhadap Asyar nama seorang laki-laki dari suku qathan yang kemudian menjadi nama suku dan tinggal di Yaman. Dari suku Asyar ini lahir seorang sahabat terkemuka terkenal sangat Alim sehingga termasuk salah salah satu Fuqoha di kalangan sahabat nabi Saw yaitu Abu Musa abdullah bin Qais AlAsyari yang di lahirkan pada 22 tahun pra Hijrah dan wafat tahun 44 H/665M.3 Ayahnya yang bernama Ismail ibn Ishaq adalah sosok yang dikenal oleh ahli hadis. Ketika masa kecil, ayah Asyari telah meninggal. Al-asyari pun diurus oleh Zakariya Al-Saji seorang imam dalam bidang fiqh dan hadis.4 Beliau lahir dengan keadaan kedua orang tuanya yang sudah sangat tua, setelah ayahnya meninggal dunia, maka keluarganya melaksanakan wasiat dari ayahnya untuk menyerahkan tanggung-jawab pendidikannya kepada imam zakariya bin yahya assajy.5 Setelah ayahnya meninggal dunia, dan ia berumur 10 tahun, kemudian ibunya kawin dengan Abu Ali al-Jaubbai seorang tokoh iktizal di Basrah. Dia diasuh oleh ayah tirinya dan ia hidup bersama-sama dengan Abu Hasyim AlJubbai putera Abul Ali al Jubbai.6 II. b. Pendidikan Abu al-Hasn al-Asyari Setelah ayahnya meninggal dunia, maka keluarganya melaksanakan wasiat dari ayahnya untuk menyerahkan tanggung-jawab pendidikannya kepada imam zakariya bin yahya as-sajy Al-Asyari adalah seorang yang pintar dan cerdas. Sejak kecil ia telah belajar Al-Quraan dan hafal- Al-Quran. Namun ketika usia nya 10 tahun, ibunya menikah lagi dengan seorang lelaki yang

http://bumisantridesa.blogspot.com/2011/03/biografi-imam-abu-hasan-al-asyarie.html Arif Munandar Riswanto, Buku Pintar Islam ,(Bandung : Mizan, 2010), h. 357-358 http://bumisantridesa.blogspot.com/2011/03/biografi-imam-abu-hasan-al-asyarie.html Yoesoef Souyb, Islam Merubah Dunia, ( Jakarta : Firma Madju,tt), h. 81

bernama Abu Ali al-Jaubbai. Al-Jubbai menjadi ayah tiri Abu al-Hasan alAsyari sekaligus yang mengarahkannya dan sebagai gurunya belajar ilmu kalam. Kemudian beliau juga belajar ilmu hadis7. Ketika al-Asyari belajar pada Al-Jubbai, al-Asyari menganut paham mutazilah hingga 40 tahun lamanya. Namun meskipun al-asyari telah lama menganut paham itu, akhirnya al-Asyari berubah meninggalkan paham mutazilah. Adapun Faktor penyebabnya adalah bahwa suatu malam al-Asyari bermimpi. Dalam mimpinya ia mendengar Nabi Muhammad SAW mengatakan bahwa mazhab ahli hadislah yang benar.8 Dalam mimpinya, al-Asyari berdialog dengan Nabi sebagai berikut : Nabi Saw, Beliau berkata :Wahai Ali tolongalah pendapat-pendapat yang di riwayatkan dariku, karena itulah yang benar. Setelah terbangun, Al Asyari merasakan mimpi itu sangat berat dalam pikirannya, beliau terus memikirkannya apa yang dia Alami dalam mimpi itu. Pada pertengahan bulan Ramadhan, beliau bermimpi lagi bertemu Nabi Saw,dan beliau berkata :Apa yang kamu lakukan dengan perintahku dulu? Al Asyari menjawab :Aku telah memberikan pengertian yang benar terhadap pendapat-pendapat yang di riwayatkan darimu. Nabi Saw berkata :tolonglah pendapat-pendapat yang di riwayatkan dariku,karena itu yang benar. Setelah terbangun dari mimpinya Al asyari merasa terbebani dengan mimpi itu. Sehingga beliau bermaksud meninggalkan ilmu kalam, beliau akan mengikuti hadits dan akan terus membaca Al-Quran. Tetapi pada malam 27 Ramadhan, tidak seperti biasanya rasa kantuk yang begitu hebat menyerangnya, sehingga beliaupun tertidur dengan rasa kesal dalam hatinya, karena meninggalkan kebiasaannya untuk beribadah kepada Allah taala. Dalam tidur beliau bermimpi bertemu lagi dengan Nabi Saw untuk ketiga kalinya, Nabi Saw berkata :Apa yang kamu lakukan dengan perintah ku dulu?. Ia menjawab :Aku telah meninggalkan ilmu kalam dan berkonsentrasi menekuni al-Quran dan Al7

http://dayahdarulkhairat.wordpress.com/2011/03/24/manaqib-abu-hasan-al-asy Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam, Jakarta : PT Ikrar Mandiri abadi, 2003

