You are on page 1of 231

KUMPULAN artikel Majalah Human Capital

Menjadi CEO Partner, Jangan Cuma BBM (Baru Bisa Mimpi)

Oleh: Paulus Bambang WS

Banyak buku yang menyebut SDM seharusnya menjadi strategic partner atau
business partner. Jargon ini lantas menjadi mantera SDM dalam seminar supaya
dianggap penting oleh SDM lain. Mereka sudah merasa ‘berbeda’ karena sudah
beralih ke ‘next level’ menjadi ‘memiliki pekerjaan yang dianggap strategis’. Entah
oleh siapa dan definisi siapa yang mengatakan pekerjaan tertentu adalah strategis
dan yang lain administratif.

Membenturkan aspek administratif dan strategis sering dilakukan sehingga keduanya


seperti paradoks yang dikotomis. Orang SDM yang sangat ahli dalam aspek
penggajian misalnya, sering dikatakan sebagai administratif. Sebaliknya orang SDM
yang bisa menerangkan strategi perusahaan dianggap sudah menjadi mitra strategis.
Kadang kulit dan persepsi dibangun untuk menutupi substansi yang sebenarnya. Itu
sebabnya banyak orang SDM yang kelihatan "lelah" dan "burn out" bukan karena
adanya "tekanan" tugas tapi karena "tekanan" persepsi dari teman seprofesi. Belum
lagi ditambah dengan gempuran rekan sejawat yang menganggap SDM berjalan di
atas air.

Bagi saya, SDM sudah menjalankan fungsinya kalau sudah menjadi CEO partner,
bukan hanya sebagai strategic atau business partner yang berkonotasi jenis aktivitas
atau pekerjaan. Sebagai CEO partner, SDM berjalan seiring dengan CEO. Seperti
seorang istri terhadap suaminya. Menjadi penolong yang setia. Dalam bahasa
modern, SDM seharusnya menjadi ‘CEO ad interim’ bila CEO berhalangan. Ini adalah
titik ideal bagi perusahaan menghadapi tatangan 10 tahun ke depan.

Sekali lagi saya tegaskan, menghadapi tantangan perubahan pengelolaan manusia


(human being, bukan sekedar human resources atau human capital), petinggi SDM
menjadi pemegang kunci sentral dalam mengelola bisnis di lanskap baru sepuluh
tahun mendatang. (Lebih jauh tentang masalah ini akan saya jelasan pada edisi
depan). Kalau SDM mampu menjadi ‘CEO partner’, maka keduanya merupakan
kombinasi yang saling membutuhkan dengan kompetensi yang sepadan dengan
peran yang berbeda. Seperti Batman dan Robin atau The Incredible dan Elactic Girl.
The perfect couple yang saling mengisi.

Apa tandanya bila SDM menjadi CEO Partner? Pertama, ia merupakan bagian dari
‘inner circle’ yang merumuskan misi, visi, sasaran perusahaan jangka panjang.
Menjadi bagian berarti terlibat aktif dalam perumusan dan penyusunan setiap
elemen. Bukan hanya berkontribusi pada fungsi SDM saja. Lebih ideal lagi kalau SDM
adalah fasilitator dalam ‘strategic planning cycle’ perusahaan. Sebagai fasilitator,
SDM adalah fungsi yang paling netral dan mampu melihat segala sesuatu dalam
keseimbangan. Karyawan dan pemangku kepentingan lain. Jangka panjang dan
pendek. Kebutuhan materi, emosi dan spiritual dari seluruh pemagku kepentingan.
Kedua, ia secara aktif merumuskan kebutuhan organisasi untuk mencapai misi, visi
dan sasaran jangka panjang yang ditetapkan. Ini bukan berarti ‘filling the box’ tapi
‘designing the box’. Artinya, struktur organisasi seperti apa yang seharusnya ada
untuk perusahaan pada tiga tahun mendatang yang sudah harus disiapkan dari
sekarang. Meredesain "kotak" baru karena kotak ini memiliki "peran" baru. Secara
harafiah, ia harus memiliki kemampuan melakukan ‘creative destruction’ terhadap
‘existing structure’ yang sudah membelenggu dan banyak kali sudah menjadi ‘brand’
pemegang jabatan tertentu.

Ketiga, mengelola ‘talent’ yang mampu membawa perusahaan ke next level dan
next landscape. Talent adalah ‘human being’ dengan segala keunikannya. Karena
uniknya, maka tidak ada dua manusia yang sama di muka bumi ini. Manusia ini bila
dikembangkan akan memiliki kemampuan yang tak terbatas karena ia adalah mahluk
ciptaan Tuhan yang tertinggi. Tidak ada manusia bodoh di dunia ini. Apalagi kalau
bodoh itu diukur dengan satu kriteria yang disebut IQ. Yang ada adalah pemalas.
Kemampuan sistem SDM yang menguak potensi kekuatan manusia pekerja menjadi
sangat kritikal. Karena uniknya tidak boleh membuat satu sistem untuk berbagai
manusia dengan keunikannya. Yang diberi karunia IQ tinggi, EQ tinggi dan SQ tinggi –
kadang disebut STAR, harus dikelola berbeda dibandingkan dengan yang biasa saja.
Tapi bukan karena mereka maka yang lain dianggap tidak beguna, sepele dan tidak
berkontribusi dalam membuat terobosan.

Talent Management yang sukses artinya memadukan yang STAR dan yang biasa
sehingga menjadi sebuah ‘winning team’ yang solid. Otak-atik komposisi ‘team’
menjadi peran utama yang sangat dibutuhkan oleh CEO agar sasaran kelompok itu
tercapai. Yang STAR tidak merasa hanya karena dia maka tim menjadi sukses dan
yang biasa tidak merasa jadi pelengkap penderita tapi merasa bagian dari
pemenang.

Keempat, mengelola perubahan bukan sebagai ahli manajemen perubahan saja tapi
menjadi ‘agent of change’. Ada pameo di kalangan CEO yang harus dikikis bahwa
yang paling sulit berubah adalah orang SDM. Perubahan yang dicanangkan harus
dimanajemeni dengan seksama. Ini kontribusi yang sangat penting untuk
mewujudkan apa yang dimpikan. Orang SDM harus berani menentang konsep bahwa
tidak setiap perubahan membawa progres. Harus berani mempertahan nilai dan
prinsip dasar yang tidak boleh diubah namun berani mengganti yang harus diubah.
Prinsip etika, moral, cara kerja harus tetap dipertahankan. SDM harus menjaga agar
perubahan bisnis tidak mengubah perubahan fondasi prinsip bisnis yang tidak
sekedar ‘Good’ tapi ‘Great’.

Kelima, kepiawaian dalam penanganan hal esensial bagi seorang SDM yakni fungsi
SDM secara terintegrasi. Mulai dari falsafah dasar, kebijakan dasar sampai kebijakan
umum dan implementasinya harus dikaji secara rinci. Misalnya, falsalah dasar
pengeloaan karyawan apakah diperhatikan dari rekrutmen sampai pensiun atau
sampai meninggal dunia. Ini sebuah falsafah yang hanya bisa diputuskan kalau
melibatkan seluruh direksi. Komitmen mendasar yang seharusnya menjadi bahan
perbincangan semenarik bagaimana merebut pangsa pasar di daerah baru. Falsafah
dasar remunerasi apakah hanya mengikuti jenjang kompetensi atau kebutuhan
sebagai manusia. Dan masih banyak lagi yang seharusnya ditelaah sampai pada
tatanan filosofis dengan dasar karyawan adalah manusia, sesama ciptaan Tuhan dan
memiliki harkat hidup lebih dari sekedar materi.

Kalau kelima hal tersebut sudah ada dalam organisasi SDM anda, saya ikut berucap
‘Welcome to CEO Partner World’. Bersiaplah untuk menjadi CEO ad interim. Mau?
Antara Dua Kutub yang Berbeda; CEO dan CHR

Oleh: Paulus Bambang WS

Yang asyik mengerjakan administrasi sering disebut bagian Personalia. Yang merasa
sudah menjadi mitra strategis (Strategic Partner) – entah kepada siapa ia bermitra –
merasa perlu merubah nama agar lebih mantap, menjadi Human Resources. Lalu ada
lagi yang merasa kurang tinggi kalau belum menjadi mitra bisnis (Business Partner) –
juga entah dengan siapa ia bermitra – mengubah namanya menjadi Human Capital.
Pokoknya, bagi banyak spesialis SDM (untuk membuatnya agar netral), maka yang
sudah berani memakai istilah HC di kartu nama dianggap lebih tinggi perannya di
perusahaan dibanding dengan HR apalagi Personalia.

Ini membuat bingung bukan hanya para praktisi baru bidang SDM, juga buat para
CEO. Setiap beberapa tahun pasti ganti nama yang tidak diketahui apa implikasinya
buat perusahaan yang dikelolanya. Banyak rekan CEO bertanya pada saya : “Apa sih
bedanya? Saya rasa yang mereka kerjakan sama saja. Dari tahun ke tahun itu saja.
Konsep mereka semakin jauh dari jangkauan saya. Kalau mereka presentasi, saya
seakan dibawa ke suatu negeri yang tak tahu ada dimana. Konsep Ideal yang
mungkin ada di Perusahaan Mimpi”.

Keluhan para CEO itu tak pernah berubah dari tahun ke tahun. Persis sama dengan
keluhan para praktisi SDM tentang CEOnya. Seperti yin dan yang yang saling
membutuhkan tapi berlawanan arah.

Kadang saya tersenyum geli ketika mendengar celotehan dua komunitas – CEO dan
CHR (Baca: Chief Human Resources atau Kepala SDM) yang seharusnya saling
mendukung malahan saling lempar bola keluhan. Seperti tidak ada titik temu. Seperti
minyak dan air, barat dan timur.

Padahal seharusnya mereka itu seperti GARWA (siGARaning nyaWA), dalam bahasa
jawa yang artinya belahan jiwa seperti suami dan istri yang tak bisa dipisahkan
kecuali maut yang memisahkan mereka. Keduanya saling membutuhkan tapi saling
’menjatuhkan’. Benci tapi rindu. Kegagalan pekerjaan di bidang yang ditekuninya
selalu dilimpahkan karena kealpaan pihak lain.

Ketika berkumpul dengan para CEO, saya banyak mendengar keluhan tentang orang
HR/SDM mereka. Setidaknya ada 10 keluhan yang sering terucapkan kala mereka
berdiskusi soal ’orang’ HRD’ atau SDM mereka, misalnya :

1. Tidak tahu bisnis

2. Terlalu birokratis

3. Tidak fleksibel

4. Hanya mengerti how to add expenses tanpa tahu how to add values

5. Sibuk dengan keilmuannya sendiri tanpa tahu kebutuhan lapangan


6. Lambat bereaksi akan kebutuhan perusahaan di masa mendatang

7. Sibuk mengisi box (orang di struktur) dan tidak mengerti bagaimana mendesain
box yang cocok dengan kebutuhan organisasi di masa mendatang

8. Sibuk buat program yang membuat mereka ’excite’ tapi karyawan tidak
merasakan ’excitement’nya

9. Terlalu sibuk dengan ganti nama mengikuti trend (name by the best seller) tapi
tidak ada perubahan yang berarti yang dirasakan perusahaan.

10. Tidak berani menerima tantangan untuk karir di bidang lain. Banyak yang sudah
berada di comfort zone keilmuannya.

Sebaliknya, ketika saya berkumpul dengan orang HR, mereka juga mencatat 10
keluhan yang ditujukan buat para CEO ketika merasakan pekerjaan mereka seakan
hanya sebagai pelengkap penderita, tanpa penghargaan yang layak dan selalu dalam
posisi ’salah’ bila harus berhadapan dengan fungsi lain.

10 Keluhan untuk CEO dari para CHR yang sering terdengar walau sangat lirih adalah
:

1. Tidak mau tahu kesulitan HR

2. Tidak mengerti konsep HR yang benar namun merasa sangat tahu soal HR

3. Tidak mau mendengar dari perspektif HR, HR selalu pada pihak yang salah dan
kalah

4. Hanya mengerti how to reduce expenses tanpa tahu how to increase employee
satisfaction

5. Tidak mau involve dalam dialog dengan karyawan untuk mengetahui keluhan
mereka. Senantiasa mendelegasikan ke bagian HR.

6. Tidak memberi kesempatan HR mengerti strategi bisnis

7. Menyamakan karyawan dengan mesin yang mudah dipindah dan dibuang tanpa
mengerti bahwa manusia memilihi hati nurani.

8. HR tidak menjadi prioritas. HR adalah fungsi nomor dua dibandingkan bidang


lainnya.

9. Karir HR adalah karir mentok. Bila ada kesempatan mengelola bisnis, CEO jarang
memberi kesempatan bagi HR untuk mencobanya.

10. Hanya memberi tugas administratif tanpa memberi kesempatan HR ’involve’


dalam planning perusahaan.

Kalau disandingkan kedua keluhan tersebut, sebenarnya keduanya memiliki


perasaan’butuh’ tapi ’malu’ atau ’penting’ tapi ’dilupakan’. Akar permasalahannya
ada pada komunikasi. Perbedaan antara ekspektasi dan aktivitas. Keduanya bagai
dua vector yang mau lari dengan cepat namun berlawanan arah. Akibatnya
keduanya tidak membangun sinergi tapi membangun apriori yang memperlambat
gerak perubahan dalam perusahaan.

Kalau terjadi hal diatas, maka keduanya harus duduk bersama untuk menyelesaikan
perbedaan ekspetasi dan aktivitas tersebut. Tidak lantas mengeluarkan suara
sumbang diluaran. Sebagai orang HR yang sangat piawai dengan ’change
management’, seharusnya HR harus secara proaktif melakukan manajemen
perubahan ini bagi dirinya sendiri maupun CEO yang dirasa jauh berada di jangkauan
HR.

Komunikasi yang terbuka, tranparan dan membangun akan membuat ’gap’


ekspektasi tadi menjadi semakin mengecil. Apalagi kalau sudah mulai menyusun
’role’ yang disepakati bersama. ’Role’ ini jauh lebih penting dari sekedar ’key
performance indicator’, apalagi dengan ’job description’.

Pertanyaannya adalah : Bagaimana dapat duduk bersama untuk menyusun ‘role’,


responsibility and authorithy’ secara dewasa sehingga hasilnya merupakan komitmen
bersama untuk maju ? Ada yang mau membagikan pengalamannya ?

Cara Cepat Suksesi Perusahaan Keluarga

No. 19 - Oktober 2005

Suksesi menjadi persoalan utama yang dihadapi berbagai perusahaan keluarga.


Seorang ayah bisa saja hebat menjadi seorang entrepreneur, membangun dan
mengembangkan bisnis, tetapi belum tentu jago dalam mengkader anak-anaknya.
Jasa executive coaching bisa membantu?

Di usianya yang senja. almarhum Mohamad Thayeb Gobel – mitra bisnis raksasa
Matsushita di Indonesia – pernah menghadapi masalah pelik. Ia ingin agar anak-
anaknya.siap menerima tongkat estafet pada kelompok usaha yang dibangunnya.
Repotnya, sang anak Rahmat Gobel bersaudara masih terlalu muda untuk bisa
mengemban tugas yang begitu berat – meskipun sudah dilibatkan oleh sang ayah
dalam mengelola usaha. Sebagai solusinya, PakGobel kemudian menunjuk Yamin
Tahir, eksekutif professional di jajaran usaha Gobel, menjadi eksekutif puncak
menggantikan dirinya. Yamin, yang memulai karirnya dari bawah itu, diharapkan Pak
Gobel membimbing Rahmat cs untuk kelak menjadi pebisnis dan eksekutif yang
tangguh sehingga siap menjalankan bisnis Gobel.

Sepeninggal Pak Gobel, Yamin menjadi eksekutif sekaligus mentor bagi “keponakan-
keponakannya”. Sejarah mencatat, proses kaderisasi di usaha Gobel tidak seperti
yang dibayangkan Pak Gobel. Timbul pertikaian antara Yamin dengan Rahmat cs.,
yang akhimya berujung pada keluarnya Yamin dari perusahaan. Rahmat kemudian
menggantikan posisi Yamin. Sayangnya, ujar sebuah sumber yang sangat
mengetahui persoalan ini, Rahmat terlalu cepat bergerak dengan mengganti posisi
senior dengan teman-temannya. Kematangan orang-orangnya itu dipertanyakan oleh
banyak kalangan, termasuk para karyawan senior.

Akibatnya, bisnis Gobel terpukul akibat krisis ekonomi. Konsekuensinya, saham milik
keluarga Gobel dalam usaha patungannya dengan pihak Matsushita tinggal sedikit.
Tanpa kekuatan dan dukungan penuh dari pihak Matsushita, sumber itu melanjutkan,
perusahaan yang ditinggalkan Pak Gobel dipastikan ambruk.
Lain lagi keluhan Mugijanto, pengusaha yang hampir 20 tahun bermitra dengan
Coca-Cola dan sekarang menjabat Chairman PT Coca-cola Distribution Indonesia.
Tentu saja ia tidak mengeluhkan suksesi di Coca-Cola karena sistem manajemennya
yang sangat hebat. Yang ia keluhkan adalah suksesi di sejumlah perusahaan miliknya
pribadi, cikal dari Grup Mugijanto yang kelak menjadi payung bisnis keluarganya.
Kepada eksekutif senior yang dipercaya mengelola perusahaan-perusahaannya,
Mugijanto menitipkan anak-anaknya untuk dididik. “Hasilnya lumayan. Tetapi, mereka
justru gagal dalam mengembangkan kaderisasi dari para professional,” tuturnya.

Menurut Pak Mugi, begitu ia sering disapa. meski sudah dididik oleh eksekutif senior
itu anak-anaknya masih perlu proses pendewasaan secara professional.
Persoalannya, ia juga kesulitan untuk mengkader anak-anaknya – Dyanti A.
Mugijanto, Dyana A. Prabowo, dan Nova Yudanto – secara langsung. Selain soal waktu
yang amat terbatas, persoalan lain yang dihadapi Mugijanto adalah kurangnya
penguasaan terhadap sistematika kaderisasi secara professional( “Maklum, saya
hanya sekolah pokok pisang alias hanya sampai SMA,” ujarnya jujur) dan beda umur
yang jauh. Usia Pak Mugi kini sudah 60-an tahun, sedangkan sang anak masih sekitar
30-an tahun. Masalah lain, sikapnya yang tidak bisa terlalu hitung-hitungan dengan
anak-anak dan kondisi alamiah bisnis yang tidak lagi sama dengan masa lalu.

BT Lim, mantan CEO beberapa perusahaan terkemuka dan kini menjadi executive
coach mengamini ucapan Pak Mugi tersebut. “Banyak pengusaha dan eksekutif yang
ada sekarang tampil karena ahli waris dari orang tua mereka yang dulu pernah
sukses. Repotnya, cara bisnis lama yang membuat orang tua mereka sukses tidak
bisa lagi diterapkan karena lingkungan bisnis yang berubah dengan cepat.”

Untuk mengatasi semua masalah di atas, Pak Mugi memutuskan meminta bantuan
konsultan profesional untuk mempercepat proses pendewasaan anak-anaknya,
khususnya Dyanti yang merupakan anak tertua. Dyanti sendiri diserahi mengelola
bisnis Hotel Risata, sebuah hotel berbintang 3 di Bali. Pilihannya jatuh kepada Gede
Prama, seorang pembicara publik yang memikat dan mantan eksekutif berbagai
perusahaan terkemuka (terakhir CEO Jamu Air Mancur). “Saya baca banyak tulisan
beliau di media massa. Ternyata banyak sekali kesamaan pandangan saya dengan
dia,” lanjut Mugijanto. Salah satunya adalah memimpin dengan hati. Tertarik dengan
Gede, ia kirim anak-anaknya ikut seminar yang rutin diadakan Gede Prama.

Toh, kesamaan tidak hanya sampai di situ. Dalam hal kehidupan paling kecil pun, ada
kesamaan kebiasaan dan cara antara Mugijanto dengan Gede Parama. Misalnya
kebiasaan Gede membuat tas/koper khusus berisi berbagai peralatan kerja seperti
gunting, penggaris, cutter, dan sebagainya. Seringkali peralatan tersebut dipinjam
istri atau anak-anak dan sulit kembali. Makanya, cerita Gede kepada Dyanti, ia
membuat tas yang selalu terkunci agar peralatan tersebut tidak hilang. Ketika Dyanti
menceritakan hal itu kepada Mugijanto, ia pun tercengang. “Karena kebiasaan saya
juga begitu,” katanya terheran-heran.

Tawaran Pak Mugi tidak otomatis diterima Gede Prama. Ia minta waktu untuk
mempelajari berbagai hal, tentang bisnis dan anak-anak Mugijanto. Tentu juga soal
biaya. “Akhirnya, tawaran Pak Mugi saya terima," ujar pria yang kini dijuluki salah
satu “sufi” Indonesia itu. Gede menyebut jasa kaderisasi yang dia berikan dengan
istilah executive coaching, sebuah jasa yang masih langka di jagat bisnis Indonesia.
Mugi dan Gede bersepakat melaksanakan program executive coaching bagi Dyanti
selama 6 bulan. Soal biaya? “Tidak etislah mengungkapkannya,” ujar keduanya
beberapa waktu lalu. Yang pasti, tidak semahal tarif normal Gede sekitar Rp 2 juta
per jam bicara maupun konsultansi.
Jasa executive coaching bisa diberikan oleh Gede Prama karena ia telah memiliki jam
terbang yang tinggi sebagai eksekutif maupun konsultan. Ia menguasai betul seni
dan ilmu menjadi eksekutif, dan sebagai konsultan ia jago pula dalam mentransfer
ilmu dan pengalaman itu, “Jasa ini tidak gampang,” tukas Gede. Untuk bisa
menjalankan perannya dengan baik, ia harus mendapat kepercayaan dari sang ayah
maupun sang anak. Kepercayaan dari salah satu pihak saja tidak memadai.
Beruntung sebagai konsultan yang punya nama, persoalan kepercayaan ini tidak
begitu jadi soal bagi Gede.

Lingkup layanan yang diberikan Gede dalam bisnis executive coaching ini sangat
luas. Selain melakukan pembimbingan terhadap individu, konsultan harus masuk
pula ke wilayah perusahaan. Bagaimana pun, wujud nyata hasil pembimbingan
individu dicerminkan oleh kinerja perusahaan. Ia harus melakukan diagnosa
menyeluruh terhadap perusahaan sehingga didapat permasalahan kunci yang harus
diatasi. Menurut Gede, biasanya perusahaan yang perlu pendampingan tergolong
belum matang, ditandai dengan tingkat turn-over karyawan yang lumayan tinggi,
sistem yang belum ada, banyak terjadi penyimpangan, dan lemahnya rasa tanggung
jawab, Bila kunci masalahnya terletak pada eksekutifnya, maka di situlah jasa
executive coaching sangat diperlukan.

Terkadang permasalahan muncul, tutur Gede, karena sang ayah memiliki "bahasa
langit”, bahasa yang sulit dimengerti oleh anak-anak, Dalam hal seperti ini, tugas
konsultan adalah, menjembatani gap semacam itu. Sebagai contoh, pemilik ingin
agar hotelnya aman, nyaman, menjadi panutan buat yang lain. Mirip Singapore
Airline dalam bisnis penerbangan, begitu. Visi dan misi ini harus dijabarkan dan
diaktulisasikan ke tingkat operasional sehingga para karyawan bisa menjalankannya.
Untuk bisa masuk ke tahap operasional, maka jasa executive coaching juga perlu
dilakukan terhadap eksekutif profesional tertinggi di perusahaan – bukan hanya
terhadap sang anak. Sekelas General Manager di bisnis perhotelan, umpamanya.

Selama masa kontrak, Gede menyusun frekuensi pertemuan tertentu dengan para
kliennya. Sesi pertemuan terbagi dua: pertemuan bersama (sang anak dengan
eksekutif puncak) dan pertemuan individu (khusus dengan sang anak). Pertemuan
yang terakhir bisa diadakan di saat sarapan pagi, di kafe, dan sejenisnya. Sangat
jarang diadakan di kantor. “Suasananya memang tidak mesti formal,” ujarnya. Dalam
waktu yang singkat itu, Gede membahas berbagai permasalahan. Tak jarang
persoalan pribadi pun kadang-kadang mengemuka. “Inilah konsekuensi jadi
konsultan. Kadang-kadang jadi psikolog, kadang-kadang jadi kiai, jadi teman, dan lain
kali jadi ayah,” lanjutnya tersenyum, Jika ada waktu, beberapa kali Gede
menyempatkan mampir ke perusahaan untuk melihat kemajuan yang ada.

Lantas, bagaimana mengukur keberhasilan executive coaching? “Ukurannya bisa


finansial dan non-finansial,” jawabnya. Kinerja finansial tentu lebih mudah diukur
dibanding non-finansial. Salah satu ukuran non-finansial adalah laporan kerja yang
rutin diminta oleh Gede, baik dari sang anak maupun eksekutifnya. Dulu setiap
diminta membuat laporan, terlihat laporannya alakadamya. Setelah dibimbing,
laporan mereka sangat komprehensif mencakup berbagai hal penting dalam
perusahaan. Hal ini juga diakui oleh Mugijanto. “Sistimatika dan kelengkapan laporan
kerja mereka sangat baik," tambahnya.

Ditanya berapa klien yang bisa ditanganinya setahun, Gede menjawab maksimal 3
klien setahun, Obsesi Gede yang utama adalah, membalikkan stigma lama : Generasi
Pertama Membangun, Generasi Kedua Menikmati, dan Generasi Ketiga
Menghancurkan. Ia ingin perusahaan keluarga – yang merupakan 70% bisnis di Asia –
bisa tumbuh menjadi perusahaan professional di tangan generasi penerus.

Sumber: Majalah Human Capital No. 19 | Oktober 2005

Business Executive Coaching - Solusi bagi Dunia Bisnis

No. 19 - Oktober 2005

Seorang CEO dari perusahaan berbasis teknologi informasi global di Indonesia


mengeluhkan banyaknya permasalahan internal dan eksternal yang dihadapinya
dalam memimpin perusahaan. Keluhan tersebut semakin menjadi-jadi. Ia pun
mengajak rekannya BT Lim, mantan CEO HP Indonesia dan Mobile 8, untuk
mendiskusikan permasalahan yang dihadapinya. Dalam pertemuan tersebut, sang
CEO yang orang bule itu meminta bantuan BT Lim untuk menjadi pembimbingnya.
Setelah melakukan tanya-jawab, akhirnya BT Lim menerima permintaan tersebut.
Jadilah dia sebagai pembimbing bisnis dengan kesepakatan awal selama 6 bulan.

Jasa pembimbingan bisnis ataupun eksekutif termasuk hal yang relatif baru di
Indonesia. Gede Prama, pendiri Dynamic Consulting dan salah satu pembicara publik
yang memikat, boleh disebut sebagai perintisnya di Indonesia. Sekitar tahun 2000,
Gede yang mantan CEO Jamu Air Mancur itu diminta oleh pengusaha senior
Mugijanto, untuk menjadi pembimbing bagi anak tertuanya Dyanti A. Mugijanto, agar
sang anak benar-benar menjadi pemimpin bisnis yang tangguh.

Selain faktor kesibukan, Pak Mugi – begitu ia sering dipanggil – tidak memiliki
keahlian untuk menyiapkan sang anak sebagai kader penerus kepemimpinan
perusahaannya. “Lagi pula, kondisi bisnir telah jauh berubah dibandingkan era saya
dulu. Ilmu yang dulu cocok, sekarang mungkin tidak bisa dipakai lagi,” ungkapnya
beberapa waktu lalu (lihat tulisan "Suksesi Perusahaan Keluarga, red).

BT Lim dan Gede Prama memposisikan dirinya sebagai Personal Executive Coach,
yang memberikan layanan kepada perusahaan tanpa harus mengusung nama
perusahaan. Selain mereka, belakangan ini mulai bermunculan jasa pembimbingan
bisnis berbentuk perusahaan seperti OTI dan Action International. Menurut Naresh
Makhijani, CEO OTI, perusahaannya mengembangkan layanan pembimbingan bisnis
setelah melakukan sejumlah persiapan.

Salah satunya, Naresh sendiri telah mengambil Sertifikasi Business Coaching di luar
negeri. “Di luar negeri, orang-orang yang memberikan business coaching harus
mendapatkan sertifikasi terlebih dahulu,” ungkapnya kepada Human Capital.

Menurut Stratford Sherman dan Alyssa Freas dalam bukunya The Wild West of
Executive Coaching, pembimbingan merupakan faktor strategik bagi keberhasilan
perusahaan. Pembimbingan itu seyogyanya memadukan pengembangan diri dan
kebutuhan organisasi. Pendekatan strategik ini akan membantu pemimpin
beradaptasi terhadap tanggung jawab baru, mengurangi perilaku destruktif,
meningkatkan retensi, mendorong kerjasama tim, menyelaraskan tujuan individu
dengan tujuan bersama, memfasilitasi suksesi, dan mendukung perubahan
organisasi.

BT Lim berpendapat, program pembimbingan bisnis merupakan proses terencana


untuk menciptakan lingkungan pendukung bagi perusahaan untuk bertumbuh dan
mengambil tindakan dengan menumbuhkembangkan eksekutif potensial.
Pembimbingan adalah proses orang per orang, sebuah hubungan antar individu,
antara perusahaan dengan pembimbing, dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan
kinerja eksekutif yang bersangkutan sehingga pada akhimya meningkatkan kinerja
bisnis secara keseluruhan.

“Perusahaan membutuhkan jasa pembimbingan karena tujuan setiap orang berbeda-


beda dan harus disatukan untuk mencapai tujuan perusahaan. Pembimbingan
berusaha mengisi gap kompetensi personal dengan kompetensi profesional yang
dibutuhkan perusahaan, Tidak ada orang yang sempurna, termasuk CEO sekalipun,”
ungkapnya.

Keberhasilan seorang eksekutif sangat ditentukan oleh lingkungan tempatnya


berada. Banyak sekali eksekutif gagal karena tidak memiliki kemampuan komunikasi
interpersonal, tidak mampu mengelola orang, dan tidak piawai dalam pengambilan
keputusan. Tidak memiliki kemampuan komunikasi interpersonal, misalnya omongan
seorang CEO terlalu tinggi untuk level di bawahnya, sehingga seorang pembimbing
bisa menjembataninya. Atau strategi bisnis yang disusunnya tidak bisa dilaksanakan
karena hanya bersifat makro atau terlalu "tinggi”.

Ada juga CEO yang kurang piawai mengelola orang sehingga kebijakan bisnis yang
telah dibuat tidak jalan. Sedangkan, masalah ketidakpiawaian mengambil keputusan
bisa karena dalam kondisi sulit mereka tidak bersikap rasional. “Sebagai konsultan,
seorang coach selalu harus bertindak rasional,” tambahnya,

Umumnya perusahaan konsultan pembimbingan bisnis lebih menyukai program


pembimbingan secara terpadu, di mana pihak yang harus dibimbing mulai dari
manajer ke atas. Hal ini juga sangat ditentukan oleh besarnya ukuran perusahaan,
usia perusahaan, dan kompetensi kepemimpinan dalam perusahaan. Sebagai contoh,
pembmbingan tidak dilakukan terhadap perusahaan yang baru berdiri atau belum
mencapai tahap perkembangan awal. Alasannya, tutur Mike R. Jay, seorang
pembimbing bisnis terkemuka yang baru-baru ini memberikan training di Jakarta,
80% dari perusahaan baru umumnya gagal untuk bertahan hidup.

“Perusahaan yang bisa diberikan jasa pembimbingan bisnis adalah mereka yang
telah memiliki model bisnis yang jelas namun membutuhkan penyempurnaan
kepemimpinan untuk meningkatkan kinerja bisnisnya lebih lanjut,” katanya. Dalam
sistem pembimbingan bisnis terpadu, inisiatif pembimbingan biasanya diperlukan
setelah perusahaan menerapkan rencana pengembangan individual (Individual
Development Plan) untuk mendapatkan peningkatan kinerja individu secara
berkelanjutan. Seringkali rencana pengembangan individual itu tidak sepenuhnya
berhasil mencapai sasaran, yaitu untuk mendapatkan kader-kader eksekutif
berkualitas. Untuk mengatasinya, perusahaan memerlukan program pembimbingan.

Program pembimbingan strategik mencakup seluruh kader eksekutif. Melalui program


ini, perusahaan secara terdisiplin memperdalam hubungan dengan karyawan
terpenting sekaligus meningkatkan efektivitasnya. “Program pembimbingan paling
penting menyangkut perubahan kultur untuk keberhasilan seluruh organisasi,” tukas
Stratford Sherman dan Alyssa Freas.

