You are on page 1of 8

ANALISA PENGERINGAN TOMAT (icopersicum Esculentum) MENGGUNAKAN MESIN PENGERING TIPE BATCH DENGAN KAJIAN DEHIDRASI OSMOSIS Oleh:

Zaenal Zenner_ub3@yahoo.com ABSTRAK

Dalam penelitian kali ini akan dikaji tentang proses pembuatan tomat kering dengan perlakuan pendahuluan yaitu perendaman pada larutan gula dan garang (35%,5%). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perlakuan perendaman dan suhu pengeringan terhadap sifat fisik (susut berat, densitas, kadar air), dan sifat kimia (vitamin C), dan warna. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa Rerata susut berat tomat setelah perendaman tertinggi ada pada perlakuan P1T3 (perendaman 1 jam, suhu pengeringan 600C) sebesar 24.8% dan terendah pada P3T3 (perendaman 3 jam, suhu pengeringan 600C) sebesar 15.13%. Sedangkan setelah pengeringan tertinggi pada perlakuan P0T3 (tanpa perendaman, suhu pengeringan 600C). yaitu 92.99% dan terendah pada P3T2 (perendaman 3 jam, suhu pengeringan 500C) sebesar 91.042%. Densitas tomat setelah pengeringan tertinggi ada pada perlakuan P3T2 (perendaman 2 jam, suhu pengeringan 400C) sebesar 1.476 g/ml, sedangkan nilai densitas terendah pada perlakuan P2T2 (perendaman 2 jam, suhu pengeringan 50C) sebesar 1.387 g/ml. Kadar air tomat mengalami penurunan setelah pengeringan, kadar air tertinggi ada pada perlakuan P3T1 (perendaman 3 jam, suhu pengeringan 40C) sebesar 15.8%, sedangkan terendah pada perlakuan P0T3 (tanpa perendaman, suhu pengeringan 60C) sebesar 13.1%. Vitamin C tomat kering (dengan perendaman) lebih besar dari rerata vitamin C tomat kering (tanpa perendaman), dimana nilai terbesar didapat pada perlakuan P1T1 (perendaman 1 jam, suhu pengeringan 40C) yaitu 354,13 mg/100g dan terendah pada perlakuan P0T1 (tanpa perendaman, suhu pengeringan 40C) sebesar 242.29 mg/100g. Sedangkan hasil uji Warna (L*, a*, b*) pada tomat kering menunjukkan bahwa nilai rerata warna tomat kering (dengan perendaman) lebih baik dari nilai rerata tomat kering (tanpa perendaman).

PENDAHULUAN

Buah tomat akan segera mengalami kerusakan jika tanpa perlakuan saat penyimpanan. Besarnya kerusakan buah tomat setelah panen berkisar antara 20% sampai dengan 50% (Winarno,1986). Buah tomat yang dipanen setelah timbul warna 10% sampai dengan 20% hanya akan bertahan maksimal 7 hari pada suhu kamar di Lembang (Sinaga, 1984). Beberapa alternatif telah dilakukan untuk mengatasi masalah

kerusakan dengan mengolah buah tomat menjadi bentuk olahan seperti minuman sari buah tomat, saos, pasta , manisan kering maupun menjadi produk dalam bentuk bubuk. Keuntungan bentuk tomat kering adalah lebih awet, ringan, volumenya lebih kecil sehingga dapat mempermudah dalam pengemasan dan pengangkutan. Terbatasnya pengetahuan petani buah dan sayur mengenai teknologi pengawetan bahan makanan mengakibatkan kerugian karena rusaknya tomat yang tidak habis terjual 1

di musim panen raya. Perendaman dalam larutan garam, atau larutan gula yang disertai dengan perlakuan-perlakuan pemanasan, seperti : blanching, exhausting, pasteurisasi, dan sterilisasi, yang diikuti dengan pengemasan yang kedap udara akan memperpanjang umur simpan dari produk-produk tersebut.
BAHAN DAN METODA

