You are on page 1of 7

CARA MENGANALISI CERPEN DAN CARA MENENTUKAN SUDUT PANDANG A.

ANALISIS CERPEN Cerita pendek (cerpen) sebagai salah satu jenis karya sastra ternyata dapat memberikan manfaat kepada pembacanya. Di antaranya dapat memberikan pengalaman pengganti, kenikmatan, mengembangkan imajinasi, mengembangkan pengertian tentang perilaku manusia, dan dapat menyuguhkan pengalaman yang universal. Pengalaman yang universal itu tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia bisa berupa masalah perkawinan, percintaan, tradisi, agama, persahabatan, sosial, politik, pendidikan, dan sebagainya. Jadi tidaklah mengherankan jika seseorang pembaca cerpen, maka sepertinya orang yang membacanya itu sedang melihat miniatur kehidupan manusia dan merasa sangat dekat dengan permasalahan yang ada di dalamnya. Akibatnya, si pembacanya itu ikut larut dalam alur dan permasalahan cerita. Bahkan sering pula perasaan dan pikirannya dipermainkan oleh permasalahan cerita yang dibacanya itu. Ketika itulah si pembacanya itu akan tertawa, sedih, bahagia, kecewa, marah , dan mungkin saja akan memuja sang tokoh atau membencinya. Jika kenyataannya seperti itu, maka jelaslah bahwa sastra (cerpen) telah berperan sebagai pemekat, sebagai karikatur dari kenyataan, dan sebagai pengalaman kehidupan, seperti yang diungkapakan Saini K.M. (1989:49). Oleh karena itu, jika cerpen dijadikan bahan ajar di kelas tentunya akan membuat pembelajarannya lebih hidup dan menarik. Tidak hanya itu, kiranya cerpen dengan segala permasalahannya yang universal itu ternyata menarik juga untuk dikaji. Bahkan tidak pernah berhenti orang yang akan mengkajinya. Apalagi jika cerpen itu dikaitkan dengan kegiatan pembelajaran di kelas. Seperti halnya kami mencoba mengkaji cerpen yang dikaitkan dengan kegiatan pembelajaran di kelas Tujuan umum pengajaran sastra seperti yang tercantum dalam kurikulum 1994 yaitu agar siswa mampu menikmati, memahami, dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan

pengetahuan dan kemampuan berbahasa. Lalu, di dalam rambu-rambunya pada butir 10 ditegaskan pula bahwa pembelajaran sastra dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk mengapresiasikan karya sastra. Kegiatan mengapresiasi nalaran, dan daya khayal, serta

kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan hidup. Dengan demikian peran pelajaran sastra menjadi sangat penting. Mengingat perannya yang sedemikian itu, maka terselenggaranya pembe-lajaran sastra yang menarik dan menyenangkan akan menjadi sebuah tuntutan yang harus dipenuhi. Hal ini dimungkinkan karena pelajaran seperti ini akan dapat mendidik siswa untuk dapat mengenal dan menghargai nilai-nilai yang dijunjung oleh bangsanya, juga untuk dapat menghargai hidup, menikmati pengalaman orang lain, serta dapat menemukan makna hidup dan kehidupan. Bukankah karya sastra (cerpen) itu merupakan miniatur kehidupan manusia di sekitar pembaca?. Jadi, dengan mempelajari cerpen (sastra) berarti siswa diajak untuk mempelajari manusia dan lingkungannya. Biasanya siswa akan sangat antusias jika diajak untuk membicarakan atau mendiskusikannya juga akan mengeluarkan segala pengalaman dan pengetahuannya. 1. Identifikasi a) Bagaimana unsur intrinsik cerpen b) Apakah cerpen tersebut mengandung nilai-nilai pendidikan? c) Nilai-nilai pendidikan yang bagaimana yang terdapat dalam cerpen tersebut? d) Setiap karya sastra prosa, khususnya cerpen dapat dijadikan bahan ajar dikelas. Lalu upaya-upaya apa saja yang memungkinkan pemilihan bahan ajar itu efektif? 2. Tinjauan atas Unsur Intrinsik Unsur intrinsik adalah unsur dalam yang membentuk penciptaan karya sastra. Unsur ini berupa tema, amanat, latar, alur, penokohan, titik pengisahan, dan gaya. Ketujuh unsur yang terdapat dalam cerpen Robohnya Surau Kami itu sebagai berikut: 3. Tema Pengarang yang sedang menulis cerita pasti akan menuangkan gagasannya. Tanpa gagasan pasti dia tidak bisa menulis cerita. Gagasan yang mendasari cerita yang dibuatnya itulah yang disebut tema dan gagasan seperti ini selalu berupa pokok bahasan. 4. Amanat

