You are on page 1of 42

PEMBAHASAN

A. Keterampilan Berbicara dan ruang lingkupnya Kemampuan berbicara sangat penting dalam kehidupan manusia karena sebagian besar aktivitas kehidupan manusia membutuhkan dukungan kemampuan berbicara. Kemampuan berbicara telah diajarkan sejak siswa duduk di kelas I melalui pembelajaran keterampilan berbicara. Ketika siswa duduk di kelas IV sekolah dasar dan seterusnya, seharusnya siswa telah terampil berbicara. Berbicara merupakan suatu proses penyampaian informasi, ide atau gagasan dari pembicara kepada pendengar. Si pembicara berdudukan sebagai komunikator sedangkan pendengar sebagai komunikan. Informasi yang disampaikan secara lisan dapat diterima oleh pendengar apabila pembicara mampu menyampaikannya dengan baik dan benar. Dengan demikian, kemampuan berbicara merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kemahiran seseorang dalam penyampaian informasi secara lisan. Agar pembicaraan itu mencapai tujuan, pembicara harus memiliki kemampuan dan keterampilan untuk menyampaikan informasi kepada orang lain. Hal ini bermakna bahwa pembicara harus memahami betul bagaimana cara berbicara yang efektif sehingga orang lain (pendengar) dapat menangkap informasi yang disampaikan pembicara secara efektif pula. Keterampilan berbicara adalah kemampuan mengungkapkan pendapat atau pikiran dan perasaan kepada seseorang atau kelompok secara lisan, baik secara berhadapan ataupun dengan jarak jauh. Moris dalam Novia (2002) menyatakan bahwa berbicara merupakan alat komunikasi yang alami antara anggota masyarakat untuk mengungkapkan pikiran dan sebagai sebuah bentuk tingkah laku sosial. Selanjutnya Wilkin dalam Oktarina (2002) menyatakan bahwa keterampilan berbicara adalah kemampuan menyusun kalimat-kalimat karena komunikasi terjadi melalui kalimat-kalimat untuk

menampilkan perbedaan tingkah laku yang bervariasi dari masyarakat yang berbeda.
1

Menurut Nuraeni (2002), Berbicara adalah proses penyampaian informasi dari pembicara kepada pendengar dengan tujuan terjadi perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan pendengar sebagai akibat dari informasi yang diterimanya. Selanjutnya Dr. Tri Budhi Sastrio, M.Si dalam tulisannya yang berkepala : Keterampilan Dasar Berbahasa Antara Harapan dan Realita menyatakan sebagai berikut : Kemampuan dan keterampilan berbicara mungkin merupakan keterampilan dasar berbahasa yang paling tidak mudah dimanipulasi jika konsep unjuk kerja yang dijadikan tolok ukur. Seseorang tidak mungkin memoles kemampuan berbicaranya, khususnya bahasa asing, dalam semalam saja seandainya besok ia harus mengikuti tes berbicara. Kemampuan berbicara seseorang diperoleh dalam jangka waktu lama dan dengan usaha yang tidak kenal lelah. Lebih lanjut dikatakan oleh Tri Budhi Sastrio: Berbicara satu sama lain, yang adalah salah satu bentuk komunikasi paling mudah yang dapat dilakukan oleh manusia melalui media bahasa, menurut Brown dan Yule (1983) seperti yang dikutip oleh Nunan (1989: 27) ternyata menimbulkan implikasi pembagian fungsi bahasa ke dalam 2 (dua) kategori yaitu (1) kategori fungsi transaksional; dan (2) kategori fungsi interaksional. Fungsi transaksional mementingkan transfer informasi sedangkan fungsi interaksional mementingkan fakta bahwa kegunaan utama ujaran adalah mempertahankan hubungan sosial. Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa berbicara merupakan salah satu keterampilan dasar berbahasa yang diperoleh melalui belajar dan latihan dalam jangka waktu lama dan berfungsi sebagai sarana komunikasi lisan. Berdasarkan kegiatan komunikasi lisan, cakupan kegiatan berbicara sangat luas. Daerah cakupan itu membentang dari komunikasi lisan yang bersifat informal sampai kegiatan komunikasi lisan yang bersifat formal. Semua kegiatan komunikasi lisan yang melibatkan pembicara dan pendengar termasuk daerah cakupan berbicara. Daerah cakupan berbicara meliputi kegiatan komunikasi lisan sebagai berikut : (1) berceramah, (2) berdebat,
2

(3) bercakap-cakap, (4) berkhotbah, (5) bertelepon, (6) bercerita, (7) berpidato, (8) bertukar pikiran, (9) bertanya, (10) bermain peran, (11) berwawancara, (12) berdiskusi, (13) berkampanye, (14) menyampaikan sambutan, selamat, pesan, (15) melaporkan, (16) menanggapi, (17) menyanggah pendapat, (18) menolak permintaan, tawaran, ajakan, (19) menjawab pertanyan, (20) menyatakan sikap, (21) menginformasikan, (22) membahas, (23) melisankan (isi drama, cerpen, puisi, bacaan), (24) menguraikan cara membuat sesuatu, (25) menawarkan sesuatu, (26) meminta maaf, (27) memberi petunjuk, (28) memperkenalkan diri, (29) menyapa, (30) mengajak, (31) mengundang, (32) memperingatkan, (33) mengoreksi, (34) tanya-jawab.
3

Berbicara adalah salah satu aspek keterampilan berbahasa. Aspek-aspek keterampilan bahasa lainnya adalah menyimak, membaca, dan menulis. Keempat aspek tersebut berkaitan erat, antara berbicara dengan menyimak, berbicara dengan menulis, dan berbicara dengan membaca. 1. Hubungan Berbicara dengan Menyimak Berbicara dan menyimak adalah dua kegiatan yang berbeda namun berkaitan erat dan tak terpisahkan. Kegiatan menyimak didahului oleh kegiatan berbicara. Kegiatan berbicara dan menyimak saling melengkapi dan berpadu menjadi komunikasi lisan, seperti dalam bercakap-cakap, diskusi, bertelepon, tanya-jawab, interview, dan sebagainya. Kegiatan berbicara dan menyimak saling melengkapi, tidak ada gunanya orang berbicara bila tidak ada orang yang menyimak. Tidak mungkin orang menyimak bila tidak ada orang yang berbicara. Melalui kegiatan menyimak siswa mengenal ucapan kata, struktur kata, dan struktur kalimat. 2. Hubungan Berbicara dengan Membaca Berbicara dan membaca berbeda dalam sifat, sarana, dan fungsi. Berbicara bersifat produktif, ekspresif melalui sarana bahasa lisan dan berfungsi sebagai penyebar informasi. Membaca bersifat reseptif melalui sarana bahasa tulis dan berfungsi sebagai penerima informasi. Bahan pembicaraan sebagian besar didapat melalui kegiatan membaca. Semakin sering orang membaca semakin banyak informasi yang diperolehnya. Hal ini merupakan pendorong bagi yang bersangkutan untuk mengekspresikan kembali informasi yang diperolehnya antara lain melalui berbicara. 3. Hubungan Berbicara dengan Menulis Kegiatan berbicara maupun kegiatan menulis bersifat produktifekspresif. Kedua kegiatan itu berfungsi sebagai penyampai informasi. Penyampaian informasi melalui kegiatan berbicara disalurkan melalui bahasa lisan, sedangkan penyampaian informasi dalam kegiatan menulis disalurkan melalui bahasa tulis.
4

Informasi yang digunakan dalam berbicara dan menulis diperoleh melalui kegiatan menyimak ataupun membaca. Keterampilan menggunakan kaidah kebahasaan dalam kegiatan berbicara menunjang keterampilan menulis. Keterampilan menggunakan kaidah kebahasaan menunjang keterampilan berbicara.

B. Pengertian Berbicara Banyak pakar memberikan batasan tentang berbicara, di antaranya Henry Guntur Tarigan (1981:15) mengatakan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. Sejalan dengan Henry Guntur Tarigan , Anton M. Moeliono dkk.(1988:114) mengemukakan bahwa berbicara adalah berkata, bercakap, berbahasa, melahirkan pendapat dengan perkataan. Demikian juga Djago Tarigan (1998:34) mengutarakan bahwa berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Dari tiga pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa berbicara adalah kemampuan seseorang menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan dengan menggunakan bahasa lisan. Berbicara bukan hanya sekadar pengucapan bunyi-bunyi atau kata-kata. Berbicara adalah suatu alat untuk mengomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak. Berbicara merupakan instrumen yang

mengungkapkan kepada penyimak hampir-hampir secara langsung apakah sang pembicara memahami atau tidak baik bahan pembicaraannya maupun para penyimaknya; apakah dia bersikap tenang serta dapat menyesuaikan diri atau tidak, pada saat dia mengkomunikasikan gagasan-gagasannya; dan apakah dia waspada serta antusias atau tidak ( Mulgrave dalam Henry Guntur Tarigan, 1981:15). Dipandang dari segi bahasa, menyimak dan berbicara dikategorikan sebagai keterampilan berbahasa lisan. Dari segi komunikasi, menyimak dan
5

berbicara diklasifikasikan sebagai komunikasi lisan. Melalui berbicara orang menyampaikan informasi melalui ujaran kepada orang lain. Melalui menyimak orang menerima informasi dari orang lain. Kegiatan berbicara selalu diikuti kegiatan menyimak atau kegiatan menyimak pasti ada di dalam kegiatan berbicara. Dua-duanya fungsional bagi komunikasi lisan, dua-duanya tak terpisahkan. Ibarat mata uang, sisi muka ditempati kegiatan berbicara sedang sisi belakang ditempati kegiatan menyimak. Sebagaimana mata uang tidak akan laku bila kedua sisinya tidak terisi, maka komunikasi lisan pun tak akan berjalan bila kedua kegiatan tidak berlangsung saling melengkapi. Pembicara yang baik selalu berusaha agar penyimaknya mudah menangkap isi pembicaraannya Keterampilan berbicara juga menunjang keterampilan menulis dan membaca. Bukankah berbicara pada hakikatnya sama dengan menulis, paling tidak dalam segi ekspresi atau produksi informasi? Hasil berbicara bila direkam dan disalin kembali sudah merupakan tulisan.dan ini sudah merupakan wujud keterampilan menulis. Penggunaan bahasa dalam berbicara banyak

kesamaannya dengan penggunaan bahasa dalam teks bacaan. Apalagi organisasi pembicaraan kurang lebih sama dengan pengorganisasian isi bahan bacaan.

