You are on page 1of 12

CONTOH-CONTOH USAHA RITEL

Disusun oleh : Nama : DAMAR ARI S Kelas : XI PM 3 No : 08


Peluang Bisnis Kemitraan Kuliner

Daging ayam sudah jamak menjadi bahan baku aneka macam masakan. Walaupun begitu, sepertinya masyarakat tidak pernah bosan dengan makanan berbahan baku daging ayam. Mau bakar, goreng, di sate atau di bumbu apapun tetap saja laku di pasaran. Pasarnya yang lebar inilah yang membuat Chicken Roasten (CR) menawarkan waralaba ayam bakar. Perusahaan asal Jakarta ini berdiri sejak 2 tahun lalu dan saat ini sudah memiliki 5 outlet, 4 di antaranya adalah milik mitra. Manajemen CR menargetkan menambah satu gerai lagi hingga akhir tahun ini. Jufri, pengelola PT CR Indonesia, mengatakan, prospek bisnis penjualan ayam bakar sangat bagus. Apalagi makanan ini menjadi santapan favorit di kawasan perbelanjaan dan kampus. Pusat perbelanjaan dan kampus memang menjadi target lokasi Chicken Roasten, katanya. CR menawarkan paket investasi Rp 130 juta. Investasi itu untuk biaya lisensi kerja sama, training karyawan dan pengenalan produk senilai Rp 50 juta. Sisanya Rp 80 juta untuk peralatan lengkap dan bahan baku awal. Mitra nantinya juga memperoleh meja, kursi serta dekorasi ruangan. Menurut Jufri, seluruh bahan baku dikirim dalam bentuk beku alias frozen food agar kualitasnya terjamin. 20 bumbu rahasia Jufri mengklaim rasa ayam bakar Chicken Roasten memiliki keunggulan dan berbeda dengan ayam bakar lain, Itu karena kami menggunakan 20 bumbu tradisional yang kami kembangkan sendiri, ujarnya. Selain ayam bakar, CR juga menjual menu lain, seperti pindang, soto, dan pempek. Aneka menu itu, menurut Jufri dimaksudkan untuk menjangkau konsumen lebih luas. Apalagi segmen pasar yang coba di raih oleh CR adalah konsumen tingkat menengah, seperti halnya pelajar dan mahasiswa.

Rentang harga makanan di CR juga disesuaikan dengan kantong mahasiswa dan pelajar, yaitu Rp 6.000-Rp 23.000 per porsi. Jika dirata-rata harga makanan Chicken Roasten Rp 15.000 per porsi, kara Jufri. Omzet tiap gerai sangat ditentukan lokasi. Namun jika dirata-rata omzet per bulannya mencapai Rp 75 juta, kata Jufri. Jika benar omzet sebesar Rp 75 juta per bulan tercapai, terwaralaba bisa balik modal dalam 6 bulan. Mulia, terwaralaba Chicken Roasten yang membuka gerai di kisaran Pasar Baru, Jakarta, telah membuktikan bahwa target balik modal itu bisa dicapai. Perempuan 28 tahun ini bergabung dengan Chicken sekitar 2 tahun lalu. Saat itu, dia menanamkan investasi sekitar Rp 100 juta. Dan, dalam waktu 6 bulan, seluruh investasi itu sudah kembali. Menurut Mulia, dia bisa cepat balik modal karena lokasi gerainya strategis dan sesuai dengan target pasarnya. Selain itu, Mulia juga meraih sukses lantaran masakan yang dia jual tidak monoton. Saya selalu menghadirkan menu baru tiap dua bulan sekali. Ini untuk menghindari kejenuhan pelanggan, katanya. Ya, Chicken Roasten memang mengijinkan mitranya membuat menu baru sendiri atas persetujuan pusat. Mulai menuturkan omzet nya berkisar Rp 2 juta-Rp 5 juta setiap harinya. Omzet tertinggi terjadi jika banyak pesanan katering untuk rapat. Dia juga menyediakan delivery order yang memungkinkan konsumen memesan ayam bakar untuk diantar ke rumah. Dengan keuntungan itu, Mulia berniat membuka gerai baru lagi dalam waktu dekat ini.

