You are on page 1of 39

KETENTUAN DAN CONTOH KARYA TULIS ILMIAH Batas atas Batas bawah Batas kanan Batas kiri Spasi

Jenis Huruf : Ukuran : Jenis Kertas : : 4 cm : 3 cm : 3 cm : 4 cm : 2 spasi Tahoma 12 Kwarto/ A4

Judul makalah untuk ujian dinas tk. II, ujian penyesuaian Ijazah S-1 dan S-2 adalah sesuai dengan Bagian / Bidang / Subbidang dimana anda bertugas. Penentuan judul dilihat dari Renstra SKPD yang kinerjanya perlu ditingkatkan pada bagian/bidang/subbidang dimana anda bertugas. Peningkatan Kinerja Management, Alat Bagian/Bidang/Subbidang Prop/Kab/Kota Melalui . ( fungsi Management) Pada ....... Pemerintah

Contoh : 1. Peningkatan Kinerja Melalui Optimalisasi Disiplin Pada Bagian Umum Pemerintahan Kabupaten Bintan di Kijang. 2. Peningkatan Kinerja Melalaui Penyempurnaan Pedoman Analisis Jabatan Pada Sub Direktorat Analisis Jabatan Badan Kepegawaian Negara Di Jakarta. 3. Peningkatan Pengawasan Kinerja Melalui Peningkatan Meleat Pada Subbag Keuangan

Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Bintan Di Tanjungpinang.

Pemerintah

Contoh 1 KTI : PENINGKATAN KINERJA MELALUI PENYEMPURNAAN PEDOMAN ANALISIS JABATAN PADA SUBDIT ANJAB BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA

Oleh : NAMA : ALYA ZAHIRAH, S.Kom NIP : 19781129 200312 2 010

JAKARTA, Nopember 2008

DAFTAR ISI

I.

PENDAHULUAN

................................................................. 1

II.

PEMBAHASAN

.................................................................... 3

III. UPAYA YANG DIHARAPKAN ............................................. 6 IV. KESIMPULAN .................................................................... 8

PENINGKATAN KINERJA MELALUI PENYEMPURNAAN PEDOMAN ANALISIS JABATAN

I. Pendahuluan Dalam rangka usaha untuk mencapai tujuan nasional yaitu mewujudkan berperadaban masyarakat modern, madani yang taat hukum, adil dan

demokratis,

makmur,

bermoral tinggi diperlukan pegawai negeri yang merupakan unsur aparatur negara yang bertugas sebagai abdi

masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan secara adil dan merata, demi menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan penuh kesetiaan kepada Pancasila dan Undangundang Dasar 1945. Untuk dapat mencapai hal tersebut diperlukan pegawai negeri yang berkemampuan

melaksanakan tugas secara profesional dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan, nepotisme. serta bebas dari korupsi, kolusi dan

Dalam rangka penyelenggaraan pembinaan kepegawaian, maka berdasarkan pasal 34 Undang-undang No.8 Tahun 1974 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang No.43 Tahun 1999 tentang pokok-pokok kepegawaian dibentuk Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang memiliki tugas utama untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan kebijaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang mencakup perencanaan, pengembangan kualitas sumberdaya PNS dan administrasi kepegawaian, pengawasan dan pengendalian, penyelenggaraan dan pemeliharaan informasi kepegawaian, mendukung perumusan kebijaksanaan kesejahteraan PNS, serta memberikan bimbingan teknis kepada unit organisasi yang menangani kepegawaian pada instansi pusat dan daerah.

Untuk mencapai tugas utama sesuai undang-undang di atas, BKN menyusun rencana strategi (renstra) BKN tahun 20052009 yang memuat visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan dan program kerja. Adapun visi BKN adalah mewujudkan PNS yang profesional dan sejahtera yaitu PNS yang memiliki luas,

pengetahuan,

keahlian,

ketrampilan,

berwawasan

menjunjung tinggi etika profesi, memiliki dedikasi, komitmen terhadap tugasnya serta berperilaku disiplin dan mempunyai

integritas yang tinggi. Adapun penjabaran visi tersebut diperlukan misi yang akan menjadi pedoman

penyelenggaraannya yaitu menyelenggarakan manajemen PNS berbasis Kompetensi untuk mewujudkan PNS yang profesional dan sejahtera. Dalam rangka mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan di atas, BKN menetapkan tujuan yaitu : 1. 2. 3. Mewujudkan SDM PNS yang profesional Mewujudkan PNS yang sejahtera Mewujudkan kapasitas BKN dalam rangka

meningkatkan kinerja organisasi

Dalam rangka mencapai tujuan tersebut yaitu mewujudkan SDM yang profesional, maka BKN telah memiliki enam program kerja yang meliputi : a. Pengembangan sistem perencanaan PNS b. Pengembangan sistem rekrutmen PNS c. Pengembangan sistem karier PNS d. Pengembangan sistem diklat PNS e. Penelitian dan pengembangan Kepegawaian f. Pengembangan Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian

