You are on page 1of 24

KEWAJIBAN BELAJAR-MENGAJAR DALAM AL-QURAN

KEWAJIBAN BELAJAR-MENGAJAR DALAM AL-QURAN


A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Manusia diciptakan Allah dengan berbagai potensi yang dimilikinya, tentu dengan alasan yang sangat tepat potensi itu harus ada pada diri manusia, sebagaimana sudah diketahui manusia diciptakan untuk menjadi khalifatullah fil ardh. Potensi yang dimiliki manusia tidak ada artinya kalau bukan karena bimbingan dan hidayah Allah yang terhidang di alam ini. Namun manusia tidak pula begitu saja mampu menelan mentah-mentah apa yang dia lihat, kecuali belajar dengan megerahkan segala tenaga yang dia miliki untuk dapat memahami tanda-tanda yang ada dalam kehidupannya. Tidak hanya itu, manusia setelah mengetahui wajib mengajarkan ilmunya agar fungsi kekhalifahan manusia tidak terhenti pada satu masa saja, Dan semua itu sudah diatur oleh Allah SWT. Menuntut ilmu merupakan kewajiban dan kebutuhan manusia. Tanpa ilmu manusia akan tersesat dari jalan kebenaran. Tanpa ilmu manusia tidak akan mampu merubah suatu peradaban. Bahkan dirinyapun tidak bisa menjadi lebih baik. 2. Rumusan Masalah a. Apa itu yang dimaksud dengan belajar dan mengajar. b. Mengapa menuntut ilmu (belajar) sebagai kewajiban. c. Kapan proses belajar berlangsung dan sampaikan kapan d. Bagaiamana kaitan hadis dengan kewajiban belajar mengajar 3. Tujuan Pembahasan Adapun tujuan penulisan ini adalah : a. ingin mengetahui apa yang dimaksud dengan belajar dan mengajar

b. ingin mengetahui mengapa menuntut ilmu itu suatu kewajiban bagi muslim laki-laki maupun perempuan. c. Ingin mengetahui kapan proses belajar maupun mengajar dimulai

d. Ingin menambah wawasan atau pengetahuan mengenai hal ini. B. Pengertian Belajar dan Mengajar Hampir semua ahli telah mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang Belajar. Seringkali pula perumusan dan tafsiran berbeda satu sama lain. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. (learning is defined as the modification or trengthening of behavior through experiencing). Menurut pengertian diatas, belajar adalah merupakan proses suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengiat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan. Ada juga yang mengatakan bahwa belajar adalah memperoleh pengetahuan, belajar adalah latihan-latihan pembentukan kebiasaan secara otomatis, dan seterusnya. Sedangkan pengertian mengajar lebih identik kepada proses mengarahkan seseorang agar lebih baik. Didalam ilmu pendidikan islam adalah setiap orang dewasa yang karena kewajiban agamanya bertanggung jawab atas pendidikan dirinya dan orang lain. Atau konsekuensi dari pada pengetahuan yang didapat.

C. Alasan menuntut ilmu (belajar). Menuntut ilmu merupakan kewajiban dan kebutuhan manusia. Tanpa ilmu manusia akan tersesat dari jalan kebenaran. Tanpa ilmu manusia tidak akan mampu merubah suatu peradaban. Bahkan dirinyapun tidak bisa menjadi lebih baik. Karena menuntut ilmu merupakan sesuatu yang sangat penting dan merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Dari urian tadi sudah menjadi keseharusan dalam menuntut ilmu. D. Awal Perintah Membaca Mengingat hal diatas sangat tepat jika wahyu pertama turun kepada nabi SAW mengisyaratkan tentang perintah membaca (menuntut ilmu). Yakni Surat Al-Alaq ayat 1

t,n=y{ %!$# y7n/u O$$/ &t%$#


Artinya Bacalah dengan (menyebut) nama tuhanmu yang menciptakan. Kata Iqra terambil dari kata kerja karaa yang pada mulanya berarti menghimpun. Apabila kita merangkai huruf kemudian mengucapkan rangkaian tersebut maka kita sudah menghimpunnya yakni membacanya.[1] Dengan demikinan, realisasi perintah tersebut tidak mengharuskan adanya suatu teks tertulis sebagai objek bacaan, tidak pula harus diucapkan sehingga terdengar oleh orang lain. Karena dalam kamus-kamus ditemukan aneka ragam arti dari kata tersebut adalah bisa menyampaikan, menelaah, membaca, meneliti, mendalami.[2] Syekh Abdul Halim Mahmud (mantan pemimpin tinggi Al-Azhar Mesir) sebagaimana dikutip Quraish Shihab dia menulis dalam bukunya al-Quran Fi Syahr alQuran: dengan kalimat iqra bismi Rabbika, al-Quran tidak hanya sekedar menyuruh membaca, tetapi membaca adalah lambang dari segala apa yang dilakukan oleh manusia, baik yang sifatnya aktif maupun pasif. Kalimat tersebut dalam pengertian dan semangatnya ingin menyatakan bacalah demi Tuhanmu, bergeraklah demi Tuhanmu, bekerjalah demi Tuhanmu . demikian juga ketika kita berhenti melakukan aktifitas hendaklah didasari pada Bismi rabbika sehingga akhirnya ayat itu berarti jadilah seluruh kehidupanmu, Wujudmu, dalam cara dan tujuanmu, kesemuanya demi karena Allah semata.[3] Adapun Asbabun Nuzul ayat ini adalah Dalam hadis sahih riwayat Bukhari dinyatakan bahkan Nabi SAW. datang ke gua Hira' suatu gua yang terletak di atas sebuah bukit di pinggir kota Mekah untuk berkhalwat beberapa malam. Kemudian sekembali beliau pulang mengambil bekal dari rumah istri beliau, Khadijah, datanglah jibril kepada beliau dan menyuruhnya membaca.

