You are on page 1of 33

KALIMAT EFEKTIF

Kalimat Kalimat yang diartikan sebagai satuan bahasa yang ditandai oleh kesenyapan awal dan kesenyapan akhir yang dipakai untuk berkomunikasi sering terdapat beberapa kesalahan. Kesalahan itu meliputi (i) kalimat tidak efektif, (ii) kalimat tidak logis, dan (iii) pola kalimat luas dan sempit. Kalimat tidak efektif Kalimat yang dikatakan efektif adalah kalimat yang mempunyai kemampuan menyampaikan pesan pembicara atau penulis kepada pendengar atau pembaca. Pendengar atau pembaca menerima pesan tersebut sama benar seperti yang dimaksud pembicara atau penulis itu. Tidak efektifnya suatu kalimat disebabkan oleh: (1) Pemakaian tanda baca (2) Pemakaian kata-kata mubazir (3) Bentuk kata (4) Susunan kata (1) Pemakaian tanda baca Dalam bahasa lisan, peranan tanda baca dapat digantikan dengan intonasi bahkan unsur suprasegmental untuk memperjelas maksud pembicara. Karena itu kemungkinan kesalahannya sangat kecil. Kesalahan pemakaian tanda baca umumnya terjadi pada bahasa tulisan. Kesalahan pemakaian tanda baca menyebabkan pesan yang disampaikan penulis tidak sesuai dengan maksudnya. Contoh: Ali makan ayam mati diterkam kaucing. Adik ibu saya akan pergi ke Ambon. Tas buku pulpen di atas meja dimasukkan ke lemari. Kalimat-kalimat di atas dapat menimbulkan beberapa makna. Misalnya, kalimat (a) dapat diartikan sebagai: Ali memakan ayam yang mati karena diterkam kucing Ali sementara makan, ketika kucing menerkam ayam sampai mati. Ali diajak/disuruh oleh seseorang untuk makan ayam yang mati diterkam kucing. Ali sementara makan ayam, kucing menerkamnya hingga mati. Untuk memperjelas mana makna yang dimaksudkan pemulis, perlu digunakan tanda koma dalam kalimat tersebut. Misalnya, yang kita maksudkan adalah: Makna (i), bentuknya dapat diubah menjadi: - Ali makan ayam mati, diterkam kucing. Makna (ii), bentuknya menjadi: - Ali makan, ayam mati diterkam kucing.

a. b. c.

i. ii. iii. iv.

Makna (iii), bentuknya menjadi: - Ali, makan ayam mati diterkam kucing. Makna (iv), bentuknya menjadi: - Adik ibu, saya akan pergi ke Ambon. Kalimat (c) di atas dapat diartikan sebagai berikut: Tas, buku, dan pulpen (3 jenis) yang berada di atas meja akan dimasukkan ke lemari. Tas buku dan pulpen (2 jenis) yang berada di atas meja yang akan dimasukkan ke lemari. Jika makna yang dimaksudkan adalah: Jika (i), bentuknya dapat diubah menjadi: Tas, buku, dan pulpen yang berada di atas meja masukkan ke lemari. Makna (ii), bentuknya dapat diubah menjadi: Tas buku, pulpen yang berada di atas meja dimasukkan ke lemari. atau Tas buku dan pulpen yang berada di atas meja dimasukkan ke lemari. Kalimat yang memiliki beberapa makna, seperti kalimat a, b, dan c di atas biasa disebut ambiguitas. 2. Pemakaian kata-kata mubazir Dalam pemakaian bahasa Indonesia, baik lisan maupun tulisan, kita sering menemukan pemakaian kata yang memiliki makna yang sama untuk fungsi yang sama dalam suatu kalimat. Contoh: Menjual koran adalah merupakan salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan kuliahnya. Sejak dari kecil ia rajin bekerja. Pada kalimat (a) di atas terlihat bahwa kata adalah dan merupakan yang mempunyai fungsi dan makna yang sama dipakai secara bersamaan dalam suatu kalimat. Kalimat tersebut seharusnya: Menjual koran adalah salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan kuliahnya. Menjual koran merupakan salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan kuliahnya. Demikian pula pada kalimat (b) di atas, terlihat kata sejak dan dari yang mempunyai makna yang sama dipakai secara bersamaan dalam suatu kalimat. Kalimat tersebut seharusnya: Sejak kecil ia rajin bekerja Dari kecil ia rajin bekerja Bukankah bentuk kalimat seperti kalimat (i), (ii), (iii), dan (iv) lebih efektif dibandingan dengan kalimat (a) dan (b) di atas.

3. Bentukan kata Bentukan adalah perubahan suatu kata. Bentukan kata terjadi disebabkan oleh tiga faktor, yakni (i) imbuhan yang disebut afiks, (ii) perulangan yang disebut reduplikasi, dan (iii) pemajemukan yang disebut komposisi. Perubahan bentuk kata menyebabkan pula perubahan makna. Pemakai bahasa Indonesia sering tidak jeli melihat makna dan bentukan kata, sehingga salah dalam pemakaian bentukan kata itu dalam kalimat. Contoh: Meity adalah teman kami yang paling tertinggi pada saat kuliah dulu. Yang merasa kehilangan jam tangan, harap diambil di kantor satpam. Banyak para petani-petani sayur yang telah berhasil dengan baik. Pada kalimat (a) di atas, terlihat bentukan tertinggi yang mendapat keterangan pembanding paling. Awalan ter- pada kata tinggi menyatakan tingkat yang paling tinggi atau superlatif. Oleh karena itu, bentukan tertinggi tidak boleh diberikan lagi keterangan pembanding paling. Dengan demikian, kalimat (a) di atas seharusnya menjadi: Meity adalah teman kami yang tertinggi pada saat kuliah dulu. Meity adalah teman kami yang paling tinggi pada saat kuliah dulu. Pada kalimat (b) di atas, terlihat bentukan diambil yang mengaburkan makna kalimat. Sedikitnya dua makna yang ditimbulkan kalimat tersebut: Pertama, yang merasa kehilangan jam tangan yang akan diambil di kantor satpam. Kedua, jam tangan yang akan diambil. Jika yang dimaksudkan adalah makna pertama, kalimat tersebut menjadi tidak logis. Karena itu, besar kemungkinan yang dimaksudkan sesuai dengan makna kedua. Jika demikian, bentukan diambil merupakan bentukan yang salah pada kalimat tersebut. Bentukan diambil seharusnya diganti dengan bentukan mengambil. Dengan demikian, kalimat tersebut seharusnya: Yang merasa kehilangan jam tangan harap mengambil di kantor satpam. atau Yang merasa kehilangan jam tangan, harap mengambilnya di kantor satpam. Pada kalimat (c) di atas, lebih mengacaukan lagi. Pada kalimat tersebut terlihat kata banyak dan para yang memiliki makna yang sama dan dipakai secara bersama, kemudian diikuti dengan bentukan petani-petani yang juga memiliki makna yang sama yang menyatakan jamak atau lebih dari satu. Bentukan kata tersebut seharusnya dipakai secara sendiri-sendiri. Perhatikan contoh berikut: Banyak petani sayur yang telah berhasil dengan baik. Para petani sayur yang telah berhasil dengan baik. Petani-petani sayur yang telah berhasil dengan baik. Ketiga bentukan kalimat ini (v), (vi), dan (vii) merupakan bentuk yang benar.

4. Susunan kata Dalam pemakaian bahasa Indonesia, kesalahan sering pula terjadi karena susunan kata dalam suatu kalimat yang kurang tepat. Contoh: Sudah saya makan siang. Saya sudah makan siang. Makan siang saya sudah. Bandingkan ketiga kalimat di atas. Kalimat (a) merupakan kalmat yang efektif. Penempatan kata sudah pada awal kalmat, memberikan penjelasan bahwa pokok pembicaraan pada kalimat tersebut adalah keterangan keadaan sudah. Jika yang menjadi subjek kalimat adalah saya, susunan kalimatnya seperti pada kalimat (b), yakni: Saya sudah makan siang. Sebaliknya, jika makan siang yang menjadi pokok pembicaraan dalam kalimat tersebut, susunannya seperti pada kalimat (c) di atas, yakni: Makan siang saya sudah Kalimat ini dapat diperjelas menjadi: Makan siang saya sudah, tetapi makan malam belum. Jadi, urutan kata dalam suatu kalimat dapat menyebabkan efektif tidaknya kalimat tersebut. Perhatikan contoh berikut ini kalimat yang tidak efektif karena pengaruh susunan kata. (1) (2) (3) (4) (5) Sudah saya mengirimkan buku Saudara. Saya sudah membayar itu utang. Proposal itu kami sudah membicarakannya dengan bapak pimpinan. Dia punya pinjaman belum dilunasi. Dirgahayu HUT RI ke-50 Agar efektif kalimat di atas, susunan kata harus diubah menjadi: (1) (2) (3) (4) (5) Sudah saya kirimkan buku Saudara. Saya sudah membayar utang itu. Kami sudah membicarakan proposal itu dengan pemimpin perusahaan ini. Pinjamannya belum dilunasi. Dirgahayu RI atas HUT ke-50 atau HUT RI ke-50 Dirgahayu atau HUT ke-50 Dirgahayu RI