Berbeda dengan mentor, advisor, atau trainer, menurut Mike R. Jay, program
pembimbingan membutuhkan adanya dialog dengan sponsor (perusahaan atau
pimpinan perusahaan) maupun dengan indvidu yang dibimbing. Keterbukaan antara
pihak-pihak yang terkait menjadi prasyarat mutlak untuk keberhasilan sebuah
program pembimbingan. Hanya dengan keterbukaan, si pembimbing bisa
memberikan bimbingan untuk meningkatkan kapabilitasnya sehingga pada akhimya
kinerjanya meningkat.

Hal senada diungkapkan oleh BT Lim. “Bahkan, urusan pribadi pun bisa saja
dibicarakan bila itu mempengaruhi kinerja si eksekutif.” Dalam wawancara beberapa
waktu lalu, Gede Prama dengan lugas mendeskripsikan peran seorang pembimbing
eksekutif: “Kadang-kadang jadi psikolog, jadi konsultan bisnis, kadang-kadang jadi
kiai, jadi teman, dan lain kali jadi ayah,” lanjutnya sambil tersenyum.

Bersifat terbuka tentu membutuhkan kepercayaan penuh dari eksekutif yang


dibimbing terhadap seorang executive coach. Kepercayaan dimaksud hanya mungkin
diberikan kepada orang yang telah cukup dikenal secara pribadi (bila yang dibimbing
adalah eksekutif puncak) dan memiliki reputasi tinggi sebagai seorang CEO atau
pembimbing eksekutif. Menjadi pembimbing eksekutif yang sukses, sebaiknya ia
telah mengenyam posisi CEO sehingga memahami sepenuhnya berbagai aspek
manajemen perusahaan. Ia pun bisa berbagi pengetahuan dan pengalaman dari apa
yang pemah diterapkannya saat memimpin perusahaan. “Yang dijual oleh
pembimbing eksekutif kan, track record-nya sebagai eksekutif,” ujar BT Lim
mengingatkan.

Tugas sebagai pembimbing bisnis jelas tak ringan. Perusahaan menggunakan


pembimbing eksekutif karena sejumlah alasan: menyusun dan mewujudkan tujuan
yang lebih baik dan lebih cepat, menciptakan perubahan yang signifikan, menjadikan
si eksekutif lebih profesional, membuat keputusan lebih baik, mampu berkolaborasi
dengan orang lain, dan lebih fokus pada pemecahan masalah bisnis. Dibutuhkan
keahlian khusus untuk bisa mewujudkan harapan perusahaan tersebut.

Terhadap si eksekutif yang dibimbing, BT Lim melihat beberapa dampak positif dari
pembimbingan, seperti lebih piawai dalam menyusun dan mewujudkan tujuan,
menjadi lebih tangguh, bisa meraih kepuasan dalam bekerja dan hidup, lebih mampu
berkontribusi bagi tim dan organisasi, mampu berkomunikasi lebih efektif, dan
sebagainya. Banyak manfaat personal dan profesional yang bisa didapatkan
eksekutif dari program pembimbingan. Termasuk di antaranya mengurangi beban
stres sehingga mereka bisa fokus pada pekerjaan yang lebih strategik sifatnya

Mike R. Jay mengatakan, proses pembimbingan biasanya terdiri dari 3 tahap: tahap
penyusunan struktur, tahap permulaan, dan tahap pelaksanaan proses
pembimbingan. Tahap pertama mencakup kesepakatan kontrak pembimbingan,
menyusun standar kinerja, menjelaskan hasil yang ingin dicapai, mendefinisikan
sukses menurut pemahaman pimpinan, dan menyusun strategi pengakhiran (exit
strategy). Tahap permulaan meliputi pemanfaatan alat asesmen, mengidentifikasi
zona kenyamanan, membangun kepercayaan, dan sebagainya. Tahap terakhir fokus
pada implementasi sistem pembimbingan dan melakukan evaluasi terhadap
pencapaian kinerja.

Kontrak kerjasama lazimnya memuat kesepakatan tentang lingkup pekerjaan, jangka


waktu pembimbingan, dan indikator pengukuran keberhasilan proses pembimbingan.
Dalam kontrak juga termuat tentang kesepakatan untuk menjaga kerahasiaan
informasi (non-disclosure agreement). Artinya, seorang coach harus menjaga betul
agar semua informasi yang terkuak tidak akan diberitahukan kepada siapa pun –
termasuk setelah proses pembimbingan berlangsung. “Kesepakatan ini sangat
penting untuk membuat klien menjadi lebih terbuka,” tegas BT Lim.
Jangka waktu kontrak pembimbingan biasanya minimal 6 bulan dan paling lama 1
tahun. Indikator keberhasilan pembimbingan yang diukur mencakup kinerja kerja
kualitatif dan kuantitatif – yang terakhir termasuk kinerja keuangan perusahaan
(pendapatan dan profitabilitas). Proses evaluasi secara rutin dilakukan setiap bulan
untuk menilai kemajuan pembimbingan. Seorang coach dibayar per bulan, namun
tidak tertutup kemungkinan dibayar per paket seperti dalam kasus Gede Prama.

Karena membimbing CEO perusahaan asing, BT Lim dibayar dalam dolar Amerika.
Pembayaran secara resmi dilakukan oleh perusahaan karena program pembimbingan
yang dia lakukan resmi menjadi agenda perusahaan. Di luar bayaran bulanan, BT Lim
juga meminta insentif tambahan berdasarkan pencapaian kinerja bisnis perusahaan.
“Insentif itu memang sepenuhnya berasal dari inisiatif pribadi. Saya tidak tahu
apakah itu lazim atau tidak,” ungkapnya berterus terang.

Mahalkah biaya yang harus dikeluarkan perusahaan? Tidak ada yang mau
mengungkap angka nominalnya. Toh BT Lim tidak mau terlalu mematok harga untuk
perusahaan lokal. “Saya masih punya idealisme untuk memajukan perusahaan
lokal,” katanya serius. Ditanya kapasitasnya untuk membimbing eksekutif, BT Lim
menjawab 5-6 eksekutif per bulan. "Jumlah sebanyak itu masih bisa saya layani
dengan profesional,” tambahnya.

Cara kerja seorang coach merupakan kombinasi pertemuan di ,kantor dengan


pertemuan di kafe/restoran dan melalui telepon. Pertemuan di kantor klien umumnya
berlangsung sekitar 2 jam setiap kali pertemuan berdasarkan permintaan klien.
“Mirip eksekutif panggilan,” ujar BT Lim terbahak. Pertemuan di kantor sekitar 2 kali
seminggu. Pertemuan di kafe / restoran relatif lebih sering, terutama pada jam
makan malam. Pertemuan dilakukan tidak hanya pada hari kerja. “Bisa saja hari
Sabtu,” kata BT Lim lagi. Namun, yang paling sering adalah pembicaraan via telepon.
Bisa mencapai 4 jam per minggu.

Sekilas beban kerja seorang executive coach tampak ringan. Tetapi hal ini ditampik
oleh Mike R. Jay dan BT Lim. “Sebagai coach, kami harus benar-benar
mempersiapkan diri karena advis kami dipergunakan untuk meningkatkan kinerja
eksekutif maupun perusahaan,’ ujar mereka di tempat terpisah. Dinamika dan
kompleksitas dunia bisnis mengharuskan pula mereka untuk selalu update dengan
perkembangan dalam dunia bisnis.

Pada akhimya, tutur BT Lim, tujuan dari proses pembimbingan adalah menanamkan
keyakinan kepada para eksekutif untuk menentukan nasib mereka sendiri. Kalau
tidak, orang lain yang akan menentukan nasib Anda. Ini seperti yang diungkapkan
Jack Welch, legenda CEO GE: “Control your own destiny or someone else will.”

Sumber: Majalah Human Capital No 19 | Oktober 2005

Membangun SDI Perbankan Syariah

No. 18 - September 2005

Perkembangan bisnis perbankan syariah yang sangat cepat belum dibarengi oleh
kualitas sumber daya insani yang mendukungnya. Apa yang mesti dilakukan ?

Sebagai salah satu industri yang baru tumbuh, perkembangan perbankan syariah di
Indonesia sungguh luar biasa. Apalap era booming tersebut justru terjadi pada saat
perekonomian nasional secara umum tengah lesu darah dan beberapa bank
konvensional kelas menengah mengalami masalah likuiditas yang cukup serius.

Seperti diketahui, perbankan syariah di Indonesia mulai muncul pada tahun 1998
ketika pemerintah mengeluarkan UU Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan. UU
itu memberikan legitimasi bagi Bank syariah untuk beroperasi di Indonesia. UU
tersebut menegaskan bahwa sistem perbankan di Indonesia menganut dual banking
system, yakni sistem konvensional dan syariah.

Data dari Bank Indonesia menunjukkan, selama lima tahun terakhir sejak tahun
2000, bank syariah tumbuh hingga 200 persen lebih. Dari semula hanya ada dua
Bank Umum Syariah (BUS) yakni Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri,
plus tiga unit usaha syariah (UUS) dengan jumlah kantor 62 buah serta 78 Bank
Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), meningkat menjadi tiga BUS yakni Bank
Muamalat, Bank Syariah Mandiri dan Bank Syariah Mega Indonesia ditambah 15 UUS,
355 kantor cabang dan kantor cabang pembantu dan 88 BPRS pada akhir 2004.
Artinya, selama empat tahun terakhir terjadi peningkatan jumlah bank sampai empat
kali lipat. Bahkan pada awal Maret 2005, perbankan syariah kembali hertambah
dengan hadirnya BTN Syariah.

Demikian juga dengan asetnya yang kini telah mencapai Rp 15 triliun lebih.
Dibandingkan dengan perbankan konvensional, total aset perbankan syariah
memang masih sangat kecil, hanya sekitar 1,1 persen dari total aset bank
konvensional yang mencapai Rp 1.000 triliun lebih. Namun di luar total aset,
perbankan syariah jauh lebih unggul. Volume usaha perbankan syariah tumbuh
mencapai 68,16 persen, sedangkan volume usaha perkembangan perbankan
nasional rata-rata hanya 4,74 persen. Demikian juga dengan pertumbuhan kredit
perbankan nasional hanya sebesar 18,6 persen, sedangkan bank syariah mencapai
72,11 persen.

Mobilisasi dana masyarakat perbankan nasional pertumbuhannya cuma 6,77 persen


dan perbankan syariah sampai di atas 79,31 fersen, Sedangkan total dana pihak
ketiga (DPK) menjadi Rp 10,6 triliun dengan pertumbuhan sebesar 104,6 persen. Dari
segi pembiayaan, NPF (non-performing financing atau pembiayaan bermasalah)
perbankan syariah per November 2004 lebih rendah jika dibandingkan dengan tahun
2003, yakni dari 3,4 persen menjadi 2,8 persen.

Secara bertahap, pertumbuhan outlet (kantor cabang) perbankan syariah kini telah
mencakup 22 provinsi. Kalangan pengamat mengakui bahwa peningkatan jumlah dan
aset perbankan syariah menunjukkan bank di segmen ini mampu bersaing dengan
bank konvensional. Sayangnya, perkembangan yang sangat menggembirakan
tersebut belum diimbangi oleh kesiapan sumber daya insani (SDI) secara memadai.

Kualitas dan Kuantitas SDI

Riset yang dilakukan Lembaga Manajemen PPM mengungkapkan, perbankan syariah,


baik dalam bentuk BUS maupun UUS rata-rata menghadapi kesenjangan dalam hal
SDI. Jumlahnya masih sangat terbatas, sementara SDI yang ada pun belum memiliki
kompetensi seperti yang diharapkan. Akibatnya, kata Dwi Idawati dari LPPM
mengutip hasil risetnya, perbankan syariah juga cenderung lemah dalam bidang
marketing, sasaran strategi, efisiensi operasi dan implementasi good corporate
governance (GCG).
Kualitas SDI, menurut Dwi, memang bukan satu-satunya tantangan yang
menghadang pertumbuhan bank syariah. Tantangan lain yang mesti diantisipasi,
katanya adalah masalah pengembangan kelembagaan, pengembangan produk dan
pasar, kerangka hukum dan peraturan, pengawasan atas pelaksanaan prinsip kehati-
hatian dan syariah, serta pola pikir masyarakat yang belum memaharni
operasionalisasi perbankan syariah secara tepat.

Edi Setiadi, Deputi Direktur Direktorat Perbankan Syariah (DPS) Bank Indonesia
mengakui bahwa secara umum, perbankan syariah memang menghadapi masalah
dengan SDI, karena keberadaan bank-bank jenis ini tergolong masih baru. Seperti
halnya bank konvensional, kata Edi, perbankan syariah juga membutuhkan SDI yang
berkualitas, karena bank syariah menghadapi reputational risk. “Jika SDI tidak siap,
bank bisa kehilangan kepercayaan,” kata Edi. Meski begitu, Edi optimis bahwa sesuai
dengan cetak biru strategi pengembangan perbankan syariah nasional, bank syariah
di Indonesia pada tahun 2011 mendatang bisa meningkatkan kinerjanya setara
dengan bank-bank konvensiona dan bank syariah internasional.

Seperti halnya Dwi Idawati, Edi Setiadi juga berpendapat bahwa selama ini kualitas
SDI perbankan syariah yang memahami operasionalisasi banknya sekaligus teguh
menjalankan prinsip syariah masih sangat terbatas. Akibatnva optimalisasi efisiensi
operasional bank belum bisa dicapai. Hal ini terjadi, antara lain lantaran perbankan
syariah, terutama yang berbentuk UUS masih banyak menempatkan karyawan dari
perbankan konvensional tanpa bekal pemahaman atas prinsip-prinsip
operasionalisasi perbankan syariah secara memadai. Kondisi ini akan membawa
dampak terhadap pola pikir yang masih cenderung konvensional.

Padahal, secara prinsip operasionalisasi perbankan syariah dengan bank


konvensional sangat berbeda. Ekonom M. Syafi’i Antonia, penulis buku Bank Syariah
dari Teori ke Praktek. mengungkapkan bahwa selain hanya melakukan investasi pada
hal-hal yang jelas halal, bank syariah juga menganut prinsip bagi hasil, jual beli atau
sewa. Bukan menggunakan perangkat bunga seperti yang dilakukan bank
konvensional. Hubungan antara nasabah yang di bank konvensional berbentuk
hubungan debitor-kreditor, di bank syariah hubungan keduanya lebih pada kemitraan
yang berorientasi bukan hanya profit semata, tapi juga falah oriented alias
kebahagiaan di akhirat.

Perbedaan prinsip operasionalisasi bank syariah dan bank konvensional, akhirnya


juga berimplikasi pada tantangan yang mesti dihadapi oleh karyawan masing-masing
bank. Di bank syariah yang menerapkan sistem bagi hasil dan pemberian gaji
berbasis job untuk karyawannya, tidak hanya rentan jika terjadi perubahan struktur
organisasi yang cepat. Lebih dari itu, seperti terlihat dalam Fungsi dan Tantangan
Perbankan Syariah pada tulisan ini, dengan besarnya bobot pencapaian target, maka
kemungkinan karyawan untuk lebih mengutamakan pencapaian target ketimbang
memberikan pelayanan terhadap pelanggan, juga sangat besar. Dalam hal pelatihan
dan pengembangan, juga ada tantangan yang mesti dihadapi. Jalur karir yang
memaksa karyawan bank syariah kembali ke bank konvensional, menurut Dwi bisa
menimbulkan konflik batin.

Berbagai tantangan yang dihadapi perbankan syariah tersebut kata Dwi, jika tidak
segera ditangani, akan membuat perkembangan perbankan syariah terganggu.
“Bank syariah ingin berlari kencang tapi tidak didukung orang yang mengerti,”
katanya. Jika kondisi tersebut dibiarkan berlarut-larut, dikhawatirkan value sebagai
nilai inti bank syariah bakal tergusur.
Benarkah kondisi SDI perbankan syariah masih sebegitu memprihatinkan? Direktur
Utama Bank Muamalat Indonesia, A. Riawan Amin mengakui bahwa sebagai sebuah
konsep bisnis yang masih relatif baru di Indonesia, perbankan syariah di dalam
negeri memang menghadapi berbagai tantangan, termasuk dari sisi SDI. Ia
mencontohkan, bank yang dipimpinnya rata-rata personel yang terlibat masih relatif
muda, belum banyak pengalaman dan tingkat kompetensinya masih belum
memadai. "Tapi, kenyataannya, Bank Muamalat bisa terus berkembang karena
dijalankan dengan sistem syariah yang telah teruji,” katanya.

SDI Bank Muamalat

Untuk mengatasi kesenjangan kualitas SDI, kata Riawan Amin, Bank Muamalat
menerapkan beberapa�kebijakan dan program pengembangan SDI. Selain
perbedaan dari konsep bisnis, antara bank konvensional dengan perbankan syariah
juga terdapat perbedaan mendasar dalam hal konsep organisasi, di mana di bank
syariah diterapkan prinsip egaliter. Di Bank Muamalat, perbedaan konsep tersebut,
kata Riawan, antara lain dapat dilihat dari penggunaan istilah kru untuk
menggantikan sebutan karyawan atau pekerja. Penyebutan kru, katanya, memiliki
makna yeng sangat dalam karena seluruh personel perusahaan merupakan satu
kesatuan gerak yang diharapkan marnpu mendorong laju kapal perusahaan.

Agar masing-masing kru dapat berperan optimal, Bank Muamalat meletakkan tiga
ranah pengembangan SDI yang terangkum dalam The Celestical Management atau
manajemen langit. Pertama, menempatkan perusahaan sebagai tempat ibadah yang
diimplementasikan dalam ZIKR (Zero Base, Iman, Konsisten, dan Result oriented).
Kedua, perusahaan sebagai tempat berkumpul dan berbagi kesejahteraan dalam
bentuk sharing PIKR (Power, Information,Knowledge dan Reward). Ketiga, perusahaan
sebagai medan pertempuran untuk memajukan ekonomi umat, dafam bentuk
komunitas MIICR (Militan, Intelek, Kompetitif, dan Regeneratif).

Dengan berpijak pada tiga ranah di atas, bagi kru Bank Muamalat hasil kerja tidak
hanya diukur dari prestasi yang bersifat tangible. Sebab, “Hasil sesungguhnya yang
kami harapkan adalah manfaat akhirat,” tukas Riawan Amin, yang kini juga menjabat
Director of International Islamic Banking, yang berpusat di Bahrain.

Sedangkan untuk program pengembangan SDI, Bank Muamalat menerapkan tujuh


standar kefasihan yang harus dikuasai oleh seluruh kru. Tujuh kefasihan tersebut
adalah kefasihan general concept tentang perbankan syariah, kefasihan data dan
strategi yang meliputi corporate goals, value, sejarah, struktur organisasi hingga
laporan keuangan. Berikutnya adalah kefasihan informasi dan teknologi yang
mensyaratkan penguasaan komputer minimal NS Office, dan penguasaan internet,
kefasihan bahasa asing dengan toefl score rata-rata 500, kefasihan konsep sistem
dan prosedur, kefasihan konsep muamalat spirit, serta kefasihan komunikasi dan
presentasi.

Tujuh program dasar pengembangan kompetensi tersebut diberlakukan bagi seluruh


kru mulai dari pimpinan hingga pelaksana. Sertifikasi dan penilaian atas
implementasi konsep tersebut dilakukan oleh pihak independen seperti para ahli di
bidang ekonomi syariah, Dewan Syariah Nasional dan lembaga terkait.

Program berikutnya, dalam bentuk pengembangan dan pelatihan, Bank Muamalat


membagi dalam dua jenis. Pertama adalah pelatihan khusus untuk menggembleng
para calon pemimpin dalam wadah yang disebut MODP (Muamalat Officer
Development Program), yang dilakukan dengan sistem gugur. Kedua adalah program
untuk officer yang biasanya dilakukan sebagai tindak lanjut dari hasil assesment.
Pada tahap awal, program ini meliputi performance management, problem solving
decision making, manajemen SDM, manajemen pelatihan dan leadership.

Sumber: Majalah Human Capital No. 18 | September 2005

Telkomsel, Transformasi Menuju World Clean Operator

No. 16 - Juli 2005

Setelah sukses menapaki 10 tahun pertama, PT Telekomunikasi Seluler Indonesia


(Telkomsel) melakukan transformasi bisnis dan pengembangan organisasi sumber
daya manusia demi menggapai layanan berstandar internasional. Apa saja langkah
yang dilakukan?

Bagi seorang anak, usia 10 tahun tentu belum bisa berbuat banyak. Ia memang
sudah bisa berjalan, bahkan berlari menggapai sesuatu. Di sisi lain, acapkali ia masih
pula merengek lantaran tingkat ketergantungannya pada orang tuanya sangat tinggi.

Namun, bagi PT Telkomsel rentang waktu selama 10 tahun agaknya telah cukup
untuk tidak hanya secara finansial melepaskan diri dari induknya, PT Telkom. Lebih
dari itu. penyedia jasa komunikasi seluler itu memberi kontribusi pendapatan yang
sangat signifikan bagi Telkom. Pada triwulan pertama 2005. Telkomsel
menyumbangkan Rp. 10,421 triliun atau mencapai 30.70% dari total pendapatan
usaha Telkom yang mencapai Rp. 33,948 triliun.

Ebitda (earns before interest, tax, depreciation, and amortization) alias pendapatan
sebelum dipotong bunga, pajak, depresiasi dan cicilan utang, Telkomsel tertinggi di
bisnis apapun di Indonesia, sampai 100% lebih. Di antara bisnis telekomunikasi
seluler di dunia, konon pencapaian Ebitda Telkomsel merupakan yang tertinggi,
sehingga modal yang diinvestasikan bisa cepat kembali.

Jika angka-angka diatas dinilai belum cukup meyakinkan, cobalah simak data-data
berikut ini: jumlah pelanggan mencapai 22 juta atau 56% dari total pelanggan seluler
seluruh Indonesia. Pertumbuhan pelanggan mencapai 70%. Untuk mendukung
pelayanannya, dalam setahun terakhir Telkomsel membangun rata-rata 306 BTS
(Base Transceiver Station) per bulan yang kini mencapai 7.600 unit. Adapun dari sisi
finansial, pada akhir tahun 2004 perusahaan ini membukukan laba bersih Rp. 5,47
triliun atau naik 29% dibandingkan tahun 2003. Total pendapatan bersih Rp. 14,77
triliun atau naik 32% dibanding tahun sebelumnya.

Dil luar itu semua, Telkomel juga meraih penghargaan dari sejumlah lembaga
independen. Belum lama ini, Telkomsel mendapatkan penghargaan Operator of the
Year Indonesia pada ajang Asian MobileNews Award, Singapura. Acara tahunan itu
merupakan ajang pemberian penghargaan yang cukup bergengsi bagi pelaku industri
seluler di kawasan Asia. Sebelumnya, dari dalam negeri majalah Seluler juga
memberikan gelar The Best Operator di Indonesia. Sedangkan majalah Swa
menganugerahkan Gold Satisfaction Award karena keberhasilan Telkomsel selama
lima tahun berturut-turut melayani Indonesia dan Internasional.

Melihat prestasi dan kinerja Telkomsel yang jauh meninggalkan kompetitornya,


sangat masuk akal, jika ada yang memberikan gambaran ekstrim: tinggal ongkang-
ongkang kaki saja sejatinya Telkom akan terus membesar lantaran memiliki sejumlah
keunggulan, antara lain di bidang teknologi, coverage area yang sangat luas serta
sumber daya manusia yang memadai.

Direktur Utama Telkomsel, Kiskenda Suriahardja, menengarai, bahwa keberhasilan


Telkomsel setelah mengarungi perjalanan selama 10 tahun, menjadi tonggak penting
yang bisa membawa perusahaan ke arah yang lebih baik, atau justru terjerembab
lantaran terlena oleh keberhasilan selama ini. Ia mengakui, selama ini Telkomsel
berada pada situasi yang sangat fit in. Telkomsel lahir pada saat orang membutuhkan
sehingga keberhasilannya ditunjang oleh banyak pihak, yakni oleh konsumen,
Telkomsel sendiri, maupun oleh karyawan. Dari sisi teknologi yang ditawarkan, saat
itu juga dinilai sangat sesuai dengan zamannya. "Tapi, bisnis senantiasa berubah,
sehingga kami merasa perlu melakukan langkah-langkah untuk mengantisipasi
perkembangan ke depan," kata Kiskenda dalam wawancara khusus dengan Human
Capital beberapa waktu lalu.

Tiga Bisnis

Bisnis yang senantiasa berubah membangkitkan kesadaran bagi pengelola Telkomsel


untuk melakukan transformasi. Ada 2 langkah besar yang sudah, sedang dan akan
terus dilakukan Telkomsel, yakni di bidang ekspansi bisnis dan organisasi human
resource. Untuk memandu pencapaian 2 bidang tersebut, perusahaan yang
sahamnya dipegang oleh Telkom dan Singtel, Singapura, mempunyai prinsip Good
Corporate Governance (GCG), Good Corporate Citizenship(GCC) dan God Bless
Corporate (GBC). Dengan berpegang pada ketiga prinsip tersebut, maka setiap
langkah yang dilakukan Telkomsel harus sejalan terhadap aturan-aturan yang berlaku
secara formal, mempertimbangkan pranata sosial, serta tidak melabrak aturan
Tuhan.

Di bidang pengembangan bisnis, ada sejumlah prioritas yang mesti dijalankan.


Pertama adalah senantiasa meningkatkan pelayanan. Dengan tingkat kepadatan
pemakaian telepon seluler yang hanya 14%, tentu masih terbuka peluang yang
sangat lebar bagi operator untuk terus meningkatkan coverage-nya. Banyak yang
meramalkan, pada tahun 2009 tingkat density bakal meningkat menjadi 20%. Tentu
saja kondisi ini sangat tergantung pada pertumbuhan ekonomi dan situasi keamanan
dalam negeri. Yang pasti, untuk mengantisipasi perkembangan itu, Telkomsel berani
membangun 306 BTS per bulan dan akan meningkat sampai 400 BTS per bulan. Kini,
BTS share Telkomsel mencapai di atas 60%.

Manajemen Telkomsel nampaknya sangat meyakini bahwa BTS dan market share
merupakan dua hal yang berjalan beriringan. Dengan membangun BTS di berbagai
daerah, diharapkan pelanggan baru akan terus bertambah. Strategi ini tentu
berkonsekuensi pada aspek finansial yang sangat besar, karena untuk membangun
satu menara BTS saja dibutuhkan dana sekitar Rp2 miliar. Toh, Telkomsel agaknya
tidak terlalu risau karena telah mencadangkan capital expenditure sampai US0 juta,
setara dengan Rp6,5 triliun lebih.

Di sisi lain, agar pelanggan tidak berpindah ke operator lain Telkomsel juga
menggelar sejumlah program yang bersifat customer retention dan customer
intimacy. Seperti diketahui, pelanggan Telkomsel terbagi ke dalam dua kelompok,
yakni pelanggan postpaid yang mencapai 83% dan pelanggan prepaid sebesar 17%.
Untuk pelanggan postpaid, karena identitas mereka jelas, Telkomsel bisa memberikan
pelayanan lebih, misalnya memberikan majalah secara cuma-cuma dan program-
program lain yang sifatnya personal. Sedangkan pelanggan prepaid, lantaran tidak
teridentifikasi Telkomsel tak bisa memperlakukan mereka seperti pelanggan
pascabayar. Nah, untuk menjembatani kesenjangan terhadap pelanggan yang tidak
bisa teridentifikasi tersebut, Telkomsel menawarkan program Simpati Zone, yang
pada intinya menawarkan kepada pelanggan prepaid untuk mendaftarkan identitas
mereka, sehingga Telkomsel bisa memberikan customer retention program lebih dari
pelanggan biasa yang tidak teridentifikasi.

Prioritas berikutnya adalah quality enhancement yang dikembangkan dengan inovasi,


baik dari segi kualitas pelayanan, kepedulian pelanggan maupun support IT-nya.
Untuk daerah Jakarta misalnya, Telkomsel sudah berani mengklaim sebagai no reject
area. Selain itu, sejak awal 2005 Telkomsel telah meng-cover seluruh kota dan
kabupaten. Sedangkan pada Agustus mendatang akan meng-cover 100% wilayah
kecamatan di seluruh Jawa. “Deklarasi ini bagi kami tentu berat karena harus
bertanggung jawab terhadap kondisi tersebut,” ujar Kiskenda.

Peningkatan kualitas jaringan dilakukan Telkornsel melalui penggelaran High


Performance Network dengan tingkat Call Completion Rate (CCR) atau kenyamanan
kontinuitas berkomunikasi yang mencapai 99,3%. Angka ini meningkat lebih tinggi
dibandingkan tahun 2003 sebesar 99,2%. Lalu, Call Success Rate (CSR), alias
kesuksesan koneksi awal berkomunikasi menjadi 95,2%, meningkat dari tahun
sebelumnya sebesar 94,6%. Pencapaian keberhasilan CCR dan CSR tersebut telah
sesuai dengan parameter unjuk kerja berstandar kelas dunia.

Kiskenda menambahkan, pihaknya akan mengembangkan jaringan seirama dengan


kebutuhan pasar, agar senantiasa tersedia cukup kapasitas dengan mutu terbaik.
Saat ini Telkomsel membangun jaringan dua kali lebih cepat dibandingkan tahun-
tahun sebelumnya. "Tahun ini, kami telah menyiapkan diri untuk berinvestasi sekitar
US0 yang berasal dari pendanaan sendiri,” katanya.

Adapun langkah ketiga adalah melakukan ekspansi bisnis, utamanya di bidang


teknologi. Bagi Telkomsel, strategi ini lebih didasarkan pada kesadaran bahwa
mempertahankan segala sesuatu yang sudah ada ternyata tidak cukup, lantaran
setiap bisnis memiliki product life cycle tersendiri. Dalam 10 tahun pertama,
perhatian Telkomsel adalah existing conventional business, diteruskan masuk ke
layanan generasi kedua (2G) berbasis CSD (Circuit Switched Data), GPRS (Global
Packet Radio Service), EDGE (Enhanced Data rate GSM Evolution), WiFi (Wireless
Fidelity) dan Wireless LAN.

Pada 10 tahun mendatang, sejalan dengan visinya sebagai penyedia solusi


telekomunikasi nirkabel terkemuka di Indonesia, Telkomsel agaknya bakal tampil
dengan new technology, salah satunya mengusung teknologi 3G. Menurut Kiskenda,
pada dasarnya jaringan yang luas dengan core network yang mampu mendukung
implementasi teknologi terkini merupakan hal utama dalam melayani pelanggan.
Karena itu, Tekomsel terus mengupayakan inovasi teknologi berkelanjutan.

Pengamat telekomunikasi Herry Setiadi Wibowo, dalam sebuah artikel di media cetak
menyatakan, saat ini lisensi layanan 3G lebih pada prestige bagi operator. Kebutuhan
pelanggan atas layanan 3G belum terlalu mendesak karena layanan GPRS dan EDGE
belum maksimal. Menurut Herry, tidak mudah bagi operator baru untuk
mengoperasikan 3G karena perlu investasi besar, sementara potensi pelanggan kecil
karena kebutuhan belum mendesak. “Tapi kalau tidak dilakukan sekarang, kapan lagi.
Kebutuhan akan mengikuti ketersediaan layanan yang diberikan masing-masing
operator,” katanya.

Untuk jangka pendek, layanan 3G memang belum dirasa penting. Sebab, secara
teknis kajian implementasi 3G terhadap fungsi-fungsi setiap elemen jaringan,
termasuk kajian interoperability antar perangkat berbagai vendor, interoperability
jaringan dengan existing, kesiapan pengembangan layanan, serta kesiapan pasar
masih perlu dilakukan.

Namun, untuk jangka panjang, Kiskenda optimis layanan ini memiliki potensi yang
sangat besar. Dengan 3G, interaksi dari elemen industri selular dengan berbagai
bidang lainnya akan semakin konvergen.

Saat ini Telkomsel telah melakukan konvergensi layanan dengan berbagai bidang dan
industri lain seperti dunia pendidikan, industri perbankan, siaran televisi, industri
musik dan hiburan. Belum lagi keterlibatan sedikitnya 155 content provider. Ke
depan, peluang untuk pengembangan implementasi berbagai layanan konvergensi
tentu dapat memberi manfaat lebih banyak lagi.