C. Tujuan Berbicara Menurut Djago Tarigan (1998:49) tujuan pembicara biasanya dapat dibedakan atas lima golongan yakni: 1. Berbicara untuk Menghibur Berbicara untuk menghibur para pendengar, pembicara menarik perhatian pendengar dengan berbagai cara, seperti humor, spontanitas, kisah-kisah jenaka, dan sebagainya. Menghibur adalah membuat orang tertawa dengan hal-hal yang dapat menyenangkan hati. Menciptakan suatu suasana keriangan dengan cara menggembirakan. Sasaran diarahkan kepada perisiwa-peristiwa kemanusiaan yang penuh kelucuan dan kegelian yang
6

sederhana. Media yang sering dipakai dalam berbicara untuk menghibur adalah seni bercerita atau mendongeng ( the art of story-telling), lebih-lebih cerita yang lucu, jenaka, dan menggelikan. Pada saat pembicara atau si tukang dongeng beraksi, para partisipan dapat tertawa bersama-sama dengan penuh kegembiraan dan kekeluargaan atau persahabatan.

2. Berbicara untuk Menginformasikan Berbicara untuk tujuan menginformasikan dilaksanakan kalau seseorang berkeinginan untuk : a) Menerangkan atau menjelaskan sesuatu proses; b) c) d) Memberi atau menanamkan pengetahuan; Menguraikan, menafsirkan, atau mengiterpretasikan sesuatu hal; Menjelaskan kaitan, hubungan, relasi antara benda,hal, atau peristiwa.

3. Berbicara untuk Menstimulasi Berbicara untuk tujuan menstimulasi pendengar jauh lebih kompleks dari berbicara untuk menghibur atau berbicara untuk

menginformasikan, sebab pembicara harus pintar merayu, mempengaruhi, atau meyakinkan pendengarnya. Ini dapat tercapai jika pembicara benarbenar mengetahui kemauan, minat, inspirasi, kebutuhan, dan cita-cita pendengarnya. Berdasarkan keadaan itulah pembicara membakar semangat dan emosi pendengarnya sehingga pada akhirnya pendengar tergerak untuk mengerjakan apa-apa yang dikehendaki pembicara.

4. Berbicara untuk Meyakinkan Tujuan utama berbicara untuk meyakinkan ialah meyakinkan pendengarnya akan sesuatu. Melalui pembicaraan yang meyakinkan, sikap pendengar dapat diubah misalnya dari sikap menolak menjadi sikap menerima. Misalnya bila seseorang atau sekelompok orang tidak menyetujui suatu rencana, pendapat atau putusan orang lain, maka orang atau kelompok tersebut perlu diyakinkan bahwa sikap mereka tidak benar.
7

Melalui pembicara yang terampil dan disertai dengan bukti, fakta contoh, dan ilustrasi yang mengena, sikap itu dapat diubah dari tak setuju menjadi setuju. 5. Berbicara untuk Menggerakkan Di dalam berbicara atau berpidato menggerakkan massa yaitu pendengar berbuat, bertindak, atau beraksi seperti yang dikehendaki pembicara merupakan kelanjutan, pertumbuhan, atau perkembangan berbicara untuk meyakinkan. Dalam berbicara untuk menggerakkan diperlukan pembicara yang berwibawa, panutan, atau tokoh idola masyarakat. Melalui kepintarannya berbicara, kelihatannya membakar emosi, kecakapan memanfaatkan situasi, ditambah penguasaannya terhadap ilmu jiwa massa, pembicara dapat menggerakkan pendengarnya. Misalnya, bung Tomo dapat membakar semangat dan emosi para pemuda di Surabaya, sehingga mereka berani mati mempertahankan tanah air.

D. Jenis-Jenis Berbicara Dalam interaksi berbicara sehari-hari, sering kita memperhatikan; ada diskusi, ada percakapan, ada pidato menjelaskan, ada pidato menghibur, ada ceramah, ada bertelepon, dan sebagainya. Mungkin Anda bertanya dalam hati, mengapa ada berbagai jenis kegiatan berbicara seperti itu. Jawabannya ada lima landasan yang digunakan dalam mengklasifikasi berbicara, yakni: 1. Tujuan, 2. Situasi, 3. Metode penyampaian, 4. Jumlah pendengar, dan 5. Peristiwa khusus. Berdasarkan hal itu, maka berbicara dapat dilihat dari tiga aspek, yakni (a) fungsional, (b) memperhatikan jumlah pembicaranya, serta (c) konsep dasar berbicara, maka jenis-jenis berbicara dapat klasifikasikan sebagai berikut :

1. Berbicara berdasarkan tujuannya. a. Berbicara memberitahukan, melaporkan dan menginformasikan Berbicara termasuk bagian ini untuk bertujuan memberitahukan, melaporkan dan menginformasikan dilakukan jika seseorang menjelaskan sesuatu proses, menguraikan, menafsirkan sesuatu, menyebarkan dan menamkan sesuatu, dan sebagainya. b. Bicara membujuk, mengajak, meyakinkan Yang termasuk dalam hal ini, jika pembicara berusaha

membangkitkan inspirasi, kemauan atau meminta pendengarnya melakukan sesuatu. Misalnya, guru membangkitkan semangat dan gairah belajar siswanya melalui nasihat-nasihat. Dalam kegiatan yang masuk bagian ini si pembicara harus pintar merayu, mempengaruhi dan meyakinkan

pendengarnya. Oleh karena itu, ada sebagian pandangan yang mengatakan orang pintar merayu, memiliki talenta dan retorika yang memikat. Orangorang yang pintar merayu dan meyakinkan bisa membuat sikap pendengar dapat diubah, dari menolak menjadi menerima. Bukti, fakta atau contoh yang tepat yang disodorkan dalam pembicaraan akan membuat pendengar menjadi yakin. c. Bicara menghibur Bicara untuk menghibut memerlukan kemampuan menarik perhatian pendengar. Suasana pembicaraan bersifat santai dan penuh canda. Humor dan segar, baik dalam gerak, cara bicara dan menggunakan kalimat memikat pendengar. Berbicara menghibur biasanya dilakukan pelawak dalam suatu pentas. Pada waktu dahulu para pendongeng adalah orangorang yang pintar berbicara menghibur melalui cerita yang disampaikannya. 2. Berbicara berdasarkan situasinya a. Berbicara formal Dalam situasi formal, pembicara dituntut harus bicara formal. Misalnya, ceramah, wawancara, mengajar untuk para guru.
9

b. Berbicara informal Dalam situasi formal, pembicara dituntut harus bicara informal. Misalnya, bersenda gurau, bertelepon

3.

Berbicara berdasarkan cara penyampaiannya a. Berbicara mendadak (spontan) Berbicara mendadak terjadi jika seseorang tanpa direncanakan sebelumnya harus berbicara di depan umum. b. Berbicara berdasarkan catatan Dalam berbicara seperti ini, pembicara menggunakan catatan kecil pada kartu-kartu yang telah disiapkan sebelumnya dan telah menguasai materi pembicaraan sebelum tampil di muka umum c. Berbicara berdasakan hafalan Pembicara menyiapkan dengan cermat dan menulis dengan lengkap bahan pembicaraannya. Kemudian dihafalkannya kata demi kata, kalimat demi kalimat, dan seterusnya. d. Berbicara berdasarkan naskah Pembicara telah mempersiapkan naskah pembicaan secara tertulis dan dibacakan pada saat berbicara.