Peluang Bisnis Handuk

Seiring tingginya tingkat hunian hotel, kebutuhan handuk pun meningkat. Otomatis, permintaan handuk turut terkerek. Tak hanya itu, permintaan handuk untuk rumah sakit juga tinggi. Sejumlah produsen handuk mengaku peningkatan permintaannya mencapai 30%. Alhasil, para produsen handuk itu mampu meraup omzet hingga Rp 40 juta setiap bulan. Maraknya pembangunan hotel dan rumah sakit baru membawa berkah tersendiri bagi para produsen handuk. Pasalnya, permintaan handuk khusus hotel dan rumah sakit turut mengalami peningkatan. Alhasil, bisnis kain pengering badan ini kian prospektif. Seperti yang dialami oleh Wikantiningsih, pemilik Soulmate Bedsheet. Produsen handuk yang juga pemilik gerai handuk di Plaza Semanggi, Jakarta ini, mengatakan permintaan handuk yang masuk ke usahanya tahun ini naik 30%. Saat ini, perempuan yang biasa dipanggil Wiwiek itu bisa menjual sekitar 1.000 helai handuk tiap bulan. Permintaan dari hotel dan rumah sakit sekitar 80% dari total penjualan handuk saya, katanya. Sisanya, merupakan pesanan handuk dari berbagai perusahaan yang menggunakan handuk sebagai suvenir promosi. Sekarang banyak perusahaan yang memakai handuk untuk promosi juga, imbuhnya. Pemesan handuk yang datang ke Soulmate Bedsheet berasal dari kota-kota besar yang ada di Indonesia. Seperti Ambon, Banjarmasin, Balikpapan, Pontianak, hingga Papua. Wiwiek kini memiliki lebih dari 10 pelanggan tetap hotel dan rumah sakit. Khusus untuk handuk hotel, Wiwiek memproduksi tiga macam handuk. Yaitu handuk untuk cuci tangan, handuk mandi dan handuk untuk cuci muka. Ia menjual handuk mandi hotel berukuran 70140 centimeter (cm) dengan harga Rp 60.000 per helai. Harga ini sudah termasuk ongkos pemberian logo dan nama hotel yang memesan. Biasanya hotel bintang tiga ke atas yang memesan handuk seharga Rp 60.000, katanya. Untuk hotel bintang tiga, rata-rata memesan handuk seharga Rp 40.000. Ukurannya sama, tapi gramasi atau ketebalan dan kehalusan handuk yang berbeda, imbuhnya.