Pada

makalah

ini,

penulis

membatasi

ruang

lingkup

pembahasan yaitu mengenai implementasi salah satu dari program kerja BKN yaitu pengembangan Sistem Perencanaan PNS yang meliputi penyiapan perumusan kebijakan, klasifikasi dan evaluasi jabatan, penetapan norma standar jabatan analisis jabatan dan kebutuhan serta penetapan formasi Pegawai Negeri Sipil.

Agar pelaksanaan pengembangan sistem perencanaan PNS dapat berjalan dengan baik, diperlukan informasi jabatan yang memadai. Informasi jabatan adalah hasil analisis jabatan yang berupa uraian jabatan dan peta jabatan. Informasi jabatan yang akurat adalah informasi yang berisikan uraian jabatan dan peta jabatan yang didalam peta jabatan

tergambar jabatan pegawai dari yang terendah sampai yang tertinggi serta terlihat pula kekuatan pegawainya dan beban kerja dari unit kerja tersebut. Informasi jabatan tersebut akan membantu BKN untuk mengambil keputusan antara lain penetapan formasi instansi pemerintah pusat dan daerah, penetapan standar kompetensi, perhitungan beban kerja, menetapkan membuat pola karir. Agar masing-masing

instansi pusat dan daerah dapat menyusun informasi jabatan per masing-masing instansi, maka diperlukan proses analisis

jabatan

di

instansi

tersebut.

Namun

demikian

dalam

pelaksanaannya, laporan informasi jabatan yang disampaikan masih mengandung beberapa kelemahan yaitu : Informasi yang disampaikan hanya berupa peta jabatan dan belum mencakup uraian jabatan Peta jabatan yang disampaikan belum disusun dengan proses analisis jabatan, namun hanya berdasarkan asumsi atau perkiraan-perkiraan Pemahaman Sumber Daya Manusia Aparatur di instansi pusat dan daerah terhadap analisis jabatan belum

memadai

Kelemahan tersebut di atas mengakibatkan penyususnan informasi jabatan, baik di instansi pusat maupun di daerah tidak mengacu kepada prosedur yang seharusnya yaitu melalui analisis jabatan. Penyebab utama belum dilakukannya analisis jabatan adalah karena acuan yang digunakan berupa pedoman analisis jabatan yang belum ada. Berdasarkan hal tersebut, penulis mengambil judul paper ini yaitu Peningkatan Kinerja Melalui Penyusunan Pedoman Analisis Jabatan (Anjab).

II. PEMBAHASAN

BKN adalah sebagai suatu lembaga yang bertanggung jawab langsung kepada presiden dibidang manajemen pegawai negeri sipil juga memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menyusun pedoman teknis analisis jabatan, pedoman

pemanfaatan hasil analisis jabatan, pelaksanaan bimbingan teknis analisis jabatan, penyusunan pedoman pengembangan informasi jabatan dan peta jabatan. Disamping itu, BKN juga memiliki tanggung jawab untuk melakukan bimbingan teknis mengenai cara atau prosedur yang harus dilakukan oleh instansi pusat dan daerah dalam melakukan analisis jabatan. Pedoman dan bimbingan teknis tersebut akan sangat

membantu bagi instansi pusat dan daerah dalam melakukan proses analisis jabatan dengan benar yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas dan akurasi dari informasi jabatan yang dihasilkan. Namun demikian, sampai saat ini pedoman analisis jabatan dan sosialisasi yang dilakukan masih belum memenuhi kebutuhan instansin pusat dan daerah yang disebabkan oleh beberapa permasalahan

sebagai berikut : 1. Belum adanya petunjuk teknis / pedoman analisis jabatan dan pemanfaatan hasil

pelaksanaan

analisis jabatan

Sampai dengan saat ini, BKN belum memandang perlu bawa pedoman analisis jabatan merupakan suatu pedoman yang sangat signifikan baik bagi BKN maupun bagi instansi pusat dan daerah dalam melakukan kegiatan proses penyusunan informasi jabatan. Hal ini tumbul karena terdapat pandangan bahwa penyusunan informasi jabatan dapat dilakukan tampa melalui proses analisis jabatan tetapi melalui prosedur lain seperti dacum atau desain curriculum. Hal tersebut mengakibatkan , sampai dengan program kerja tahun 2006, BKN belum memasukkan penyusunan pedoman analisis jabatan menjadi program kerja (formal) kegiatannya.

