Professional Documents
Culture Documents
Batu bara atau batubara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Analisa unsur memberikan rumus formula empiris seperti C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.
Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat sedikit endapan batu bara dari perioda ini. Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit endapan batu bara dari perioda ini. Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama pembentuk batu bara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat. Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batu bara Permian seperti di Australia, India dan Afrika.
Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.
Penambangan
penambangan batu bara adalah penambangan batu bara dari bumi. Batu bara digunakan sebagai bahan bakar. Batu bara juga dapat digunakan untuk membuat coke untuk pembuatan baja.[1] Tambang batu bara tertua terletak di Tower Colliery di Inggris.
Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster) metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%. Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya. Kelas batu bara yang paling banyak ditambang di Australia. Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus. Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang mengandung air 35-75% dari beratnya. Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah.
Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman terdeposisi hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk gambut. Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi bituminus dan akhirnya antrasit.
Di Indonesia, endapan batu bara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan Tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan), pada umumnya endapan batu bara ekonomis tersebut dapat dikelompokkan sebagai batu bara berumur Eosen atau sekitar Tersier Bawah, kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta tahun yang lalu menurut Skala waktu geologi. Batu bara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar khatulistiwa yang mirip dengan kondisi kini. Beberapa diantaranya tegolong kubah gambut yang terbentuk di atas muka air tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang tahun. Dengan kata lain, kubah gambut ini terbentuk pada kondisi dimana mineral-mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk ke dalam sistem dan membentuk lapisan batu bara yang berkadar abu dan sulfur rendah dan menebal secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai pada batu bara Miosen. Sebaliknya, endapan batu bara Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi. Kedua umur endapan batu bara ini terbentuk pada lingkungan lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip dengan daerah pembentukan gambut yang terjadi saat ini di daerah timur Sumatera dan sebagian besar Kalimantan.[2]
Dibawah ini adalah kualitas rata-rata dari beberapa endapan batu bara Eosen di Indonesia. Kadar Kadar Kadar Zat air air Belerang Nilai energi Tambang Cekungan Perusahaan abu terbang total inheren (%ad) (kkal/kg)(ad) (%ad) (%ad) (%ar) (%ad) AsamPT Arutmin Satui 10.00 7.00 8.00 41.50 0.80 6800 asam Indonesia PT Arutmin Senakin Pasir 9.00 4.00 15.00 39.50 0.70 6400 Indonesia PT BHP Petangis Pasir Kendilo 11.00 4.40 12.00 40.50 0.80 6700 Coal PT Bukit 0.50 Ombilin Ombilin 12.00 6.50 <8.00 36.50 6900 Asam 0.60 PT Allied 10.00 37.30 Parambahan Ombilin 4.00 0.50 (ar) 6900 (ar) Indo Coal (ar) (ar) (ar) - as received, (ad) - air dried, Sumber: Indonesian Coal Mining Association, 1998
Kadar Kadar Kadar Zat air air Belerang Nilai energi Tambang Cekungan Perusahaan abu terbang total inheren (%ad) (kkal/kg)(ad) (%ad) (%ad) (%ar) (%ad) PT Kaltim Prima Kutai 9.00 4.00 39.00 0.50 6800 (ar) Prima Coal PT Kaltim Pinang Kutai 13.00 7.00 37.50 0.40 6200 (ar) Prima Coal Roto PT Kideco Pasir 24.00 3.00 40.00 0.20 5200 (ar) South Jaya Agung PT Berau Binungan Tarakan 18.00 14.00 4.20 40.10 0.50 6100 (ad) Coal PT Berau Lati Tarakan 24.60 16.00 4.30 37.80 0.90 5800 (ad) Coal Sumatera PT Bukit Air Laya bagian 24.00 5.30 34.60 0.49 5300 (ad) Asam selatan Paringin Barito PT Adaro 24.00 18.00 4.00 40.00 0.10 5950 (ad) (ar) - as received, (ad) - air dried, Sumber: Indonesian Coal Mining Association, 1998
Membakar batu bara secara langsung (direct burning) telah dikembangkan teknologinya secara continue, yang bertujuan untuk mencapai efisiensi pembakaran yang maksimum, cara-cara pembakaran langsung seperti: fixed grate, chain grate, fluidized bed, pulverized, dan lain-lain, masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahannya.