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Prosessing Hasil Pertanian, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret - April 2009. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimentasi. Data yang didapat dari hasil pengukuran dan pengamatan akan dianalisa dan disajikan dalam bentuk grafik, sehingga dapat dibandingkan antara perlakuanperlakuan yang ada. Percobaan ini dilakukan pada tomat yang disusun secara faktorial dengan 2 faktor. Faktor I adalah perendaman terdiri dari 3 level. Faktor II adalah suhu pengeringan terdiri dari 3 level. Dan tiap perlakuan diulang sebanyak 2 kali. Mula-mula tomat segar dikelupas kulitnya dan diiris agak tipis agar proses pengeringan dapat berjalan dengan cepat. Kemudian tomat yang sudah diiris tipis dicuci sampai bersih. Pada tahap ini diukur kadar air tomat. Cara perendaman yang dilakukan adalah dengan merendam bahan tomat ke dalam larutan yang berisi campuran gula dan garam (35% : 5%) dari bahan tomat (Souza, et al, 2007). Waktu perendaman dibagi menjadi 3 tahap yaitu 1 jam, 2 jam, dan 3 jam. Pertama tomat ditimbang sebesar 300 gram, kemudian direndam ke dalam larutan

gula dan garam (35% : 5%) dari berat tomat. Perbandingan larutan osmosis dengan buah adalah 4 : 1 karena penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa proses dehidrasi osmosis sebaiknya terjadi di bawah perbandingan larutan osmosis dengan berat buah minimal 4 : 1 untuk menjaga kondisi prosesnya konstan dan menghindari pencairan berlebih larutan osmosis (Fernandes,et al. 2006, Teles, et al. 2006). Pencairan berlebih larutan osmosis dapat mengarah pada penurunan koefisien transfer massa selama pengeringan dan lamanya waktu pengeringan Penirisan ini bertujuan untuk menghilangkan atau membuang air perendaman dan juga menurunkan kadar air bahan terutama kadar air permukaan. Pada penirisan diukur berat bahan. kadar air bahan, dan densitas bahan Proses pengeringan dengan alat pengering tipe Batch. Tomat yang sudah dilakukan perendaman dimasukkan kedalam rak disusun secara horizontal, kemudian kabel termontrol dipasang pada titik pengukuran suhu. Setelah itu, mesin pengering dinyalakan pada suhu pengeringan 40 C. Pengukuran berat tomat dilakukan tiap 40 menit. Proses pengeringan tomat dilakukan sampai kadar air tomat mencapai berat konstan (selisih berat kurang dari 1 g, yang tidak ditentukan waktu pengeringannya). Kemudian dilakukan pencatatan waktu pengeringan. Proses pengeringan tersebut diulangi dengan menggunakan suhu pengeringan 40C, 50C, 60C. Setelah pengeringan selesai, dilakukan pengukuran massa bahan, Susut berat, Densitas, Kadar air, warna (L*, a*, b*), dan kadar vitamin C

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Susut Berat Setelah Perendaman

Berat tomat sebelum perendaman adalah 300 gram (100%). Setelah dilakukan perendaman terjadi penurunan susut berat. Pada akhir pengamatan, susut berat komulatif tertinggi yaitu pada perlakuan P1T3 (Perendaman 1 jam dengan suhu pengeringan 60 C) sebesar 74.4 gram atau berkurang sebanyak 24.8 %. Susut berat komulatif terendah pada perlakuan P3T3 (Perendaman 3 jam dengan suhu pengeringan 60 C) sebesar 45.4 gram atau berkurang sebanyak 15.13 %. Penurunan berat ini disebabkan karena pengaruh dari dehidrasi osmosis.

molekul air yang bebas (tidak terikat oleh molekul terlarut), sehingga lebih banyak molekul air yang melewati membran. Oleh sebab itu, dalam osmosis aliran netto molekul air adalah dari larutan hipotonik ke hipertonik (Davoodi. 2007). Perubahan berat yang terjadi pada tomat semakin berkurang atau biasa disebut susut berat.
2. Susut Berat Setelah Pengeringan

