You are on page 1of 7

ADAT PERKAWINAN MELAYU

1. Konsep Perkawinan Melayu 2. Proses Perkawinan 2.1 Merisik dan Meninjau 2.2 Merasi 2.3 Melamar, Meminang dan Bertunangan 3. Persiapan Menuju Perkawinan 3.1 Gotong-royong 3.2 Pembacaan Barzanzi dan Persediaan Jamuan 4. Upacara Perkawinan 4.1 Upacara Menggantung-gantung 4.2 Upacara Berinai 4.3 Upacara Berandam 4.4 Upacara Khatam Quran 4.5 Upacara Perkawinan 4.6 Upacara Langsung 5. Pasca-Upacara Perkawinan 5.1 Malam Keluarga 5.2 Upacara Mandi Damai 6. Penutup 7. Ungkapan Lengkap dalam Perkawinan Melayu 1. Konsep Perkawinan Melayu Perkawinan merupakan fase kehidupan manusia yang bernilai sakral dan amat penting. Dibandingkan dengan fase kehidupan lainnya, fase perkawinan boleh dibilang sangat spesial. Perhatian pihak-pihak yang berkepentingan dengan acara terebut tentu akan banyak tertuju kepadanya, mulai dari memikirkan proses akan menikah, persiapannya, upacara pada hari perkawinan, hingga setelah upacara usai digelar. Yang ikut memikirkan tidak saja calon pengantin saja, baik laki-laki maupun perempuan, tetapi yang paling utama juga termasuk orang tua dan juga keluarganya karena perkawinan mau tidak mau pasti melibatkan mereka sebagai orang tua-tua yang harus dihormati. Adat perkawinan dalam budaya melayu terkesan rumit karena banyak tahapan yang harus dilalui. Kerumitan tersebut muncul karena perkawinan dalam pandangan melayu harus mendapat restu dari kedua orang tua serta harus mendapat pengakuan yang resmi dari tetangga dan masyrakat. Pada dasarnya, Islam juga mengajarkan hal-hal yang sama. Meski tidak masuk dalam rukun

perkawinan Islam, upacara-upacara yang berhubungan dengan aspek sosialkemasyarakatan menjadi penting karena di dalamnya juga terkandung makna bagaimana mewartakan berita perkawinan tersebut kepada masyarakat secara umum. Dalam adat perkawinan melayu, rangkaian upacara perkawinan dilakukan secara rinci dan tersusun rapi, yang keseluruhannya wajib dilaksanakan oleh pasangan calon pengantin beserta keluarganya. Hanya saja, memang ada sejumlah tradisi atau upacara yang dipraktekkan secara berbeda-beda di sejumlah daerah dalm wilayah geo-budaya melayu. Sebenarnya jika mengikuti ajaran agama Islam yang murni, tahapan upacara perkawinan cukup dilakukan secara ringkas dan mudah. Dalam ajaran Islam, perkawinan itu sudah dapat dikatakan sah apabila telah memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukunnya. Ajaran Islam perlu diterapkan di berbagai daerah dengan menyertakan adat-istiadat yang telah menjadi pegangan hidup masyarakat tempatan. Dalam pandangan Melayu secara umum, prinsip (syariat) Islam perlu dikawinkan dengan adat budaya masyarakat. Sehinggga, integrasi ini sering diistilahkan sebagai Adat bersendi syarak, Syarak bersendi Kitabullah, atau Syarak mengata, adat memakai (apa yang diterapkan oleh syarak itulah yang harus digunakan dalam adat). Dalam pandangan budaya Melayu, kehadiran keluarga, saudara-mara, tetangga, dan masyarakat kepada majelis perkawinan tujuannya tiada lain adlah untuk mempererat hubungan kemasyarakatan dan memberi kesaksian dan doa restu atas pekawinan yang dilangsungkan. Perkawinan yang dilakukan tidak berdasarkan pada adat Melayu setempat akan menyebabkan masyarakat tidak merestuinya. Bahkan, perkawinan yang dilakukan secara singkat akan menimbulkan desas desus tidak sedap di masyarakat, mulai dari dugaan kumpul kebo, perzinaan, dan sebagainya. Menurut Amran Kasimin, perkawinan dalam pndangan orang Melayu merupakan sejarah dalam kehidupan seseorang. Rasa kejujuran dan kasih sayang yang terbangun antara suami-istri merupakan nilai penting yang terkandung dalam makna perkawinan Melayu. Untuk itulah, perkawinan perlu dilakukan menurut adat yang berlaku dalam masyarakat, sehingga perkawinan tersebut mendapat pengakuan dan restu dari seluruh pihak dan masyarakat. 2. Proses Perkawinan Ketika seorang laki-laki atau perempuan hendak menikah tentu diawali dengan proses yang panjang. Prosee paling awal menuju perkawinan yang dimaksud adalah penentuan siapa jodoh yang cocok untuk dirinya atau yang dalam adat Melayu biasa disebut dengan istilah merisik dan meninjau. Setelah jodoh yang dirasa sesuai sudah dipilih, maka kemudian dilakukan tahapan kegiatan merasi, yaitu mencari-cair tahu apakah jodoh yang dipilih itu cocok(serasi) atau tidak. Jika kedua tahapan tersebut dirasa sesuai dengan tahapan diri orang yang akan menikah maka kemudian dilakukan tahapan melamar, meninang, dan kemudian bertunangan. Setelah kedua calon tersebut bertunangan, maka upacara perkawinan dapat segera dilangsungkan. 2.1 Merisik dan Meninjau Merisik adalah kegiatan memilih jodoh yang dilakukan orang tua untuk mencari calon istri bagi anak laki-lakinya. Kegiatan merisik biasanya dilakukan apabila seorang laki-laki yang hendak menikah dengan seorang gadis tetapi belum mengenali jati diri gadis tersebut atau jika sudah kenal namun baru sebatas kenal sekilas saja. Tujuan dari kegiatan merisik adalah untuk memastikan apakah gadis tersebutsudah memiliki pasangan atau belum. Tentunya, jika gadis tesebut telah memiliki tunangan maka laki-laki tersebut tidak bisa lagi berniat untuk menikahinya. Sebab, dalam hukum Islam seseorang itu dilarang untuk meminang tunangan orang lain.