Kalimat tidak logis Memperhatikan frasa kalimat tidak logis, kita pasti mengartikan sebagai kalimat yang tidak masuk akal. Memang, logis tidaknya suatu kalimat ditentukan oleh kesesuaian antara makna leksikal kata-kata yang ada dalam kalimat itu dengan makna gramatikalnya. Perhatikan beberapa contoh kalimat tidak logis berikut ini: (a) Penelitian itu berkesimpulan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, semakin baik pula taraf hidup. (b) Buku itu menceritakan kawin paksa. (c) Yang sudah selesai menjawab soal segera dikumpulkan. Kalimat-kalimat di atas merupakan kalimat tidak logis. Pada kalimat (a) kata penelitian berfungsi sebagai subjek pada kalimat aktif yang melakukan pekerjaan berkesimpulan. Kata penelitian sebagai benda mati jelas tidak mungkin dapat berkesimpulan. Yang dapat menyimpulkan (berkesimpulan) adalah penelitinya. Itu sebabnya kalimat itu tidak logis, seharusnya: (i) Peneliti berkesimpulan bahwa semakin tinggi pendidikan masyarakat, semakin baik pula taraf hidupnya. (ii) Dalam penelitiannya, ia berkesimpulan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, semakin baik pula taraf hidupnya. Hal yang sama, terlihat pula pada kalimat (b) di atas. Pada kalimat tersebut, buku dinyatakan sebagai makhluk hidup yang menceritakan tentang kawin paksa. Itu jelas tidak mungkin sebab buku hanyalah benda mati. Yang bercerita adalah pengarang buku bukan buku. Karena itu, kalimat (b) di atas, seharusnya: (iii) (iv) (v) Pengarang buku itu menceritakan tentang kawin paksa. Dalam buku karangannya, ia menceritakan tentang kawin paksa. Dalam buku itu, pengarangnya menceritakan kawin paksa. Pada kalimat (c) di atas, dimengerti bahwa yang harus dikumpulkan adalah mereka yang telah selesai menjawab soal, bukan hasil pekerjaannnya. Itu disebabkan oleh makna dan fungsi kelompok kata yang sudah selesai mengerjakan soal sebagai subjek dengan kelompok kata segera dikumpulkan. Karena bentuk kalimat yang dilekati yakni kalimat pasif, subjek tersebut adalah subjek penderita atau subjek yang menjadi sasaran perbuatan yang dinyatakan dalam predikatnya, sedangkan maksud pembuat kalimat, pekerjaannyalah yang harus dikumpulkan, bukan orangnya. Itu sebabnya kalimat (c) di atas, termasuk kalimat tidak logis, seharusnya: (vi) (vii) Yang sudah selesai mengerjakan soal segera mengumpulkan hasil pekerjaannya. Pekerjaan yang sudah selesai segera dikumpulkan.

Pola kalimat luas ke sempit Pola kalimat luas ke kalimat sempit merupakan pola kalimat yang dipergunakan untuk memerinci. Pola kalimat luas ke sempit atau sebaliknya dari sempit ke luas terutama dipergunakan dalam menjelaskan tempat. Perhatikan beberapa contoh berikut: a b Saya tinggal di Jalan Kemanggisan Ilir nomor 36, kecamatan Palmerah, kelurahan Kemanggisan, Kotamadya Jakarta Barat, Provinsi DKI Jakarta. Dia tinggal di desa Bendungan nomor 24, dusun Kauman, kecamatan Wates, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pada kalimat-kalimat di atas, terlihat pola kalimat yang tidak berurut. Setelah nama jalan yang diikuti nomor rumah, kemudian nama kecamatan dan kembali menyebut nama kelurahan, kemudian disusul nama kotamadya. Kalimat (a) di atas seharusnya: Saya tinggal di rumah nomor 36, Jalan Kemanggisan Ilir, kelurahan Kemanggisan, kecamatan Palmerah, Kotamdya Jakarta Barat, Provinsi DKI Jakarta. (pola kalimat sempit ke luas) atau: Saya tinggal di Provinsi DKI Jakarta, Kotamadya Jakarta Barat, kecamatan Palmerah, kelurahan Kemanggisan, Jalan Kemanggisan Ilir nomor 36. (pola kalimat luas ke sempit) Pada kalimat (b) di atas, mengalami juga perlakuan yang sama dengan kalimat (a). Kalimat (b) itu seharusnya: Dia tinggal di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Kabupaten Kulon Progo, kecamatan Wates, desa Bendungan, dusun Kauman, nomor 24. (pola kalimat luas ke sempit) atau: Dia tinggal di rumah nomor 24, dusun Kauman, desa Bendungan, kecamatan Wates, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. (pola kalimat sempit ke luas)

Contoh-contoh lain kalimat tidak efektif Perhatikan berikut ini! 1. 2. 3. 4. 5. 6. Bagi yang menitip sepeda motor harus dikunci. Bagi dosen yang berhalangan hadir harap diberitahukan ke sekretariat. Saya melihat kelakuan anak itu bingung. Mereka mengantar iring-iringan jenazah ke kuburan. Bebas parkir. Tempat pendaftaran tinja. Ada tiga macam kesalahan yang dapat dideteksi dari keenam contoh kalimat tidak efektif di atas. Pertama, ada kalimat yang dapat dipahami maknanya, tetapi terasa kurang pas dan sepertinya ada yang mengganjal. Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah kalimat (1) dan (2). Kedua, makna kalimatnya sukar dipahami karena mendua (ambigu). Contoh kalmat yang tidak efektif karena ambigu adalah kalimat (3) dan (4). Ketiga, yang paling parah adalah jika terjadi salah nalar. Akibatnya, kalimat yang dihasilkan pun seperti kalimat (5) dan (6) menjadi salah total. Walaupun makna kalimat (5) dan (6) bisa direkayasa untuk dipahami, sebenarnya pemahaman itu terjadi karena dipaksakan. Makna yang dipaksakan karena sebenarnya salah sesungguhnya berada di luar kalimat (5) dan (6). Walau bagaimanapun kedua kalimat yang tidak bernalar itu tetap harus dikatakan salah. Bagaimana perbaikan keenam kalimat yang tidak efektif itu? Berikut ini hal tersebut dibahas satu per satu. Kasus Bagi yang menitip sepeda motor harus dikunci. Salah satu kesalahan yang tergolong laten di kalangan pemakai awam adalah pemakaian kata depan bagi di samping kepada dalam tuturan yang bersifat informatif dan instruktif. Sebenarnya, makna kata bagi setara dengan makna kata buat dan untuk. 7. 8. 9. 9a Bagi saya soal itu mudah. Buat saya soal itu mudah. Bagimu negeri jiwa raga kami. Untukmu negeri jiwa raga kami.

Berdasarkan distribusi makna kata bagi tersebut, tiga kalimat di bawah ini sudah jelas salah. 10 Bagi yang menitip sepeda motor harus dikunci. 11 Buat yang menitip sepeda motor harus dikunci. 12 Untuk yang menitip sepeda motor harus dikunci. Selain kesalahan pemakaian kata bagi, dalam kalimat yang berisi peringatan kepada orang yang akan menitipkan sepeda motornya itu terdapat kesalahan yang fatal. Apa yang harus dikunci menurut kalimat di atas? Tidak lain adalah yang menitip sepeda motor

(orang), bukan sepeda motor. Jika yang harus dikunci sepeda motor, kalimatnya harus diperbaiki menjadi dua pilihan berikut. 13 Sepeda motor yang dititip harus dikunci. 14 Kuncilah sepeda motor yang dititip (di sini). Kasus Bagi dosen yang berhalangan hadir harap diberitahukan ke sekretariat. Warga kampus yang membaca kalimat (2) pasti memahami maksud penulisannya, yaitu meminta dosen yang berhalangan hadir agar memberitahukan hal keberhalangannya itu kepada petugas sekretariat. Namun, kalimatnya terasa janggal. Kejanggalan itu lagilagi disebabkan oleh adanya kata yang mubazir pada awal kalimat, yaitu bagi. Kata bagi sebenarnya wajib tidak hadir di situ. Kesalahan lain dalam kalimat (2) adalah pemakaian kata kerja pasif diberitahukan dalam predikatnya. Yang seharusnya dipakai adalah kata kerja aktif memberitahukan agar sejajar dengan keterangan subjeknya yang juga memakai kata kerja aktif berhalangan. Kalimat janggal yang seharusnya tidak boleh muncul di kampuskampus itu dapat diperbaiki menjadi seperti di bawah ini. 15 Dosen yang berhalangan hadir agar memberi tahu sekretariat. 16 Bila dosen berhalangan hadir, harap memberitahukannya kepada sekretariat. Kasus Saya melihat kelakuan anak itu bingung. Kalimat (3) Saya melihat kelakuan anak itu bingung terasa ambigu terutama jika dituliskan, sebab yang tersurat dalam kalimat itu bisa dua pihak yang bingung, yaitu saya atau anak itu. Jika yang dimaksudkan saya yang bingung, perbaikannya adalah dua varian di bawah ini. 17 Saya bingung melihat kelakuan anak itu. 18 Bingung saya melihat kelakuan anak itu. Jika yang dimaksudkan si anak yang bingung, perbaikannya adalah dua varian berikut ini. 19 Anak itu saya kihat (sedang) bingung. 20 Saya melihat anak itu (sedang) kebingungan. Kasus Mereka mengantar iring-iringan jenazah ke kuburan. Sesuai dengan bunyi kalimat (4) yang tersurat pada judul di atas, contoh-contoh lain kalimat tidak efektif, tentu tidak salah jika kalimat (4) itu ditafsirkan ada beberapa orang mengantar iring-iringan (rombongan) jenazah ke kuburan. Benarkah yang diantar ke kuburan rombongan jenazah? Setelah dikonfirmasikan kepada yang empunya kalimat, ternyata yang dimaksud adalah mereka mengantar pengiring jenazah ke kuburan. Jadi,