Tidak semua sulfur bisa dibersihkan dengan cara ini, bagaimanapun sulfur pada batu bara adalah secara kimia benar-benar terikat dengan molekul karbonnya, tipe sulfur ini disebut "organic sulfur," dan pencucian tak akan menghilangkannya. Beberapa proses telah dicoba untuk mencampur batu bara dengan bahan kimia yang membebaskan sulfur pergi dari molekul batu bara, tetapi kebanyakan proses ini sudah terbukti terlalu mahal, ilmuan masih bekerja untuk mengurangi biaya dari prose pencucian kimia ini. Kebanyakan pembangkit tenaga listrik modern dan semua fasilitas yang dibangun setelah 1978 telah diwajibkan untuk mempunyai alat khusus yang dipasang untuk membuang sulfur dari gas hasil pembakaran batu bara sebelum gas ini naik menuju cerobong asap. Alat ini sebenarnya adalah "flue gas desulfurization units," tetapi banyak orang menyebutnya "scrubbers" karena mereka men-scrub (menggosok) sulfur keluar dari asap yang dikeluarkan oleh tungku pembakar batu bara.
Daerah batu bara di Amerika Serikat Pada tahun 1996 diestimasikan terdapat sekitar satu exagram (1 1015 kg atau 1 trilyun ton) total batu bara yang dapat ditambang menggunakan teknologi tambang saat ini, diperkirakan setengahnya merupakan batu bara keras. Nilai energi dari semua batu bara dunia adalah 290 zettajoules.[5] Dengan konsumsi global saat ini adalah 15 terawatt,[6] terdapat cukup batu bara untuk menyediakan energi bagi seluruh dunia untuk 600 tahun. British Petroleum, pada Laporan Tahunan 2006, memperkirakan pada akhir 2005, terdapat 909.064 juta ton cadangan batu bara dunia yang terbukti (9,236 1014 kg), atau cukup untuk 155 tahun (cadangan ke rasio produksi). Angka ini hanya cadangan yang diklasifikasikan terbukti, program bor eksplorasi oleh perusahaan tambang, terutama sekali daerah yang di bawah eksplorasi, terus memberikan cadangan baru. Departemen Energi Amerika Serikat memperkirakan cadangan batu bara di Amerika Serikat sekitar 1.081.279 juta ton (9,81 1014 kg), yang setara dengan 4.786 BBOE (billion barrels of oil equivalent).[7] Apakah Batubara itu? Adalah kekayaan alam yang dikategorikan sebagai energy fossil terbentuk dari proses metamorfosa yang sangat lama. Strukturnya kimia batubara samasekali bukan rangkaian kovalen karbon sederhana melainkan merupakan polikondensat rumit dari gugus aromatik dengan fungsi heterosiklik2,3). Jumlah polikondensat yang banyak ini saling berikatan sering disebut dengan bridge-structure. Secara optis batubara sering merupakan bongkahan berporus tinggi dengan kadar air yang sangat berfariasi.