Untuk mendukung pencapaian ketiga prioritas tadi, Telkomsel menggariskan tiga


strategi. Pertama adalah business excellent agar pembangunan bisa berjalan cepat,
dan kualitas layanan bisa terus ditingkatkan. Kedua adalah business innovation agar
ekspansi bisnis dapat berjalan sesuai rencana. Dan ketiga adalah adanya jaminan
atas keberhasilan bisnis (business efectiveness). "Segala daya, cara dan upaya bakal
dilakukan agar bisnis ini berjalan. Tentu saja dengan berpedoman pada tiga prinsip
bisnis yakni GCG, GCC dan GBC,” kata Kiskenda.

Dengan menggariskan tiga strategi dasar yang lebih bersifat external view, Kiskenda
berharap bahwa siapapun yang kelak akan memimpin Telkomsel dapat menjalankan
perusahaan dengan baik. Untuk mencapai business excellent harus ada empat
komponen yang harus dipenuhi. Pertama adalah infrastrukturnya harus bagus
termasuk support IT-nya. Kedua adalah proses bisnisnya. Harus ada metode atau
sistem yang dapat mendukung proses bisnis. Ketiga, karena Telkomsel tidak bisa
berjalan sendiri, maka harus memiliki excellent partnership management. Keempat
adalah menempatkan human resources sebagai center of excellent.

Di bidang struktur organisasi, menurut Kiskenda, tidak ada struktur yang paling baik
kecuali yang sesuai dengan masanya. Oleh karena itu, kalaupun di Telkomsel harus
ada perubahan, tetap akan dilakukan secara seksama, tidak big bang yang membuat
orang shock dan mengganggu proses bisnis. Ada tahap-tahap yang dilakukan,
misalnya pada bulan ini Telkomsel fokus pada penyediaan jaringan dan pelayanan.

24 Sistem HR

Meski ditempatkan pada urutan terakhir, komponen human resources tentu


memegang peran yang sangat strategis lantaran menjadi penentu atas berjalannya
ketiga komponen yang lain. Hal ini juga terlihat dari keseriusan Telkomsel melakukan
pembenahan SDM-nya. Di perusahaan ini, divisi human resources dikendalikan
langsung oleh president director.
Menurut N. Krisbiyanto, VP Human Resource Management Telkomsel, saat ini
pihaknya telah menyusun 24 sistem yang mengatur semua kebijakan tentang
manajemen HR di Telkomsel, termasuk training, career planning, kompensasi, pola
mutasi, pensiun dini hingga job tender. Krisbiyanto mengakui bahwa dari 24 sistem
yang ada, beberapa diantaranya sebenamya sudah diimplementasikan. Misalnya
mengenai balanced scorecard dan key performance indicator (KPI). “Kami hanya
merevisi dan melihat lebih dalam lagi,” katanya. Dari 24 sistem tersebut, sekitar 11
diantaranya sudah diimplementasikan secara penuh. Selebihnya, “kami berharap
bisa diimplementasikan pada akhir 2005 mendatang," tukas Krisbiyanto.

Krisbiyanto yang sebelum bergabung dengan Telkomsel berhasil membangun sistem


HR di Bank Permata mengungkapkan bahwa di bisnis seluler, basis teknologi yang
ditawarkan oleh masing-masing operator akan relatif sama. Kondisi ini mirip dengan
bisnis perbankan yang basisnya adalah produk finansial. Yang membedakan adalah
bagaimana masing-masing perusahaan memperlakukan para pelanggannya. Di
sinilah kualitas SDM menjadi sangat vital.

Pemberlakuan 24 sistem di Telkomsel, menurut Krisbiyanto, selain didorong oleh


kebutuhan saat ini dan masa mendatang, juga didasarkan pada kenyataan bahwa
rata-rata karyawan perusahaan masih berusia relatif muda, di bawah 30 tahun.
Mereka inilah yang diharapkan bisa meneruskan tongkat kepemimpinan Telkomsel.

Selain itu, dengan mendasarkan semua kebijakan tentang SDM ke dalam sistem,
manajemen Telkomsel juga berharap akan tercipta keadilan bagi seluruh karyawan
sekaligus membangun hubungan industrial yang lebih baik. Untuk mengisi posisi
tertentu di Telkomsel, misalnya, kini diberlakukan job tender. Seluruh karyawan yang
memenuhi kualifikasi dan requirement yang ditentukan, memperoleh kesempatan
yang sama untuk berkompetisi.

Seperti halnya proses tender pada umumnya, pada dasarnya job tender dilakukan
bila di dalam sebuah organisasi terdapat banyak kandidat yang bakal mengisi posisi
yang kosong. Di Telkomsel, ada beberapa persyaratan bagi kandidat yang hendak
berlaga mengikuti job tender. Misalnya level kompetensinya, area karir, riwayat
penugasan, prestasi kerja, hasil penilaian kinerja, serta riwayat pembinaan disiplin.
Dari sejumlah peserta yang memenuhi syarat, kata Krisbiyanto, manajemen
kemudian melakukan seleksi dalam bentuk wawancara untuk kemudian diputuskan
salah satunya sebagai pemenang. Untuk level VP, GM dan manajer ditetapkan oleh
direksi. Sedangkan posisi supervisor oleh VP HR dan VP yang terkait dengan posisi
yang hendak diisi.

Ke depan, kata Krisbiyanto, karyawan Telkomsel harus multitalented, sehingga perlu


diberikan bekal berupa program-program pelatihan, utamanya yang bersifat softskill
di bidang leadership. Tak cuma itu, Krisbiyanto juga berusaha mengarahkan
Telkomsel ke kondisi yang lebih tinggi lagi, yakni diperolehnya sertifikasi dari
lembaga internasional mengenai kompetensi dan keahlian karyawan di bisnis
telekomunikasi. PSB Corporation, konsultan SDM asal Singapura yang membantu
mengantarkan Singtel meraih sertifikasi internasional di bidang telekomunikasi,
dilibatkan sebagai konsultan Telkomsel. Sedangkan untuk melakukan penyesuaian
organisasi, Telkomsel mengundang TASS Consulting untuk membantu mempercepat
proses dan implementasinya.

Berbagai langkah yang dilakukan Telkomsel, menurut Kiskenda, merupakan investasi


jangka panjang yang bisa diteruskan oleh siapa saja yang kelak memimpin Telkomsel.
Selama ini, Telkomsel terbukti mampu memberikan yang terbaik bagi pelanggannya
seperti terbukti oleh berbagai penghargaan yang telah diraih. Dengan berbagai
program yang dicanangkan, bukan tidak mungkin kelak Telkomsel bisa mewujudkan
rencananya, yakni menjadi operator seluler kelas dunia.

Sumber: Majalah Human Capital No 16 | Juli 2005

Menunggu Arsitektur Perasuransian Indonesia

No. 15 - Juni 2005

Meski pertumbuhan premi asuransi nasional masih cukup tinggi, 25%-30% per tahun,
perkembangan industri asuransi nasional cenderung masih belum terarah.
Diperlukan Arsitektur Perasuransian Indonesia sebagai panduan pengembangan
industri asuransi nasional. Apa konsekuensi dari Arsitektur Perasuransian Indonesia,
termasuk dalam pengembangan sumberdaya manusia?

Usulan ini menguat saat diselenggarakannya Indonesia Insurance Summit 2005 (IIS
2005) bulan April lalu. Menurut Herris Simandjuntak Direktur Utama PT Asuransi
Jiwasraya, para pelaku industri asuransi menilai perlu dibuat Arsitektur Perasuransian
Indonesia untuk mcnjadi panduan bagi pelaku industri asuransi dalam menjalankan
dan mengembangkan usaha. Sebab, selama ini industri asuransi terkesan berjalan
tanpa arah.

Premi asuransi memang masih bertumbuh dengan laju 20%-30% per tahun, tetapi
pelaku industri asuransi menilai hingga 2005 ini perkembangan industri asuransi
masih belum menggembirakan. "Return finansialnya belum optimal," ungkap Herris.
Penetrasi industri asuransi diperkirakan maksimal 15% dari populasi Indonesia 215
juta jiwa. Angka 15% merupakan rasio penduduk yang terjangkau asuransi. Padahal,
kalau ditelusuri lebih jauh, penduduk yang memiliki polis atas nama sendiri maksimal
baru 2%. Selebihnya diasuransikan oleh perusahaan.

Kapler Arifin Marpaung, Ketua Umum Asosiasi Broker Asuransi dan Reasuransi
Indonesia, menilai kualitas pertumbuhan industri asuransi nasional masih belum
bagus, baik dari sisi penetrasi maupun kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto
(PDB). Jumlah premi yang terkumpul setiap tahun baru sekitar 2% dari PDB,
sedangkan negara-negara lain sudah di atas rata-rata 10%. “Bahkan ada negara
yang sudah mencapai kontribusi 40% dari PDB,” tuturnya. Total aset industri asuransi
nasional baru 4,8% dari total aset lembaga keuangan di lndonesia.

Khusus untuk asuransi kerugian (umum), Kapler menilai hanya 25% pemegang polis
yang membeli asuransi berdasarkan kesadaran sendiri. Sisanya membeli asuransi
kerugian karena adanya kontrak bisnis. "Misalnya, seseorang harus mengasuransikan
mobilnya karena mobil itu dibeli dari perusahaan pembiayaan," kata Presiden
Komisaris BGIB tersebut.

Fakta lain dikemukakan oleh Ketua Dewan Asuransi Indonesia (DAI) Hotbonar Sinaga.
la menyorot begitu besarnya ketimpangan dalam industri asuransi nasional, di mana
dari sekitar 40 asuransi jiwa hanya 6 perusahaan yang menguasai 80% pangsa pasar
asuransi jiwa. Begitu pula dengan industri kerugian (umum): dari sekitar 90 asuransi
kerugian yang ada, sebanyak 14 perusahaan menguasai 80% pangsa pasar.
Berdasarkan kondisi ini, ungkapnya, perlu dilakukan kategorisasi perusahaan
asuransi sekaligus menyiapkan asuransi lokal menjadi pemain global. ”Asuransi lokal
seperti Jiwasraya dan Bumiputera telah memiliki aset triliunan rupiah. Mereka
berpotensi menjadi pemain global," tukasnya.

Pemerintah selama ini bukannya tidak berbuat untuk memajukan industri asuransi
nasional, antara lain, dengan dikeluarkannya PP 63/1999 dan KMK 425/2003. Untuk
menyehatkan perusahaan asuransi, diberlakukan ketentuan modal minimal Rp 100
miliar untuk perusahaan asuransi yang baru berdiri. Bagi perusahaan lama dan
belum memenuhi ketentuan modal ini diberlakukan ketentuan RBC (Risk Based
Capital). Tahun ini ketentuan RBC adalah 120%. Bagi perusahaan yang tidak
memenuhi ketentuan RBC diharuskan untuk menyuntik modal baru ataupun
melakukan merger. Kenyataannya, masih banyak perusahaan yang tidak bisa
menambah modal tetapi juga enggan melakukan merger. Pemerintah juga tidak
mengambil tindakan tegas terhadap hal ini. Kondisi ini menyebabkan munculnya
ketidakjelasan.

“Suka atau tidak suka, hal ini akan mengganggu industri asuransi juga. Kalau ada
perusahaan asuransi yang bangkrut dan tidak mampu memenuhi kewajibannya, citra
industri asuransi ikut rusak. Hal ini menghambat upaya mengembangkan pasar
asuransi nasional,” lanjut Herris.

Sejalan dengan rencana menyusun Arsitektur Perasuransian Indonesia, Kapler


menilai perlunya para pelaku industri asuransi nasional menunaikan komitmennya
sesuai perjanjian dan melakukan kampanye nasional untuk membangun citra.
Selama ini, masih ada perusahaan asuransi yang menolak klaim yang diajukan
pemegang polis, kendati pun sudah difasilitasi oleh perusahaan broker asuransi.
“Alasannya mutar-mutar, seakan-akan broker pun tidak mengerti asuransi. Bila broker
yang mengerti asuransi saja dibegitukan, bagaimana jadinya dengan pemegang polis
biasa,” tanyanya serius. la tidak menafikan fakta adanya pemegang polis yang nakal.
“Tapi, jangan dipukul rata dong,” tambahnya mantap.

Keluhan soal klaim ini rupanya juga dialami oleh Wakil Presiden M. Jusuf Kalla.
Perusahaan asuransi pernah menolak klaim yang diajukan, dan untuk
membereskannya butuh waktu lama. “Saya minta para pelaku industri untuk tidak
mengembangkan kebiasaan menghindar ketika terjadi klaim," tukas Wakil Presiden
usai membuka Kongres Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia di Istana Wapres 19 April
2005.

Berkaitan dengan usulan kalangan industri asuransi tersebut, Departemen Keuangan


saat ini sedang menyusun Arsitektur Perasuransian Indonesia sebagai bagian dari
Arsitektur Lembaga Keuangan Indonesia. “Kami selalu terbuka dengan masukan dari
asosiasi yang mengusulkan adanya Arsitektur Perasuransian Indonesia,” tutur
Direktur Asuransi Ditjen Lembaga Keuangan Firdaus Djaelani.

Firdaus belum bisa menjelaskan secara rinci tentang materi dari Arsitektur
Perasuransian Indonesia tersebut, tetapi dipastikan memuat regulasi untuk
menopang industri asuransi. Misalnya, regulasi tentang struktur permodalan,
keberadaan Lembaga Penjamin Polis dan Biro Mediasi. Seperti API, perusahaan
asuransi yang tidak bisa memenuhi ketentuan modal minimum, maka bisa saja ruang
geraknya dibatasi. Selain itu, Arsitektur Perasuransian Indonesia mencakup pula
regulasi tentang penyediaan tenaga ahli perasuransian. “Regulator akan
memberlakukan sertifikasi bagi agen, penjamin, dan sumberdaya manusia lainnya di
industri asuransi,” paparnya.
Ketentuan modal yang ketat pada Arsitektur Perasuransian Indonesia dipastikan akan
menciutkan jumlah perusahaan asuransi. Hal ini agaknya harus diterima dengan
lapang dada oleh para pelaku industri. Bagaimanapun, industri asuransi tergolong
padat modal karena harus menanggung risiko pemegang polis – berbeda dengan
broker asuransi.

Jumlah perusahaan asuransi di Indonesia menurut catatan resmi per Agustus 2004
adalah 57 perusahaan asuransi jiwa, 101 perusahaan asuransi umum, dan 4
perusahaan reasuransi. Jumlah tersebut diperkirakan terus menurun. Pemerintah,
menurut Hotbonar Sinaga, pada tahun 2005 berencana mencabut 14 perusahaan
asuransi. Pada Januari 2005 telah ditutup 4 perusahaan asuransi (Karisma Persada,
Raya Namura, Purwanjaya, dan Sekurindo Adhigama). Pada Pebruari 2005 ditutup
lagi 3 perusahaan asuransi (Nabasa Life, Berkah Harda Sentosa, dan Pura
Nusantara).

Selain itu, ada 7 perusahaan asuransi lagi yang dalam kondiri PKU (Pembekuan
Kegiatan Usaha) dan tengah menunggu proser pencabutan ijin. Ketujuh perusahaan
itu adalah Sukarukma Sinukarta, Nugra Pasifik, Koperasi Asuransi Jiwa Indonesia,
Indah Tamporok Life, AGF, Ganesha Danamas, dan Buana Putera.

Keberadaan Arsitektur Perasuransian Indonesia diyakini Frans Sahusilawane, Ketua


Asosiasi Asuransi Umum Indonesia, akan sangat membantu upaya mereformasi
industri asuransi nasional. "Para pelaku industri asuransi membutuhkan arahan dari
pemerintah untuk pengembangan industri asuransi nasional,” katanya.

Untuk mengembangkan industri asuransi, peran pemerintah masih sangat


diperlukan. Penataan industri asuransi tidak mungkin diserahkan sepenuhnya kepada
pasar. Tingginya ego pengusaha / eksekutif perusahaan asuransi menghambat proses
merger, Diperlukan ketegasan penegakan hukum dan adanya insentif perpajakan
agar proses merger berlangsung lebih cepat.

Kecuali itu, pemerintah juga bisa membantu perkembangaan industri asuransi


melalui berbagai ketentuan atau regulasi yang mendukung. Kapler memberi contoh
Inpres No. 5/2005 tentang industri pelayaran nasional. Perusahaan pelayaran di
kawasan Indonesia diwajibkan menutup asuransinya kepada perusahaan nasional.
Begitu pula barang-barang yang diangkut oleh perusahaan dalam negeri harus
diasuransikan kepada perusahaan asuransi nasional. Ketentuan ini dinilainya
memberi peluang untuk bertumbuhnya industri asuransi nasional.

Pihak Ditjen Lembaga Keuangan, menurut Firdaus Djaelani, telah meminta Ditjen
Pajak untuk menunda pengenaan PPN 10% atas premi asuransi sebagai upaya
mendorong berkembangnya industri asuransi. Penundaan ini menjadikan biaya premi
yang harus dibayar pemegang polis menjadi lebih ringan. Para praktisi asuransi juga
mengusulkan pembebasan pajak terhadap premi yang dibayar perusahaan karena
bagian dari program peningkatan kualitas hidup karyawan.

Hal lain disampaikan Herris: ”Asuransi harus masuk ke dalam program pendidikan,
paling tidak mulai tingkat SMP. Kendatipun belum berbentuk mata pelajaran sendiri.
Sebab, sosialisasi paling efektif adalah melalui pendidikan,” Pada intinya, diperlukan
pengenalan asuransi sejak dini. Menurut Herris, metode ini jika diterapkan akan
meningkatkan sadar asuransi dan menumbuhkan kebutuhan asuransi di dalam
masyarakat. "Selama ini orang membayangkan asuransi itu ditawarkan dari rumah
ke rumah. Pikirannya hanya mengambil premi saja. Dengan adanya sosialisasi sejak
usia muda, mereka akan merasa asuransi adalah sebuah kebutuhan,” tambahnya.
Tingginya kesadaran berasuransi pada masyarakat di negara maju disebabkan
karena mereka sadar bahwa hidup penuh dengan risiko terduga maupun tidak
terduga. Risiko tersebut kemudian ditransfer kepada perusahaan asuransi, dan untuk
itu mereka membayar sejumlah premi.

Tanggung jawab pengembangan industri asuransi nasional agar tumbuh, kokoh, dan
sehat terutama terletak pada pemerintah sebagai regulator dan para pelaku industri
asuransi nasional. Tanpa kesadaran, komitmen, dan kerja keras bersama sulit
mengharapkan terwujudnya cita-cita dan visi tersebut.

Sumber: Majalah Human Capital No. 15 | Juni 2005

Transformasi Bagian HR

No. 14 - Mei 2005

Organisasi modern menempatkan bagian HR (Human Resources) sebagai mitra


strategis perusahaan dalam meraih sukses. Diperlukan perjuangan bagi bagian HR
untuk meningkatkan statusnya. Bagaimana caranya? Apakah teknologi menjadi
ancaman atau mendukung transformasi bagian HR?

Dalam beberapa tahun terakhir, bagian HR menghadapi tantangan besar akibat


cepatnya perubahan dalam dunia bisnis. Eksistensinya terancam karena beberapa
sebab, seperti meluasnya penerapan teknologi dalam pengadministrasian HR dan
derasnya tren outsourcing. Banyak perusahaan global yang telah meng-outsource
beberapa fungsi HR selain sumber daya manusia. Misalnya training. Ancaman lain
berasal dari meluasnya pemahaman dalam perusahaan bahwa setiap manajer atau
eksekutif pada dasarnya juga berfungsi sebagai manajer atau eksekutif HR.

Bagian HR harus merespons ancaman ini dengan arif dan segera. “Fungsi bagian HR
harus ditransformasikan dari sekedar fungsi administrasi menjadi lebih strategik,”
tukas Greg Lipper, Regional Sales Manager Mercer Human Resource Consulting,
dalam acara Oracle Executive HR Forum bulan lalu.

Transformasi kini menjadi kata kunci bagi bagian HR untuk survive dan meningkatkan
perannya dalam keberhasilan perusahaan meraih sukses. Transformasi tersebut
berjalan melalui dua jalur: penyelarasan strategi human capital dengan strategi
perusahaan dan memberikan layanan human capital secara efisien dan efektif.

Sebelum melakukan penyelarasan, Greg melanjutkan, eksekutif HR harus memahami


dulu apa strategi perusahaan tempat mereka bekerja. Caranya bisa melalui berbagai
hal: hadir dalam rapat eksekutif, mendengarkan ceramah/pidato CEO dan eksekutif
lainnya, membaca laporan tahunan, berita pers, analisis industri, bertanya kepada
CEO, dan sebagainya. Strategi perusahaan sangat beragam, tergantung dari setiap
perusahaan : mencari pangsa pasar, menaikkan produktivitas atau kualitas,
meningkatkan kepuasan pelanggan, mempercepat peluncuran produk ke pasar, atau
mengalahkan kompetitor tertentu.

“Bagian HR mempengaruhi seluruh objektif perusahaan. Tetapi hal itu hanya mungkin
bila diawali dengan memikirkan kontribusinya dalam konteks strategi perusahaan,”
ujarnya.
Pada dasarnya bagian HR memiliki elemen taktis dan strategis dalam setiap tugas
yang diembannya. Mengutip kajian Mercer, Senior Manager Appiications Center of
Excellence Oracle Asia Pacifik, Celina Fung, mengatakan, tugas bagian HR yang
paling sederhana adalah administrasi HR. Tugas berikutnya yang makin rumit adalah
menjalankan fungsi dasarnya, memberikan konsultansi, membuat karyawan
perusahaan kompetitif, dan terakhir mengembangkan aspek strategik perusahaan.

Kelima fungsi tersebut selama ini membentuk piramid, berdasarkan fungsi yang
paling banyak dijalankan perusahaan. Fungsi terbanyak yang dijalankan perusahaan
adalah pengadministrasian HR dan berada di bagian dasar dari piramid. Fungsi
strategi berada di puncak piramid.

Transformasi HR, menurut Celina, mengubah bentuk piramid tersebut menjadi bentuk
belah ketupat, di mana fungsi terbesar dari bagian HR adalah memberikan
konsultansi kepada karyawan dan perusahaan untuk meraih keberhasilan. Payung
dari perubahan ini tetaplah aspek strategi dari pengelolaan HR yang didasarkan pada
strategi bisnis perusahaan. Berdasarkan survei, lebih dari 75% perusahaan global kini
berada dalam upaya transformasi HR. Perusahaan Amerika memimpin di depan
dalam menyelesaikan proyek transformasi HR.

Lantas, apakah yang disebut dengan inisiatif strategik tersebut? Sebuah inisiatif
disebut strategik bila memenuhi satu atau lebih kriteria berikut: berdampak luas,
fokus pada kebutuhan di masa depan, menentukan keunggulan kompetitif,
berdampak pada pendapatan (bukan hanya pemotongan biaya), atau berhubungan
langsung dengan tujuan yang disebutkan dalam laporan tahunan. Para eksekutif HR
bisa menjadikan kriteria di atas sebagai alat untuk mengetahui sejauh mana mereka
menjalankan fungsi strategik.

Fungsi strategik bisa diwujudkan dalam banyak hal. Bila pengadministrasian gaji
dianggap fungsi administrasi atau tidak strategik, maka mendesain sistem proses
gaji yang efektif dan paket benefit yang menarik tergolong fungsi strategik. Contoh
lain, menggunakan program Excel, mungkin bagian HR hanya bisa melaporkan
kepada manajemen senior bahwa tingkat keluar-masuk (turnover) karyawan tahun ini
20%. Fungsi ini bisa menjadi strategik berkat bantuan teknologi, sehingga laporan
kepada manajemen senior menjadi lebih detil dan bermakna: tingkat keluar-masuk
karyawan 20%, rata-rata industri 10%, pesaing langsung 7%, tingkat keluar-masuk
karyawan di bagian penjualan 80%, sebagian besar tenaga potensial dalam posisi
kunci, dan total biaya keluar-masuk karyawan masing-masing mencapai sekian puluh
atau ratus juta rupiah.

Banyak perusahaan yang menganggap enteng biaya turnover. Padahal, biaya


turnover tersebut sejatinya sangat besar. Mari kita hitung biaya apa saja yang harus
dibayar perusahaan: biaya rekrutmen, biaya training, biaya defisit kinerja individu
(orang baru butuh 12 hingga 18 bulan untuk memberikan sumbangan kepada
perusahaan), dan – tak kalah penting – kerugian akibat perginya konsumen. Survei
Mercer mendapatkan temuan, sekitar, 50% konsumen utama ikut dibawa pergi
bersamaan dengan keluarnya orang tersebut dalam periode 6 bulan terminasi.

Wawancara yang dilakukan Mercer terhadap orang-orang yang memutuskan ke luar


menemukan jawaban kenapa mereka pergi. Penyebabnya adalah masalah yang
mudah diidentifikasi dan diperbaiki. Sebanyak 80%, contohnya, ke luar karena tidak
puas dengan manajer mereka, dan 20% pergi karena tidak puas dengan sistem
kompensasi.
Muncul pertanyaan, bagaimana HR berdampak terhadap pendapatan? “Ada banyak
cara untuk itu,’ jawab Greg Lipper., Misalnya merekrut orang yang lebih baik,
mengelola keahlian karyawan, memberikan training/e-learning yang tepat, mengukur
dan memberi penghargaan kinerja yang efektif, meningkatkan produktivitas, atau
optimalisasi proses.

Sebagai contoh, menaikkan produktivitas memiliki dampak lebih besar terhadap


perusahaan dibandingkan dengan pemotongan biaya signifikan pada biaya proses
HR. Alasannya, biaya proses HR sangat kecil secara relatif terhadap total biaya
perusahaan. Biaya terbesar perusahaan, umumnya lebih dari, 50% dari total biaya,
adalah biaya terkait sumber daya manusia. Karena porsinya yang besar, maka
menaikkan produktivitas akan menghasilkan dampak yang jauh lebih besar.

Tantangan utama eksekutif HR dalam transformasi fungsi HR ini adalah menutupi


kelemahan mereka tentang bisnis, “Sebagian besar orang HR tidak menguasai aspek
bisnis perusahaan,” ungkap Danny Pradhana, mantan eksekutif HR DHL Worldwide
yang kini mendirikan perusahaan konsultan Human Resources Solution. Orang HR
sering dianggap oleh koleganya bukan sebagai orang bisnis, sehingga tidak bisa
berbicara dalam terminologi bisnis. Persepsi ini seringkali menyulitkan eksekutif HR
untuk meyakinkan manajemen tentang strategiknya bagian HR. Lebih lanjut ini
berdampak pada pengkerdilan bagian HR dalam arti sebenarnya.

“Di manapun bagian HR akan selalu menjadi cost center,” kata Greg mengingatkan
seorang penanya. Transformasi peran HR bukanlah dimaksudkan menjadikan bagian
tersebut menjadi profit center, karena hal itu tidak mungkin. Namun, tambahnya,
bagian HR bisa menunjukkan kontribusinya terhadap bottom line perusahaan dengan
mengkuantifikasikan berbagai hal terkait dengan pengelolaan HR. Meski cost center,
bagian HR juga bisa mengukur dan menetapkan ROI (Return on Investment) dari
fungsi HR, khususnya program training. Bagian HR mampu pula menjelaskan matriks
bagaimana manajemen senior seyogyanya menilai kinerja mereka.

Teknologi, menurut Celina Fung dan Managing Director Oracle Indonesia, Adi J. Rusli,
sangat membantu upaya transformasi fungsi bagian HR tersebut. Teknologi, ujar
mereka. akan membebaskan bagian HR dari proses pengadministrasian HR yang
melelahkan, sehingga bagian HR bisa lebih fokus mengerjakan peran yang lebih
strategik. Manfaat ini sangat dirasakan oleh Astra Credit Company (ACC) seperti
ditegaskan Direkturnya Najib Hermanto. “Semua aspek terkait dengan karyawan
tercatat dengan baik dan akurat. personalisasi layanan kepada karyawan juga bisa
dilakukan, misalnya mengucapkan selamat ulang tahun kepada karyawan yang
sedang berulang tahun,” tuturnya.

Teknologi Human Capital Business Management juga membantu perusahaan


merumuskan strategi manajemen perusahaan berkat tersedianya informasi yang
memadai. Misalnya melakukan pembedaan gaji berdasarkan catatan kinerja individu.
Juga meramalkan kerugian peran bagan HR perusahaan akibat kelangkaan tenaga
berpengalaman, dan atas dasar itu bisa menjalankan program training tertentu.

“Solusi Human Resources Management System dari Oracle menjawab beraneka


kebutuhan perusahaan dan karyawan dalam pengelolaan HR," tukas Diski Naim,
Senior Sales Consultant Oracle Indonesia. HRMS telah disesuaikan dengan berbagai
ketentuan perundang-undangan dan regulasi ketenagakerjaan dan bisnis di
Indonesia. Teknologi ini 100% berbasis internet, swalayan, mendukung
penyebarluasan pengetahuan dan intelijen tenaga kerja, manajemen tenaga kerja
global, dan praktik terbaik bisnis HR. Kecuali fungsi administrasi, karyawan bisa
mengakses berbagai training yang diperlukan dan perusahaan bisa pula
menyelenggarakan program e-learning dengan mudah. “Karena fasilitasnya sudah
tersedia,” ungkapnya.

Meskipun teknologi kini makin banyak dimanfaatkan dalam pengadministrasian HR,


ia hanya berperan sebatas business enabler – alat bantu dalam menjalankan
pekerjaan. Ia tidak bisa menggantikan peran bagian HR secara menyeluruh.
Sebaliknya, orang HR bisa memanfaatkan teknologi untuk membantu mereka dalam
menjalankan peran lain yang lebih strategis sifatnya. "Bagian HR harus bangkit dan
cepat bertindak bila mereka tidak ingin dilindas perubahan," tambah Greg Lipper. Ia
menyebutkan peran eksekutif HR di masa depan haruslah menjadi Chief Performance
Officer (CPO), eksekutif yang menyusun indikator kinerja kunci (Key Performance
Indicator/KPI), mengukur kinerja organisasi, serta menetapkan sistem reward dan
punishment.

Sumber: Majalah Human Capital No. 14 | Mei 2005

Buruk Muka Cermin Dibelah

No. 12 - Maret 2005

Rencana beberapa bank dan BUMN untuk melakukan merger menyimpan bom waktu
dari sisi tenaga kerja. Fakta menunjukkan aktivitas merger dan akuisisi (M&A) selalu
menyebabkan tersingkirnya karyawan dalam jumlah signifikan. Lebih repot kalau
M&A menjadi solusi atas kegagalan manajemen mengelola usaha.

Bank Tabungan Negara (BTN) benar-benar menjadi primadona akhir-akhir ini. Itu
setelah Direktur Utama Bank BNI Sigit Pramono melansir keinginan banknya untuk di-
merger dengan bank spesialis pembiayaan perumahan tersebut. “Merger ini akan
memberikan kekuatan tambahan bagi Bank BNI,” tegasnya. Rencana merger ini
diungkapkan Sigit setelah adanya rencana Menneg BUMN Sugiharto untuk
menyatukan BTN dengan bank pemerintah yang telah go public (Bank BNI, BRI, dan
Bank Mandiri).

Rupanya, bukan hanya Bank BNI yang berminat untuk mengakuisisi BTN. Bank BRI
pun melansir keinginan yang sama. Niat Bank BRI muncul setelah Gubernur BI
Burhanuddin Abdullah bicara kepada media massa bahwa sebaiknya merger
dilakukan di antara bank yang sehat. Ucapan ini secara tidak langsung ditujukan
kepada rencana Bank BNI karena bank itu.masih dalam tahap pemulihan kesehatan.

Anehnya, di saat bank-bank lain sibuk dengan skenario merger dan akuisisi,
manajemen BTN menyatakan ketidaktahuannya terhadap rencana yang sebenarnya
sangat vital ini. Penolakan pihak BTN ini muncul dalam banyak bentuk dan di banyak
kesempatan. Kalangan pebisnis real estate dan Menneg Perumahan Rakyat pun tak
ayal menolak rencana ini.

Semuanya berawal dari adanya Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang dilansir
oleh Bank Indonesia beberapa waktu lalu. API telah menyusun pengelompokkan
bank-bank di Indonesia menurut ukuran aset dan lingkup usahanya. Kemudian di
setiap kategori bank terdapat satu bank jangkar (anchor bank).Otomatis setiap bank
berusaha masuk ke kategori bank yang ada, dan – kalau bisa – sekaligus menjadi
bank jangkar untuk kategori tersebut. Hal ini ditandai dengan munculnya rencana
merger dan akuisisi oleh bank-bank besar, khususnya mereka yang masuk daftar 10
bank terbesar di Indonesia. Selain beberapa bank di atas, BCA, seperti disampaikan
Direktur Jahja Setiaatmaja, tak menutup kemungkinan pula untuk melakukan merger
dan akuisisi. Bank yang diakuisisi tentunya harus bisa melengkapi kekuatan BCA saat
ini.