Penurunan berat tomat yang direndam dengan lama perendaman 1 jam, 2 jam, dan 3 jam hasilnya berbeda walaupun massa awalnya sama yaitu 300 gram. Gambar 9 menunjukkan pada perendaman 1 jam, rerata susut beratnya paling kecil. Dengan bertambahnya lama perendaman, persentase susut berat semakin besar. Rerata Susut berat pada tomat terbesar pada lama perendaman 3 jam. Semakin lama perendaman, maka susut berat pada tomat semakin naik, tetapi jika dilakukan perendaman dengan waktu yang lebih lama, maka susut berat akan mencapai titik konstan dimana susut berat tidak akan bertambah lagi. Pada saat perendaman, terjadi proses dehidrasi osmosis, yaitu keluarnya sebagian air dari suatu bahan dikarenakan perbedaan tekanan pada saat perendaman. Dalam proses osmosis, pada larutan hipertonik, sebagian besar molekul air terikat (tertarik) ke molekul gula (terlarut), sehingga hanya sedikit molekul air yang bebas dan bisa melewati membran. Sedangkan pada larutan hipotonik, memiliki lebih banyak

Berat tomat sebelum pengeringan pada perlakuan kontrol adalah 300 gram, sedangkan pada perlakuan perendaman selama 1 jam, 2 jam dan 3 jam berat tomat berkisar antara 225.817 gram 254.583 gram,. Setelah dilakukan pengeringan pada suhu 40C, 50C dan 60C terjadi penurunan susut berat. Pada akhir pengamatan, susut berat komulatif terbesar yaitu pada perlakuan kontrol P0T3 (Tanpa perendaman, suhu pengeringan 60C) sebesar 92.99% atau berkurang sebanyak 278.966 gram dan susut berat komulatif terkecil pada perlakuan P3T2 (Perendaman 3 jam, suhu pengeringan 50 C) yaitu sebesar 89.29% atau berkurang sebanyak 223.984 gram

Grafik susut berat tomat terhadap waktu pada suhu pengeringan 40 C

Grafik susut berat tomat terhadap waktu pada suhu pengeringan 50 C

Grafik susut berat tomat terhadap waktu pada suhu pengeringan 60 C pengeringan tomat pada suhu 40C, 50C dan 60C mempunyai perbedaan terhadap lama pengeringannya. Pada pengeringan

tomat dengan suhu 40C lama pengeringannya antara menit ke-280 400, pada pengeringan tomat dengan suhu 50C lama pengeringannya antara menit ke- 240 320, sedangkan pada pengeringan tomat dengan suhu 60C lama pengeringannya antara menit ke200 280. Gambar 10, 11 dan 12 menunjukkan bahwa susut berat tomat turun secara simultan. Pada awal waktu pengeringan penurunan susut berat menurun tajam, tetapi grafik akan menjadi landai ketika massa tomat yang dikeringkan mencapai titik konstan dimana penurunan susut berat tomat tiap 40 menit sangat kecil (kurang dari 1 gram). Massa awal tomat sebelum perendaman adalah 300 gram, sedangkan massa akhir tomat setelah perendaman berkurang 50 gram. Sehingga waktu pengeringan pada tomat dengan perendaman lebih cepat daripada pengeringan pada tomat tanpa perendaman. Susut berat terjadi karena adanya proses transpirasi. Dengan hilangnya air pada proses transpirasi ini, bahan menjadi berkurang beratnya dan kadar airnya. Banyak air yang hilang atau menguap dari bahan tergantung pada suhu dan kelembaban lingkungannya (Tranggono dkk, 1990, Drasana dkk, 2003)
3. Kadar air

turun signifikan antara 13,5% - 15,8%. Dimana persentase kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan P3T1 (perendaman 3 jam, suhu pengeringan 40 C) sebesar 15,8%, dan persentase kadar air terendah terdapat pada perlakuan kontrol (P0T3) sebesar 13,1 %

Grafik rerata perubahan kadar air tomat terhadap lama perendaman Kadar air tomat sebelum pengeringan pada semua suhu pengeringan dianggap sama yaitu sebesar 88%. Setelah dilakukan perendaman, kadar air tomat turun menjadi 67.5% - 71.9%. Rerata penurunan kadar air tomat yang paling besar terdapat pada perlakuan perendaman 3 jam Penurunan kadar air tomat terjadi karena pada saat perendaman sebagian air pada bahan (tomat) keluar sehingga massa tomat menjadi berkurang yang mengakibatkan kadar air berkurang. Keluarnya air dari tomat pada saat perendaman karena terjadi peristiwa osmosis. Osmosis adalah perpindahan air melalui membran permeabel selektif dari bagian yang lebih encer ke bagian yang lebih pekat
4. Densitas