yang diantar oleh mereka adalah rombongan pengiring jenazah, bukan iring-iringan jenazah (banyak jenazah). Iring-iringan jenazah memang tidak selalu berarti banyak jenazah yang beriringan, tetapi dapat juga satu jenazah dengan banyak pengiring. Namun, akibat adanya kata mengantar, kalimat yang tepat dipakai adalah Mereka mengantar pengiring jenazah. Artinya, mereka mengantar orang yang menjadi pengiring jenazah. Kalau dimaksudkan untuk memberi tahu bahwa mereka mengantar jenazah ke kuburan, bunyi kalimatnya yang betul sebagai berikut. 21 Mereka mengantar jenazah ke kuburan. 22 Mereka mengiringi jenazah ke kuburan. Lihatlah, bagaimana seriusnya akibat salah pakai kata iring-iringan yang seharusnya pengiring dalam kalimat (4) itu. Melalui kasus ini kita diingatkan agar teliti dan berhati-hati memakai kata di dalam kalimat karena arti satu kata dapat mempengaruhi arti kalimat secara keseluruhan. Kasus Bebas parkir. Salah kaprah tentang bebas parkir sudah lama terjadi. Ibarat penyakit, kasus ini sudah menahun dan tak kunjung sembuh. Namun, bukan berarti penyakit itu tidak bisa disembuhkan. Obatnya ada, tetapi kemauan pasien untuk sembuh masih kurang. Melalui berbagai media dan pada berbagai kesempatan, sejak lama para penyuluh bahasa yang dapat diibaratkan sebagai dokter tidak bosan-bosannya menjelaskan bahwa bentuk bebas parkir itu salah. Mengapa salah? Kalau suatu kawasan dinyatakan bebas buta huruf, bebas becak, bebas narkoba; artinya di daerah itu tidak ada lagi orang yang buta huruf; tidak boleh ada lagi becak yang beroperasi; tidak ada pemakai narkoba. Demikian juga dengan istilah bebas bea berarti tidak ada bea atau pajak. Tetapi, mengapa bebas parkir diartikan boleh parkir, atau tidak bayar parkir. Hal itu terjadi karena salah nalar dan salah kaprah. Untuk mengungkapkan maksud yang sama, dalam bahasa Inggris dipakai frasa free parking. Free parking itulah yang diterjemahkan secara salah ke dalam bahasa Indonesia menjadi bebas parkir (memakai pola hukum DM, padahal bahasa Inggris memakai pola MD). Jadi, terjemahannya yang benar untuk frasa free parking adalah parkir gratis, parkir tidak bayar atau parkir bebas. Karena itu, melalui buku ini penulis mengajak pembaca untuk meninggalkan kebiasaan yang salah dengan cara tidak lagi memakai bentuk yang memang benar-benar salah seperti bebas parkir itu. Kasus Tempat pendaftaran tinja. Di tepi Jalan Raden Inten, Jakarta Timur (dekat bioskop Buaran), di depan salah satu kantor Pemda DKI, terpasang papan petunjuk dengan tulisan Tempat Pendaftaran Tinja. Di ujung tulisan itu ada tanda panah yang menunjuk ke arah gedung tempat mendaftarkan tinja; tempat tinja didaftarkan; tempat tinja mendaftar(?). Penulis yakin,

orang yang membaca petunjuk itu tahu bahwa di sana itulah tempat pendaftaran penyedotan tinja dari septic tank yang sudah terisi penuh di rumah-rumah atau di gedunggedung. Namun, permasalahannya bukan sekadar tahu, melainkan bagaimana rasa tahu itu timbul; spontan atau tidak spontan. Menurut penulis, sebelum akhirnya mengerti maksud tulisan pada papan petunjuk itu, orang tertegun dulu sejenak ketika pertama kali membaca tulisan Tempat Pendaftaran Tinja. Mengapa? Kalau petunjuk itu terdapat di sebuah rumah sakit, orang tidak akan tertegun karena di rumah sakit memang biasa tinja didaftarkan untuk diperiksa (tinjanya harus dibawa). Nah, di kantor Pemda DKI Jakarta yang ini, tinja mesti dibawa apa tidak? Walaupun pada akhirnya orang juga tahu tinja tidak perlu dibawa, pertanyaan tadi pasti sempat muncul dalam benak orang saat pertama kali ia membaca tulisan pada papan petunjuk itu. Permasalahan itu semua tidak akan timbul jika sejak awalnya tulisan pada papan petunjuk itu berbunyi Tempat Pendaftaran Penyedotan Tinja.
SALAH KAPRAH PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA Pengertian Salah Kaprah Kata kaprah berasal dari bahasa Jawa yang bermakna lazim atau biasa. Kebiasaan pemakaian suatu bentuk yang salah sehingga pemakaian bentuk itu sudah membudaya, maka bentuk itu sudah dianggap merupakan suatu bentuk yang benar. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia/KBBI (Depdikbud, 1994 : 865) salah kaprah bermakna kesalahan yang sangat umum sehingga orang tidak merasa salah jika melakukannya. Pengertian ini sejalan dengan ulasan Badudu (1994a : 19 21) yang memberikan pengertian salah kaprah yakni salah atau kesalahan yang sudah umum sehingga karena sudah terbiasa dengan yang salah seperti itu, orang tidak lagi merasakan bahwa itu salah. Pateda (1989a : 63 64) dengan mengutip pendapat Shinker (1974) dan Brown (1980) berkesimpulan bahwa fosiliasi adalah bentuk-bentuk linguistik yang salah, tetapi karena bentuk-bentuk itu selalu digunakan, kesalahan seperti itu dianggap biasa. Dalam bahasa Jawa kesalahan seperti ini disebut salah kaprah. Jadi, menurut Pateda salah kaprah diistilahkan dengan kesalahan memfosil. Penyebab Salah Kaprah Salah kaprah terjadi menurut Badudu (1994b : 6 9) disebabkan oleh suatu bentuk baru yang sengaja dibuat, misalnya, dibuat oleh seorang ahli bahasa karena keperluanya. Ada juga yang terjadi secara spontan dari pemakai bahasa. Karena pembentukan bentuk baru itu tidak didasari oleh pengetahuan yang cukup tentang kaidah bahasa, terjadilah kesalahan. Bentuk yang salah itu terjadi bukan hanya sekali, melainkan berulang-ulang, sehingga kesalahan itu seolaholah sudah benar dan karena itu dipakai terus-menerus. Menurut James (Pateda, 1989b : 64) salah kaprah disebabkan oleh tiga faktor, yaitu: a. integratif b. akulturatif c. biologis

