You are on page 1of 17

SKENARIO Seorang perempuan berumur 45 tahun datang ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut dengan keluhan luka dalam

mulut sebelah kanan belakang. Keluhan disertai dengan nyeri. Luka tidak sembuhsembuh sejak beberpa aktu yang lalu. Pasien mengeluh sering sakit kepala. KATA KUNCI Perempuan usia 45 tahun Luka dalam mulut sebelah kanan belakang Nyeri Sakit kepala Tidak sembuh-sembuh

PERTANYAAN 1. DEFINISI Nyeri dan Lesi 2. ETIOLOGI Luka dalam mulut 3. PATOFISIOLOGI Sakit kepala dan nyeri 4. TANDA & GEJALA Lesi kanker dan prekanker, manifestasi penyakit sistemik 5. DIAGNOSA 6. PERAWATAN

JAWABAN 1. DEFINISI Nyeri adalah mekanisme protektif yang dimaksudkan untuk menimbulkan kesadaran bahwa telah atau akan terjadi kerusakan jaringan Lesi adalah diskontinuitas jaringan patologis atau traumatis atau hilangnya fungsi suatu bagian. 2. Etiologi 1. Merokok Merokok merupakan kebiasaan yang memiliki daya meru- sak cukup besar terhadap kesehatan. Hubungan antara merokok dengan berbagai macam penyakit seperti kanker paru, penyakit kardiovaskuler, risiko terjadinya neoplasma larynx, esophagus dan sebagainya, telah banyak diselidiki Kebiasaan merokok juga diasosiasikan dengan berbagai macam perubahan yang berbahaya dalam rongga mulut seperti kaitannya dengan kanker mu1ut . Penelitianpenelitian me-ngenai hubungan merokok dengan penyakit periodontal juga sudah dilaporkan; perokok menderita periodontitis yang lebih parah dan mempunyai insidens acute ulcerative gingivitis yang lebih tinggi daripada bukan perokok 2. mengonsumsi minuman beralkohol 3. HIV 4. manifestasi penyakit sistemik 5. bakteri 6. jamur 7. pengguna obat-obatan 8. menstruasi 3. PATOFISIOLOGI NYERI

Terdapat tiga kategori reseptor nyeri : nosiseptor mekanis yang berespon terhadap kerusakan mekanis, nosiseptor termal yang beerespons terhadap suhu yang berlebihan terutama panas, dan nosiseptor polimodal yang berespons setara terhadap semua jenis rangsangan yang merusak, termasuk iritasi zat kimia yang dikeluarkan dari jaringan yang cedera. Impuls nyeri yang berasal dari nosiseptor disalurkan ke SSP melalui salah satu dari dua jenis serat aferena. Sinyal-sinyal yang berasal dari nosiseptor mekanis dan termal disalurkan melalui serat A-delta yang berukuran besar dan bermielin yang merupakan jalur nyeri cepat. Impuls dari nosiseptor polimodal diangkut oleh serat C yang kecil dan tidak bermielin serta merupakan jalur nyeri lambat. Bila terjadi trauma karena tertusuk atau terbakar, maka nyeri mula-mula dipersepsikan sebagai sensasi tertusuk yang tajam dan singkat dan mudah ditentukan lokalisasinya ( jalur nyeri cepat berasal dari nosiseptor mekanis atau panas). Perasaan ini diikuti oleh sensasi nyeri tumpul yang lokalisasinya tidak jelas dan m menetap lebih lama serta menimbulkan rasa tidak enak (jalur nyeri lambat diaktifkan oleh zat-zat kimia, terutama bradikinin, suatu zat yang dalam keadaan normal inaktif dan diaktifkan oleh enzim-enzim yang dikeluarkan ke dalam CES oleh jaringan yang rusak). Bradikinin dan senyawa-senyawa terkait lainnya tidak hanya membangkitkan nyeri, mungkin melalui stimulasi terhadap nosiseptor polimodal, tetapi juga berperan dalam respons peradangan terhadap cedera jaringan. Zat kimia yang terus menerus ada ini mungkin menyebabkan adanya nyeri yang tumpul dan tetap tersa walaupun rangsangan mekanis atau termal penyebab kerusakan jaringan telah dihentikan. PATOFISIOLOGI SAKIT KEPALA Struktur-struktur karnium yang peka nyeri dan terlibat dalam sakit kepala adalah semua jaringan ekstrakranium, termasuk kulit kepala, otot, arteri dan semua periosteum tengkorak; sinus kranialis; sinus vena intrakranium dan vena-vena cabangnya; bagian dari dura di dasar otak dan arteri di dalam dura dan nervus kranialis trigeminus, fasialis, vagus, dan glossofaringeus serta nervus servikalis. Parenkim otak, serta sebagian besar jaringan meningen, dan tengkorak, kecuali periosteum, tidak peka terhadap nyei. Peregangan periosteum dapat menimbulkan nyeri lokal.