Adapun untuk handuk rumah sakit, rata-rata handuk yang dipesan berukuran 12050 cm. Harga handuk tersebut berkisar Rp 35.000 per helai. Harga handuk kami sangat bersaing dengan produsen yang lain, tutur Wiwiek, seraya berpromosi. Perempuan yang sudah delapan tahun menekuni bisnis handuk ini, mengaku, bisa mendulang pendapatan sekitar Rp 40 juta setiap bulannya dari penjualan berbagai macam jenis handuk tersebut. Makin prospektifnya bisnis pembuatan handuk juga diamini oleh Zamroni, pemilik Enkatex produsen handuk di Pekalongan, Jawa Tengah. Di tahun ini, ia bisa menjual ratarata 1.000 helai handuk setiap bulan. Khusus untuk rumah sakit, Zamroni bisa mendapatkan pesanan sekitar 400 helai handuk setiap bulan. Sisanya, pesanan datang dari berbagai institusi. Kalau hotel biasanya mereka pesan dua bulan sekali, imbuhnya. Handuk yang biasa dipesan hotel yaitu handuk berukuran 14070 cm dengan harga sekitar Rp 50.000 per helai. Adapun untuk rumah sakit, handuk yang banyak dipesan adalah handuk kecil berukuran 4080 cm. Zamroni melabeli handuk tersebut dengan harga Rp 8.000. Biasanya, rumah sakit memakai handuk itu sebagai suvenir. Makanya, saat pasien pulang, handuknya ikut dibawa, katanya. Di sisi lain, Zamroni menuturkan, selain maraknya pertumbuhan hotel dan rumah sakit, tingginya tingkat okupansi perhotelan dan rumah sakit juga turut mendorong bisnis penjualan handuk. Semakin banyak orang sakit yang menjalani perawatan di rumahsakit, bisnis ini juga ikut meningkat, canda Zamroni. Namun, dia mengaku, pemasaran handuknya saat ini masih terbatas di wilayah Jawa Tengah. Hal senada juga diungkapkan oleh Ferry Lusianto. Pemilik pabrik handuk dengan merek Lumintu di Klaten, Jawa Tengah ini, lebih memilih fokus pada pembuatan handuk untuk kebutuhan rumah sakit. Pertimbangannya, menangani pelanggan yang berasal dari kalangan hotel tergolong lebih sulit. Ini lebih ke soal pembayarannya saja, yang suka telat dan harus lewat beberapa orang dulu, katanya. Padahal, dia membutuhkan modal untuk bisa membuat handuk lagi. Meski hanya membidik segmen rumah sakit, penjualan handuk Ferry terbilang besar. Saat ini, ia bisa menjual minimal 1.500 helai handuk setiap bulan. Dia menerima pesanan dari pelanggannya, yakni 10 rumah sakit di Jawa Timur. Satu rumah sakit biasanya pesan minimal 500 handuk tiap bulan, katanya. Harga jual sehelai handuk berkisar antara Rp 14.000 hingga Rp 30.000. Selain memproduksi handuk mandi, Ferry juga memproduksi handuk washlap. Setiap bulan, rata-rata satu rumah sakit bisa memesan 1.000 helai handuk washlap.

Harga satu helai washlap sekitar Rp 1.500. Jadi, kalau dihitung, omzet saya setiap bulan antara Rp 25 juta hingga Rp 40 juta, katanya. Lelaki berusia 32 tahun ini mengklaim, produksi handuk miliknya masuk pada kategori kualitas KW3. Alasannya, kualitas itu disesuaikan dengan segmen pasar handuk produksinya yakni rumah sakit, yang lebih mementingkan kegunaan handuk dengan harga yang terjangkau. Biar KW3 yang penting bagi mereka bisa menyerap air, kata Ferry. Saat ini, Ferry memperkerjakan sekitar 40 orang tenaga kerja untuk memproduksi handuk. Pembuatan handuk itu juga menggunakan 40 unit mesin pembuat handuk. Sedangkan untuk pembuatan logo dan nama, ia masih menggunakan mesin tenun tradisional yang jumlahnya ada sekitar 50 unit. Proses pembuatan handuk ini memakan waktu dua hingga tiga hari, tandasnya.