Belum

adanya

pedoman

analisis

jabatan

yang

disusun

mengakibatkan beberapa permasalahan sebagai berikut : a. Penyusunan informasi jabatan oleh Instansi

pemerintah pusat dan daerah dilakukan tampa melalui proses analisis jabatan b. Pelaksanaan analisis jabatan di instansi pemerintah

pusat dan daerah tidak standar dan berbeda satu sama lainnya c. Penamaan jabatan di instansi pemerintah pusat dan

daerah belum ada

d.

Pengukuran beban kerja dilaksanakan tidak optimal

mengingat tidak terdapat informasi jabatan yang sesuai dengan kondisi di lapangan/unit kerja e. Analisa kebutuhan pegawai pemerintahan pusat dan

daerah tidak akurat, karena hanya menggunakan asumsiasumsi tertentu yang diragukan kebenarannya f. Usulan formasi pegawai yang disampaikan ke BKN

tidak mencerminkan kebutuhan riil pegawai di instansi pemerintah pusat dan daerah g. BKN bersama dengan instansi pusat dan daerah kesulitan dalam menganalisis kompetensi

mengalami

jabatan mengingat tidak terdapat informasi jabatan yang lengkap dan mencakup keseluruhan PNS

2. efektif

Pelaksanaan Bimbingan Teknis (BIMTEK) tidak

Salah satu program kerja pada unit kerja tertentu BKN adalah melaksanakan Bimbingan Teknis. Bimbingan teknis adalah pelatihan atas implementasi perbaikan dan

pembenahan terhadap prosedur dan petunjuk teknis yang menjadi pedoman kerja instansi pusat dan daerah. Dengan melakukan bimbingan teknis diharapkan PNS yang

mengikutinya akan memiliki kemampuan untuk menyusun

informasi

jabatan.

Namun

demikian,

dalam

pelaksanaannya terdapat beberapa permasalahan yaitu : a. Bimbingan teknis yang dilakukan belum didukung oleh pedoman analisa jabatan (formal), sehingga

penjelasan-penjelasan yang dilakukan dalam BIMTEK dilakukan dengan mengacu kepada best practice dan atau ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan oleh

instansi lain seperti : - Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.KEP/61/M.PAN/6/2004 tanggal Juni 2004 tentang Pedoman Analisis Jabatan - Pedoman Analisa dan Penggolongan Jabatan yang disusun oleh Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia tahun 1985-1986 b. Informasi yang disampaikan oleh fasilitator tidak konsisten karena ketiadaaan sumber formal analisis jabatan c. Target pelaksanaan BIMTEK dalam setahun tidak mencukupi dan tidak berdasarkan analisis kebutuhan. Sementara itu jumlah Unit yang membutuhkan ruang lingkupnya cukup luas meliputi Departemen, Non Departemen, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota

d.

Kegiatan BIMTEK tidak didukung oleh anggaran BKN sehingga dalam pelaksanaannya sangat tergantung dari permintaan/kebutuhan seri ketersediaan dan

anggaran dari instansi pusat dan daerah. Dalam hal ini, fungsi pelayanan BIMTEK BKN menjadi kurang optimal.

Kelemahan-kelemahan

diatas

mengakibatkan

tidak

meratanya serta berbedanya pemahaman PNS pada instansi pemerintah pusat dan daerah terhadap proses analisa

jabatan. Hal tersebut berdampak pada timbulnya kesulitan dalam menyusun informasi jabatan, peta jabatan serta mengukur beban kerja. Disamping itu, instansi pemerintah pusat dan daerah juga mengalami kesulitan dalam menyusun standar kompetensi jabatan.