Proses pengolahan batubara sudah dikenal sejak seabad yang lalu, diantaranya: Gasifikasi (coal gasification) Secara sederhana, gasifikasi adalah proses konversi materi organik (batubara, biomass atau natural gas) biasanya padat menjadi CO dan H2 (synthesis gases) dengan bantuan uap air dan oksigen pada tekanan atmosphere atau tinggi. Rumus sederhananya: Coal + H2O + O2 H2 + CO Fisher Tropsch proses Fisher Tropsch adalah sintesis CO/H2 menjadi produk hidrokarbon atau disebut senyawa hidrokarbon sintetik/ sintetik oil. Sintetik oil banyak digunakan sebagai bahan bakar mesin industri/transportasi atau kebutuhan produk pelumas (lubricating oil). (2n+1)H2 + nCO CnH(2n+2) + nH2O Hidrogenasi (hydrogenation) Hidrogenasi adalah proses reaksi batubara dengan gas hydrogen bertekanan tinggi. Reaksi ini diatur sedemikian rupa (kondisi reaksi, katalisator dan kriteria bahan baku) agar dihasilkan senyawa hidrokarbon sesuai yang diinginkan, dengan spesifikasi mendekati minyak mentah. Sejalan perkembangannya, hidrogenasi batubara menjadi proses alternativ untuk mengolah batubara menjadi bahan bakar cair pengganti produk minyak bumi, proses ini dikenal dengan nama Bergius proses, disebut juga proses pencairan batubara (coal liquefaction). Pencairan Batubara (coal Liquefaction)
Coal liquefaction adalah terminologi yang dipakai secara umum mencakup pemrosesan batubara menjadi BBM sintetik (synthetic fuel). Pendekatan yang mungkin dilakukan untuk proses ini adalah: pirolisis, pencairan batubara secara langsung (Direct Coal Liquefaction-DCL) ataupun melalui gasifikasi terlebih dahulu (Indirect Coal Liquefaction-ICL). Secara intuitiv aspek yang penting dalam pengolahan batubara menjadi bahan bakar minyak sintetik adalah: efisiensi proses yang mencakup keseimbangan energi dan masa, nilai investasi, kemudian apakah prosesnya ramah lingkungan sehubungan dengan emisi gas buang, karena ini akan mempengaruhi nilai insentiv menyangkut tema tentang lingkungan. Undang-Undang No.2/2006 yang mengaatur tentang proses pencairan batubara. Efisiensi pencairan batubara menjadi BBM sintetik adalah 1-2 barrel/ton batubara4). Jika diasumsikan hanya 10% dari deposit batubara dunia dapat dikonversikan menjadi BBM sintetik, maka produksi minyak dunia dari batubara maksimal adalah beberapa juta barrel/hari. Hal ini jelas tidak dapat menjadikan batubara sebagai sumber energi alternativ bagi seluruh konsumsi minyak dunia. Walaupun faktanya demikian, bukan berarti batubara tidak bisa menjadi jawaban alternativ energi untuk kebutuhan domestik suatu negara. Faktor yang menjadi penentu adalah: apakah negara itu mempunyai cadangan yang cukup dan teknologi yang dibutuhkan untuk meng-konversi-kannya. Jika diversivikasi sumber energi menjadi strategi energi suatu negara, pastinya batubara menjadi satu potensi yang layak untuk dikaji menjadi salah satu sumber energi, selain sumber energi terbarukan (angin, solar cell, geothermal, biomass). Tetapi perlu kita ingat bahwa waktu yang dibutuhkan untuk mempertimbangkannya tidaklah tanpa batas, karena sementara negara2 lain sudah melakukan kebijakan-kebijakan konkret domestik maupun luar negeri untuk mengukuhkan strategi energi untuk kepentingan negaranya. Pencairan batubara metode langsung (DCL) Pencairan batubara metode langsung atau dikenal dengan Direct Coal Liquefaction-DCL, dikembangkan cukup banyak oleh negara Jerman dalam menyediakan bahan bakar pesawat terbang. Proses ini dikenal dengan Bergius Process, baru mengalami perkembangan lanjutan setelah perang dunia kedua. DCL adalah proses hydro-craacking dengan bantuan katalisator. Prinsip dasar dari DCL adalah meng-introduksi-an gas hydrogen kedalam struktur batubara agar rasio perbandingan antara C/H menjadi kecil sehingga terbentuk senyawa-senyawa hidrokarbon rantai pendek berbentuk cair. Proses ini telah mencapai rasio konversi 70% batubara (berat kering) menjadi sintetik cair. Pada tahun 1994 proses DCL kembali dikembangkan sebagai komplementasi dari proses ICL terbesar setelah dikomersialisasikan oleh Sasol Corp. Tahun 2004 kerjasama pengembangan teknologi upgrade (antara China Shenhua Coal Liquefaction Co. Ltd. dengan West Virginia University) untuk komersialisasi DCL rampung, untuk kemudian pembangunan pabrik DCL kapasitas dunia di Inner Mongolia.
