You are on page 1of 11

Keseimbangan Ilmu,Iman dan Amal Dalam Kehidupan Oleh : Prof. Dr.

Achmad Mubarok,MA Disampaikan dalam Work Shop Pengawasan Dengan Pendekatan Agama, diselenggarakan oleh Inspektorat Jenderal Departemen Agama, Jakarta 6 Mei 2008 sumber, http://mubarok-institute.blogspot.com Pendahuluan Manusia adalah makhlukyang mengenal makna. Jika seekor sapi dihargai sesuai dengan besar kecilnya daging,maka manusia yang gemuk belum tentu lebih bermakna dibanding yang kurus, orang besar belum tentu lebih bermakna dibanding orang kecil, atasan belum tentu lebih bermakna dibanding bawahan. Tinggi rendahnya makna disebut martabat. Orang yang bermartabat adalah orang yang kehadirannya di pentas kehidupan memberi makna,meski boleh jadi kehadirannya hanya sebentar. Sebaliknya orang yang kehadirannya tidak memberi makna,meski mungkin umurnya panjang atau masa jabatannya lama, ia bukanlah orang yang bermartabat. Hadirnya tidakmembuat genap, absennya tidakmembuat ganjil. Konsep makna dipengaruhi oleh ilmu,iman dan amal. Orang yang berilmu langkahnya dipandu oleh teori, orang yang beriman langkahnya dipandu oleh keyakinan,sedangkan orang yang banyak beramal langkahnya dipandu oleh semangat. Konsep Pengawasan Dalam Kehidupan Ada orang yang merasa bebas sebebasnya dalam hidup.Ia menentukan apa yang diinginkan dan apa yang dikerjakan, karena ia merasa bahwa manusia adalah penentu dalam kehidupan. Baik-buruk,perlu-tidak perlu, penting-tidakpenting, pantas-tidakpantas semuanya ditentukan oleh manusia. Ada orang yang merasa bahwa hidup ini ada skenarionya dan manusia harus hidup mengikuti skenario itu. Jika tidak maka ia akan ditegur sutradara dan ditertawakan penonton karena melakukan sesuatu yang menyimpang dari skenario. Dari mana skenario itu ? ada yang merasa bahwa masyarakatlah penyusun skenario itu, oleh karena itu orang yang perilakunya menyimpang akan dikucilkan oleh masyarakat. Yang lain meyakini bahwa skenario itu datang dari atas, dari Sang Pencipta kehidupan, baik yang melalui kitab suci,ajaran nabi maupun melalui akal murni berupa akhlak universal dan kearifan lokal. Penyimpangan dari skenario diyakini akan berakibat "kualat". Pertanyaannya "siapa" yang merasa diawasi dan "siapa" yang mengawasi ? Siapa yang menyuruh mematuhi skenario dan siapa yang menggoda untuk menyimpang ? siapa pula yang menegur ? Al Qur'an surat Qaf ayat 16 berbunyi : Artinya : Sungguh Kami(Tuhan) telah menciptakan insan, dan Kami mengetahui apa yang dibisikkan oleh nafs nya. Dan kami (mengawasi mereka) dari jarak yang lebih dekat dari ulat leher mereka.