4. Berbicara berdasarkan jumlah pendengarnya a. Berbicara antarpribadi (bicara empat mata) b. Berbicara dalam kelompok kecil ( 3 5 orang) c. Berbicara dalam kelompok besar (massa). Berbicara seperti ini terjadi apabila menghadapi kelompok besar dengan jumlah pendengar yang besar, seperti pada rapat umum, kampanye, dan sebagainya.(Djago Tarigan, 1998 : 53-54)

10

5. Berbicara berdasarkan Peristiwa Khusus a. Pidato Presentasi b. Pidato Penyambutan c. Pidato Perpisahan d. Pidato Jamuan (makan malam) e. Pidato Perkenalan f. Pidato Nominasi (mengunggulkan) ( Logan dalam Djago Tarigan, 1998:56)

E. Teknik Berbicara Djago Tarigan (1998:154-180) mengetengahkan tentang metode dan teknik pembelajaran berbicara sebagai berikut : 1. Ulang Ucap Model ucapan adalah suara guru atau rekaman suara guru. Model ucapan yang diperdengarkan kepada siswa harus dipersiapkan dengan teliti. Model ucapan ini diperdengarkan di depan kelas, siswa mendengarkan dengan teliti lalu mengucapkannya kembali sesuai dengan model.
Contoh Fonem Guru: /a/,/i/,/m/,/n/ Siswa: /a/,/i/,/m/,/n/ Contoh Kata Guru : provokator Siswa: provokator Contoh Kalimat Guru : Selamat pagi, Kak Siswa: Selamat pagi, Kak

2. Lihat Ucap Teknik ini digunakan untuk merangsang siswa mengekpresikan hasil pengamatannya. Yang diamati adalah benda, gambar benda, dan duplikat benda. Contoh: Guru : memperlihatkan bola tenis Siswa : bola tenis

11

3. Deskripsi Teknik mendekripsi/menggambarkan/melukiskan/memerikan sesuatu secara verbal yang digunakan melatih siswa berani berbicara atau

mengekspresikan hasil pengamatannya terhadap sesuatu. Contoh : Guru : (memperlihatkan pena kepada siswa dalam beberapa menit agar siswa mengamati) Siswa: (Setelah memperhatikan, menjelaskan benda yang dilihatnya) Bentuknya bulat, memanjang, berwarna merah, salah satuujungnya dapat dipencet, dan ujung yang lain mengeluarkan semacam ujung panah. Fungsinya sebagai alat menulis. 4. Menjawab Pertanyaan Teknik ini digunakan untuk melatih siswa berbicara. Melalui pertanyaan guru siswa harus terpancing untuk menjawabnya dengan baik, benar, tepat. Untuk itu pertanyaan harus disiapkan dengan cermat, tepat sasaran, dan merangsang. Misalnya menanyakan identitas diri. Contoh: Guru : Siapa namamu? Siswa : Nama saya Rendy. Guru : Berapa usiamu? Siswa : Usia saya 13 tahun. 5. Bertanya Dengan bertanya, siswa dapat menyatakan keingintahuannya tehadap sesuatu hal. Melalui pertnyaan yang sistematis, siswa dapat menemukan yang diinginkannya. Contoh: Guru : (akan mengajarkan materi paragraf. Sebelum pembelajaran dimulai, siswa mengajukan pertanyaan). Siswa : Apakah yang dimaksud paragraf itu, Pak? Guru : (meminta siswa yang tahu untuk menjelaskan) Siswa : Apakah paragraf itu sama dengan alinea, Pak? Guru : (menjelaskan pengertian dan penggunaan paragraf)
12

6. Pertanyaaan Menggali Teknik ini digunakan untuk merangsang siswa banyak berpikir. Di samping memancing siswa berbicara, pertanyaan menggali dapat digunakan untuk menilai kedalaman dan keluasan pemahaman siswa terhadap suatu masalah. Kegiatan ini cocok karena dalam menyusun pertanyaan diperlukan penalaran, menguasai sebab akibat , berpikir sistematis. Contoh: Guru : Sepulang dari sekolah, apa saja yang kamu kerjakan ? Siswa : Sepulang sekolah, saya makan siang. Kemudian pergi ke taman bacaan. Di sana saya bertugas sebagai penjaga taman bacaan itu. Itu berlangsung sampai sore. Bila peminjam banyak, saya baru dapat pulang pukul 19.00. Karena lelah biasanya saya tak dapat lagi mengerjakan pekerjaan rumah. 7. Bercerita Kegiatan bercerita untuk menuntun siswa menjadi pembicara yang baik. Lancar bercerita, berarti lancar berbicara. Dalam bercerita siswa dilatih berbicara jelas, intonasi tepat, urutan kalimat sistematis, menguasai massa pendengar, dan berperilaku menarik.Berani membawakan cerita sesuai dengan isi (menirukan suara, perilaku tokoh, dan sebagainya), sehingga emosi, imajinasi pendengar terangsang karenanya. Contoh: Seorang siswa menceritakan pengalamannya pada suatu pagi. 8. Melanjutkan Cerita Teknik ini dilaksanakan oleh dua orang atau lebih. Pelaku harus siap mengikuti jalan cerita sejak awal sampai dengan selesai agar penyambungan cerita tepat. Menyimak, kreatif, berpikir, dan nalar dituntut dalam hal ini. Penerapannya diawali oleh guru/murid bercerita secara lisan. Setelah separo cerita, pencerita berhenti. Pencerita berikutnya melanjutkan cerita. Agar seluruh siswa terikat dalam kegiatan ini, guru secara acak menugasi siswa untuk

13

melanjutkan cerita yang disimaknya. Hal ini ditempuh guru agar semua siswa dapat melanjutkan cerita yang disimaknya. Contoh: Guru : Pekarangan sekolah kami terurus baik. Rumput-rumput di halaman dipangkas rapi. Tanaman hias tumbuh subur. Pagar halaman sudah diperbaiki dan dicat dengan warna coklat. Parit-parit di sekeliling sekolah diperlebar dan diperdalam, lalu disemen. Siswa 1 : (Melanjutkan) Gedung sekolah kami seperti baru kembali. Atap genteng yang pecah diganti. Dindingnya diplester kembali, lalu dicat dengan warna abu-abu muda. Pintu-pintu dan kunci-kunci yang rusak diganti. Siswa 2 : (Menyudahi) Peralatan pembelajaran pun ditambah dengan alat peraga dan media yang beragam. Meja dan kursi yang sudah rusak disetiap kelas diganti dengan yang baru. Buku-buku pelajaran di perpustakaan dilengkapi, dan alat labor IPA pun ditambah. Keadaan sekolah kami kini menjadi lebih baik, lebih lengkap, dan menyenangkan. 9. Reka Cerita Gambar Teknik ini digunakan agar siswa terangsang, terdorong untuk bercerita. Untuk ini gambar digunakan sebagai media, Melalui kegiatan ini diharapkan siswa berani bercerita/terampil bercerita. Untuk itu sajian gambar harus menarik, merangsang emosi / imajinasi siswa untuk menanggapinya. Sajian materi diupayakan sesuai dengan lingkungan, minat dan perhatian,bermanfaat bagi perkembangan pengetahuan dan pengalaman siswa. Melalui kegiatan ini akan tampak kemampuan penghayatan dan penafsiran siswa terhadap gambar. Contoh: Guru : memperlihatkan gambar kegiatan kerja bakti di kampung. Siswa : menceritakan isi gambar

14

10. Memberi Petunjuk Kegiatan ini dimaksudkan agar siswa memiliki keterampilan berbicara bertarap tinggi karena memberi petunjuk berarti berbicara secara jelas dan terarah. Guru dalam memberikan petunjuk kepada siswa harus (a) petunjuk guru hendaknya singkat, padat, jelas, dan mudah dipahami, (b) petunjuk guru tertuang dalam stuktur kalimat yang mudah dipahami, menggunakan kata pilihan tepat sasaran, tidak mendua makna, (c) petunjuk guru hendaknya tersusun secara sistematis, urut, nasional. Kegiatan memberi petunjuk hendaknya mengacu pada pilihan faktor-faktor lingkungan siswa, kebutuhan siswa, kemampuan siswa, dan minat siswa. Contoh : Guru : Coba kamu jelaskan bagaimana cara menuju sekolah dari rumahmu masing- masing! Siswa : Saya tinggal di jalan Imam Bonjol, naik angkot ke terminal kota sampai di persimpangan Jalan Sudirman dengan Jalan Singamangaraja turun dan berjalan ke arah Jalan Sudirman setelah kurang lima puluh meter di sana akan terlihat SMP. Harapan Bangsa itulah sekolah saya. 11. Parafrasa Parafrasa berarti alih bentuk, misalnya memprosakan puisi atau sebalinya mempuisikan prosa. Kegiatan ini dibelajarkan agar siswa dapat mengubah atau mengalih bentuk dari prosa menjadi puisi atau sebaliknya. Artinya dapat menceritakan puisi dengan bahasa prosa dan sebaliknya. Siswa bergairah melaksanakan kegiatan ini, bila guru mahir melaksanakannya. Puisi atau prosa yang akan diprosakan harus dipilih dengan cermat sehingga dapat merangsang menumbuh-kembangkan minat, dan sebagainya sehingga siswa termotivasi untuk melaksanakannya. Untuk itu harus dipilih yang sesuai dengan sikon, lingkungan, kemapuan, pengetahuan, pengalaman anak. Karenanya guru harus dengan matang pembelajaran puisi, prosa secara sistematis, terinci, terarah.

15

Guru mempersiapkan sebuah puisi yang cocok bagi kelas tertentu. Guru membacakan puisi itu dengan suara jelas, intonasi yang tepat, dan kecepatan normal. Siswa menyimak pembacaan dan kemudian menceritakannya dengan kata-kata sendiri. Contoh : Guru : Dengarkan baik-baik pembacaan puisi berikut ini, kemudian ceritakan kembali isinya dengan kata-katamu sendiri! Guruku Kau seorang pembimbing Kaulah seorang pendidik Kaulah orang yang berbibawa Tanpa kau Dan Karena engkau Aku sekarang jadi pintar Kepadamu Kuucapkan terima kasih Karena kau dengan kasih sayang Telah memberiku Pengetahuan, keterampilan dan sopan santun Ku doakan untukmu Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas Atas jasa-jasa dan kebaikanmu WIDYAWARDANA

Siswa : (menyimak lalu menjelaskan kembali isi puisi ) Guruku, engkau telah mendidik dan mengajar aku sehingga pintar, berpengetahuan, berketerampilan dan sopan. Kuucapkan terima kasih atas jasa-jasamu. Kudoakan semoga Tuhan membalas jasa-jasamu.