Peluang Bisnis Keripik Singkong

Salah satu camilan populer di negeri ini adalah keripik singkong. Selain enak di lidah, bahan baku yang mudah didapat membuat camilan ini berprospek cerah. Alhasil, salah satu produsennya bisa memiliki omzet Rp 50 juta per hari. Keripik singkong merupakan makanan yang sudah sangat akrab di telinga maupun lidah masyarakat Indonesia. Camilan ini dibuat dari singkong yang diiris tipis dan digoreng dengan variasi rasa yang berbeda-beda. Bahan baku singkong yang mudah didapat dan pasar dalam negeri yang sangat besar, membuat banyak pemodal tertarik menjalankan bisnis ini. Tak heran jika produk keripik singkong dari luar negeri juga mulai merambah masuk ke pasar lokal. Di tengah ancaman itu, produsen lokal tetap bisa eksis membesarkan usahanya. Seperti Frans Darmadi, pemilik PT Universal Cipta Pangan di Jakarta. Sejak akhir 2008, ia menjajal peruntungan bisnis di sektor makanan ringan dengan memproduksi camilan singkong olahan dalam kemasan. Kami ingin mengangkat citra makanan tradisional ini masuk ke pasar modern, ungkapnya. Untuk memperoleh pasokan bahan baku singkong, Frans bekerja sama dengan petani singkong di Sukabumi. Dia memilih singkong mangu sebagai bahan baku, dengan kebutuhan mencapai 200 ton singkong saban bulan. Dari bahan baku singkong sebanyak itu bisa dihasilkan sekitar 30 ton keripik singkong olahan kemasan siap jual. Ada tiga ukuran kemasan, yaitu 185 gram (gr), 60 gr dan 20 gr. Harganya berkisar Rp 1.000-Rp 10.000 per bungkus. Menurut Frans, varian rasa keripik singkong yang paling digemari adalah rasa daging panggang, keju bakar dan ayam lada hitam. Ia mengaku kapasitas produksi sebanyak itu terserap seluruhnya oleh pasar. Apalagi sejak tahun lalu, Frans berhasil memasukkan produk camilan singkong bermerek Kingkong ke toko ritel modern. Seperti Alfamart, Lotte Mart, Hero dan Carrefour. Bahkan, di tahun yang sama, ia sudah berhasil mengekspor keripik singkong ke luar negeri, seperti Australia, Singapura, India, Brunei Darussalam, hingga Afrika Selatan.

Sekitar 25% dari total penjualannya ditujukan ke negara-negara tersebut. Sayang, Frans enggan menyebutkan omzetnya per bulan. Produsen olahan singkong lokal lainnya yang cukup berhasil adalah keripik singkong merek Lumba-Lumba. Pembuatnya adalah Sutjipto dari Malang, Jawa Timur, sejak tahun 1998. Fajar Wijayako, sang adik, menuturkan, kakaknya membutuhkan bahan baku singkong sekitar 9 ton per hari. Singkong yang digunakan adalah jenis meranti ketan. Singkong jenis ini paling baik tumbuh di dataran tinggi yang banyak terdapat di daerah Malang. Singkong jenis ini rasanya lebih gurih dibandingkan yang lain, katanya. Dari 9 ton singkong bisa dihasilkan 7 ton keripik singkong. Harga jual tiap bungkus Rp 10.000. Omzetnya bisa mencapai Rp 50 juta per hari, kata Fajar. Selama ini keripik singkong merek Lumba-Lumba banyak dijual di hampir seluruh wilayah Jawa Timur. Bahkan, Fajar mengklaim, di beberapa kota besar Jawa Timur seperti Surabaya dan Malang, merek keripik singkong Lumba-lumba sudah begitu familiar. Selain produsen keripik singkong yang untung, diharapkan para petani singkong pun bisa menikmati tetesan rezeki. Yang juga penting, bagaimana membuat merek keripik singkong lokal menjadi raja di negeri sendiri. Bukan malah merek luar yang lebih dikenal, tandas Fajar.