10

Faktor integratif berhubungan dengan interaksi antarpemakai bahasa. Faktor akulturatif berhubungan dengan adaptasi sosial dan psikologis. Faktor biologis berhubungan dengan faktor-faktor bawaan dan kematangan syaraf. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dan melihat pemakaian bahasa yang salah kaprah, secara nyata disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor itu ialah: (a) minimnya pengetahuan kaidah-kaidah bahasa yang dimiliki oleh pemakai bahasa Indonesia (b) rendahnya tingkat kesadaran berbahasa Indonesia yang baik dan benar oleh pemakai bahasa Indonesia (c) pengaruh bahasa daerah sebagai bahasa pertama pemakai bahasa Indonesia (d) pengaruh bahasa asing Wilayah dan Bentuk Salah Kaprah Dalam pembicaraan salah kaprah akan dilihat dari tiga wilayah yang meliputi; ejaan, kata, dan kalimat. Pemakaian di dan ke sebagai awalan dan kata depan Bentuk di dan ke merupakan bentuk yang bersifat ambivalen, artinya mempunyai dua kemungkinan fungsi. Di samping berfungsi sebagai awalan, bentuk ini dapat berfungsi pula sebagai kata depan. Kondisi ini memungkinkan adanya masalah dalam pemakaiannya. Pemakai bahasa Indonesia yang kurang berhati-hati tidak lagi memedulikan fungsi dari kedua bentuk itu. Bentuk di dan ke tetap dianggap sebagai awalan atau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya walaupun fungsi bentuk di dan ke itu sebagai kata depan. Bahkan lebih parah lagi ada pemakai bahasa Indonesia yang mempertukarkan fungsinya. Fungsi sebagai kata depan menjadi awalan dan sebaliknya fungsi sebagai awalan menjadi kata depan. Untuk lebih jelasnya, ada baiknya akan dikemukakan penggunaan kedua bentuk itu untuk dua kemungkinan fungsi. Agar uraian menjadi lebih jelas, akan dibicarakan secara sendirisendiri. Pemakaian di- sebagai awalan dan di sebagai kata depan Untuk mengenal di- sebagai awalan dan di sebagai kata depan dapat dilihat dari bentuk penulisannya. Sebagai awalan, di- harus ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, sedangkan di sebagai kata depan harus ditulis terpisah. Untuk dapat mengetahui apakah bentuk di- sebagai awalan atau di berfungsi sebagai kata depan, diperlukan suatu ukuran yang berupa ketentuan. Ketentuan itu dapat dilihat sebagai berikut:

Bentuk di- sebagai awalan memiliki ciri-ciri:

1.

Membentuk kata kerja pasif, umumnya diikuti kata kerja atau berakhiran kan membentuk kata kerja. Contoh: Ibu Tien Soeharto dikebumikan di pekuburan keluarga di Surakarta

11

Ayam dimakan tikus Kue itu dibuat ibu 2. Dapat menjawab pertanyaan Diapakan? Contoh: Diapakan? dimakan, dibuat, dikebumikan, disuruh, diminta, dimandikan, dilihat, disembunyikan, dinyalakan, dipukul, ditulis, dibaca

Bentuk di sebagai kata depan memiliki ciri-ciri: a. Diikuti kata benda yang menyatakan keterangan tempat terjadinya, berlangsung, atau beradanya sesuatu selain orang atau binatang. Contoh: Pak Raden memancing ikan di sungai. Bu Lurah menanam padi di sawah. Nurdiana membeli ikan di pasar. Bandingkan dengan contoh: Uang saya pada Ali belum dibayar. Gading ada pada gajah. Kakak tidur pada paman.

b. Bersamaan dengan kata yang mengikutinya akan dapat menjawab pertanyaan di mana ?
Contoh: Di mana? Di rumah, di pasar, di sekolah, di sana, di jalan, di laut Bandingkan Ani masuk kelas pada saat Pak Guru menerangkan. Pada saat-saat seperti ini, engkau akan meninggalkan saya. Percayalah, saya pasti akan kembali lagi pada suatu saat nanti. c. Bersama-sama dengan kata lain akan membentuk kata bantu tanya yang berhubungan dengan tempat. Contoh: Di mana engkau simpan kunci mobil kemarin? Di sinlah tempat tidurmu. Di mana ayahmu? Kesalahan yang berhubungan dengan pemakaian kata depan di yang sering dijumpai, yakni: 1. Dipakai sebagai pengantar subjek dalam kalimat Contoh: Setiap hari Jumat di kampusku mengadakan kerja bakti. Di setiap rumah memasang bendera dn umbul-umbul

12

Di perusahaan itu masih memerlukan tenaga kerja.

Kehadiran bentuk di pada kata di kampusku, di setiap rumah, di perusahaan, dalam kalimat di atas, menyebabkan kalimat itu kehilangan subjek. Sebab, subjeknya telah berubah fungsi menjadi keterangan tempat. Kalimat-kalimat di atas seharusnya Di kampusku diadakan kerja bakti setiap hari Jumat. Kampusku mengadakan kerja bakti setiap hari Jumat. Di setiap rumah diipasang bendera dan umbul-umbul. Setiap rumah memasang bendera dan umbul-umbul. Di perusahaan itu masih diperlukan tenaga kerja. Perusahaan itu masih memerlukan tenaga kerja. 2. Dipakai untuk menanyakan keterangan tempat yang berupa manusia dan binatang. Contoh: Buku penelitian ada di Devy. Kunci kantor ada di Pak Sarman. Di gajah kita lihat gading. Pemakaian bentuk di pada kaliamt di atas seharusnya diganti dengan kata pada. Pemakaian ke- sebagai awalan dan ke sebagai kata depan Bentuk ke sama halnya dengan bentuk di di atas. Bentuk ke mempunyai juga dua kemungkinan fungsi yaitu fungsi sebagai awalan dan fungsi sebagai kata depan. Bentuk ke- sebagai awalan berfungsi sebagai: 1) Untuk membentuk kata bilangan tingkat, yaitu tempat suatu barang atau hal berada. Contoh: Kamus bahasa Inggris disimpan di lemari buku di rak yang kedua. Adik duduk di kursi kelima dari depan. Buku ini merupakan buku kedua yang saya tulis 2) Untuk membentuk kata bilangan kumpulan Contoh: Dia tinggal sendiri karena ketiga saudaranya telah menikah Polisi berhasil menangkap kelima pencuri Keempat anaknya telah berhasil menjadi sarjana Perbedaan kata bilangan tingkat dan kata bilangan kumpulan ialah kata bilangan tingkat selalu didahului kata benda, sedangkan kata bilangan kumpulan selalu diikuti oleh kata benda.

3)

Untuk membentuk kata benda yang mengandung arti yang di-

13

Contoh: Jurito menjadi ketua tingkat program bahasa Perancis Itu kehendak Pak Lurah Yuli kekasih Roni Bentuk ke- sebagai awalan jika bersama-sama dengan akhiran an melekat pada sebuah kata akan berfungsi: 4) Menyatakan tempat atau daerah Contoh: Ia minta bantuan ke kantor kedutaan Indonesia di Rusia. Dia pegi ke kerajaan Inggris Pada masa kesultanan Hayam Wuruk, negeri menjadi aman dan damai. 5) Menyatakan suatu hal atas peristiwa yang telah terjadi Contoh: Kenyataan itu kamu harus terima dengan penuh kesabaran. Indonesia merupakan negara kesatuan. Pak Iman denang dengan kebersihan. 6) Kena atau menderita sesuatu hal. Contoh: Mereka kehujanan kemarin Laheli kepanasan karena terlalu banyak makan durian Yaldi bangun kesiangan 7) Suatu perbuatan yang dilakukan tidak sengaja Contoh: Keluarganya kedukaaan kemarin Ia tidak hadir karena ketiduran Ibunya keguguran di kantor kemarin 8) Menyatakan terlalu Contoh: Baju itu kebesaran padanya Peristiwa yang beruntung itu membutuhkan kesabaran untuk menghadapinya Ikan itu keasinan

9) Mengandung sedikit sifat seperti yang disebut dalam kata dasar, atau dapat diartikan
menyerupai. Contoh: Sifatnya masih kekanak-kanakan Ia memakai tas kemerah-merahan Langit berwarna kebiru-biruan

14

Bentuk ke sebagai kata depan berfungsi: 1) Menyatakan tempat tujuan Contoh: Ayah pergi ke sawah Kakak pergi ke luar negeri Nenek pergi ke Madagaskar 2) Bersama-sama dengan kata mana membentuk kata tanya. Contoh: Ke mana saja kamu seharian? Ke mana mereka akan pergi? Ke mana Anda selama ini? Kesalahan yang sering terjadi sehubungan dengan pemakaian bentuk ke sebagai kata depan selain dari kesalahan penulisan seperti: Ke mana ditulis kemana Ke sana ditulis kesana Ke sini ditulis kesini Ke mari ditulis kemari Ke luar ditulis keluar (untuk lawan kata ke dalam)

3) Bentuk ke sering dipakai juga untuk menyatakan tempat terjadinya atau tempat beradanya
sesuatu. Contoh: Kakak membelanjakan uang ke pasar. Ibu mendudukkan adik ke kursi. Ayah meletakkan tas ke atas meja. Guru menempelkan pengumuman ke dinding. Rektor memasang mahkota ke kepala ratu Opspek. Andi membuang rumput ke tempat sampah. Semua kata depan ke dalam kalimat seperti di atas, lebih menunjukkan lokatif, dan bukan menunjukkan tempat tujuan. Itu sebabnya, kata depan ke di atas lebih tepat diganti dengan kata depan di. Kata Penggabungan Kata adalah merupakan Perhatikan contoh kalimat di bawah ini: Perbuatannya itu adalah merupakan suatu penyelewengan

15

Bentuk penggunaan kata adalah merupakan dalam kalimat itu jelas salah, namun sebagian pemakai bahasa Indonesia menganggap merupakan hal yang biasa. Kesalahan seperti ini termasuk kata-kata mubazir. Kata adalah dan merupakan dalam bahasa Indonesia berfungsi sebagai kata gabung. Kedua kata itu mempunyai kedudukan yang sama benar. Oleh karena itu, kedua kata itu tidak dapat dipakai secara bersamaan. Itu sebabnya contoh kalimat di atas seharusnya menjadi: Perbuatannya itu adalah suatu penyelewengan Perbuatannya itu merupakan suatu penyelewengan Selain dari kesalahan seperti di atas, kata adalah sering juga dipakai untuk:

1)

Memisahkan subjek dengan predikat Contoh: Undang-Undang Dasar adalah mengikat. Mengikat pemerintah, mengikat setiap lembaga negara dan lembaga masyarakat, dan juga mengikat setiap warga negara Indonesia. Kedudukan kata adalah pada kalimat di atas seharusnya diganti dengan kata itu di belakang subjek sehingga kalimat itu menjadi: Undang-Undang Dasar itu mengikat. Mengikat pemerintah, mengikat setiap lembaga negara dan lembaga masyarakat, dan juga mengikat setiap warga negara Indonesia.