Kadar air awal tomat sebelum perlakuan dianggap sama yaitu 88%. Setelah dilakukan perendaman, kadar air tomat turun antara 67.5% - 71.9%. Dimana persentase kadar air terbesar terdapat pada perlakuan perendaman 3 jam (P3T2) sebesar 71.9%, dan persentase kadar air terendah terdapat pada perlakuan perendaman 1 jam (P1T3) sebesar 67.5%. Kemudian setelah dikeringkan, kadar air tomat

Nilai densitas awal tomat sebelum perendaman dianggap sama yaitu sebesar 1.928 g/ml. Setelah dilakukan perendaman, nilai densitas turun yaitu antara 1.713 g/ml 1.886 g/ml. Dimana densitas terbesar terdapat pada perlakuan perendaman 1 jam (P1T1) sebesar 1.886 g/ml dan densitas terkecil terdapat pada perlakuan perendaman 2 jam (P2T2) sebesar 1.713 g/ml. Kemudian setelah dikeringkan,

densitas tomat turun signifikan yaitu antara 1.387 g/ml 1.476 g/ml. Dimana densitas terbesar terdapat pada perlakuan P3T2 (perendaman 3 jam, suhu pengeringan 50 C) sebesar 1.476 g/ml dan densitas terkecil terdapat pada perlakuan P2T2 (perendaman 2 jam, suhu pengeringan 50 C) sebesar 1.387 g/ml

lebih tinggi dari tingkat kecerahan tomat yang tanpan direndam. Hal Ini dikarenakan di dalam perendaman tomat terdapat larutan gula dan garam yang dapat mempertahankan warna, rasa, dan aroma dari buah tersebut (Souza,dkk. 2007). Sedangkan pada pengeringan tomat tanpa perendaman mempunyai tingkat kecerahan yang kecil dikarenakan kandungan air didalam tomat terlalu besar pada saat pengeringan, sehingga mempengaruhi warna dari tomat tersebut.
2. Vitamin C

Grafik perubahan densitas tomat setelah perendaman Nilai densitas tomat sebelum perendaman pada semua perlakuan dianggap sama yaitu sebesar 1.928 g/ml. Grafik 16 menunjukkan bahwa setelah dilakukan perendaman selama 1 jam, 2 jam, dan 3 jam, nilai densitas tomat turun. Nilai densitas pada tomat selama perendaman turun karena terjadi penurunan kadar air tomat setelah dilakukan perendaman. Penurunan kadar air tomat menyebabkan massa tomat setelah perendaman berkurang sehingga densitas tomat setelah perendaman juga berkurang
5. Warna

Berdasarkan hasil penelitian pada proses pengeringan tomat didapatkan perubahan Vitamin C ditunjukkan pada Lampiran 15. Salah satu vitamin pada buah tomat adalah vitamin C. Analisis vitamin C dilakukan untuk mengamati pengaruh pengeringan terhadap nilainilai gizi yang terkandung pada buah. Penentuan kadar vitamin C dilakukan dengan metode oksidimetri dengan titrasi sampel menggunakan larutan iodium hingga terbentuk warna biru.

Semakin tinggi suhu dan lama pemanasan yang diberikan maka tingkat kecerahan produk semakin menurun. Perlakuan P3T1 (perendaman 3 jam dengan suhu pengeringan 40C) menghasilkan tingkat kecerahan paling tinggi (38,7), sedangkan perlakuan kontrol P0T3 (tanpa perendaman) menghasilkan tingkat kecerahan terendah (32,4). Kondisi ini dikarenakan pengaruh dari perlakuan tanpa perendaman dan perlakuan dengan perendaman. Tingkat kecerahan dari pengeringan tomat dengan perendaman