Para orang tua biasanya mulai berpikir jika anak laki-lakinya dipandang sudah siap untuk berkeluarga mereka akan mencari dan memperhatikan beberapa gadis yang dikenalinya. Disamping sebagai jalan untuk mencari jodoh, kegiatan merisik jjuga dimaksudkan untuk mengetahui latar belakang calon menantu perempuan, kesuciannya, dan juga kepribadiannya. Kegiatan merisik juga mencakup hal-hal yang berkaitan dengan keterampilan rumah tangga, adab sopan-santun, tingkah laku, bagaimana paras wajahnya, dan juga pengetahuan gadis tersebut tentang agamanya. Secara prinsipil, kegiatan ini sebenarnya positif saja dilakukan agar para orang tua tidak salah dalam upaya mencaricalon istri yang terbaik untuk anak lakilakinya. Namun, kegiatan seperti ini lambat laun jarang dilakukan mengingat zaman sekarang sudah modern, sehingga anak laki-laki pada masa kinilebih suka memilih sendiri jodoh yang diharapkannya. Pada masa lalu, orang tua sering khawatir jika anak laki-lakinya hendak menikah dengan seorang gadis yang tidak diketahui bagaimana latar belakangnya. Artinya bahwa pada masa lalu kegiatan merisik lebih dimaksudkan untuk mengantisipasi agar anaknya tidak salah memilih orang. Adat merisik biasanya dilakukan oleh pihak laki-laki, sedangkan adat meninjau dilakukan oleh kedua pihak. Setelah kegiatan merisik dapat menentukan bahwa gadis tersebut belum memiliki pasangan, selanjutnya dilakukan tahap meninjau. Kegiatan ini kadang dilakukan sekaligus dengan kegiatan merisik. Kegiatan meninjau dimaksudkan untuk mengetahui tempat asal tempat asal caloln yang akan diniikahi. Kegiatan meninjau dilakukan oleh seorang wakil yang dipercaya dapat melakukannya. Kegiatan meninjau akan dirasa mudah jika wakil tersebut sudah mengenal gadis tersebut. Jika belum mengenalnya maka diperlukan waktu untuk melakukan tahapan peninjauan. Apa saja yang perlu ditinjau? Aspek-aspek yang ditinjau biasanya berkenaan dengan kepribadian perempuan, termasuk kesopanan tingkah laku dan bahasanya. Selain itu juga perlu diperhatikan bagaimana dia berbicara. Sebagai contoh, bagaimana dia menghidangkan makanan dan minuman kepada tamu. Aspek-aspek yang berkaitan dengan bagaimana cara dia membersihakan dirinya, seperti berpakaian dan berhias juga perlu diperhatikan untuk menilai apakah gadis tersebut berkepribadian baik atau tidak. Sebenarnya masih banyak aspek lain yang perlu ditinjau, diantaranya adalah soal pendidikan, seluk beluk tentang siapa saja orang-orang dalam keluarga intinya, dan juga latar belakang ekonomi keluarganya. Pada masa lalu, ketika memilih calon istri aspek yang lebih diutamakan adalah latar belakang pengetahuan agama, tata susila, dan kesantunan dalam berbahasa. Kegiatan meninjau juga dapat dilakukan oleh pihak perempuan. Bapak dan ibu pihak perempuan misalnya bisa meninjau keadaan sesungguhnya seputar diri dan keluarga calon suami dari anak gadisnya. Kegiatan peninjauan ini biasanya dimaksudkan untuk memastikan status bujang laki-laki tersebut dan bagaimana latar belakang ekonominya. Orang tua pihak perempuan biasanya perl memastikan bahwa calon suami dari anaknya mampu membiayai hidup rumah tangga yang kelak dibangun. 2. 2. Merasi Kegiatan merasi sudah sangat jarang dilakukan dalam masyarakat Melayu. Tujuan merasi adalah untuk memastikan apakah pasangan yang hendak dijodohkan itu sebenarnya cocok atau tidak. Artinya, merasi adalah kegiatan meramal atau menilik keserasian antara pasangan yang hendak dijodohkan. Kegiatan ini biasanya dilakukan melalui perantaraan seorang ahli yang sudah terbiasa bertugas mencari jodoh kepada oang yang hendak menikah. Pencarian jodoh tersebut akan membeikan pendapatnya bahwa pasangan tersebut dinilai cocok(serasi) atau tidak.