Peluang Bisnis Kemitraan Mie Ayam

Banyak orang di Indonesia yang menggemari mi ayam. Jadi, kita tak perlu heran para pedagang makanan rakyat bertebaran di mana-mana. Meski persaingan usaha ini sudah padat, Wahyu Indra tak gentar menawarkan kemitraan mi ayam bernama Mie Ayam Grobakan. Berbekal pengalaman bertahun-tahun membuka usaha Warung Bakmi-Ku, ejak 2 Juni 2010 lalu dia merambah bisnis mie ayam. Wahyu mengklaim keunggulan mi buatannya adalah tak mengandung bahan pengawet. Dua menu dia tawarkan: mi ayam dan mi yamin. Sebagai pelengkap, Mie Ayam Grobakan asal Depok, Jawa Barat, ini menyediakan bakso dan pangsit. Wahyu menjual satu porsi mi ayam komplet dengan harga antara Rp 7.500 hingga Rp 12.000. Saat ini Mie Ayam Grobakan telah memiliki empat mitra di Bekasi Timur, Ciledug, Ciracas, dan Bogor. Dua lagi akan buka pada 23 Oktober di Cikeas dan Antasari, Jakarta Selatan, ungkap dia. Dua paket investasi Wahyu menawarkan dua paket investasi. Pertama, Paket Cabang Produksi senilai Rp 50 juta untuk investor di luar Jabodetabek. Kedua, Paket Mitra senilai Rp 5 juta untuk calon investor di wilayah Jabodetabek. Paket kedua ini memperoleh peralatan usaha komplet, seperti gerobak, dandang, dan dua unit tabung gas ukuran 3 kilogram (kg). Paket ini juga dilengkapi bahan baku mi mentah seberat 10 kg untuk meracik 110 porsi mi ayam. Ini sebagai promosi, ujar Wahyu. Memang, salah satu strategi promosinya dengan membagikan kupon makan gratis. Cara ini ditempuh agar usahanya bisa cepat dikenal. Sedangkan Paket Cabang Produksi dilengkapi mesin pengaduk adonan terigu berkapasitas 25 kg per 10 menit, mesin pres, dan pemotong mi kapasitas 40 kg per jam, serta freezer berkapasitas 400 liter. Ada juga pelatihan produksi mi mentah selama dua minggu bagi para karyawan.

Pemilik cabang produksi dapat mencari calon mitra Mie Ayam Grobakan di daerah masing-masing tanpa batasan jumlah maksimum. Pusat akan mendapat sekitar 10% dari tiap paket investasi yang diambil oleh mitra dari cabang produksi, papar Wahyu. Di samping itu, mitra cabang produksi boleh menjual bahan baku mi mentah yang dikirim dari pusat kepada para mitra yang berada di daerahnya sehingga memberikan keuntungan ganda. Paket kemitraan ini berlaku lima tahun. Kelak, mitra biasa yang serius menjalankan bisnis dan memiliki perkembangan pesat bisa saja naik kelas menjadi pemilik cabang produksi. Saat ini sudah ada proposal untuk cabang produksi di Aceh, Pontianak, dan Bali, katanya. Wahyu menghitung, jika mitra cabang produksi mampu menjual bahan baku mi mentah sebanyak 25 kg per hari dengan harga Rp 22.000 per kg, maka omzet harian mencapai Rp 550.000. Sebulan omzet yang dikantongi sekitar Rp 16,5 juta, ujarnya. Keuntungan usaha Mie Ayam Grobakan sudah dinikmati I Dewa Made Janusetiawan di Bekasi Timur. Menempati ruko Perumahan Duren Jaya, mitra yang baru memulai usahanya pada 23 September lalu itu mengaku sudah mendapat tanggapan positif. Tiap hari, kedai mi Janusetiawan mampu menjual 16 porsi mi ayam dengan harga per porsi Rp 7.500. Dari rata-rata penjualan selama 25 hari, dia dapat meraup omzet sekitar Rp 3 juta. Cukup positif, apalagi ini belum genap sebulan. Tiap minggu kami memesan bahan baku sebanyak 6 kg, ujar Iwan. Bahkan, dia sudah bernafsu menaikkan status mitra menjadi cabang produksi.