Perubahan kadar vitamin C pada kombinasi perlakuan Rerata kadar vitamin C pada tomat hasil pengeringan berkisar antara (242,29 354.13)mg/100g tomat kering. Juga diketahui bahwa kadar vitamin C pada pengeringan tomat pada perlakuan kontrol (tanpa perendaman) mempunyai nilai lebih kecil daripada pengeringan tomat dengan perendaman. Dimana kadar vitamin C tomat kering tanpa perendaman berkisar antara (242,29 265,47)mg/100g. Sedangkan kadar 5

vitamin C pada tomat kering dengan perendaman berkisar antara (229,43 354,13)mg/100g Perlakuan P1T1 (perendaman 1 jam, suhu 40 pengeringan C) dan P1T2 ( perendaman 1 jam, suhu pengeringan 50 C) mempunyai kadar vitamin C paling tinggi daripada perlakuan yang lainnya. Suhu berpengaruh terhadap resistensi vitamin C, resistensi vitamin C berkurang dengan bertambahnya suhu perlakuan. Pada proses pengeringan pengeluaran udara merupakan sesuatu yang penting, karena bahan (buahbuahan) yang mengandung udara di dalamnya dan diproses pada suhu tinggi akan akan merusak vitamin C-nya. Pada pemrosesan tomat dengan suhu rendah dimana suhu buah kurang dari 70 C, vitamin C tidak akan banyak mengalami kerusakan. Waktu pengeringan yang singkat juga akan memperkecil laju oksidasi vitamin C. Lama pengeringan tomat dengan perendaman lebih singkat daripada lama pengeringan tomat tanpa perendaman sehingga dapat mempertahankan kadar vitamin C pada tomat tersebut. proses pengeringan pada suhu 40C lebih baik daripada suhu 50 C, dan 60 C, karena kerusakan vitamin Cnya paling kecil. Hal ini disebabkan suhu yang digunakan relatif lebih kecil sehingga tidak banyak merusak vitamin C. Kandungan vitamin C tomat menurun setelah pengeringan. Penurunan tersebut akibat kerusakan vitamin C yang disebabkan oleh proses oksidasi. Moreau dan Rosenberg (1996) mengemukakan bahwa pengeringan memberikan luas permukaan pada bahan yang cukup besar sehingga mempertinggi proses oksidasi. Penambahan Gula pada proses pendahuluan sebelum pengeringan

diharapkan dapat mengurangi kerusakan Vitamin C. Fennema (1985) mengemukakan bahwa beberapa unit glukosa dapat mengikat air, sehingga oksigen yang larut dapat dikurangi, akibatnya proses oksidasi dapat dicegah. Belitz and Grosch (1987) mengemukakan bahwa dengan adanya penambahan gula pada pengolahan bahan makanan, menyebabkan terbentuknya lapisan pelindung dan muatan listrik di sekitar permukaan likopen dan vitamin C sehingga partikel padat dan tersebar secara merata. lapisan film yang mengelilingi patikel bahan tersebut akan semakin tebal dan kuat, sehingga ketika proses pengeringan berlangsung partikel vitamin C akan terlindungi. Dengan demikian hanya sedikit komponen vitamin yang hilang selama pengeringan
DAFTAR PUSTAKA Anonimf.2008.Proses Perkembangan www.litbang.deptan.html dan Arah Agribisnis.

Burhanuddin, M. 2007. Eksperimentasi Proses Pengolahan Germinated Brown Rice pada Galur Padi dan Lama Perkecambahan. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya Malang. Caransa, A. and W.G.M. Bakker. 1987. Modern Process for the Production of Sorghum Starch. Starch/Strake 39(11): 381385. Kamil,J.1979. Teknologi Benih 1. Angkasa raya.Padang Sutardi.1996.Perubahan Kadar Vitamin E,B1,B6 selama Perkecambahan beberapa Kacang-Kacangan. Laporan Penelitian Teknologi

Hasil Pertanian. Yogyakarta.

UGM.

Taib, G., G, Said., S, Wiraatmadja. 1988. Operasi Pengeringan pada

Pengolahan Mediyatama Jakarta.

Hasil Pertanian. Sarana Perkasa.

You might also like