16

12. Percakapan Percakapan merupakan pertukaran pendapat, pikiran tentang suatu topik tertentu antara pembicara-pembicara. Dalam kegiatan terjadi perlaihan peran yaitu pembicara menjadi penyimak, penyimak menjadi pembicara. Melalui kegiatan ini diharapkan siswa berkemampuan menyampaikan sesuatau kepada siapa saja, kapan saja, di mana saja. Dalam keiatan ini biasanya dijumpai : A. Suasana akrab, spontanitas berbicara. B. Topik pembicaraan suatu hal yang disepakati bersama C. Topik yang dibahas merupakan kepentingan bersama D. Percakapan merupakan dasar berbicara / pengembangan berbicara E. Guru harus sering melatih siwa untuk melasanakan kegiatan percakapan. Contoh : Rudy : Suara saya sumbang saja. Karena itu nilai menyanyi saya rendah. Ani : Berapa nilai menyanyimu,Rudy? : Masa malu pada teman. Berapa nilai menyanyi yang kau peroleh? : Delapan. : Saya dapat sembilan. berlatih. Lonceng berbunyi. Mereka masuk kelas kembali. 13. Bertelepon Keterampilan kegiatan ini dibelajarkan agar siswa terampil Rudy : Ah, malu saya menyebutnya. Ani Rudy : Cuma enam, kau mendapat nilai berapa Ani? Ani Rudy : Bagus benar! Berapa nilai menyanyimu,Tini? Tini Rudy : Bagus sekali!Nilai menyanyi kalian bagus-bagus. Saya harus banyak

menggunakan telepon, tahu akan fungsi dan peranan telepon. Siswa diharapkan dapat bertelepon dengan baik, benar, tepat sasaran dan tahu serta memahami bahwa telepon dapat digunakan untuk berbagai keperluan terutama berita penting (menghubungi relasi, keluarga, sahabat, dan seterusnya melalui berbicara tidak tatap muka / jarak jauh). Ciri khas bertelepon ialah berbicara jelas, singkat, dan lugas. Faktor waktu juga harus diperhatikan.Bertelepon
17

dengan bercakap-cakap memiliki kesamaan yaitu kegiatan berbicara dan perbedaan pada jarak, interaksi, waktu. Contoh : Guru langsung memperegakan bertelepon denga siswa. 14. Wawancara Wawancara atau interview adalah percakapan dalam bentuk tanya jawab. Untuk ini dipersiapkan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada orang tertentu untuk masalah tertentu. Pertanyaan-pertanyaan sajian harus rasional, tepat sasaran, singkat, padat, jelas. Melalui jawaban akan pertanyaan didapatkan gambaran watak, adat, sifat, keahlian, pengalaman, pengetahuan dan sebagainya akan orang yang akan diwawancarai. Melalui kegiatan ini siswa akan terlatih dalam menyiapkan pertanyaan yang terarah, dalam mengajukan pertanyaan dengan jelas, tepat sasaran, rasional, singkat, padat serta dengan bahasa, intonasi, nada, irama, gerak yang selaras, serasi dengan mengajukan pertanyaan. Contoh : Adi siswa kelas VII yang menjadi juara umum dan mencapai nilai ratarata 9,3. Wartawan majalah anak-anak datang mewawancarainya. Wartawan : Bagaimana perasaan Adi setelah menjadi juara umum di sekolah ini? Adi : Senang , gembira, dan bangga.

Wartawan : Berapa jam Anda belajar dalam satu hari? Adi : Kurang lebih tiga jam satu hari kecuali hari Sabtu dan hari Minggu.

15. Bermain Peran Penguasaan bahan pembelajaran melalui pengembangan penghayatan dan imajinasi. Teknik bermain peran sangat cocok untuk pembelajaran berbahasa (akan tergambar jelas adanya). Dalam bermain peran setiap siswa yang terlibat harus menghayati peran dalam ragam segi (gerak indra, berbahasa, dan seterusnya). Hal tersebut disebabkan fungsi dan peran tokoh yang diperankannya berkarakteristik berbeda (anak muda, orang tua, dokter, petani,
18

pedagang dan sebagainya). Untuk itu peranan siswa dalam bermain peran menuntut ragam hal (gerak jasmani/panca indra, bahasa dan seterusnya). Contoh : Guru : Mari kita coba memerankan penjual sayuran dan pembelinya. Ani sebagai pembeli dan Anton sebagai penjual. Penjual : Ini Neng, bayam Taiwan .Besar-besar, segar , dan penuh vitamin. Pembeli : Berapa harganya seikat. Penjual : Seratus rupiah, Neng! Pembeli : Ah, mahal amat. Penjual : Harga sih, bagaimana barangnya, Neng. Pembeli : Biasanya hanya lima puluh rupiah seikat. Penjual : Itu sih bayamlokal, Neng! Kecil, kerdil dan kurang segar lagi. Pembeli : Bayam ya tetap bayam. Taiwan kek, lokal kek, sama saja. Penjual : Tidak, Neng. Bayam Taiwan lebih bagus dan bergizi. Pembeli : Tiga ikat dua ratus. Penjual : Belum sampai modalnya, Neng. Pembeli : Kalau tiga ikat dua ratus, saya ambil. Penjual : Mau berapa ikat, Neng? Pembeli : Tiga ikat saja. Penjual : Ambillah, hitung-hitung pelaris. Pembeli : (Mengeluarkan uang dua ratus dan mengambil tiga ikat bayam). Penjual : Terima kasih, Neng! Pembeli : Sama-sama. (Djago Tarigan dkk. 1998:174) 16. Dramatisasi Bermain drama berarti mementaskan lakon, cerita, karakter

sesuatu.Biasanya cerita yang dilakonkan sudah dalam bentuk drama. Guru dan siswa mempersiapkan naskah atau skenario, pelaku, dan perlengkapan. Makna kata-kata dapat didramatisasi (orang marah akan tersirat gerak-geriknya). Teknik dramatisasi dilaksanakan dengan mementaskan dan melaksanakan sifat/karakter
19

pelaku drama. Melalui dramatisasi siswa dilatih mengekspresikan perasaan dan pikirannya dalam bentuk bahasa lisan. Contoh : Guru dan siswa mencari atau menulis naskah drama dan berlatih melakonkannya 17. Diskusi Metode ini digunakan karena relevan dengan CBSA. Melalui kegiatan ini akan berkembang keterampilan mengamati, mengklasifikasi,

menginterpresikan, menyimpulkan, menerapkan, dan mengomunikasikan. Diskusi sebagai teknik pembelajaran berbahasa suatu cara penguasaan materi ajar melalui tukar pendapat, tukar pengalaman dan argumentasi. Dalam diskusi siswa dibagi berkelompok untuk berinteraksi verba dan tatap muka. Pembahasan tentang tujuan tertentu melalui tukar informasi untuk memecahkan masalah (Kiw Hoa Nia, 1980 : 4). Diskusi kelompok suatu percakapan yang direncanakan/dipersiapkan di antara peserta tentang topik tertentu, dengan seseorang pimpinan (NKK, 1979 : 4). Berdasarkan pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa diskusi . . . (a) suatu kegiatan yang diikuti senjumlah peserta yang dan dipandu oleh seorang pemimpin, (b) dalam diskusi terjadi tukar menukar pendapat untuk memecahkan masalah , (c) setiap perseta diskusi harus aktif memberikan kontruksi dalam memecahkan masalah . Diskusi pada hakikatnya percakapan tingkat lanjut di mana isi, bobot, cara pembicaraan lebih tinggi dari percakapan biasa . pelaksanaan diskusi berwujud berbagai bentuk, ada diskusi meja bundar, ada diskusi kelompok, ada diskusi panel, simposium, kolokium, debat, dan jaring ikan . 18. Menceritakan Kembali Metode ini digunakan dalam pembelajara berbicara agar siswa memiliki kemampuan untuk menceritakan kembali suatu cerita yang disimaknya dengan bahasa siswa. Hal ini akan menjadikan siswa terampil berbicara dengan nalar yang baik, mampu menyusun
20

kata

menjadi

kalimat

runtut

dan

mengkomunikasikan menjadi cerita.

Contoh : Guru : Baca/ dengarkan cerita berikut dengan saksama , lalu ceritakan kembali isi ceritanya dengan kata-katamu sendiri! (Guru menyiapkan ceritanya atau merekamnya) 19. Melaporkan Kegiatan menyampaikan gambaran, lukisan, peristiwa terjadinya suatu hal. Hal yang dilaporkan beragam, misalnya : tentang banjir, tanah longsor, kerja bakti, upacara bendera, kepramukaan, dan lain-lain. Bahan laporan singkat, padat, jelas, lugas, sederhana, menarik perhatian, rasional, lancar, dan baku. Contoh : Adi melaporkan peristiwa kaca jendela pecah, seperti berikut ini ! Kaca Jendela Kelas Pecah Waktu istirahat kami bermain bola di depan kelas. Yang ikut bermain Tono, Rudi, dan saya (Adi). Mula-mula kami bermain pelan-pelan. Lama kelamaan permainan semakin hangat. Suatu tendangan keras menghantam jendela kelas. Kacanya pecah berantakan. Hal itu mula-mula saya laporkan kepada Bapak Wali Kelas. Kini hal tersebut saya laporkan kepada Kepala Sekolah, kata Adi mengakhiri laporannya.

