Professional Documents
Culture Documents
Dari AcehPedia
Pembuatan Pupuk Kompos Pernahkah anda mendengar tentang pupuk kompos..? apa itu pupuk kompos..? Pupuk Kompos sering didefinisikan sebagai suatu proses penguraian yang terjadi secara biologis dari senyawa-senyawa organik yang terjadi karena adanya kegiatan mikroorganisme yang bekerja pada suhu tertentu didalam atau wadah tempat pengomposan berlangsung. Peningkatan produksi pertanian, tidak terlepas dari penggunaan bahan kimia, seperti pupuk buatan/anorganik dan pestisida. Penggunaan pupuk buatan/kimia dan pestisida saat ini oleh petani kadang kala sudah berlebihan melebihi takaran dan dosis yang dianjurkan, sehingga menggangu keseimbangan ekosistem, disamping itu tanah cendrung menjadi tandus, organisme-organisme pengurai seperti zat-zat renik, cacing-cacing tanah menjadi habis, demikian juga binatang seperti ular pemangsa tikus, populasi menurun drastis. Pemakian pupuk pada waktu yang bersamaan (awal musim hujan) oleh petani, mengakibatkan sering terjadi kelangkaan pupuk di pasaran, walaupun ada harganya sangat tinggi, sehingga sebagian petani tidak sanggup membeli, akibatnya tanaman tidak dipupuk, produksi tidak optimal. Perlu ada trobosan untuk mengatasi hal tersebut, salah satu diantaranya adalah pembuatan pupuk organik (kompos).
Sebaiknya dibuatkan lobang dengan ukuran 2 x 2,5 dengan kedalaman 40-60 cm, usahakan tempatnya tidak terbuka atau kena sinar matahari langsung, seperti di bawah pohon sebaiknya dibuatkan naungan/gubuk untuk mengindari sinar matahari langsung dan hujan. 3. Cara Pebuatan Supaya proses pengomposan lebih cepat hijaun/daun-daunan, jerami dipotong-potong kurang lebih 5-10 cm. tetes tebu/gula dan stater pengurai dilarutkan dengan air dalam ember/bak plastik diaduk sampai merata, potongan-potongan hijauan/jerami dicampur dengan pupuk kandang, dedak, sekam, serbuk gergaji dan limbah pertanian lainnya secara merata, siramkan larutan secara perlahan-lahan kedalam adonan secara merata sampai kandungan air adonan mencapai 50%, bila adonan dikepal dengan tangan air tidak keluar dari adonan, bila kepalan dibuka maka adonan akan megar, sewaktu pengadukan dan penyiraman langsung dimasukan kedalam lobang yang sudah disiapkan, usahakan tumpukan bahan yang sudah diaduk tingginya tidak melebihi 60 cm dari permukaan tanah, tutup dengan terpal/plastik agar tidak terjadi penguapan, bisa juga ditutup dengan lumpur seluruh permukaan, tancapkan bilah bambu sekitar 10-15 cm agar udara luar masuk, sehingga proses pengomposan/fermentasi berjalan lebih cepat 4. Pemeriksaan/Pengamatan Setelah 2-3 hari tumpukan diperiksa, dengan cara membuat lubang, kemudian dimasukan tangan, apabila didalam tumpukan dirasa suhunya cukup tinggi maka dapat dipastikan proses pengomposan sedang terjadi, kalau didalam tumpukan sehunya rendah, berarti tidak terjadi proses pengomposan, untuk itu perlu diulangi penyiraman dengan larutan tetes tebu/gula dan stater/pengurai, 2 atau 3 hari sekali tumpukan disiram, sesuai dengan keadaan/kelembaban, untuk tumpukan yang memakai tutup terpal/plastik, setelah 6-7 hari perlu dilakukan pengadukan dan disiram seperlunya agar terjadi sirkulasi udara, dengan demikian diharapkan mikroba akan berkembang dan proses pengomposan lebih cepat, setelah 20-30 hari dilakukan pemeriksaan kembali dengan cara memasukan tangan kedalam tumpukan, apabilia temperatur didalam tumpukan suhunya menjadi turun, maka pengomposan sudah jadi dan siap panen, Apabila tercium bau yang kurang enak dari dalam tumpukan menandakan proses pengomposan tidak sempurna dan perlu diulangi kembali. Cara memeriksa lain yaitu dengan menusuk-nusuk tumpukan dengan kayu/bambu, apabila tusukan lancar/tidak menyakut, maka pengomposan berhasil dan siap dipakai.