Dari ayat tersebut ada hal-hal yang perlu diterangkan secara detail, yaitu (1) insan, (2) nafs (3) bisikan (4) Pengawasan Tuhan Insan Al Qur'an menyebut manusia dengan sebutan basyar dan insan. Basyar adalah manusia secara fisik, sedangkan insan adalah manusia sebagai makhluk psikologis. Kata insan berasal dari kata nasiya yansa yang artinya lupa, dari kata uns yang artionya mesra atau jinak dan darikata nasa yanusu yang artinya gejolak. Jadi karakteristik psikologis insan ada pada jarak antara lupa dan sadar, mesra dan benci dan antara tenang dan bergejolak. Ada manusia yang selalu sadar, tenang dan penuh dengan rasa kasih sayang, sebaliknya ada manusia yang pelupa,pembenci dan gelisah. Ada juga yang tenang tetapi penuh dengan kebencian dan selalu sadar akan kebenciannya, dan mash banyaklagi typology psikologi manusia. Yang menarik adalah definisi insan; al insan hayawan nathiq, manusia adalah hewan yang berfikir. Jadi pembedanya adalah berfikirnya. Jika manusia sudah tidak bisa lagi diukur berfikirnya,maka yang ada tinggal hewannya. Nafs Nafs artinya sisi dalam manusia, atau jiwa. Nafs atau jiwa merupakan sistem yang bekerja secara sistemik, dengan sub-sistem akal,hati, hatinurani, syahwat dan hawa nafsu. Akal= problem solving capasity, tugasnya berfikir, produknya logik, ia mampu menemukan kebenaran tetapi tidak menentukannya. Kebenaran akal sifatnya relatip. Akal adalah potensi intelektuil manusia Hati= alat untukmemahami realita. Hal-halyang tidak masukakalbisa difahami oleh hati. Muatan hati sangat banyak, dari benci, cinta, keberanian, takut, tenang,gelisah dan sebagaianya. Hati bisa longgar, sempit dan bahkan tertutup. Hati memimpin sistem kejiwaan, tetapi ia memiliki karakter tidak konsisten, bisa jujur,bisa bohong. Nurani berasal dari kata nur artinya cahaya.Nurani adalah cahaya Tuhan yang ditempatkan di dalam hati, oleh karena itu ia konsisten dan tidakbisa kompromi dengan kebohongan. Nurani selalu jujur. Nurani seperti black box yang ada di dalamhati. Sebagai cahaya,nurani bisa tidak memancarkan cahaya jika tertutup. Yang sxuka menutupi cahaya nurani adalah keserakahan dan perbuatan maksiat. Orang yang nuraninya mati seperti orang yang berjalan di tempat gelap, salah langkah,salah ambil,salah masuk dan salah naroh. Bahasa Arabnya gelap adalah zhulm, orangnya disebut zalim. Syahwat adalah dorongan keinginan kepada sesuatu atau dalam psikologi disebut penggerak tingkah laku atau motif. Tuhan menghiasi manusia dengan syahwat kepada lawan jenis, bangga kepada anak-anak, menyukai barang berharga, kendaraan bagus, kebun dan ternak. Syahwat sifatnya netral, jikaditunaikan secara benar menjadi ibadah, jika ditunaikan tanpamengindahkan nilai-nilaimoraldan agama menjadi dosa. Hawa nafsu adalah dorongan kepada syahwat yang bersifat rendah,. Karakteristiknya ingin segera menunaikan dan tak peduli akibat,baik