III.UPAYA YANG DIHARAPKAN

Dalam rangka meningkatkan akurasi informasi jabatan yang disampaikan ke BKN, seharusnya instansi pusat dan daerah melakukan proses analisis jabatan yang benar. Dengan demikian, mengenai informasi uraian yang jabatan dibutuhkan dan peta yaitu informasi akan

jabatan

menggambarkan kondisi ril dapat dipertanggungjawabkan dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Untuk

mencapao hal tersebut diatas, maka menurut hemat penulis, perlu dilakukan upaya-upaya sebagai berikut : 1. Menetapkan penyusunan pedoman analisis jabatan

menjadi salah satu program kerja BKN Didalam program kerja penyususnan analisis jabatan

tersebut mencakup beberapa hal yaitu : a. Inventarisasi materi analisis jabatan serta

keterkaitannya dengan pemanfaatannya sebagai dasar penyusunan informasi jabatan dan peta jabatan b. Pengumpulan data analisis jabatan c. Kajian tingkat kebutuhan atas pedoman analisis jabatan yang akan menjadi dasar usulan penyusunan pedoman anjab

2. Membangun komitmen pimpinan dan pejabat dilingkungan BKN untuk mendukung penyusunan pedoman anjab Didalam membangun komitmen pimpinan dan pejabat dilingkungan seperti : a. Studi kepustakaan untuk mendapatkan informasi BKN, perlu dilakukan langkah-langkah

mengenai Praktek-praktek analisis jabatan diberbagai

isntansi pusat dan daerah, perusahaan BUMN dan Swasta. Best practices analisis jabatan pada

Pemerintahan di Negara-negara ASEAN, Eropa, Amerika dan Kanada b. Mengadakan seminar atau pelatihan mengenai analisis jabatan dengan mengundang narasumber yang

kompeten dibidang analisis jabatan c. Melakukan diskusi penyamaan persepsi dengan pejabat di lingkungan BKN

3. Menyusun

program

pelaksanaan

BIMTEK

anjab

yang

komprehensif Agar pelaksanaan BIMTEK dapat mencapai sasarannya yaitu meningkatkan kemampuan PNS di instansi pusat dan daerah terhadap proses penyusunan informasi jabatan maka BKN sebaiknya melakukan langkah-langkah sebagai berikut : a. Menginventarisasi pelaksanaan Bimtek melalui data historis pelaksanaannya. Hal ini bertujuan agar BKN memiliki informasi yang akurat atas keikutsertaan instansin pusat dan daerah b. Melakukan kajian kebutuhan BIMTEK instansi

pemerintah pusat dan daerah, Hal ini bertujuan untuk

mengetahui periodesasi pelaksanaan BIMTEK pada satu instansi c. Menyusun rencana pelaksanaan BIMTEK dan skala prioritas d. Menyusun materi yang komprehensif serta tenaga pengajar yang berkualitas e. Monitoring pelaksanaan BIMTEK

4. Meningkatkan kualitas pegawai BKN Dalam rangka peningkatan kualitas penyusunan pedoman analisis jabatan dan pelaksanaan BIMTEK, maka diperlukan program peningkatan kompetensi SDM pegawai BKN

melalui langkah-langkah seperti : a. Melakukan assessment terhadap pegawai dilingkungan BKN yang bertujuan untuk mendapatkan kualifikasi SDM yang sesuai dalam melakukan analisis Jabatan dan BIMTEK b. Melakukan training dan workshop secara berkala

dengan narasumber yang kompeten dalam bidang analisis jabatan c. Membentuk tim Anjab dan menetapkan Tim BIMTEK

IV. KESIMPULAN

Dengan

tersedianya

pedoman

analisis

jabatan

serta

dilakukannya BIMTEK yang memadai, dan mencakup seluruh instansi pusat dan daerah, maka hal tersebut diharapkan dapat membantu instansi pusat dan daerah dalam melakukan proses analisis jabatan dengan benar dan seragam. Dengan demikian kualitas informasi jabatan yang dihasilkan akan lebih akurat serta sesuai dengan kondisi riil. Hal tersebut akan membantu BKN dalam meningkatkan kinerja PNS dalam penyusun database informasi jabatan, akurasi penyajian laporan kebutuhan pegawai kepada MenPAN, menyusun pedoman pemanfaatan hasil analisis jabatan sesuai dengan kebutuhan kelembagaan, kepegawaian dan ketatalaksanaan.

Contoh 2 :

PENINGKATAN KINERJA MELALUI ANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA SEKSI ANGGARAN DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BINTAN

Oleh : NAMA : HASIS SARTONO, S.Kom NIP : 19782911 200312 1 010

Kijang, Juni 2010

DAFTAR ISI

I.

PENDAHULUAN

................................................................. 1

II.

PEMBAHASAN

.................................................................... 8

III. UPAYA YANG DIHARAPKAN ............................................. 10 IV. KESIMPULAN .................................................................... 16

PENINGKATAN KINERJA MELALUI ANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA SEKSI ANGGARAN DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BINTAN

I.