Hadits. Nabi Saw berkata :Aku tidak menyuruhmu meninggalkan ilmu kalam, tetapi Aku hanya memerintahmu membela pendapat- pendapat yang di riwayatkan dariku, karena itu yang benar. Ia menjawab :Wahai Rasulullah,bagaimana aku mampu meninggalkan madzhab yang yang telah aku ketahui masalah-masalah dan dalil-dalilnya sejak 30 tahun yang lalu hanya karena mimpi? Nabi Saw berkata: Andaikan Aku tidak tahu bahwa Allah Akan menolongmu dengan pertolonganNya, tentu Aku menjelaskan semua jawaban masalah-masalah (ajaran mutazilah) itu. Bersungguh-sungguhlah kamu dalam masalah ini, Allah akan menolongmu dengan pertolonganNya. Setelah terbangun dari tidurnya Al asyari berkata :selain kebenaran pasti hanya kesesatan.9 Sebab lain yang menyebabkan al-Asyari meninggalkan Mutazilah adalah al-Asyari pernah berdebat dengan gurunya al-Jubbai, dan dalam perdebatan itu, guru tidak dapat menjawab tantangan murid.10 Adapun isi dari perdebatan itu adalah : Suatu hari, al-Asyari pernah berdebat dengan Al-jubbai tentang tiga masalah : Mukmin, kafir, dan anak kecil belum dewasa. Al-Jubbai berkata : Orang mukmin adalah penghuni surga, orang kafir adalah penghuni neraka dan anak kecil adalah penghuni keselamatan . Al-Asyari bertanya : jika anak kecil ingin naik derajat yang lebih tinggi ke surga, apakah hal tersebut bisa terjadi? Al-Jubbai menjawab : Tidak. Karena mukmin mendapatkan derajatnya dengan taat, sedangkan anak kecil tidak dengan taat. Al-Asyari bertanya : Jika anak kecil berkata , Umur yang pendek bukan berasal dari diriku.jika engkau menghidupkan aku, aku pasti akan taat kepada Mu. Al-Jubbai menjawab :Allah akan berkata kepadanya , aku tahu,mjika kamu menjadi besar,kamu akan kufur dan amsuk neraka. Dengan demikian, hal yang lebih baik bagi kamu adalah meninggal ketika kecil.
9
10

http://bumisantridesa.blogspot.com/2011/03/biografi-imam-abu-hasan-al-asyarie.html Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam, Op.Cit

Al-asyari bertanya: jika orang kafir berkata, wahai Tuhanku, mengapa Engkau tidak mematikanku ketika aku masih kecil hingga aku tidak durhaka kepda Mu. Mengapa Engkau tidak memerhatkan kemmaslahatan anak kecil? Mendengar pertanyaan tersebut, al-Jubbai tidak bisa berkata apa-apa. Hal itulah yang menyebabkan Al-Asyari meninggalkan paham mutazilah.11 Perdebatan di atas mengisyaratkan al-Asyari terhadap aliran Muatazilah yang dianutnya selama ini. Kemudian al-Asyari mengasingkan diri di rumah, selama lima belas hari untuk memikirkan ajaran Muazilah.12 Kemudian pada hari jumat setelahnya, beliau keluar ke masjid dan menaiki mimbar dengan berpidato sebagai berikut: Sebenarnya saya telah menghilang selama 15 hari ini, selama itu saya meneliti semua dalil-semua ajaran yang ada, ternyata saya tidak menemukan jalan keluar. Dalil yang satu tidak lebih kuat dari pada dalil yang lain lalu aku memohon petunjuk kepada Allah taala dan ternyata Allah taala memberikan petunjuknya kepadaku untuk meyakini apa yang saya tulis dalam beberapa kitab ini. Mulai saat ini aku mencabut ajaran yang selama ini Aku yakini.13 Selanjutnya ia mengatakan, keyakinan-keyakinan lama saya lemparkan sebagaimana saya melemparkan baju ini. Kemudian ia memberikan kitab. Kitab yang diberikan al-Asyari saat ia menanggalkan pakaiannya adalah kitab yang berjudul al-Syari, kitab al-Luma dan kitab kasyf al-Asarar wa Hatk al-itsar, dimana al-Asyari menjelaskan kekurangan kelemahan dan cacat mutazilah.14 Setelah keluar dari faham Mutazilah, beliau menganut faham Kullabiyah, yang dimotori oleh Abdullah bin Said bin Kullab Al Bashri. Mulailah beliau membantah golongan Mutazilah dengan berpijak kepada faham Kullabiyah ini. Metode yang dia tempuh mendekati metode ahlul hadits dan sunah, namun masih termuat caracara bidah. Karena dia menetapkan sifat Dzatiyah dan
11 12

13
14

Arif Munandar Riswanto, Op.Cit Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam, Op.cit http://bumisantridesa.blogspot.com/2011/03/biografi-imam-abu-hasan-al-asyarie.html Nukman Abbas, h. 108

menolak sifat Ikhtiariyah bagi Allah, Tetapi ketika membantah Jahmiyah dikarenakan mereka menolak sifat dan sifat Uluw (Allah berada di tempat yang tinggi). Setelah sekian lama bergelut dengan faham Kullabiyah, meyakini dan menyebarkannya, beliau sadar dan kembali kepada manhaj yang benar, manhaj salaf ahlussunnah wal jamaah dengan menisbatkan diri kepada imam Ahmad bin Hanbal karena hidayah Allah. Akhirnya beliau Ruju (kembali) kepada faham salaf, membelanya dan berpendapat sesuai pendapat salaf beliau mengambil dari pada ahlu hadits pendapat ahlussunnah wal jamaah, lalu mengarang kitab Al Ibanah dan meyakini apa yang ditulisnya. Inilah yang dikehendaki oleh Allah.15 Abu Hasan Al-Asyari mengambil dasardasar ilmu hadits dari Zakaria asSajy di Bashrah lalu setelah datang ke Baghdad menimba ilmu lainya dari pada ulama Hanbaliyah. Beliau juga belajar ilmu fiqih pada Abu Ishaq al Marwadzi . 16 II. c. Guru Guru Abul Hasan al-Asyari
1. Al Imam Al Hafizh Zakaria bin Yahya Al Saji. Abu Yahya Zakaria bin