bagi dirinya maupun bagi orang lain. Bisikan Manusia ketika menerima stimulus, ia mempersepsi kemudian memasukkannya kedalam memori,kemudian berfikir sebelum bertindak. Semua sub sistem dalam jiwanya memberi masukan atau bisikan,misalnya ; akal memberi pertimbangan yang logis hati berusaha memahami apapun realitas yang dihadapi nurani mengingatkan konsekwensi2 jika salah langkah syahwat mendorong agar mengambil keputusan dan bertindak yang dengan itu ia memperoleh kepuasan. Hawa nafsu membisiki agar segera mengambil kesempatan dalam kesempitan, gunakan aji mumpung, gak usah ragu-ragu dan gak usah pikirkan yang lain, pokoknya enak. Menejemen Qalbu (hati) Manusia bisa berfikir , merasa, dan berkehendak. Kehendaknya dipengaruhi oleh cara berfikirnya dan cara merasanya, fikirannya juga dipengaruhi oleh apa yang dikehendaki, perasaanya juga dipengaruhi oleh apa yang difikir dan dikehendaki.. Seluruh perangkat kejiwaan dapat diberdayakan untuk memilih mana yang terbaik bagi dirinya dan bagi orang lain, bagi negara, baik untuk sekarang,nanti atau bahkan untuk anak cucunya. Tapi itu semua butuh menejemen yang tepat, mana yang harus di dorong,mana yang harus ditekan,mana yang harus dipertimbangkan dan mana yang harus diturut. Jika lebih mengikuti akalnya maka orang cenderung rationil,tapi terkadang kering Jika lebih mengikuti kata hatinya maka ia bisa tenang atau gelisah bergantung moodnya Jika lebih mengikuti nuraninya dijamin pilihan benar dan langkahnya tepat Jika lebih mengikuti syahwat, maka ia cenderung mengarah kepada glamourism dan hedonisme Jika lebih mengikuti hawa nafsunya dijamin sesat dan merusak dirinya (dan orang lain) Peran Ilmu,Iman dan Amal dalam Pengawasan Secara teori, orang berilmu yang beriman dan suka beramal dijamin hidupnya benar,proporsional. Tetapi dalam praktek, orang pinter terkadang keblinger, imannya juga tidak dijamin stabil, kembang kempis, terkadang menebal dan terkadang menipis, oleh karena itu orang terkadang gagal mengawasi diri sendiri. Manusia itu makhluk sosial dimana orang menjadi apa dan siapa bergantung dengan siapa mereka bergaul. Lihat saja perilaku anggauta DPR dan pejabat karir, terkadang cara berpakaian , cara berjalannya dan seleranyapun menyesuaikan dengan "skenario" sosial.. Menurut hasil penelitian psikologi, 83% perilaku manusia dipengaruhi oleh apa yang dilihat, 11% oleh apa yang didengar dan 6% sisanya oleh

berbagai stimulus. Oleh karena itu kejujuran tidak boleh diserahkan kepada hati masing-masing orang. Pegawai Departemen Agama dengan Pegawai bukan Departemen agama secara sosial dan psikologis sama saja. Mencegah perilaku menyimpang dari aparatur negara Departemen apapun tidak cukup dengan nasehat agama (pengaruhnya 11%), tetapi harus dengan sistem yang mempersempit ruang aparat untuk berpeluang menyimpang . Ilmu diperlukan bukan untuk ketahanan hati tetapi untuk merancang sistem pengawasan hingga logis, komprehensip, efektip dan efisien. Iman diperlukan terutama untuk memberi keteladanan hidup bersih oleh aparat eselon, karena bagi masyarakat Indonesia yang paternalistik, keteladan sangat efektip dan murah biaya dalam pengawasan aparat negara. Amal perlu digalakkan untuk memberikan etos mengutamakan orang lain(itsar), sehingga aparat terobsessi untuk memberi bukan untuk mengambil. Uang korupsi biasanya habis untuk foya-foya bukan untuk beramal, uang setan kembali ke setan. Pengawasan Melekat Di akhir ayat al Qur'an tersebut diatas disebutkan bahwa Tuhan berada pada jarak yang lebih dekat dibanding urat leher manusia, mengawasi lalu lintas bisikan jiwa, bukan hanya apa yang diperbuat dan dikatakan, tetapi apa yang hanya terlintas di dalam hatipun Tuhan mengetahui. Teks ayat ini merupakan informasi bagi manusia bahwa tidak ada sesuatupun yang dilakukan oleh manusia,yang baik maupun yang buruk kecuali pasti diketahui oleh Tuhan. Tidak ada sesuatu yang bisa dimanipulasi dari pengawasan Tuhan. Tetapi efektifitas informasi dari ayat ini diterima secara berbeda oleh manusia, bergantung pada bagaimana tingkat pemahamannya, karena manusia ada yang hanya mampu berfikir, yang lain sudah bertafakkur, dan yang lain sudah bertadabbur berfikir bisa menyerap informasi, tetapi hasilnya hanya bersifat kognitip. Bertafakkur bisa membayangkan ruang lingkup informasi, dan hasilnya bisa bersifat afektip Bertadabbur bisa merasakan kekuatan informasi sehingga hasilnya bukan hanya kognitip dan afektip, tapi sudah psikomotorik. Orang yang sudah bisa bertadabbur terhadap ayat suci maka dalam dirinya sudah ada sistem pengawasan melekat. Ia tak pernah berandai-andai, memperhitungkan atau membayangkan melakukan suatu penyimpangan dengan harapan tidak akan ketahuan. Orang seperti ini sudah alergi terhadap hal-hal yang menyimpang. Nah saya yakin di negeri kita,baik yang mengawasi maupun yang diawasi mayoritas masih berada pada tataran berfikir, sedikit sekali yang bertafakkur dan hanya satu dua yang sudah bisa bertadabbur. Oleh karena itu hanya sistem yang ketat dan tepat yang bisa meminimalisir perilaku menyimpang aparatur negara , termasuk perilaku menyimpang dari