Dalam Phase pertama pabrik ini akan dihasilkan lebih dari 800.000 ton bahan bakar cair pertahunnya. Proses Pencairan Batubara Muda rendah emisi (Low Emission Brown Coal Liquefaction) Tahapan proses pencairan batubara muda (Brown Coal Liquefacion): 1. 2. 3. 4. 5. Pengeringan/penurunan kadar air secara efficient Reaksi pencairan dengan limonite katalisator Tahapan hidrogenasi untuk menghasilkan produk oil mentah Deashing Coal Liquid Bottom/heavy oil (CLB) Fraksinasi/pemurnian light oil (desulfurisasi,pemurnian gas,destilasi produk)
Cooperative Study of Development of Low Grade Coal Liquefaction Technology, 2003 Landasan dalam mengembangkan ujicoba produksi (pilot scale) proses pencairan batubara adalah:
Produk liquid oil yang dihasilkan harus mencapai lebih dari 50% Proses pengoperasian harus berjalan dengan kontinuitas lebih daripada 1500 jam. Tahapan proses deashing harus mencapai kadar ash (abu) < 500 ppm. Optimalisasi/pengembangan proses pengeringan (dewatering) baru.
Gas alam
Gas alam sering juga disebut sebagai gas bumi atau gas rawa, adalah bahan bakar fosil berbentuk gas yang terutama terdiri dari metana CH4). Ia dapat ditemukan di ladang minyak, ladang gas bumi dan juga tambang batu bara. Ketika gas yang kaya dengan metana diproduksi melalui pembusukan oleh bakteri anaerobik dari bahan-bahan organik selain dari fosil, maka ia disebut biogas. Sumber biogas dapat ditemukan di rawa-rawa, tempat pembuangan akhir sampah, serta penampungan kotoran manusia dan hewan.
Komposisi kimia
Komponen utama dalam gas alam adalah metana (CH4), yang merupakan molekul hidrokarbon rantai terpendek dan teringan. Gas alam juga mengandung molekul-molekul hidrokarbon yang lebih berat seperti etana (C2H6), propana (C3H8) dan butana (C4H10), selain juga gas-gas yang mengandung sulfur (belerang). Gas alam juga merupakan sumber utama untuk sumber gas helium. Metana adalah gas rumah kaca yang dapat menciptakan pemanasan global ketika terlepas ke atmosfer, dan umumnya dianggap sebagai polutan ketimbang sumber energi yang berguna. Meskipun begitu, metana di atmosfer bereaksi dengan ozon, memproduksi karbon dioksida dan air, sehingga efek rumah kaca dari metana yang terlepas ke udara relatif hanya berlangsung sesaat. Sumber metana yang berasal dari makhluk hidup kebanyakan berasal dari rayap, ternak (mamalia) dan pertanian (diperkirakan kadar emisinya sekitar 15, 75 dan 100 juta ton per tahun secara berturut-turut). Komponen Metana (CH4) Etana (C2H6) % 80-95 5-15
Propana (C3H8) and Butane (C4H10) < 5 Nitrogen, helium, karbon dioksida (CO2), hidrogen sulfida (H2S), dan air dapat juga terkandung di dalam gas alam. Merkuri dapat juga terkandung dalam jumlah kecil. Komposisi gas alam bervariasi sesuai dengan sumber ladang gasnya. Campuran organosulfur dan hidrogen sulfida adalah kontaminan (pengotor) utama dari gas yang harus dipisahkan . Gas dengan jumlah pengotor sulfur yang signifikan dinamakan sour gas dan sering disebut juga sebagai "acid gas (gas asam)". Gas alam yang telah diproses dan akan dijual bersifat tidak berasa dan tidak berbau. Akan tetapi, sebelum gas tersebut didistribusikan ke pengguna akhir, biasanya gas tersebut diberi bau dengan menambahkan thiol, agar dapat terdeteksi bila terjadi kebocoran gas. Gas alam yang telah diproses itu sendiri sebenarnya tidak berbahaya, akan tetapi gas alam tanpa proses dapat menyebabkan tercekiknya pernafasan karena ia dapat mengurangi kandungan oksigen di udara pada level yang dapat membahayakan.
Gas alam dapat berbahaya karena sifatnya yang sangat mudah terbakar dan menimbulkan ledakan. Gas alam lebih ringan dari udara, sehingga cenderung mudah tersebar di atmosfer. Akan tetapi bila ia berada dalam ruang tertutup, seperti dalam rumah, konsentrasi gas dapat mencapai titik campuran yang mudah meledak, yang jika tersulut api, dapat menyebabkan ledakan yang dapat menghancurkan bangunan. Kandungan metana yang berbahaya di udara adalah antara 5% hingga 15%. Ledakan untuk gas alam terkompresi di kendaraan, umumnya tidak mengkhawatirkan karena sifatnya yang lebih ringan, dan konsentrasi yang di luar rentang 5 - 15% yang dapat menimbulkan ledakan.