Pendahuluan Era Otonomi di Indonesia menuntut adanya

perubahan mendasar didalam segala aspek kehidupan termasuk perubahan di dalam sistem pemerintahan di Daerah. Dengan disahkannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah memberikan paradigma baru bagi

pengembangan Otonomi yang sebenarnya. Dengan undangundang dan peraturan tersebut pengembangan otonomi pada Daerah Kabupaten dan Kota diselenggarakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta

masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan keanekaragaman daerah. Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui

urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Perencanaan pembangunan daerah disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan. Sebagai

pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Bupati Kepulauan Riau (Bintan) No 11 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Kabupaten Kepulauan Riau (Bintan) 2005-2010, maka Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah Kabupaten Bintan sebagai salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kabupaten Bintan menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kekayaan Strategis Daerah strategi Daerah Daerah Badan Bidang yang Pengelolaan selanjutnya Keuangan dan

disebut dan

Rencana Kekayaan Rencana

Pengelolaan Bintan Dinas

Keuangan

Kabupaten (renstra)

Tahun

2005-2010. Dan

Pendapatan

Pengelolaan

Keuangan Daerah memuat visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan dan program kerja. Adapun visi Dinas Pendapatan Dan Pengelolaan Keuangan Daerah adalah mewujudkan Mewujudkan DPPKD sebagai insitusi yang profesional dalam Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah Untuk

mewujudkan

Visi

Badan

Pengelolaan

Keuangan

dan

Kekayaan Daerah maka dirumuskan misi sebagai berikut : a. Meningkatkan kemampuan Keuangan Daerah; b. Meningkatkan kualitas pengelolaan Keuangan dan

Kekayaan Daerah; dan c. Meningkatkan PAD secara maksimal dan optimal Adapun tujuan yang akan dicapai Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah Kabupaten Bintan melalui Visi dan Misi adalah sebagai berikut : 1. Meningkatkan penerimaan pemerintah daerah dalam upaya peningkatan kemampuan pembiayaan

pembangunan maupun dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah; 2. Meningkatkan efektivitas pengeluaran keuangan

pemerintah daerah baik dalam kerangka belanja daerah maupun pembiayaan; 3. Meningkatkan dan mengembangkan kapabilitas

pengelolaan keuangan dan kekayaan daerah pemerintah daerah dalam rangka Penerapan Sistem Akuntansi

Pemerintah Daerah yang lebih luas kepada seluruh SKPD; 4. Meningkatkan pelaksanaan kebijakan dan pedoman

pengelolaan serta penghapusan barang milik daerah;

5.

Meningkatkan

dan

mengembangkan

kapasitas

kelembagaan keuangan dan kekayaan daerah dalam rangka peningkatan pelayanan masyarakat,

penyelenggaraan otonomi daerah yang baik; dan 6. Memantapkan pelaksanaan sistem penganggaran yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel. Untuk mencapai dan mewujudkan Visi DPPKD pada akhir tahun 2010, dan sesuai dengan misi yang telah ditetapkan, maka dalam periode 2006-2010 akan ditempuh beberapa alternatif strategi yang di konsolidasikan menjadi 7 (tujuh) strategi yang saling kait mengkait dan saling mendukung secara sinergis sebagai berikut : 1. Peningkatan penerimaan daerah dan efisiensi belanja daerah; 2. Sosialisasi Peraturan Daerah Perpajakan bagi Wajib Pajak; 3. Optimalisasi Kelembagaan dalam mekanisme dan prosedur; 4. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia; 5. Penyediaan infrastruktur; 6. Peningkatan penelitian dan pengembangan serta penegakan sistem,

pengelolaan informasi; dan

7. Peningkatan dukungan administratif dan pengawasan internal untuk menciptakan kepemerintahan yang baik (good govermance). Agar pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah dapat diselenggarakan dengan berhasil guna dan berdaya guna yang akan dicapai oleh Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah Kabupaten Bintan sampai dengan akhir tahun 2010 adalah dengan sasaran dan indikator programnya sebagai berikut : 1. Tersedianya berbagai kebijakan dan pedoman, serta Peraturan Daerah atau Peraturan/Keputusan Bupati yang menunjang pembangunan pengelolaan keuangan dan kekayaan Daerah dengan indikator : a. Peraturan Daerah-Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kabupaten Bintan. b. Sosialisasi Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pada Wajib Pajak. 2. Terlaksananya sistem informasi pengelolaan keuangan dan kekayaan daerah yang akuntabel dan transparan untuk mewujudkan pengelolaan keuangan dan kekayaan daerah yang optimal dengan indikator :

a.