Nabi menjawab: "Aku tidak bisa membaca" Jibril merangkulnya sehingga Nabi merasa sesak nafas. Jibril melepaskannya; sambil berkata: "Bacalah". Nabi menjawab: "Aku tidak bisa membaca". Lalu. dirangkulnya lagi dan dilepaskannya sambil berkata: "Bacalah". Nabi menjawab: "Aku tidak bisa membaca" sehingga Nabi merasa payah, maka Jibril membacakan ayat 1 sampai ayat 5.

E. Peranan Akal dalam proses belajar Segala potensi yang dimiliki manusia sebagai jalan untuk mengetahui sesuatu baik berupa isyarat yang jelas (tampak) maupun yang tersembunyi yang hanya mampu ditangkap dengan indra yang abstrak merupakan cara Allah mendidik manusia.

Jelaslah alasan manusia menuntut ilmu (Belajar) tidak luput dari unsur wahyu ilahiyah, maka tidak pantas manusia sebagai penuntut ilmu melepaskan diri dari wahyu Ilahi Sebagai ayat-ayat Qauliyah. Karena petunjuk yang tidak akan ditemui di alam (ayat-ayat kauniyah Allah) hanya dapat ditemukan dalam al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW. Disini peranan akal sangat mempunyai otoritas yang sangat tinggi dalam proses belajar yakni menuntut ilmu. Karena akal adalah sebagai alat untuk menuntut ilmu, dan ilmu adalah alat untuk menghilangkan kesulitan manusia, maka didalam islampun memerintahkan manusia untuk menuntut ilmu, bukan saja ilmu agama, tetapi juga ilmu-ilmu lainnya. F. Waktu dan derajat atau kedudukan menuntut ilmu (belajar) Sebagai makhluk yang berakal, umat islam mempertahankan kemuliaannya diperintahkan untuk menuntut ilmu dalam waktu yang tidak terbatas selama hayat dikandung badan. Prinsip belajar selama hidup ini merupakan ajaran islam yang penting. Sabda Rasulullah SAW :

Artinya : Tuntutan ilmu itu sejak dari ayunan sampai keliang lahat (mulai dari kecil sampai mati). (H.R Ibn.Abd.Bar). Lebih tegas lagi, islam mewajibkan orang menuntut ilmu melalui sabda Nabi SAW :

Artinya : Menuntut ilmu itu adalah kewajiban atas setiap orang islam, laki-laki ataupun perempuan. (H.R. Bukhari dan Muslim). Sedangkan didalam Al-quran meraka yang berilmu dan tidak berilmu itu berbeda dalam pandangan islam.

Firman Allah :

w t%!$#ur tbqHs>t t%!$# qtGo @yd @% 3 =t79F{$# (#q9'r& .xtGt $yJR) 3 tbqJn=t
Artinnya : Katakanlah (ya Muhammad), tidaklah sama orang yang berilmu dan orang yang tidak berilmu! Sesungguhnya yang memilki akal pikiranlah yang dapat menerima pelajaran. (Q.S. 39 Ar-Zumar 9). Allah meninggikan derajat orang yang berilmu itu, Firmannya :

(#q?r& t%!$#ur N3ZB (#qZtB#u t%!$# !$# st ;My_uy zO=9$#


Artinya .(Allah)meniggikan derejat orang beriman dan berilmu pengetahuan itu.(Q.S. 58 Al-Mujadalah 11).(orang yang berilmu itu lebih tinggi beberapa derejat dari orang yang tidak berilmu). Karena sungguh dalam Islam mereka yang tekun mencari ilmu lebih dihargai daripada mereka yang beribadah sepanjang masa. Kelebihan ahli ilmu, al-alim daripada ahli ibadah, al- abid, adalah seperti kelebihan Muhammad atas orang Islam seluruhnya. Di kalangan kaum muslimin hadits ini sangat popular sehingga mereka memandang bahwa mencari ilmu merupakan bagian integral dari ibadah. Dalam Islam, nilai keutamaan dari pengetahuan keagamaan berikut penyebarannya tidak pernah diragukan lagi. Nabi menjamin bahwa orang yang berjuang dalam rangka menuntut ilmu akan diberikan banyak kemudahan oleh Tuhan menuju surga. Para pengikut atau murid Nabi telah berhasil meneruskan dan menerapkan ajaran tentang semangat menuntut dan mencari ilmu. Motivasi religius ini juga bisa ditemukan dalam tradisi Rihla. Suatu tradisi ulama yang disebut al-rihla fi talab al-ilm Suatu perjalanan dalam rangka mencari ilmuadalah bukti sedemikian besarnya rasa keingintahuan dikalangan para ulama. Rihla, tidak hanya merupakan tradisi ulama, tapi juga merupakan kebutuhan untuk menuntut ilmu dan mencari ilmu yang didorong oleh nilai-nilai religius. Hadits-hadits Nabi membuktikan suatu hubungan tertentu : Seseorang yang pergi mencari ilmu dijalan Allah hingga ia kembali, ia memeperoleh pahala seperti orang yang berperang menegakkan agama. Para malaikat membentangkan sayap kepadanya dan semua makhluk berdoa untuknya termasuk ikan dan air.

Islam secara mutlaq mendorong para pengikutnya untuk menuntut ilmu sejauh mungkin, bahkan sampai ke negeri Cina. Nabi menyatakan bahwa jauhnya letak suatu Negara tidaklah menjadi masalah, sebagai ilustrasi unik terhadap kemuliaan nilai ilmu pengetahuan.[4] Siapaun sepakat hadits Nabi yang berbunyi Utlub al ilm walau kana bi alshin, menekankan betapa pentingnya mencari ilmu lebih-lebih ilmu agama yang dikategorikan Imam Ghozali sebagai fardlu ain.[5] Disamping Hadits Nabi yang berkenaan dengan al- shin nabi juga menyinggung tentang al-yahud yang mana dikisahkan bahwa Nabi menyuruh sekretarisnya untuk mempelajari kitab al-Yahud sebagai proteksi diri dari penipuan kaum yahudi. Dari kedua hadits tersebut diungkapkan untuk memberi penekananan bahwa terdapat hubungan simbiosis antara ilmu pengetahuan dan dengan kemajuan serta ketahanan peradapan Islam. Menurut Nabi , tinta para pelajar nilainya setara dengan darah para syuhada pada hari pembalasan.

