You are on page 1of 16

DISKRESI KEPOLISIAN

Oleh

Ardi Kurniawan, SH Sind. A/ No Mhs. 7131

I.

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

Dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, Kepolisian berada di tengah-tengah masyarakat, setiap detik, setiap jam, setiap hari. Selain bertugas sebagai penegak hukum (law enforcement) dan pemelihara ketertiban (order maintenance), Polisi juga bertugas sebagai pengayom, pelindung dan pelayan masyarakat. Sebagai penegak hukum, tugas Kepolisian senantiasa

bersinggungan dengan kehidupan sosial kemasyarakatan yang akan selalu memungkinkan terjadi benturan-benturan yang berakibat

memunculkan persepsi masyarakat yang kurang menguntungkan bagi aparat kepolisian. Dalam pelaksanaan tugasnya kadang kala polisi harus mengambil tindakan-tindakan yang merupakan kewenangannya yang dinamakan diskresi untuk memelihara keamanan dan ketertiban itu sendiri. Namun demikian beberapa pihak memandang bahwa tindakan diskresi Kepolisian yang dilakukan rentan untuk menimbulkan arogansi

dan tindakan kesewenang-wenangan dari aparat kepolisian itu sendiri, yang justru akan memperburuk citra kepolisian. Oleh karena itu, diperlukan suatu pertimbangan pertimbangan dan langkah langkah agar diskresi Kepolisian dapat dijalankan dengan baik dan benar dimata hukum serta nantinya dapat mencapai tujuan terpeliharamnya keamananan dan ketertiban di tengah masyarakat.

1.2 PERUMUSAN PERMASALAHAN

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan yang ada dapat diidentifikasi ke dalam persoalanpersoalan sebagai berikut : (1) Mengapa Diskresi Kepolisian harus diterapkan dalam

pelaksanaan tugas Kepolisian ? (2) Bagaimana cara menerapkan Diskresi Kepolisian yang tidak dapat dituntut di depan hukum ?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

(1) Untuk mengetahui dan memahami alasan mengapa Diskresi Kepolisian Kepolisian. (2) Untuk mengetahui dan memahami cara menerapkan Diskresi Kepolisian yang tidak dapat dituntut di depan hukum. harus diterapkan dalam pelaksanaan tugas

1.4 MANFAAT PENELITIAN


2

a.

Secara teoritis Penulisan makalah ini diharapkan dapat berguna bagi

perkembangan ilmu hukum dan ilmu kepolisian, khususnya dalam aspek penerapan Diskresi Kepolisian dalam pelaksaan tugas Kepolisian. b. Secara praktis Secara praktis, penulis berharap pada hal-hal berikut : (1) Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi organisasi Polri untuk merumuskan dan menetapkan kebijakan-kebijakan dalam penerapan Diskresi Kepolisian. (2) Diharapkan dapat bermanfaat bagi implementasi pelaksanaan Diskresi Kepolisian bagi setiap anggota Polri di lapangan. (3) Bagi masyarakat umum, diharapkan tulisan ini dapat menjadi sumber informasi dan pengetahuan.

1.5 SISTIMATIKA PENULISAN

Sistimatika penulisan penelitian ini terdiri dari : BAB I PENDAHULUAN Bab I pendahuluan berisi tentang latar belakang permasalahan, perumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN Bab II menjelaskan tentang kepustakaan penelitian dan kepustakaan konseptual yang mengulas kajian teoritis sebagai
3

dasar penyusunan kerangka berpikir yang diakhiri dengan hipotesis penelitian. BAB III PEMBAHASAN Bab III membahas tentang alasan mengapa Diskresi Kepolisian harus diterapkan dalam pelaksanaan tugas Kepolisian dan cara menerapkan Diskresi Kepolisian yang tidak dapat dituntut di depan hukum . BAB VI PENUTUP Bab ini memuat kesimpulan dari pembahasan dalam penulisan ini, serta memuat saran-saran yang direkomendasikan oleh penulis berkaitan dengan pemecahan permasalahan yang ditemukan.

II.

TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 KEPUSTAKAAN PENELITIAN Tidak ada Kepustakaan penelitian yang digunakan dalam hal penelitian ini.