Niat merger dan akuisisi juga direncanakan oleh bank-bank kelas menengah, seperti
Bank Mega. “Kami ingin mengakuisisi bank yang lebih kecil dengan keunggulan yang
berbeda dengan Bank Mega," tukas Chairul Tanjung, Presiden Komisaris bank itu.

Pemerintah memang mendorong terjadinya merger dan akusisi di kalangan


perbankan sebagai langkah konsolidasi perbankan nasional. Di antaranya dengan
menyiapkan insentif perpajakan untuk merger dan akuisisi. Wacana merger itu
bahkan tidak hanya menyangkut bank. Kantor Kementerian BUMN telah mengkaji
kemungkinan merger sejumlah BUMN lain, seperti Pelindo I-IV dan Jamsostek dengan
Jasa Raharja. “Kami siap saja jika pemerintah memutuskan untuk me-merger Jasa
Raharja dengan Jamsostek,” ujar Darwin Noor, Direktur Utama Jasa Raharja, BUMN
yang menyediakan asuransi bagi penumpang angkutan umum.

Merger dan akuisisi merupakan praktik alamiah di dalam dunia korporasi. la terjadi
silih berganti dengan kegiatan spin-off. Ketika perusahaan ingin berkembang secara
non-organik, maka merger dan akuisisi adalah pilihan yang jamak diambil. Saat
perusahaan mulai kegemukan dan memiliki fokus bisnis yang terlalu banyak, maka
tibalah saatnya untuk mempretelinya (spin-off).

Kendati tujuan utama sebuah merger dan akuisisi adalah untuk memperkuat bisnis
dan kinerja perusahaan, efisiensi usaha merupakan hal lain yang mendasari sebuah
proses merger dan akuisisi. Redundancy dalam banyak hal – personil, teknologi,
cabang, produk, dan delivery channel lainnya – bisa dihindari sehingga perusahaan
lebih efisien beroperasi dan mampu meraih kinerja yang lebih tinggi.

Di sinilah letak persoalan utamanya. Setiap proses merger dan akuisisi selalu
menyebabkan adanya personil karyawan yang tersingkir. Ini terjadi di hampir semua
level perusahaan. Perusahaan tentunya tidak memerlukan dua atau lebih manajer
untuk menjalankan fungsi yang sebenarnya bisa dijalankan oleh satu manajer saja.
Pengurangan jumlah karyawan yang tersingkir itu hanya bisa dilakukan bila kelebihan
karyawan itu disalurkan ke posisi baru yang memang diciptakan sesuai dengan visi,
misi, dan fokus strategi perusahaan yang baru. Namun, penyetelan ulang atau
penyelerasan organisasi (organization realignment) ini tak mampu sepenuhnya
menyerap kelebihan tenaga kerja tersebut.

Sebagai contoh, proses merger Bank Eksim, BDN, BBD, dan Bapindo menjadi Bank
Mandiri yangdimulai bulan Oktober 1998. Jumlah karyawan keempat bank tersebut
26.609 orang. Jumlah ini tentu saja terlalu banyak dan jauh di atas target IMPA
(investment management and performance agreement) yang disusun bersama-sama
dengan IMF. Sebagai langkah awal, Direktur Utama Robby Djohan bersama timnya
akhir Februari 1999 mengeluarkan ketentuan yang berkaitan dengan Program
Pensiun Sukarela (PPS). Program ini diselenggarakan bersamaan dengan program
seleksi pegawai sehingga karyawan memiliki pilihan.

Proses seleksi dilakukan secara serentak di semua bidang, dimulai dari pegawai
dengan jabatan yang lebih tinggi. Proses seleksi dilakukan bertahap yang diakhiri
dengan wawancara oleh beberapa orang pegawai yang jabatannya lebih tinggi atau
oleh konsultan. Proses PPS akhirnya diikuti oleh 10.695 orang dan seleksi diikuti oleh
15.453 orang. Menurut Robby Djohan, pada saat komite merger dibubarkan masih
terdapat 461 orang karyawan yang statusnya belum jelas karena mereka
menganggap proses seleksi belum selesai, namun di sisi lain bank menilai mereka
tidak memenuhi syarat.

Selesai PPS, jumlah karyawan bank turun dari 26.609 orang sebelum merger menjadi
15.914 orang pada akhir November 2000 (turun 40,2%). Karena adanya kebutuhan
penyegaran terutama di front liner dan bidang strategis lainnya, maka direkrut 2.226
pegawai baru sehingga total karyawan menjadi 18.140 orang atau 90 orang lebih
banyak dari target IMPA untuk akhir 2000. Kalau dihitung jumlah karyawan Bank
Mandiri yang harus tersingkir akibat merger sekitar 40% lebih.

Dewasa ini, menurut Managing Director Bank Mandiri Nimrod Sitorus, jumlah
karyawan Bank Mandiri sekitar 19.000 orang. “Tahun ini kami berencana menambah
2000 karyawan lagi,” ungkap direktur yangjuga membawahi manajemen sumber
daya manusia Bank Mandiri itu.

Pengurangan karyawan yang signifikan juga terjadi pada saat merger Bank Universal,
Bank Bali, Bank Prima Express, Bank Media, dan Bank Patriot menjadi Bank Permata.
Secara total jumlah karyawan ke-5 bank itu mencapai 8.157 staf. Proses merger
secara hukum berlangsung bulan September 2002 dan merger secara operasional
diselesaikan bulan Desember 2002. Hanya dalam waktu 5,5 bulan, proses merger
berhasil dituntaskan – sebuah prestasi merger yang cukup mencengangkan bila
dibandingkan dengan jangka waktu merger bank-bank di bawah BPPN sebelumnya.

Selain proses integrasi operasional, tantangan terberat yang harus dihadapi


perusahaan hasil merger adalah integrasi HR. Perampingan karyawan menjadi tidak
terelakkan. Jumlah karyawan berkurang sebanyak 1.031 orang setelah adanya
pengunduran diri secara sukarela melalui program golden shakehand yang diberikan
Pertama Bank.

Dalam perkembangan lebih lanjut, menurut GM Human Resources Permata Bank N.


Krisbiyanto, jumlah karyawan itu masih perlu dikurangi sebanyak 950 orang lagi.
Jumlah sebanyak itu diperoleh setelah melalui kajian mendalam oleh Permata Bank
maupun pihak konsultan. Proses pengurangan karyawan ini berhasil dilaksanakan
pada 2003 hingga awal 2004 sehingga jumlah karyawan Pertama Bank per Mei 2004
6.317 orang dan saat ini diperkirakan sekitar 6.500 orang, baik tenaga staf tetap
maupun kontrak. Secara total, penciutan jumlah karyawan Permata Bank akibat
merger mencapai 2.000 orang lebih atau lebih dari 25%.

Berdasarkan fakta pada kedua bank di atas – dan berbagai kasus merger dan akuisisi
lainnya, baik di perusahaan lokal maupun global – rasionalisasi karyawan adalah
konsekuensi yang tak terhindarkan akibat proses merger dan akuisisi. Dalam kasus
merger, sudah barang tentu karyawan perusahaan yang lebih kecil harus bersiap-
siap menjadi korban. Dan, dalam kasus akuisisi, karyawan perusahaan yang diakuisisi
dipastikan akao menjadi korban yang harus tersingkir.

Bercermin pada rencana merger dan akuisisi terhadap BTN, maka orang-orang BTN
berpeluang menjadi korban terbanyak. Wajar bila mayoritas karyawan BTN akan
menolak setiap bentuk wacana merger dan akuisisi terhadap bank itu.

Pola PPS, golden handshake, atau apapun namanya tidak bisa sepenuhnya menjawab
keraguan karyawan tentang mase depannya pascamerger dan akuisisi. Sebab,
banyak contoh karyawan yang mengambil pesangon puluhan hingga ratusan juta,
akhirnya mengalami kesulitan hidup karena bisnisnya gagal. Kegagalan ini tidak
semata-mata karena minimnya pengetahuan dan pengalaman mereka dalam
berbisnis, tetapi juga karena sulitnya kondisi ekonomi.

Jika pemerintah tetap bersikeras mendorong merger dan akuisisi, perlu dipikirkan
agar tidak jatuh korban-korban baru, yaitu karyawan yang harus tersingkir dari
entitas bisnis baru karena berbagai sebab. Kalau itu terjadi, mereka akan menambah
deretan panjang penganggur terbuka dan setengah terbuka yang tahun 2004 lalu
diperkirakan masing-masing berjumlahnya 10,53 juta orang (9,86% dari angkatan
kerja keseluruhan yang berjumlah 104,02 juta orang) dan 28,93 juta orang (27,5%
dari total angkatan kerja). Bila keduanya digabung maka setidaknya jumlah
penganggur di Indonesia mencapai 39,46 juta orang atau 37,36%.

Patut dicatat, kegagalan perusahaan sehingga harus di-merger dan diakuisisi terjadi
lebih banyak karena kesalahan level manajemen puncak. Tak sepatutnya hal itu
menjadi beban karyawan. Bila dinilai yang lemah adalah manajemennya – dan
potensi perbaikan dan peluang bisnis masih besar – ganti atau perbaiki saja
manajemennya. Sama halnya, jika kesulitan perusahaan karena faktor di luar kendali
manajemen seperti kebijakan pemerintah yang tidak jelas, perbaiki semua
kelemahan itu. Jangan karena buruk muka, cermin dibelah.

Sumber: Majalah Human Capital No 12 | Maret 2006

Klaim Asuransi Pasca Tsunami

No. 11 - Februari 2005

Kematian hampir 200.000 orang dan hancurnya banyak harta-benda akibat


gelombang tsunami di Aceh dan Sumatera Utara menyebabkan klaim asuransi akan
meningkat. Berbagai pihak bersepakat untuk mempermudah prosedur klaim. Perlu
fatwa Mahkamah Agung?

Pasca bencana katastrofi di Aceh dan Sumatera Utara, industri asuransi adalah salah
satu industri keuangan yang terkena dampak utama bersama dengan perbankan.
Bencana itu telah menimbulkan kerugian harta benda dan jumlah korban yang samat
besar. Tentu, tidak semua harta benda dan nyawa korban yang diasuransikan.
Seberapa besar nilai kerugian yang harus ditutup oleh industri asuransi masih belum
diketahui secara pasti.

Herris B. Simandjuntak, Direktur Utama Asuransi Jiwasraya dan Ketua Asosiasi


Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), memperkirakan nilai penutupan asuransi di Aceh dan
Sumatera Utara berjumlah sekitar Rp 50 triliun. Dari jumlah itu, porsi asuransi jiwa
sekitar 10%. Namun, berapa dari nilai penutupan itu yang akan menjadi klaim masih
belum sepenuhnya diketahui.

Meskipun jumlah pertanggungan asuransi jiwa relatif kecil dibandingkan asuransi


umum, namun jumlah nasabah asuransi jiwa jauh lebih banyak. Sehingga potensi
timbulnya masalah dalam proses klaim juga cukup besar mengingat hilangnya
dokumen identitas kebanyakan nasabah.

Frans Y. Sahusilawane, Presiden Komisaris PT Asuransi Mai Park dan Presiden Direktur
PT Tugu Reasuransi Indonesia, memperkirakan nilai pertanggungan kerugian atau
total risk asuransi gempa bumi yang ditutup asuransi umum di Aceh dan Sumatera
Utara mencapai sekitar Rp 16,8 triliun. Rjnciannya, untuk wilayah Aceh ada 22 risiko
dengan nilai pertanggungan sebesar Rp 769 miliar. Sedangkan untuk wilayah
Sumatera Utara ada 420 risiko dengan nilai pertanggungan Rp 16,1 triliun. Data
tersebut dikutip dari PT Asuransi Mai Park, yang khusus menutup pertanggungan
asuransi gempa.

Angka-angka tersebut belum pasti menunjukkan potensi klaim yang harus dibayar
oleh perusahaan asuransi. Sebab, belum tentu semua tertanggung terkena bencana
gempa dan tsunami tersebut. Bisa pula terjadi, pertanggungan asuransi tersebut
tidak memasukkan risiko tsunami.

Namun hingga 25 Januari 2005, Frans yang juga menjabat Ketua Asosiasi Asuransi
Umum Indonesia (AAUI), mengatakan kepada pers di Departemen Keuangan, nilai
klaim asuransi umum dan jiwa di Aceh mencapai Rp 3,2 triliun. Jumlah tersebut
ditaksir berasal dari industri sosial Rp 100 miliar, asuransi jiwa Rp 1,2 triliun, dan
perusahaan asuransi umum Rp 1,9 triliun. “Jumlah tersebut dipastikan akan terus
bertambah karena sebagian besar perusahaan asuransi yang berada di Aceh belum
menyampaikan laporannya,” ujarnya. Menurut catatan, dari 5 perusahaan asuransi
sosil di Aceh, baru satu perusahaan yang melaporkan. Asuransi jiwa, dari 52
perusahaan, baru 20 perusahaan yang melapor. Sementara dari 102 perusa-haan
asuransi umum, baru 56 perusahaan yang melapor.

Direktur Utama PT Jamsostek Achmad Djunaidi kepada pers mengatakan jumlah


klaim peserta program Jamsostek di Aceh mencapai Rp 99,85 miliar. Senada dengan
Frans, ia memperkirakan jumlah klaim tersebut masih terus bertambah karena
perusahaannya masih melakukan identifikasi peserta.

Di Banda Aceh tercatat 297 perusahaan yang aktif dengan tenaga kerja aktif 9.088
orang dan non-aktif 18.458 orang. Dari jumlah itu, yang menjadi korban bencana
4.000 orang dari 105 perusahaan. Berbeda dengan asuransi lainnya, Jamsostek tidak
membayar klaim untuk kasus catastrophe atau bencana alam. Jiwasraya sendiri
menurut Herris memiliki 27.000 pemegang polis di Banda Aceh Branch Office dengan
nilai pertanggungan yang bervariasi. Nilai total pertanggungan nasabah tersebut
mencapai beberapa ratus miliar. Herris mengaku, sudah ada pemegang polis yang
mengajukan klaim. “Nilainya saya lupa, tetapi beberapa miliar lah,” ungkapnya.

Kendala utama pencairan klaim tersebut adalah identitas nasabah yang sebagian
besar hilang. Begitu pula identitas ahli waris sebagai penerima manfaat (beneficiary).
Pada dasarnya, tutur Herris, perusahaan asuransi memiliki komitmen untuk
menyelesaikan pembayaran setiap klaim. Bagaimana pun, rakyat Aceh sedang kena
musibah dan perlu segera diringankan bebannya. Hanya saja, harus ada ketentuan
secara hukum yang bisa jadi pegangan perusahaan asuransi. “Jangan sampai setelah
klaim dibayar, perusahaan menghadapi tuntutan di kemudian hari. Prinsipnya,
perusahaan hanya akan membayar satu kali untuk setiap klaim.”

Salah satu terobosan yang perlu dilakukan adalah menyangkut ketentuan hukum
tentang orang hilang. Dalam ketentuan selama ini, secara hukum orang yang hilang
baru benar-benar dinyatakan hilang setelah 5 tahun. “Industri asuransi memerlukan
penetapan hukum yang dapat dijadikan pegangan untuk membayar klaim dari orang
hilang menjadi kurang dari 5 tahun. Mungkin bisa 6 bulan saja,” tegas Frans
Sahusilawane. Fatwa hukum itu mungkin bisa diperoleh dari Mahkamah Agung.

Segera setelah bencana tsunami terjadi, asosiasi-asosiasi industri asuransi langsung


berinisiatif bertemu untuk membicarakan upaya membantu penyelesaian klaim
asuransi di daerah bencana. Serangkaian pertemuan rutin dilakukan melibatkan
AAUI, AAJI, Asosiasi Adjuster Asuransi Indonesia (AAAI), dan Asosiasi Broker Asuransi
Indonesia (ABAI). Untuk mengkoordinasikan, asosiasi-asosiasi tersebut membentuk
Tim Koordinasi Asuransi Tsunami (TKATs), yang diketuai oleh Robertus Ismono dari
AAAI.

Asosiasi-asosiasi itu telah mengadakan pertemuan dengan Direktur Jenderal


Lembaga Keuangan, Departemen Keuangan, Dr. Darmin Nasution. Dalam pertemuan
itu Darmin meminta pihak asuransi mengabaikan persyaratan standar pengajuan
klaim, mengingat kondisi para korban tsunami tidak mungkin bisa memenuhi
persyaratan tersebut. Pada kesempatan yang sama, Darmin meminta industri
asuransi proaktif dalam menangani klaim korban gempa/tsunami.

Pertemuan juga telah dilakukan dengan Menteri Keuangan Yusuf Anwar di ruang
kerjanya. Pihak asosiasi industri asuransi sudah menyampaikan hal-hal yang telah
mereka lakukan maupun hal-hal yang menjadi concerned mereka. Soal identitas
nasabah maupun penerima manfaat, pihak asuransi telah bersepakat bekerjasama
dengan pihak perbankan. Karena beberapa bank sudah mulai beroperasi kembali,
tentunya pihak perbankan telah melakukan verifikasi atas identitas nasabah ataupun
membuat terobosan soal identitas ini. “Daripada kami bekerja dua kali, lebih baik
data nasabah yang sudah dipakai oleh bank tinggal kami pakai,” lanjut Herris.

Keseriusan industri asuransi membantu penyelesaian masalah di Aceh patut


diacungkan jempol. Mereka sudah mempersiapkan prosedur khusus untuk
memperlancar penanganan klaim. Prosedur khusus tersebut, antara lain, terkait
batas waktu pelaporan kejadian klaim dari praktik standar dari 3 sampai dengan 7
hari menjadi 1 tahun.

Menarik juga memperhatikan dampak dari melonjaknya klaim terhadap kondisi


likuiditas perusahaan asuransi. Pertanyaannya, apakah ada perusahaan asuransi
yang terancam bangkrut karena tingginya klaim asuransi? Mudah-mudahan saja
tidak sampai sebegitu parah. Tantangan terbesar akan dihadapi oleh perusahaan
asuransi umum yang banyak menutup pertanggungan bernilai besar. Salah satu
objek pertanggungan yang besar adalah PT Semen Andalas yang nyaris hancur
semuanya. Nilai pabrik ini bisa mencapai ratusan juta dolar, kendati belum tentu juga
pertanggungan asuransinya memasukkan risiko gempa bumi dan gelombang
tsunami.

Risiko finansial bagi perusahaan asuransi masih bisa ditekan karena umumnya hanya
30% dari nilai pertanggungan asuransi umum yang ditutup oleh perusahaan asuransi
umum lokal. Sisanya ditutup oleh perusahaan reasuransi, terutama asuransi luar
negeri. Semakin tinggi nilai pertanggungannya, semakin besar nilai yang ditutup oleh
perusahaan reasuransi luar negeri. Sedangkan, nilai penutupan asuransi jiwa oleh
perusahaan reasuransi relatif kecil karena nilai pertanggungannya yang relatif kecil-
kecil.

Belum jelas perusahaan reasuransi mana saja yang menutup pertanggungan di Aceh,
yang pasti perusahaan reasuransi global macam Lloyd, Allianz, dan Swiss Re telah
menyatakan komitmennya untuk menyelesaikan pembayaran klaim. Untuk
mempercepat proses penyelesaian klaim, lanjut Herris, seharusnya pihak reasuransi
lokal maupun luar negeri dilibatkan sejak awal dalam proses penyelesaian klaim
akibat tsunami di Aceh dan Sumatera Utara.

Bagaimana pihak asuransi menyelesaikan klaim akibat bencana tsunami ini akan
sangat menentukan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi ke
depan. Pasca bencana tsunami, sesungguhnya, adalah saat yang tepat bagi industri
asuransi untuk mendorong kecintaan masyarakat terhadap asuransi. Kalau industri
asuransi bisa menyelesaikan klaim sebaik-baiknya, maka hal itu bisa menjadi
promosi gratis dan efektif bagi perkembangan lebih lanjut industri asuransi di
Indonesia.

Sumber: Majalah Human Capital No. 11 | Februari 2005

Kegagalan Dalam Implementasi System ERP

No. 34 - Januari 2007

Karya Bakti Kaban HRD, GA & IT Senior Manager & CM Consultant

Dalam dunia bisnis, dampak dari Information Technology (IT) yang sekarang mulai
ditambah lagi dengan kata Information & Communication Technology (ICT) ternyata
cukup besar dan mampu merubah wajah bisnis. Dengan bantuan ICT ini proses
menjadi lebih mudah. Lebih cepat dan tentu saja lebih efektif dan efisien. Salah satu
lagi yang mampu diubah oleh penggunaan ICT ini adalah transparansi, suatu kata
yang terkadang tidak disukai di Indonesia apalagi di birokrasi (baca:pemerintahan).

Jika kita berbicara tentang system (baca: software), maka akan banyak sekali yang
ada di pasaran saat ini. Tergantung bisnis kita IT strategic-nya mau kemana.
Bagaimana menentukan IT strategic bagi perusahaan kita, kemudian system apa
yang cocok buat kita dan seberapa besar benefi t yang bisa kita dapat dari system
yang kita pakai, tentu ada metodologi dan valuation tersendiri untuk
mengerjakannya. Tulisan saya kali ini tidak akan membahas tentang hal ini.

Kemudian pertanyaan selanjutnya apa saja yang menjadi penghalang dalam hal
instalasi dan implementasi dari software ERP? Serta apakah dengan instalasi dan
implementasi ERP maka dipastikan bisnis akan berhasil dalam arti lebih effi sien,
produktif, memuaskan pelanggan?

Pada dasarnya yang menjadi penghalang utama dalan hal instalasi dan implementasi
ERP ada dua yaitu memperoleh kepercayaan dari para supplier dan partner
perusahaan serta adanya resistance untuk berubahan dari internal perusahaan.

Menurut data dari IDC Asia Pasifi k, investasi TI dari perusahaan-perusahaan di


Indonesia pada tahun 2001 sebesar US $ 858 juta. Tahun 2002 diperkirakan sekitar
US $ 896,6 juta dan tahun 2003 diramalkan sekitar US $ 1,08 miliar. Dari angka
tersebut, kontribusi belanja software diperkirakan sekitar 40%-nya.

Berdasarkan data di atas, nilai yang sudah dan hendak ditanamkan di bidang IT
memang cukup signifi kan. Alokasi dana sebesar itu yang tujuannya
mengintegrasikan semua proses bisnis, efisiensi, meningkatkan produktivitas,
mengelola SDM, memuaskan dan mengoptimalkan pelanggan itu, memang sudah
seharusnya dilakukan.

Sebab, jika visi dan implementasi benar, hasilnya sungguh luar biasa. Di Amerika
Serikat, misalnya, sejak pertengahan 1990-an banyak top eksekutifnya berani
mengambil risiko menerapkan teknologi baru dan cara baru berbisnis untuk memacu
produktivitas, pemangkasan biaya, dan memuaskan pelanggan. Hasilnya,
perusahaan nonkeuangan di sana rata-rata berhasil mendongkrak 25% produktivitas
mereka.

Namun masalahnya, banyak juga dari investasi itu yang tak jelas juntrungannya,
seperti dipaparkan di awal tulisan ini. Dan itu tak hanya terjadi di Indonesia. Data
dari hasil studi The Standish Group, menyebutkan hanya 28% proyek TI besar yang
mampu mencapai harapan.

Kenapa banyak proyek TI gagal, idle, atau pengunaannya di bawah kapasitas?


Kemungkinan penyebabnya adalah sebenarnya masalahnya lebih ke arah low
utilization ketimbang idle. Masalah itu bisa terjadi -- kalau dilihat dari sisi argumen
Business Integration, yang menyebutkan bahwa TI adalah bagian dari program besar
menata strategi, proses, organisasi/SDM dan sistem yang perlu dilakukan secara
terpadu untuk dapat memperoleh manfaat - karena proyek jadi sangat besar,
menyangkut hal non-TI yang cakupannya luas dan kompleks. Hal ini terkadang sulit
diterima perusahaan, karena cara berpikir kita yang umumnya berangkat dari
organisasi manajemen yang fungsional. Kalau toh rekomendasi itu diterima dan CEO
mencoba menerapkan, pelaksanaannya sangat sulit. Sebab, masalahnya justru
timbul dalam kultur manajemen yang harus berubah. Ada juga dari pendekatan piece
meal. Dalam hal ini, mungkin sistem TI-nya terpasang, tetapi perubahan tidak terjadi,
karena prosesnya hanya berubah sedikit, organisasinya tidak menyesuaikan. Ini
akhirnya malah mengkanibal TI-nya, atau strateginya tidak terdukung, lalu meng-
overrule sistemnya, meskipun proyek TI-nya sendiri bisa dinyatakan sukses.

Dari hasil penelitian terhadap berbagai implementasi ERP di perusahaan-perusahaan


di seluruh dunia, pada akhirnya di-simpulkan bahwa yang menjadi penyebab utama
kegagalan implementasi dan instalasi ini ada beberapa faktor yaitu:

Ketika tidak ada atau kuranngya support dan sponsorship dari Top
Executive

Seperti diketahui bahwa instalasi dan implementasi ERP adalah suatu keputusan
yang harus diambil dan dimulai oleh para Top Executive, artinya keputusan harusnya
adalah Top Down. Apalagi dengan implementasi dan instalasi ini akan berakibat
perubahan terhadap proses business. ERP adalah crossfuction dalam satu
perusahaan.

Orang-orang harus komit untuk melakukan perubahan di bagian masing-masing.


Orang yang dimasukkan dalam proyek akan meluangkan waktunya sebagian besar
untuk proyek ini yang pada awalnya tentu kelihatan seperti hal yang tidak berguna
sama sekali. Disinilah dibutuhkan support dan sponsorship dari Top Executive.

Ketika proyek dianggap sebagai proyek dari satu departemen saja

Sudah disebutkan diawal bahwa implemntasi dan instalasi ERP adalah crossfuction,
artinya proyek tidak akan berjalan semestinya jika ada asumsi bahwa proyek ini
hanya milik satu bagian atau departemen saja, misalnya saat implementasi di
Departemen Finance, maka deparetemen lain merasa tidak berkepentingan dan jika
terjadi fail, dianggap adalah fail tersebut hanya milik depertemen yang
bersangkutan. Padahal dengan ERP ini nantinya akan terjadi keterkaitan yang erat
antar departemen dan terjadi transparansi dan juga sinergi antara satu bagian
dengan bagian yang lain. Sebagai contoh misalnya saat permintaan hasil produksi
besar atau trendnya lagi meningkat maka otomatis bagian produksi akan segera
mengetahuinya dan kapasitas produksi bisa ditingkatkan dan bagian raw material
bisa menyediakan kabutuhan yang dibutuhkan dengan tepat dan online.

Ketika tidak ada yang diserahkan untuk menjadi Person In Charge (PIC)
atau project Manager yang full time

Untuk satu proyek seperti ini maka sangat dibutuhkan seseorang yang memang
ditugaskan untuk menjadi PIC atau project manager atau owner project. Hal ini untuk
meningkatkan komitmen dan mampunya terpenuhi semua pekerjaan sesuai dengan
schedule yang direncanakan. Implementasi dan instalasi ini membutuhkan biaya,
waktu dan resources yang tidak sedikit sehingga dibutuhkan seseorang yang
bertanggung jawab.

Ketika untuk segala proses dan prosedur implementasi diserahkan hanya


ke team IT saja.

Hal ini sangat umum terjadi, dimana para anggota team yang terlibat di proyek
implementasi umunya suka menyerahkan saja untuk pengambilan keputusan atau
perubahan prosedur ke pihak IT dengan alasan mereka orang teknikal yang
menguasai secara baik bidang teknikal. Padahal yang mengetahui prosedur yang
benar dibagian masing-masing adalah pihak yang terlibat utama didalamnya,
misalnya orang finance untuk di bagian finance, orang produksi untuk dibagian
produksi dan seterusnya.

Ketika vendor yang melakukan implementasi kurang atau tidak memiliki


kemampuan dan kompetensi yang baik dalam melakukan implementasi dan
instalasi.

Disini dibutuhkan vendor yang akan melakukan instalasi dan implementasi sudah
memiliki jam terbang yang baik sehingga sudah mengetahui kira-kira problem yang
akan muncul dan memiliki kemampuan untuk melakukan solve sesuai dengan
pengalaman yang telah didapat sebelumnya.

Bidang Teknologi Informasi Masih Menjanjikan

No. 30 - September 2006

Peranan industri software sangat strategis, karena terkait dengan sektor ekonomis,
dimana selain memberikan dampak yang luas terhadap perluasan kesempatan kerja,
dan berusaha juga peningkatan atau pengembangan teknologi informasi dan untuk
meningkatkan peluang investasi dan penyerapan tenaga kerja. Selain itu pula
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) serta penerapannya di
berbagai bidang, telah membuka peluang kerja cukup besar bagi profesional di
bidang tersebut. Mereka dapat bekerja di perusahaan, instansi pemerintah, maupun
dunia pendidikan.

Mengutip pernyataan Ir Stefanus Thomas Suhalim MCSE, bahwa beberapa negara


maju dan berkembang mulai merasakan tingginya kebutuhan tenaga kerja di bidang
itu. Dia memberi contoh, Cina yang setiap tahun menghasilkan 200.000 tenaga
profesional di bidang tersebut, pada akhir 2008 diperkirakan bakal mengalami
kekurangan sebanyak 2,2 juta tenaga kerja TIK. Kenyataan serupa juga terjadi di
Amerika. Dia mengutip laporan dari Information Technology Association of Amerika,
pada tahun 2001 terbuka peluang bagi 900.000 tenaga kerja di bidang itu. Namun
dari jumlah tersebut, 425.000 kesempatan tidak terisi. "Mereka kekurangan pelamar
yang memenuhi kualifi kasi teknis dan nonteknis," tuturnya.

Disisi lain, informasi tentang peluang kerja di luar negeri juga cukup besar dan
banyak, khususnya peluang kerja di bidang teknologi informasi. Sebagai gambaran
bahwa kebutuhan terhadap tenaga IT di bidang industri software baik di luar negeri
maupun di dalam negeri, adalah sebagai berikut : Tenaga IT di luar negeri, untuk
tahun 2015, diperkirakan 3,3 juta lapangan kerja. Sedangkan Tenaga IT domestik,
berdasarkan proyeksi pertumbuhan industri pada tahun 2010, target produksi
8.195.33 US $, dengan asumsi produktifi tas 25.000 perorang, sehingga dibutuhkan
tenaga kerja sekitar 327.813 orang. Dibawah ini disajikan sebuah tabel sebagai
gambaran target export TI di Indonesia.

India Kekurangan

India menghadapi masalah kekurangan tenaga kerja berkemampuan bahasa-bahasa


Eropa (non-Inggris) selama lima tahun mendatang. Hal ini diperlihatkan dengan
dibukanya rekrutmen tenaga kerja asing sebesar 120.000 untuk menutupi
kekurangan tersebut. Defi sit SDM yang mampu berbahasa asing ini diungkap dalam
sebuah laporan yang dilansir perusahaan riset Evalueserve. Meningkatnya
permintaan layanan offshoring dari Eropa menyebabkan industri jasa TI India
kekurangan sekitar 120.000 tenaga kerja yang memiliki spesialisasi bahasa-bahasa
Eropa di luar Inggris. Sementara, perusahaan ini menghitung jumlah SDM India yang
memiliki kemampuan seperti itu tak lebih dari 40.000 orang.

Untuk mengisi kekurangan tersebut, menurut Evalueserve bakal banyak kalangan


industri TI dan business process outsourcing (BPO) India yang harus merekrut tenaga
kerja asing dari daratan Eropa untuk melakukan pekerjaan seperti pengumpulan
informasi, menangani dokumen-dokumen berbahasa non-Inggris, layanan berbasis
voice dan proses-proses transaksi. Menurut Evaluaserve, meningkatnya kebutuhan
tenaga kerja dengan skill bahasa asing non-Inggris ini merupakan dampak dari upaya
perusahaan-perusahaan offshoring India untuk menangkap peluang pasar
outsourcing Eropa daratan. Selain itu, upaya ini ditempuh sekaligus untuk
mengurangi risiko ketergantungan terhadap pasar Inggris dan Amerika Serikat.
Seperti diketahui, lebih dari 80 persen order offshoring India berasal dari kedua
negara itu.