G. Orang-orang yang terpilih dalam proses belajar mengajar Dalam hal ini, para pelaku dalam proses belajar mengajar, yaitu guru dan murid dipandang sebagai orang-orang terpilih dalam masyarakat yang telah termotivasi secara kuat oleh agama untuk mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan mereka. hal ini sejalan dengan ayat al-Quran surat al-Taubah ayat 122 yang artinya berbunyi :

wqn=s 4 Zp!$2 (#rYu9 tbqZBsJ9$# c%x. $tBur * (#qg)xtGuj9 px!$s Nk]iB 7ps% e@. `B txtR Nks9) (#qy_u #s) OgtBqs% (#rY9ur `e$!$# crxts Og=ys9
Artinya : Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya ( Q.S. AlTaubah: 122)

Penjelasan

Ada dua versi yang kami temukan yaitu pada tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab dan tafsir Al-Maraghi Karya Ahmad Musthafa Al-Maraghi.

Yang pertama mari kita lihat penjelasan yang kami dapatkan dari tafsir Al-Misbah.

Ayat itu menuntun kaum muslimin untuk membagi tugas dengan menegaskan bahwa Tidak sepatutnya bagi orang-orang mumin yang selama ini dianjurkan agar bergegas menuju medan perang pergi semua ke medan perang sehingga tidak tersisa lagi yang melaksanakan tugas yang lain. Jika memang ada panggilan yang bersifat mobilisasi umum maka mengapa tidak pergi dari setiap golongan, yakni kelompok besar diantara mereka beberapa orang dari golongan itu untuk bersungguh-sungguh memperdalam pengetahuan tentang agama sehingga mereka dapat memperoleh manfaat untuk diri mereka dan orang lain dan juga untuk memberi peringatan kepada kaum merka yang menjadi anggota yang di tugaskan oleh Rasulullah SAW. Terbaca di atas bahwa yang dimaksud dengan orang yang memperdalam pengetahuan demikian juga yang memberi peringatan adalah mereka yang tinggal bersama Rasulullah SAW. Ini adalah pendapat mayoritas ulama.

Ayat ini mengggaris bawahi terlebih dahulu motivasi bertafaqquh/ memperdalam pengetahuan bagi mereka yang dianjurkan keluar sedang motivasi utama mereka yang berperang bukanlah tafaqquh. Yang kedua kita lihat menurut tafsir Al-Maraghi.

Ayat ini menerangkan kelengkapan dari hukum-hukum yang menyangkut perjuangan yakni hukum mencari ilmu dan mendalami agama. Artinya bahwa pendalaman ilmu agama itu merupakan cara berjuang dengan menggunakan hujjah dan penyampaian bukti-bukti dan juga merupakan rukun terpenting dalam menyeru kepada iman dan menegakan sendi-sendi Islam. Karena perjuangan yang menggunakan pedang itu sendiri tidak di syaratkan kecuali untuk jadi benteng dan pagar dari dawah tersebut agar jangan dipermainkan oleh tangan-tangan ceroboh dari orang-orang kair dan munafik. Berdasarkan dua penafsiran bahwa kami dari penulis makalah cenderung kepada tafsir Al-Maraghi bahwa pendalaman ilmu agama itu merupakan cara berjuang dengan menggunakan hujjah dan penyampaian bukti-bukti dan juga merupakan rukun terpenting dalam menyeru kepada iman dan menegakan sendi-sendi Islam. Karena perjuangan yang menggunakan pedang itu sendiri tidak di syaratkan kecuali untuk jadi benteng dan pagar dari dawah tersebut agar jangan dipermainkan oleh tangan-tangan ceroboh dari orang-orang kafir dan munafik. Karena kebaikan menuntut ilmu dan mengajarkannya sama pahalanya disisi Allah dengan jihad. Barang siapa yang memberi contoh kebaikan , kemudian kebaikan itu

dicontoh oleh orang lain, maka dia akan mendapat kebaikan yang sama dengan orang yang melakukan tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang melakukannya, begitu juga sebaliknya. Demikian ungkapan yang sementara dianggap dari Rasulullah SAW.

D. Penutup 1. Kesimpulan Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman agar lebih baik. Oleh karena itu proses belajar atau menuntut ilmu merupakan sesuatu yang sangat penting dan merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang harus benar-benar dilaksanakan, tentunya dalam hal ini ada kaitannya dengan membaca maupun mengamati baik itu yang berbaur Agama maupun ilmu-ilmu umum. Sebagai makhluk yang berakal, umat islam mempertahankan kemuliaannya diperintahkan untuk menuntut ilmu dalam waktu yang tidak terbatas selama hayat masih dikandung badan 2. Saran Dari uraian diatas penulis dapat memberikan saran kepada pembaca khususnya untuk penulis sendiri. a. Mengingat belajar mengajar adalah suatu keharusann dilakukan oleh seorang muslim dalam rangka memanfaatkan potensi akal yang diberikan Allah SWT maka isilah akal itu dengan pengetahuan Al-Quran (Agama) agar bisa tertujunya tujuan insane kamil. b. Dengan semakin banyak belajar atau mengkaji dan mendalami ayat-ayat Allah Baik Qauliyah maupun Qaauniayah, akan semakin membuka peluan terciptanya ilmu-ilmu baru dan peradaban baru yang lebih baik. c. Mengingat orang yang menuntut ilmu lalu mengajarkannya memiliki kedudukan yang sama dengan kebaikan orang yang jihad di perang melawan orang-orang kafir. Maka hal ini bisa digunakan sebagai motivasi dalam meraih kehidupan yang lebih baik diakherat kelak. E. DAFTAR PUSTAKA Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. 1993. Terjemah Tafsir Al-Maraghi Vol 30 hal. 346-349. CV. Toha Putra : Semarang. _______________________. 1981. Terjemah Tafsir Al-Maraghi Vol hal.. CV. Toha Putra : Semarang.