Di dalam sebuah cerita, gagasan atau pokok persoalan dituangkan sedemikian rupa oleh pengarangnya sehingga gagasan itu mendasari seluuh cerita. Gagasan yang mendasari seluruh cerita ini dipertegas oleh pengarangnya melalui solusi bagi pokok persoalan itu. Dengan kata lain solusi yang dimunculkan pengaranngnya itu dimaksudkan untuk memecahkan pokok persoalan, yang didalamnya akan terlibat pandangan hidup dan cita-cita pengarang. Hal inilah yang dimaksudkan dengan amanat. Dengan demikian, amanat merupakan keinginan pengarang untuk menyampaikan pesan atau nasihat kepada pembacanya. 5. Latar Dalam suatu cerita latar dibentuk melalui segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya suatu peristiwa. Latar ini ada tiga macam, yaitu: latar tempat; latar waktu; dan latar sosial. Latar Tempat Latar jenis ini biasa disebut latar fisik. Latar ini dapat berupa daerah, bangunan, kapal, sekolah, kampus, hutan, dan sejenisnya. Latar tempat yang ada dalam cerpen ini jelas disebutkan oleh pengarangnya, seperti kota, dekat pasar, di surau, dan sebagainya : Latar Waktu Latar jenis ini, yang terdapat dalam cerpen ini ada yang bersamaan dengan latar tempat, seperti yang sudah dipaparkan di atas pada latar tempat atau contoh yang lainnya seperti berikut : Pada suatu waktu, kata Ajo Sidi memulai, ..di Akhirat Tuhan Allah memeriksa orangorang yang sudah berpulang . Meskipun begitu, ada juga yang juga yang jelas-jelas menyebutkan soal waktu, misalnya: Jika tuan datang sekarang, hanya akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu kebencian yang bakal roboh Latar Sosial

Di dalam latar ini umumnya menggambarkan keadaan masyarakat, kelompok-kelompok sosial dan sikapnya, kebiasaannya, cara hidup, dan bahasa. Di dalam cerpen ini latar sosial digambarkan 6. Alur (plot) Alur menurut Suminto A. Sayuti (2000:31) diartikan sebagai peristiwa-peristiwa yang diceritakan dengan panjang lebar dalam suatu rangkaian tertentu dan berdasarkan hubunganhubungan konsolitas itu memiliki struktur. Strukturnya itu terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian tengah, dan bagian akhir. Didalam cerpen ini, struktur plot itu dapat diuraikan seperti berikut. Bagian Awal Pada bagian awal cerita ini yang terdapat dalam cerpen ini terbagi atas dua bagian, yaitu bagian eksposisi, yang menjelaskan/ memberitahukan informasi yang diperlukan dalam memahami cerita. Dalam hal ini, eksposisi cerita dalam cerpen ini berupa penjelasan tentang keberadaan seseorang . Dan yang kedua adalah sebagai instabilitas (ketidakstabilan), yaitu bagian yang didalamnya terdapat keterbukaan. Yang dimaksud di sini adalah cerita mulai bergerak dan terbuka dengan segala permasalahannya Bagian Tengah Meskipun ketidakstabilan dalam cerita memunculkan suatu pengembangan cerita tetapi bagian tengah tidak dimulai dari ketidakstabilan itu. Justru, bagian tengah dimulai dengan jawaban atas pertanyaan yang muncul, seperti yang disebutkan dalam bagian awal. Jawaban itu sedikitnya menggambarkan suatu konplik, bahwa si Kakek wafat karena dongengan yang tak dapat disangkal kebenarannya. Bagian Akhir Bagian terakhir cerita ini ternyata menarik. Menarik karena adanya kejutan (surprise). Kejutannya itu terletak pemecahan masalahnya

7. Penokohan Yang dimaksud dengan penokohan yakni bagaimana pengarang menampilkan perilaku tokoh-tokohnya berikut wataknya. 8. Gaya Gaya merupakan sarana bercerita. Dengan demikian gaya biasa disebut sebagai cara pengungkapan seorang yang khas bagi seorang pengarang atau sebagai cara pemakaian bahasa spesifik oleh seorang pengarang. Jadi, gaya merupakan kemahiran seorang pengarang dalam memilih dan menggunakan kata, kelompok kata, atau kalimat dan ungkapan.