2.2 KEPUSTAKAAN KONSEPTUAL Konsep mengenai diskresi Kepolisian mengacu kepada asas kewajiban yaitu untuk mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab dan untuk kepentingan umum, pejabat Polri dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut

penilainannya sendiri, sebagaimana diatur dalam pasal 5 ayat (1) huruf a


4

angka 4 dan pasal 7 huruf j KUHAP, serta pasal16 ayat (1) dan (2), pasal 18 ayat (1) Undang undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam pasal 5 ayat (1) huruf a angka 4 dan pasal 7 huruf j KUHAP dijelaskan bahwa asas kewajiban adalah mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. dengan penjelasan yang dimaksud dengan tindakan lain adalah tindakan dari penyelidik untuk kepentingan penyelidikan dengan syarat : 1) tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum, 2) selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukannnya tindakan jabatan, 3) tindakan tersebut harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya, 4) atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaaan memaksa, serta menghormati hak asasi manusia. Dalam pasal 16 ayat 1 huruf I Undang undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia juga diterangkan bahwa mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab adalah tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan jika memenuhi syarat sebagai berikut: 1) tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum, 2) selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukannnya tindakan jabatan, 3) tindakan tersebut harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya, 4) atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaaan memaksa, serta menghormati hak asasi manusia.

Sedangkan dalam pasal 18 Undang-undang Kepolisian Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dijelaskan bahwa untuk kepentingan umum, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri; dengan penjelasan yang dimaksud dengan bertindak menurut penilaiannya sendiri adalah suatu tindakan yang dapat dilakukan anggota Kepolisian Negara Republi Indonesia yang dalam bertidak harus mempertimbangkan manfaat serta resiko dari tindakannya dan betul betul untuk kepentingan umum. Rumusan kewenangan Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pasal 18 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 ini merupakan kewenangan yang bersumber dari asas kewajiban umum Kepolisian (plichtmatigheids beginsel) yaitu suatu asas yang memberikan kewenangan kepada pejabat kepolisian untuk bertindak atau tidak bertindak menurut penilaiannya sendiri, dalam rangka kewajiban

umumnya menjaga, memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum. Secara umum, kewenangan ini dikenal sebagai diskresi kepolisian yang keabsahannya didasarkan pada pertimbangan keperluannya untuk tugas kewajiban (Pelichmassiges Ermessen) . Substansi Pasal 18 ayat (1) Undang-undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002 merupakan konsep kewenangan kepolisian yang baru diperkenalkan walaupun dalam kenyataan sehari-hari selalu digunakan. Oleh karena itu, pemahaman tentang diskresi kepolisian dalam pasal 18

ayat (1) harus dikaitkan juga dengan konsekuensi pembinaan profesi yang diatur dalam pasal 1, 32, dan 33 Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 sehingga terlihat adanya jaminan bahwa petugas Kepolisisan Negara Republik Indonesia akan mampu mengambil tindakan secara tepat dan professional berdasarkan penilaiannya sendiri dalam rangka pelaksanaan tugasnya. Rumusan dalam pasal 18 ayat (2) merupakan rambu-rambu bagi pelaksanaan diskresi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu selain asas keperluan, tindakan diskresi tetap harus sesuai dan memperhatikan peraturan perundang-undangan serta kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

III.

PEMBAHASAN 3.1 Sebab Diskresi Kepolisian harus diterapkan dalam pelaksanaan tugas Kepolisian Sebagimana diamanatkan dalam pasal 13 UU No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, tugas Polri adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dan memberi perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa segala tugas kepolisian selalu bersinggungan dengan masyarakat.

Masyarakat adalah

kumpulan orang orang yang saling

berinteraksi. Pada umumnya interaksi tersbut bersifat dinamis dan bukan bersifat statis. Masyarakat senantiasa berubah dan akan terus menerus berubah. Sesuai dengan kewenangannya Polri dapat melakukan upaya Kepolisian sebagaimana diatur dalam Undang Undang yaitu penyeldikan dan penyidikan yang meliputi pemanggilan, pemeriksaan, penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan. Namun

sebagaimana sifat masyarakat yang selalu berubah dan mengalami perubahan sebagaimana disebutkan diatas terkadang petugas

Kepolisian harus mengambil tindakan baik dalam rangka penyelidikan maupun penyidikan tetapi hal tersebut belum diatur dalam Undang Undang. Oleh karenanya untuk memelihara ketertiban umum, dalam keadaan tertentu anggota Polri perlu melakukan tindakan sesuai dengan penilaiannya sendiri.

3.2 Cara menerapkan Diskresi Kepolisian yang tidak dapat dituntut di depan hukum

Dalam melaksanakan tindakan Diskresi kepolisian tersebut menggunakan asas asas berdasarkan pada kewajiban. Menurut putusan Hoge Raad (Mahkamah Agung) Belanda tanggal 9 Maret 1917, suatu tindakan dapat dianggap rechtmatigheid (sah sesuai dengan hukum) sekalipun tanpa pemberian kuasa secara khusus oleh
8

Undang Undang, asal berdasarkan kewajiban kewajiban menurut Undang Undang. Di Negara Belanda dinamakan asas plictmatigheid (kesesuaian dengan kewajiban).