Adanya

komitmen

untuk

melaksanakan

sistem

informasi pengelolaan keuangan dan kekayan daerah secara akuntabel dan transparan b. Optimalisasi pengelolaan keuangan dan kekayaan daerah 3. Terwujudnya tertib administrasi sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 13 tahun 2006, PP No. 24 tahun 2005, PP No 58 tahun 2005 dan PP No 6 tahun 2006 dengan indikator Tersedianya laporan sesuai dengan Permendagri No 13 tahun 2006, PP No 24 tahun 2005, PP No 58 tahun 2005 dan PP No 6 tahun 2006 4. Terwujudnya kemampuan aparatur yang responsif

dalam melaksanakan tugas menuju ketatalaksanaan lembaga BPKKD yang sempurna dengan indikator : a. Meningkatnya kemampuan aparatur BPKKD dalam memberikan pelayanan pada masyarakat b. Sempurnanya tata laksana lembaga BPKKD 5. Tersedianya sarana dan prasarana upaya pengelolaan keuangan dan kekayaan daerah yang memadai guna mewujudkan sistem pelayanan yang sederhana dengan indikator :

a. Adanya sasana dan prasarana yang memadai bagi pengelolaan keuangan dan kekayaan daerah b. Terciptanya sistem pelayanan yang sederhana bagi masyarakat yang akan memenuhi kewajibannya/Wajib Pajak 6. Terterimanya Peraturan Daerah tentang Perpajakan pada masyarakat untuk meningkatkan kontribusi pendapatan Daerah pada APBD dengan indikator : a. Tumbuhnya kesadaran pada wajib pajak untuk

memenuhi kewajibannya. b. Meningkatnya pendapatan daerah pada APBD 7. Terselenggaranya pelaksanaan pengelolaan serta

penghapusan barang milik daerah dengan indikator :

a. Meningkatnya administrasi pengelolaan barang daerah b. Laporan pengelolaan dan penghapusan barang milik daerah 8. Terciptanya disiplin anggaran sehingga tersusun

anggaran yang berpihak pada kepentingan publik dengan indikator Tersusunnya anggaran yang berpihak pada kepentingan publik.

Pada makalah ini, penulis membatasi ruang lingkup pembahasan yaitu Terlaksananya disiplin anggaran sehingga tersusun anggaran yang berpihak pada kepentingan publik dengan indikator Tersusunnya anggaran yang berpihak pada kepentingan publik. Sesuai dengan Seksi dimana Penulis bekerja yaitu pada Seksi Anggaran, dalam penulisan

makalah ini penulis mengambil judul Peningkatan Kinerja Melalui Anggaran Dinas Berbasis Kinerja Dan Pada Seksi

Anggaran

Pendapatan

Pengelolaan

Keuangan Daerah Kabupaten Bintan.

II.

Pembahasan Penganggaran merupakan rencana yang secara sistimatis menunjukkan keuangan sumber

alokasi

daya

manusia,

material,

dan sumber

daya

lainnya.

Berbagai variasi dalam sistem penganggaran pemerintah dikembangkan untuk melayani berbagai tujuan termasuk guna pengendalian keuangan, rencana dana manajemen, dan

prioritas

dari penggunaan kepada

pertanggungjawaban berbasis digunakan kinerja

publik. Penganggaran menjadi jawaban untuk dan

diantaranya alat

sebagai

pengukuran

pertanggungjawaban

kinerja pemerintah. Penganggaran

berbasis kinerja merupakan metode penganggaran bagi manajemen untuk mengaitkan setiap pendanaan yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk hasil dari keluaran efisisiensi dalam

pencapaian

tersebut. Keluaran dan

hasil tersebut dituangkan dalam target kinerja pada setiap unit kerja. Sedangkan bagaimana diikuti tujuan dengan itu dicapai,

dituangkan pada setiap

dalam program tingkat

pembiayaan pada

pencapaian tujuan. Program

anggaran berbasis kinerja didefinisikan sebagai instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang

akan dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi

anggaran atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. Aktivitas tersebut disusun sebagai cara untuk mencapai kinerja tahunan. Dengan kata lain, integrasi dari rencana kerja tahunan (Renja SKPD) yang merupakan anggaran rencana operasional tahunan merupakan dari Renstra dan

komponen dari anggaran yang penting untuk

berbasis kinerja. Elemen-elemen

diperhatikan dalam penganggaran berbasis kinerja adalah : 1. Tujuan yang disepakati dan ukuran pencapaiannya. 2. Pengumpulan informasi yang sistimatis atas realisasi dapat diandalkan dan