Untuk menarik minat para pekerja asing, kalangan perusahaan offshoring India
menawarkan paket kompensasi yang menarik, kata studi itu. Adapun yang dicari
adalah para pekerja yang bergelar teknik maupun bisnis, serta memiliki skill bahasa
Belanda, Perancis, Jerman, Italia, Spanyol atau Rusia. Tapi, di sisi lain, bukan berarti
tenaga kerja berbahasa Inggris tersedia secara melimpah, meski diakui bahasa
Inggris sudah menjadi semacam bahasa kedua bagi warga India. Pada suatu
kesempatan di sebuah konferensi bisnis offshoring di New Delhi beberapa waktu lalu,
seorang eksekutif perusahaan business process outsourcing India, Dan Sandhu
mengingatkan bahwa dari sekitar dua juta lulusan universitas India yang sanggup
berbahasa Inggris, hanya sebagian kecil yang benar-benar sesuai untuk pekerjaan
menghadapi pelanggan di perusahaan-perusahaan offshoring.

Malaysia Menjanjikan.

Meski menghadapi persaingan yang ketat, seperti perang harga dan semakin
berkurangnya life-cycle teknologi-teknologi terbaru, pasar jasa TI Malaysia tetap
menjanjikan pertumbuhan yang tinggi. Menurut laporan IDC, akibat stagnasi pasar,
perusahaan-perusahaan jasa TI di Malaysia mendapat tekanan untuk bergeser dari
pola system integration (SI), yang mendapatkan pemasukan berbasis jumlah man-
month, ke model layanan yang mendapatkan kompensasi berbasis nilai (valuebased)
dan memperluas marjin keuntungannya dalam lingkungan TI yang dinamis.

Katherine Chan, analyst, Services Research, IDC Malaysia, mengatakan bahwa di


pasar SI Malaysia, permintaan aplikasi enterprise, baik dalam bentuk paket atau yang
sudah dikustomisasi, akan tetap tumbuh dua dijit dengan pertumbuhan tahunan
sekitar 11,6 persen. Menurut dia, selain didorong munculnya teknologi-teknologi dan
delivery model baru, peluang pertumbuhan pasar juga bakal muncul dari aplikasi
implementasi RFID ( Radio Frequency Identifi cation ), aplikasi virtualisasi dan
aplikasi-aplikasi lainnya. “Selain itu, network consulting dan network integration akan
terus mendorong pertumbuhan pasar ini, khususnya ketika konsep ubiquitous
computing mulai melekat di komunitas pengguna,” ujarnya.

Berdasarkan riset IDC, pasar jasa TI Malaysia tahun 2004 mencapai 801,81 juta dolar,
atau tumbuh 29 persen dibanding tahun 2003. Dari jumlah itu, pasar konsultasi dan
integrasi sistem TI merupakan pangsa pasar jasa TI tertinggi dengan pangsa 42
persen, diikuti pasar support dan training TI sebesar 33 persen dan alihdaya 25
persen. “Didorong dengan kuatnya permintaan jasa alihdaya, pasar jasa TI Malaysia
diperkirakan akan tumbuh 16,3 persen dalam kurun waktu 2004-2009,” kata IDC.

Menurut IDC, dalam jangka panjang, proyek-proyek alihdaya akan meningkat. Pada
saat yang sama, perusahaan-perusahaan juga akan semakin banyak memanfaatkan
alihdaya untuk merasionalisasikan investasi TI-nya, misalnya dengan memanfaatkan
sistem sharing, menggunakan jasa application service provider (ASP),
pengalihdayaan manajemen pengoperasian infrastruktur sistem, dan seterusnya.

Di segmen IT deployment and support, pertumbuhan perawatan perangkat keras dan


piranti lunak akan semakin berkurang. Menurut IDC, perusahaan-perusahaan akan
semakin banyak yang menoleh ke para value-added service provider. Tawaran
layanannya lebih dinamis dengan mengambil alih tanggung jawab maintenance
menggunakan model managed service , bukan pola tradisional seperti model annual
maintenance service.

Pekerja dari Indonesia sebenarnya mulai disukai oleh perusahaan di kawasan Asia
karena ada beberapa masalah dengan pekerja dari negara lain. Misalnya, Hongkong
membatasi jumlah pekerja dari Cina. Sementara pekerja dari India kurang disukai
karena mereka menggunakan negara Asia hanya sebagai batu loncatan untuk
bekerja di Amerika. Pekerja Indonesia juga dikenal (sebagian besar) akan pulang
setelah pekerjaan kontrak selesai sehingga tidak menjadi beban negara yang
ditempati (tidak menjadi warga negara disana). Jadi sebenarnya kesempatan orang
Indonesia untuk bekerja di luar negeri cukup baik.

Kualifikasi SDM Berbasis Ilmu Pengetahuan

No. 12 - Maret 2005

Sejak teknologi memasuki era digital maka sesungguhnya telah terjadi revolusi yang
cukup mendasar bagi peradaban manusia. Pada awalnya, hal ini ditandai dengan
pendekatan dan implementasi teknologi komputer ke dalam berbagai aspek
kehidupan manusia sebagai sarana canggih yang sangat mempercepat berbagai
aktivitasnya.
Komputer berkemampuan mengambil alih sebagian besar pekerjaan manusia dalam
organisasi atau perusahaan dengan kecepatan waktu penyelesaian dan tingkat
ketepatan / akurasi yang nyaris sempurna. Sebagian komputer juga didisain untuk
mampu mengambil alih seluruh pekerjaan dari peralatan / perlengkapan tertentu
karena komputer tersebut didisain secara dedicated kepada peralatan/perlengkapan
tertentu tersebut sehingga manusia tinggal melakukan fungsi sebagai operator.

Perkembangan TI

Ketika komputer memasuki pasar bebas sebagai sarana canggih maka kehadirannya
menyumbangkan kontribusi kepada peningkatan dinamika kerja, baik di bidang
administrasi ketatanegaraan, organisasi maupun di bidang bisnis. Semua tiba-tiba
saja berubah disentak oleh revolusi dalam tata cara kerja dimaksud, yang
sebelumnya dilakukan secara manual atau paling tinggi otomatisasi yang sangat
elektrik-mekanik menjadi elektromagnetik. Sistem informasi manajemen yang
tercipta akibat perkembangan ini mendorong keras perubahan mendasar di bidang
manajemen, termasuk manajeman sumber daya manusia (human capital).

Kemampuan komputer yang demikian hebat selain mampu menyajikan informasi


secara cepat dan akurat, mendorong pula pola pikir dan pola tindak para pemimpin
dan pelaku bisnis. Mereka berpendidikan tinggi, percaya dengan manfaat ilmu
pengetahuan dan teknologi dan mengaplikasikannya ke dalam sistim kerja organisasi
maupun individu.Dunia seolah berputar dengan lebih cepat. Ketika orang belum
mengenal komputer karena cakupan sosialisasi aplikasi komputerisasi kepada
segenap pelosok dunia belum optimal, perkembangan teknologi di tahun tujuh-
puluhan membuat kejutan lagi dengan proses perkawinan antara teknologi
telekomunikasi dengan komputer yang membuat denyut kegiatan dunia berubah
lebih cepat dan makin canggih.

Dewasa ini produk teknologi yang aplikatif mengalami perkembangan yang sangat
luar biasa, sehingga berbagai lapisan masyarakat banyak langsung menikmatinya
sebagai gaya hidup dan kebutuhan baru, menyangkut bidang komputer,
telekomunikasi, informasi, cara kerja baru, dan berbagai hal lain.

Tantangan Era Digital

Era sekarang disebut banyak tokoh sebagai era digital, sebab produk-produk yang
menjadi media dalam perubahan, dihasilkan dengan menggunakan teknologi digital
di mana angka biner yaitu 0 (nol) dan 1 (satu) menjadi dasar disain teknologinya.
Dampak multiplier dari setiap produk baru ini selalu mendorong berbagai inovasi,
termasuk aspek perangkat lunaknya, yang dampaknya kepada peradaban manusia
juga luar biasa. Misalnya produk internet yang kemudian berdampak kepada cara
beraktivitas secara maya (virtual) seperti komunikasi jarak jauh dengan e-mail,
berbisnis jarak jauh, belajar jarak jauh, dan berbagai aktifitas melalui internet
lainnya.

Sesungguhnya era universalitas adalah era digital,era yang berbasis ilmu


pengetahuan dan teknologi, era yang menawarkan keterbukaan, era yang mampu
menembus batas-batas ruang waktu bahkan wilayah kekuasaan atau negara
sekalipun. Universalitas menuntut organisasi baik pemerintah maupun organisasi
bisnis serta sumber daya manusia yang bekerja di dalamnya mengantisipasi
kondisinya, kegiatannya dengan merangkul perubahan tersebut, agar mampu
mengendalikan perubahan untuk kondisi yang lebih baik bagi manusia.Organisasi
yang berbasis llmu pengetahuan pada akhimya menjadi jawaban terhadap kualifikasi
organisasi di era yang akan datang.

Diperkirakan, era kesejagadan (universalitas) menciptakan gerak-putar kegiatan


bertambah cepat dalam kurun waktu yang sama dengan sebelumnya. Hal ini berarti
mobilitas perubahan juga meningkat, bertambah kompleks, menuntut dilakukannya
penanganan elemen-elemen organisasi secara lebih profesional. Pada era ini
ketahanan organisasi menjadi penting, sebab tanpa itu kemungkinan bahwa
organisasi harus lenyap terkalahkan dari desakan agresivitas yang lain sangat
mungkin terjadi.

Oleh sebab itu harus ada antisipasi dalam organisasi, harus ada transformasi agar
organisasi cocok dengan kondisi sekitarnya. Terdapat delapan elemen untuk
melakukantransformasi organisasi yaitu:

1. Mengambil hikmah dari perjalanan organisasi selama ini


2. Menetapkan maksud keberadaan organisasi secara jelas
3. Menetapkan tujuan yang menarik ke mana organisasi hendak dibawa
4. Memantapkan tekad kemauan SDM
5. Menghasilkan kinerja secara berkesinambungan dan semakin baik
6. Menghadapi segala tantangan dan hambatan
7. Melakukan kegiatan secara bertahap
8. Mengendalikan perubahan untuk sebesar-besar manfaat

Kepemimpinan & Keteladanan

Era universalitas memerlukan pimpinan nasional yang tepat, yang memiliki dua
aspek penting yaitu aspek teknis dan aspek nonteknis. Adapun yang dimaksud Aspek
teknis adalah penguasaan terhadap ilmu pengetahuan yang related dengan lingkup
kerjanya, sehinga pimpinan tersebut kompeten dalam melakukan tugasnya serta bisa
menghasilkan kinerja sesuai dengan sasarannya. Dalam bahasa ilmu manajemen
dikatakan bahwa pimpinan nasional harus memiliki managerial skill.

Aspek kedua adalah aspek nonteknis, namun memiliki bobot yang seirnbang dengan
aspek teknis, yaitu penguasaan terhadap keteladanan yangdidasari oleh
penghayatan yang tinggi terhadap eksistensi SDM dan peranannya, yang harus
dijaga dan dipelihara kemauan dan semangatnya untuk bisa diajak turut serta
mencapai tujuan organisasi secara kolektif. Dalam bahasa ilmu manajemen disebut
bahwa pimpinan tersebut memiliki leadership. SDM bukan lagi orang upahan yang
bisa diperlakukan sewenang-wenang, tetapi harus dijadikan subyek yang diajak
partisipasinya untuk keberhasilan bersama.

Managerial skill dan leadership menyatu dalam jati diri pimpinan, sehingga segala
persoalan dipecahkan secara ilmu tanpa harus menyakiti SDM yang ada. Kita tentu
sependapat, bahwa era teknologi yang berkembang sedemikian dahsyat kita sikapi
hanya dengan moderat, atau biasa-biasa saja. Sumber daya manusia harus berubah.
Dan perubahan tersebut harus berdasar kesadaran untuk perbaikan kondisi, baik
bagi organisasi, maupun SDM nya secara harmoni.

Masalahnya, tidak semua orang atau kelompok menyenangi perubahan. Terkadang


yang senang dengan status quo juga lebih besar jumlahnya.Penyiapan SDM adalah
suatu perubahan paradigma, dari paradigma lama menjadi paradigma baru yang
harus dipenuhi, jika organisasi masih ingin berperan di era baru. Perubahan pola pikir
atau mindset-changing yang prosesnya harus sepersuasif mungkin.Pada tahapan ini
tantangan terbesar adalah kemungkinan terjadinya benturan antara nilai-nilai
(values) lama yang sudah terlanjur internalized dan menjadi believes setiap oknum
SDM.

Hal ini wajar sebab nilai-nilai lama walau ditunjukkan kekurangannya, sudah
membuktikan kontribusinya dengan memberi berbagai pemenuhan kebutuhan dan
keinginan kepada SDM. Sedangkan dengan nilai-nilai baru masih belum tampak
nyata, baru dalam tahapan sosialisasi untuk menarik hati, sampai menerbitkan
keyakinan bahwa kalau dipergunakan akan pula memberi pemenuhan kebutuhan dan
keinginan yang bahkan akan lebih besar dari sebelumnya.

Sumber: Majalah Human Capital No. 12 | Maret 2005

Mengharap Bonus dari Kinerja

No. 32 - November 2006

Suatu siang di perkantoran di kawasan Sudirman Jakarta Pusat, Teguh (30) seorang
customer service di salah satu bank swasta tersenyum cerah bersama Ramadhan
(29) temannya bekerja. “Seperti biasa, bulan-bulan ini manajemen melakukan
performance appraisal. Kami baru saja dipanggil untuk itu, dinilai kinerja kami,”
terang Teguh diiyakan Ramadhan yang juga terlihat bersahaja.

Menurut kedua karyawan itu, seperti tahun-tahun sebelumnya seusai mereka dinilai
kinerjanya, bonus sedikitnya 2 kali gaji pokok dan promosi jabatan menanti mereka di
akhir tahun. “Malahan saya pernah mendapat tiga kali gaji,” lanjut Ramadhan. Apa
yang tengah dialami keduanya bisa jadi juga sedang dialami oleh banyak karyawan
lainnya, mengingat menjelang akhir tahun biasanya para perusahaan melakukan
penilaian terhadap kinerja para karyawannya. Dan pada akhirnya miliaran rupiah
bakal digelontorkan sebagai bentuk kompensasi dari baiknya kinerja mereka. Tapi
pertanyaanya sekarang, apakah performance appraisal atau penilaian kerja yang
dibilang Teguh dan Ramadhan selalu berujung pada pemberian bonus dan promosi
jabatan? Atau ada yang lainnya?

Managing Director Multi Talent Indonesia, Irwan Rei menyatakan bahwa peran sistem
Performance Management (PM) dalam hal ini performance appraisal demikian
penting di dalam organisasi dan merupakan salah-satu alat utama dari perusahaan
untuk mencapai tujuannya. PM dapat dilihat sebagai kompas maupun rapor
perusahaan, beserta proses pengelolaannya. Rapor yang efektif akan
memperlihatkan dengan jelas apa yang perlu dicapai oleh pegawainya. Rapor yang
dikelola dengan baik juga akan membantu pegawai untuk fokus melakukan pekerjaan
yang berhubungan dengan tujuan utama organisasi.

Seperti di Garuda Indonesia misalnya, menurut, Vice President Marketing and Product
Strategy Garuda Indonesia Prijastono Purwanto, bicara grade system ditempatnya
dilihat dari task performancenya. “Sudah dapat tugas apa saja, pencapaiannnya
bagaimana, dan grade itu kan makin ke atas makin baik dan itu berpengaruh
terhadap besaran bonus ataupun insentif yang nantinya ia terima,” terang Prijastono
lagi. Sementara itu di Direktur Utama Bank Bukopin, Glen Glenardi, mengaku
pihaknya secara rutin melakukan penilaian kerja terhadap karyawannya setiap tahun.
“Setiap tahun kita melakukan itu, dan kita mempunyai kritereia. Setiap tahun itu kita
mempunyai pola penilaian yang berbeda-beda. Itu normative, karena kan situasi
bisnis juga kan berubah terus. Tetapi esensinya sama, ada pencapaian yang
disepakati,: ungkap Glen.
Sama seperti kebanyakan bank pada umumnya, Glen mengaku pihaknya
menggunakan Merit system, Promotion system untuk mengukur kinerja
karyawannya. “Merit itu kan gradually, naik gaji, berdasarkan penilaian. Dapat nilai A,
naik gajinya sekian persen, B naiknya sekian persen, C sekian dan lain-lain. Tapi
kalau promotion biasanya seseorang itu dinaikkan pangkat. Jadi ada juga promotion.
Setiap tahun biasanya akan muncul hal-hal yabg begitu,” tambahnya. Untuk itu Glen
juga tak lupa menyiapkan bonus bagi mereka yang menampakkan kinerja yang baik.
“Hanya saja berapa persennya itu kebijakan SDM. Normati. Itu selalu dengan
sendirinya. Oleh karena itu relatively gaji di kita ini ada yang dapatnya lebih besar,
sekian puluh, ada THR, tunjangan pendidikan, tunjangan puasa. Artinya begini, ada
yang pasti gaji itu 13. tapi kalau kita lagi ada rejeki, ada tambahan lah. Misalnya
pendidikan. Pada saat anak masuk sekolah ada bantuan. Yang pasti itu 13. sisanya
kondisional dan tergantung pencapaian masing-masing,”ujar Glen diplomatis.

Sementara itu , untuk mempertahankan kinerja perusahaan untuk tetap prima, GM


Human Resources RCTI Maezar Maolana mengaku pihaknya melakukan penilaian
kerja sebanyak dua kali dalam setahun. “Penilaian kerja itu berlaku untuk seluruh
level atau grade kepegawaian,” terang Maezar. Sedangkan untuk soal bonus, Maezar
mengaku pihaknya bisa tidak memberikan bonus atau memberikan bonus hingga
lima kali gaji.”Semuanya tergantung penilaian kerja mereka,” terangnya lagi.
Efektivitas Performance Appraisal Sementara itu di dalam contoh yang berbeda,
sebuah perusahaan sepatu asal Korea Selatan yang beroperasi di wilayah Tangerang
Banten terpaksa tutup dan akhir-nya hengkang dari negeri ini. Dampaknya, ratusan
bahkan ribuan buruhnya terpaksa harus kehilangan pekerjaan. Ketika dikonfirmasi
alasan penutupan itu, pihak manajemen pabrik menjawab kinerja karyawannya yang
buruk membuat pabriknya tidak mampu menghasilkan priduk yang mampu bersaing
di pasaran.

Lalu bagaimana bisa sebuah perusahaan bisa bermasalah dengan kinerja


karyawannya? Padahal, perusahaan-perusahaan besar seharusnya mempunyai
sistem yang baik dan teruji untuk masalah seperti ini. Namun, kenyataanya,
kebanyakan perusahaan besar justru tidak efektif jika harus berurusan dengan
masalah kepegawaian macam ini. Khususnya dalam hal penilaian kinerja
karyawannya. Beberapa pakar manajemen SDM sempat berpendapat bahwa proses
penilaian pegawai atau penilaian karya (performance appraisal) perlu ditiadakan
sama sekali. Alasan mereka, orang yang dinilai umumnya tidak menyenangi proses
ini. Terlalu banyak kelemahan yang terkandung dalam sistem yang selama ini ada.
Tak cuma itu, pihak yang harus menilai dan memberi nilai (para atasan) pun banyak
yang tidak menyenangi proses ini.

Yang lebih penting lagi, banyak penelitian mengenai penilaian kerja ternyata
menunjukkan bahwa penerapannya tidaklah meningkatkan kinerja para karyawan
secara umum. Lantas untuk apa ada performance appraisal di tempat kerja? Namun
pakar lainnya menggangap bahwa penilaian kerja menjadi cara efektif untuk
meningkatkan kinerja karyawan. Buat Irwan Rei, Performance Management (PM)
digambarkan sebagai suatu sistem untuk mengelola kinerja organisasi dan individu.

Demikian banyak konsep mengenai PM, mulai dari MBO (Management By Objectives)
sampai PM berbasis Balanced Scorecard, namun menurutnya semuanya dapat dilihat
dari kaca-mata yang sama, yaitu adanya proses pengelolaan kinerja. “Pengelolaan
kinerja ini mulai dari perencanaan, evaluasi sampai rewarding,” terang Irwan lagi.
Tidak cuma itu, penetapan Isi (content) dari PM, umumnya dalam bentuk KPI dan
Kompetensi, serta hubungan (linkage) antara PM dengan berbagai sistem dan
program SDM lainnya, seperti Compensation dan Training & Development juga
merupakan bagian dari sebuah proses pengelolaan kerja.

Perusahaan-perusahaan di Indonesia umumnya sudah menerapkan PM, walau istilah


maupun tingkat kecanggihannya berbeda-beda dari perusahaan yang satu dengan
yang lainnya. Dari sisi content, ada yang menerapkan PM dengan pendekatan MBO
(Management By Objective), ada yang sudah berbasis Balanced Scorecard, namun
juga ada yang sifatnya kualitatif dan tidak terlalu berhubungan dengan apa yang
menjadi tujuan organisasi. Ada yang prosesnya lengkap mulai dari perencanaan,
review, sampai rewarding, ada yang hanya ada reviewing dan rewarding saja, tanpa
ada perencanaan kerja yang jelas.

Ketinggalan Zaman

Namun di tengah maraknya kebutuhan terhadap penilaian kerja untuk


mempertahankan performa perusahaan, gugatan lain muncul. Banyak anggapan
mengatakan bahwa sistem penilaian terhadap performa yang diterapkan di banyak
perusahaan di Indonesia sudah ketinggalan zaman. Efeknya adalah tidak efektifnya
penilaian tersebut dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Untuk yang satu ini,
Irwan mengingatkan kalau sebuah perusahaan dapat mengevaluasi efektivitas suatu
sistem PM di dalam organisasi dengan menggunakan 3 pilar utama, yaitu: proses, isi
dan hubungan PM dengan sistem maupun program PM lainnya.

Dari sisi proses, tahapan umum yang ideal adalah adanya tahapan perencanaan
kerja, dimana tujuan kerja ditetapkan beserta KPI maupun targetnya, dilanjutkan
dengan tahapan review atau evaluasi atas pencapaian target KPI, dan tahapan
rewarding, dimana karyawan mendapatkan reward sesuai dengan prestasi kerja atau
pencapaian target KPI maupun pelatihan untuk meningkatkan kinerja pegawai.
“Demikianlah siklus umum ini akan berulang secara teratur,” ujar Irwan lagi.

Dalam prakteknya, cukup sering dijumpai perusahaan di Indonesia yang tidak


melakukan tahapan perencanaan, sehingga sistem PM akibatnya lebih fokus ke
masa-lalu ,kecuali dalam tahapan reviewing, bukan ke masa depan. “Padahal
managing performance hanya bisa dilakukan dengan baik bila tujuannya jelas
terlebih dahulu,” terangnya. Sedangkan dari sisi, isi, berapa banyak perusahaan yang
menerapkan target atau sasaran kerja yang memiliki hubungan yang jelas dengan
apa yang ingin dicapai oleh organisasi? Sejauh mana visi, misi, kalau ada dan tujuan
organisasi ditranslasikan kepada KPI-KPI individu. Konsep seperti Balanced Scorecard
dan Kompetensi merupakan salah-satu cara organisasi untuk mengisi content dari PM
dengan efektif.

Dari sisi hubungan (linkage/integrasi) dari sistem PM dengan sistem maupun program
HR lainnya, cukup banyak perusahaan yang sudah mengintegrasikan sistem PM
dengan sistem lainnya, seperti compensation dan training & development, namun
tidak sedikit juga perusahaan yang memiliki sistem PM yang tidak berhubungan
dengan sistem dan program SDM lainnya, padahal pengelolaan kinerja karyawan itu
juga membutuhkan dukungan sistem dan program SDM lainnya.

Dalam mengukur kinerja karyawan, menurut Irwan umumnya dikenal sistem MBO
(Management By Objective) dan sistem PM berbasis Balanced Scorecard. Sistem PM
berbasis BSC relatif lebih baik dibandingkan MBO karena isi (content) dari PM yang
digunakan memiliki hubungan yang lebih jelas dengan tujuan utama dan strategi
organisasi. Proses pembuatan scorecard atau pembentukan KPI untuk berbagai
bagian dan tingkatan dari organisasi pun membantu karyawan melihat dengan lebih
jelas hubungan antara pekerjaan mereka (line-of-sight) dengan pekerjaan pegawai di
bagian lain dari organisasi.

Selain itu juga ada sistem PM berbasis kompetensi, dimana yang menjadi indikator
utama kinerja adalah kompetensi. Sistem PM berbasis kompetensi baik digunakan
untuk jenis pekerjaan yang hasil umumnya bersifat kualitatif, tidak mudah terukur
dan banyak mengandalkan perilaku, seperti kepemimpinan, fokus pelayanan kepada
pelanggan, kerja sama tim hingga kemampuan komunikasi. “ Atau ada juga sistem
PM yang menggabungkan BSC dan kompetensi di dalamnya,”ucapnya.

Namun dari sekian banyak pendekatan sistem yang ada, Irwan mengingatkan bahwa
dalam hal pengelolaan kinerja organisasi, sistem PM berbasis BSC merupakan suatu
sistem yang baik untuk diterapkan. “Tidak saja karena hubungan yang jelas antara
visi, misi dan tujuan organisasi dengan apa yang perlu dicapai oleh karyawan dan
berbagai bagian dari organisasi, dalam bentuk KPI dan targetnya, namun juga karena
penggunaan KPI - yang sifatnya terukur - akan mengurangi subjektifitas di dalam
penilaian kinerja pegawai,” terang Irwan yakin.

Sistem PM berbasis BSC bagi Irwan juga bisa digabungkan dengan kompetensi di
dalam isinya, untuk membantu perusahaan menilai kinerja karyawan dengan lebih
menyeluruh maupun memfasilitasi jenis-jenis pekerjaan yang tidak mudah untuk
diukur KPI-nya. “Yang penting adalah bahwa isi apapun yang diukur dan dikelola di
dalam suatu sistem PM, semuanya itu harus memiliki hubungan yang jelas dengan
apa yang ingin dicapai oleh organisasi, sehingga kita mengukur dan mengelola apa
yang penting untuk diukur dan dikelola, dan tidak hanya sekedar untuk memiliki alat-
ukur,” ujar Irwan mengakhiri pendapatnya.

Sumber: Majalah Human Capital No. 32 | November 2006

Berbicara Gaji Ketika Wawancara Kerja

No. 32 - November 2006

Negosiasi gaji konon menjadi momok bagi banyak pencari kerja. Dalam banyak
kesempatan, kegagalan interview dipersepsikan karena berhubungan dengan
permintaan gaji. Dalam seminar-seminar mengenai karir, saya paling banyak
dihadapkan pada pertanyaan 'bagaimana menjawab pertanyaan mengenai
permintaan gaji'. Apakah sebegitu sulitnya? Ya. Bagi beberapa orang. Alasannya
adalah kalau menjawab kerendahan, dianggap murahan atau pasaran, dan bahkan
takutnya kalau calon perusahaan mengambil keuntungan karena permintaan lebih
rendah dari standar mereka. Kalau menjawab ketinggian, takutnya dianggap
sombong atau malah takabur, terutama kalau ternyata standar calon perusahaan
tidak setinggi yang kita inginkan. Kalau menjawab 'sesuai standar'? Nanti bisa
dianggap tidak punya prinsip, tidak memahami 'nilai' sendiri, atau bahkan sangat
pasaran karena ribuan kandidat juga bisa menjawab yang sama. So? Bagaimana
menjawab dengan efektif?

Berikut beberapa tips untuk menjawab pertanya sederhana namun rumit itu:

Lakukan survey gaji sampai sejauh yang bisa lakukan. Cek ke teman atau teman dari
teman yang mempunyai pekerjaan sejenis di perusahaan yang sejenis. Apabila Anda
tidak bisa peroleh data tersebut, alternatif lainnya: pekerjaan lain yang satu level
dalam tingkatan korporasinya tapi di perusahaan sejenis, atau pekerjaan sejenis di
perusahaan yang berbeda jenis atau skala. Jangan lupa bahwa pekerjaan sejenis di
perusahaan sejenis juga belum tentu mewakili nilai sama.

Gaji ditentukan oleh 3 faktor: harga pekerjaannya, harga orang yang memegang
jabatan atau pekerjaan tersebut, dan harga market. Cari tahu juga apakah gaji
tersebut adalah harga pekerjaannya sen-diri atau harga pemegang jabatannya.
Tentukan BATNA (Best Alternative to a Negotiated Agreement) Anda. Pertama, cek
diri sendiri dahulu, apakah Anda pindah karena gaji, karir, ketenangan kerja,
stabilitas, atau yang lainnya. Kalau Anda pindah bukan karena alasan gaji, maka gaji
tidak perlu terlalu difokuskan dalam negosiasi, yang berarti permintaan bisa berkisar
dari 0-10% dari gaji sekarang. Seandainya gaji menjadi faktor penting buat Anda dan
menjadi motif Anda pindah kerja, maka Anda perlu kombinasi antara peningkatan
10%-25% dari gaji sekarang dengan hasil survey Anda. Seandainya ternyata hasil
survey Anda adalah standard di luar sana jauh lebih besar, say 50% dari gaji Anda,
bukan berarti Anda bisa langsung nembak. Dan hasil survey yang lebih bisa dipakai
adalah harga pekerjaan, bukan harga pemegang jabatannya.

Ingat satu aturan main: persepsi perusahaan mengenai tingkat kemampuan Anda
termasuk dari seberapa tinggi gaji Anda sekarang. Jadi mereka bisa jadi melihat Anda
sebagai seseorang yang coba 'untung-untungan' meminta gaji lebih. Efektifnya,
adalah WIN-WIN. Anda bisa menembak nilai tengah dari range 10%-50%, atau sekitar
30%-35%. Inilah adalah tipikal cara Anda menentukan BATNA, tentukan harga yang
hendak Anda minta, tentukan bottom line Anda apabila terjadi negosiasi, dan stick to
it. Yang berarti Anda bisa dengan percaya diri meminta, dan berani walk away
apabila tidak sesuai dengan permintaan Anda. Catat, hanya apabila Anda maju
dengan BATNA, pewawancara Anda akan melihat, mendengar, dan merasakan PD
Anda!

Setelah BATNA Anda ditentukan, sampaikan pada saat interview. Nah, ada sebuah tip
bagus pada saat menjawab pertanyaan: ”Berapa gaji yang Anda minta?” So simple,
tapi tidak banyak yang tahu. You see, rahasianya bukan di angkanya, tapi kalimat
yang membungkus permintaan Anda tersebut. Beginilah kalimat yang biasa saya
ucapkan “Saya akan sangat senang apabila memperoleh gaji Rp......... Akan tetapi
Bapak/Ibu tentu sudah melihat CV saya dan mempunyai gambaran sendiri mengenai
nilai yang bisa saya kontribusikan ke perusahaan ini, dan tentunya Bapak/Ibu yang
tahu bagaimana kemampuan dan harapan saya bisa cocok dengan standar
perusahaan ini, jadi, saya akan sangat senang apabila bisa mendengar juga dari
Bapak/Ibu, kira-kira berapa yang ditawarkan ke saya” Packaging ini menunjukkan
citra profesional Anda, yang tahu nilai Anda, tapi tetap ingin bisa melihat dan
merasakan apakah nilai Anda bisa sesuai dengan persepsi nilai perusahaan, baik
terhadap pekerjaan yang Anda lamar maupun terhadap Anda sebagai kandidat
pemegang jabatan tersebut.

PENTING: Apabila pertanyaan tentang gaji ini muncul terlalu awal, ada baiknya Anda
tidak langsung menjawab. Kalau ini terjadi, Anda justru mempunyai kesempatan
lebih banyak untuk menunjukkan citra profesional Anda! Yang bisa Anda lakukan
adalah berucap seperti “Apabila Bapak/Ibu tidak berkeberatan, saya ingin tahu lebih
jauh dahulu tentang peran dan tanggung jawab pekerjaan ini sebelum saya
menjawab pertanyaan ini. Saya belum mendapat atau merasakan gambaran
utuhnya” Tips lainnya? Tidak ada! That's it! So, survey, tentukan BATNA, bungkus
permintaan Anda dengan citra yang baik, dan tembak pada saat yang tepat!

GO AND GET IT!


Penulis : Hingdranata Nikolay,
Licensed Master Practitioner of NLP Hypnotherapist, General Manager salah satu
perusahaan di Jakarta

Sumber: Majalah Human Capital No. 32 | November 2006

Membayar untuk 3-P Pay for Person

No. 27 - Juni 2006

Sebagai kelanjutan dari 2 artikel terdahulu (edisi April dan Mei 2006 Membayar
untuk� 3-P;Pay for Position), "P" berikutnya adalah Pay for Person. P yang kedua ini
seringkali dipandang sebagai yang tersulit dari 3-P dan merupakan bagian yang
bersifat subjektif dalam manajemen kompensasi. Lagipula, apakah "Person Pay" itu,
dan bagaimanakah Anda dapat menentukannya secara adil dan objektif?