Yahya Al Saji Al Syafii (220-307H/835-920M) Dia telah menulis kitab Ilal Al hadits yang membuktikan kepakarannya dalam studi kritik hadits.Ia juga menulis kitab ikhtilaf Al Fuqoha dan Usul Alfiqh yang membuktikan kepakarannya dalam bidang usul fiqih. Al Asyari belajar hadits dan ideologi ahli hadits kepada Zakaria al Saji ketika masih kecil dan belum memasuki aliran Mutazilah.
2. Al Imam Abu Khalifah AlJumahi. Abu Khalifah Al-Fadhl bin Al-Hubab

Al-Jumahi Al-Bashri (206-305H/821-917M) Muhadits kota Bashrah. Ia seorang ahli hadits yang jujur dan banyak meriwayatkan hadits. Al Asyari banyak meriwayatkan hadits dari Abu khalifah dalm kitab tafsirnya
3. Abdurrahman bin khalaf Al Dhabbi. Abu Muhammad Abdurrahman bin

Khalaf bin Al-Husain Al-Dhabbi Al-Bashri, Muhadits yang tinggal di Bashrah dan haditsnya di terima oleh para ulama. Ia belajar hadits kepada
15

16

http://dayahdarulkhairat.wordpress.com/2011/03/24/manaqib-abu-hasan-al-asy http://bumisantridesa.blogspot.com/2011/03/biografi-imam-abu-hasan-al-asyarie.html

Ubaidillah bin Abdul Majid AlHanafi,Hajjaj bin Nushair Al Fasathithi dan lain lain.
4. Sahal bin Nuh Al-Bashri. Abu al-Hasan Sahal bin Nuh bin yahya Al-

Bazzaz Al-Bashri seorang Muhadits yang tinggal di Bashrah, guru Al Asyari dalm bidang hadits.
5. Muhammad bi Yaqub Al-Maqburi. Menurut ibnu Asakir, al-Asyari

banyak meriwayatkan hadits dalam tafsirnya melalui jalur Zakariya AlSaji, Abu Khalifah AlJumahi, Abdurrahman bin Khalaf al-Dhabbi, Sahal bin Nuh Al-Bazzaz dan Muhammad bin Yaqub alMaqburi yang semuanya tinggal di Bashrah 7 . 6. Abu Ishaq Ibrahim bin Ahmad al-Marwazi, ulama besar dan pemimpin mahzab Syafii di Baghdad dan Mesir. Ia murid terbesar al-Imam Abu al-Abbas bin Suraij al-Baghdadi (249-306H/863-918 M). Al-Asyari rutin menghadiri perkuliahan Abu Ishaq al-Mawarzi dalam materi fiqih Syafii setiap hari Jumat di masjid jami al-Manshur. 7. Abu Ali al-Jubbai Abu Ali Muhammad bin Abdul Wahab bin Salam AlJubbaI (235303H/849-916M) pakar teologi tokoh mutazilah terkemuka dan pendiri aliran Jubbaiah salah satu aliran dalam mutazillah. Al-Asyari memiliki kecerdasan yang luar biasa dan kemampuan yang hebat dalam membungkam lawan debatnya, sehingga tidak jarang Al Asyari mewakili Al-Jubbai gurunya dalam forum perdebatan dengan kelompok luar mutazilah.
8. Abu Hasyim Al Jubbai. Abu Hasyim Abdussalam bin Muhammad bin

Abdul Wahab Al Jubbai (247-321H/861-933M), putra Al Jubbai pakar teologi dan tokoh mutazilah. Ia mendirikan Aliran Bashamiyyah, satu Aliran dalam mutazilah. Setelah Al Asyari berusia 10 tahun dan ibunya menikah dengan Abu Ali Al Jubbai tokoh muktazilah terkemuka di Bashrah, sejak saat itu al-Asyari menekuni Aqidah muktazilah kepada

Ayah tirinya tersebut. Sehingga Al Asyari benar-benar menjadi pakar terkemuka di kalangan mutazilah.17 II. d. Metode Ilmiah Abul-Hasan al-Asyari Beberapa metode / manhaj imam Abu hasan al-Asyari :
1. Beliau berpendapat bahwa keberadaan akal manusia atas Al-Qur'an

dan as-Sunnah adalah sebagai sebuah alat untuk menyingkap hikmah yang Allah berikan melalui al-Qur'an dan melalui nabi Muhammad SAW. Dengan burhan-burhan aqliyyah. Maka akal adalah pelayan bagi al-Qur'an dan as-Sunnah, karena pada hakikatnya keberadaan alqur'an dan sunnah itu selaras dan sejalan dengan tinjauan akal yang sehat.
2.

Awal mulanya ilmu kalam itu tidak di prioritaskan, keberadaan ilmu kalam itu sangat dibutuhkan ketika semakin banyak orang orang yang menyimpang. Al-Asyari tidak pernah berbicara dengan ilmu kalam kecuali ada dorongan untuk membela agama dan menolak terhadap faham faham sesat.