F. Faktor-Faktor Keberhasilan Berbicara Dalam berbicara ada faktor yang perlu diperhatikan, yaitu: pembicara dan pendengar. Kedua faktor tersebut akan menentukan berhasil atau tidaknya kegiatan berbicara. Di bawah ini kedua faktor tersebut akan dibahas satu persatu. 1. Pembicara Pembicara adalah salah satu faktor yang menimbulkan terjadinya kegiatan berbicara. Dan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pembicara untuk melakukan kegiatannya, yaitu: (a) pokok pembicaraan (b)
21

metode, (c) bahasa, (d) tujuan, (e) sarana, dan (f) interaksi. Keenam hal itu akan dibicarakan lebih mendalam sebagai berikut. a. Pokok Pembicaraan Isi atau pesan yang menjadi pokok pembicaraan hendaknya memperhatikan hal-hal berikut ini : 1) Pokok pembicaraan bermanfaat bagi pendengar baik berupa informasi maupun pengetahuan. 2) Pokok pembicaraan hendaknya serba sedikit sudah diketahui dan bahan untuk memperluas pembicaraan yang sudah diketahui itu lebih mudah diperoleh. 3) Pokok pembicaraan menarik untuk dibahas baik oleh pembicara maupun bagi pendengar. Pokok pembicaraan yang menarik biasanya pokok pembicaraan seperti berikut: merupakan masalah yang menyangkut kepentingan bersama; merupakan jalan keluar dari suatu persoalan yang tengah dihadapi; merupakan persoalan yang ramai dibicarakan dalam masyarakat atau persoalan yang jarang terjadi; mengandung konflik atau pertentangan pendapat. 4) Pokok pembicaraan hendaknya sesuai dengan daya tangkap pendengar; tidak melebihi daya intelektual pendengar atau sebaliknya, lebih mudah. b. Bahasa Bagi pembicara, bahasa merupakan suatu alat untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Oleh karena itu, pembicara mutlak harus menguasai faktor kebahasaan. Di samping itu, pembicara juga harus menguasai faktor nonkebahasaan. Faktor-faktor tersebut akan dibahas berikut ini. 1) Faktor Kebahasaan Faktor kebahasaan yang terkait dengan keterampilan berbicara antara lain sebagai berikut.
22

a)

Ketepatan pengucapan atau pelafalan bunyi Pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyibunyi bahasa secara tepat. Hal ini dapat dilakukan dengan berlatih mengucapkan bunyi-bunyi bahasa. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian pendengar. Memang pola ucapan dan artikulasi yang kita gunakan tidak selalu sama, masing-masing kita mempunyai ciri tersendiri. Selain itu ucapan kita juga sering dipengaruhi oleh bahasa ibu. Akan tetapi, jika perbedaan itu terlalu mencolok sehingga menjadi suatu

penyimpangan, maka keefekvifan komunikasi akan terganggu. Sampai saat ini lafal bahasa Indonesia belum dibakukan, namun usaha ke arah itu sudah lama dikemukakan adalah bahwa ucapan atau lafal yang baku dalam bahasa Indonesia adalah ucapan yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat atau ciri-ciri lafal daerah. Di bawah ini disajikan pelafalan huruf, suku kata dan kata yang belum sesuai dengan pelafalan bunyi bahasa Indonesia. (1) Pelafalan /c/ dengan /se/ WC dilafalkan /wese/ seharusnya wece AC dilafalkan /ase/ seharusnya ace TC dilafalkan /tese/ seharusnya tece (2) Pelafalan /q/ dengan /kiu/ seharusnya /ki/ MTQ dilafalkan / em-te-kiu/ seharusnya /em-te-ki/ PQR dilafalkan /pe-kiu-er/ seharusnya /pe-ki-er/ (3) Pelafalan /e`/ sebagai /e/ taling de`ngan dilafalkan dengan / dEngan/seharusnya / de`ngan / ke` mana dilafalkan ke mana/kE mana/seharusnya/ke` mana/ be`rapa dilafalkan berapa /bErapa / seharusnya / be` rapa / esa dilafalkan esa / Esa / seharusnya / e`sa / ruwet dilafalkan /ruwEt / seharusnya / ruwe` t /
23

pelafalan /e/ diucapkan menjadi /e`/ peka dilafalkan / pe`ka / seharusnya peka lengah dilafalkan / le`ngah / seharusnya lengah (4) Pelafalan diftong /au/ dengan /o/ kalau dilafalkan / kalo / seharusnya kalau saudara dilafalkan / sodara / seharusnya saudara (5) Pelafalan diftong /ai / sebagai /e / Pakai dilafalkan / pake/ seharusnya pakai balai dilafalkan / bale / seharusnya balai (6) Pelafalan / k / dengan bunyi tahan glotal (hamzah) Pendidikan dialafalkan/ pendidi?an / seharusnya /pendidikan/ Kemasukan dilafalkan/kemasu?an / seharusnya / kemasukan / (7) penghilangan Fonem /h/ di depan, di tengah, atau di akhir kata hutan dilafalkan /utan/ seharusnya hutan hilang dilafalkan /ilang/ sehurusnya /hilang/ tahun dilafalkan / taun / seharusnya / tahun / lihat dilafalkan / liat / seharusnya / lihat / pahit dilafalkan / pait / seharusnya / pahit / bodoh dilafalkan /bodo/ seharusnya /bodoh/ jodoh dilafalkan /jodo/ seharusnya /jodoh/ (Djago Tarigan , 1997 : 61-63) b) Penempatan Tekanan, Nada, Jeda, Intonasi dan Ritme Penempatan tekanan, nada, jeda, intonasi dan ritme yang sesuai akan merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara; bahkan merupakan faktor penentu dalam keefektivan berbicara. Suatu topik pembicaraan mungkin akan kurang menarik, namun dengan tekanan, nada, jeda, dan intonasi yang sesuai akan mengakibatkan pembicaraan itu menjadi menarik. Sebaliknya, apabila penyampaiannya datar saja, dapat menimbulkan kejemuan bagi pendengar dan keefektivan berbicara akan berkurang.
24

Kekurangtepatan dalam penempatan tekanan, nada, jeda, intonasi, dan ritme dapat menimbulkan perhatian pendengar beralih kepada cara berbicara pembicara, sehingga topik atau pokok pembicaraan yang disampaikan kurang diperhatikan. Dengan demikian keefektivan berbicara menjadi terganggu. c) Pemilihan kata dan ungkapan yang baik, Konkret, dan bervariasi Kata dan ungkapan yang kita gunakan dalam berbicara hendaknya baik, konkret, dan bervariasi. Pemilihan kata dan ungkapan yang baik, maksudnya adalah pemilihan kata yang tepat dan sesuai dengan keadaan para pendengarnya. Misalnya, jika yang menjadi pendengarnya para petani, maka kata-kata yang dipilih adalah kata-kata atau ungkapan yang mudah dipahami oleh para petani. Pemilihan kata dan ungkapan harus konkret, maksudnya pemilihan kata atau ungkapan harus jelas, mudah dipahami para pendengar. Kata-kata yang jelas biasanya kata-kata yang sudah dikenal oleh pendengar yaitu kata-kata popular. Pemilihan kata atau ungkapan yang abstrak akan menimbulkan kekurangjelasan pembicaraan. Pemilihan kata dan ungkapan yang bervariasi, maksudnya pemilhan kata atau ungkapan dengan bentuk atau kata lain lebih kurang maknanya sama dengan maksud agar pembicaraan tidak menjemukan pendengar. d) Ketepatan Susunan Penuturan Susunan penuturan berhubungan dengan penataan

pembicaraan atau uraian tentang sesuatu . Hal ini menyangkut penggunaan kalimat. Pembicaraan yang menggunakan kalimat efektif akan lebih memudahkan pendengar menangkap isi pembicaraan.
25

2)

Faktor Nonkebahasaan Faktor-faktor nonkebahasaan mencakup (a) sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku , (b) pandangan yang diarahkan pada lawan bicara, (c) kesediaan menghargai pendapat orang lain, (d) kesediaan mengoreksi diri sendiri, (e) keberanian mengungkapkan dan mempertahankan pendapat, (6) gerak-gerik dan mimik yang tepat, (7) kenyaringan suara, (8) kelancaran, (9) penalaran dan relevansi, dan (10) penguasaan topik. Faktor-faktor tersebut dibahas secara lebih mendalam berikut ini : a) Sikap yang Wajar, Tenang, dan Tidak Kaku Dalam berbicara, kita harus bersikap wajar, tenang, dan tidak kaku. Bersikap wajar, berarti berbuat biasa sebagaimana adanya tidak mengada-ada. Sikap yang yang tenang adalah sikap dengan perasaan hati yang tidak gelisah, tidak gugup, dan tidak tergesa-gesa. Sikap tenang dapat menjadikan jalan pikiran dan pembicaraan menjadi lebih lancar. Dalam berbicara tidak boleh bersikap kaku, tetapi harus bersikap luwes dan fleksibel. b) Pandangan Diarahkan kepada Lawan Bicara Pada waktu berbicara pandangan kita harus diarahkan lawan bicara, baik dalam pembicaraan perseorangan maupun kelompok. Pandangan pembicara yang tidak diarahkan kepada lawan bicara akan mengurangi keefektivan berbicara, di samping itu, juga kurang etis. Banyak pembicara yang tidak mengarahkan pandangannya kepada lawan bicaranya, tetapi melihat ke bawah dan ke atas. Hal ini mengakibatkan perhatian pendengar menjadi berkurang. c) Kesediaan Menghargai Pendapat Orang Lain Menghargai pendapat orang lain berarti menghormati atau mengindahkan pikiran orang lain, baik pendapat itu benar maupun salah. Jika pendapat itu benar maka pendapat itulah yang harus
26

kita perhatikan dan jka pendapat itu salah pendapat itu pun harus kita hargai karena memang itulah pengetahuan dan