Tentorium adalah suatu lembaran durayang berfungsi sebagai garis pembatas dan tiik referensi di dalam cranium; lembaran ini memisahkan fosa anterior (batang otak dan serebelum) dari serebrum anterior. Daerah posterior (sekitar sepertiga rongga kranium) disebut sebagai infratentorium dan daerah anterior (dua pertiga rongga kranium)disebut supratentorium. Apabila sakit kepala melibatkan struktur-struktur di daerah infratentorium, nyeri tersebut dirujuk daerah oksipitalis kepala dan leher oleh akar saraf servikal atas. Nyeri supratentorium dirasakan di bagian anterior kepala (daerah frontalis,temporalis,dan parietalis) dan terutama diperantarai oleh nervus trigemninus. Beberapa mekanisme umum yang tampaknya bertanggung jawab memicu sakit kepala adalah sebagai berikut (Lance, 2000): Peregangan atau pergeseran pembuluh darah : intrakranium dan ekstrakranium Traksi pembuluh darah Kontraksi otot kepala dan leher (kerja berlebihan otot) Peregangan periosteum (nyeri lokal) Degenerasi spina servikalis atas disertai kompresi pada akar nervus servikalis Defisiensi enkefalin (peptide otak mirip opiate, bahan aktif pada endorfin)

System saraf simpatis pada dasarnya bertanggung jawab atas pengendalian neural pembuluh darah cranium dan ekstrakranium. 4. Tanda dan Gejala a. Lesi Kanker dan Prakanker Squamous cell carsinoma. Squamous cell carsinoma, disebut sebagai tumor yang terdiri dari sarang sarang tidak teratur atau kolum, atau benang-benang sel epitelial ganas yang menginfiltrasi subpitelial.

Sel tumor mirip dengan lapisan epithelium squamous stratifikasi. Istilah squamous cell carsinoma lebih disukai daripada epidermoid karsinoma, karena istilah yang terakhir ini berhubungan dengan kulit. Verrucous carcinoma. Penampilan dan sifat dari tumor ini, khas menunjukkan derajat keganasan yang rendah, eksopitik dan mengerosi bukan menyerang jaringan dibawahnya, termasuk tulang. Secara histologi, tumor ditandai dengan serat serat keratinisasi yang besar, yang kadang kadang menunjukkan degenerasi sentral. Mitosis ini sering terlihat (Wahi dkk 1971). Tinjauan ulang pada keadaan ini, yang juga disebut sebagai tumor Ackerman, sudah diterbitkan oleh Shafer (1972) dan Jacobson serta Shear (1972). Spindle cell carsinoma. Merupakan varian dari karsinoma mulut yang seringkali dikacaukan dengan sarcoma atau karsinosarkoma karena beberapa atau semua sel tumor berbentuk seperti kumaparan. Beberapa tumor menunjukkan focus keratinisasi. Selain kurangnya deferensiasi, mitosis jarang terlihat dan tumor tidak selalu menunjukkan derajat keganasan yang tinggi (Wahi dkk, 1971). Limpoepitelioma. Tipe ini mencakup syncytial carsinoma dan transisional sel karsinoma. Istilah limpoepitelioma adalah suatu salah kaprah, karena neoplasma ini sebenarnya merupakan varian dari squamous cell carsinoma. Sel selnya berukuran sedang dan tersusun dalam massa yang cukup padat, dimana nucleus terlihat pucat, bulat atau oval dan mempunyai nucleoli yang menonjol. Fokus deferensiasi squamous terjadi pada beberapa neoplasma ini. Tumor ini timbul pada daerah yang kaya akan jaringan limpoid, seperti sepertiga belakang lidah dan umumnya mempunyai stroma limpoid, dan kadang kadang disebut limpeopitelioma (Wahi, dkk 1971). Basal cell carsinoma.