Agar tindakan diskresi Kepolisian tidak dapat dituntut di depan hukum, maka tindakan diskresi tersebut harus berdasarkan kepada batas batas kewajibannya. Untuk dapat menentukan batas batas kewajibannya dan sekaligus untuk dapat membatasi tindakan tersebut terdapat 4 (empat) sub asas dari asas kewajiban, yaitu :

1) Notwendig noodzakelijk (keperluan), bahwa tindakan diskresi kepolisian yang diambil hanya dilakukan apabila dirasakan betul betul perlu dilakukan untuk meniadakan suatu gangguan atau untuk mencegah terjadinya suatu gangguan. Apabila tindakan diskresi Kepolisian tersebut tidak diambil maka sesuatu yang perlu dicegah akan terjadi. Yang terpenting dalam melakukan tindakan tersebut adalah tidak dilakukan secara berlebih lebihan yang dapat melanggar Hak Azazi Manusia.

2) Sachlik, zakelyk (objektif) Bahwa tindakan diskresi Kepolisian yang diambil benar benar untuk kepentingan tugas kepolisian dikaitkan dengan masalah yang perlu ditangani. Tindakan Diskresi Kepolisian tersebut harus menggunakan pertimbangan pertimbangan yang objektif dan tidak boleh berdasarkan kepentingan subjektif atau pribadi.

3)

Zweckmassig, doelmatigheid (tujuan), Bahwa tindakan diskresi

Kepolisian yang diambil adalah untuk mencapai suatu tujuan hilangnya suatu gangguan atau tidak terjadinya sesuatu yang dikhawatirkan. Dalam hal ini yang dipakai sebagai ukuran yaitu tercapainya tujuan dengan menggunakan sarana yang tepat agar tujuan dapat tercapai.

4)

Evenredig (keseimbangan), Bahwa tindakan diskresi Kepolisian

yang diambil harus senantiasa menjaga keseimbangan antara sifat (keras lunaknya) tindakan atau sarana yang dipergunakan dengan besar kecilnya suatu gangguan atau berat ringannya suatu obyek yang harus ditindak.

Menurut Satjipto Rahardjo dalam buku berjudul Citra Polisi, tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab adalah tindakan polisi baik sebagai penyelidik maupun penyidik yang belum diatur dalam dalam KUHAP dan UU No 2 tahun 2002 sebagai usaha memelihara ketertiban dan berdasarkan kewajiban guna melindungi hak asasi manusia serta lebih mengutamakan kepentingan umum menurut keputusan sendiri untuk menentukan tindakannya sendiri di lapangan dengan memenuhi salah satu atau lebih satu syarat yang terdapat dalam KUHAP dan Undang undang No 2 tahun 2002.

Prof. Dr. H. R. Abdussalam, S.ik, S.H., M.H. dalam buku berjudul Hukum Kepolisian sebagai hukum posistif dalam disiplin hukum merumuskan 5 (lima ) syarat untuk melakukan tindakan lain

10

sebagaimana terdapat dalam KUHAP dan Undang Undang No 2 tahun 2002 yaitu :

1) Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum adalah tindakan tindakan yang dibenarkan menurut hukum perundang undangan tetapi tidak diatur dalam KUHAP dan Undang undang No 2 tahun 2002, yaitu : tindakan karena terpaksa oleh suatu kekuasaan yang tidak dapat dihindarkan (pasal 48 KUHAP), mempertahankan dirinya atau orang lain (pasal 49 ayat 1 KUHAP), pembelaan darurat (pasal 49 ayat 2 KUHP), tindakan untuk melaksakan suatu peraturan perundangan (pasal 50 KUHP) dan tindakan memaksa dengan kekerasan terhadap orang orang supaya mereka menurut perintah dan petunjuk petunjuk yang diberikan polisi pada waktu mencegah kecelakaan dan mengatur lalu lintas di jalan umum. 2) Tindakan selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukannnya tindakan jabatan adalah tindakan hanya diambil apabila betul betul diperlukan untuk meniadakan suatu gangguan atau untuk mencegah terjadinya suatu gangguan. Contoh

kecelakaan lalu lintas sering terjadi di suatu jalan. Setelah dilakukan penelitian ternyata penyebabnya adalah papan reklame yang menghalangi pandangan pengemudi, maka Polri harus menurunkan atau memerintahkan penanggungjawab reklame untuk menurunkannya.