_______________________. 1993. Terjemah Tafsir Al-Maraghi Vol 5 hal. 83. CV. Toha Putra : Semarang. Ash-Shiddieqy, Hasbi. 1969. Tafsir Al-Quran Juz IV hal. 157-159. Bulan Bintang. Jakarta. Prof.H. Mahmud Junus. Tarjamah Al-Quran Al-Karim. Bandung. PT. alMaarif. 1997. Cet 12. hlm.360. Shihab, M. Quaisy. 2003. Tafsir al-Misbah hlm. 794. Lentera Hati : Jakarta. _______________. 2003. Tafsir al-Misbah. Lentera Hati : Jakarta. Http://alakaycisero.Multiply.com/journal/Item/37 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, Dan Keserasian AlQuran, lentera Hati, 2002. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, Bandung ; Mizan , 2000 Al-Imam Abul Fida Ismail Ibnu Kasir, Tafsir Ibnu Kasir, Bandung, Sinar Baru Algensindo,2009 Abdurrahman Masud. M.A.Ph.D, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik, Yogyakarta, Gema Media, 2002, Hamalik Oemar. Kurikulum dan pembelajaran,Jakarta : Bumi Aksara, 2008 Ramayulis, Ilmu Pendidikan islam, Jakarta : Kalam Mulia, 2002. Darajat, Zakiah, Ilmu pendidikan islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2006.

Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, Dan Keserasian Al-Quran, (: lentera Hati, 2002. Volume 15) hal 392 [2] Ibid hal 393 [3] Ibid hal 394 [4] [4] Abdurrahman Masud. M.A.Ph.D, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik, Yogyakarta, Gema Media, 2002,hlm 24-27. [5] Ibid. hlm 74
[1]

ILMU DAN KEUTAMAANNYA


Category: Manhaj, Tags: belajar, ilmu, keutamaan ilmu, Manhaj, menuntut ilmu, ulama

Kebodohan adalah salah satu sebab utama seseorang terjerumus ke dalam kemaksiatan dan kefasikan, bahkan ke dalam kemusyrikan atau kekafiran. Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: Kebaikan anak Adam adalah dengan iman dan amal shalih, dan tidaklah mengeluarkan mereka dari kebaikan, kecuali dua perkara: Pertama: Kebodohan, kebalikan dari ilmu, sehingga orang-orangnya akan menjadi sesat. Kedua: Mengikuti hawa-nafsu dan syahwat, yang keduanya ada di dalam jiwa. Sehingga orang-orang akan mengikuti hawa-nafsu dan dimurkai (oleh Allah). (Majmu Fatawa 15/242) Demikian juga orang-orang yang beribadah kepada Allah dengan kebodohan, maka sesungguhnya mereka lebih banyak merusak daripada membangun! Sebagaimana dikatakan oleh sebagian Salafush Shalih:


Barangsiapa beribadah kepada Allah dengan kebodohan, dia telah membuat kerusakan lebih banyak daripada membuat kebaikan. (Majmu Fatawa 25/281) KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU Oleh karena bahaya penyakit kebodohan yang begitu besar, maka agama memberikan resep obat untuk menghilangkan penyakit tersebut. Yaitu mewajibkan para pemeluknya untuk menuntut ilmu. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

Menuntut ilmu merupakan kewajiban atas setiap muslim. [HR. Ibnu Majah, no:224, dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani di dalam Shahih Ibni Majah] Demikian juga Alloh Taala memerintahkan kepada umat untuk bertanya kepada ulama mereka. Firman Alloh:


Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui. (QS. 21:7) YANG DIMAKSUD DENGAN ILMU Yang dimaksudkan ilmu di sini adalah ilmu syari, ilmu yang diwahyukan Allah kepada Rasul-Nya, dan diwariskan kepada para ulama pewaris para Nabi. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:


Barangsiapa meniti satu jalan untuk mencari ilmu, niscaya dengan hal itu- Allah jalankan dia di atas jalan di antara jalan-jalan sorga. Dan sesungguhnya para malaikat membentangkan sayap-sayap mereka karena ridha terhadap thalibul ilmi (pencari ilmu agama). Dan sesungguhnya seorang alim itu dimintakan ampun oleh siapa saja yang ada di langit dan di bumi, dan oleh ikan-ikan di dalam air. Dan sesungguhnya keutamaan seorang alim atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan purnama daripada seluruh bintang-bintang. Dan sesungguhnya para ulama itu pewaris para Nabi. Para Nabi itu tidak mewariskan dinar dan dirham, tetapi mewariskan ilmu. Baramngsiapa yang mengambilnya maka dia telah mengambil bagian yang banyak. [HR. Abu Dawud no:3641, dan ini lafazhnya; Tirmidzi no:3641; Ibnu Majah no: 223; Ahmad 4/196; Darimi no: 1/98. Dihasankan Syeikh Salim AlHilali di dalam Bahjatun Nazhirin 2/470, hadits no: 1388] Marilah kita perhatikan hadits yang agung ini. Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjelaskan keutamaan menuntut ilmu pada awal kalimat, dan keutamaan alim (orang yang berilmu) pada pertengahan kalimat, lalu pada akhir kalimat beliau n menjelaskan bahwa ilmu yang dimaksudkan adalah ilmu yang diwariskan para Nabi, yaitu ilmu agama yang haq! Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata: Telah diketahui bahwa ilmu yang diwariskan oleh para Nabi adalah ilmu syariat Allah Azza wa Jalla, bukan lainnya. Sehinga para Nabi tidaklah mewariskan ilmu tekhnologi dan yang berkaitan dengannya kepada manusia. [Kitabul ilmi, hal: 11, karya Syeikh Al-Utsaimin] Ini bukan berarti bahwa ilmu dunia itu terlarang atau tidak berfaedah. Bahkan ilmu dunia yang dibutuhkan oleh umat juga perlu dipelajari dengan niat yang baik.