aparatur yang mengawasi. Wallohu a'lam bissawab sumber, http://mubarok-institute.blogspot.com Wassalam, agussyafii

Ilmu, Iman Dan Amal - Presentation Transcript


1. ILMU, IMAN DAN AMAL Disediakan Oleh: Nor Asmahan Abdul Kadir Bahagian Dakwah Jabatan Kemajuan Islam Malaysia 2. Pendahuluan o }..... } o Membaca pintu segala ilmu o Diulang dua kali- Menunjukkan penting o Membaca dengan nama Allah yang menjadikan segala sesuatu. 3. Definisi Ilmu o Proses untuk mendapat pengetahuan o Bukan statik- berkembang mengikut keinginan untuk learn, unlearn, relearn dan amalan learn to think dan think to learn . o Jenis-jenis Ilmu dalam Islam o - Ilmu fardhu kifayah - Ilmu fardhu ain o Ilmu yang harus o Ilmu yang dicela. 4. Kelebihan Ilmu [ , , , ] o dari ilmu bermula sesuatu perkara o ilmu dapat mensahihkan amal Dalam riwayat Muslim 5. Definisi Iman o Dari sudut bahasa: aman, tenteram o Dari sudut Istilah: percaya dengan hati, mengaku dengan lidah dan mengamalkan dengan perbuatan. o Rukun Iman 6 perkara 6. Hubungan ilmu & Iman o Hubungan ilmu & Iman dalam beberapa kedudukan: o Ilmu petunjuk kepada keimanan. o - Ilmu & Iman mesti berjalan seiring. o - Iman lebih tinggi martabatnya dari ilmu. 7. Definasi Amal o Pengertian dari sudut perkataan: Perbuatan / pekerjaan / perlakuan / tindakan

Pengertian dari segi Istilah :Amal ibadah / amalan sehari-hari / Melakukan sesuatu dengan niat. 8. Hubungan Ilmu & Amal o Ilmu menjadi ketua/ pemimpin kepada setiap amalan. o Kelebihan Ilmu ialah ia dapat menunjuk / mengarah / memimpin amalan yang bakal dilaksanakan samada betul atau salah. o Jika amal berbeza dengan ilmu ianya ditolak, jika dipersetujui dengan ilmu ia diterima. 9. o Ilmu sebagai neraca penimbang- antara amalan baik, amalan buruk atau amalan paling baik ( + ikhlas ) o Beramal tanpa ilmu seperti orang yang mengembara tanpa petunjuk. o Beramal dengan ilmu akan bertindak dengan yakin dan tenang.
o