3. Wajib berpijak kepada hadits shohih, baik itu mutawatir ataupun ahad,

dan mengambil terhadap apa yang telah diamalkan oleh para sahabat. Beliau berpandangan bahwa al-Qur'an tidak dapat di naskh kecuali dengan al-Quran, dan sunnah tidak dapat di naskh kecuali dengan sunnah pula, maka apabila ada sunnah lalu menaskh alqur'an maka sunnah tersebut harus ada al-qur'an yang menguatkan penasakhan tersebut, dan begitu pula sebaliknya. Hal ini sesuai dengan madzhab imam syafi'ie. Ini artinya bahwa harus teliti dalam menerima hadis. Hanya hadits yang shahih lah yang boleh dijadikan dalil. Kemudian al-Quran hanya boleh dinaskh dengan ayat al-Quran juga, tidak boleh dinasakh dengan hadits, karena kedudukan al-Quran lebih
17

http://bumisantridesa.blogspot.com/2011/03/biografi-imam-abu-hasan-al-asyarie.html

tinggi dari hadis. Dan dalil yang pertama sekali dijadikan rujukan adalah ayat al-Quran.
4. Asma'-asma' Allah dan sifatnya, itu semua diambil dari syara' (nash),

dan tidak boleh menggunakan segi bahasa saja.


5. Setiap ayat ayat yang mutasyabih baik sifat maupun af'al, maka kita

wajib memahaminya dengan dhohirnya dan menafsirinya dengan makna yang hakiki bila kaifin, dan kita tidak boleh keluar dari makna yang dhohir lalu menjadikanya makna majazi kecuali dengan adanya hujjah yang jelas.18 II.e. Karya-Karya Abu al-Hasan al-Asyari Adapun karya-karya Abu al-Hasan al-Asyari adalah :
1. 2.

Imamah Al-shiddiq, Al-Radd ala Al-Mujassamah, Al-Ibanahan Ushul Al-Diyanah, Istihsan Al-Khaudh fi al-Kalam, Al-Luma fi Al-Radd ala Ahl Al-Zaigh wa Al-Bida .19 Risalah Ila Ahli Tsaghr, al-Mujaz, al-Umad fi Ruyah, Fushul fi Raddi alal Mulhidin, Khalqul Amal, Kitabush Shifat, Kitabur Ruyah bil Abshar, al-Khash wal Am, Idhahul Burhan, asy-Syarh wa Tafshil, an-naqdhu alal Balkhi, Jumlatu Maqalatil Mulhidin,

3. Maqalat Al-Islamiyyin, 4. 5. 6.

7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 16. 17.


18 19

15. an-Naqdhu alal Jubai (kritikan terhadap al-Jubbai).

http://dayahdarulkhairat.wordpress.com/2011/03/24/manaqib-abu-hasan-al-asy Arif Munandar Riswanto,Op.Cit, h.358

18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27.
28.

Raddu ala lbni Ruwandi, al-Qami fi Raddi alal Khalidi, Adabul Jadal, Jawabul Khurasaniyyah, Jawabus Sirafiyyin, Jawabul Jurjaniyyin, Masail Mantsurah Baghdadiyyah, al- Funun fi Raddi alal Mulhidin, Nawadir fi Daqaiqil Kalam, Kasyful Asrar wa Hatkul Atsar, Tafsirul Quran al-Mukhtazin, dan yang lainnya.20 dalam Alquran)

29. Kitab Mutasyabih al-Quran (Menerangkan ayat-ayat Mutasyabih

30. An-Naqadl ala Iristhathalis (Kritik terhadap Faham ketuhanan

Aristoteles)
31. Al-Mukhtasar

fittauhid wal Qadar (kitab pendek menerangkan

tentang tauhid dan Qadar Ilahi )


32. Kitabul Imamah(Kitab mengupas tentang soal Imam dan Khalifah )

33. 34.

Adabul Jidal (caracara kesopanan berdebat) Naqad Kitabul Ushul lil Jubai (Kritik terhadap kitab Ushuluddin Kaum Mutazilah, karangan Jubai)

35.

Al-jauhar firraddi ala Ahli Zeigh wal Munkar (Kitab Jauhar untuk menolak faham Ahli Zeigh dan kesehatan )

36. 37. 38.


20

Al-kalam ala Nashara (Pembicaraan dengan orang Nashara ) Arrad ala Ahlil Manthiq (Menolak orang-orang Manthiq) Kitabul Maarif (kitab menerangkan pelbagai ilmu pengetahuan)

http://fatwasyafiiyah.blogspot.com/2010/05/biografi-al-imam-abul-hasan-al-asyari.html

10

Ada 87 buah kitab karangan beliau.Yang disebutkan di atas hanyalah sebagiannya saja.21 Namun menurut sumber lain, Abu Hasan al-Asyari memiliki 55 tulisan.22 Buku Al-Luma fi Al-Radd ala Ahl Al-Zaigh wa Al-Bida ini membahas kecemerlangan tentang penolakan terhadap penganut penyimpangan bidah.23 Dan dalam buku ini juga ia bicarakan tentang sifat-sifat, tentang kasb, al-tadil dan al tajwir, serta masalah-masalah iman dan imamah. Dalam al-Ibanah, ia terlihat lebih mementingkan pembicraan dua masalah yaitu : khalq Al-Quran dan al-Ruyah, karena masalah inilah yang menyeret Ahmad ibnu Hanbal kepada mihnah.24 Dalam kitab al-Ibanah, Al-Asyari lebih dahulu mengemukakan pokokpokok pemikiran ahl sunnah wal jamaah, yang diiringi dengan rincian penjelasan pendapat-pendapat tersebut. Ini untuk membuktikan bahwa ia penyambung lidah dari golongan tersebut. Dan dalam buku ini juga al-Asyari berbicara soal melihat Tuhan di akhirat, masalah khalq al-Quran, kemudian menegaskan hal-hal yang hanya diimani saja seperti apa yang tersebut dalam nash, misalnya al-istiwa, alwajh, al-yadain, al-haudh, al-mizan dan al-shirat.25 II.f. Pengaruh Abu al-Hasan al-Asyari Abu al-Hasan al-Asyari adalah seorang Ulama besar dalam Ilmu Usuluddin, perumus dan pembela faham Ahlussunnah wal Jamaah, yaitu faham Nabi, sahabat-sahabat dan tabiin yang banyak. Beliau belajar fiqih kepada Abu Ishaq al Marwadzi. Abu Hasan al Asyari adalah seorang Ulama Besar, ikutan ratusan juta umat Islam dari dulu sampai sekarang, karena beliau yang menjadi