Bila tipe karsinoma ini mengenai mukosa mulut, ini akan kan merupakan kasus yang sangat langka. LESI DAN KEADAAN PRAKANKER Lesi prakanserus didefinisikan sebagai perubahan morfologi dari jaringan dimana kanker cenderung terjadi, daripada di jaringan normal (laporan W.H.O. Meeting of Investigators on Histological Definision of Precancerous Lesions, 1972). Pada mulut, ada dua lesi prakanserus; leukoplakia dan eritroplakia. Leukoplakia Didefinisikan sebagai bercak atau plak putih yang tidak dapat dianggap baik secara klinis maupun patologis, sebagai penyakit lain (W.H.O. collaborating Reference Centre for Oral Precancerous Lesions,1978). Definisi ini tidak mempunyai konotasi histologi. Praleukoplakia, dianggap sebagai tahap awal leukoplakia, merupakan daerah abu-abu atau putih keabu-abuan dengan bagian tepi yang jelas. Eritroplakia Didefinisikan sebagai plak merah terang seperti velvet yang tidak dapat dikarakteristik baik secara klinis maupun patologis sebagai keadaan yang disebabkan oleh faktor lain. b. Gangguan endokrin Diabetes mellitus Diabetes mellitus adalah ganguuan endokrin yang biasanya terjadi sebagai hasil dari kurangnya insulin atau adanya resistensi terhadap insulin. Terdapat dua jenis diabetes yaitu juvenile onset (bergantung pada insulin, tipe 1) dan maturity onset diabetes (type 2). Diabetes mellitus tidak memiliki gejala dan tanda oral yang khusus. Namun, akibat kurangnya resistensi terhadap penyakit pada pasien yang diabetic, insiden terhadap penyakit periodontal lebih besar. Selain itu, pasien yang didiagnosa diabetes yang tidak terkontrol dapat memiliki xerostomia, yang diakibatkan oleh dehidrasi, keduanya dari

poliuria. Obat-obatan oral untuk hipoglikemik dapat menyebabkan reaksi lichenoid, dan biasanya pasien memperlihatkan tanda pembengkakan dari glandula salivarius (sialosis). Pada umumnya manifestasi oral pada pasien diabetic adalah sebagai berikut: Xerostmia Kesehatan periodontal yang buruk (tergantung pada OH pasien) Candidosis oral Glossodynia (Burning Mouth Syndrome) Reaksi obat lichenoid (akibat obat-obatan hipoglikemik)

Hipotiroid Hipotiroid pada orang dewasa biasanya berupa reaksi autoimun tetapi dapat juga terjadi akibat adanya penangkatan glandula tiroid untuk mengobati hipertiroid. Acquired hipotiroid (myxoedema) bermanifestasi sebagai penambahan berat badan, ketidakmampuan untuk menoleransi kedinginan, kulit kering, hilangnya rambut, dan proses mental dan aktivitas yang berkurang. Hipotiroid berhubungan dengan mekanisme imun yang terganggu dan kandidiosis oral dapat menjadi akibatnya. Sedangkan hipotiroid kongenital dikarakteristikan dengan dwarfisme dan keterbelakangan mental. Tanda orofasialnya antara lain pembesaran lidah, kurangnya perkembangan muka, dan erupsi yang terlambat dari gigi.

Hipertiroid Produksi yang berlebihan dari hormon tidak memiliki efek langsung terhadap mukosa oral namun dapat bermasalah pada perawatan gigi. Praktisi dental dapat menjadi yang pertama untuk mengobservasi pasien dengan exopthalmos yang terlihat memiliki perununan berat badan serta tremor dan tachycardia.