Hubungan Ilmu Dan Amal 10. Kenapa Amal Penting o Sebagai memenuhi tuntutan sebagai hamba Allah Beribadah kepada Allah o Sebagai memenuhi tugas sebagai khalifah Allah di muka bumi. o -Iaitu untuk memakmurkan bumi. o Sebagai bekal untuk Hari Hisab 11. Bagaimana Untuk Mendapatkan Ilmu o Berbeza antara seseorang dengan seseorang yang lain mengikut keadaan masing-masing. o Memenuhi adab-adab menuntut ilmu. (Bersungguh2, Sabar, menghormati guru, tidak berputus asa atau bosan. o Kumpulan yang dihantar belajar ke luar negeri. Dan kembali untuk mengajar masyarakat sendiri. 12. Perkara Penting Dalam Mencari Ilmu o Menuntut Ilmu Ikhlas kerana Allah. o Berusaha mencari mengikut keupayaan masing-masing. (berguru, membaca, mengkaji, menyelidik dll) o Mengenal pasti sumber yang didapati itu dari sumber yang diakui oleh syarak (al-Quran, as-Sunnah, Ittifaq Ulama) 13. Natijah Dari Kekuatan Ilmu, Iman dan Amal o Memiliki keyakinan yang mantap o Memiliki akhlak yang terpuji o Memiliki hati yang tenang o Memiliki azam yang tinggi o Memiliki rezeki yang murah o Memiliki keluarga yang harmoni o Memiliki jiwa yang kuat 14. Penutup / Rujukan o Tasauf Moden- Prof. Dr. HAMKA o Tafsir al- Azhar- Prof. Dr. HAMKA

o o

Fi al- Toriq Ilallah- Dr Yusof al- Qardhowi. Buletin JPA

...Sebuah perenungan yang mendalam dari dasar qolbu yang bercahaya...

Ilmu, Amal dan Iman


cisaat | June 28, 2005
Bismillahirrohmannirrohiim Orang Islam mempunyai 3 perkara yang mesti dimiliki : 1. ILMU 2. AMAL 3. IMAN Sebelum menjadi seorang islam mesti lah memiliki ilmu ke islaman yang lengkap ,setelah lengkap dengan ilmu ,barulah beramal dengan ilmu itu,dengan beramal dengan ilmu, barulah datang iman,makam amal adalah ilmu makam iman adalah amal, dengan adanya ini barulah islam sejati, sama sama kita merenung sejenak,...: Bermulanya usul ma'rifat ini ialah untuk mentakrifkan hal keadaan kita di dalam masa kita beramal. Sesudah kita faham di atas segala- gala rukun dan jalan-jalan di dalam hal keadaan agama Islam, barulah kita memulakan segala amalan. Seperti sabda Rasulullah SAW, ertinya : " Bermula sembahyang ( solat ) itu ada tiga bahagian : 1. Sembahyang orang-orang Mubtadi Yakni semata-mata ia untuk menutupkan fitnah dunia. Dan sekadar Mengetahui akan segala rukun-rukun dan waktu serta berpakaian bersih dan mengetahui wajib dan sunat semata-mata ia untuk mendapat pahala. Maka amalan ini syirik semata-mata. 2. Sembahyang orang Mutawasit Menyempurnakan perintah Allah semata-mata hatinya berhadapkan Allah. Tiada ia mengira dosa dan pahala. Semata-mata ia berserah kepada Allah. Maka di atas amalan ini adalah lebih baik daripada yang pertama itu, tidaklah ia terkena syirik. 3. Sembahyang orang Mumtahi Tiada ia sembahyang dengan sebenar-benarnya melainkan Allah, kerana ditilik pada dirinya adalah golongan dhoif, fakir, hina dan lemah. Semata-mata pandangan di dalam sembahyang itu tiada dengan kehendaknya melainkan Kehendak Allah. La' maujud bila' hakikat ilallah :