Siradjuddin Abbas, Ulama Syafii Dan Kitab-Kitabnya Dari Masa-Kemasa ,( Pustaka Tarbiyah, 1975),h. 94
22
23 24 25

21

http://fatwasyafiiyah.blogspot.com/2010/05/biografi-al-imam-abul-hasan-al-asyari.html Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam, Op.cit Nukman Abbas, h. 114 Ibid

11

Imam kaum Ahlussunnah wal Jamaah sebagai lawan dari kaum Mutazilah, kaum Syiah, kaum Mujassimah, dan lain-lain firqah yang sesat.26 Ketika Al-Asyari meninggalkan paham muktazilah, dia mulai aktif menulis dan mengampanyekan pemahaman barunya dalam teologi. Pada mulanya manhaj Abul Hasan Al Asy`ary dalam bidang aqidah menurut pengakuan secara teoritis pertama berdasarkan naqli atau wahyu yang terdiri dari Al Qur`an dan Al Hadits Al Mutawatir, dan kedua berdasarkan akal. Namun dalam prakteknya lebih mendahulukan akal daripada naql. Hal ini terbukti masih menggunakan penta`wilan terhadap ayat-ayat Al Qur`an tentang sifat-sifat.27 Di antara pemahaman baru al-Asyari yang bertolak belakang dengan muktazilah adalah : 1. Al-Quran adalah firman Allah, bukan makhluk Allah. 2. Perbuatan manusia diciptakan oleh Allah dan dilakukan oleh manusia. 3. Perbuatan-perbuatan Allah tidak bisa dicari illatnya (sebab ) nya karena perbuatan Allah tidak kan ditanya. 4. Sifat-sifat Allah yang ada di dalam Al-quran harus dipahami apa adanya tanpa ada takwil. 5. Allah tidak harus melakukan perbuatan yang baik (al-shalah) dan lebih baik (al-ashlah). 6. Sumber perbuatan yang baik dan buruk adalah syariat, bukan akal. 7. Rasulullah memiliki syarat. 8. Imamah (kepemimpinan) harus ditetapkan dengan sifat, bukan tes. 9. Orang yang melakukan dosa besar bukan orang kafir sebagaimana yang diyakini oleh khawarij. Namun, dia adalah orang beriman yang maksiat. Jika dia tobat kepada Allah, Allah akan memaafkannya.
26

Siradjuddin Abbas, Op.Cit, h. 93 http://fatwasyafiiyah.blogspot.com/2010/05/biografi-al-imam-abul-hasan-al-asyari.htm

27

12

10. Imamah dan khalifah setelah Rasulullah berhak dimiliki oleh abu Bakar, Umar, Utsman, dan ali. Inti pemahaman baru Al-Asyari adalah dalam permasalahan keimanan, Al-Asyari mendahulukan dalil agama daripada akal, karena menurut Al-Asyari, jika dalam permasalahn keimanan, akan lebih didahulukan daripada dalil agama, ia akan menyebabkan kesesatan.28 Al-asyari adalah seorang yang menghargai pendapat aqal. maksudnya jika terdapat masalah, cara pemecahannya tidak hanya dengan dalil naqli yaitu AlQuran dan al-Hadits tanpa mengabaikan aqal, karena ada permasalahan itu yang memerlukan aql dan ada juga permasalahan itu yang tak dapat dipahami kecuali dengan dengan dalil naqli.29 Al-Asyari berusaha keras untuk menggunakan dalil aqliyahnya dan naqliyah yang kokoh untuk untuk memungkinkan melihat Allah dengan cara memberikan kesan kepada kita seakan ia berbeda dengan pendapat dari kaum mutazilah, kemudian segera menetapkan bahwa peristiwa melihat Allah tidak menkonsekuensikan arah dan ruang. Tetapi hanya sekedar merupakan jenis pengetahuan dan persepsi , yang jalannya adalah mata mata dengan cara yang tidak biasa seperti di dunia.30 Dari pemikiran al-Asyari yang lebih mendahulukan dalil naqli, banyak orang yang mengikuti pendapatnya. Di sadari atau tidak, pengikut al-Asyari sangatlah banyak. Pendapat Al-Asyari, sekalipun lebih mengutamakan dalil AlQuran dan al-Hadits, namun al-Asyari tidaklah menafikan fungsi akal. Artinya dalam penyelesaian masalah, terkadang ada yang penyelesaiannya cukup hanya dengan dalil naqli, tatapi ada juga yang harus disertai dengan pemikiran aqal.

28 29

30

Arif Munandar Riswanto, Op.Cit, h. 358 Nukman Abbas, h. 110 Ibrahim Madkour, Aliran Dan Teori Filsafat Islam,(Jakarta : Bumi Aksara, 1995), h.