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003). Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan. Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik. Rata-rata persentase bahan organik sampah mencapai 80%, sehingga pengomposan merupakan alternatif penanganan yang sesuai. Kompos sangat berpotensi untuk dikembangkan mengingat semakin tingginya jumlah sampah organik yang dibuang ke tempat pembuangan akhir dan menyebabkan terjadinya polusi bau dan lepasnya gas metana ke udara. DKI Jakarta menghasilkan 6000 ton sampah setiap harinya, di mana sekitar 65%-nya adalah sampah organik. Dan dari jumlah tersebut, 1400 ton dihasilkan oleh seluruh pasar yang ada di Jakarta, di mana 95%-nya adalah sampah organik. Melihat besarnya sampah organik yang dihasilkan oleh masyarakat, terlihat potensi untuk mengolah sampah organik menjadi pupuk organik demi kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat (Rohendi, 2005).
Asal
Bahan
1. Pertanian
Limbah dan residu Jerami dan sekam padi, gulma, batang dan tongkol jagung, semua bagian tanaman vegetatif tanaman, batang pisang dan sabut kelapa
Limbah & residu Kotoran padat, limbah ternak cair, limbah pakan ternak, cairan biogas ternak
Tanaman air
2. Industri
Limbah padat
Serbuk gergaji kayu, blotong, kertas, ampas tebu, limbah kelapa sawit, limbah pengalengan makanan dan pemotongan hewan
Limbah cair
Alkohol, limbah pengolahan kertas, ajinomoto, limbah pengolahan minyak kelapa sawit
Sampah
Jenis-jenis kompos
Kompos cacing (vermicompost), yaitu kompos yang terbuat dari bahan organik yang dicerna oleh cacing. Yang menjadi pupuk adalah kotoran cacing tersebut. Kompos bagase, yaitu pupuk yang terbuat dari ampas tebu sisa penggilingan tebu di pabrik gula. Kompos bokashi.
Manfaat Kompos
Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikroba tanah juga d iketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit. Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, misal: hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak. Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek: Aspek Ekonomi : 1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah 2. Mengurangi volume/ukuran limbah 3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya Aspek Lingkungan : 1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di tempat pembuangan sampah 2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan Aspek bagi tanah/tanaman: 1. 2. 3. 4. Meningkatkan kesuburan tanah Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
5. 6. 7. 8.
Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen) Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah
Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah di antaranya merangsang granulasi, memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan kemampuan menahan air. Peran bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N, P, dan S. Peran bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga memengaruhi serapan hara oleh tanaman (Gaur, 1980). Beberapa studi telah dilakukan terkait manfaat kompos bagi tanah dan pertumbuhan tanaman. Penelitian Abdurohim, 2008, menunjukkan bahwa kompos memberikan peningkatan kadar Kalium pada tanah lebih tinggi dari pada kalium yang disediakan pupuk NPK, namun kadar fosfor tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan NPK. Hal ini menyebabkan pertumbuhan tanaman yang ditelitinya ketika itu, caisin (Brassica oleracea), menjadi lebih baik dibandingkan dengan NPK. Hasil penelitian Handayani, 2009, berdasarkan hasil uji Duncan, pupuk cacing (vermicompost) memberikan hasil pertumbuhan yang terbaik pada pertumbuhan bibit Salam (Eugenia polyantha Wight) pada media tanam subsoil. Indikatornya terdapat pada diameter batang, dan sebagainya. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penambahan pupuk anorganik tidak memberikan efek apapun pada pertumbuhan bibit, mengingat media tanam subsoil merupakan media tanam dengan pH yang rendah sehingga penyerapan hara tidak optimal. Pemberian kompos akan menambah bahan organik tanah sehingga meningkatkan kapasitas tukar kation tanah dan memengaruhi serapan hara oleh tanah, walau tanah dalam keadaan masam. Dalam sebuah artikel yang diterbitkan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor menyebutkan bahwa kompos bagase (kompos yang dibuat dari ampas tebu) yang diaplikasikan pada tanaman tebu (Saccharum officinarum L) meningkatkan penyerapan nitrogen secara signifikan setelah tiga bulan pengaplikasian dibandingkan degan yang tanpa kompos, namun tidak ada peningkatan yang berarti terhadap penyerapan fosfor, kalium, dan sulfur. Penggunaan kompos bagase dengan pupuk anorganik secara bersamaan tidak meningkatkan laju pertumbuhan, tinggi, dan diameter dari batang, namun diperkirakan dapat meningkatkan rendemen gula dalam tebu.
Dasar-dasar Pengomposan
Bahan-bahan yang Dapat Dikomposkan
Pada dasarnya semua bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan, misalnya: limbah organik rumah tangga, sampah-sampah organik pasar/kota, kertas, kotoran/limbah peternakan, limbah-limbah pertanian, limbah-limbah agroindustri, limbah pabrik kertas, limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa sawit, dll. Bahan organik yang sulit untuk dikomposkan antara lain: tulang, tanduk, dan rambut.
Proses Pengomposan
Proses pengomposan akan segera berlansung setelah bahan-bahan mentah dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas 50o - 70o C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekomposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30 40% dari volume/bobot awal bahan.
