You are on page 1of 2

Indonesia menganut sistem ratifikasi campuran, yaitu ada peran lembaga eksekutif dan legislatif dalam meratifikasi perjanjian

internasional. Dalam UU RI No. 24 Tahun 2000 tentang perjanjian internasional, ratifikasi atau pengesahan perjanjian internasional dilakukan dengan undangundang atau keputusan Presiden. Di Indonesia ratifikasi dengan undang-undang harus terdapat persetujuan Presiden dan DPR secara bersama-sama terhadap perjanjian internasional. Ratifikasi dengan keputusan Presiden hanya mengisyaratkan adanya persetujuan Presiden terhadap perjanjian tersebut. Dasar hukum sistem ratifikasi di Indonesia, terdapat dalam undang-undang Dasar 1945 yaitu pasal 11 ayat (1), (2), dan (3) UUD 1945. Perjanjian internasional yang dapat diratifikasi dengan keputusan Presiden, diantaranya yaitu perjanjian induk yang berkaitan dengan kerjasama di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi dan teknik perdagangan, kebudayaan, pelayaran niaga, serta penghindaran pajak berganda dan kerjasama perlindungan penanaman modal. Ratifikasi melalui undang-undang dapat dilakukan terhadap perjanjian internasional yang menyangkut materi-materi di bawah ini,

Politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara. Perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara RI. Kedaulatan atau hak berdaulat negara. Hak asasi manusia dan lingkungan hidup. Pembentukan kaidah hukum baru. Pinjaman dan/atau hibah luar negeri.

Pengesahan atau ratifikasi adalah persetujuan terhadap rencana perjanjian internasional agar menjadi suatu perjanjian yang berlaku bagi masing-masing negara tersebut. Pengesahan perjanjian internasional oleh pemerintah dilakukan sepanjang dipersyaratkan oleh perjanjian internasional tersebut. Pengesahan suatu perjanjian internasional dilakukan berdasarkan ketetapan yang telah disepakati oleh para pihak. Setelah penandatanganan naskah perjanjian internasional dilakukan oleh para wakil negara peserta perundingan, maka selanjutnya naskah perjanjian tersebut dibawa pulang ke negaranya masing-masing untuk dipelajari dengan seksama untuk menjawab pertanyaan, yaitu apakah isi perjanjian internasional tersebut sudah sesuai dengan kepentingan nasional atau belum dan apakah utusan yang telah diberi kuasa penuh melampaui batas wewenangnya atau tidak. Apabila memang ternyata isi dalam perjanjian tersebut sudah sesuai, maka negara yang bersangkutan tersebut akan meratifikasi untuk menguatkan atau mengesahkan perjanjian yang ditandatangani oleh wakil-wakil yang berkuasa tersebut. Ratifikasi bertujuan memberi kesempatan kepada negara peserta perjanjian internasional untuk mengadakan peninjauan dan pengkajian secara seksama apakah negaranya dapat diikat suatu perjanjian internasional atau tidak. Ratifikasi perjanjian internasional dibedakan menjadi tiga. Hal ini untuk mengetahui siapakah yang berwenang meratifikasi suatu naskah perjanjian internasional di negara tersebut. Ketiga sistem ratifikasi tersebut adalah sebagai berikut :

Sistem ratifikasi oleh badan eksekutif, yaitu bahwa suatu perjanjian internasional baru mengikat apabila telah diratifikasi oleh kepala negara atau kepala pemerintahan. Misalnya saja pada pemerintahan otoriter seperti NAZI. Sistem ratifikasi oleh badan legislatif, yaitu bahwa suatu perjanjian baru mengikat apabila telah diratifikasi oleh badan legislatif. Misalnya adalah Honduras, Turki, dan Elsalvador. Sistem ratifikasi campuran (badan eksekutif dan legislatif), yaitu bahwa suatu perjanjian internasional baru mengikat apabila badan eksekutif dan legislatif sama-sama menentukan proses ratifikasi. Misalnya Amerika Serikat, Perancis, dan Indonesia.

sistem ratifikasi campuran yaitu lembaga legislatif dan lembaga eksekutif scra ber sama-sama terlibat di dlm proses ratifiakasi perjanjian inrernasional. Mengenai sistem ratifikasi ini di knal 2 variasi yakni :

a.legislatif lbh dominan dari ekskutif .ini tdpt di negara -negara yg mlksanakan sistem pemerintahan parlementer. b.eksekutif lbh dominan dari legislatif ini tdpt di ngara-negara yg mlksanakan sistem pemerintahan presidensil,misalnya di amerika serikat. dlm praktek di indonesia sistem ratifikai lazimnya mggunakan sistem campuran,yaitu perjanjian internasional yg terpenting saja (misalnya treties atau agremen tertentu) yg di ratifikasi oleh kpla negara (presiden) stlh mndpt persetujuan DPR. 1.presiden dngan persetujuan DPR mnyatakan perang,membuat perdamaian dan perjanjian dngan negara lain (ayat 1). 2.presiden dlm mmbuat perjanjian internasional dng negara lain yg menimbulkan akibat yg luas dan mendasar bbagi kehidupan rakyat yg terkait dng beben keuangan negara,dan atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dng persetujuan DPR(ayat 2). perlu di ketahui di sini bahwa dpr hanya di beri wewenang untuk merubah rancangan perjanjian internasional.ini berarti dpr tdk mempunyai wewenang untuk mrbh rancangan perjanjian internasional ,karena apa bila ada hal- hal yg tdk di setujui oleh DPR akan di slesaikan dan di kmblikan kpda yg mengandakan perundingan dan penandatanganan rancangan prjanjian trsbt yakni pemerinta (badan eksekutif).

You might also like