Addisons disease Addisons disease adalah penyakit yang diakibatkan oleh kurangnya fungsi dari korteks adrenal, yang biasanya merupakan hasil dari kelainan autoimun. Perubahan oral Addisons disease adalah adanya pigmentasi melanotik mukosa oral yang mengenai mukosa bukal, gingival, dan palatum. c. Penyakit digastricus 1. Refluks Esofagus Refluks esophagus yang mungkin ada hubungannya dengan hiatus hernia merupakan salah satu penyebab dyspepsia yang paling umum. Pasien mengeluh karena adanya perubahan pengecapan, atau rasa terbakar pada lidah, terutama pada pagi hari. Pada kasus-kasus tersebut, asam lambung yang berlebihan dapat menimbulkan erosi pada permukaan palatal gigi, walaupun dalam kenyataannya kejadian ini jarang terjadi, kecuali pada stenosis pilorik. 2. Ulserasi Lambung Tukak lambung terjadi di bagian lambung yang mengeluarkan asam (tukak lambung) atau duodenum (tukak duodenum). Walaupun tidak ada menifestasi oral spesifik, perdarahan kronis dapat menimbulkan ulserasi oral yang berulang, glositis atau keilitis yang diakibatkan oleh anemia kekurangan zat besi. Penyakit Crohn Penyakit ini merupakan kelainan peradangan granulomatosis yang dapat terjadi di setiap tempat saluran pencernaan, terutama ileum. Lesi oral merupakan hal umum dengan stomatitis aptosa rekuren terjadi pada 20% kasus. Manifestasi oral lainnya adalah pembengkakan bibir, penebalan edematous dari mukosa bukal, tag mukosa, keilitis angularis, dan gingivitis menyeluruh. Gejala oral dapat mendahului timbulnya penyakit Crohn pada saluran pencernaan bawah. dari dari

Granulomatosis Orofasial Tanda-tanda klinisnya mirip penyakit Crohn, dan mencakup pembengkakan bibir, keilitis angularis, pembengkakan edematous pada mukosa bukal, tag mukosa (terutama di daerah retromolar), gingivitis yang luas, serta ulserasi oral. Makin lama, makin jelas bahwa granulomatosis orofasial menunjukkan adanya hipersensitif terhadap makanan khususnya asam benzoate, cinnamonaldehyde, serta coklat. Kolitis Ulseratif Kolitis ulseratif merupakan peradangan yang menyerang mukosa dan submukosa kolon dan rectum. Ulserasi oral yang mirip aptosa merupakan manifestasi oral yang paling umum terjadi pada 4 sampai 20 % penderita kolitis ulseratif. Lesi orofasial lainnya adalah ulser mirip piodema granulosum, piostomatis vegetans dan penyakit erosive pada sendi temporomandibular. Penyakit Koeliak Penyakit koeliak dihubungkan dengan antigen histokompatibilitas HLA-DR3 dan HLAD8. Gejala yang diperlihatkan bervariasi, tetapi dapat meliputi ulserasi oral sebagai keadaan sekunder sampai malabsorbsi.

d. Penyakit autoimun Lichen Planus Oral Lichen Planus (OLP) adalah penyakit yang umum dijumpai dan hanya mempengaruhi lapisan epithelium skuamosa berlapis. Penyakit ini terdapat diseluruh belahan dunia, mayoritas terjadi pada dekade usia kelima dan keenam, dan resikonya dua kali lipat pada wanita dibandingkan pria. LP dapat muncul sebagai lesi kecil, putih, panjang seperti tali dan bertambah banyak papula ataupun plak, dan dapat memicu penyakit keratotik seperti leukoplakia. Lesi atrofik dan erosi adalah bentuk yang paling sering menimbulkan rasa sakit.

Bagian yang paling umum muncul lesi adalah mukosa bukal, lidah (terutama pada dorsum), gingiva, mukosa labial, dan tepi vermilion dari bibir bawah. Sekitar 10% dari pasien dengan OLP memiliki lesi yang hanya terbatas pada gingiva (Gambar 6). Lesi eritrematous pada gingiva menyebabkan gingivitis deskuamasi, tipe LP gingival yang paling umum, yang muncul dapat berupa plak ataupun papula kecil, putih, panjang seperti tali dan bertambah banyak, dan dapat menyerupai friksional keratosis maupun leukoplakia. Lesi pada palatum, dasar mulut, dan bibir atas jarang terjadi. LP yang terisolasi pada satu tempat dalam rongga mulut selain di gingiva juga jarang terjadi, namun pada beberapa pasien pernah terlihat adanya lesi yang terisolasi pada bibir atau lidah saja. Lesi likenoid juga dapat terisolasi. OLP dapat secara klinis terlihat berbeda, namun pada banyak kasus tidak. Bentuk seperti plak dari LP dapat menyerupai leukoplakia, terutama leukoplakia verukosa proliferatif. Lesi putih berstriata, dengan atau tanpa erosi dapat menyerupai lupus eritrematosa. Pada kasus yang jarang dimana lesi putih tidak dapat terlihat dalam bentuk erosif atau terulserasi, maka lesi ini dapat sulit untuk dibedakan secara klinis dari penyakit vesikuloerosif lainnya misal pemphigus dan pemphigoid. Lesi terkadang dapat menyerupai karsinoma. Lupus Erythematosus Lesi pada mukosa mulut merupakan yang tersering menjadi target pada lupus eritematosus, seperti pada diskoid lupus eritematosus dan lupus eritematosus sistemik. Lesi terlihat sebagai daerah eritematous yang berpusat dan dikelilingi oleh tepi putih yang meninggi. Lesi sering ditemukan pada palatum, mukosa bukal, dan palatum, dapat tidak spesifik dan terlihat seperti ulser tanpa rasa sakit. Sekitar 75% penderita lupus mengeluhkan gejala pada rongga mulut seperti rasa kering, rasa sakit, dan rasa terbakar terutama ketika makan makanan panas dan pedas. Infiltrasi limfosit kelenjar saliva minor ditemukan pada 50-75% pasien, baik mereka mengeluhkan adanya rasa kering pada mulut ataupun tidak. Salivary flow rate yang tidak terstimulasi