Skema Proses Pengomposan Aerobik Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik, dimana mikroba menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut proses anaerobik. Namun, proses ini tidak diinginkan, karena selama proses pengomposan akan dihasilkan bau yang tidak sedap. Proses anaerobik akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak sedap, seperti: asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam valerat, puttrecine), amonia, dan H2S.
Gambar profil suhu dan populasi mikroba selama proses pengomposan Tabel organisme yang terlibat dalam proses pengomposan Kelompok Organisme Organisme Jumlah/gr kompos
Bakteri; Aktinomicetes; Kapang 109 - 109; 105 108; 104 - 106 Protozoa 104 - 105 Jamur tingkat tinggi Cacing tanah, rayap, semut, kutu, dll
Proses pengomposan tergantung pada : 1. Karakteristik bahan yang dikomposkan 2. Aktivator pengomposan yang dipergunakan
Porositas Porositas adalah ruang di antara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu. Kelembaban (Moisture content) Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap. Temperatur/suhu Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 - 60oC menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma. pH Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral. Kandungan Hara Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan bisanya terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan. Kandungan Bahan Berbahaya Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan. Lama pengomposan Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposkan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar matang. Tabel Kondisi yang optimal untuk mempercepat proses pengomposan (Ryak, 1992)
Kondisi Konsisi yang bisa diterima Ideal Rasio C/N 20:1 s/d 40:1 25-35:1 Kelembaban 40 65 % 45 62 % berat Konsentrasi oksigen tersedia > 5% > 10% Ukuran partikel 1 inchi bervariasi Bulk Density 1000 lbs/cu yd 1000 lbs/cu yd pH 5.5 9.0 6.5 8.0 Suhu 43 66oC 54 -60oC
1. Menanipulasi kondisi/faktor-faktor yang berpengaruh pada proses pengomposan. 2. Menambahkan Organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan: mikroba pendegradasi bahan organik dan vermikompos (cacing). 3. Menggabungkan strategi pertama dan kedua.
memiliki kemampuan tinggi dalam mendegradasi limbah-limbah padat organik, yaitu: Trichoderma pseudokoningii, Cytopaga sp, Trichoderma harzianum, Pholyota sp, Agraily sp dan FPP (fungi pelapuk putih). Mikroba ini bekerja aktif pada suhu tinggi (termofilik). Aktivator yang dikembangkan oleh BPBPi tidak memerlukan tambahan bahan-bahan lain dan tanpa pengadukan secara berkala. Namun, kompos perlu ditutup/sungkup untuk mempertahankan suhu dan kelembaban agar proses pengomposan berjalan optimal dan cepat. Pengomposan dapat dipercepat hingga 2 minggu untuk bahan-bahan lunak/mudah dikomposakan hingga 2 bulan untuk bahan-bahan keras/sulit dikomposkan.
5.
6.
7.
8.
9.
Saringan bisa berbentuk papan saring yang dimiringkan atau saringan putar Termometer o Digunakan untuk mengukur suhu tumpukan o Pada bagian ujungnya dipasang tali untuk mengulur termometer ke bagian dalam tumpukan dan menariknya kembali dengan cepat o Sebaiknya digunakan termometer alkohol (bukan air raksa) agar tidak mencemari kompos jika termometer pecah Timbangan o Digunakan untuk mengukur kompos yang akan dikemas sesuai berat yang diinginkan o Jenis timbangan dapat disesuaikan dengan kebutuhan penimbangan dan pengemasan Sepatu boot o Digunakan oleh pekerja untuk melindungi kaki selama bekerja agar terhindar dari bahan-bahan berbahaya Sarung tangan o Digunakan oleh pekerja untuk melindungi tangan selama melakukan pemilahan bahan dan untuk kegiatan lain yang memerlukan perlindungan tangan Masker o Digunakan oleh pekerja untuk melindungi pernafasan dari debu dan gas bahan terbang lainnya
Kompos Bahan Organik dan Kotoran Hewan Pengomposan dapat juga menggunakan alat mesin yang lebih maju dan modern. Komposter type Rotary Kiln, misalnya, berfungsi dalam memberi asupan oksigen ( intensitas aerasi), menjaga kelembaban, suhu serta membalik bahan secara praktis. Komposter type Rotary Klin di pasaran terdapat dengan kapasitas 1 ton setara 3 m3 hingga 2 ton atau setara 6 m3 bahan sampah, menggunakan proses pembalikan bahan dan mengontrol aerasi dengan cara mengayuh pedal serta memutar aerator ( exhaust fan). Penggunaan komposter Biophoskko disertai aktivator kompos Green Phoskko (GP-1) telah mampu meningkatkan kerja penguraian bahan organik(dekomposisi) oleh jasad renik menjadi 5 sampai 7 hari saja.