pemahamannya. d) Kesediaan Mengoreksi Diri Sendiri Mengoreksi diri sendiri berarti memperbaiki kesalahan diri sendiri. Kesediaan memperbaiki diri sendiri adalah sikap terpuji. Sikap seperti ini sangat diperlukan dalam kegiatan berbicara agar diperoleh kebenaran atau kesepakatan. Sikap ini merupakan dasar bagi pembinaan jiwa yang demokratis. e) Keberanian Mengemukakan dan Mempertahankan Pendapat Dalam kegiatan berbicara terjadi proses lahirnya buah pikiran atau pendapat secara lisan. Untuk dapat mengungkapkan pendapat tentang sesuatu diperlukan keberanian. Seseorang mengemukakan pendapat di samping memiliki ide atau gagasan , juga harus memiliki keberanian untuk mengemukakannya. Ada orang yang mempunyai banyak ide namun ia tidak dapat mengungkapkannya karena ia tidak memiliki keberanian. Atau, sebaliknya ada orang yang berani mengungkapkan pendapat namun ia tidak atau kurang idenya sehingga apa yang ia ungkapkan terkesan asal bunyi. f) Gerak gerik dan Mimik yang Tepat Salah satu kelebihan dalam kegiatan bericara dibandingkan dengan kegiatan berbahasa yang lainnya adalah adanya gerakgerik dan mimik yang dapat memperjelas atau menghidupkan pembicaraan. Gerak-gerik dan mimik yang tepat akan menunjang keefektivan berbicara. Akan tetapi gerak-gerik yang berlebihan akan mengganggu keefektivan berbicara.

27

g) Kenyaringan Suara Kenyaringan suara perlu diperhatikan oleh pembicara untuk menunjang keefktivan berbicara. Tingkat kenyaringan suara hendaknya disesuaikan dengan situasi, tempat, jumlah pendengar, dan akustik yang ada. Jangan sampai suara terlalu nyaring atau berteriak-teriak di tempat atau akustik yang terlalu sempit; atau sebaliknya, suara terlalu lemah pada ruangan yang luas, sehingga tidak dapat ditangkap oleh semua pendengar. h) Kelancaran Kelancaran seseorang dalam berbicara akan memudahkan pendengar menagkap isi pembicaraannya. Pembicaraan yang terputus-putus atau bahkan diselingi dengan bunyi-bunyi tertentu, misalnya, e, em, apa itu.., dapat mengganggu penangkapan isi pembicaraan bagi pendengar. Di samping itu, juga jangan berbicara terlalu cepat sehingga menyulitkan pendengar sukar menangkap isi atau pokok pembicaraan. i) Penalaran dan Relevansi Dalam berbicara, seorang pembicara hendaknya

memperhatikan unsur penalaran yaitu cara berpikir yang logis untuk sampai kepada kesimpulan. Hal itu menunjukkan bahwa dalam pembicaraan seorang pembicara terdapat urutan pokokpokok pikiran logis sehingga jelas arti atau makna

pembicaraannya. Relevansi berarti adanya hubungan atau kaitan antara pokok pembicaraan dengan uraiannya. j) Penguasaan Topik Pengauasaan topik pembicaraan berarti pemahaman suatu pokok pembicaraan. Dengan pemahaman tersebut seorang pembicara memiliki kesanggupan untuk mengemukakan topik itu
28

kepada para pendengar. Oleh karena itu, sebelum melakukan kegiatan berbicara di depan umum seharusnya seorang pembicara harus menguasai topik terlebih dahulu. Sebab, dengan penguasaan topik akan membangkitkan keberanian dan menunjang kelancaran berbicara. c. Tujuan Seorang pembicara dalam menyampaikan pesan kepada orang lain pasti mempunyai tujuan, ingin mendapatkan responsi atau reaksi. Responsi atau reaksi itu merupakan suatu hal yang menjadi harapan. Tujuan atau harapan pembicaraan sangat tergantung dari keadaan dan keinginan pembicara. Secara umum tujuan pembicaraan adalah sebagai berikut: 1) mendorong atau menstimulasi, 2) meyakinkan, 3) menggerakkan, 4) menginformasikan, dan 5) menghibur. Tujuan suatu uraian dikatakan mendorong atau menstimulasi apabila pembicara berusaha memberi semangat dan gairah hidup kepada pendengar. Reaksi yang diharapkan adalah menimbulkan inpirasi atau membangkitkan emosi para pendengar. Misalnya, pidato Ketua Umum Koni di hadapan para atlet yang bertanding di luar negeri bertujuan agar para atlet memiliki semangat bertanding yang cukup tinggi dalam rangka membela negara. Tujuan suatu uaraian atau ceramah dikatakan meyakinkan apabila pembicara berusaha memengaruhi keyakinan, pendapat atau sikap para pendengar. Alat yang paling penting dalam uraian itu adalah argumentasi. Untuk itu diperlukan bukti, fakta, dan contoh konkret yang dapat memperkuat uraian untuk meyakinkan pendengar. Reaksi yang diharapkan adalah adanya persesuain keyakinan, pendapat atau sikap atas persoalan yang disampaikan.
29

Tujuan suatu uraian disebut menggerakkan apabla pembicara menghendaki adanya tindakan atau erbuatan dari para pendengar. Misalnya, berupa seruan persetujuan atau ketidaksetujuan, pengumpulan dana, penandatanganan suatu resolusi, mengadakan aksi sosial. Dasar dari tindakan atau perbuatan itu adalah keyakinan yang mendalam atau terbakarnya emosi. Tujuan suatu uraian dikatakan menginformasikan apabila pembicara ingin memberi informasi tentang sesuatu agar para pendengar dapat mengerti dan memahaminya. Misalnya seorang guru menyampaikan pelajaran di kelas, seorang dokter menyampaikan masalah kebersihan lingkungan, seorang polisi menyampaikan masalah tertib berlalu lintas, dan sebagainya. Tujuan suatu uraian dikatakan menghibur, apabila pembicara bermaksud menggembirakan atau menyenangkan para pendengarnya. Pembicaraan seperti ini biasanya dilakukan dalam suatu resepsi, ulang tahun, pesta, atau pertemuan gembira lainnya. Humor merupakan alat yang paling utama dalam uraian seperti itu. Reaksi atau response yang diharapkan adalah timbulnya rasa gembira, senang, dan bahagia pada hati pendengar. d. Sarana Sarana dalam kegiatan berbicara mencakup waktu, tempat, suasana, dan media atau alat peraga. Pokok pembicaraan yang dipilih hendaknya disesuaikan dengan waktu yang telah ditentukan. Berbicara terlalu lama atau melebihi waktu yang disediakan dapat menimbulkan rasa jenuh para pendengar. Tempat berbicara sangat menentukan keberhasilan pembicaraan. Dalam hal ini perlu diperhatikan faktor lokasi, jumlah pendengar, posisi pembicara dan pendengar, cahaya, udara, dan pengeras suara. Berbicara pada suasana tertentu pun akan mempengaruhi keberhasilan pembicaraan. Pembicaraan yang berlangsung pada pagi hari tentu akan lebih berhasil dibandingkan dengan pembicaraan pada siang, sore, dan malam hari.
30

Media atau alat peraga akan membantu kejelasan dan kemenarikan uraian. Karena itu, jika memungkinkan, dalam berbicara perlu diusahakan alat bantu seperti film, gambar, dan alat peraga lainnya. e. Interaksi Kegiatan berbicara berlangsung menunjukkan adanya hubungan interaksi antara pembicara dan pendengar. Interaksi dapat berlangsung searah, dua arah, dan bahkan multi arah. Kegiatan berbicara yang berlangsung satu arah, misalnya laporan pandangan mata pertandingan sepak bola, tinju, pembacaan berita. Kegiatan berbicara yang berlangsung dua arah, misalnya pembicaraan dalam bentuk dialog atau wawancara. Sedangkan kegiatan berbicara yang berlangsung multi arah biasanya terjadi pada acara diskusi, diskusi kelompok, rapat, seminar, dan sebagainya. f. Pendengar Suatu kegiatan berbicara akan berlangsung dengan baik apabila dilakukan di hadapan para pendengar yang baik. Karena itu, pendengar harus mengetahui persyaratan yang dituntut untuk menjadi pendengar yang baik.Pendengar yang baik hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) memiliki kondisi fisik dan mental yang baik sehingga memungkinkan dapat melakukan kegiatan mendengarkan; memusatkan perhatian dan pikiran kepada pembicaraan; 2) memiliki tujuan tertentu dalam mendengarkan yang dapat mengarahkan dan mendorong kegiatan mendengarkan; 3) mengusahakan agar meminati isi pembicaraan yang didengarkan; 4) memiliki kemampuan linguistik dan nonlinguistik yang dapat

meningkatkan keberhasilan mendengarkan; e) memiliki pengalaman dan pengetahuan luas yang dapat mempermudah pengertian dan pemahaman isi pembicaraan.