menurun pada banyak penderita lupus eritematosus sistemik. Lupus eritematosus sistemik juga menjadi komponen diagnosis dari Sjogrens Syndrome . Lesi spesifik pada rongga mulut penderita lupus eritematosus dapat berupa aphtae ( cancer sores). Pada literatur, aphtae sering disebut juga sebagai stomatitis aphtous rekuren. Lesi ini mengenai 15% pada populasi normal. Lesi aphtae seringnya berukuran kecil ( kurang dari 1 cm), terasa sakit, dapat ditemukan pada mukosa bukal. Lesi pada lupus eritematosus cenderung lebih lama, lebih besar, dan terlihat pada palatum. Lesi oral pada penderita lupus diskoid menyerupai plak berwarna merah yang dikelilingi oleh daerah putih. Lesi ini mirip dengan lichen planus. Lesi non spesifik pada rongga mulut penderita lupus eritematosus dapat berupa lesi herpes simplex labialis. Lesi ini terasa sakit berupa kelompok kecil blister pada bibir dan gusi. Lesi ada selama dua sampai empat minggu, dapat sembuh dengan sendirinya. Penderita lupus eritematosus mendapatkan terapi imunosupresif sehingga menyebabkan lesi kambuh lebih sering yaitu hampir setiap bulan. Lesi non spesifik lainnya adalah Steven Jhonsons Syndrome (SJS). Penyakit ini merupakan komplikasi dari oral herpes yang jarang terjadi. Seperti herpes, SJS dipicu oleh obatobatan, yang tersering yaitu golongan sulfa. antikonvulsan, dan obat pain killer. Pada penderita ini terlihat ulser pada mata, mulut, hidung, genital, dn kulit biasanya dua sampai empat minggu setelah herpes sembuh. Lesi pada kulit disebut target karena adanya konfigurasi melingkar. Bila lesi ini bergabung sehingga terjadi erosi yang meluas penderita sebaiknya dirawat di rumah sakit. Lesi non spesifik lainnya berupa oral kandidiasis atau yang dikenal dengan thrush, yang menjadi komplikasi paling sering akibat penggunaan obat imunosupresif seperti kortikosteroid sistemik. Thrush terlihat sebagai plak putih-merah yang dapat ditemukan pada berbagai tempat di rongga mulut. Lesi biasanya asimtomatik, tetapi penderita mengeluhkan rasa terbakar dan kesulitan menelan. Lesi lain yang dapat ditemukan pada individu yang mendapat terapi imunosupresif adalah kanker pda mukosa seperti karsinoma sel skuamosa, yang mempengaruhi kulit, oral dan genital. Lesi yang ditemukan biasanya berupa plak putih (leukoplakia) atau plak merah (eritroplakia) pada daerah bukal atau lidah. e. Kelainan darah Anemia