70

13

Berbagai paham yang selama ini ada, tetapi masih belum bisa menuntaskan persoalan-persoalan yang ada. Ada paham yang telalu menjujung tinggi akal dan tidak menganggap adanya dalil naqli. Hal ini sama dengan merendahkan keberadaan Tuhan. Ada juga paham yang tidak sama sekali menerima masukan pqmikiran aqal. Ini juga keliru, karena Allah memberi manusia aqal untuk berpikir. Di tengah-tengah paham-paham yang dianggap tidak mampu untuk menuntaskan persoalan yang ada, lahirlah paham Ahlu sunnah wal jamaah yang dipelopori oleh Abu al-Hasan al-Asyari. Ternyata pemikiran-pemikiran yang ada dalam ahlu sunnah wal jamaah, direspon sangat bagus baik dari kalangan ulama maupun masyarakat. Paham ini selalu menyandarkan pendapat atau berdalil dengan kitab Allah, sunnah Rasulullah, ijma dan Qiyash. Di samping itu, mereka tak pernah saling mengkafirkan. Hanya saja, orang yang tidak memahami pemikiran al-Asyari secara mendalam, terkadang bisa salah paham bahkan berbalik menentangnya. Dalam pemahaman al-Asyari, lebih menekankan tentang keimanan dan lebih menekankan pada dalil naqli. Sebagai contoh tentang rezeki. Al-Asyari berpendapat bahwa rezeki itu didapat dari Allah. Kita tidak boleh mengatakan kalau rezeki itu semata-mata hanya berkat usaha manusia saja. Nah, pendapat ini lah yang terkadang membuat orang salah paham, dan pendapat ini pula yang dimanfaatkan orang Barat yang tidak menyukai Islam. Mereka mengatakan bahwa pendapat al-Asyari tersebut meruntuhkan semangat kerja orang. Membuat orang malas, dan membuat orang pasrah dengan apa yang diberikan Allah. Hal seperti ini lah yang terkadang menggoyahkan orang dalam mengikuti alAsyari. Meskipun ada yang salah memahami pemikiran al-Asyari, namun pengikutnya sangatlah banyak. Pemikiran-pemikirannya dapat diterima aqal dan meningkatkan keimanan juga kepada Allah SWT. Dalam pemabahasan tentang pengaruh al-Asyari ini, nukman menurut Nukman Abbas bahwa pada masa sahabat mutaakhkhirin timbullah golongan

14

Qadariyah yang membicarakan tentang Qadar dan istithaah, oleh Mabad alJuhaini serta teman-temannya. Tetapi pembesar-pembesar sahabat seperti Abdullah ibnu Umar Jabir ibnu Abdillah , Abu Hurairah dan lain-lain, berlepas diri dari terlibat dalam pembicaraannya. Begitulah, semakin jauh dari Rsulullah SAW, maka umat Islam semakin sering terlibat dalam pembicaraan dan pembahasan kalamiyyah. Sebab lain ialah semakin banyak dan begitu dalamnya percampuran bangsa asing kepada bangsa arab, dan semakin meluasnya wilayah islam serta masuknya non arab yang telah mapan dengan budayanya ke dalam agama. Setelah berakhirnya kekuasaan Bani Umayyah, yakni pada masa Bani Abbas akan terlihat berbagai hal, perkara dan unsur-unsur yang baru sama sekali. Benih-benih fiqrah (perpecahan) muncul sedikit demi sedikit yang pada akhirnya semarak berkembang dalam masyarakat Islam. Menurut Mushthafa Shabri yang dikutip oleh Nukman Abbas, Abu Hasan al-Asyari adalah orang pertama yang mengibarkan bendera kesungguhan yang sepenuh hati (mujahadah) dan meninggalkan (itizal) Mutazilah. Beliau menghidupkan kembali aqidah seperti yang ada di masa Rasulullah SAW dan alkhulafa al-Rasyidin, sebagai kurun terbaik dalam memelihara akidah yang benar. Al-Asyari mengembalikan ilmu kalam kepada jalurnya yang betul, setelah sebelumnya diselewengkan oleh golongan Mutazilah, Murjiah dan Musyabbihah dan sebagainya.31 II.g. Pelajaran dari karakter Personal dan Karirnya Sebagai Ilmuan Al-Asyari adalah seorang yang cerdas. Karena kecerdasannya, Ia selalu mewakili gurunya al-Jubbabi dalam berdiskusi. Ketika umurnya masih kecil pun, ia sudah mampu menghafal al-Quran. beliau dikenal dengan qanaah dan kezuhudannya.32
31 32

Nukman Abbas, Op.Cit, h.140 http://fatwasyafiiyah.blogspot.com/2010/05/biografi-al-imam-abul-hasan-al-asyari.htm

15

Al-Asyari juga terkenal sebagai orang yang gigih, sama dengan Imam Ahmad, yaitu sama-sama gigih berjuang untuk melawan pengaruh rasionalitasekstrim oleh aliran mutazilah. Pemikiran-pemikiran al-Asyari juga lebih mengutamakan persatuan yang persatuan di antara kaum muslimin. Ia secara langsung ataupun tidak, mengkritik orang yang beranggapan bahwa logika harus ditempatkan di atas keimanan dan terhadap orang yang terpaku buta pada satu mazhab fiqh tertentu. Dengan begitu, ia mengambil posisi pertengahan yang tidak terjebak dalam ekstrimitas pemikiran. Oleh karena oleh karena itu, walaupun dirinya tidak dikenal sebagai pencipta salah satu mazhab, banyak muslim moderat yang mengikuti jejaknya, baik daisadari atau tidak.33 Dari kutipan diatas, dapat dipahami bahwa pemikiran-pemikiran alAsyari dinilai positif oleh banyak orang dan dapat diterima oleh masyarakat. Pemikiran al-Asyari lebih mengutamakan al-Quran dan al-Hadis. Ini menujukkan bahwa al-Asyari tetap menanamkan nilai-nilai keimanan. Jika pada paham lain yang menempatkan aqal diatas nash, maka itu dikhawatirkan akan membuat orang semuanya mengandalkan aqal tanpa pernah merujuk kepada alQuran dan al-Hadis. Hal ini dapat menjadikan manusia lupa kepada Pencipta Alam, yang akhirnya berada pada kekafiran dan kesesatan. Di atas telah dijelaskan perjalanan hidup al-Asyari. Dari penjelasanpenjelasan tersebut dapat kita ambil pelajaran yang baik dari seorang al-Asyari. Meskipun tidak semuanya karakter-karakter al-Asyari secara lamgsung disebutkan, seperti cerdas, zuhud yang baik untuk di contoh, tetapi kita dapat menyimpulkan sendiri karakter hidupnya. Dalam perjalanan hidup al-Asyari, ia adalah seorang yang kritis. Ia tidak langsung menerima sesuatu yang didapatnya sekalipun itu dari gurunya. Ini juga baik untuk dijadikan teladan. Saat sekarang ini, tidak sedikit orang yang hanaya menerima apa yang ia dengar, dan langsung mengikuti saja pendapat orang lain.
33