Pada masa lalu, masyarakat adat mempercayai bahwa kegiatan ini dirasa penting karena kerukunan rumah tangga ditentukan oleh adanya keserasian antara pasangan suami-istri. Jika hasi keputusan merasi adalah bahwa pasangan tersebut tidak cocok, maka biasanya orang tua dari masing-masing pasangan sakan membatalkan rencana pekawianan anak-anak mereka. Alasanya, jika mereka tetap dijodohkan maka konsekuensinya akan berdampak pada ketidakharmonisan, ketidakrukunan, dan keutuhan rumah tangga mereka alan hancur. Masyarakat pada masa lalu percaya bahwa pasangan yang tidak serasi akan didera dengan kemiskinan, perceraian dan bencana lainnya.

2.3. Melamar, Meminang, dan Bertunangan Setelah dirasa bahwa pasangan yang akan menikah sudah cocok, langkah kemudian adalah tahapan melamar dan meminang. Sebelum meminang, keluargapihak laki-laki melamar terlebih dahulu gadis yang akan dinikahi. Maksud dari kegiatan melamar adalah menanyakan persetujuan dari pihak calon pengatin perempuan sebelum dilangsungkan acara meminang. Jika masih dalam acara melamar, maka rencana perkawinn belum dapat dipastikan. Artinya, meskipun pihak calon pengantin laki-laki telah merisik dan meninjau latar belakang perempuan yang akan dinikahi, namun dalam tahap melamar jawaban yang akan diterima darinya masih belum bisa dipastikan. Lain lagi jika telah perempuan tersebut telah dipinang, maka jawaban darinya bisa dikatakan telah pasti. Lamaran dilakukan oleh pihak calon pengantin laki-laki, yaitu dengan cara mengantarkan beberapa wakil yang terdiri dari beberapa orang yang percaya dpat memikul tanggung jawab tersebut. Dalam pertemuan tersebut terjadi pembicaraan untuk mendapatkan jawaban yang pasti dari pasangan yang dijodohkan. Biasanya pihak perempuan akan memberikan jawaban dalam tempo beberapa hari. Adanya tenggang waktu adalah agar perempuan tersebut tidak dianggap menjual murah yang begitu mudah langsung menerima lamaran. Masa tenggang tersebut juga difungsikan untuk berunding dengan keluarga dan saudara pihak perempuan, disamping juga untuk menyelidik latar belakang lakilaki secara teliti dan hati-hati. Setelah calon laki-laki disetujui oleh keluarga pihak perempuan, mereka kemudian menemui wakil pihak laki-laki untuk memberitahukan keputusan tersebut. Dalam adat Melayu, biasanya pihak laki-laki sendiri yang akan datang ke rumah pihak perempuan untuk menanyakan keputusan tersebut. Setelah kedua pihak berbincang dan bersepakat, utusan dari pihak laki-lakiakan datang lagi untuk menetapkan kapan hari pertunangan. Dalam pertemuan ini juga diperbincangkan seputar jumlah barang antaran dan jumlah rombongan pihak laki-laki yang akan datang secara bersama. Hal itu dimaksudkan agar pihak perempuan mudah membuat persiapan dalam menerima kedatangan mereka. Istilah meminang digunakan karena buah pinang merupakan bahan utama yang dibawa saat acara meminang beserta daun sirih dan bahan lainnya. Buah pinang adalah lambang untuk laki-laki karenanya bentuknya yang keras. Sirih adalah lambang untuk perempuan. Buah pinang dan sirih adalah lambang laki-laki dan perempuan yang bersatu dan tidak dapat dipisahkan. Artinya bahwa seseorang itu tidak mungkin makan sirih tanpa pinang. Dalam perkembangan adat Melayu saat ini, buah pinang tidak lagi sebagai satu-satunya bahan yang dibawa untuk meminang, namun dibelah-belah secara halus dan diantar beserta dengan daun sirih sebagai pelengkapnya. Tidak ada masa atau waktu tertentu yang ditetapkan dalam tradisi perkawinan Melayu. Biasanya adat ini dilakukan pada Bulan Maulud(Rabiulawal), yaitu pada saat petang atau malam hari. Jika dilakukan pada malam hari karena banyak ornag yang bekerja pada siang hari, sehingga pada malam hari dipilih