pencapaian kinerja konsisten,

sehingga dapat diperbandingkan antara

biaya dengan prestasinya. Penyediaan sehingga informasi secara terus menerus manajemen evaluasi. pemicu

dapat

digunakan

dalam

perencanaan, pemrograman, penganggaran dan Kondisi yang harus disiapkan sebagai faktor

keberhasilan implementasi penggunaan anggaran berbasis kinerja, yaitu : 1. Kepemimpinan dan komitmen dari seluruh komponen organisasi. 2. Fokus penyempurnaan administrasi secara terus

menerus. 3. Sumber daya yang cukup untuk usaha

penyempurnaan tersebut (uang, waktu dan orang). 4. Penghargaan (reward) dan sanksi (punishment) yang jelas. 5. Keinginan yang kuat untuk berhasil. III. Upaya Yang Diharapkan diberlakukannya Kepmendagri No. 29 tahun 2002 yang sudah diganti dengan Permendagri No 13 tahun 2006 Tahun dan diubah lagi dengan yang Permendagri No 59

2007,

mengatur

tentang pedoman

pengelolaan keuangan daerah, maka sistem yang dianut dalam APBD Artinya adalah anggaran yang berbasis penetapan cukup kinerja. sampai dengan yang

penyusunan, pembahasan,

pengawasan pelaksanaan anggaran tidak hanya melihat besar tapi kecilnya juga

anggaran

merupakan kinerja

masukan,

harus

memperhatikan

anggaran tersebut yang meliputi capaian kinerja,

keluaran, hasil dan manfaat serta tepat tidaknya kelompok sasaran kegiatan yang dibiayai anggaran tadi. Dalam PP No 58 tahun 2005 tentang pengelolaan penerapan keuangan daerah berbasis

dijelaskan

bahwa

anggaran

kinerja mengandung makna setiap penyelenggara negara

berkewajiban

untuk bertanggung jawab atas hasil proses setiap program

dan penggunaan sumber dayanya, agar

dan kegiatan pemerintahan yang didanai dengan dana publik dapat dinikmati dan dirasakan manfaatnya oleh rakyat dalam meningkatkan Dengan pemahaman kesejahteraan itu maka hidupnya. penerapan

seperti

anggaran berbasis kinerja harus diawali sejak dimulainya penyusunan anggaran. Untuk itu, beberapa prinsip dasar dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja perlu

diperhatikan yaitu : 1. Transparan bagi setiap dokumen Pelaksanaan

Penganggaran Satuan Kerja Pemerintah Daerah (DPASKPD) sebagai bagian dari memberikan informasi yang APBD, jelas yang dapat

tentang kelompok

sasaran, capaian kinerja, masukan, keluaran, hasil dan manfaat yang diperoleh dari kegiatan tersebut.

Dengan transparansi itu, akan membuat semua pihak bisa memberikan penilaian secara terbuka baik

terhadap program dan kegiatan maupun pengalokasian anggarannya. 2. Partisipatif harus dibuka berupa kesempatan seluasluasnya bagi berpartisipasi semua dalam lapisan masyarakat untuk bisa

setiap proses

penganggaran

demi

menjamin dan

adanya aspirasi

kesesuaian masyarakat

antar dengan

kebutuhan

peruntukan anggaran. Prinsip partisipatif ini sekaligus juga untuk mencegah dan menemukan sedini mungkin praktek korupsi dalam proses penganggaran. 3. disiplin dalam penyusunan anggaran dengan

klasifikasi yang jelas dari setiap komponen kegiatan. APBD molor berarti akan banyak proyek insfrastruktur yang terbengkalai karena dana tidak cair, tunjangan pegawai negeri dan pembayaran gaji guru honor dan gaji pegawai honorer lainnya juga bakal tak terbayar karena menunggu pengesahan APBD. 4. Keadilan dalam pengalokasian harus bisa anggaran dinikmati melalui semua isu

perencanaan lapisan

kegiatan

masyarakat. Tidak

boleh

lagi

terdengar

kesenjangan antara wilayah barat dan wilayah timur dalam pengalokasian program, kegiatan dan

anggarannya, termasuk daerah kepulauan dan terisolir lainnya. 5. Efesiensi dan efektifitas, setiap kegiatan yang

direncanakan harus dalam pencapaian

mempertimbangkan kinerjanya

efektifitas

dan efisien dalam

pengalokasian anggarannya.