Pay for Person memperhitungkan kapabilitas dan pengalaman seseorang dalam


menentukan tingkat bayaran yang adil dan kompetitif. Pay for Person juga
mempertimbangkan permintaan pasar akan pengalaman dan keterampilan unik
seseorang. Pay for Person seringkali diasosiasikan dengan "bayaran yang
berdasarkan kompetensi" (competency-based pay); namun, ia juga menggabungkan
pendekatan "bayaran berdasarkan pasar" (market-based pay).

Profil kompetensi posisi: Menetapkan standar

Titik awal Person Pay adalah posisi/jabatan yang didudukinya. Evaluasi yang
dilakukan terhadap seseorang adalah membandingkan antara kapabilitas dan
pengalamannya dengan tuntutan posisi yang didudukinya. Oleh karena itu, langkah
awal dari Person Pay adalah menentukan tingkat kompetensi dan pengalaman yang
dituntut oleh suatu posisi. "Profil Kompetensi Jabatan" dibuat untuk menjabarkan
pengalaman dan kompetensi ideal (yakni kemampuan/aptitude, sikap/attitudes,
keterampilan/ skills, dan pengetahuan/knowledge) yang diinginkan organisasi untuk
dimiliki oleh individu yang menjabat posisi tertentu.

Evaluasi individu cukup sering dilakukan sebagai satu kesatuan dengan sistem
evaluasi kinerja. Formulir evaluasi kinerja seringkali juga meminta supervisor untuk
menilai kapabilitas bawahannya (keterampilan seperti keterampilan komunikasi,
pengambilan keputusan, atau pelayanan pelanggan, ataupun sikap seperti
komitmen, integritas atau kerja tim) dalam hal frekuensi, yaitu seberapa bagus
seseorang mendemonstrasikan kompetensinya, ataupun keduanya. Evaluasi
semacam ini seringkali menjadi subjektif. Organisasi seharusnya mencari sebuah
proses yang dapat mengevaluasi posisi dan individu terhadap kriteria kompetensi
yang sama dalam suatu kerangka filosofi, citra, nilai, dan identitas organisasi.

Formulir dan proses menyusun profil kompetensi 3-P dirancang untuk menjamin
bahwa kompetensi diidentifikasikan, didefinisikan dan diberi bobot secara hati-hati
untuk memenuhi kultur dan kebutuhan yang spesifik dari tiap organisasi. Setiap
posisi dan individu memiliki profilnya masing-masing yang memampukan organisasi
untuk memadankan posisi dan individu yang menduduki posisi itu.

Salah satu hasil dari proses ini adalah indikasi yang jelas dan dapat dihitung
(quantifiable) mengenai kompetensi seseorang dibandingkan dengan tuntutan
posisinya. Hal ini berwujud rasio Posisi/Individu (Position/Person) yang dapat
digunakan untuk menentukan Person Pay secara adil. Suatu rasio Posisi/Individu yang
bernilai 100 berarti kompetensi seseorang sama persis dengan kompetensi ideal
yang dituntut oleh posisinya. Rasio ini adalah sebuah alat yang sangat berguna
dalam membantu menetapkan bayaran yang adil dan seimbang berdasarkan
evaluasi yang objektif terhadap kapabilitas seseorang dibandingkan dengan tuntutan
posisinya.

Reference Salary: pasak utama Position Pay dan Person Pay

Pasak utama antara Pay for Position dan Pay for Person adalah Reference Salary
(dijelaskan dalam artikel sebelumnya mengenai Payfor Position). Reference Salary
disusun berdasarkan tingkat bayaran yang kompetitif bagi seseorang yang
memenuhi tuntutan kompetensi dan pengalaman yang dituntut oleh posisinya.
Dalam sistern 3-P, gaji yang sesungguhnya dibayarkan tidaklah sama persis dengan
Reference Salary, melainkan beragam sesuai dengan rasio Posisi/Individu dan berapa
lamanya seseorang telah menjabat posisi itu.

Setiap grade memiliki rentang Person Pay tersendiri. Bayaran terendah bagi setiap
grade didasarkan kepada:

1. Tingkat kompetensi minimal yang dapat diterima untuk dapat menjabat posisi itu;
dan
2. Tingkat bayaran di pasaran yang diperlukan untuk dapat memikat seseorang yang
memiliki tingkat kompetensi tersebut.

Bayaran tertinggi bagi setiap grade besarnya mendekati Reference Salary�- hal ini
berdasarkan logika bahwa sebuah organisasi haruslah banya membayar kompetensi
yang dibutuhkan untuk memenuhi tanggung jawab sebuah posisi.

Jika seseorang memiliki kompetensi yang lebih tinggi daripada yang dituntut oleh
posisinya, maka organisasi haruslah menggali kemungkinan dilakukannya promosi
atau pun memindahkannya ke suatu posisi lain di mana ia dapat memanfaatkan
tingkat kompetensi yang dimilikinya secara lebih lagi. Seandainya belum dapat
dilakukan promosi atau tidak ada posisi cocok yang tersedia, maka organisasi dapat
memberi bayaran yang lebih tinggi daripada Reference Salary demi
mempertahankan individu itu di posisi yang sekarang.

Mengelola si Individu

Profil dan rasio Posisi/Individu bukan hanya menjadi dasar bagi Person Pay (yakni gaji
sesungguhnya), tapi juga menjadi pedoman dalam pemberian nama jabatan,
pelatihan dan pengembangan.

Sebuah organisasi dapat menentukan nama jabatan dalam satu grade berdasarkan
pembandingan antara kompetensi si individu terhadap tuntutan jabatannya.

Sebuah organisasi dapat mengatur penyelenggaraan pelatihan bagi seseorang


dengan mengetahui area-area yang menjadi kelemahan si individu dalam
menjalankan tuntutan jabatannya.

Sebuah organisasi dapat menyusun rencana pengembangan seseorang dan


potensinya untuk mendapat promosi dengan melakukan simulasi pencarian
kecocokan profil dengan posisi-posisi lain dalam organisasi.
Menetapkan Market Premium

Dalam hal terjadi suatu kelangkaan dalam kompetensi yang dituntut suatu posisi,
ataupun karena adanya tekanan pasar, Pay for Person dapt juga memberikan market
premium. Biasanya, tekanan pasar hanya berlangsung sementara saja, karena
seiring dengan berjalannya waktu, suplai dan permintaan akan menyeimbangkan
tingkat bayaran untuk pekerjaan yang memiliki job-size yang sama. Oleh karena itu,
market premium haruslah dibayarkan terpisah dari gaji dan harus disesuaikan naik
atau turun berdasarkan perubahan yang terjadi dalam kondisi pasar.

Ada dua pengecualian yang dapat memperbolehkan pemberian premium menjadi


sesuatu yang permanent dan menyatu dalam Person Pay:

1.�Kelangkaan permanent akan keterampilan dan kapabilitas


2.�Kompetensi dan pengalaman yang erat kaitannya dengan individu tertentu

No.1 disebabkan karena suplai yang terbatas. Hal ini mungkin terjadi jika dituntut
suatu kualifikasi untuk posisi tertentu yang mana kualifikasi itu sudah sedikit.
Misalnya posisi dokter, pengacara, aktuaris dan akuntan public bersertifikat. Dalam
hal seperti ini, sebuah organisasi dapat memberikan kepada mereka gaji yang
menggabungkan premium secara permanent, lebih besar daripada posisi-posisi lain
dalam grade yang sama.

Pada tingkat senior, seseorang mungkin memiliki kapabilitas dan pengalaman yang
membuatnya memiliki kualifikasi untuk menduduki suatu posisi. Sebuah organisasi
mungkin rela untuk membayar jauh di atas pasaran demi menjaga dan
mempertahankan orang tersebut. Namun hal ini hanya akan terjadi jika orang itu
dapat membuktikan betapa bernilainya ia.

Sumber: Majalah Human Capital No. 27 | Juni 2006

Membayar untuk 3P - Pay For Position

No. 26 - Mei 2006

Seperti yang telah diulas dalam artikel sebelumnya, (edisi April 2006 Membayar
untuk 3-P�- Position, Person, and Performance), Kompensasi 3-P merupakan
pendekatan yang jelas, konsisten dan sederhana dalam pengelolaan kompensasi.

Membayar untuk Posisi adalah hal yang pertama dalam 3-P, dan hal inilah yang
merupakan dasar bagi kebijakan dan praktek pembayaran gaji di suatu organisasi.
"Reference Salary" yang akan dijelaskan berikut ini adalah pasak utama bagi Pay for
Position, karena Reference Salary-lah yang menjamin keterkaitan an-tara keadilan
internal dan daya saing eksternal, sesuai dengan prinsip-prinsip kebijakan
kompensasi suatu organisasi.

Namun, bagaimanakah caranya agar Anda dapat betul-betul melaksanakan "P" yang
pertama ini secara tepat sasaran? Kuncinya adalah dengan menyusun struktur
grading yang sederhana, lalu menetapkan reference salary bagi setiap
grade/golongan. Artikel ini menggambarkan proses yang ditempuh dalam menyusun
Pay for Position sebagai bagian dari sistern manajemen kompensasi 3-P.
Menyeimbangkan "3-P" "Pay for Position" adalah dasar dari kebijakan pembayaran
gaji suatu organisasi yang merupakan kepanjangan dari strategi bisnis dan
merefleksikan kultur kerja suatu organisasi.

Strategi bisnis dan kultur kerja menentukan seberapa besar penekanan yang ingin
diberikan oleh suatu perusahaan kepada P yang pertama ini dibandingkan kedua P
yang lain (Person dan Performance). Dalam kaitannya terhadap Pay for Position, fokus
kebijakan kompensasi akan diterjemahkan ke dalam lebarnya suatu golongan. Lebar
golongan mencerminkan perbedaan dalam ukuran pekerjaan (job size) yang
memungkinkan untuk dikelompokkan ke dalam golongan yang sama. Golongan yang
sangat lebar mengakibatkan kurangnya penekanan pada Posisi, karena dalam
golongan yang lebar tertampung banyak posisi dengan ukuran pekerjaan yang
berbeda.

Dalam hal ini, maka faktor-faktor lain seperti kapabilitas dan kompetensi individu
(yaitu Pay for Person) atau pencapaian target individu (yaitu Pay for Performance)
akan memiliki pengaruh yang lebih besar dalam kompensasi total dibandingkan
tingkat golongan. Contoh pendekatan seperti ini biasa disebut broad-banding.

Kebalikannya, golongan yang sempit memberi penekanan pada Posisi, karena


bertambahnya tanggung jawab yang sedikit saja pada suatu pekerjaan akan
mengakibatkan promosi dan kenaikan golongan. Lebar golongan tidak hanya
menentukan pentingnya bobot Posisi terhadap bayaran, tapi juga dapat digunakan
untuk memvariasikan penekanan masing-masing elemen bayaran itu - position,
person, and performance - pada tingkatan yang berbeda dalam organisasi.

Sebagai contoh, sebuah organisasi mungkin ingin mendorong pekerja dan supervisor
pada golongan-golongan rendah untuk meng-ambil tanggung-jawab yang lebih besar.
Dalam hal ini, golongan-golongan akan dibuat sempit supaya bertambahnya
tanggung-jawab yang sedikit saja akan memungkinkan terjadinya promosi. Pada
tingkat menengah (misalnya engineer atau profesional yang lain), fokusnya mungkin
adalah mendorong karyawan untuk mengembangkan kapabilitas profesi mereka.

Pekerjaan dapat didefinisikan secara lebih longgar dan perusahaan mungkin


menginginkan fleksibilitas untuk menempatkan karyawan ke dalam pekerjaan yang
berbeda-beda pada saat hal itu dibutuhkan. Konsekuensinya, golongan-golongan
akan menjadi lebih lebar sehingga kompetensi akan memiliki peran yang lebih besar
terhadap bayaran dibandingkan dengan ukuran pekerjaan relatif seorang individu.
Pada tingkat senior, sebuah perusahaan mungkin menginginkan para manajernya
untuk berkonsentrasi pada pencapaian sasaran yang telah ditetapkan.

Dalam hal ini, golongan-golongan akan menjadi cukup lebar (bahkan terkadang
hanya satu golongan untuk semua manajer senior). Seseorang akan menerima
jumlah bayaran yang lebih besar semata-mata berdasarkan kinerjanya. Manajemen
kompensasi 3-P tidak mendikte strategi atau kultur dari suatu organisasi, sebaliknya,
strategi bisnis dan kultur kerjalah yang menentukan dasar penyusunan golongan dan
model pemberian gaji. Menyusun struktur penggolongan Daftar peringkat posisi-
posisi yang dihasilkan melalui evaluasi posisi dapat dikonversikan menjadi golongan
berdasarkan kebutuhan tiap-tiap organisasi.

Evaluasi posisi/ jabatan dapat dilakukan melalui suatu alat ukur posisi yang
memusatkan pada karakteristik universal yang ada pada tiap pekerjaan. Contoh yang
ada adalah sistern IPE (International Position Evaluation - Mercer) atau evaluasi
jabatan lainnya. Alat ukur itu biasanya menkuantifikasikm bobot pekerjaan, sehingga
memudahkan penyusunan penggolongan yang obyektif.
Berapa banyak kelompok karyawan?

Kelompok karyawan adalah suatu pengelompokan alamiah berdasarkan tingkatan


dari posisi-posisi yang ada (misalnya tingkat direktur, manajer, profe-sional, dan
staf). Kelompok-kelompok karyawan terbentuk dari posisi-posisi yang ada dengan
tujuan menyusun kebijakan yang konsisten bagi tiap kelompok itu. Misalnya, benefit
yang diberikan berdasarkan posisi (contohnya: perusahan menyediakan mobil bagi
para direktur) biasanya berkaitan dengan kelompok karyawan, bukan berdasarkan
golongan. Lagipula, kelompok karyawan yang terdefinisi dengan jelas dapat
membantu memfasilitasi kenaikan jenjang karir secara jelas dan konsisten.

Berapa banyak golongan/tingkat? Keputusan mengenai banyaknya tingkat dalam


setiap kelompok diambil berdasarkan:

1. Analisa sebaran populasi karyawan (yaitu banyaknya posisi dan individu


berdasarkan peringkat),
2. Kultur organisasi (yaitu apakah suatu organisasi ingin mengakui perbedaan
ukuran pekerjaan secara tipis atau secara lebar), dan
3. Hubungan pelaporan antar posisi (yaitu supervisor harus berada dalam
golongan yang berbeda dengan bawahannya).

Sebagai hasil dari analisa ini, hasil evaluasi posisi dikelompokkan untuk membentuk
golongan. Semua posisi yang berada dalam satu golongan diperlakukan sama tanpa
memandang bobot yang sesungguhnya. Menyusun Reference Salary Struktur
penggolongan mengaitkan peringkat posisi-posisi dalam suatu organisasi dengan
kompensasi Kebijakan kompensasi serta kemampuan sebuah organisasi untuk
memberi bayaran akan menentukan anggaran total untuk Position Pay. Alokasi
anggaran kepada setiap golongan dirancang untuk memberi keseimbangan bagi
keadilan internal dan daya saing eksternal.

Setiap golongan memiliki Reference Salary yang secara seragam diterapkan kepada
semua posisi dalam golongan yang sama. Reference Salary ditentukan berdasarkan:

1. Jumlah karyawan di setiap golongan, mengingat semua individu dalam


golongan yang sama memperoleh gaji referensi yang sama;
2. Tingkat kenaikan antar Reference Salary (progression rate ) yang diinginkan
untuk menjamin kekonsistenan dan keadilan internal; dan
3. Market positioning yang diinginkan untuk Reference Salary setiap golongan
sebagai indikator daya saing eksternal.

Total biaya Reference Salary haruslah tidak melebihi anggaran yang dialokasikan
untuk Pay for Position. Dalam hal terjadi perbedaan yang mencolok terhadap apa
yang dibayarkan di pasaran, sebuah perusahaan mungkin perlu merevisi proporsi
dari masing-masing komponen kompensasinya agar dapat mengalokasikan proporsi
yang lebih besar bagi Position Pay.

Bagian non-tunai dari Pay for Position (yakni benefit atau fasilitas tambahan lain yang
diberikan berdasarkan posisi yang dijabat seseorang) juga harus dipertimbangkan
sebagai sebuah faktor dalam meningkatkan daya saing organisasi tanpa
mengganggu struktur gaji yang telah ditetapkan. Dengan mengikuti pendekatan
yang disajikan di atas, perusahaan dapat membangun dan mempertahankan Pay for
Position yang adil, kompetitif, dan sinambung dengan sasaran korporasi. Namun,
Payfor Position hanyalah merupakan tahap awal. Dalam artikel berikut, akan dibahas
mengenai Pay for Person dan Pay for Performance.
Penulis adalah Worldwide Managing Partner Mercer HR Consulting, San Fransisco
telah memperkenalkan konsep 3P ini di Indonesia sejm tahun 1993 dan secara
berkala mengadakan seminar public di berbagai negara.

Sumber: Majalah Human Capital No. 26 | Mei 2006

Membayar untuk 3-P Position, Person and Performance

No. 25 - April 2006

Pernahkah terlintas dalam pikiran Anda apa kemiripan an tara mesin cuci dan sistem
kompensasi? Cukup mengejutkan bahwa ternyata keduanya mempunyai banyak
kemiripan. Kalau Anda melihat ke dalam sebuah mesin cuci, apakah yang Anda lihat?
Tentunya ada baju-baju di dalamnya, lalu ada deterjen, ada air, dan kotoran yang
bercampur bersama-sama. Tetapi pada saat mesin cuci sedang bekerja, yang dapat
Anda lihat hanyalah benda-benda basah yang teraduk-aduk berantakan�- a dripping
mess.

Sistem kompensasi tenyata bekerja dengan cara yang hampir sama. Sulit untuk
membedakan komponen-komponen penyusun kompensasi, atau sulit juga untuk
mengetahui asal-muasal kebijakannya sehingga system kompensasi menjadi seperti
yang sekarang dijalankan. Kalau kita perhatikan gaji/bayaran seseorang, apakah kita
tahu berapa besar jumlah yang dibayarkan untuk kinerjanya, berapa yang
dibayarkan untuk pekerjaan yang dilakukannya, dan berapa yang dibayarkan untuk
pengalaman atau kompetensinya? Mungkin tidak, karena kesemuanya tercampur
bersama-sama. Konsekuensinya adalah terjadi kebingungan, a dripping mess. Kondisi
seperti ini dapat mengakibatkan kurang transparannya sistem penggajian, kaitan
yang tidak jelas terhadap hal-hal penting strategis, dan keruwetan yang tidak perlu
dalam manajemen kompensasi.

Manajemen 3-P bertujuan untuk "membersihkan mesin cuci". 3-P dirancang untuk
memberikan kejelasan mengenai sistem penggajian dengan membuat kaitan yang
jelas dan terdefinisi antara setiap elemen gaji dengan alasan pemberian gaji dengan
tingkat bayaran sebesar itu. Dengan demikian, Anda tidak lagi akan menemukan
kekacauan, namun Anda akan dapat melihat bagaimana kebijakan kompensasi dan
keputusan strategis Anda berhubungan dengan "ramuan gaji" setiap individu.

Setiap "P" disertai satu set perangkat untuk membantu mendefinisikan bagaimana
kompensasi yang sudah dialokasikan untuk "P" itu didistribusikan kepada setiap
individu. Namun, sesunggulmya perangkat-perangkat ini memfasilitasi manajemen
keseluruhan dari "P", bukan hanya manajemen kompensasi saja.

Position evaluation (evaluasi posisi) pada dasarnya merupakan alat untuk


menganalisa organisasi, tetapi juga dapat menyusun dasar bagi position pay
(bayaran untuk posisi).

Person assessment (evaluasi individu) pada dasarnya merupakan alat untuk


pengembangan pribadi dan organisasi, tetapi juga dapat menyusun dasar bagi
person pay (bayaran untuk si individu).

Performance review (evaluasi kinerja) pada dasarnya merupakan alat untuk


memaksimalkan kinerja perorangan dan organisasi, tetapi juga dapat menyusun
dasar bagi performance pay (bayaran untuk kinerja).
Pay for Position

Bayaran untuk posisi ditentukan dengan menggunakan Reference Salary bagi setiap
grade (golongan), yang secara seragam diterapkan bagi semua posisi di grade yang
sama. Grade ditentukan melalui evaluasi posisi. Di dalam satu grade yang sama,
tidak ada perbedaan ba-yaran sekalipun job-size-nya berbeda. Reference Salary
adalah yang mengaitkan antara internal equity (kesetaraan internal) dan external
competitiveness (daya saing eksternal). Evaluasi posisi, grading, dan tingkat
kompetensi yang ideal bagi pemegang jabatan tertentu adalah dasar bagi keadilan
internal.

Reference Salary adalah suatu besaran gaji yang dipercayai perusahaan perlu
dibayarkan untuk dapat mempertahankan karyawan-karyawannya yang paling
kompeten. Referensi ini disusun berdasarkan kebijakan kompensasi dan survey pasar.
Karena gaji berdasarkan referensi ini dibayarkan bagi individu-individu yang paling
kompeten, maka nilai referensi tidak terletak pada nilai tengah suatu rentang gaji,
melainkan cenderung berada di bagian atas dari rentang gaji yang dibayarkan untuk
individu-individu dalam grade itu.

Oleh karena itu, Reference Salary merupakan hal yang sangat penting yang
mengaitkan kesetaraan internal dan daya saing eksternal. Reference Salary dapat
didefinisikan sebagai: bayaran yang kompetitif bagi pemegang jabatan yang
berkompetensi penuh.

Bayaran untuk si Individu dialokasikan melalui gaji aktual (gaji sesungguhnya) dan
modifikasi berdasarkan tuntutan pasar. Alokasinya didasarkan kepada kebijakan yang
sudah didefinisikan dengan jelas, yang bertujuan untuk menjawab tekanan pasar,
perbedaan kompetensi, status karyawan, senioritas dan sebagainya.

Gaji aktual seorang individu (sebaliknya dari Reference Salary per grade) didasarkan
pada perbandingan antara kompetensi yang dimiliki individu tersebut terhadap
kompetensi ideal untuk posisi yang dijabatnya. Jika ia memiliki tingkat kompetensi
yang penuh, maka ia akan menerima bayaran sesuai Reference Salary. Sementara
jika kompensasinya di bawah tingkat ideal, ia akan menerima yang lebih rendah dari
Reference Salary. Namun ada beberapa pengecualian [1], jika seseorang memiliki
kompetensi di atas ideal posisi yang bersangkutan, ia tidak akan memperoleh
bayaran ekstra, karena sesungguhnya kompetensi itu tidaklah dibutuhkan� untuk
menjalankan posisinya yang sekarang.

Penyesuaian gaji terhadap tuntutan pasar dibayarkan melalui tunjangan-tunjangan,


yang dapat naik ataupun turun tiap tahunnya, sesuai perubahan kondisi pasar.
'Market allowance' terkadang perlu dibayarkan karena ada kelangkaan dalam jangka
waktu singkat di pasar tenaga kerja. Tunjangan seperti itu membantu perusahaan un-
tuk menarik dan mempertahankan individu-individu yang memiliki keahlian yang
unik. Biasanya, hanya sedikit saja dari para karyawan yang memiliki keahlian khusus
yang menerima penyesuaian gaji seperti ini.

Bayaran untuk Kinerja dialokasikan melalui skema insentif yang dirancang untuk
memberi imbalan bagi kinerja korpqrasi, tim, dan/ atau individu. Kinerja tidak
menjadi faktor dalam penentuan gaji seseorang, karena kinerja bersifat fluktuatif,
sedangkan gaji hanya dapat bergerak satu arah: bergerak naik.

Memisahkan antara bayaran untuk kinerja dan gaji memberi kita geksibilitas yang
besar, dan hal ini juga akan memberi lebih banyak kebebasan bagi perusahaan
dalam memberi imbalan bagi para top perfomer-nya. Perusahaan perlu berhati-hati
dalam mengontrol ke-naikan gaji karena kinerja (performance-based salary
increases) karena dengan melakukan hal itu berarti perusahaan telah menaikkan
biaya tetapnya biaya tetapnya menjadi tidak terbatas hanya berdasarkan kinerja
satu tahun saja. Perusahaan boleh menjadi lebih royal dalam memberi imbalan bagi
kinerja karyawannya dengan memberikan pembayaran sekali-bayar, karena
pembayaran seperti ini tidaklah menaikkan biaya tetap pada tahun berikutnya.

Dengan melakukan perubahan sistem pembayaran kinerja yang tadinya berdasarkan


gaji (salary-based) menjadi berdasarkan insentif (incentive-based), sebuah
perusahaan secara terus-menerus kapasitasnya akan bertambah untuk membayar
insentif, seperti digambarkan lewat bertambah besarnya ruang untuk Bonus Kinerja
dalam ilustrasi berikut.

Dalam artikel yang akan datang, akan digali lebih jauh mengenai Membayar untuk
Posisi dan menjelaskan bagaimana mengembangkan Struktur Reference Salary yang
jelas, konsisten, dan sederhana.

Sebuah pengecualian terjadi jika seorang individu siap untuk dipromosikan, tapi tidak
ada posisi yang tersedia baginya di tingkatan selanjutnya. Dalam hal ini, si individu
dapat menerima gaji di atas Reference Salary secara temporer sampai ada posisi
tersedia baginya di tingkatan grade yang lebih tinggi.

*Penulis adalah Worldwide Managing Partner Mercer HR Consulting, San Fraasisco


telah memperkenalkan konsep 3P ini di Indoaesia sejak tahun 1993 dan secara
berkala mengadakan seminar publik di berbagai negara

Sumber: Majalah Human Capital No. 25 | April 2006

Kenaikan Gaji Berdasarkan Kompensasi

No. 22 - Januari 2006

Setiap tahun, kenaikan gaji menjadi hal yang ditunggu-tunggu setiap karyawan.
Demikian pula dengan karyawan PT Epson Indonesia. Namun, untuk mendapatkan
kenaikan gaji setiap tahun, seorang karyawan harus bekerja keras dan memberikan
kontribusi yang baik.

Sistem penggajian yang dilakukan di PT Epson Indonesia berdasarkan total


remunerasi. Pada level staf, total remunerasi minimal diberikan di atas upah
minimum Rp 819.100, ditambah dengan uang transport Rp 500.000 dan uang makan
Rp 250.000 per bulan. Ini berlaku untuk level bawah dan menengah. Sedangkan
untuk level manager ke atas, mereka akan mendapat upah sekitar Rp20 juta - Rp 29
juta untuk gaji pokok, ditambah dengan tunjangan mobil dan uang bensin.

Namun, setiap tahunnya, paket remunerasi yang diberikan ke karyawan akan


berubah sesuai dengan kompetensi atau performance karyawan. Itu sebabnya jika
seseorang diterima bekerja di Epson dengan posisi rendah, tapi dia bisa
menunjukkan kemampuannya dan kompetensinya lebih tinggi, maka Epson akan
menghargai orang tersebut. Contohnya, jika si A saat diterima bekerja hanya bergaji
Rp 1 juta, sedang si B Rp 3 juta. Tapi 6alam waktu dua tahun, si A bisa menunjukkan
kompetensinya dengan baik, gajinya bisa sama dengan si B. Ini berlaku di semua
level.
Increament salary yang diterapkan PT Epson Indonesia berdasarkan dua hal, cost of
living allowance atau inflasi dan performance atau kompetensi. Artinya, jika seorang
karyawan memiliki kompetensi yang haik dengan kinerja yang baik pula, maka dia
akan mendapat remunerasi yang baik pula. "Saat rekrutmen pertama kali, Epson
menghargai apa yang sudah dimiliki seseorang karyawan. Tapi begitu ia masuk,
hampir murni atau 90% kami melihat kompetensinya," ujar M. Husni Hurdin, Senior
Manager HR PT. Epson Indonesia.

Sedangkan dari sisi inflasi, Husni menjelaskan bahwa jika tingkat inflasi diperkirakan
mencapai 18%, maka kenaikan gaji yang akan diterapkan di Epson akan mencapai
19-20% secara rata-rata. "Jadi bisa saja ada karyawan yang mendapat kenaikan gaji
sampai 20% jika kompetensinya bagus, tapi bisa pula di bawah inflasi jika
performance-nya menurun," ujar Husni. Karena itu, Husni mewakili manajemen
Epson sangat mengharapkan karyawan Epson tetap menyumbangkan kontribusinya
yang bagus kepada perusahaan jika ingin perbaikan remunerasi mereka.

Kenaikan gaji karyawan Epson baru diberlakukan April 2006 mendatang. Umumnya,
karyawan yang mengetahui adanya kenaikan gaji tidak terlalu positif
menyambutnya. Menurutnya, karyawan masih menganggap kenaikan gaji yang
diterapkan masih dinilai minim atau belum memenuhi kebutuhan dan daya beli
karyawan. "Padahal, kami selalu mengusahakan agar remunerasi karyawan Epson
berada di pasar, minimal di median," papar Husni yang memperkirakan Epson berada
di P60. Ia menyayangkan, para karyawan yang menganggap demikian belum
melakukan perbandingan dengan perusahaan sejenis lainnya.

Pihak manajemen juga berusaha semaksimal mungkin dalam mengantisipasi


kenaikan bahan bakar minyak beberapa bulan lalu. "Saat bahan bakar minyak (BBM)
naik, kami melihat kenaikan barang secara umum direpresentasikan dengan inflasi,
ini yang kami pertimbangkan," terangnya. Tapi, lanjutnya, pihak manajemen
bukannya tidak peka terhadap masalah ini. Terbukti, perusahaan telah menaikan
tunjangan transportasi yang sebelumnya hanya Rp250.000 menjadi Rp500.000 per
bulan. Sementara uang makan karyawan sudah dinaikkan per 1 April tahun lalu.

Karena itu, secara realistis, divisi HR Epson secara intensif mengelola basic
motivation karyawan Epson agar sehingga karyawan tidak merasa dirugikan karena
inflasi sudah tinggi tapi perusahaan tidak berusaha mempertimbangkan dan
memberikan kenaikan gaji yang memuaskan.

Target Tercapai, Gaji Naik!

No. 22 - Januari 2006

Untuk mensiasati dampak dari tingginya inflasi yang mencapai18%, perusahaan


yang bergerak di bidang jasa kiriman dan logistik dan memiliki karyawan sebanyak
950 orang ini berusaha bermain di variable performance.

Sistem penggajian di TNT Indonesia (PT Skypak International) selaku pengelola jasa
kiriman dan logistik menganut dua asas, fixed pay dan variable pay. Fixed pay,
berupa gaji yang tiap tahun ditinjau kenaikannya berdasarkan performance atau
kompetensi. Sedangkan variable pay merupakan insentif yang diberikan karyawan.
Hal ini berkaitan dengan pencapaian target setiap karyawan mengingat TNT
merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa. Selain itu, insentif juga
diberikan kepada karyawan yang telah memberikan servis terbaik sesuai dengan
yang diharapkan perusahaan.
"Kalau kami berikan fixed pay saja tanpa ada variable pay, walaupun kenaikan gaji di
akhir tahun karena performance-nya bagus, tapi akan terlalu lama karena harus
menunggu akhir tahun," jelas Irvandi Ferizal, Human Resources (HR) Director TNT
Indonesia. Dengan adanya variable ini, setiap karyawan yang mempersembahkan
performance yang bagus setiap bulannya, akan mendapat insentif yang lebih di akhir
bulan.

Dua asas ini berlaku untuk semua level sesuai dengan fungsinya, sementara untuk
level eksekutif, konsepnya tetap sama namun dikaitkan dengan target secara umum.
Kalau target secara umum terpenuhi, barulah ada kenaikan gaji. "Walau saya sebagai
HR Director, tapi saya bersama tim. Jika tim kami bagus dalam menjalankan
pekerjaan, maka baru bisa dikatakan kami berhasil atau sesuai target." Kemudian,
lanjutnya, ada strecth target tambahan yang disesuaikan dengan fungsinya yang
berbeda-beda tiap tahun.

Berapakah kisaran gaji karyawan TNT Express? Irvan enggan membeberkan lebih
lanjut. Namun, ia menegaskan bahwa sesuai dengan filosofi perusahaan, TNT
berusaha berada di market secara umum. Artinya, TNT harus berada di nilai tengah
market. "Kami tidak berharap terlalu tinggi dengan memposisikan di atas market,"
katanya lagi dengan nada merendah. Karena itu, sebuah survei gaji yang dilakukan
oleh perusahaan jasa konsultan independen merupakan cara terbaik untuk melihat
dan menyesuaikan dengan pasar. "Khusus untuk �high potensial (HP), kami berikan
additional treatment, artinya dia bisa lebih dari market. Tidak sekedar di average
market mengingat HP merupakan talent yang harus dikembangkan lagi," imbuhnya.