yang baik untuk diteladani dari perjalanan

Muhammad Razi, Lima Puluh Ilmuan Populer, (Jakarta : Qultummedia, 2005), h. 87

16

Apalagi seorang guru yang berpendapat. Bisanya seorang murid sangat takut berbede pendapat dengan gurunya. Dari sikap yang dicontohkan oleh al-Asyari sangat baik untuk di teladani. Pada kenyataannya ketika kritikan al-Asyari itu dinilai lebih baik dari gurunya dan lebih dapat diterima oleh banyak kalangan. Pendapatnya juga dapat menyelamatkan umat dari kesesatan. Seandainya alAsyari tidak bersikap kritis, maka tetaplah ia pada aliran yang sesat yaitu aliran mutazilah yang ia dapat dari gurunya. Selain sikap kritik yang ditunjukkan oleh al-Asyari, ia juga menunjukkan sikap teliti. Artinya al-Asyari tidak ceroboh dan tidak langsung mengkritik gurunya. Tetapi ia memikirkan terlebih dahulu tentang apa yang didengarnya dari gurunya. Hal ini dapat diketahui dari perjalanan hidup alAsyari yang menyendiri di rumahnya selama 15 hari hanya untuk memikirkan tentang kebenaran paham mutazilah. III. Kesimpulan Abu al-Hasan al-Asyari memiliki nama lengkap Abu al-Hasan alAsyari nama lengkapnya Abu Hasan Ali ibnu Ismail ibnu Abi Basyar, Ishak ibnu Salam ibnu Ismail ibnu Abdillah ibnu Musa Ibnu Bilal ibnu Abi Bardah, Amir ibnu Abi Musa al-asyari. Ia dilahirkan di Bashrah pada tahun 260 H / 874 M. Abu al-Hasan al-Asyari adalah keturunan dari sahabat Abu Musa Al-asyari yaitu sahabt Nabi Muhammad SAW. Sewaktu keci, ayahnya meninggal dunia. Kemudia ibunya menikah lagi dengan seorang yang bernama Abu Hasyim alJubbai. Al-Jubbai adalah tokoh kaum Mutazilah. Semenjak ibunya nikah dengan al-Jubbai, abu al-Hasn al-Asyari diarahkan oleh ayah tirinya. Ia belajar ilmu kalam dari al-Jubbai. Karena al-Jubbai seorang tokoh dari kaum Mutazilah, maka abu al-Hasan al-Asyari juga pengikut paham itu. Selama 40 tahun al-Asyari menganut paham Mutazilah. Selain al-Jubbai, ia juga berguru kepada guru yang lain. Ia belajar ilmu fiqh juga ilmu hadits. Guru-guru al-Asyari adalah Al Imam Al Hafizh Zakaria bin Yahya Al Saji, Al Imam Abu Khalifah AlJumahi, Abdurrahman bin Khalaf Al- Dhabbi,

17

Sahal bin Nuh Al-Bashri, Muhammad bi Yaqub AlMaqburi, Al Imam Abu Ishaq Al Mawarzi Al- syafii, Abu Ali al-Jubbai, dan Abu Hasim Al Jubbai.Semenjak al-Asyari berguru kepada Abu Ali al-Jubbai, sejak itulah ia menganut dan bergelut dalam paham Mutazilah. Tapi suatu hari al-Asyari bermimpi bertemu dengan Rasulullah. Dalam mimipinya, Nabi mengatakan kepadanya agar ia menolong riwayat-riwayat nabi. Maksudnya adalah agar umat lebih mengutamakan dalil naqli dari pada aqal, pada pada saat itu, umat tidak lagi bedralil kepada al-Quran dan al-Hadits, tetapi hanya mengandalkan pemikiran aqal. Selain bermimpi, al-Asyari juga pernah berdebat dengan gurunya alJubbai tentang kedudukan mukmin, kafir dan anak kecil di akhirat. Dalam perdebatan itu, gurunya tidak bisa menjawab tantangan murid. Melihat gurunya terdiam tidak mampu mnejawab pertanyaannya, merasa tidak puas dan terus mencari kebenara. Ia pun kemudian mengasingkan diri di rumah selama 15 hari untuk memikirkan paham mutazilah. Setelah 15 hari ia mengasingkan diri, ia keluar rumah pergi ke mesjid pada hari jumat, kemudian ia naik mimbar dan diumumkannya bahwa ia keluar dari mutazilah, sambil melemparkan bajunya dengan maksud seperti itu juga lah ia menanggalkan keyakinan lamanya yaitu paham Mutazilah. Ia juga menyodorkan sebuah buku yang berisi tentang penolakan-penolakannya terhadap kaum Mutazilah dan kelemahan-kelemahan Mutazilah dituliskannya dalam buku itu. Selain buku yang diberikannya itu, ia banyak lagi menulis buku. Ada sumber yang mengatakan tulisannya sebanyak 55 tulisan, ada juga yang mengatakan 87 tulisan. Di antaranya adalah al-Ibanah an Ushuli Diyanah, Maqalatul Islamiyyin, Risalah Ila Ahli Tsaghr, al-Luma fi Raddi ala Ahlil Bida, al-Mujaz, al-Umad fi Ruyah, Fushul fi Raddi alal Mulhidin, Khalqul Amal, Kitabush Shifat, Kitabur Ruyah bil Abshar, al-Khash wal Am, Raddu Alal Mujassimah, Idhahul Burhan, asy-Syarh wa Tafshil, an-Naqdhu alal Jubai, annaqdhu alal Balkhi, Jumlatu Maqalatil Mulhidin, Raddu ala lbni Ruwandi, al-