11

3) Tindakan jabatannya harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya adalah tindakan itu merupakan tindakan atau jalan yang paling tepat untuk mengelakkan gangguan secara sempurna dan paling tepat agar kerugian dapat diperkecil atau juga segala tindakan yang sesuai dengan kepentingan hukum, yang menurut pendapat umum tidak bolh berlebih lebihan untuk mencapai tujuan dengan memperhatikan usul usul orang yang bersangkutan. contoh : menghentikan penyidikan pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh anak dibawah umur, dimana orang tua anak tersebut

mennayanggupi untuk mendidika anaknya dan pihak korban tidak keberatan serta polisi tidak menemukan niat dari anak tersebut untuk melakukan pencurian. 4) Tindakan atas perundangan yang layak berdasarkan keadaan memaksa adalah tindakan tersebut harus ada keseimbangan antara sifat (kerasnya lunaknya) tindakan atau sarana yang digunakan pada satu pihak dan besar kecilnya suatu gangguan atau berat ringannya suatu objek yang harus ditindak pada pihak lain. Contoh : terhadap pengemudi kendaraan yang salah jalan, Polisi tidak perlu menahan orang tersebut atau menyita

kendaraannya, tetapi cukup dengan memberikan peringatan atau teguran bahwa jalan tersebut terlarang dan selanjutnya

menunjukkan jalan yang bisa dilalui. 5) Tindakan tersebut harus menghormati hak asasi manusia adalah tindakan tersebut tidak didasarkan atas kepentingan pribadi atau

12

golongan atau karena dendam pribadi. Jadi dalam bertindak harus ada keseimbangan antara hak asasi yang dilanggar oleh pelanggar hukum dengan kewajiban hukumnya. Contoh : bila pelanggar hukum lebih menonjolkan haknya sendiri daripada kewajibannya dan meremehkan hak Polri atau korban maka Polri harus mengimbanginya dengan tujuan menyadarkan pelanggar hukum untuk menghormati hak hak orang lain atau korban sesuai dengan tujuan hukum.

IV.

PENUTUP 4.1 KESIMPULAN 1. Dalam menjalankan tugas dan kewenangannya untuk memelihara keamanan dan ketertibannya serta penegakkan hukum dalam kehidupan masyarakat yang dinamis dan semakin kompleks, Polri perlu dan dapat untuk melakukan tindakan lain menurut

penilaiannya sendiri di lapangan dengan memenuhi salah satu atau lebih syarat yang terdapat dalam KUHAP dan Undang undang No 2 tahun 2002 sebagai usaha memelihara ketertiban dan berdasarkan kewajiban guna melindungi hak asasi manusia serta lebih mengutamakan kepentingan umum.

2. Cara agar tindakan diskresi Kepolisian tidak dapat dituntut di depan hukum, maka tindakan diskresi tersebut harus berdasarkan kepada
13

batas batas kewajibannya yang diurai dalam 4 (empat) sub asas dari asas kewajiban, yaitu : keperluan (Notwending nooddzakelijk), objektif (Saclich, zaleyyk), tujuan (Zweckmassig, doelmatigheid) dan keseimbangan (Evenredig).

4.2 SARAN 1. Agar dibuat rumusan tentang pelaksanaan diskresi Kepolisian yang disepakati oleh Mahkamah Agung, Kejaksaan dan Kepolisian. Sehingga tindakan Kepolisian yang dilakukan memiliki panduan yang nyata dan tidak diawang awing sesuai pemahaman masing masing.

2. Agar dibuat rumusan tentang kelengkapan adminsitrasi sebagai pertanggungjawaban hukum atas tindakan diskresi yang telah dilakukan. Hal ini dapat dilakukan melalui peraturan Kapolri atau petunjuk teknis Kepolisian.

14

DAFTAR PUSTAKA

BUKU Abdussalam. 2009. Hukum Kepolisian sebagai hukum positif dalam disiplin hukum. Restu Agung. Jakarta

Djamin, Awaloedin. 2007. Kedudukan Kepolisian Negara RI dalam Sistem ketatanegaraan Dulu Kini dan Esok. PTIK Press. Jakarta

Djatmika, WIk. 2008. Dibawah panji panji Tribrata. PTIK Press. Jakarta

Hendrowinoto, Nurinwa. 2010. Polri Mengisi Republik. PTIK Press. Jakarta.

Rahardjo Satjipto. 1979. Hukum dan Perubahan Sosial. Alumni. Bandung

Artikel internet Liwa, Gusti. Polisi Masa Depan, http://gustyliwa.wordpress.com/polisi-masa-depan/ diakses pada 15 Agustus 2011.

Antara. asas diskresi http://www.scribd.com/doc/41972646/asas-diskresi diakses pada 20 Mei 2011.

15

Peraturan Perundang undangan Undang Undang RI Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Undang Undang RI Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP

16

You might also like