Uniknya, TNT tidak menjadikan perusahaan jasa kiriman dan logistik lainnya sebagai
bahan acuan dan perbandingan dalam hal remunerasi. Alasannya, karyawan TNT
yang keluar atau mengundurkan diri dari TNT tidak pindah ke perusahaan
kompetiter, me-lainkan ke perusahaan lain yang bukan di bidang jasa kiriman dan
logistik. "Karena itu, perbandingan kami lebih tinggi yaitu ke market umum," aku
Irvan.

Manajemen TNT tiap tahun selaku melakukan perbaikan remunerasi karyawan


berdasarkan survei Mercer Consulting. Namun, saat ditanya berapa prosentase
kenaikan gaji karyawan tahun 2006, Irvan masih belum bisa memastikan jumlahnya
mengingat hasil survei yang dilakukan Mercer Consulting masih belum tuntas secara
komprehensif pasca kenaikan BBM. Sebagai perbandingan, tahun lalu TNT
menerapkan kenaikan gaji sebesar 11% sesuai dengan hasil survei. "Jika harus
mengikuti inflasi tentunya tidak semudah membalikkan telapak tangan karena harus
diiringi pertumbuhan perusahaan yang lebih tinggi. Saya kira setiap perusahaan akan
mengalami hal yang sama yaitu kesulitan mengingat tingginya inflasi dan adanya
kenaikan BBM," paparnya.

Karena itu, sebelum mempertimbangkan kenaikan gaji, biasanya akan dilihat dulu
gaji pokok setiap karyawan. "Jika gaji pokoknya sudah kompetitif di market, apa iya
kami harus mempertimbangkan inflasi sebagai parameter," kata Irvan setengah
bertanya. Itu sebabnya meski setiap tahun ada kenaikan gaji, namun ditegaskan
Irvan tidak akan selalu sebesar inflasi. Untuk menekan tingginya increase salary, TNT
mencoba bermain di variable performance. Kalau hasil kerja karyawan bagus dan
mencapai target, maka ia akan mendapat tambahan insentif.

Pembenahan Remunerasi Cegah Talent Lari

No. 22 - Januari 2006


Penggabungan Chevron Pacific Indonesia (CPI) dengan Unocal Indonesia medio 2005
lalu membuat jajaran manajemen khususnya departemen human resources (HR)
sibuk mencari harmonisasi dalam hal remunerasi.

Menurut Iwan H. Djalinus, Vice President Human Resources Chevron IndoAsia (nama
baru gabungan dari CPI dan Unocal), remunerasi yang ada di CPI dan Unocal masih
terdapat perbedaaan di sana-sini. "Meski tidak terlalu signifikan, tapi kami harus
harmonisasikan agar tidak ada kesenjangan," papar pria kelahiran Bandung saat
ditemui HC di sebuah acara seminar beberapa waktu lalu. Persamaan total
remunerasi sedang diarahkan dan disusun, demikian pengakuannya. Menurutnya,
ada beberapa posisi di CPI yang remunerasinya masih lebih tinggi ketimbang Unocal.

Perbedaan dalam hal benefit meski kecil memang bisa dipastikan menimbulkan
kecemburuan. Contoh perbedaan yang terjadi, adalah perhitungan perkalian pensiun.
Perbedaan lain adalah tunjangan transportasi. Di CPI, tunjangan transportasi tidak
digabungkan dengan gaji pokok, sedangkan di Unocal digabungkan dengan gaji
pokok. "Ini yang harus dibenahi. Namanya juga persaingan, kalau tidak diikuti, bisa-
bisa talent-talent kami pindah ke kompetiter lain yang lebih bagus remunerasinya,"
kata Iwan membeberkan hal ini. Saat ini, lanjutnya, Chevron masuk dalam 4 besar
kategori perusahaan minyak dan gas di Indonesia sehingga Chevron harus tetap
berhati-hati agar talent tidak pindah kerja.

Untuk menghindari talent-talent terbaik 'kabur' ke kompetiter pula, diperlukan survey


gaji. Gunanya, bisa menjadi perbandingan bagi perusahaan agar bisa menempatkan
diri di pasar dan menyesuaikan remunerasi di pasar. "Kami masih menganalisa hasil
survei gaji yang dilakukan Watson Wyatt, berapa kira-kira kenaikan gaji karyawan,"
papar Iwan.

Selain itu, tingkat inflasi juga merupakan pertimbangan perusahaan dalam hal
kenaikan gaji. "Kami bukan tidak pernah memperhitungkan inflasi dalam kenaikan
gaji. Semuanya tetap tergantung perusahaan secara kompetitif. Kalau pasar naik,
kami akan naik, kalau pasarnya tetap, kami ikuti," sambungnya. Pastinya, setiap
tahun tidak akan jauh berbeda dari tingkat inflasi. Jika tahun ini inflasi diperkirakan
18%, maka kenaikan gaji karyawan Chevron pun akan berada di sekitar kisaran
tersebut.

Dikaitkan dengan adanya kenaikan bahan bakar minyak (BBM) yang diberlakukan
pemerintah tahun 2005 lalu, Iwan mengaku bahwa perusahaan sudah melakukan
perbaikan agar karyawan Chevron IndoAsia yang kini berjumlah 7.200 orang tidak
terlalu terbebani dengan adanya kenaikan BBM ini.

"Kemungkinan kami tidak akan memberikan increase salary kepada karyawan terlalu
banyak mengingat bulan-bulan sebelumnya sudah ada kenaikan terutama dalam hal
tunjangan transportasi," kata Iwan yang mengaku belum bisa membicarakan lebih
jauh lagi.

Siasati Remunerasi Lewat Bonus - PT. EXCELCOMINDO PRATAMA

No. 22 - Januari 2006

Hasil survei gaji yang dilakukan beberapa perusahaan konsultan independen akhir
2005 lalu menjadi kunci utama dalam menentukan posisi sebuah perusahaan dalam
market di 2006.
Berusaha berada di market menjadi fokus utama jajaran divisi human resources
perusahaan telekomunikasi yang berlokasi di.kawasan Mega Kuningan di belahan
selatan Jakarta.

Berdasarkan data survei yang dilakukan Watson Wyatt terhadap beberapa


perusahaan telekomunikasi di Indonesia akhir 2004 lalu, diketahui kalau PT
Excelcomindo Pratama masih berada di posisi market. Dari sisi gaji pokok,
Excelcomindo berada di atas P75 atau di atas perusahaan telekomunikasi lainnya.
Untuk total cost, Excelcomindo berada di bawah P50 atau di bawah beberapa
perusahaan kompetiter mengingat perusahaan kompetiter ini ada yang memberikan
bonus kepada karyawan hingga 5 kali gaji pokok. Sedangkan untuk total remunerasi,
Excelcomindo berada di atas P50. Hasil survei tersebut kemudian diaplikasikan ke
dalam remunerasi karyawan Excelcomindo yang besarnya rata-rata sekitar 12,98%.

Itu untuk tahun 2005. Sedangkan untuk tahun 2006, Excelcomindo masih berkutat
dengan kalkulasi. Kendati belum menghitung angka pasti berapa kenaikan gaji yang
akan diberlakukan di Excelcomindo, namun Joris de Fretes memperkirakan kenaikan
gaji rata-rata karyawan Excelcomindo sekitar 15-16% jika angka inflasi 2005 masih
berada di angka 18%.

"Kami memang tidak tempatkan di 17%," ujar pria yang menjabat sebagai Director
Human Capital Development Excelcomindo. Pertimbangannya, manajemen sudah
memberikan kenaikan transportasi sekitar 2 bulan lalu. Para karyawan Excelcomindo
mendapat kenaikan sebesar 40% sesuaj,dengan kenaikan biaya transport.

Kemudian, dari angka 15-16% tersebut, 7%-nya berdasarkan merit increase atau
kompetensi karyawan, 8%-nya berdasarkan inflasi atau cost of leaving allowance.
"Kenapa 8%, karena transportnya sudah naik, maka 8% ini merupakan dampak dari
inflasi seperti tunjangan makanan," papar Joris. Namun, tidak semua karyawan tidak
akan mendapatkan kenaikan yang sama porsinya.

Terutama di skala kompetensi yang diterapkan Excelcomindo berdasarkan 3P, "pay


for performance, pay for position dan pay for potential atau person". "Kalau di era
competency base, seharusnya sistem penggajiannya seperti itu. Cuma di Indonesia
belum ada yang berani kompetensi model ini," tambah Joris yang mengaku bahwa
alat yang ada selama ini untuk mengukur kompetensi masih mengundang
subyektivitas, lama dan mahal.

Ia menambahkan, sejauh ini pergerakan remunerasi yang ada di Excelcomindo pada


periode 2005 tidak akan jauh berbeda dengan 2006 ini. Menurutnya, tingkat inflasi
yang ada sekarang ini dinilai masih tergolong rendah dibanding sebelumnya.
Indonesia pernah mengalami inflasi hingga 80% sehingga Excelcomindo mau tidak
mau harus menaikkan gaji karyawan hingga 46%. "Ini untuk mengejar inflasi yang
anjlok." Namun, ia memang menyayangkan jika selama dua tahun terakhir ini
Indonesia berhasil menekan inflasi hingga satu digit, kini kembali berada di posisi dua
digit.

Yang jelas, jika inflasi 2005 dipastikan berada di 18%, maka kalkulasi biaya yang
disampaikan Joris akan diberlakukan per Januari 2006 ini. Karyawan bisa jadi tidak
terlalu happy dengan kenaikan ini karena masih dibawah inflasi. Tapi, Excelcomindo
mencoba siasat lain, yaitu lewat bonus yang menggiurkan. "Kami sedang membahas
masalah bonus ini. Yang jelas, untuk mereka yang prestasinya luar biasa, kami bisa
kasihkan lebih. Tapi karyawan harus membaktikan dulu, dan kami juga harus
membuktikan agar jangan sampai salah menilai," tute Joris yang enggan
membeberkan berapa angka bonus yang akan diterima oleh karyawan luar biasa
tersebut.

Membaca Tren Gaji 2006

No. 22 - Januari 2006

Laju inflasi tahun 2005 (sekitar 18%) terlalu memberatkan perusahaan dan
karyawan. Bagaimana gambaran kenaikan gaji tahun 2006? Industri mana saja yang
mampu menaikkan gaji paling tinggi? Seberapa kompetitif gaji Anda?

Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) beberapa kali sepanjang 2005 - yang
ditutup dengan kenaikan drastis bulan Oktober 2005 - sungguh membuat pusing
perusahaan maupun karyawan. Betapa tidak. Kenaikan harga BBM yang drastis itu
telah menyebabkan naiknya harga berbagai komponen biaya usaha. Kenaikan
tersebut membuat laju inflasi tahun 2005 melonjak tajam di sekitar angka 18%
tertinggi sejak tahun 2000. Laju inflasi sebesar itu juga jauh meleset dari perkiraan
pemerintah yang berharap laju inflasi tahun 2005 single digit.

Dampak kenaikan drastis laju inflasi sejak Oktober 2005 itu ternyata juga
mengacaukan perencanaan gaji dan benefit (renumerasi) perusahaan untuk tahun
2006. biasanya, perusahaan menengah-besar menyusun renumerasi berdasarkan
survey gaji yang terakhir diadakan bulan Juli 2005. Hasil survey tersebut sudah bisa
diketahui bulan September�- Oktober 2005. Akan tetapi, dengan laju inflasi yang
begitu tinggi sejak Oktober 2005, maka dengan sendirinya asumsi penghitungan gaji
berubah sehingga besaran kenaikan gaji pun ikut berubah.

Sebagai contoh, survey yang dilakukan konsultan renumerasi terkemuka di dunia,


Watson Wyatt, hanya mengasumsikan laju inflasi tahun 2005 maksimal 17%. Survei
itu, menurut Presiden Direktur PT.Watson Wyatt Indonesia, diselenggarakan sebelum
dinaikkannya harga BBM bulan Oktober 2005. "Akibat kenaikan laju inflasi yang
drastis di akhir tahun 2005, maka data hasil survey gaji untuk penyusunan
renumerasi tahun 2006 perlu dikoreksi kembali," ungkapnya.

Hasil beberapa kali survey sepanjang 2005 oleh Watson Wyatt memperkirakan
kenaikan gaji secara umum tahun 2006 adalah 11,25%. Proyeksi kenaikan gaji
tersebut dilakukan dengan asumsi inflasi 2005 maksimal mencapai 17%. Dengan laju
inflasi 2005 menjadi sekitar 18%, Watson Wyatt memperkirakan data median
kenaikan gaji seluruh industri tahun 2006 mencapai 13,05%. "Inilah ancar-ancar
persentase kenaikan harga BBM," tambah Lilis.

Hay Group, yang juga melakukan survey gaji, memprediksi kenaikan gaji tahun 2006
sangat tergantung dari jenis industri. Industri-industri yang sangat terpengaruh oleh
kenaikan BBM tentu tidak bisa menaikkan gaji dalam jumlah besar. Sebaliknya, bagi
industri minyak dan gas bumi, telekomunikasi, dan jasa logistic akan bisa menaikkan
gaji sesuai dengan kenaikan laju inflasi tersebut. "Kisarannya mulai dari 12% hingga
17%," tutur Hadi Pramono, Konsultan Senior Hay Group.

Lilis mengakui, meskipun banyak perusahaan mulai mengadopsi pendekatam


penggajian berdasarkan kinerja (pay for performance atau merit system) dan
pertimbangan pasar, faktor inflasi tetap menjadi indikator penting untuk menetapkan
besaran kenaikan gaji tahun berikutnya. Laju inflasi akan menggerogoti nilai gaji dan
daya beli karyawan. Untuk mempertahankan daya beli karyawan, maka setidaknya
gaji perlu dinaikkan setara dengan besaran laju inflasi tersebut.

Di sinilah letak permasalahannya. Jika gaji harus dinaikkan terus mengikuti laju inflasi
di Indonesia, maka banyak perusahaan yang bakal ambruk. Hal ini ditegaskan oleh
Anthon Riyanto, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang SDM (Sumber Daya Manusia) dan
Ketenagakerjaan. "Beberapa perusahaan asing bicara kepada kami, kalau gaji
dinaikkan katakanlah 10% dalan setahun, maka dalam 5 tahun kenaikannya sudah
mencapai 50%. Ini sangat memberatkan dan tidak masuk akal," ujarnya menirukan
ucapan eksekutif perusahaan asing tersebut.

Pada praktiknya, seperti ditegaskan Lilis, perusahaan tahun 2006 mulai mengubah
kebijakan menaikkan gaji untuk tidak lagi sepenuhnya mengikuti laju inflasi. Jika
inflasi 2005 mencapai 18%, maka kenaikan gaji 2006 secara rata-rata akan berada di
bawah angka itu. Dalam periode 2000-2004, laju kenaikan gaji (data median) masih
lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi. Misalnya, kenaikan gaji 2001 besarnya
17,4%, sedangkan inflasi 2000 9,40% ; kenaikan gaji 2002 besarnya 15,4%
sedangkan sedangkan inflasi 2001 12,55% ; kenaikan gaji 2003 besarnya 11,6%
sedangkan inflasi 2002 10,33% ; kenaikan gaji 2004 besarnya 11,48% sedangkan
inflasi hanya 5,06% ; kenaikan gaji 2005 besarnya 10,98%, sedangkan inflasi hanya
6,5%.

Besarnya dampak dari laju inflasi terhadap kenaikan gaji maupun daya beli karyawan
perlu menjadi perhatian pemerintah di dalam pengelolaan ekonomi makro.
Pemerintah perlu mengendalikan laju inflasi sedemikian rupa karena implikasi dari
inflasi tinggi merembet ke banyak hal : daya beli masyarakat, nilai tukar rupiah, suku
bunga, dan seterusnya - hal-hal yang semuanya berdampak langsung maupun tak
langsung terhadap dunia usaha.

Keputusan pemerintah menaikkan harga BBM secara drastis Oktober silam di satu
sisi cespleng mengatasi masalah anggaran pemerintah, namun di lain pihak
memukul dunia usaha dan masyarakat luas. Apa gunanya pemerintah - maupun
lembaga legislative dan yudikatif- mengalami surplus anggaran bilamana
perekonomian swasta malah terpuruk? Apa gunanya aparatur yang jumlahnya
maksimal 10 juta bergaji besar, sedangkan masyarakat yang jumlahnya jauh lebih
banyak terbirit-birit mengatasi persoalan hidup?

Lebih parah lagi bilamana surplus anggaran pemerintah itu tidak bisa digunakan
untuk menggerakkan perekonomian rakyat secara riil. Dalam periode 2-3 kuartal
pertama 2006 hampir bisa dipastikan sector swasta tidak akan bisa berbuat banyak
menggerakkan perekonomian. Itu berarti, perekonomian lebih banyak mengandalkan
pemerintah untuk bisa bergerak. Hingga saat ini kita belum melihat gerakan nyata
yang signifikan dan terencana dari pemerintah tentang bagaimana
"menggelontorkan" uang ke dalam perekonomian tanpa membuat inflasi menjadi
tidak terkendali.

Respons beragam

Kenaikan harga BBM dan tingginya laju inflasi direspons oleh perusahaan secara
beragam. Menyadari dampak negatif dari kedua hal itu, sejumlah perusahaan mulai
Oktober sampai Desember 2005 menaikkan tunjangan transportasi, terutama untuk
level bawah karena mereka yang paling merasakan dampak dari kenaikan harga
BBM. Ada perusahaan yang memberikan lupsum satu bulan gaji maksimum Rp 3 juta
hingga Rp 6 juta. Bagi karyawan yang bergaji Rp 3 juta ke bawah, mereka mendapat
tambahan sebulan gaji. Sementara untuk mereka yang bergaji lebih dari Rp 3 juta
(tambahan maksimum), maksimal hanya mendapatkan tambahan Rp 3 juta.
Tambahan ini, diakui Lilis, sangat membantu karyawan level bawah, karena
tujuannya memang meringankan beban mereka. "Gaji mereka selama ini banyak
tersedot untuk biaya transportasi dan makan," tukasnya.

Bagi eksekutif, yang mungkin gajinya sudah mencapai Rp 50�- 60 juta atau bahkan
seratusan juta rupiah per bulan, kenaikan BBM itu tidaklah berdampak signifikan.
Apalagi, banyak di antara eksekutif itu yang biaya tranportasinya sepenuhnya
dibayari kantor. Dipakai untuk makan? "Berapa sih habisnya? That's reality," tukas
Hendrikus S., eksekutif sebuah perusahaan yang sering kelewat merasa bersalah
dengan penghasilannya yang kelewat besar dibandingkan dengan mayoritas
karyawannya.

Kendati masih digodok saat wawancara dilakukan bulan lau, Direktur Human Capital
PT. Exelcomindo Pratama (operator GSM XL) Joris de Fretes, memperkirakan kenaikan
gaji perusahaannya 2006 berkisar antara 15-16% . Besaran kenaikan itu tidak
sepenuhnya mengacu kepada laju inflasi, melainkan 7% berdasarkan prestasi kerja /
kompetensi karyawan (merit increase) dan 8% berdasarkan laju inflasi karena
kenaikan biaya hidup, khususnya biaya makan. "Sebab, tunjangan transportasinya
sudah dinaikkan begitu terjadinya kenaikan harga BBM Oktober tahun lalu," katanya.

Merencanakan dan Mengembangkan Karir

No. 34 - Januari 2007

Esther Widhi Andangsari


Binus Career

Ingin meraih sukses dalam berkarir ? Seorang pakar SDM me-ngatakan, ”Orang yang
berhasil pada umumnya akan melakukan analisa serta mengetahui apa yang menjadi
tujuan karirnya, apa rencana serta tindakan yang diambil untuk mencapai karir yang
diharapkan”. Ketika Anda berangan-angan ingin membangun suatu karir yang
berhasil, sadarilah bahwa kesuksesan dalam karir terkait dengan perencanaan karir
yang Anda susun. Para praktisi manajemen diri menganjurkan : ”Perburuan karir
dimulai sepuluh tahun sebelum karir tersebut bisa kita raih”. Jangan tunda lagi,
sekarang waktunya untuk merencanakan karir Anda.

Karir (career) memiliki pengertian ”Semua jabatan dan pekerjaan yang dilakukan
seseorang selama masa usia kerjanya”. Pertanyaan-nya sekarang adalah sampai usia
berapa Anda ingin berkarir? Seumur hidupkah? Apakah Anda ingin menjadi long life
employee atau Anda merencanakan membuka usaha sendiri pada usia tertentu?

Karir dapat terbagi dalam 4 tipe (Driver, 1982) :

1. Steady State: Pilihan karir untuk mengabdikan diri dalam satu jenis pekerjaan
tertentu. Misalnya terus-menerus bekerja di satu profesi, sebagai programmer
saja.
2. Linear : Adanya peningkatan ke atas pada satu jenis pekerjaan. Misalnya saat
ini Anda bekerja sebagai programmer, kemudian meningkat menjadi System
Analyst.
3. Spiral : Tetap menekuni satu bidang pekerjaan dalam 7-10 tahun, kemudian
beralih bidang pekerjaan, dimana tetap menggunakan keterampilan dan
pengalaman yang sudah ada. Misalnya setelah bekerja selama 7 tahun di
bidang IT, Anda berminat membuka usaha pribadi ”software house”, dengan
memanfaatkan skill dan pengalaman Anda sebelumnya.
4. Transitory: Memilih beralih karir dalam jangka waktu yang cepat, dimana
keinginan untuk menggeluti aneka ragam profesi menjadi tujuan utamanya.
Misalnya setelah bekerja sebagai programmer, Anda ingin beralih menjadi
web designer, kemudian Anda memutuskan untuk menjadi instruktur dan
sebagainya.

Dari ke-empat tipe karir di atas, mana yang ingin Anda terapkan? Pilihlah yang sesuai
dengan cita-cita atau impian Anda. Pertimbangkan juga kemampuan, usia, dan ciri
kepribadian Anda.

Bila melihat kondisi umum, di bawah 30 tahun seorang pekerja sering berpindah-
pindah tempat kerja atau bahkan berubah-ubah dalam profesi kerjanya. Tapi Anda
harus menetapkan satu bidang pekerjaan yang ingin Anda geluti sebelum Anda
memasuki usia 30 tahun. Dalam bekerja juga dituntut kemauan untuk terus belajar,
baik belajar secara ilmu mauipun kehidupan. Supaya ketika Anda memasuki usia 45
tahun, Anda tetap bisa menyesuaikan diri dengan segala kemajuan dan tuntutan
perkembangan zaman dalam bekerja.

Tahapan karir di atas, menjadi landasan Anda untuk menyusun rencana karir. 5
langkah yang dapat Anda lakukan dalam perencanaan karir :

1. Tetapkan sasaran 5-10 tahun mendatang. Bidang pekerjaan apa dan posisi
apa yang ingin Anda raih dalam 5-10 tahun mendatang? Apa ambisi Anda
dam prioritas Anda?
2. Pikirkan pengembangan skill dan pengetahuan. Untuk mencapai sasaran pada
point 1, pikirkan skill apa lagi yang harus Anda pelajari? Apakah yang
berhubungan dengan teknologi , bahasa asing, interpersonal skill,
communication skill, selling skill, dsb.
3. Mencari tanggung jawab yang lebih besar. Kembangkan kemampuan Anda
dalam mengerjakan tugas-tugas. Ini terkait juga dengan skill pada point 2
serta pengembangan karakter. Nikmati setiap pengalaman hidup untuk
memperluas kesadaran (awareness) Anda untuk semakin matang dan
dipercaya mengemban tugas-tugas tertentu. Ciptakan kesempatan untuk
dapat membuktikan kemampuan Anda tersebut.
4. Bangun jaringan (network). Luaskan pergaulan dan relasi Anda. Lingkungan
pergaulan atau kumpulan orang-orang seperti apa yang harus Anda masuki?
Orang-orang seperti apa yang harus Anda kenal untuk meningkatkan karir
Anda? Barangkali Anda harus bergabung dalam organisasi profesional
tertentu, milis tertentu. Hadiri seminar yang dapat membangun relasi atau
jaringan Anda.
5. Evaluasi kemajuan. Tahap ini merupakan tahap terahir dimana Anda
melakukan evaluasi terhadap apa yang sudah Anda capai. Setelah melakukan
evaluasi, susun kembali sasaran baru bila diperlukan.

Dengan menyusun perencanaan karir, maka akan memudahkan Anda untuk


melakukan pengembangan karir. Dimana Anda akan terus menambah keterampilan,
pengetahuan, dan relasi untuk pengembangan karir yang lebih baik lagi. Sekarang
keputusan di tangan Anda, bidikkan karir Anda dengan pertimbangan yang matang.

Selamat berkarya !!
“Jangan pernah bercita-cita menjadi manusia yang sukses, tapi berpikirlah untuk
menjadi manusia yang bernilai.” (Albert Einstein)

Healthy Economy, Unhealthy Workers

No. 33 - Desember 2006

Kusuma Andrianto

Human Capital Researcher

Previous edition of this magazine (Human Capital, no/ 31) showed the situation faced
by ageing workers in Indonesia. The management is fully understand that work-force
regeneration is inevitable,yet their skills are indispensable to industry as if that
ageing workers are here to stay forever.

The dilemma of ageing workers is no surprise to many countries, not only in


developing countries like Indonesia. Northern hemisphere and OECD countries, for
example, that have long been enjoying fruitful and productive contribution of their
human capital to the economy, now start worrying about their elder human capital.

Ministers from all European Countries and north America met regularly, exchanging
their notes to take care of their elderly workers. There has never been such a
agreeable communiqu� between academics and government officials, except when
they listen to the theory of labour economics of overlapping generation model.

Plans and actions are formulated and set to improve the security of the
economy.From pension plan to revitalisation of insurance system, to economy
optimisation through migration. Despite their efforts, however, some grim shadows
lie ahead.

Over the next decades, OECD countries will face a significant ageing of their
populations. Falls in fertility rates and increasing life expectancy will elevate the
number of

elder people and their ratio to the total population significantly. This acceleration of
ageing populations will lead to a decrease in labour force participation rates, raising

increasing concerns about the viability of social security systems and about declines
in productivity and economic growth.

AS a member of OECD, United States took pleasure from flows of migrant skilled
workers and scholars that keep the economy runs. This has induce other members of
OECD from European countries to copy-cat the US footsteps.

More and more campuses in Europe encourage young, gifted and talented students
from abroad to study in their areas, by offering them scholarship packages. Hoping
that they will stay for several years after graduation and help boosting the local
market and industry. This is to show how crucial the problem human capital
regeneration

facing by those countries that lack of young workers, particularly when the economy
is booming.

A quite surprising findings was revealed in by NBER Economist (Ruhm, 2006, A


Healthy Economy Can Break Your Heart) recently regarding ageing workers and
economy. The research study of professionals, ranging from 22 to 60 yearold,
unpredictably mentioned that for unemployment rate to decrease by 1 per cent will
increase heart attack victims among workers by 1.3 per cent.

The reason behind the negative correlation between wealth and life expectancy in
this findings perhaps due to the lack of synergy among work-force that could not
meet demands from booming economy. Now 24/7 seems not enough for the industry
to pump cash into the economy, as can be found in many countries.

In Shanghai, China, the trend is you-doeverything-in-the-office – literally means your


building or precinct. That indicates that people linger longer hours near to their
job.They even date and keep apartment on top floors so they do not have to travel
far in between business and private times.

Combining longer hours work-shift with lack of younger workers support can be
lethal. In Japan, for instance, it normally takes 40 years before somebody can develop
their own business. This literally means you have to quit your job at old age, before
starting your own company. Japanese workers loyalty for the company has been well
recognised – people say that in Japan job is yoursecond spouse. Some even argue
that the probability of people get divorced is higher than changing their job.

Longer career means that regeneration seldom takes places, and if it does,
apprenticeship is painfully long. Whereas the demand of expanding business cannot
be fulfilled by younger generation, longer and harder managerial tasks by middle to
top managers eventually lead to higher risk of contracting heart-attacks. Simply, the
more you cash the money in, the shorter your life!

The moral of this finding is that management should not forget workforce
regeneration. Especially for middle to managerial, job delegation and work-force
regeneration are the key to your success in economy as well in your life. We often
listen to managers reluctantly delegating tasks. This does not come without reasons.
Complaining their workers lack of ability sometimes are the root of this problem.

But now this has to change. If you are a manager and you are not satisfied in
delegating tasks with one worker, try two. If you are still not happy with two, try
three, or even four. Eventually, three or four workers can deliver and satisfy your
criteria.

If you do not delegate your job, the job will eventually cost you your life. •

The Power of Smile

No. 33 - Desember 2006

Smile, an everlasting smile


A smile can bring you near to me
(Judul lagu: Word, oleh BeeGess)

Bukan tanpa alasan, bila grup band BeeGess, menggunakan kata “senyum” (smile)
untuk mengawali lagu ciptaannya, dalam judul lagu Word. Lagu yang sempat menjadi
top hits dunia di tahun 70-an tersebut, memang dibuka dengan menunjukkan betapa
senyuman bisa mengubah dunia. BeeGess tahu persis bahwa senyuman mempunyai
suatu kekuatan tersembunyi yang berdaya lekat begitu besar. Bahkan, masih
menurut BeeGess, senyuman bisa membawa seseorang yang dikasihi menjadi lebih
dekat dan semakin dekat, tidak hanya dalam arti fisik, tetapi lebih-lebih secara emosi
dan perasaan.

Mengapa BeeGess ikut-ikutan mengkampanyekan tersenyum untuk mempersatukan


umat manusia yang sudah terlanjur terceraiberai ini? Banyak diantara kita kurang
paham mengenai betapa berartinya tersenyum dalam konteks hubungan antar
manusia. Bahkan ada pepatah bahasa Inggris, yang menyarankan agar kita selalu
menggunakan senyuman untuk menyatakan sesuatu. Say it with smile. Bukan hanya
bisa digunakan untuk menyatakan saja, senyuman juga mampu menyelesaikan
masalah yang dihadapi manusia. Sesuatu yang mempunyai konotasi menegangkan,
biasanya bisa di kendurkan dengan senyuman. Sesuatu yang rumit, menjadi
sederhana dan yang kacau-balau menjadi terurai.

Celakanya, jarang orang yang sadar mengenai hal ini. Penjaga gerbang tol,
pramugari, polisi lalu lintas, guru dikelas, manager di kantor dan masih banyak fungsi
pelayanan lainnya akan semakin gampang mengerjakan tugasnya bila disertai
dengan tersenyum. Tidak hanya itu, dalam hubu ngan kerja, seperti atasan
menghadapi

bawahan, tersenyum merupakan kunci sukses untuk melakukan komunikasi antar


manusia yang efektif. Pernah terjadi, seorang atasan yang bingung tujuh keliling,
karena sangat sulit menyampaikan suatu perintah kepada anak buahnya, teratasi
hanya dengan kunci tersenyum. Begitu ia tersenyum, si anak buah langsung
mengetahui apa yang dimaksud sang atasan hanya dengan kalimat perintah
sederhana yang kemudian menjadi lebih rileks.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh sebuah klinik syaraf di Illinois, Amerika Serikat
membuktikan bahwa aktivitas tersenyum identik dengan olah raga. Hanya dengan
sekali tersenyum ringan, 800-an otot manusia disekitar wajah, telah berkontraksi dan
itu merupakan excersice yang efektif bagi kesehatan otot kita. Jadi, dengan
tersenyum

kita juga berolah raga dan tentunya menyehatkan. Lalu mengapa kita masih enggan
tersenyum bila berrelasi dengan sesama manusia? Tersenyum adalah hal kecil yang
bisa menimbulkan efek yang luar biasa. Senyum bukan hanya menggerakkan otot-
otot wajah, tetapi juga menggerakkan hati dan jiwa. Penelitian ini diperkuat oleh hasil
riset yang dilakukan Dr Patch Adam, seorang dokter ahli kejiwaan di West Virginia,
Amerika yang dibantu oleh 1.000 dokter dan perawat dan telah membuktikan bahwa
pasien bisa sembuh dengan sendirinya melalui senyuman.