18

Qami fi Raddi alal Khalidi, Adabul Jadal, Jawabul Khurasaniyyah, Jawabus Sirafiyyin, Jawabul Jurjaniyyin, Masail Mantsurah Baghdadiyyah, al- Funun fi Raddi alal Mulhidin, Nawadir fi Daqaiqil Kalam, Kasyful Asrar wa Hatkul Atsar, Tafsirul Quran al-Mukhtazin, dan yang lainnya. Berbagai persoalan yang dibahas beliau dalam buku-buku itu. Ada yang membahas tentang kritikannya terhadap paham lain, ada juga kritikannya terhadap gurunya. Semenjak Abu al-Hasan al-Asyari meninggalkan Mutazilah, ia memplopori paham baru yaitu ahlu sunnah wal Jamaah. Jika pada paham Mutazilah lebih mengutamakan aqal, tetapi pada paham ahlu sunnah wal jamaah lebih mengutamakan dalil naqli yaitu al-Quran dan al-Hadits. Di antara paham ahlu sunnah yang bertentangan dengan Mutazilah adalah Al-Quran adalah firman Allah, bukan makhluk Allah, Perbuatan manusia diciptakan oleh Allah dan dilakukan oleh manusia, Perbuatan-perbuatan Allah tidak bisa dicari illatnya (sebab ) nya karena perbuatan Allah tidak kan ditanya, Sifat-sifat Allah yang ada di dalam Al-quran harus dipahami apa adanya tanpa ada takwil, Allah tidak harus melakukan perbuatan yang baik (al-shalah) dan lebih baik (al-ashlah),Sumber perbuatan yang baik dan buruk adalah syariat, bukan akal. Abu al-Hasan al-Asyari memiliki banyak pengikutnya. Pemikirannya bertujuan untuk menyatukan kaum muslimin. Dengan meletakkan dalil naqli di atas dalil aqli, al-Asyari dapat dikatakan lebih menjaga keimanan umat, dan menyelamatkan umat dari kesesatan,mengingat selama ini umat tidak lagi merujuk kepada al-Quran dan al-Hadits, tetapi merujuk pada akal semata. Dari perjalanan hidup al-Asyari, banyak pelajaran yang bisa kita ambil dan dijadikan teladan dalam hidup. Abu al-Hasan al-Asyari adalah seorang yang cerdas, gigih,dan zuhud. Al-Asyari juga adalah seorang yang kritik. Bahkan ia berani mengkritik gurunya yang tidak sependapat dengannya. Al-Asyari juga seorang yang berhati-hati dalam menentukan pilihan. Ia tidak tergesa-gesa dan

19

terburu-buru dalam menetapkan keputusan. Sikap-sikap yang dicerminkan Abu al-Hasan al-Asyari ini baik untuk dijadikan teladan dalam hidup. Satu hal yang perlu diingat bahwa sekalipun Abu al-Hasan al-Asyari lebih mendahulukan dalil naqli daripada aqal, tetapi Abu al-Hasan al-Asyari tetaplah menghargai pemikiran aqal. Hanya saja ada permasalahan yang dapat diselesaikan cukup dengan dalil naqli, ada juga permasalahn yang harus diselesaikan dengan menggunakan aqal.

20

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Nukman, Al-Asyari Misteri Perbuatan Manusia dan Takdir Tuhan, Jakarta : PT Gelora Aksara Pratama Abbas, Siradjuddin, Ulama Syafii Dan Kitab-Kitabnya Dari Masa-Kemasa , Pustaka Tarbiyah, 1975 Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam, Jakarta : PT Ikrar Mandiri abadi, 2003 Madkour, Ibrahim Madkour, Aliran Dan Teori Filsafat Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1995 Munandar Riswanto, Arif, Buku Pintar Islam,Bandung : Mizan, 2010 Souyb, Islam Merubah Dunia, Jakarta : Firma Madju,tt Razi, Lima Puluh Ilmuan Populer, Jakarta : Qultummedia, 2005 http://fatwasyafiiyah.blogspot.com/2010/05/biografi-al-imam-abul-hasan-alasyari.html http://dayahdarulkhairat.wordpress.com/2011/03/24/manaqib-abu-hasan-al-asy http://bumisantridesa.blogspot.com/2011/03/biografi-imam-abu-hasan-alasyarie.html

21

Nukman Abbas, Al-Asyari Misteri Perbuatan Manusia dan Takdir Tuhan, (Jakarta : PT Gelora Aksara Pratama), h. 106

22

You might also like