6. Rasional dan terukur dalam capaian kinerja dan anggaran yang dialokasikan dalam setiap kegiatan. Pentingnya pengawasan dalam anggaran anggaran, berbasis

memberikan solusi pada pelaksanaan

kinerja. Prinsi prinsip dalam penganggaran : 1. Pengawasan kesesuaian ketentuan berlaku; 2. Segi legalitas pelaksanaan APBD; 3. Peranan APBD. Beberapa dalam kelemahan yang banyak di dijumpai yang faktor tolok ukur dalam prakek pelaksanaan yang antara dan menekankan pelaksanaan pentingnya APBD aspek dengan yang

peraturan perundang-undangan

sistem

penganggaran

Indonesia

menyebabkan belum tercapainya sistem anggaran berbasis kinerja diantaranya : 1. Belum sempurnanya kepastian hukum dimana belum terwujudnya sinkronisasi berbagai Indonesia. tingkatan Sebagai ketentuan dalam di

peraturan perundangan contoh tidak

konsistennya

Permendagri No 59 tahun 2007 sebagai peraturan

terbaru dalam pengelolaan keuangan daerah dengan Keppres no 80 tahun 2003 tentang pengadaan

barang/jasa, beserta seluruh peraturan perubahannya, perihal singkatan PPK dengan arti berbeda. 2. Ketidaksesuaian ketentuan peraturan dan APBD, prosedur misalnya proses

yang ditetapkan dalam dalam pemilihan standar proses penyedia harga

pelaksanaan

pengadaan barang/jasa, barang/jasa, barang/jasa tersebut proses dan merupakan

penetapan lain-lain. suatu

Ketidaksesuaian

penyimpangan yang berpotensi melahirkan tindak pidana korupsi, minimal akan membuat realisasi anggaran tidak tepat sasaran. 3. Minimnya evaluasi terhadap tolok ukur, baik dalam skala makro maupun mikro. Tolok ukur dalam skala makro berkaitan dengan rasionalisasi indikator-indikator dari sektorsektor yang dijadikan prioritas pembangunan. Tolok ukur dalam skala mikro berkaitan dengan rasionalisasi indikator-indikator dari suatu kegiatan (proyek). Anggaran berbasis kinerja, pada intinya adalah anggaran bukan disesuaikan dengan kerja program kerja, dan

sebaliknya program

disesuaikan

anggaran.

Dengan

demikian

berapapun besarnya anggaran untuk

membiayai pelaksanaan program kerja tersebut tidak perlu dipermasalahkan. Aspek perencanaan memiliki peranan yang penting bagi suatu daerah. Aktivitas pemerintah akan terlaksana dengan baik jika seluruh proses perencanaan dilaksanakan secara konsekuen. Perencanaan mendorong pemikiran ke depan dan menjelaskan arah yang dikehendaki di masa yang akan datang, perencanaan tidak bisa lepas dari anggaran. Dalam pengelolaan keuangan daerah

seyogyanya didasarkan pada akuntabilitas, dan keterbukaan dalam

prinsip

transparansi,

value for money. Transparansi adalah proses perencanaan, penyusunan,

pelaksanaan anggaran daerah, dimana masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan kepentingan terutama pemenuhan adalah kebutuhan hidup

masyarakat, masyarakat.

Akuntabilitas

pertanggungjawaban

publik yang berarti bahwa proses penganggaran mulai perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan harus benarbenar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan

kepada DPRD dan masyarakat. Value for money adalah diterapkannya tiga prinsip dalam proses penganggaran

yaitu ekonomi, berkaitan daya

efisiensi,

dan

efektivitas. penggunaan tertentu

Ekonomi sumber

dengan

pemilihan dan dan kualitas

dalam

jumlah

pada harga

yang paling murah. Efisiensi berarti penggunaan dana masyarakat tersebut maksimal atau menghasilkan berdaya output yang

guna. Efektivitas berarti

penggunaan anggaran tersebut harus mencapai target atau tujuan untuk kepentingan publik.

IV. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Anggaran berbasis kinerja merupakan untuk metode

penganggaran setiap

bagi manajemen yang

mengaitkan kegiatan-

pendanaan

dituangkan dalam

kegiatan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk efisisiensi dalam pencapaian hasil dari keluaran tersebut. 2. Dalam anggaran berbasis kinerja, membiayai berapa pun

besarnya

anggaran untuk

pelaksanaan

program kerja tersebut tidak perlu dipermasalahkan.

3. Lemahnya pengelolaan keuangan dan anggaran dapat dijadikan celah penyimpangan korupsi.

You might also like