2)

Menyamakan kedudukan antara subjek dan predikat dalam suatu kalimat. Contoh: Perbuatan Saudara adalah salah Perbuatan Saudara = salah Kalimat di atas jelas salah, sebab perbuatan saudara tidak sama dengan salah. Jika kita bermaksud menekankan maknanya, dapat diubah atau kita tambah dengan kata lain, sehingga menjadi: Perbuatan Saudara itu salah. Perbuatan Saudara memang salah. Perbuatan Saudara salah sekali. Contoh lain: Dia adalah seorang siswa Dia = seorang siswa Bentuk seperti ini dipengaruhi bahasa Inggris He is a student. Bentuk seperti itu seharusnya diubah menjadi: Dia seorang siswa Bahkan akan lebih baik jika hendak menerapkan ekonomi kata, tetapi tetap berada pada jalur tata bahasa yang baik, bentuk itu diubah menjadi:

16

Dia siswa Bentuk ini dipakai terutama dalam bahasa jurnalistik. Masalah agar supaya dan sejenisnya Perhatikan contoh kalimat di bawah ini Hasan rajin minum obat agar supaya lekas sembuh Hasan rajin-rajinlah belajar agar supaya lulus ujian Karena fungsi dan makna kata agar dan supaya sama, bentuk itu sama seperti ini: Hasan rajin minum obat agar agar lekas sembuh Hasan rajin minum obat supaya supaya lekas sembuh Hasan rajin-rajinlah belajar agar agar lulus ujian Hasan rajin-rajinlah belajar supaya supaya lulus ujian Bentuk kalimat itu jelas salah. Seharusnya jika telah menggunakan kata agar, tidak perlu lagi menggunakan kata supaya. Demikian sebaliknya, jika telah menggunakan kata supaya tidak perlu lagi menggunakan kata agar. Mengapa demikian? Kata agar dan supaya berfungsi sebagai pengantar keterangan tujuan dari suatu perbuatan atau tindakan. Kedua kata itu dapat digunakan secara bergantian tanpa terdapat perubahan bnetuk atau pun makna. Dengan demikian, contoh kalimat di atas seharusnya menjadi: Hasan rajin minum obat agar lekas sembuh. Hasan rajin minum obat supaya lekas sembuh. Kesamaan fungsi dan makna kedua kata itu menyebabkan tidak boleh dipakai secara bersamaan. Jika kedua kata itu dipakai secara bersamaan, jelas menjadi salah. Sebagian pemakai bahasa Indonesia tidak menyadari kesalahan itu. Bentuk lain yang sama permasalahannya dengan agar supaya, yaitu: untuk supaya seharusnya untuk atau supaya demi untuk seharusnya demi atau untuk sejak dahulu kala seharusnya sejak dahulu atau dahulu kala sejak dari seharusnya sejak atau dari kalau misalnya seharusnya kalau atau misalnya seperti contoh seharusnya seperti atau contoh kalau seandainya seharusnya kalau atau seandainya Bahkan ada bentu-bentuk yang lebih memprihatinkan lagi seperti: Umpamanya seperti contoh Seharusnya umpamanya, seperti, atau contoh Seperti contoh misalnya Seharusnya seperti, contoh, atau misalnya Sejak dari zaman dahulu kala Seharusnya sejak, dari, zaman dahulu, atau dahulu kala

17

Kalau misalnya seperti contoh Seharusnya kalau, misalnya, seperti, atau contoh Kata-kata tersebut memiliki fungsi dan makna yang sama atau hampir sama. Untuk itu secara penggunannnya secara sendiri-sendiri. Bentuk analisa dan analisis dan sejenisnya Bentuk analisa dan analisis keduanya telah dibakukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994:37) yang mempunyai makna yang sama, yakni: Penyelidikan terhadap suatu persitiwa untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya. Istilah dalam matematika, penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelahaan memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Istilah dalam kimia; penyelidikan kimia dengan menguraikan sesuatu untuk mengetahui zat-zat bagiannya dan sebagainya. Penjabaran sesudah dikaji sebaik-baiknya. Proses pemecahan persoalan yang dimulai dengan dugaan akan kebenarannya. Namun, yang perlu kita ingat kembali bahwa kedua bentuk tersebut, merupakan serapan dari bahasa asing; masing-masing; bentuk analisa diserap dari bahasa Belanda analyse. Karena dalam bahasa Indonesia asli (bahasa Melayu) tidak terdapat bunyi //, bunyi tersebut pada akhir kata diganti dengan bunyi /a/, kemudian diindonesiakan menjadi analisa. Bentuk analisis diserap dari bahasa Inggris analysis lalu diindonesiakan menjadi analisis dengan menyesuaikan kaidah bahasa Indonesia dilafalkan sesuai tulisannya. Pembentukan istilah dalam bahasa Indonesia, berdasarkan ketentuan yang dikeluarkan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, yang bertanggung jawab langsung terhadap pengembangan bahasa Indonesia dikatakan: Sebaiknya dalam bentuk istilah yang mengambil dari kata bahasa asing, kita mendahulukan bahasa Inggris karena bahasa Inggris adalah bahasa asing pertama dalam pendidikan di Indonesia. Sebaiknya dalam mengindonesiakan kata asing (bila tidak ditemukan padanan yang tepat dalam bahasa Indonesia atau bahasa daerah) diusahakan agar ejaannya dekat kepada ejaan bahasa asalnya, artinya yang diganti hanyalah yang perlu. Berdasarkan ketentuan di atas, maka bentuk analisa yang diserap dari bahasa Belanda, dan analisis yang diserap dari bahasa Inggris, yang perlu didahulukan ialah bentuk analisis. Jadi, kita mengacu kepada kata bahasa Inggris. Pemakaian bentuk analisis sudah melembaga dan memasyarakat khususnya dalam lingkungan perguruan tinggi. Di lingkungan masyarakat secara umum, bentuk analisis kurang digunakan, sebagian besar masyarakat pemakai bahasa Indonesia masih menggunakan bentuk analisa. Untuk itu, perlu mendapat perhatian. Penerimaan bentuk analisis sebagai bentuk dasar, maka bentuknya dengan menggunakan awalan dan atau akhiran akan menjadi: Menganalisis bukan menganalisa

18

Penganalisis bukan penganalisa Penganalisisan bukan penganalisaan Beberapa bentuk yang memiliki persoalan yang sama dengan bentuk analisa dan analisi yakni: Bentuk hipotesa dari bahasa Belanda hypothese dan bentuk hipotesis dari bahasa Inggris hypothesis. Kedua kata ini bermakna sesuatu yang dianggap benar untuk alasan atau pengutaraan pendapat, meskipun sebenarnya masih harus dibuktikan. Bentuk yang seharusnya ialah hipotesis dengan mengacu kepada bahasa Inggris. Bentuknya akan menjadi: Berhipotesis bukan berhipotesa Menghipotesisikan bukan menghipotesakan Bentuk sistim dari bahasa Belanda systeem dan bentuk sistem dari bahasa Inggris system. Kedua kata ini bermakna: a. b. c. Perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas Susunan yang teratur dari pandangan, teori, asas Metode Bentuk yang seharusnya ialah sistem dan bukan sistim. Bentuknya akan menjadi: Sistematik bukan sistimatik Sistematika bukan sistimatika Sistematis bukan sistimatis Sistematisasi bukan sistimatisasi Sistematisir bukan sistimatisir Menyistematisir bukan menyistimatisir Bentuk sistim dan sistem sering pula dibedakan maknanya. Bentuk sistim dianggap sebagai kata yang bermakna cara, sedangkan sistem diartikan sebagai aturan. Ini merupakan pemahaman yang keliru, bahkan lebih mengacaukan lagi. Bentuk mengapa atau kenapa Dalam pergaulan sehari-hari, banyak pemakai bahasa Indonesia yang menggunakan kata kenapa untuk menggantikan pemakaian kata mengapa. Mereka beranggapan bahwa kata kenapa adalah kata yang baku. Kata kenapa adalah kata yang diambil dari bahasa Jawa keno opo? Jadi, kata tersebut bukanlah kata baku. Untuk itu, bentuk bakunya adalah mengapa dan bukan kenapa. Bentuk secepat-cepatnya atau secepat mungkin Dalam keseharian, kita lebih sering mendengar kata secepat mungkin daripada secepatcepatnya. Padahal, kata secepat mungkin terkena pengaruh bahasa Inggris yaitu as soon as possible. Jadi, bentuk baku yang tepat adalah secepat-cepatnya. Bentuk becek atau pecek

19

Dalam pergaulan sehari-hari, banyak pemakai bahasa Indonesia yang menggunakan kata pecek untuk menggantikan kata becek. Mereka beranggapan bahwa kata pecek adalah kata yang bermakna berair dan berlumpur. Memang, dalam bahasa Indonesia terdapat bentuk pece, tetapi tidak bermakna berada dan berlumpur. Kata pece dalam bahasa diangkat dari bahasa Jawa pece yang bermakna keadaan mata yang satu (sebelah) tidak dapat melihat karena rusak, atau buta sebelah mata. Jadi, jelas bahwa pemakaian pece untuk menggantikan kedudukan kata becek, merupakan pemakaian yang sangat salah.