B. CARA MENENTUKAN SUDUT PANDANG Sudut pandang adalah cara pengarang menempatkan dirinya terhadap cerita atau dari sudut mana pengarang memandang ceritanya. Berikut ini beberapa sudut pandang yang dapat digunakan pengarang dalam bercerita. a. Sudut pandang orang pertama, sudut pandang ini biasanya menggunakan kata ganti aku atau saya. Dalam hal ini pengarang seakan-akan terlibat dalam cerita dan bertindak sebagai tokoh cerita. b. Sudut pandang orang ketiga, sudut pandang ini biasanya menggunakan kata ganti orang ketiga seperti dia, ia atau nama orang yang dijadikan sebagai titik berat cerita. c. Sudut pandang pengamat serba tahu, Dalam hal ini pengarang bertindak seolah-olah mengetahui segala peristiwa yang dialami tokoh dan tingkah laku tokoh. d. Sudut pandang campuran, (sudut pandang orang pertama dan pengamat serba tahu). Pengarang mula-mula menggunakan sudut pandang orang pertama. Selanjutnya serba tahu dan bagian akhir kembali ke orang pertama.

Seorang penulis yang baik, pastinya mengetahui bagaimana cara menentukan tulisannya agar dapat dibaca dengan baik oleh pembacanya. Dalam artian seperti ini, penulis dapat

menempatkan dirinya melalui tulisannya, dalam menyapa pembaca tulisannya. Masih bingung? Berikut penjelasannya. Penempatan diri seorang penulis melalui tulisannya, dapat menentukan reaksi ataupun respon pembaca nantinya. Sehingga, pembaca tulisan dapat dengan mudahnya mengerti tulisannya. Atau mungkin, serasa menjadi pelaku utama dalam tulisan tersebut, dan berteman dengan penulisnya. Sehingga, hubungan penulis dan pembaca tertata dengan baik.

Hal tersebut dikategorikan sebagai hal yang penting untuk penulis, karena tanpa pembaca, maka apa artinya tulisannya. Sehingga, jika hanya menulis saja tapi kemudian tidak dapat diapresiasi oleh pembaca, maka tulisannya kurang berarti. Karena sinergi pembaca dan penulis diperlukan agar tulisan penulis dapat terus membaik, dan pembaca sendiri akan loyal kepada penulis yang bersangkutan.

Jadi, menempatkan diri adalah cara terbaik dari seorang penulis dalam 'menyapa' pembacanya. Lantas, memangnya, ada berapa macam cara penempatan diri seorang penulis dalam karya tulisnya? Lazimnya, cara-cara penempatan diri seorang penulis atau yang biasa dikenal sebagai sudut pandang, adalah sebagai berikut,

1. Sudut pandang orang pertama. 2. Sudut pandang orang ketiga.

Dan, berikut penjelasannya. 1. Sudut pandang orang pertama. Dengan menggunakan sudut pandang ini, penulis berlaku sebagai pelaku utama dalam cerita. Ciri-ciri yang biasa dipakai adalah, dengan menggunakan kata-kata, saya, aku, beta, hamba. Bahasa yang dipakai dalam tulisan, bisa merupakan perpaduan antara pendapat, maupun katakata hati.

Jika di kemudian hari menggunakan sudut pandang ini sebagai cara menulis, maka akan terdapat dua macam. Yaitu, a. Sudut pandang orang pertama pelaku utama,

b. Sudut pandang orang pertama pelaku sampingan.

2. Sudut pandang orang ketiga. Jika menggunakan sudut pandang ini, maka penulis berlaku sebagai orang di luar cerita ataupun tulisan. Penulis lebih sebagai pengamat, yang dapat keluar masuk setiap saat, menceritakan apa pun yang diperlukan. Bahasa yang dipakai pun, lebih sering menggunakan petunjuk bahwa sesuatu dikerjakan oleh orang lain.

You might also like