" Tiada maujud bagi hakikatku dengan sebenar-benarnya melainkan Allah ". La' haiyyun bila' hakikat ilallah : " Tiada yang hidup bagi hakikatku dengan sebenar-benarnya melainkan Allah ". La' 'alimun bila' hakikat ilallah : " Tiada yang mengetahui bagi hakikatku dengan sebenar-benarnya melainkan Allah ". La' qadirun bila' hakikat ialallah : " Tiada yang berkuasa bagi hakikat ku dengan sebenar-benarnya melainkan Allah ". La' iradatun bila' hakikat ilallah : " Tiada yang berkehendak bagi hakikatku dengan sebenar-benarnya melainkan Allah ". La' sami'un bila' hakikat ilallah : " Tiada yang mendengar bagi hakikatku dengan sebenar-benarnya melainkan Allah ". La' basirun bila' hakikat ilallah : " Tiada yang melihat bagi hakikat ku dengan sebenar-benarnya melainkan Allah ". Wa la' mutakallimun bila' hakikat ilallah : " Tiada yang berkata-kata bagi hakikatku dengan sebenar-benarnya melainkan Allah." Maka inilah yang sebenar-benarnya sembahyang seperti sabda Abu Hurairah r.a. : " Sembahyanglah kamu seperti Rasulullah SAW sembahyang katanya : Takbirlah kamu seperti Rasulullah SAW takbir. Qiyamlah kamu seperti Rasulullah SAW qiyam. Ruku'lah kamu seperti Rasulullah SAW ruku'. Sujudlah kamu seperti Rasulullah SAW sujud. Tahiyyatlah kamu seperti Rasulullah SAW tahiyyat. Salamlah kamu seperti Rasulullah SAW salam." Begitulah seterusnya di dalam amalan. Janganlah sekali-kali kita buat tanpa mempelajari, nanti sia-sia saja amalan kita itu. Bak kata pepatah " Kalau berdayung biarlah di air. Lambat laun kita akan sampai jua". Maka sesudah kita ketahui akan segala rukunnya, maka wajiblah kita mengetahui akan makna dari "niat" terlebih dahulu. Sebab niat itu bukannya mudah untuk kita memahaminya. Kerena yang dikatakan niat itu ialah tiada berhuruf, tiada berupa dan tiada bersuara. Tidak ada "niat" yang dinamakan niat, jika menggunakan huruf yang dibaca. Jikalau ada suara boleh didengar. Jikalau ada rupa boleh dipandang. Jikalau dapat nyata ia di atas huruf, rupa dan ada suara, maka ini bukannya niat lagi. Seperti sabda Rasulullah SAW : " Qasdu syai-in muktarinan bi fiklihi " Artinya : " Mengeja sesuatu hal keadaan disertai dengan perbuatan." Dan satu lagi Hadis mengatakan : "An niatu bilqalbi bila' sautin wala' harfin" Artinya : " Bahwasanya niat itu di dalam hati, tiada suara dan tiada berhuruf ." Jika niat itu kita sebutkan kata di dalam hati, umpamanya tatkala mengatakan " Allahu Akbar " : Aku sembahyang fardhu Zohor atau fardhu Asar maka ini dinamakan dia niat 'arfiah. Inilah niat bagi kedudukan orang-orang awam yakni di atas mereka baru menuntut ilmu. Adapun yang dikatakan niat itu terbahagi ia kepada tiga : 1 - Qasad : Menyatakan pada " usalli fardhu " menandakan ada waktu pada hamba yang taat. 2 - Ta'rad : Menyatakan pada "arba'a raka'at" menandakan ada rukun, yakni bersedia hamba untuk menunaikan. 3 - Ta'yin : Menyatakan pada " Lillah Ta'ala " menandakan suruhan Allah yakni menghadapi kiblat hati.