Bermaksud akan, bermaksud ingin, dan bermaksud untuk Bentuk bermaksud akan, bermaksud ingin, dan bermaksud untuk merupakan bentuk yang sering digunakan dalam pemakaian bahasa Indonesia. Jika kita hendak memilih bentuk yang benar di antara ketiga bentuk itu, kita perlu menganalisisnya. Analisis ketiga bentuk itu sebagai berikut: Bentuk bermakna akan terdiri dari dua kata yakni bermaksud dan akan. Kata bermaksud merupakan bentukan dari kata maksud yang mendapat awalan ber-. Kata maksud bermakna (i) sesuatu yang dikehendaki; (ii) niat atau kehendak, (iii) arti atau makna. Kehadiran awalan ber- sebagai transformasi dari kata mempunyai atau memiliki, kata bermaksud bermakna (i) mempunyai maksud, tujuan, atau kehendak (ii) mempunyai niat (berniat); dan (iii) mengandung arti atau makna. Untuk kata akan bermakna (i) hendak; (ii) kepada; (iii) mengenai; tentang, terhadap, dan (iv) untuk. Memperhatikan kedua kata itu, terlihat bahwa memiliki makna yang hampir sama yakni keinginan menyatakan kehendak. Itu memberikan petunjuk bahwa kedua kata itu tidak dapat dihadirkan secara bersamaan. Perhatikan contoh berikut: Saya bermaksud mengundang Saudara. Saya bermaksud akan mengundang Saudara. Kedua kalimat itu bermakna yang sama yakni untuk menyatakan undangan. Dengan demikian, kalimat pertama lebih efektif, sedangkan kalimat kedua termasuk kalimat mubazir. Jadi, kalau kita telah menggunakan kata bermaksud, tidak perlu menggunakan kata akan, demikian pula sebaliknya. Perhatikan contoh berikut: Ali bermaksud meminang Wati Ali akan meminang Wati Kedua kalimat itu menyatakan keinginan Ali untuk meminang Wati. Bentuk bermaksud ingin merupakan bentuk lain dari bentuk bermaksud akan. Perbedaannya hanya terdapat pada kata yang membentuknya yaitu ingin menggantikan kedudukan akan. Kata ingin bermakna hendak atau mau. Jadi kata ingin bersinonim dengan kata akan. Perhatikan contoh berikut:

20

Andi akan meminjam bukumu. Andi ingin meminjam bukumu. Kedua kalimat di atas mempunyai makna yang sama yakni kehendak Andi untuk meminjam buku. Kedudukan kata ingin yang sama dengan kata akan menyebabkan bentuk bermaksud ingin juga merupakan bentuk yang mubazir. Perhatikan contoh berikut:

Risna bermaksud ingin memasak sayur bayam. Risna bermaksud-bermaksud memasak sayur bayam. Risna ingin-ingin memasak sayur bayam. Jelas bentuk kalimat di atas, adalah bentuk kalimat yang salah, sebaiknya: Risna bermaksud memasak sayur bayam. Risna ingin memasak sayur bayam. Bentuk bermaksud untuk juga merupakan bentuk lain dari kedua bentuk di atas. Kata untuk bermakna (i) kata depan untuk menyatakan bagi; (ii) sebab atau alasan; (iii) tujuan atau maksud; (iv) menggantikan; dan (v) selama. Kata bermaksud dengan untuk memiliki makna yang sama yaitu tujuan atau maksud. Penggabungan kedua bentuk itu menjadi bentuk yang mubazir. Perhatikan contoh berikut: Agus bermaksud untuk membaca buku. Yeni bermaksud untuk mencuci kain. Kedua bentuk di atas merupakan bentuk yang salah, seharusnya: Agus bermaksud membaca buku. Yeni bermaksud mencuci kain. Tidak berterimanya bentuk ini disebabkan oleh kata untuk yang berbeda fungsi dengan kata bermaksud. Kata bermaksud mempunyai fungsi menyatakan pengungkapan. Untuk kata untuk mempunyai beberapa fungsi, yakni: Untuk menyatakan keterangan tujuan dari suatu perbuatan atau tindakan. Contoh: Wandasti pergi ke perpustakaan untuk membaca buku. Navely pergi ke sumur untuk mencuci kain. Untuk mengantar objek penyerta, dalam fungsi ini kata untuk berarti juga demi. Contoh: Wandasti bersedia jalan kaki ke perpustakaan untuk membaca buku. Navely mencuci kain untuk kakak. Untuk mengantar obyek berkata depan, dalam fungsi ini untuk berarti juga terhadap. Contoh: Untuk keperluan keluarganya saja, dia harus bekerja keras. Untuk masalah itu, saya harus berhati-hati.

21

Saya sulit mencapai angka 9, untuk matematika. Selain dari kesalahan bentuk penggunaan bentuk bermaksud akan, bermkasud ingin, bermaksud untuk, pemakai bahasa Indonesia sering pula salah dalam menggunakan bentuk untuk. Penyimpangan itu antara lain: Bentuk untuk dipakai di antara dua kata kerja yang letaknya berurutan, yang keduanya dapat berhubungan langsung. Contoh: a.Hadirin dimohon untuk berdiri sejenak. b. Para peserta ujian diharapkan untuk mengisi daftar hadir. c.Ketua OSIS ditugasi untuk menyusun program kerja. Bentuk kalimat di atas, tidak mengharapkan kehadiran kata untuk. Karena itu, untuk memperbaiki kertiga kalimat di atas cukup menghilangkan kata penghubung untuk.

a. b.

Bentuk untuk dipakai sebagai pengantar subjek dalam kalimat, contoh: Untuk ibu perlu mendapat pelayanan khusus. Untuk soal nomor 2 memerlukan jawaban singkat. Pemakaian kata untuk pada bentuk kalimat di atas, tidak diharapkan. Kalimat tersebut akan menjadi baku bila dihilangkan kata untuk. Dengan demikian kalimat itu akan menjadi: Ibu perlu mendapatkan pelayanan khusus. Soal nomor 2 memerlukan jawabang singkat. Bentuk biologi dan biolohi Bentuk biology dalam bahasa Inggris diserap menjadi biologi dalam bahasa Indonesia. Karena bentuknya setelah diserap adalah biologi, dalam melafalkannya pun harus biologi. Sebab, dalam bahasa Indonesia kosa kata dilafalkan sesuai tulisannya. Banyak pemakai bahasa Indonesia yang senang melafalkan kata biologi menjadi biolohi atau bioloji bahkan baioloji. Ada sebagian pemakai bahasa Indonesia merasa hebat dengan melafalkan seperti itu, sementara mereka tidak sadari kalau mereka telah melakukan kesalahan. Hal yang sama terjadi pula dalam kata teknologi yang diserap dari bahasa Belanda technologie. Pemakai bahasa Indonesia sering melafalkan teknologi menjadi: teknoloji teknolohi tehnoloji tehnolohi Semua bentuk di atas merupakan bentuk salah kaprah.

a. b.