sebagai waktu yang tepat. Pada saat acara meminang, rombongan pihak laki-laki beserta antarannya akan disambut oleh keluarga pihak perempuan. Antaran diletakkan ditengah majelis yang disaksikan di depan para hadirin. Sebelum memulai adat meminang, biasanya wakil pihak perempuan duduk berhadapan dengan ketua wakil pihak laki-laki. Sirih junjung diletakkan dihadapan mereka berdua. Bukan uang dibilang, bukan emasberlian dipandang, namun ketulusan hati membalut barang antaran sebagai wujud kasih sayang

Mereka kemudian memulai acara meminang dengan saling berkenalan terlebih dahulu. Setelah bekenalan wakil pihak perempuan memulai adat ini dengan bertanya kepada wakil pihak laki-laki tentang siapa yang memiliki sirih tersebut. Wakil pihak laki-laki akan menjawab dengan menyebutkan nama laki-laki yang diwakilinya dan juga nama perempuan yang hendak dipinang. Mereka juga menyatakan maksud kedatangan mereka. Setelah itu tepak sirih yang diterima oleh wakil pihak perempuan kemudian dikembalikan kepada wakil pihak laki-laki sambil mengatakan bahwa pinangan mereka diterima atau ditolak. Wakil pihak laki-laki kemudian mendatangi calon pengantin perempuan untuk mengenakan cincin dijari manisnya. Perempuan tersebut biasanya berada dibalik bilik yang telah berpakaian indah. Dengan demikian, calon pengantin perempuan tersebut telah resmi bertunangan dengan calo pengantin laki-laki. Setelah itu calon pengantin perempuan bersalaman dengan para hadirin, terutama dengan beberapa orang perempuan yang mewakili rombongan pihak laki-laki. 3. Persiapan Menuju Hari Perkawinan Hari perkawinan merupakan hri yang ditunggu-tunggu oleh semua anggota masyarakat yang berkenaan dengan pehelatan acara ini. Pada hari itu semua keluarga, saudara, termasuk tetangga berkumpul dalam satu majelis. Untuk menyambut hari perkawinan diperlukan persiapan yang sungguh matang. Persiapan yang dimaksud biasanya mencakup kegiatan bergotong-royong, pembacaan barzanzi, dan persediaan jamuaan. Tugas utama yang pelu dilakukan untuk mempersiapakan kegiatankegiatan tersebutadalah dengan c ara membangun bangsal penanggah terlebiih dahulu. Bangsal ini nantinya digunakan untuk kegiatan masak-memasak. Di daerah pedalaman, bangsal penanggah biasanya terbuat dari kayudan atapnya terbuat dari daun nipah atau rumbia. Di samping bangsal, yang juga perlu disediakan adalah tungku-tungku dapur yang diperlukan untuk alat memasak. 3.1 Gotong-Royong Sebelum datangnya hari perkawinan dilakukan acara gotong-royong atau rewang (jw). Pihak tuan rumah perlu menyediakan berbagai macam kue Melayu untuk mereka yang bergotong-royong. Kegiatan gotong-royong biasanya dilakukan hingga lartu malam sambil menikmati kue-kue yang dihidangkan. Kue yang tahan lama biasanya disediakan oleh tuan rumah melalui pertolongan