2. Pengecil Ukuran o Pengecil ukuran dilakukan untuk memperluas permukaan sampah, sehingga sampah dapat dengan mudah dan cepat didekomposisi menjadi kompos 3. Penyusunan Tumpukan o Bahan organik yang telah melewati tahap pemilahan dan pengecil ukuran kemudian disusun menjadi tumpukan. o Desain penumpukan yang biasa digunakan adalah desain memanjang dengan dimensi panjang x lebar x tinggi = 2m x 12m x 1,75m. o Pada tiap tumpukan dapat diberi terowongan bambu (windrow) yang berfungsi mengalirkan udara di dalam tumpukan. 4. Pembalikan o Pembalikan dilakuan untuk membuang panas yang berlebihan, memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan proses pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan pemberian air, serta membantu penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil. 5. Penyiraman o Pembalikan dilakukan terhadap bahan baku dan tumpukan yang terlalu kering (kelembaban kurang dari 50%). o Secara manual perlu tidaknya penyiraman dapat dilakukan dengan memeras segenggam bahan dari bagian dalam tumpukan. o Apabila pada saat digenggam kemudian diperas tidak keluar air, maka tumpukan sampah harus ditambahkan air. sedangkan jika sebelum diperas sudah keluar air, maka tumpukan terlalu basah oleh karena itu perlu dilakukan pembalikan. 6. Pematangan o Setelah pengomposan berjalan 30 40 hari, suhu tumpukan akan semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan. o Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna coklat tua atau kehitaman. Kompos masuk pada tahap pematangan selama 14 hari. 7. Penyaringan o Penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel kompos sesuai dengan kebutuhan serta untuk memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat dikomposkan yang lolos dari proses pemilahan di awal proses. o Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan ke dalam tumpukan yang baru, sedangkan bahan yang tidak terkomposkan dibuang sebagai residu. 8. Pengemasan dan Penyimpanan o Kompos yang telah disaring dikemas dalam kantung sesuai dengan kebutuhan pemasaran. o Kompos yang telah dikemas disimpan dalam gudang yang aman dan terlindung dari kemungkinan tumbuhnya jamur dan tercemari oleh bibit jamur dan benih gulma dan benih lain yang tidak diinginkan yang mungkin terbawa oleh angin.
3. Jasad renik membutuhkan air, udara (O2), dan makanan berupa bahan organik dari sampah untuk menghasilkan energi dan tumbuh.
Proses pengontrolan
Proses pengontrolan yang harus dilakukan terhadap tumpukan sampah adalah: 1. 2. 3. 4. 5. Monitoring Temperatur Tumpukan Monitoring Kelembaban Monitoring Oksigen Monitoring Kecukupan C/N Ratio Monitoring Volume
Mutu kompos
1. Kompos yang bermutu adalah kompos yang telah terdekomposisi dengan sempurna serta tidak menimbulkan efek-efek merugikan bagi pertumbuhan tanaman. 2. Penggunaan kompos yang belum matang akan menyebabkan terjadinya persaingan bahan nutrien antara tanaman dengan mikroorganisme tanah yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan tanaman 3. Kompos yang baik memiliki beberapa ciri sebagai berikut : o Berwarna coklat tua hingga hitam mirip dengan warna tanah, o Tidak larut dalam air, meski sebagian kompos dapat membentuk suspensi, o Nisbah C/N sebesar 10 20, tergantung dari bahan baku dan derajat humifikasinya, o Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah, o Suhunya kurang lebih sama dengan suhu lingkungan, dan o Tidak berbau.
Literatur
Abdurohim, Oim. 2008. Pengaruh Kompos Terhadap Ketersediaan Hara Dan Produksi Tanaman Caisin Pada Tanah Latosol Dari Gunung Sindur, sebuah skripsi. Dalam IPB Repository, diunduh 13 Juni 2010. Gaur, D. C. 1980. Present Status of Composting and Agricultural Aspect, in: Hesse, P. R. (ed). Improvig Soil Fertility Through Organic Recycling, Compost Technology. FAO of United Nation. New Delhi. Guntoro Dwi, Purwono, dan Sarwono. 2003. Pengaruh Pemberian Kompos Bagase Terhadap Serapan Hara Dan Pertumbuhan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.). Dalam Buletin Agronomi, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Handayani, Mutia. 2009. Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Kompos Terhadap Pertumbuhan Bibit Salam, sebuah skripsi. Dalam IPB Repository diunduh 13 Juni 2010. Isroi. 2008. KOMPOS. Makalah. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor. Rohendi, E. 2005. Lokakarya Sehari Pengelolaan Sampah Pasar DKI Jakarta, sebuah prosiding. Bogor, 17 Februari 2005.
Toharisman, A. 1991. Potensi Dan Pemanfaatan Limbah Industri Gula Sebagai Sumber Bahan Organik Tanah.