22

Bagaimana bentuk cm yang dibaca sentimeter bukan centimeter? Bentuk ini merupakan lambang yang bersifat internasional. Oleh sebab itu, bahasa manapun di dunia harus tetap menggunakan lambang cm. Demikian pula bentuk lainnya, seperti singkatan IGGI bila terdapat dalam bahasa Indonesia kita harus tetap membaca i-ge-ge-I dan bukannya ai-ji-ji-ai. Merek produk seperti baterei dan kecap ABC sering dilafalkan a-bese. Ini merupakan bentuk pelafalan yang salah karena terbiasa dengan pengaruh ejaan lama yang disamakan bahasa Belanda. Karena itu sudah merupakan tugas guru untuk mengajarkan pelafalan yang benar. Guru dapat menunjukkan bahwa ABC tidak dilafalkan a-be-se, tetapi harus dilafalkan a-be-ce. Bentuk dari, pada, dan daripada Bentuk dari merupakan kata perangkai yang berfungsi untuk: Menyatakan keterangan tempat asal sesuatu Contoh: Hugeng baru datang dari Padang. Ia membawa oleh-oleh dari Aceh. Dari Jakarta ia naik pesawat. Menyatakan asal sesuatu dibuat Contoh: Tempe dan tahu terbuat dari kacang kedelai. Tas itu dari dos bekas. Perhiasan itu dibuat dari kayu hitam. Menyatakan keterangan sebab Contoh: Perkelahian itu terjadi dari perselisihan kemarin di sekolah. Ia dipecat dari ulahnya sendiri. Dari peristiwa Perang Teluk, banyak kilang minyak yang terbakar. Menyatakan sebagai anggota dari suatu kelompok. Contoh: Itu baru salah satu dari sekian barang curiannya. Seorang dari mereka telah ditangkap polisi. Dari empat bersaudara hanya dia sendiri yang menjadi sarjana. Membentuk ungkapan bersama-sama dengan kata tergantung. Contoh: Suksesnya usaha ini tergantung dari kerja keras Saudara-saudara. Berhasil tidaknya mahasiswa tergantung dari kesiapannya. Kejayaan suatu negara di masa mendatang tergantung dari sikap generasi muda sekarang. Menyatakan alasan

23

Contoh: Dari catatan guru bimbingan dan konseling, Ketut termasuk anak yang pandai. Kesimpulan ini diambil dari hasil penelitian. Buku itu ditulis dari hasil perjalanannya. Bentuk pada juga merupakan kata perangkai yang berfungsi untuk: Mengantar keterangan tempat untuk orang dan binatang sebagai pengganti kata depan di. Contoh: Dia tinggal pada pamannya. Gigi tumbuh pada rahang. Jalu pada umumnya terdapat pada ayam jantan. Mengantar keterangan waktu Contoh: Pada hari Minggu kami bertemu di kebun binatang. Pada waktu saya kuliah, saya selalu mengadakan dialog ilmiah pada setiap hari Minggu di taman wisata. Kelelawar mampu terbang pada malam hari. Mengantar kata bilangan Contoh: Pada suatu hari nanti, saya akan kembali menjemputnya. Ia datang pada saya pada beberapa hari yang lalu. Pada tiga hari yang lalu saya berjumpa dengannya di bandara udara. Mengantar kata benda abstrak Contoh: Pada hakikatnya, manusia diciptakan untuk menjadi kalifah di dunia. Masalah itu sudah ada pada pikiranku. Pada prinsipnya saya menyetujui saran Saudara Bentuk daripada merupakan kata depan majemuk yang dibentuk dari kata dari dan pada. Bentuk daripada dipakai untuk membandingkan. Perhatikan contoh pemakaiannya: Ida lebih pandai daripada Lina. Buku paket Amir lebih banyak daripada Harun. Daripada duduk melamun, lebih baik membaca buku. Pemakai bahasa Indonesia banyak menggunakan kata daripada untuk menggantikan fungsi kata dari. Kursi ini terbuat daripada rotan. Seorang daripada mereka telah berhasil ditangkap polisi. Daripada tangannya telah tercipta berbagai macam buku.

24

Pemakaian kata daripada, sering juga digunakan pada kalimat yang tidak membutuhkan kehadirannya, baik untuk kata dari maupun untuk kata pada. Kehadiran kata daripada justru merusak hubungan kata atau kelompok kata.

25

Contoh: Hasil daripada pembangunan telah dinikmati oleh sulurh lapisan masyarakat. Kebenaran daripada kata-katanya masih sangat diragukan. Hasil daripada pendidikannya telah dinikmati oleh kedua orang tuanya. Bukanlah bentuk-bentuk ini, akan lebih tepat bila dihilangkan data daripada, sehingga menjadi: Hasil pembangunan telah dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Kebenaran kata-katanya masih sangat diragukan. Hasil pendidikannya, telah dinkmati oleh kedua orang tuanya. Bentuk diketemukan Bentuk diketemukan sering digunakan masyarakat pemakai bahasa Indonesia untuk menggantikan kata bertemu atau ditemukan. Kata diketemukan sebenarnya berasal dari kata dasar temu, kemudian mendapat imbuhan gabung di-kan yang berfungsi membentuk kata kerja. Bentuk dasar temu setelah mendapat imbuhan gabung di-kan menjadi ditemukan bukan diketemukan. Dalam bahasa Indonesia, tidak ditemukan gabungan imbuhan ke-kan, yang ada hanya gabungan imbuhan ke-an yang berfungsi untuk membentuk kata benda. Karena itu, kita tidak menemukan bentuk ketemukan dalam pemakaian bahasa Indonesia. Kata yang dipergunakan untuk makna membawa supaya bertemu ialah bentuk mempertemukan. Jadi, pemakaian bentuk ketemukan dan diketemukan merupakan bentuk yang salah kaprah. Perhatikan contoh berikut: Perhiasan itu telah diketemukan Ahmad. Adiknya telah diketemukan polisi. Ibunya diketemukan mati menggantung diri. Pemakaian bentuk diketemukan pada kalimat di atas salah, seharusnya diganti dengan bentuk ditemukan sehingga kalimat itu akan menjadi: Perhiasan itu telah ditemukan Ahmad. Adiknya telah ditemukan polisi. Ibunya ditemukan mati menggantung diri. Bentuk istri dan isteri Kata istri diserap dari bahasa Sansekerta, yaitu stri. Kata ini diberi tambahan i di depannya sehingga menjadi istri. Karena dalam bahasa Melayu tidak mengenal gugus konsonan, di antara fonem /t/ dan /r/ pada kata istri itu, disisipi bunyi /e/, sehingga menjadi isteri. Ini merupakan pembakuan ejaan van Ophyusen (1901 1947). Menurut Ejaan Yang Disempurnakan/EYD (mulai 1972 sekarang) ditetapkan bahwa kata-kata asing yang asalnya bergugus konsonan seperti istri, putra, putri, sastra,

o o o

26

dan pabrik, gugus konsonan suku kedua tidak perlu disisipi dengan /e/. Jadi, bentuk istri merupakan bentuk yang baku. Ketentuan itu hanya berlaku pada kata asing. Untuk kata-kata bergugus konsonan dari bahasa serumpun, bahasa daerah tidak kita berlakukan. Kata dari bahasa daerah yang gugus konsonannya pada awal, gugus konsonannya tetap disisipi bunyi /e/. Itu sebabnya kita menemukan bentuk-bentuk: terampil bukan trampil terap bukan trap terapan bukan trapan Untuk dapat mengetahui mana bentuk yang baku, lihatlah Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Ibu gubernur atau istri gubernur Pemakai bahasa Indonesia sering mengacaukan penggunaan ungkapan ibu gubernur untuk menggantikan kedudukan ungkapan istri gubernur. Jika yang kita maksud adalah seorang ibu yang memegang jabatan gubernur, benar kita mengatakan ibu gubernur. Tetapi jika yang kita maksud adalah istri gubernur, pemakaian ungkapan ibu gubernur tidak tepat. Pada masa kepemimpinan Presiden Soeharto (1966 1998), kita tidak pernah mendengar istilah ibu presiden yang ada hanya Ibu Tien Soeharto atau ibu negara karena yang memimpin adalah seorang pria. Tetapi, jika yang memegang jabatan presiden adalah wanita, tepat jika dikatakan ibu presiden. Pada tahun 2001 2004, Negara Republik Indonesia dipimpin oleh Ibu Megawati Soekarnoputri sehingga tepat bila dikatakan ibu presiden. Pemakaian ungkapan ibu gubernur benar apabila yang kita maksudkan adalah: Seorang ibu (perempuan) yang menduduki jabatan gubernur. Ibu diartikan sebagai sapaan seperti penggunaan kata bapak gubernur. Seorang ibu (perempuan) yang telah melahirkan orang yang menduduki jabatan gubernur. Ibu bermakna sebagai ibu kandung. Sapaan dengan maksud istri gubernur tepat kita gunakan sebutan namanya, kemudian diambil dengan nama marga dari suaminya. Bentuk lain yang sama dengan bentuk di atas ialah ibu bupati ibu walikota ibu camat ibu lurah Dipakai untuk sapaan istri pejabat yang bersangkutan. Jelas bentuk seperti itu merupakan bentuk yang salah.