tetengga terdekat, yaitu beberapa hari sebelum berlangsungnya majelis perkawinan. Sedangkan kue yang tidak tahan lama disediakan sehari menjelang pehelatan majelis. Kue-kue ini juga diantarkan kepada mereka yang memberikan sumbangan tetapi tidak bisa datang. Kegiatan gotong-royong ini dimulai dengan membagi aktifitas yang perlu dilakukan antara laki-laki dan perempuan. Pada pagi harinya, pihak perempuan biasanya sibuk menyediakan berbagai keperluan dalam rumah, sedangkan pihak laki-lakinnya mengeluarkan semua alat yang diperlukan seperti piring, tempat penyajian makanan, gelas dan sebagainyayang tersusun secara rapi. Pada petang harinya, dilakukan penyembelihan ayam, kambing, atau lembu. Setelah disembelih, sebagian pihak dari pihak laki-laki membuang kulit, membersihkan dan memotong daging sesuai ukuran yang dikehendaki. Sebagian yang lain mencabut bulu ayam dan kemudian menyerahkannya kepada petugas yang sudah terbiasa memotong dagingnya. Tukang memasak akan menggoreng daging yang telah dipotong agar keesokan harinya dapat dimakan. 3. 2. Pembacaan Barzanzi dan Persediaan Jamuaan Kegiatan (majelis) membaca barzanzi dilakukan selepas shalat isya. Majelis ini biasanya diikuti oleh mereka yang telah melakukan kegiatan gotong-royong selama sehari-semalam, juga diikuti oleh keluarga dan saudara dari tuan rumah, termasuk para jemputan yang diundang secara khusus pada majelis ini. Pada masa kini, kegiatan ini tidak populer lagi. Untuk mengadakan kegiatan ini masih diperlukan usaha gotong-royong sebagaimana dilakukan sebelumnya. Dalam kegiatan pembacaan barzanzi juga dihidangkan jamuan, yang biasanya terdiri dari nasi beserta lauk-pauknya. Setiap hidangan disediakan untuk empat atau lima orang. Persediaan jamuaan biasanya ditentukan secara berbeda-beda, tergantung pada bagaimana keinginan keluarga dari tuan rumah. Seorang ayah yang hanya mempunyai anak tunggal atau tingaal satu anaknya yang belum menikah, maka dia biasanya akan mengadakan majelis perkawinan secara besar-besaran, meski di luar kesanggupan keuangan sendiri. Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang kemudian rela berhutang hanya untuk memenuhi keinginan besarnya itu. Dalam acara gotong-royong selalu tersedia juadah khas Melayu, seperti khasidah, pelita daun, bolu kembojo, wajit dan nasi kunyit, serta rendang atau panggang ayam.

Untuk melakukan kegiatan persediaan jamuaan, iasanya dipilih terlebih dahulu ketua panitia yang banyak berhubungan secara intens denagan tuan rumah berkenaan dengan segala sesuatu hal yang berhubungan dengan jamuan. Ia juga bertanggung jawab membeli bahan-bahan keperluan di pasar. Ia perlu berkoordinasi dengan anggota panitianya yang dibagi berdasarkan tugasnya masing-masing, ada yang bertugas menyambut tamu, mengatur tempat duduk tamu, meyediakan air minum, dan mencuci piring atau gelas yang telah digunakan. Di samping ada yang bertugas memasak ada juga yang bertugas menyediakan makanan yang dibawa pulang oleh hadirin yang datang. Pekerjaan

pekerjaan tersebut dilakukan secara sukarela karena merupakan adat dalam budaya Melayu untuk hidup saling bergotong-royong. 4. Upacara Perkawinan Setelah melalui proses dan tahapan yang begitu panjang, maka kini saatnya melangsungkan upacara perkawinan. Istilah upacara perkawinan ddapat juga disebut dengan istilah lain, seperti upacara nikah kawin, upacara helat jamu pernikahan, dan upacara perhelatan nikah kawin. Upacara ini merupakan hari H yang ditunggu-tunggu oleh siapa saja yang berhubungan dengan perkawinan ini, baik bagi calon pengantin sendiri maupun seluruh keluarga dan saudara-saudaranya. Dalam adat Melayu, upacara perkawinan biasanya dilakukan secara amat terinci, lengkap, dan bahkan tidak boleh ada yang tertinggal satupun.

You might also like