Beliau juga berkata: Yang kami maksudkan adalah ilmu syari, yaitu: ilmu yang yang diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya, yang berupa penjelasan-penjelasan dan petunjuk. Maka ilmu yang mendapatkan pujian dan sanjungan hanyalah ilmu wahyu, ilmu yang diturunkan oleh Allah. [Kitabul ilmi, hal: 11, karya Syeikh Al-Utsaimin] Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga bersabda:


Semoga Allah mengelokkan wajah seseorang yang telah mendengar perkataanku, lalu dia menyampaikannya. Terkadang orang yang membawa fiqih (ilmu; pemahaman; hadits Nabi) bukanlah ahli fiqih. Terkadang orang yang membawa fiqih membawa kepada orang yang lebih fiqih (faham) darinya. [HR. Ibnu Majah no:230, dan ini lafazhnya; Ahmad 5/183; Abu Dawud no: 3660; dan lainnya] Imam Ibnu Abdil Barr rahimahullah berkata: Beliau n menamakan perkataan beliau dengan nama ilmu, bagi orang yang merenungkan dan memahaminya. [Jami Bayanil Ilmi Wa Fadhlihi] Oleh karena itulah wahai saudara-saudaraku yang tercinta, istilah ilmu tidaklah dikehendaki oleh Allah dan Rasul-Nya kecuali terhadap ayat-ayat Al-Quran, sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, atau kesepakatan seluruh umat terhadap suatu perkara yang menghilangkan perselisihan, dan apa-apa yang dapat mendekatkan kepadanya. [Diambil dari perkataan Syeikh Salim Al-Hilali di dalam kitab Bahjatun Nazhirin 2/461] Inilah kewajiban kita, kaum muslimin, baik terpelajar atau awam. Kita wajib mengetahui dan memahami apa-apa yang diperintahkan oleh Allah dan apa-apa yang Dia larang. KEUTAMAAN MENUNTUT ILMU Sesungguhnya keutamaan menuntut ilmu sangat banyak, di sini cukuplah kami sebutkan beberapa faedah dari hadits di atas yang telah kami sampaikan:
1. Allah memudahkan jalan ke sorga bagi orang yang menuntut ilmu. 2. Malaikat membentangkan sayap-sayap mereka karena ridha terhadap thalibul ilmi. 3. Seorang alim dimintakan ampun oleh siapa saja yang ada di langit dan di bumi, dan oleh ikan-ikan di dalam air. 4. Keutamaan seorang alim atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan purnama daripada seluruh bintang-bintang. 5. Para ulama itu pewaris para Nabi.

Semoga Alloh memberikan semangat kepada kita semua untuk menuntut ilmu agama dan mengamalkannya, sehingga meraih kesuksesan di dunia dan akhirat.

Beberapa hikmah menuntut ilmu (agama) lainnya adalah: 1. Berada di jalan Allah Barang siapa yang keluar rumah untuk menuntut ilmu, berarti dia berada di jalan Allah hingga pulang (HR Turmudzi) 2. Mendapatkan pahala yang mengalir terus menerus Jika anak adam meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecualai 3 hal, yaitu shadaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, anak shaleh yang selalu mendoakan orang tuanya.(HR Muslim) 3. Agar tidak terlaknat Dunia dan seisinya terlaknat, kecuali yang memanfaatkannya demi kepentingan dzikrullah dan yang serupa dengan itu, para ulama dan orang-orang yang menuntut ilmu (HR Turmudzi) 4. Ditinggikan derajatnya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. 5. Dimudahkan jalan menuju surga Barang siapa menempuh jalan untuk menentut ilmu agama, pasti Allah membuat mudah baginya jalan menuju surga (HR Muslim) Karena itu, dengan menuntut ilmu semoga kita menjadi orang baik, tetap berada di jalan Allah, memiliki pahala yang terus mengalir meskipun sepeninggal kita, tidak terlaknat, ditinggikan derajatnya dan dimudahkan Allah menuju surga. Amin Wassalam,

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Islam diturunkan sebagai rahmatan lil alamin. Untuk itu, maka diutuslah Rasulullah SAW untuk memperbaiki manusia melalui pendidikan. Pendidikanlah yang mengantarkan manusia pada derajat yang tinggi, yaitu orang-orang yang berilmu. Ilmu yang dipandu dengan keimanan inilah yang mampu melanjutkan warisan berharga berupa ketaqwaan kepada Allah SWT. Dengan pendidikan yang baik, tentu akhlak manusia pun juga akan lebih baik. Tapi kenyataan dalam hidup ini, banyak orang yang menggunakan akal dan kepintaraannya untuk maksiat. Banyak orang yang pintar dan berpendidikan justru akhlaknya lebih buruk dibanding dengan orang yang tak pernah sekolah. Hal itu terjadi karena ketidakseimbangannya ilmu dunia dan akhirat. Ilmu pengetahuan dunia rasanya kurang kalau belum dilengkapi dengan ilmu agama atau akhirat. Orang yang berpengetahuan luas tapi tidak tersentuh ilmu agama sama sekali, maka dia akan sangat mudah terkena bujuk rayu syaitan untuk merusak bumi, bahkan merusak sesama manusia dengan berbagai tindak kejahatan. Disinilah alasan mengapa ilmu agama sangat penting dan hendaknya diajarkan sejak kecil. Kalau bisa, ilmu agama ini lebih dulu diajarkan kepada anak sebelum anak tersebut menerima ilmu dunia. Kebodohan adalah salah satu faktor yang menghalangi masuknya cahaya Islam. Oleh karena itu, manusia membutuhkan terapi agar menjadi makhluk yang mulia dan dimuliakan oleh Allah SWT.