Maka sesudah nyata Qasad, Ta'rad, Ta'yin berarti telah nyatalah kiblat dada kepada Baitullah. Kiblat hati kepada nyawa zat memandang zat. Sifat memandang sifat. Barulah kita mengatakan " Allahu Akbar ". Serta hadir mata hati musyahadah kepada Zat Allah Ta'ala semata-mata. Maka ini barulah dinamakan niat. Seperti yang dinyatakan di dalam Hadis Imam al-Gahazali r.a. katanya, "Adapun kedudukan usalli, fardhu, rakaat, lillah ta'ala, Allahu Akbar." ialah seperti berikut : - Usalli - maksudnya amanah Tuhan terhadap hamba, maka tatkala hambaNya telah menerima syariatNya, maka wajiblah kembalikan kepadaNya dengan keadaan yang sempurna. - Rakaat - menyatakan hal kelakuanNya. Maka hilangkanlah kehendakmu di dalam halNya dan hapuskanlah fe'el mu di dalam kelakuanNya barulah sah amalannya. - Lillahi ta'ala - menyatakan sirNya ( rahsia ). Maka fana'lah sir iktikad cinta rasa dan nafsu mu di dalam sir Allah. Barulah nyata ada kiblat bagi kamu. - Allahu Akbar - menyatakan kaya Tuhan terhadap hamba. Karena hamba sampai kepada seruan Allah Ta'ala karenanya Allah Ta'ala esa, Muhammad yatim, hamba dhoif. Tiaptiap yang datang mesti akan kembali. Maka kembali sekalian hamba-hamba itu di dalam seruan Allahu Akbar. Maka bergemalah suara-suara hambamu yang taat itu mengatakan dan memuji akan nama Allahu Akbar dan terlintaslah suara mu'minnya terus tujuh petala langit dan terus tujuh petala bumi. Maka bersahut-sahut akan roh-roh Anbia' dan Aulia' serta Malaikat dengan katanya, "Sejahteralah umat-umat mu ya Muhammad !". 4. Fardhu - sah dan nyata. Bersifat di atasnya hamba. Maka tiap-tiap yang bersifat hamba mestilah ada yang empunya hak. Maka kembalilah sifat-sifat mu kepada yang berhak. Cara-cara kembalinya kepada yang berhak,adalah dengan diwajibkan kepada fardhu. Tiap-tiap perbuatan ataupun amalan adalah dengan fardhu. Tanpa dengan niat fardhu perbuatan itu sia-sia saja. Maka tidak berartilah kamu beramal. Kerena fardhu itu berpandukan kepada sifat Wahdaniah. Kita mesti ketahui mana yang dikatakan fardhu sebelum fardhu dan mana yang dinamai fardhu di dalam fardhu dan di mana letaknya fardhu di akhir fardhu. Oleh karena itu kita seharusnya mencari kesimpulan ini jika kita mau sempurnakan amalan kita. Jalan sudah ada. Kepada saudara ku maka segeralah mencari maksud pengajaran ini. Seperti yang sudah diketahui, " Fardhu " membawa maksud kepada " sah dan nyata ". Dan fardhu itu berpandukan kepada sifat Wahdaniah. Seperti yang diketahui pula, sifat Wahdaniah itu artinya Esa zat Allah Ta'ala, mustahil berbilang-bilang. Inilah yang wajib kita fahami mengapa sesuatu perbuatan yang wajib itu difardhukan. MAKSUD "Umpamanya kita mesti mengetahui mana dia yang dikatakan fardhu sebelum fardhu dan mana yang dikatakan fardhu di dalam fardhu dan di mana terletaknya fardhu diakhir fardhu ? " Aku sebenarnya ingin mengajak saudara kepada teori dan praktik di dalam sesutau amal perbuatan itu mesti disahkan dan nyata ilmu tersebut oleh guru dan ada kebenarannya di sisi Allah Ta'ala. Aku ingin mengambil satu contoh. Misalnya di dalam sholat, rata-rata kita mengetahui hukum-hukumnya seperti berdiri dengan betul hingga diakhiri dengan memberi salam. Semua orang yang beragama Islam pasti tahu aturannya, anak-anak sekolah dasar pun tahu bagaimana melakukan sholat. Sebelum sholat , terlebih