Penyebab anemia dapat bermacam-macam yakni defisiensi nutrisi (zat besi, vit B12, dan asam folat). Defisiensi Zat Besi Defisiensi zat besi biasanya disebabkan oleh perdarahan kronis, terutama akibat haid pada wanita. Glositis atrofik serta keilitis angularis terjadi kira-kira 40 % kasus dan pada 15 % penderita anemia. Gambaran klinis glositis bervariasi mulai dari terjadinya penipisan papilla pada tepi lidah sampai terjadinya atrofi. Papilla filiformis dan fungiformis pada kasus yang parah. Di sini juga terjadi penipisan mukosa mulut secara meyeluruh sehingga pasien rentan terhadap stomatitis aptosa rekuren. Defisiensi vitamin B12 Defisiensi vitamin B12 akan terjadi glositis atrofik yang sakit. Penderita juga mengalami keilitis angularis atau stomatitis aptosa rekuren. Leukimia Leukimia adalah bentuk akut yang ditandai dengan perkembangan yang progresif dan gejala yang parah termasuk candidiasis, hipertrofi gingival, ulserasi dan infeksi herpes. f. Penyakit Mukokutaneus Mukosa mulut mempunyai banyak kesamaan struktur dengan kulit dan tidak mengherankan bahwa kondisi-kondisi yang mengenai kulit mempunyai manifestasi oral. Kelainan mukokutaneus bisa muncul pertama-tama di dalam mulut dan tindakan dini dapat mencegah keterlibatan kutaneus lebih lanjut. Lichen Planus Lichen planus merupakan penyakit mukokutaneus yang menyerang 0,5-2 % populasi di Inggris dengan insiden pada wanita sedikit lebih tinggi dari pria. Kira-kira sepertiga dari penderita lichen planus juga mempunyai lesi kutaneus tetapi biasanya akan hilang dengan sendirinya setelah 2-3 tahun, sementara lesi oral dapat bertahan bertahun-tahun.

Manifestasi oral dari lichen planus terdiri atas bercak-bercak putih yang dapat muncul di mana saja, seringkali muncul secara simetris atau bilateral. Gambaran klinis bervariasi dan paling sedikit ada bentuk retikuler, popular, mirip plak, atrofik, erosive dan (jarang) bulosa. Meskipun demikian, pemisahan yang tegas antara keenam bentuk itu sering sulit dilakukan dan pemeriksaan mukosa biasanya menunjukkan adanya lebih dari satu subtype. Reaksi Lichenoid Lesi dapat terjadi di mana saja di dalam mukosa mulut, tetapi berbeda dengan Lichen Planus, distribusinya asimetris dan biasanya menyerang palatum, walaupun secara klinis hal ini belum dapat dibuktikan. Berbagai obat, makanan, serta bahan tamblan mungkin berpengaruh pada terjadinya reaksi lichenoid pada mukosa. Eritema multiformis Kondisi inflamasi akut yang terbatas dikarakteristikkan oleh bermacam-macam lesi kutaneus, termasuk bulla, papulla, dan mapulla. Keterlibatan kulit secara klasik dideskripsikan sebagai cincin-cincin eritema konsentris yang dinamakan lesi target. Dapat menyerang mukosa mulut, mata serta genital baik berdiri sendiri maupun kombinasi dengan kulit. Lesi orofasial dari eritema multiformis terdiri atas bibir berkrusta darah serta ulserasi mulut yang menyebar luas serta sakit. Pemphigus vulgaris Tipe paling umum dari pemphigus intraoral biasanya terjadi antara usia 30 dan 50 tahun. Pemphigus vulgaris gambaran klinis yang paling mencolok adalah perkembangan cepat dari bulla multiple yang cenderung pecah dan meninggalkan erosi-erosi pada kulit dan membrane mukosa mulut. Lesi-lesi mukokutan dini terdiri atas bulla dan plak gelatine berair yang jernih dan berkilauan. Lesi cenderung kambuh pada daerah yang sama dan selanjutnya menyebar di daerah sekitarnya. Pemphigus dapat tampak sebagai sayatan epitel dengan lipatan-lipatan jaringan yang putih, ulkus aptosa atau traumatic atau pada keadaan yang melibatkan banyak daerah bibir, mukosa pipi, lidah, gusi palatum dan orofaring, suatu keadaan yang mirip eritema multiformis.