B. RUMUSAN MASALAH 1. Hadist-hadist menuntut ilmu 2. Asbabul wurud 3. Hukum dari menuntut ilmu

C. TUJUAN

1. 2. 3.

Memahami isi kandungan hadist-hadist menuntut ilmu Mengetahui Asbabul Wuruud Pndapat Hadits ulama

BAB II PEMBAHASAN
A. Hadist-hadist menuntut ilmu[1]

) (
Hadits 1 Dari Abi Darda dia berkata :Aku mendengar Rasulullah saw bersabda : Barang siapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka mencari ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga, dan sesungguhnya para malaikat membentangkan sayapnya karena ridla (rela) terhadap orang yang mencari ilmu. Dan sesungguhnya orang yang mencali ilmu akan memintakan bagi mereka siapa-siapa yang ada di langit dan di bumi bahkan ikan-ikan yang ada di air. Dan sesungguhnya keutamaan orang yang berilmu atas orang yang ahli ibadah seperti keutamaan (cahaya) bulan purnama atas seluruh cahaya bintang. Sesungguhnya para ulama itu adalah pewaris para Nabi, sesugguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, akan tetapi mereka mewariskan ilmu, maka barang siapa yang mengambil bagian untuk mencari ilmu, maka dia sudah mengambil bagian yang besar (H.R.Ahmad, Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibnu Majjah).[2] Hadits 2

) (
Dari Anas bin Malik berkata, telah bersabda Rasulullah saw : barangsiapa keluar (pergi) untuk mencari ilmu maka ia berada di jalan Allah sehingga kembali (HR.Tirmidzi).[3] Hadits 3

( )
Telah bersabda Rasulullah saw : Jadilah engkau orang yang berilmu (pandai), atau orang yang belajar, atau orang yang mau mendengarkan ilmu, atau orang yang menyukai ilmu. Dan janganlah engkau menjadi orang yang kelima maka kamu akan celaka (HR.Baehaqi)[4]

Kandungan Hadits Mencari Ilmu[5] Untuk memperoleh kesuksesan atau kebahagian baik di dunia maupun di akhirat bahkan keduaduanya harus mempergunakan alat, alat untuk mencapai kesuksesan itu adalah ilmu. Ilmu ibarat cahaya yang mampu menerangi jalan seseorang untuk mewujudkan segala citacitanya, sementara kebodohan akan membawa seseorang kepada kemadlaratan atau kesengsaraan yang membelenggu hidupnya. Dalam hadits yang pertama Rasulullah saw menjelaskan : 1) Allah akan memberikan berbagai kemudahan kepada para pencari ilmu, seperti kemudahan bergaul, kemudahan mendapatkan pekerjaan, termasuk kemudahan untuk menuju surga. 2) Para malaikat akan memberikan perlindungan kepada para pencari ilmu dengan cara meletakkan sayapnya sebagai bukti kerelaan mereka terhadap apa yang dilakukan oleh para pencari ilmu. 3) Aktivitas pencarian ilmu adalah aktivitas yang sangat mulia, sehingga kepada para pencari ilmu semua makhluk Allah baik yang ada di langit maupun di bumi bahkan ikanikan yang ada di dalam air akan memberikan berbagai bantuan, mereka semua ikut mendoakan agar orang yang mencari ilmu selalu mendapatkan ampunan dari Allah SWT. 4) Allah memberikan keuatamaan kepada para pencari ilmu melebihi keutamaan yang diberikan kepada para ahli ibadah, ibarat cahaya bulan purnama yang mampu mengalahkan cahaya seluruh bintang. 5) Para ulama (orang yang berilmu dan selalu menjadi pencari ilmu) adalah pewaris para Nabi, merekalah yang akan meneruskan para nabi dalam menegakan kebenaran dan memerangi kezaliman dengan menyebarkan ilmu yang diterimanya dari nabi kepada orang-orang yang ada di sekitarnya. Semua nabi tidaklah mewariskan harta benda untuk umatnya melainkan mewariskan ilmu untuk kemaslahatan ummatnya. Oleh karena itu siapapun yang berusaha menuntut ilmu dan berhasil menguasainya, maka dia telah berhasil mendapatkan bagian yang sangat besar sebagai modal untuk menghadap Allah swt. Dalam hadits yang kedua Rasulullah menegaskan bahwa menuntut ilmu itu dinilai sebagai berjuang di jalan Allah, sehingga barang siapa yang mencari ilmu dengan sungguh-sungguh dia akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda bahkan bila sesorang meninggal dunia saat mencari ilmu dia akan mendapatkan surganya Allah karena dinilai sama dengan mati syahid.

Sementara dalam Hadits ketiga Rasulullah menganjurkan agar umat Islam (kaum muslimin) mau menjadi orang yang : 1) Berilmu (pandai), sehingga dengan ilmu yang dimiliki seorang muslim bisa mengajarkan ilmu yang dimilikinya kepada orang-orang yang ada disekitarnya. Dan dengan demikian kebodohan yang ada dilingkungannya bisa terkikis habis dan berubah menjadi masyarakat yang beradab dan memiliki wawasan yang luas. 2) Jika tidak bisa menjadi orang pandai yang mengajarkan ilmunya kepada umat manusia, jadilah sebagai orang yang mau belajar dari lingkungan sekitar dan dari orang orang pandai 3) Jika tidak bisa menjadi orang yang belajar, jadilah sebagai orang yang mau mendengarkan ilmu pengetahuan. Setidaknya jika kita mau mendengarkan ilmu pengetahun kita bisa mengambil hikmah dari apa yang kita dengar. 4) Jika menjadi pendengar juga masih tidak bisa, maka jadilah sebagai orang yang menyukai ilmu pengetahun, diantaranya dengan cara membantu dan memuliaka orang-orang yang berilmu, memfasilitasi aktivitas keilmuan seperti menyediakan tempat untuk pelaksanaan pengajian dan lain-lain. 5) Janganlah menjadi orang yang kelima, yaitu yang tidak berilmu, tidak belajar, tidak mau mendengar, dan tidak menyukai ilmu. Jika diantara kita memilih yang kelima ini akan menjadi orang yang celaka. B. Hadist tentang keistimewaan dan keutamaan menuntut ilmu Ilmu merupakan sebuah hal yang sangat berharga bagi setiap orang. Demikian juga halnya dalam agama yang mulia ini, ilmu memiliki kedudukan yang amat tinggi, dalam Al Quran Allah Subhanahu wa Taala,