Peluang Usaha Siomay Keliling

Banyak jalan menuju Roma , istilah tersebut sangat sesuai untuk menggambarkan banyaknya cara dan pilihan peluang bisnis yang dapat kita jalankan. Hal itu pula yang memberikan motivasi kepada Kang Ikun yang saat ini bekerja sebagai penjual siomay keliling. Karena terbatasnya modal dan kemampuan yang ia miliki, kang Ikun yang saat itu telah menyelesaikan sekolahnya ditingkat SLTP di Purwokerto. Memutuskan untuk ikut pamannya yang melancong ke kota Jogja untuk berjualan siomay keliling. Berawal dari kebiasaannya ikut bersama sang paman yang menjajakan siomay keliling dengan sepeda , Kang Ikun akhirnya memberanikan diri untuk berjualan siomay keliling sendiri dengan mengambil alih sebagian wilayah jualan sang paman. Saat itu saya masih berumur 13 tahun, jadi paman cuma ngasih ijin saya berkeliling di wilayah yang tidak terlalu jauh dari kontrakan, ungkap Kang Ikun. Berkat ketekunan dan kegigihan kang Ikun selama bertahun tahun menekuni usaha siomay kelilingnya, kini Kang Ikun telah memiliki tiga sepeda siomay keliling yang digunakannya bersama dengan kedua anak buahnya untuk berjualan siomay keliling. Setiap harinya Kang Ikun berkeliling mulai dari pukul 12.00 sampai dengan pukul 19.00, dengan wilayah keliling area sekolahan, daerah anak anak kost yang ada di sekitar kampus daerah Jogja, serta masyarakat umum. Kebanyakan pelanggan tetap saya para mahasiswa dan anak anak kost, jelasnya. Kini usaha yang dimilikinya mampu dijadikan pegangan untuk memenuhi kebutuhan pribadinya serta kebutuhan keluarganya yang ada di kampung. Ia bisa menjual siomay dagangannya rata rata 40 porsi / hari, dengan harga Rp 4.000,- / porsi. Selain itu Kang Ikun juga masih dapat tambahan pemasukan dari setoran yang dihasilkan dari kedua anak buahnya, rata rata anak buahnya menghabiskan 250 butir siomay per harinya dengan harga Rp 400,- / butirnya. Diluar kegiatan pokoknya jualan siomay keliling, kang Ikun juga sering mendapatkan pesanan siomay untuk hidangan acara acara khusus atau hajatan yang diadakan para pelanggan tetapnya.

Dari usaha siomay keliling yang dianggap contoh usaha kecil pun kita mampu memperoleh keuntungan yang besar apabila ditekuni dan dikelola dengan baik. Kepuasan pelanggan menjadi syarat mutlak yang harus dicapai dalam menjalankan segala macam usaha. Dan Kang Ikun pun selalu berkomitmen untuk menjaga kualitas rasa siomay yang diproduksinya. Walaupun siomay saya hanya pakai sepeda keliling, tapi rasa siomay saya gak boleh kalah dengan siomay yang ada di restoran. Ujar Kang Ikun sembari tersenyum dengan penuh percaya diri. Berikut kami cantumkan analisa biaya berjualan usaha ini. Analisa Ekonomi Modal awal Bahan baku Rp 100.000,00 Gerobak sepeda Rp 300.000,00 Peralatan Rp 200.000,00 Lain lain Rp 25.000,00 + Jumlah Rp 625.000,00 Biaya Operasional / hari Pembelian bahan baku Rp 100.000,00 Gas Elpiji Rp 13.000,00 Lain lain Rp 10.000,00+ Jumlah Rp 123.000,00 Pemasukan Omset/ hari : 40 porsi x Rp 4.000,00 = Rp 160.000,00 Laba bersih / hari Rp 37.000,00 Laba bersih / bulan Rp 37.000,00 x 30 hari = Rp 1.110.000,00 Jika rasanya saja tidak kalah dengan siomay restoran, kenapa tidak kita kembangkan usaha yang potensial ini menjadi usaha yang lebih besar lagi. Tentunya bagi mereka teman-teman seperti Kang Ikun ini membutuhkan support dana dan pendampingan manajerial untuk membantu mengembangkan usahanya lebih besar lagi.

You might also like