Kandungan energi
Pembakaran satu meter kubik gas alam komersial menghasilkan 38 MJ (10.6 kWh).
Transportasi melalui pipa salur. Transportasi dalam bentuk Liquefied Natural Gas (LNG) dengan kapal tanker LNG untuk pengangkutan jarak jauh. Transportasi dalam bentuk Compressed Natural Gas (CNG), baik di daratan dengan road tanker maupun dengan kapal tanker CNG di laut, untuk jarak dekat dan menengah (antar pulau).
Di Indonesia, Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Hilir Migas) telah menyusun Master Plan "Sistem Jaringan Induk Transmisi Gas Nasional Terpadu". Dalam waktu yang tidak lama lagi sistem jaringan pipa gas alam akan membentang sambung menyambung dari Nang roe Aceh Darussalam-Sumatera Utara-Sumatera Tengah-Sumatera Selatan-JawaSulawesi dan Kalimantan. Saat ini jaringan pipa gas di Indonesia dimiliki oleh PERTAMINA dan PGN dan masih terlokalisir terpisah-pisah pada daerah-daerah tertentu, misalnya di Sumatera Utara, Sumatera Tengah, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Timur dan Kalimantan Timur.
Carrier LNG dapat digunakan untuk mentransportasi gas alam cair (liquefied natural gas, LNG) menyebrangi samudra, sedangkan truk tangki dapat membawa gasa alam cair atau gas alam terkompresi (compressed natural gas, CNG) dalam jarak dekat. Mereka dapat mentransportasi gas alam secara langsung ke pengguna-akhir atau ke titik distribusi, seperti jalur pipa untuk transportasi lebih lanjut. Hal ini masih membutuhkan biaya yang besar untuk fasilitas tambahan untuk pencairan gas atau kompresi di titik produksi, dan penggasan atau dekompresi di titik pengguna-akhir atau ke jalur pipa.
Gas alam sebagai bahan bakar, antara lain sebagai bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Gas/Uap, bahan bakar industri ringan, menengah dan berat, bahan bakar kendaraan bermotor (BBG/NGV), sebagai gas kota untuk kebutuhan rumah tangga hotel, restoran dan sebagainya. Gas alam sebagai bahan baku, antara lain bahan baku pabrik pupuk, petrokimia, metanol, bahan baku plastik (LDPE = low density polyethylene, LLDPE = linear low density polyethylene, HDPE = high density polyethylen, PE= poly ethylene, PVC=poly vinyl chloride, C3 dan C4-nya untuk LPG, CO2-nya untuk soft drink, dry ice pengawet makanan, hujan buatan, industri besi tuang, pengelasan dan bahan pemadam api ringan. Gas alam sebagai komoditas energi untuk ekspor, yakni Liquefied Natural Gas (LNG.
Teknologi mutakhir juga telah dapat memanfaatkan gas alam untuk air conditioner (AC=penyejuk udara), seperti yang digunakan di bandara Bangkok, Thailand dan beberapa bangunan gedung perguruan tinggi di Australia.
menengah dan berat di kawasan Jawa Barat dan Cilegon Banten. Pipa gas alam yang membentang dari kawasan Cirebon menuju Cilegon, Banten memasok gas alam antara lain ke pabrik semen, pabrik pupuk, pabrik keramik, pabrik baja dan pembangkit listrik tenaga gas dan uap. Selain untuk kebutuhan dalam negeri, gas alam di Indonesia juga di ekspor dalam bentuk LNG (Liquefied Natural Gas) Salah satu daerah penghasil gas alam terbesar di Indonesia adalah Nanggre Aceh Darussalam. Sumber gas alam yang terdapat di daerah Kota Lhokseumawe dikelola oleh PT Arun NGL Company. Gas alam telah diproduksikan sejak tahun 1979 dan diekspor ke Jepang dan Korea Selatan. Selain itu di Krueng Geukuh, Nanggre Aceh Barh (kabupaten Aceh Utara) juga terdapat PT Pupuk Iskandar Muda pabrik pupuk urea, dengan bahan baku dari gas alam.