Artinya : Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan dan orangorang yang diberi pengetahuan beberapa derajat. (QS.Al-Mujadilah : 11)[6] Menurut penafsir terkenal M.Quraish Shihab, yang dimaksud dengan yang diberi ilmu pengetahuan adalah mereka yang beriman dan menghiasi diri dengan mereka dengan pengetahuan[7]. Dari pengertian tersebut diartikan bahwa kaum beriman dibagi menjadi 2 kelompok besar, yang pertama sekedar beriman dan beramal shalih, dan yang kedua beriman dan beramal shaleh dan memiliki pengetahuan. Maka dari golongan kedua itulah yang mempunyai derajat lebih tinggi, Karena tidak hanya beriman dan beramal shaleh tetapi juga memiliki ilmu pengetahuan yang disandangnya.

Dalam hal ini dijelaskan pula dalam hadist mengenai keistimewaan yang akan didapatkan oleh orang yang menuntut ilmu, diantaranya adalah : ) ( Abu Hurairah ra. Berkata bahwa rasulullah saw bersabda : Barang siapa yang menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu pengetahuan, maka Allah akan memudahkan baginya jalan itu ke surga.HR.Muslim[8] Hadist ini menjelaskan mengenai keistimewaan bagi orang-orang yang menuntut ilmu pengetahuan. Dengan memiliki ilmu pengetahuan, maka kita bisa mengetahui tentang perkembangan ilmu maupun teknologi sesuai dengan perkembangan zaman. Dalam hal ini Allah akan memudahkan jalan menuju ke surga bagi orang-orang yang berilmu, akan tetapi dengan syarat orang yang berilmu itu juga mau beriman kepada Allah. Allah juga memberikan keistimewaaan bagi orang yang berilmu yang mau mengamalkan ilmunya kepada orang lain, maka orang tersebut akan diberi pahala sebanyak pahala orang-orang yang telah diajari olehnya. Sebagaimana telah disebutkan dalam hadist di bawah ini :

) (
Abu Hurairah ra. Berkata bahwa Rasulullah saw bersabda :Barangsiapa yang mengajak orang kepada suatu jalan yang baik, maka ia mendapat pahala sebanyak pahala pengikutnya dengan tiada mengurangi sedikitpun dari pahala mereka sendiri. Sebaliknya, barang siapa mengajak kepada kesesatan, maka ia akan mendapat dosa sebanyak yang diperoleh orangorang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun."HR. Muslim.[9] Mengenai belajar dan mengajar, Muadz bin Jabal mengatakan : Pelajarilah ilmu, sebab mencari ilmu karena Allah adalah kebaikan, menuntunnya adalah ibadah, mempelajarinya adalah tasbih, mengkajinya adalah jihad, mengajarkannya adalah sedekah dan membelanjakan hartanya kepada ahlinya adalah kedekatakan (qurbah). Ia adalah teman yang menghibur dalam kesendirian, sahabat dalam kesepian, petunjuk dalam suka dan duka, pembantu di sisi sahabat karib, teman di sisi kawan dan penerang jalan surga. Dengannya

allah menjadikan seorang pemimpin. Ilmu adalah pemimpin dan pengamalan adalah pengikutnya. Ilmu di ilhamkan kepada orang-orang yang berbahagia dan diharamkan bagi orang yang celaka.[10] Dari segi akal, jelaslah bahwa ilmu itu sesuatu yang utama, karena dengan ilmu manusia sampai kepada Allah SWT dan menjadi dekat dengan-Nya. Ia pun memperoleh kebahagiaan abadi dan kenikmatan yang kekal. Ilmu menimbulkan kemuliaan di dunia dan di akhirat. Dunia adalah tanaman akhirat, maka orang alim dengan ilmunya menanam bagi dirinya kebahagiaan abadi dengan mendidik akhlaknya dengan tuntutan ilmu. Barangkali pula dengan pengajaran ia menanamkan kebahagiaan abadi, karena ia mendidik akhlak orang lain dan menyeru mereka kepada perbuatan yang yang mendekatkan mereka kepada Allah Taala.[11] Dijelaskan dalam al quran surah An Nahl ayat 125:

)
Artinya: Serulah(manusia) kepada Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik.(QS. An Nahl: 125)[12] Menurut tafsir Al-Jalaalayn Serulah (manusia, wahai Muhammad) ke jalan RabbMu(agamanya) dengan hikmah (Alquran) dan nasihat yang baik dan debatlah mereka dengan debat yang baik ( debat yang menyeru manusia kepada Allah dengan Al-Quran). Sesungguhnya Tuhan-mu yang maha mengetahui semuanya.[13]

C. Hukum Menuntut Ilmu Apabila kita memperhatikan isi Al-Quran dan Al-Hadist, maka terdapatlah beberapa suruhan yang mewajibkan bagi setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan, untuk menuntut ilmu, agar mereka tergolong menjadi umat yang cerdas, jauh dari kabut kejahilan dan kebodohan. Menuntut ilmu artinya berusaha menghasilkan segala ilmu, baik dengan jalan menanya, melihat atau mendengar.[14] Perintah kewajiban menuntut ilmu terdapat dalam Hadist Nabi Muhammad saw :