31

G. Berbicara di Depan Umum Untuk memulai berbicara didepan forum umum, ada 4 faktor yang harus dimiliki oleh seorang pembicara , yaitu : 1. Percaya Diri Salah satu faktor utama yang wajib pertama kali dimiliki oleh pembicara. Jika seorang pembicara tidak percaya diri maka akan sulit baginya untuk menyampaikan ide dan gagasan yang ada didalam pikirannya. Hal ini disebabkan hatinya sudah diliputi rasa malu atau takut sehingga bingung harus menyampaikan apa dan tidak tahu dari manakah untuk memulai presentasinya. Rasa percaya diri ini dapat dilatih perlahan dengan mulai berlatih berbicara dihadapan forum-forum kecil dengan tema pembicaraan ringan dan santai. 2. Kejelasan Suara Gunakan suara yang dapat didengar jelas oleh audien (pendengar). Volume suara cukup sedang-sedang saja dan jangan menggunakan istilah-istilah yang sulit dimengerti oleh audien karena tingkat pengetahuan dari masingmasing audien tidak sama. Penggunaan istilah-istilah umum mungkin akan sangat membantu para audien memahami apa yang kita sampaikan. 3. Ekspresi/Gerak Mimik Seorang pembicara juga merupakan seorang aktor dihadapan audiennya. Penggunaan ekspresi yang tepat sesuai tema pembicaraan kita akan dapat membuat audien menjadi lebih semangat untuk mengikuti setiap detil pembicaraan kita dan terhindar dari kantuk akibat kebosanan melihat cara berbicara kita. Sebagai contoh, misalnya kita berbicara mengenai kepahlawan para pejuang tempo dulu didalam acara HUT RI maka tentu saja ekspresi semangat berkobar-kobar harus kita tunjukkan didepan umum tanpa mengurangi penyampaian makna pembicaraan. 4. Kelancaran Komunikasi Agar audien dapat menangkap maksud penyampaian pembicara maka cara menyampaikan haruslah lancar dan terunut dengan baik. Berbicara dengan
32

tersendat-sendat atau terputus-putus karena adanya gangguan faktor lain (misalnya : Handphone berdering terus) dapat mengurangi antusias audien sehingga menimbulkan kejengkelan yang dapat merugikan pembicara itu sendiri. Kiat-kiat berbicara di depan umum Ibarat sebuah masakan mempunyai sebuah resep maka agar dapat berbicara sukses didepan umum juga mempunyai kiat-kiat yang patut dicoba, yaitu : 1. Menguasai medan dan mengetahui siapa calon pendengar terlebih dahulu sehingga dapat menyusun strategi agar mereka dapat antusias sewaktu kita mulai berbicara. 2. Gunakan tema pembicaraan yang sesuai dengan tingkat kemampuan daya tangkap pendengar/audien sehingga mereka tidak menjadi bosan dan kemudian mengabaikan pembicaraan kita. Audien cenderung bosan dan mengobrol atau mengantuk ketika pembicara menyampaikan materi yang tidak bisa

ditangkapnya. 3. Menggunakan pilihan kosakata yang mudah dimengerti dan dipahami oleh pendengar agar tidak terjadi salah komunikasi. 4. Jika terjadi gangguan psikologis, sebaiknya alihkan perhatian kita dengan cara memegang sesuatu atau menggunakan media sehingga rasa stress/kuatir dapat kita alirkan ke media tersebut sehingga tidak mengganggu konsentrasi sewaktu berbicara. 5. Berani memulai berbicara dan berusahalah mencari celah untuk menarik antusiasme audien guna menghidupkan suasana komunikasi kita. 6. Sebagai pembicara kita harus tenang untuk menghindari alur berpikir yang melompat-lompat atau cerita yang tidak runtut sehingga dapat membuat pembicaraan kita terlihat tidak tentu arahnya. 7. Beri penekanan pada topik yang menjadi tujuan kegiatan berbicara tersebut dengan cara menyampaikan suatu kalimat secara berulang-ulang secara tepat sehingga tidak terkesan mendikte audien. Faktor pengganggu sewaktu berbicara didepan umum
33

Ada beberapa hal yang harus dihindari oleh pembicara agar tidak merusak suasana kegiatan berbicaranya, yaitu : 1. Tidak menguasai topik pembicaraan atau topik terlalu sulit bagi pembicara untuk menyampaikan. Hal ini dapat menyebabkan pembicara menjadi bahan tertawaan audien karena terkesan bodoh. 2. Rendah diri sewaktu berbicara. Hal ini biasanya disebabkan oleh timbulnya rasa takut, ragu-ragu, pesimis, serta malu pada diri pembicara sehingga mengganggu penyampaian topik dan terkadang bisa membuat pembicara lupa akan materi yang hendak disampaikan. 3. Adanya gangguan dari pihak eksternal seperti lokasi terletak didekat kegaduhan, rusaknya alat komunikasi dan tempat yang kurang nyaman (misalnya : ruangan tidak ber-AC sehingga membuat pembicara dan audien menjadi cepat gerah). 4. Kondisi tidak sehat sehingga menyebabkan tidak adanya konsentrasi dalam penyampaian materi serta kadang dapat juga menganggu alat artikulasi (misalnya : suara menjadi serak).

H. Pembelajaran Berbicara 1. Konsep Pembelajaran Berbicara Di dalam KTSP dinyatakan bahwa belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Pernyataan tersebut berimplikasi bahwa siapa pun yang mempelajari suatu bahasa pada hakikatnya sedang belajar berkomunikasi. Thompson (2003:1) menyatakan bahwa komunikasi merupakan fitur mendasar dari kehidupan sosial dan bahasa merupakan komponen utamanya. Pernyataan tersebut menyuratkan bahwa kegiatan berkomunikasi tidak bisa dilepaskan dengan kegiatan berbahasa. Dalam kegiatan berkomunikasi dengan bahasa, sebagaimana diketahui meliputi komunikasi lisan dan tulis. Komunikasi lisan terdiri atas keterampilan menyimak/mendengarkan dan keterampilan berbicara, sedangkan komunikasi tulis terdiri dari keterampilan membaca dan menulis. Berbicara merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa. Keterampilan berbicara merupakan keterampilan produktif karena dalam
34

perwujudannya keterampilan berbicara menghasilkan berbagai gagasan yang dapat digunakan untuk kegiatan berbahasa (berkomunikasi), yakni dalam bentuk lisan dan keterampilan menulis sebagai keterampilan produktif dalam bentuk tulis. Dua keterampilan lainnya (menyimak dan membaca) merupakan keterampilan reseptif atau keterampilan yang tertuju pada pemahaman. Siswa membutuhkan keterampilan berbicara dalam interaksi sosialnya. Siswa akan dapat mengungkapkan pikiran dan perasaanya secara efektif jika ia terampil berbicara. Dalam kaitan kreativitas, keterampilan berbicara merupakan salah satu keterampilan yang perlu mendapat perhatian karena gagasan-gagasan kreatif dapat dihasilkan melalui keterampilan tersebut. Kemampuan berbicara siswa juga dipengaruhi oleh kemampuan komunikatif. Menurut Utari dan Nababan (1993) kemampuan komunikatif adalah pengetahuan mengenai bentuk-bentuk bahasa dan makna-makna bahasa tersebut, dan kemampuan untuk menggunakannya pada saat kapan dan kepada siapa. Pengertian ini dilengkapi oleh Ibrahim (2001) bahwa kemampuan komunikatif adalah kemampuan bertutur dan menggunakan bahasa sesuai dengan fungsi, situasi, serta norma-norma berbahasa dalam masyarakat yang sebenarnya. Kompetensi komunikatif juga berhubungan dengan kemampuan sosial dan menginterpretasikan bentuk-bentuk linguistik. Para siswa tentu sudah memiliki pengetahuan sebagai modal dasar dalam bertutur karena ia berada dalam suatu lingkungan sosial yang menuntutnya untuk paham kode-kode bahasa yang digunakan masyarakatnya. Dalam kaitannya dengan keterampilan berbicara, berikut ada ilustrasi. Ketika kita mendengar kata berbicara, pikiran kita tertuju pada kegiatan berpidato. Padahal, berpidato hanya merupakan salah satu bagian dari keterampilan berbicara. Tampaknya, dalam menghadapi era globalisasi saat ini keterampilan berbicara perlu terus ditingkatkan sehingga pengguna bahasa mampu menerapkan keterampilan tersebut untuk berbagai bidang kehidupan, misalnya, berwawancara, berdiskusi, bermain peran, bernegosiasi, berpendapat, dan bertanya. Untuk itu, dalam dunia pembelajaran para guru bahasa dituntut untuk dapat melakukan terobosan sehingga pembelajaran bahasa yang
35

dilaksanakannya dapat memenuhi tuntutan zaman, terutama dalam hal pembelajaran berbicara. Dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa, khususnya pengembangan keterampilan berbicara, guru diharapkan mampu memberikan pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan usia dan kebutuhan siswa. Keberhasilan pembelajaran berbicara tentu terkait dengan berbagai faktor, di antaranya bagaimana guru merumuskan indikator dan tujuan, mengorganisasikan bahan, mengonstruk alat evaluasi, mengemas kegiatan, memilih metode dan teknik yang sesuai, serta menggunakan sumber dan media pembelajaran. Keenam faktor tersebut memerlukan keterampilan guru sehingga pembelajaran bahasa bisa berlangsung dengan memfokuskan pada siswa aktif , yaitu mengikuti kaidah PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan).

2. Karakteristik Pembelajaran Berbicara Kegiatan berbicara dapat berlangsung jika setidak-tidaknya ada dua orang yang berinteraksi, atau seorang pembicara menghadapi seorang lawan bicara. Dengan kemajuan teknologi, kegiatan berbicara dapat berlangsung tanpa harus terjadi kegiatan tatap muka, misalnya pembicaraan melalui telepon. Bahkan melalui layar telepon seluler 3 G, tanpa bertemu langsung dua orang yang sedang berbicara dapat saling melihat. Kegiatan berbicara yang bermakna juga dapat terjadi jika salah satu pembicara memerlukan informasi baru atau ingin menyampaikan informasi penting kepada orang lain. Berikut disajikan sejumlah karakteristik yang harus ada dalam kegiatan pembelajaran berbicara: a. Harus ada lawan bicara b. Penguasaan lafal, struktur, dan kosa kata c. Ada tema/topik yang dibicarakan d. Ada informasi yang ingin disampaikan atau sebaliknya ditanyakan e. Memperhatikan situasi dan konteks

36

3.