dulu kita wajib berwudhu'. Bagaimana pula dengan niat berwudhu' ? Timbul lagi persoalan ! TETAPI apa yang saya maksudkan, sudahkah kita dapat petuah-petuah yang sebenarnya di dalam fardhu-fardhu tersebut ? Bagimana yang dikatakan berdiri betul, bagaimana yang dikatakan niat, seterusnya sehingga memberi salam. Ini yang saya hendak ingin untuk difahami. Perbuatan sholat tersebut yang wajib disahkan dan nyata !. Kita sering menekankan persoalan berilmu dan beramal, yakni ilmu yang wajib disertakan dengan amal perbuatan. Kalau tidak amalan kita akan menjadi sia-sia. Bagi saya persoalan sholat itu adalah begitu penting. Dengan sebab itu, mendirikan sholat itu dikatakan sebagai tiang agama. Tapi bagi saya mendirikan sholat itu sebagai " Tiang Arash " ! Kenapa demikian ?, karena seperti yang sudah saya katakan pada saudara Habib bahwa "di dalam sholatlah kita boleh di-ISRA' dan di-MI'RAJ-kan. Kita boleh merasai pengalaman-pengalaman tersebut. Inilah yang dikatakan hakikat di dalam perbuatan sholat. Pengalaman yang bagaimana ? Hanya diri saudara-saudara ku sendiri yang boleh menjawabnya. Bukan diri saya, saya hanya sekadar " MERIWAYATKAN " amanah Allah SWT ! Sabda Rasulullah SAW : LA TASIHHU'L-SALATU ILLA BI'LMA'RIFAH Bermaksud : " Tiada sah sholat melainkan dengan ma'rifat." ALMA'RIFATU SIRRI Bermaksud : "Yang ma'rifat itu rahsiaku." Sebagai " Talib " yakni orang yang menuntut ilmu itu, kita akan melalui dua kategori iaitu : 1. SALIK 2. SALIK MAJZUB Dengan sebab itu saya mengatakan, "setiap individu itu mempunyai satu Tuhan". Maksudnya " ma'rifat di antara kita ( setiap individu ) di dalam meng-ESA-kan Allah Ta'ala itu berbeda-beda." Perkara ini berpegang kepada pertanyaan yang diajukan oleh Saidina Abu Bakar As-Siddiq kepada Rasulullah SAW semasa baginda turun dari Mi'raj bertemu Allah Ta'ala. Tanya Saidina Abu Bakar kepada Rasulullah SAW, " Bagaimana engkau melihat dan kenal Allah Ta'ala, ya Muhammad ? Jawab Rasulullah SAW, "'Araftu rabbi bi rabbi!" yakni "Aku kenal Tuhan ku dengan Tuhan ku!" Sungguh simbolik, tetapi itulah jawapan yang paling mampu Rasulullah SAW gambarkan. Apabila lain dari pada Allah tiada dilihatnya, maka fana' hukumnya pada ibarat ini. Perkataan ini terlalu musykil. Oleh karena itu saudara-saudaraku hendaklah benar-benar tahkik mengetahuinya. Saudara Suluk dan Habib sendiri saya pasti bersedia maklum apa yang dikatakan atau bagaimana yang dikatakan "Kalam Allah" - "Tiada berhuruf dan tiada bersuara." Dengan sebab itulah Rasulullah SAW ditajallikan sebagai seorang hamba yang "Tiada tahu menulis dan tiada tahu membaca !" Di dalam konsep penerimaan wahyu oleh Rasulullah SAW sendiri, baginda "gemetar" untuk menerimanya dan lagi bagaimana untuk menyampaikan kepada ummat yang lain agar ummat-ummat ketika itu faham, tahkik dan boleh menerima setiap rahsia dan perkhabaran dari wahyu yang "Tiada berhuruf dan tiada bersuara." Itu ummat Islam generasi Rasulullah SAW ! Berhadapan ( berhadap terus ) dengan Rasulullah SAW ! Tiada hijab dengan Rasulullah SAW! Bagaimana pula dengan " Umat Muhammad Akhir Zaman" ? Bertumpuk-tumpuk hijabnya. Langsung tidak dapat " membayangi " kelibat Rasulullah SAW ! Posted 5 years, 9 months ago on June 28, 2005 The trackback url for this post is http://www.gagakmas.org/qolbu/bblog/trackback.php/22/

Comments on this post:


Comments have now been turned off for this post Navigation

Home Gagak Mas Harum Gumilang Archives RSS 2.0 Feed

Earlier Posts

Keheningan Hurip Jalani Saja ... Keong Dimensi Jiwa Manusia Dalam...

Sections

Renungan 2004 Renungan Qalbu

Credits: 2010 by Renungan Qolbu Powered by Gagak Mas Harum Gumilang

You might also like