) (
Menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap orang Islam (Riwayat Ibnu Majah, Al-Baihaqi, Ibnu Abdil Barr, dan Ibnu Adi, dari Anas bin Malik)[15]

Akan tetapi Hukum wajib menuntut ilmu itu adakalanya wajib 'ain dan adakalnya wajib kifayah. Ilmu yang hukumnya wajib kifayah ialah ilmu-ilmu yang hanya menjadi pelengkap, misalnya ilmu tafsir, ilmu hadist dan sebagainya. Ilmu yang hukumnya wajib 'ain ialah ilmu yang mempelajari tentang shalat, puasa, zakat dan haji. Dari hadist ini kita memperoleh pengertian, bahwa Islam mewajibkan pemeluknya agar menjadi orang yang berilmu, berpengetahuan, mengetahui segala kemashlahatan dan jalan kemanfaatan; mengetahui hakikat alam, dapat meninjau dan menganalisa segala pengalaman yang didapati oleh umat pada zaman nabi, baik yang berhubungan dangan 'aqaid dan ibadat, baik yang berhubungan dengan soal-soal keduniaan dan segala kebutuhan hidup. Nabi Muhammad saw. bersabda:

( )
Artinya : "Barang siapa menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmunya ; dan barang siapa yang ingin (selamat dan berbahagia) diakhirat, wajiblah ia mengetahui ilmunya pula; dan barangsiapa yang meginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula". (HR.Bukhari dan Muslim)[16] Dalam islam juga dijelaskan, bahwasanya salah satu hal yang tidak akan terputus ketika kita sudah meninggal dunia adalah memiliki ilmu yang bermanafaat. Oleh karena itu dalam islam mewajibkan umat muslim untuk mencari ilmu. Dari Abu Hurairah ra. Bahwa Rasulullah Saw bersabda:

: ) (
Apabila anak Adam telah meninggal dunia, maka putuslah segala (pahala) amal perbuatannya, kecuali pahala dari tiga hal: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shaleh yang mendoakan. (HR.Muslim)[17] Dijelaskan pula dalam hadist, sebagai berikut ;

( )
Tuntutlah ilmu dan belajarlah (untuk ilmu) ketenangan dan kehormatan diri, dan bersikaplah rendah hati kepada orang yang mengajar kamu. (HR. Al-Thabrani)[18]

Maksud dari hadist di atas adalah kita disuruh untuk mencari ilmu dengan sikap yang baik dan sopan terhadap orang yang mengajar kita. Agar ilmu yang kita dapatkan akan mudah dimengerti dan bisa bermanfaat.

BAB III PENUTUP


Demikian makalah hadist tentang ilmu pengetahuan yang telah saya buat, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.

A. Kesimpulan Islam mewajibkan kita menuntut ilmu-ilmu dunia yang memberi manfaat dan berguna untuk menuntut kita dalam hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan kita di dunia, agar tiap-tiap muslim jangan picik ; dan agar setiap muslim dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan yang dapat membawa kemajuan bagi penghuni dunia ini dalam batas-batas yang diridhai Allah swt. Rasulullah Saw., bersabda:


Menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap orang Islam (Riwayat Ibnu Majah, AlBaihaqi, Ibnu Abdil Barr, dan Ibnu Adi, dari Anas bin Malik) B. Saran

Bagi para pembaca diharapkan dapat memanfaatkan makalah yang telah saya buat ini dengan sebaik mungkin.

[1] Pendidikan Agama Islam SMP Kelas IX Semester 1 [2] Pendidikan Agama Islam SMP Kelas IX Semester 1 [3] Dr. Muhammad Faiz Almath, 1100 Hadist Terpilih, Gema Insani Press, Jakarta: 2003 [4] Pendidikan Agama Islam SMP Kelas IX Semester 1 [5] Pendidikan Agama Islam SMP Kelas IX Semester 1

[6] PROF.R.H.A. Soenarjo S.H, Al-Quran dan Terjemahnya juz 1-30: PT Kumodasmoro Grafindo Semarang, 1994. [7] M.Quraisy Shihab, Tafsir Al misbah; pesan, kesan dan keserasian Al-Quran vol 14, hal 79, Lentera Hati :Jakarta,2002.

[8] Abu Fajar Alqalami dan Abd Wahid Albanjari, Terjemah Riyadushalihin, hal 166, Gitamedia Press, Jakarta:2004 [9] Abu Fajar Alqalami dan Abd Wahid Albanjari, Terjemah Riyadushalihin, hal 167, Gitamedia Press, Jakarta:2004

[10] Al Ghazali, Mutiara Ihya Ulummuddin, hal 25-26, Mizan Media Utama, Bandung: 2003

[11] Imam Ghazali, Mukhtasyar Ihya Ulumuddin, hal 4-5, Pustaka Amani,Jakarta: 2007 [12] PROF.R.H.A. Soenarjo S.H, Al-Quran dan Terjemahnya juz 1-30: PT Kumodasmoro Grafindo Semarang, 1994.

[13] Muhammad bin Ahmad Al Mahalli dan Abdurrahman bin Abi Bakr As Suyuthi, Tafsir Jalalain Li Imamaini Al
Jalilaini, Darus Salam, Riyadh, KSA

[14]

Hadisaputra ihsan, Anjuran untuk Menuntut Ilmu Pengetahuan Pendidikan dan

Pengalamannya, Surabaya: 1981


[15] Dr. Muhammad Faiz Almath, 1100 Hadist Terpilih, Gema Insani Press, Jakarta: 2003 [16]

Hadisaputra ihsan, Anjuran untuk Menuntut Ilmu Pengetahuan Pendidikan dan

Pengalamannya, Surabaya: 1981


[17] M.Afwan Chafidh dan A. Maruf Asrori, Tradisi Islami Panduan prosesi-perkawinan-kematian hal 82, khalista ,
Surabaya: 2009

[18] Dr. Muhammad Faiz Almath, 1100 Hadist Terpilih, Gema Insani Press, Jakarta: 2003

You might also like