27

Bentuk antara dan antar Kesalahan pemakaian kata antar- dengan antara terdapat pada pemakaian yang dipertukarkan. Kata antara sering dipergunakan untuk menggantikan kedudukan antarpada kalimat yang memiliki satu objek. Misalnya: Bahasa sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat. Sekolah kami menyelenggarakan pertandingan antara kelas. Toleransi antara pemeluk agama di Indonesia sangat baik. Sebaliknya kata antar- sering dipergunakan untuk menggantikan kedudukan kata antara yang dipakai untuk kalimat yang menggunakan dua objek. Misalnya: Antarwarga desa Sidodadi dan Sidomulya bekerja sama membangun sebuah jembatan. Besok saya akan mengajar antarpukul 08.00 sampai dengan pukul 10.00. Antaranak-anaknya, hanya Amin yang berhasil menyelesaikan pendidikannya. Kesalahan di atas terjadi karena bentuk antara dan antar- mempunyai kemiripan, baik kemiripan bentuk maupun kemiripan makna. Perbedaan keduanya terletak pada fungsinya. Kata antara dipakai apabila diikuti oleh dua objek atau hal. Pemakaian kata antara kadang-kadang dikombinasikan dengan kata dengan, bahkan sering didahului kata depan di. Contoh: Antara warga desa Sidodadi dengan Sidomulya bekerja sama membangun sebuah jembatan. Besok saya akan mengajar antara pukul 08.00 sampai dengan 10.00. Di antara anak-anaknya, hanya Amin yang berhasil menyelesaikan pendidikannya. Untuk kata antar- dipakai apabila kalimat diikuti oleh satu objek atau hal. Contoh: Bahasa sebagai alat komunikasi antaranggota masyarakat. Sekolah kami menyelenggarakan pertandingan antarkelas. Toleransi antarpemeluk agama di Indonesia sangat baik. Jadi, jelaslah bahwa untuk membedakan pemakaian kata antara dan antar dilihat dari objek yang mengikutinya. Jika diikuti oleh dua objek, yang digunakan adalah kata antara, sedangkan kata antar digunakan jika diikuti satu objek. Kata antara dianggap sebuah kata sehingga dituliskan terpisah, sedangkan antar- dianggap sebagai imbuhan sehingga selalu dituliskan serangkai dengan kata yang mengikutinya. Perhatikan pula perbedaan antar- sebagai bentuk terikat yang dianggap sebagai imbuhan yang selalu ditulis serangkai dengan kata berikutnya dengan antar sebagai kata kerja dasar.

28

Contoh: 1. Datang tidak diundang, pulang tidak diantar. 2. Bis antarkota dan antarprovinsi itu mengantarkan semua penumpangnya ke tujuan masing-masing. 3. Antarkan surat ini ke rumah Ria Angelina. 4. Kejuaraan antardesa di Kabupaten Wajo melibatkan banyak pemain nasional. Kalimat 1 dan 3 adalah verba dengan kata dasar antar, sedangkan 2 dan 4 adalah yang dianggap sebagai imbuhan sehingga selalu diserangkaikan dengan kata yang mengikutinya. Bentuk mensukseskan, menyukseskan, dan sejenisnya Kata dasar sukses mendapat awalan me- menjadi menyukseskan bukan mensukseskan. Bentuk menyukseskan merupakan bentuk yang salah. Mengapa demikian? Kata dasar asli bahasa Indonesia yang fonem awalannya /s/ jika mendapat awalan me-, akan mengalami peluluhan dan terjadi bunyi nasal /ny/, sehingga menjadi menyukseskan. Memang kata sukses dalam bahasa Indonesia diserap dari bahasa Belanda succes yang dalam bahasa Inggrisnya success, akan tetapi pemakaiannya telah memiliki frekuensi yang tinggi sehingga dianggap sebagai kosa kata asli bahasa Indonesia. Demikian pula kata dasar yang sejenisnya. Kata dasar sita menjadi menyita Kata dasar salah menjadi menyalahkan Kata dasar susah menjadi menyusahkan Kata dasar sensus menjadi menyensus Bentuk para pada para hadirin sekalian dan sejenisnya Kata para yang dimaksudkan pada pembicaraan ini ialah bentuk para sebagai kata penyerta yang menyatakan banyak. Pemakai bahasa Indonesia banyak yang salah dalam menggunakan kata para. Misalnya: Para hadirin sekalian Para ibu-ibu Para undangan sekalian Para siswa-siswi Para mahasiswa-mahasiswi Kita melihat makna para hadirin sekalian. Kata para menyatakan bahwa benda yang mengikutinya berbentuk jamak. Kata hadirin bermakna semua orang yang hadir. Kata sekalian bermakna semuanya (tidak ada kecualinya). Dengan demikian, ketiga kata itu menyatakan jamak. Karena itu, ketiga kata tersebut tidak dapat dirangkaikan langsung untuk satu fungsi.

29

Kata-kata tersebut dapat dipergunakan sebagai berikut: Para ibu; para bapak; para guru; para siswa; para wisudawan Hadirin yang berbahagia Ibu sekalian, bapak-ibu sekalian, pemuda sekalian Selain bentuk di atas, bentuk pengulangan perlu pula diperhatikan. Perulangan kata dasar kata benda menyatakan banyak tak tentu. Misalnya, Ibu-ibu menyatakan berarti banyak ibu yang tak tentu jumlahnya. Karena itu, tidak boleh kita gunakan kata penyerta para untuk mendahului bentuk perulangan kata dasar kata benda. Misalnya: Para ibu-ibu Para bapak-bapak Para guru-guru Kita cukup mengatakan: Para ibu Para bapak Para guru Bentuk suatu dan sesuatu Bentuk suatu dan sesuatu keduanya merupakan kata ganti tak tentu. Yang membedakan kedua bentuk itu ialah kehadiran awalan se-. Kehadiran awalan se- pada kata suatu menyebabkan menjadi sesuatu, sehingga tidak boleh diikuti langsung oleh kata benda. Contoh: Ia melihat sesuatu di kamar mandi. Ia sedang memikirkan sesuatu. Mereka mengadakan pertemuan untuk membicarakan sesuatu. Bandingkan dengan penggunaan kata suatu pada kalimat berikut Ia melihat suatu benda dikamar mandi atau Ia melihat suatu peristiwa di kamar mandi Ia sedang memikirkan suatu masalah atau Ia sedang memikirkan suatu pembunuhan Mereka mengadakan pertemuan untuk membicarakan suatu program. atau Mereka mengadakan pertemuan untuk membicarakan suatu persitiwa. Pada kalimat di atas terlihat bahwa pemakaian kata suatu selalu diikuti kata benda.

30

Kesalahan yang sering terjadi pada pemakaian kata suatu dan sesuatu yakni sering dipertukarkan pemakaiannya. Selain itu, pemakaian kata sesuatu sering digunakan pada kalimat yang kata bendanya yang mengikutinya dan telah dinyatakan secara pasti atau tentu. Contoh: Ia melihat suatu benda perhiasan di kamar mandi. Ia sedang memikirkan suatu masalah pendidikannya. Mereka mengadakan pertemuan untuk membicarakan suatu program sistem pemasaran. Seharusnya pada kalimat di atas, tidak perlu digunakan kata penyerta suatu, sebab kata bendanya sudah jelas. Bentuk ubah dan perubahannya Dalam pemakaian bahasa Indonesia kita banyak menemukan bentuk: berobah berobah-obah mengobah merobah merubah perobahan dirobah dirubah robah/obah rubah perobah Semua bentuk di atas merupakan bentuk salah kaprah dari bentuk: berubah berubah-ubah mengubah perubahan diubah ubalah perubah ubahan terubah mengubahkan pengubah pengubahan memperubahkan Bentuk-bentuk itulah yang menjadi bentukan dari kata ubah. Bentuk-bentuk yang salah kaprah di atas disebabkan pemahaman yang salah terhadap bentuk dasarnya. Banyak pemakai bahasa Indonesia memakai bentuk dasarnya robah atau obah, sehingga bentukannyapun jelas mengalami kesalahan. Kita dapat memeriksa dalam Kamus Besar

31

Bahasa Indonesia (KBBI) bahwa bentuk dasar robah atupun obah tidak terdapat dalam bahasa Indonesia. Karena itu, dalam berbahasa Indonesia, kita harus menghindari bentukbentuk yang salah kaprah tersebut.

32

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan (Ed.). 2003. Kalimat : Bahan Penyuluhan Bahasa Indonesia. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Arifin, E. Zainal dan Farid Hadi. 1993. 1001 Kesalahan Berbahasa. Jakarta : Akademika Pressindo. Chaer, Abdul. 1993. Gramatika Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta. Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Moeliono, Anton M. 1984. Santun Bahasa. Jakarta : Gramedia. Mustakim. 1994. Membina Kemampuan Berbahasa. Cetakan ke-4. Jakarta : Erlangga. Rasyid, M. Badri. 1994. Tertib Bahasa Indonesia. Solo : Aneka. Razak, Abdul. 1988. Kalimat Efektif. Struktur, Gaya, dan Variasi. Jakarta : Gramedia. Safioedin, Asis. 1987. Membina Bahasa Indonesia. Bandung : Alumni Samsuri, 1978. Analisis Bahasa. Jakarta : Erlangga. Santoso, Kusno Budi. 1987. Problematika Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta. Sugono, Dendy. 1989. Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta : PT Priastu. Verhaar, J. W. M. 1992. Pengantar Linguistik. Yogyakarta : Gajah Mada University.

33

You might also like