Lupus Eritematosus Lupus Eritematosus ada dalam 3 bentuk: yang pertama lupus eritematosus discoid kronis (CDLE) yang han ya mengenai kulit; lupus eritematosus sistemik (SLE) Yng mengenai banyak system organ; dan lupus eritematosus kutan subakut yaitu suatu varian kutan dengan gejala sistemis ringan. CDLE dapat timbul pada setiap usia tetapi terutama pada wanita di atas usia 40 tahun. Kadang-kadang CDLE timbul sebagai plak putih yang terpisah. Mukosa pipi adalah daerah intraoral yang paling sering terkena, diikuti oleh lidah, palatum dan gusi. Lesi-lesi ini dapat mnyerupai lichen planus, tetapi lesi pada telinga membantu menyingkirkan diagnosis lichen planus. 5. Anamnesis : tidak sembuh-sembuh, keluhan disertai sakit kepala dan nyeri Pemeriksaan intraoral : luka sebelah kanan belakang Diagnosis : pemphigus vulgaris Differensial diagnosis : lichen planus, lupus eritemtosus. 6. PEMPHIGUS VULGARIS Gambaran Klinis: Perkembangan cepat dari bulla multiple yang cenderung pecah dan meninggalkan erosi-erosi pada kulit dan membrane mukosa mulut. Jika ada keterlibatan sistemik, maka kelemahan parah dapat mengakibatkan kematian. Lesi-lesi mukokutan dini terdiri atas bulla atau plak gelatin berair yang jernih dan berkilauan. Bulla tersebut sangat rapuh dan mudah pecah, berdarah dan berkeropeng. Lesi cenderung kambuh pada daerah yang sama dan selanjutnya menyebar ke daerah-daerah sekitarnya. Pemphigus dapat tampak sebagai sayatan epitel dengan lipatan-lipatan jaringan yang putih, ulkus apthosa atau traumatic atau pada keadaan yang melibatkan banyak daerah bibir,mukosa pipi, lidah, gusi palatum, dan orofaring. Lesi tunggal seringkali mempunyai tepi membulat, sedangkan erosi yang luas pada mukosa pipi umumnya merah, kasar dan mempunyai tepi tak teratur yang difus. Perawatan:

Terapi pengobatan meliputi pemberian prednisole secara sistemis dengan dosis sampai 200 mg tiap harinya. Tekanan darah perlu dipantau secara teliti pada tahap awal dan obat antihipertensi mungkin dibutuhkan. Bila keadaan telah terkontrol dan tidak terbentuk lesi baru sementara lesi lama sudah sembuh, maka dosis steroid dikurangi sampai tingkat pemeliharaan. Obat-obatan seperti azathioprine atau cyclophosphamide mempunyai peranan penting dalam penatalaksanaan karena memungkinkan dosis steroid dikurangi LICHEN PLANUS Gambaran Klinis: Pada awalnya terdiri atas papula-papula kecil, puncaknya rata, merah dengan tengahnya berlekuk. Lesi tersebut dapat membesar dan bentuknya menjadi segi banyak atau bergabung menjadi plak yang lebih besar. Papula sedikit demi sedikit menjadi warna ungu dan lichenifikasi permukaan terdiri atas striae putih kecil. Lesi tersebut biasanya gatal dan dapat berubah warna menjadi kuning atau coklat sebelum menghilang. Lesi-lesi oral lichen planus mempunyai 1 dari 4 gambaran: atrofik, erosive, menyebar (retikuler) atau mirip plak.

Perawatan: Pada kasus yang bersimtom pengobatan awal yang diberikan adalah kumur-kumur dengan obat kumur mengandung antiseptic dikombinasikan dengan terapi steroid secara topical dalam bentuk pellet hidrokortison hemisuksinat (2,5 mg) atau betametason sodium fosfat (0,5 mg) yang dibiarkan larut di lesi tersebut 2-4 kali sehari Bentuk terapi steroid topical lainnya seperti sempprotan, obat kumur,, dan salep bermanfaat bagi penderita. Suntikan intralesi dengan triamcinolone juga sudah dicoba dengan hasil yang bervariasi.

Lupus Eritematous

Gambaran klinis: Ruam kupu-kupu kemerahan pada batang hidung. Lepuh makulopapular dengan daerah tengah yang atrofi dapat melibatkan bibir bawah, mukosa pipi, lidah dan palatum. Lesilesi intraoral secara tetap mempunyai garis-garis memancar merah dan putih yang berasal dari lesinya. Lesi tidak hilang bila digosok, tetapi nyeri pada saat palpasi. Perawatan: Steroid topical dan sistemik.

KESIMPULAN Nyeri adalah mekanisme protektif yang dimaksudkan untuk menimbulkan kesadaran bahwa telah atau akan terjadi kerusakan jaringan Lesi adalah diskontinuitas jaringan patologis atau traumatis atau hilangnya fungsi suatu bagian. Etiologi Luka dalam mulut o o o o o Merokok mengonsumsi minuman beralkohol HIV manifestasi penyakit sistemik bakteri

o o o Lesi pre

jamur pengguna obat-obatan menstruasi

You might also like