Kriteria Pemilihan Bahan Pembelajaran Berbicara Pemilihan bahan pembelajaran berbicara bergantung pada jenis keterampilan berbicara yang akan dikembangkan dalam diri siswa. Kegiatan pembelajaran berbicara meliputi: menyapa, memperkenalkan diri, bertanya, menjawab pertanyaan, bercerita (menceritakan pengalaman, buku/cerita yang pernah didengarkan/dibaca), berpendapat dalam diskusi kelompok, memberi petunjuk, bermain peran, mewawancarai, bernegosiasi/ bertransaksi,

mengomentari, memuji, menasehati, dan mengkritik. Jika kegiatan pembelajaran berupa berwawancara, berarti tujuan pembelajarannya adalah siswa dapat memperoleh informasi baru dari nara sumber. Bahan atau sumber yang digunakan adalah nara sumber yang sesuai dengan informasi yang ingin digali. Jika kegiatan pembelajaran berupa memberi petunjuk , bahan ajarnya tentu tentang petunjuk apa, apakah petunjuk penggunaan sesuatu, pembuatan sesuatu, atau petunjuk arah/denah, maka harus dicarikan bahan atau materi yang sesuai. Jadi, kriteria pemilihan bahan atau materi adalah: a. sesuai dengan jenis keterampilan berbicara yang akan dilatihkan b. bervariasi sehingga siswa mendapatkan pengalaman belajar yang beragam c. dapat mengembangkan kosakata sehingga keterampilan berbicara tidak menjemukan d. memberikan contoh ketepatan ucapan, prononsiasi, dan intonasi sehingga siswa mampu berbicara dengan jelas e. dapat mengembangkan wawasan yang lebih luas f. topik kegiatan berbicara harus actual ( tengah menjadi sorotan publik) g. bahan diorganisasi secara sistematis dengan mengikuti prinsip-prinsip pembelajaran (dari yang mudah ke yang sukar, dari yang dekat ke yang jauh, dari yang dikenal ke yang tidak dikenal, dari yang sederhana ke yang kompleks). h. kegiatan pembelajaran dikemas yang menarik, kadang dilakukan di luar kelas (pembelajaran tidak selalu dibatasi empat dinding kelas).

37

i. menggunakan metode dan teknik yang dapat menumbuhkan minat siswa belajar dan tertarik dengan pembelajaran bahasa. j. memilih sumber dan media pembelajaran yang dapat menumbuhkan pikiran-pikiran kritis dan kreatif.

4. Metode Pembelajaran Berbicara Pembelajaran berbicara harus berorientasi pada aspek penggunaan bahasa, bukan pada aturan pemakaiannya. Berdasarkan hal tersebut, pembelajaran berbicara di kelas semestinya diarahkan untuk membuat dan mendorong siswa mampu mengemukakan pendapat, bercerita, melakukan wawancara, berdiskusi, bertanya jawab, dan berpidato. Metode pengajaran yang selama ini kita ketahui adalah ceramah, tanya jawab, demonstrasi, penugasan, diskusi, karyawisata, dan sosiodrama. Namun, untuk mengembangkan kemampuan menggunakan bahasa , diperlukan metode pembelajaran berbicara yang sesuai, yang menekankan pada siswa aktif atau berpusat pada siswa. Oleh karena itu, dalam kegiatan belajar mengajar di kelas harus banyak kegiatan siswa berlatih atau praktik berbicara sehingga diketahui kemajuan kemampuan berbicaranya. Untuk menentukan metode mana yang cocok dalam mengembangkan kemampuan berbicara, guru harus mengacu pada kurikulum (Standar Isi). Semua kompetensi dasar berbicara pada kurikulum harus dilihat, dicocokkan dengan metode dan model pembelajarannya. Jika metode yang dipilih sesuai dan benar-benar dapat mengembangkan keterampilan berbicara setiap siswa, maka pembelajaran berbicara akan disukai siswa. Apalagi jika guru dapat memvariasikan kegiatan (tidak monoton) dan pengelolaan kelas, diharapkan siswa lebih termotivasi untuk terus berlatih berbicara. Berikut contoh kaitan kompetensi berbicara dengan metode dan model pembelajaran yang sesuai.

38

5. Media Pembelajaran Berbicara Media adalah sebuah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan (Bovee, 1997). Media pembelajaran adalah sebuah alat yang berfungsi untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Pembelajaran adalah sebuah proses komunikasi antara pembelajar, pengajar, dan bahan ajar. Komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana penyampai pesan atau media. Bentuk-bentuk stimulus bisa dipergunakan sebagai media pembelajaran berbicara di antaranya adalah hubungan atau interaksi manusia; realia; gambar bergerak atau tidak; tulisan, suara yang direkam, permainan untuk kegiatan memberikan petunjuk. Kelima bentuk stimulus ini akan membantu pembelajar mempelajari bahasa. Namun demikian tidaklah mudah mendapatkan kelima bentuk itu dalam satu waktu atau tempat. Media pembelajaran yang baik harus memenuhi beberapa syarat. Media pembelajaran harus meningkatkan motivasi belajar siswa. Penggunaan media mempunyai tujuan memberikan motivasi kepada siswa. Selain itu, media juga harus merangsang siswa mengingat apa yang sudah dipelajari selain memberikan rangsangan belajar baru. Media yang baik juga akan mengaktifkan siswa dalam memberikan tanggapan, umpan balik, dan juga mendorong siswa untuk melakukan praktik berbicara dengan benar.

6. Penilaian Pembelajaran Berbicara Ada dua jenis penilaian yang digunakan dalam pembelajaran berbicara, yaitu penilaian proses dan penilaian hasil. Penilaian proses dilakukan selama kegiatan pembelajaran berlangsung untuk menilai sikap siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Penilaian hasil dilakukan berdasarkan unjuk kerja yang dilakukan siswa ketika menyajikan kompetensi berbicara yang dituntut kurikulum atau mempresentasikan secara individual. Dalam penilaian proses digunakan lembar penilaian sikap (afektif) yang terdiri dari aspek: (a) kedisiplinan; (b) minat; (c) kerja sama; (d) keaktifan; dan (e) tanggung jawab. Dalam penilaian hasil digunakan rubrik penilaian untuk mengetahui kompetensi siswa dalam berbicara, misalnya menanggapi
39

pembacaan cerpen. Ada beberapa aspek yang dinilai, yaitu (a) kelancaran menyampaikan pendapat/tanggapan; (b) kejelasan vokal; (c) ketepatan intonasi; (d) ketepatan pilihan kata (diksi); (e) struktur kalimat (tuturan); (f) kontak mata dengan pendengar; (g) ketepatan mengungkapkan gagasan disertai data tekstual. Penilaian kompetensi berbicara yang dilakukan dengan unjuk kerja/performance yang utama perlu diukur adalah yang berkaitan dengan penggunaan bahasa seperti penguasaan lafal, struktur, dan kekayaan kosa kata. Selain itu, juga penguasaan masalah yang menjadi bahan pembicaraan, bagaimana siswa memahami topik yang dibicarakan dan mampu

mengungkapkan gagasan di dalamnya, serta kemampuan memahami bahasa lawan bicara ( Burhan Nurgiyantoro, 2001:276). Penilaian kemampuan berbicara haruslah membiarkan siswa untuk menghasilkan bahasa dan mengemukakan gagasan melalui bahasa yang sedang dipelajarinya. Dengan kata lain, penilaian berbicara harus dilakukan dengan praktik berbicara. Jadi, bentuk penilaian pembelajaran berbicara seharusnya memungkinkan siswa untuk tidak saja mengucapkan kemampuan

berbahasanya, melainkan juga mengungkapkan gagasan, pikiran, dan perasaannya sehingga penilaian ini bersifat fungsional (Burhan Nurgiyantoro, 2001:278). Berikut contoh model penilaian berbicara: 1. Pembicaraan berdasarkan gambar a. Pemberian pertanyaan b. Bercerita (menceritakan gambar) 2. Wawancara 3. Bercerita 4. Berpidato 5. Diskusi 6. Bermain peran Dalam menggunakan bentuk-bentuk penilaian di atas, pelaksanaannya tetap harus focus pada aspek kognitif . Meskipun aspek psikomotor yang berupa gerakan mulut, ekspresi mata, dan gesture lain juga harus dinilai, 6
40

tingkatan aspek kognitif Bloom yang berkaitan dengan pengembangan kemampuan berpikir tetap harus menjadi focus utama karena berkaitan dengan kemampuan menuangkan gagasan (Ibid, 2001:291-292). Keenam tingkatan berpikir ( C1 C6) dari yang paling rendah hingga paling tinggi (mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesiskan, dan mengevaluasi) harus dinilai dengan menggunakan rubric dan penyekoran yang tepat sehingga tidak ada siswa yang dirugikan karena kompetensi tiap siswa terukur dengan alat ukur yang akurat.

41

DAFTAR PUSTAKA

http://pbsindonesia.fkip-uninus.org/ http://aldonsamosir.files.wordpress.com http://ngomongo.blogspot.com http://fs.unitomo.ac.id/wp-content/uploads http://fusliyanto.wordpress.com/keterampilan-berbahasa

42

You might also like