Saat tersenyum, otak mengeluarkan seretonin yang bisa menambah kekebalan


tubuh. Nah, kembali terbukti bahwa senyum juga menyehatkan. Tidak hanya bagi
raga, tetapi lebih-lebih untuk jiwa. Siapa bilang bahwa senyuman bukan hal yang
penting? Senyuman ternyata juga bisa menjadi misteri. Ingat lukisan Monalisa
dengan senyumannya yang tak terpecahkan hingga kini? Lukisan karya Leonardo Da
Vinci yang digambar pada tahun 1503 itu tersohor bukan karena kecantikannya.
Kecantikan Monalisa tidak istimewa, tetapi senyumannya membuat jutaan orang
menjadi selalu bertanya-tanya, ada apa dengan si Monalisa saat ia dilukis.
Sekelompok ilmuwan pernah melakukan penelitian mengenai apa yang terkandung
dalam perasaan Mona lisa. Penelitian menggunakan software pengukur emosi yang
disimulasi ke lukisan itu. Meski senyuman Monalisa dinilai tidak penuh dan terkesan
setengah-setengah, ternyata hasil penelitian mengungkapkan bahwa senyum
Monalisa menyiratkan kebahagiaan. 83 persen perasaan Monalisa diduga berbahagia
ketika dia tersenyum, 9 persen jijik, 6 persen cemas, dan hanya 2 persen dinilai
mangandung kemarahan.

Penelitian tersebut memang tidak pernah mengungkapkan reliability nya, hanya saja
ini membuktikan bahwa senyum seseoran seperti Monalisa yang dinilai misterius
hingga kini, merupakan obyek penelitian yang laku dipasaran. Nah, seandainya saja
anda bisa membuat senyuman yang spesifik bagi sesama anda atau lebih khusus lagi
bagi teman kerja anda, maka implikasi yang tak terkirakan mungkin akan terjadi bagi
kepentingan relasi kerja anda. Sebuah Bank nasional bahkan sudah membuktikan
bahwa dengan mengkampanyekan senyuman di kalangan petugas customer
services, maka produktivitas dan kepuasan pelanggan menjadi naik. Program yang
diluncurkan sangat sederhana dan diimplementasikan dalam waktu yang cukup
singkat. Tersenyum merupakan kewajiban yang harus disuguhkan petugas teller dan
pin dengan tulisan SMILE dipasang di dada kiri seluruh pekerja bank tersebut.
Herannya, tidak hanya petugas yang terus menjadi murah senyum, tetapi para
nasabahpun ditandai juga ikut-ikut gampang tersenyum.

Bukankah program yang murah-meriah ini membawa kemaslahatan bagi semua


pihak? Rasa-rasanya, program kampanye senyum yang berhasil ini patut ditularkan
ke bidang industri dan usaha yang lain. Perusahaan yang tidak mempunyai
pelanggan langsung pun tidak ada ruginya untuk berkampanye menggalakkan
senyuman di lingkungan kerjanya. Sesama pekerja, antara atasan dan bawahan
bahkan antara pekerja dan stake holder lainnya. Hanya saja, untuk bisa tersenyum
dengan lepas perlu syarat yang ternyata tidak gampang. Bukan hal yang berlebihan
kalau pakar kepribadian dan kecantikan Martha Tilaar pernyah mengatakan bahwa
senyuman tak akan berarti jika tidak disertai dengan ketulusan hati dan kepura-
puraan.

Senyuman yang tulus dan ikhlas merupakan cerminan hati yang bahagia dan dapat
menambah semangat bagi sekelilingnya. Bila anda tak mampu bersedekah dengan
harta, bersedekahlah dengan senyuman. Ada jurus untuk menghadirkan senyum
walau hati sedang kisruh. Ambil nafas dalam-dalam, tahan selama lima sampai
sepuluh detik, lalu hembuslah kembali. Aktivitas pernafasan ini bisa melancarkan
peredaran darah dan mengurangi beban pikiran. Setelah suasana terkendali, lantas
tersenyumlah. Have you smiled today?

Mengenal Diri Sendiri

No. 33 - Desember 2006

Apa kelemahan dan kekuatan Anda?” Pertanyaan ini sering diajukan oleh perusahan
saat mewawancara seorang pelamar. Penting tidak yah informasi ini bagi
perusahaan?

Jawaban umum yang sering terucap adalah : “Kalau menurut teman-teman dan
orang tua, saya itu tipe orang yang ...“
Dalam proses wawancara, perusahaan berusaha menggali sedalam-dalamnya
kekuatan dan kekurangan pelamar. Terutama jika mereka tertarik dengan pelamar
tersebut. Pewawancara akan memastikan bahwa kandidat tersebut cocok dengan
posisi yang ditawarkan dan juga dengan budaya perusahaannya atau lingkungan
kerjanya nanti.
Sebagai ilustrasi seseorang ingin membeli sebuah sabun muka, pasti ia ingin
mengetahui sejelas-jelasnya tipe mana yang paling sesuai dengan harapan dan tipe
kulitnya. Begitu juga perusahaan dalam merekrut karyawan. Tanpa mengenali lebih
dalam kekuatan dan kelemahannya, akan beresiko pada perusahaan. Dan tentunya
ini juga dapat merugikan kandidat itu sendiri. Jadi jelas bahwa pertanyaan di atas
perlu dapat dijawab dengan jelas oleh pelamar.
Pertanyaan selanjutnya adalah “Bagaimana perusahaan sebagai pihak luar
mengetahui kekuatan Anda kalau Anda sendiri tidak mengetahuinya dengan
mendalam?” Melatih diri memahami kelemahan dan kekuatan belum banyak
dilakukan terutama oleh mahasiswa.
Beragam manfaat dapat dirasakan setelah mengenali diri sendiri antara lain :
1. Dapat menentukan bidang kerja yang cocok ditekuni sehingga dapat menghindari
salah profesi / bidang yang akan menghambat peningkatan karir.
2. Mengetahui bidang apa saja yang masih perlu ditingkatkan sesuai minat dan
kemampuan.
Bagaimana cara mengenali kekuatan dan kelemahan diri ?
1. Analisa hasil kerja / tugas dan kuliah selama ini apakah dapat target / harapan
yang ditetapkan.
2. Belajar menganalisa sumber masalah yang Anda temui selama ini.
3. Gabungkan hasil penilaian dan analisa tersebut (no.1 dan 2) dan diskusikan
dengan orang tua atau rekan Anda yang memiliki pengalaman sebagai pemimpin
untuk memberikan pendapat.
4. Ikuti test resmi yang diadakan berbagai penyelenggara test (dapat juga dilakukan
di BiNus Career).
Setelah mengetahui kelemahan dan kekuatan kita, apa saja yang perlu dilakukan ?
Setelah mengetahui kelemahan diri maka :
• Pikirkan apakah ada kaitannya kelemahan tersebut dengan pekerjaan saat ini ?
• Pikirkan cara mengurangi kelemahan secara bertahap. Buat rencana perbaikan
yang dapat diukur hasilnya secara periodik baik dengan dukungan dari pihak luar
atau dilakukan sendiri. Yang penting harus ada pengukuran proses
perkembangannya.
• Konsultasikan dengan orang lain untuk mencari metode yang paling baik dan tepat,
disarankan kepada seorang psikolog atau seorang pimpinan .
• Memilih rekan yang dianggap dapat membantu mengurangi kelemahan Anda.
Setelah mengetahui kekuatan diri maka :
• Tanamkan bahwa dengan potensi kekuatan tersebut, Anda akan berhasil mencapai
hasil lebih baik dari yang pernah diperoleh sebelumnya.
• Pelajari hubungan kekuatan Anda dengan profesi yang diminati/ditekuni agar bisa
meraih posisi / profesi yang dicita-citakan .
Dari uraian diatas jelaslah bahwa mengenali diri sendiri merupakan faktor penting
bagi orang-orang yang ingin meraih kesuksesan.
Silakan Kenali Diri Anda sekarang. •

Performance Target

No. 31 - Oktober 2006

Jika edisi Human Capital bulan lalu, sudah dibahas fungsi utama seorang pemimpin
adalah untuk memotivasi karyawan, dalam Leadership Series edisi ini, akan
dijabarkan tugas pemimpin yang tidak kalah pentingnya: membuat performance
target. Banyak sekali kegunaan daripada performance target.
Pertama, dapat dipakai oleh pemimpin untuk memastikan apakah
organisasi/karyawannya mencapai tujuan/gol yang sudah disepakati bersama.
Pemimpin juga dapat memakai target perusahaannya untuk dibandingkan dengan
target perusahaan lain, termasuk perusahaan saingan (benchmarking). Dan salah
satu yang penting dari fungsi performance target adalah menghindari salah paham
antara pemimpin dan karyawannya, terutama pada akhir tahun, sewaktu mereka
mengkilas balik (review) hasil kerja karyawan. Jika tidak ada target/rencana kerja
yang jelas, dan ternyata hasil kerja akhir kurang memuaskan, pemimpin dan
karyawannya dapat 'saling tuding' atau mencari 'kambing hitam' atas semua
kesalahan.

Tidak ada 'step-by-step' proses yang sama yang selalu dilakukan pemimpin dalam
membuat performance target untuk karyawannya. Setiap karyawan dan rencana
kerjanya tentu berlainan, tergantung departemen, posisi, fungsi pekerjaan, masa
jabatannya, dll. Namun, ada prinsip-prinsip yang dapat dipakai pemimpin untuk
membuat performance target yang efektif, baik untuk target individu karyawannya
(misalnya dalam membuat tujuan/gol pekerjaan pada saat performance
planning/review), atau untuk target departemen/organisasinya (misalnya pada saat
membuat business planning). Prinsip-prinsip dalam membuat performance target
yang efektif adalah: SMART (Specific, Measurable, Agreed, Realistic, Time-Bound).

Specific - Target dari suatu rencana kerja harus jelas dan spesifi k. Sehingga
karyawan atau organisasi tidak bingung dalam melakukan pekerjaannya. Spesifik
bukan berarti harus rumit, bahkan kadang sebaliknya, tujuan kerja yang spefi sik
biasanya sangat jelas dan tidak bertele-tele. Jack Welch, bekas pemimpin legendaris
GE, membuat performance target untuk setiap business unitnya dengan spesifik dan
sangat singkat: Setiap business unit di GE harus menjadi nomer satu atau (paling
buruk) nomer dua di industrinya masing-masing. Kalau tidak, GE akan menutup unit
tersebut, atau menjualnya ke perusahaan lain. Dengan performance target yang jelas
dan spesifik ini, tidak heran jika GE menjadi pemimpin hampir disemua industri yang
perusahaan ini berada: GE Engine, Finance/Capital, Power, termasuk NBC television.

Measurable - Tidak ada gunanya membuat performance target, tapi tidak bisa diukur
nantinya. Mengetahui bagaimana cara mengukur kinerja karyawan tidak hanya
penting pada akhir tahun (saat performance review), tetapi lebih penting lagi pada
saat prosesnya masih berjalan. Performance target sebaiknya dibagi dan dapat
diukur setiap kwartal. Sehingga pemimpin dapat bereaksi dengan tepat setiap tiga
bulan, untuk memastikan bahwa kinerja organisasi/karyawannya di 'jalur' yang benar.

Agreed - Sasaran kerja tentunya harus dimengerti, didiskusikan dan disetujui oleh
kedua belah pihak (pemimpin dan karyawan). Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, tidak akan ada finger pointing jika semua target sudah disetujui
sebelumnya. Walaupun target kinerja sudah disetujui oleh semua pihak, bukan
berarti target tersebut tidak dapat dirubah. Pemimpin harus bisa fleksibel dan
bijaksana untuk merubah target (untuk menjadi lebih mudah/susah), sesuai dengan
kondisi karyawan, keadaan perusahaan dan situasi pasar. Contohnya, pada saat krisis
ekonomi di Indonesia yang lalu, dimulai tahun 1998, banyak CEO harus menurunkan
target bisnis perusahaannya, walaupun target tersebut sudah disetujui oleh Board of
Directors.

Realistic - Performance target harus serealistis mungkin. Kalau tidak berarti sang
pemimpin hanya 'bermimpi' saja, dan bila targetnya tidak masuk akal, bahkan akan
membuat frustasi seluruh karyawan dan organisasi. Target yang realistis bukan
berarti tidak sulit atau menarik. Untuk meningkatkan kinerja karyawan, pemimpin
harus membuat rencana kerja yang realistis, tetapi juga tidak mudah untuk dicapai
(challenging). Bahkan pemimpin yang efektif akan membuat performance target
yang istilahnya BHAG [dibaca: bihek, singkatan: big hairy audacious goal]: suatu
gol/target yang sangat 'besar...berbulu...dan menantang'. Dengan BHAG, pemimpin
akan memotivasi dan mempengaruhi karyawannya bahwa mereka bagaikan seorang
'kesatria' yang harus 'mengalahkan' suatu gol/target yang diimajinasikan seperti
monster/mahluk yang besar...berbulu...dan menantang.

Time-Bound - Terakhir, pemimpin harus membuat 'deadline' kapan performance


target harus dicapai. Tanpa informasi yang jelas mengenai waktu, pemimpin akan
sangat sulit mengatur performance organisasi/karyawannya. Dibagian inilah (Time-
Bound), pentingnya keahlian priority/time management yang harus dimiliki
pemimpin. Setiap pemimpin harus berperan seperti seorang 'pelatih/coach' dalam
suatu pertandingan, dimana harus memimpin pemain-pemain (karyawan), untuk
mengalahkan lawan pertandingan (pesaing), dalam waktu yang sudah ditentukan
(deadline).

Dengan prinsip-prinsip SMART ini, seorang karyawan/suatu organisasi akan dapat


menjalankan performance targetnya dengan jelas karena mereka tahu apa yang
harus dicapai (spesifik), tahu bagaimana mengukur kinerjanya (measurable), sudah
disetujui oleh semua pihak (agreed), targetnya bukan mengada-ada (realistic), dan
tahu kapan targetnya harus dicapai (time-bound). Oleh karena itu, pemimpin yang
efektif akan selalu membuat performance target yang SMART.

Sumber: Majalah Human Capital No. 31 | Oktober 2006

Efek Pygmalion

No. 31 - Oktober 2006

Pygmalion adalah salah satu legenda terkenal Romawi yang awalnya ditulis oleh
pujangga Ovid. Dalam kisah tersebut, Pygmalion adalah seorang pemahat kesepian
yang mengaku tidak pernah tertarik dengan wanita. Suatu saat, dia memahat patung
berbentuk seorang wanita dari gading. Patung tersebut sangat indah dan realistis
sehingga Pygmalion akhirnya jatuh cinta pada patung tersebut. Karena cintanya,
Pygmalion memohon pada sang dewi cinta Venus untuk menghidupkan patung
tersebut untuk dinikahi. Berkat permohonannya yang sungguh-sungguh dan tulus,
Venus akhirnya mengabulkan permintaan tersebut.

Ide cerita tersebut kemudian dipakai oleh George Bernard Shaw, dramawan Irlandia
yang juga pemenang hadiah nobel kesusasteraan tahun 1925, untuk menghasilkan
salah satu karyanya yang paling dikenal, Pygmalion. Karya Shaw tersebut
menceritakan tentang seorang profesor fonetik yang berhasil merubah seorang gadis
penjual bunga yang sederhana, Eliza Doolittle, menjadi seorang lady di kalangan elit
di London.

Walau kisah asli Pygmalion jelas-jelas merupakan legenda yang tidak mungkin
terjadi, namun adaptasi Shaw ternyata menggambarkan sesuatu yang cukup dekat
dengan realitas yang jarang kita sadari: bahwa harapan kita terhadap seseorang
akan merubah harapan orang tersebut terhadap dirinya sendiri dan akhirnya akan
merubah harapan tersebut menjadi kenyataan.
Sekitar tahun 1960-an, Rosenthal dan Jacobson melakukan eksperimen di beberapa
sekolah dasar di US. Dalam salah satu eksperimen tersebut, para guru diberitahu
bahwa sekelompok murid-murid (sekitar seperlima dari kelas) memiliki IQ yang lebih
tinggi. Secara berkala selama eksperimen tersebut dilakukan, dilakukan tes IQ. Dan
memang benar, IQ kelompok murid-murid yang diharapkan memiliki IQ yang lebih
tinggi tersebut memang memiliki IQ yang secara signifi kan lebih tinggi dibanding
murid-murid lainnya.

Bagaimana sekolompok murid-murid yang diberitahu memiliki IQ tinggi akhirnya


benar-benar menunjukkan IQ yang tinggi, menurut Rosenthal dan Jacobson, adalah
hasil dari harapan guru-guru tersebut. Secara tidak sadar, harapan-harapan tersebut
mempengaruhi citra diri murid-murid itu sendiri. Kesimpulannya: walau kisah
Pygmalion merupakan dongeng, namun efek Pygmalion bukanlah dongeng!

Dalam konteks dunia kerja, efek ini juga pernah diteliti oleh J. Sterling Livingstone.
Hasil penelitian tersebut dipublikasikan di Harvard Business Review pada edisi
Sep/Okt 1988 di artikel yang berjudul “Pygmalion in Management“. Menurut
Livingstone, bagaimana manajer memperlakukan anak buahnya dipengaruhi secara
tidak sadar oleh harapan manajer tersebut. Manajer yang memiliki pengharapan
positif terhadap anak buahnya akan cenderung mendapatkan hasil yang positif dan
sebaliknya.

Harapan-harapan tersebut dikomunikasikan dengan halus, kadang tidak disadari oleh


manajer tersebut. Misalnya saja manajer akan memberikan lebih banyak feedback
konstruktif untuk anak buah yang diharapkan menunjukkan kinerja positif dan
memberikan kritik bernada negatif terhadap anak buah yang diharapkan
menunjukkan kinerja negatif. Atau manajer akan menghabiskan lebih banyak waktu
untuk berdiskusi dengan anak buah yang diharapkan menunjukkan kinerja positif.
Akumulasi dari hal-hal kecil seperti itu akan mempengaruhi citra diri para anak buah
tersebut yang akhirnya berbuah pada kenyataan sesuai harapan manajer tersebut
dari awal. Kesesuaian antara harapan dan kenyataan tersebut semakin
memperkukuh kepercayaan manajer bersangkutan bahwa pendapatnya memang
benar dari awal.

Pendapat tersebut ditunjang juga oleh dua peneliti dari Insead, Jean-Francois Manzoni
dan Jean-Louis Barsoux. Penelitian tersebut dituangkan dalam buku “The Set-Up-to-
Fail Syndrome“. Mereka berfokus pada bagaimana para bos secara tidak sadar
menyusun perangkap untuk menggagalkan anak buahnya. Harapan negatif bos
membuat sang boss mengontrol dengan ketat pekerjaan anak buahnya, yang
menimbulkan krisis percaya diri si anak buah, yang menurunkan kinerjanya, yang
memperkuat kepercayaan awal sang bos, dan seterusnya.

Lalu apa artinya efek Pygmalion bagi kita? Dalam dunia kerja, bila kita adalah
manajer atau bos, berhati-hatilah terhadap harapan-harapan negatif terhadap
bawahan kita. Bila ada karyawan yang menunjukkan kinerja rendah, atasan
hendaknya berusaha seobjektif mungkin mencari akar penyebabnya. Bisa jadi
penyebabnya ada pada sistem perusahaan, interaksi yang kurang baik dengan rekan
kerjanya, masalah pribadi dan keluarga, atau karena ketidakcocokan dengan jenis
pekerjaan.

Penarikan kesimpulan yang terlalu dini bukan saja akan merugikan karyawan
bersangkutan, namun perusahaan juga. Pada kebanyakan kasus, karyawan yang
pernah mengalami masalah namun merasa mendapat dukungan yang positif,
mampu menghasilkan kinerja yang lebih baik.
Sumber: Majalah Human Capital No. 31 | Oktober 2006

Leadership Series: Motivasi Karyawan Adalah Prioritas Utama

No. 30 - September 2006

Menjadi pemimpin yang efektif untuk sebuah organisasi tentunya bukanlah yang
mudah. Banyak sekali keahlian/tanggung jawab yang harus mereka kuasai; dan
begitu besar harapan (dari orang lain) yang harus mereka pikul untuk menjadikan
organisasinya supaya sukses.

Pemimpin harus mempunyai visi dan misi, kemana mereka akan membawa timnya.
Mereka diharapkan dapat menjunjung tinggi nilai kejujuran dan integritas. Mereka
bertanggung jawab untuk mengetahui tugas-tugas dari departemen atau karyawan
yang dibawahinya. Mereka juga diharuskan menjadi seorang yang cerdas, cekatan,
tegas, berinovasi dan lain-lain.

Semua hal-hal tersebut adalah faktor yang penting untuk menjadi pemimpin yang
sukses. Namun jika kita harus memilih tugas yang paling utama dari pemimpin,
secara umum jawabannya adalah: Memotivasi karyawan.

Terutama untuk pemimpin ditingkat middle-level manager (yang membawahi suatu


departemen atau tim), setelah mereka menentukan tujuan/gol dari departemennya,
membuat/membenahi prosedur kerja, lalu merekrut pegawai dan sebagainya. Tugas
selanjutnya adalah memotivasi karyawan agar gol departemen tercapai.

Sering kali pemimpin lebih banyak membuang waktu mengawasi anak buahnya, dari
pada memotivasi mereka. Beberapa pemimpin suka mengawasi jam berapa
karyawannya masuk kerja, memeriksa apakah mereka memakai komputer untuk
bekerja atau membuka personal email, atau bahkan me nguping apakah anak
buahnya berbicara ditelepon dengan customer atau si-pacar.

Sebenarnya kalau kita pertimbangkan lebih dalam, karyawan yang motivasinya


tinggi, tidak perlu terlalu diawasi/diatur lagi. Mereka akan datang kerja tepat waktu,
bahkan jika semangatnya tinggi sekali, mereka mungkin sudah 'tidak tahan' untuk
balik bekerja. Karyawan yang bermotivasi tinggi melihat pekerjaanya sebagai suatu
kesenangan, bukan keharusan. Mereka biasanya selalu berpikir positif; kesulitan
dipekerjaan adalah tantangan untuk mereka, bukan masalah.

Memotivasi adalah tindakan yang proaktif, sedangkan mengawasi/mengatur


biasanya suatu tindakan yang reaktif. Pemimpin yang efektif akan memotivasi
karyawan, sebelum mereka jenuh/bingung dengan kerjaannya. Dan jika sudah bosan,
karyawan tersebut akan menjadi malas/lalai, sehingga kita harus awasi/atur
kinerjanya. Sebaliknya karyawan yang tinggi motivasinya, dapat mengatur dirinya
sendiri, besar inisiatifnya, bahkan mereka biasanya mempunyai banyak ide-ide
(berinovasi) untuk meningkatkan kinerja tim kita.

Memotivasi adalah suatu ketrampilan.

Hampir sama dengan ketrampilan berkomunikasi, memakai komputer,


mengemudikan kendaraan dan sebagainya. Semakin sering kita belajar dan berlatih
untuk memotivasi orang lain, semakin efektif motivasi yang kita berikan. Ada dua hal
yang harus kita ingat dalam memberi motivasi: Kita harus tulus (karyawan dapat
mengetahui apakah semangat yang kita beri adalah hal yang tulus dari hati kita,
atau hanya basa-basi). Lalu terkadang kita harus merubah (taylor-fit) cara kita
memberi motivasi (setiap orang, cara memotivasikannya dapat berlainan, tergantung
kepribadiannya).

Dibawah ini adalah beberapa contoh metode untuk memberi motivasi yang efektif:
Memberi ucapan selamat, langsung kepada karyawan. Jika anda adalah Kepala
Departemen ataupun CEO/PresDir, akan sangat berkesan untuk seorang karyawan
jika tiba-tiba anda mendatanginya untuk memberi selamat atas prestasi kerjanya.

Memberi selamat melalui telepon, sms, memo atau email. Jika tidak mungkin untuk
anda bertemu langsung dengan karyawan yang berprestasi. Anda dapat
melakukannya melalui telepon, sms, surat atau email. Surat/email anda tidak perlu
panjang, tetapi sebaiknya disebutkan apa prestasi karyawan tersebut.

Memberi penghargaan didepan rekan kerja yang lain. Pemimpin dapat mengadakan
pertemuan dengan seluruh pegawai, untuk memberi penghargaan kepada karyawan
atau tim yang telah mencapai prestasi yang khusus/unik. Namun hati-hati dalam
melakukan cara ini, karena ada orang yang justru malu jika dipuji didepan umum.
Sebaiknya kita beritahukan mereka dahulu rencana pertemuan tersebut.

Memberikan promosi bedasarkan kinerja, bukan pilih kasih. Pastikan bahwa sistem
promosi di organisasi anda benar-benar berdasarkan hasil kinerja karyawan. Pegawai
yang berprestasi tinggi, akan mempunyai kesempatan lebih besar untuk mendapat
promosi.

Jika kita pilih kasih, atau tidak memberi sangsi kepada yang tidak berprestasi, secara
tidak langsung hal tersebut akan membuat kecewa karyawan yang kinerjanya baik
(motivasinya akan turun).

Memakai persaingan untuk memotivasi tim kita. Setiap organisasi tentunya bersaing
dengan perusahaan lain dalam mencapai sukses/target bisnis. Persaingan ini dapat
dipakai sebagai alat untuk memotivasi tim kita untuk menjadi lebih baik atau
mencapai lebih banyak daripada kompetisi. Banyak CEO/PresDir dari perusahaan
yang berada di posisi nomer dua atau tiga diindustrinya, membuat tim salesnya
menjadi lebih bermotivasi dan kerja keras untuk meningkatkan penjualan, daripada
grup sales untuk perusahaan yang nomer satu.

Danny Pradhana, HR Solutions, perusahaan konsultasi di bidang HR.

Sumber: Majalah Human Capital No. 30 | September 2006

Irwan Kamdani: Matang oleh Badai Krisis

No. 30 - September 2006

Rasanya sukar dipercaya bila ada eksekutif Human Resources (HR) yang tidak kenal
dengan Datascrip. Perusahaan milik Yusuf Kamdani ini berdiri sejak 37 tahun lalu
dengan nama awal PD. Matahari dan dulu berkantor di Jalan Pecenongan Nomor 45,
Jakarta Pusat. Yusuf Kamdani atau lebih dikenal dengan nama Joe Kamdani memulai
usahanya dengan menjual pulpen, mesin tik, pensil dan kertas. Tapi zaman terus
berubah. Seiring perubahan itu, barang dagangan Joe Kamdani pun bertambah. Kalau
dulu hanya menjual alat tulis sederhana, sekarang usahanya sudah merambah ke
alat-alat perkantoran modern. Datascrip pun bertambah besar dan memiliki sendiri
gedung berlantai 12 di daerah Kemayoran.

Kini Joe dibantu oleh putra satu-satunya, Irwan Kamdani dalam mengembangkan
bisnisnya. Pria kelahiran Jakarta 44 tahun lalu ini sejak 10 tahun lalu dipercaya sang
Bapak untuk mengembangkan bisnis keluarganya.

Keyakinan dan kematangannya berbisnis yang diperoleh dari sang Bapak sejak ia
kanak-kanak membuahkan hasil. Datascrip kini tumbuh semakin kuat melebarkan
sayap bisnisnya. Lalu siapakah Irwan Kamdani? Ketika ditemui Pangeran M. Rizal dan
Adityo Wirawan dari Human Capital, anak sulung pasangan Yusuf Kamdani dan Lucia
Kamdani ini menuturkan singkat perjalanan hidupnya.

Ketika baru berusia tujuh tahun, Irwan Kamdani telah diperkenalkan dengan bisnis
orang tuanya. “Saya sendiri sejak masih kecil sudah mulai ikut-ikut. Kalau saya
liburan saya sudah mulai diperkenalkan,” tuturnya serius. Perkenalan ini terus
berlanjut mengisi waktu Kamdani kecil sejak di bangku Sekolah Dasar hingga Sekolah
Menengah Pertama. “Sepanjang masa itu, saya diperkenalkan dengan what is my
Dad doing. Mulai dari gudang, hingga urusan kantor. Jadi saya kenal lah semuanya,”
lanjut ayah empat anak ini.

Seusai menamatkan sekolahnya di SMA Kanisius Jakarta, Irwan muda terbang ke


negeri Paman Sam pada 1981. Ia melanjutkan studinya di Saint Mary's College of
California selama empat tahun. Setelah meraih gelar Bachelor of Science in
Economics & Business Administration, Irwan kembali ke Jakarta dan bergabung
dengan perusahaan Bapaknya. “Saya bekerja dua tahun di Datascrip,” terangnya.

Diterjang Krisis

Setelah dua tahun menerapkan ilmunya di perusahaan sang Bapak, Irwan kembali ke
Amerika Serikat. Kali ini ia kuliah di Fordham University, New York untuk meraih gelar
Master of Business Administration. Setelah gelar master itu diraihnya, Irwan pulang
ke Jakarta dan kembali bekerja sebagai Asisten Manajer di Datascrip.

Jabatan Asisten Manajer hanya dilakoninya setahun. Pada 1990 ia diangkat sebagai
Manajer. Karirnya terus menanjak, baru pada 1991 pria yang suka berolahraga ini
diangkat sebagai Wakil Direktur hingga 1997. Di tahun itu, suami dari Shinta Widjaja
ini resmi menggantikan sang Bapak sebagai Direktur Utama pt. Datascrip. “So I work
my way up,” ujarnya berfi lsafat.

Namun pada tahun itu pula badai krisis menerpa Indonesia, sebagian besar
perusahaan yang ada di negeri ini terkena imbasnya. Satu per satu berguguran,
namun Datascrip tetap bertahan.

“Waktu itu masalahnya bukan mau terus atau nggak terus, tetapi hidup atau mati.
Kita mau terus hidup atau kita mati. Pilihannya cuma dua. Bisnis Datascrip drop
hampir 60-70%,” kenang Irwan. Kondisi itu menurut Irwan, karena pada saat itu
jarang orang yang mau membeli kursi atau meja. Orang lebih berpikir bagaimana
besok bisa makan dan sebagainya. “Kalau Datascrip jual beras, air dan obat,
mungkin lain ceritanya. Karena nggak mungkin kan orang tidak makan, minum dan
berobat. Masalahnya yang kita jual kursi yang bukan merupakan kebutuhan primer
maupun sekunder,” paparnya lagi.
Sejumlah kiat pun diterapkan guna menyelamatkan perusahaan, mulai dari efisiensi
hingga pemutusan hubungan kerja. Sebelum itu Irwan mencoba pendekatan lain
dalam berbisnis, salah satunya dengan pola circling. Sebisa mungkin, barang
dagangan Datascrip dijual. “Kita meminta bayaran dengan cash. Walaupun rugi tidak
apa-apa, asal mereka mau bayar langsung. Karena kita punya perputaran dengan
adanya uang cash sehingga saat itu Datascrip bisa tetap hidup,” kenangnya lagi.

Karena badai krisis saat itu demikian beratnya, Manajemen pun terpaksa mengambil
langkah lain, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). “Jumlahnya saya tidak ingat. Itu
tidak bisa dihindari. Either that, atau yang lain bubar semua. Karyawan kami pun tak
mungkin dibayar dengan kursi. Mengajukan hutang ke bank pun tidak mungkin
karena bunganya pada waktu itu mencapai 60%. Tidak ada yang tahan untuk hutang
ke bank. Jadi pemikirannya, selama kita dapat uang cash, perusahaan bisa terus
berjalan,” lanjut warga Kampung Duku Jakarta Selatan ini.

One stop business solution

Baru pada tahun 2000-an perekonomian mulai membaik. Begitu pula dengan kondisi
PT Datascrip. “Itu karena bisnis saya banyak terikat pada keadaan ekonomi. Kalau
government dan ekonominya stabil, berarti banyak investor yang masuk. Berarti
banyak lapangan kerja yang dibuka. Banyak lapangan kerja dibuka berarti barang-
barang Datascrip pun banyak yang dibutuhkan,” ujarnya sambil tersenyum.

Kondisi itu pula yang membuat Irwan semakin yakin, sehingga ia pun semakin
mantap untuk memperbesar bisnis keluarganya. “Misi perusahaan untuk menjadi ?
The one stop business solution' harus diraih,” ujarnya mantap. Yang dimaksud Irwan
dengan business solution adalah bukannya menjadi konsultan, tetapi bagaimana
Datascrip bisa memberi solusi bagi perusahaan agar lebih efisien dalam menentukan
sistem atau peralatan yang dipakai.

One stop business solution ini merupakan salah satu implementasi dari strategi
perusahaan. “Kita mau lebih direct ke user. Kalau kita dekat dengan user, kita lebih
tahu kebutuhan user. Bagaimana baiknya dan peralatan mana yang paling cocok
untuk mereka,” ungkap Irwan. Untuk tujuan inilah Irwan menggodok para salesman-
nya agar dalam melakukan pendekatan tidak hanya menjual barang akan tetapi
justru menjual solusi yang dibutuhkan oleh customer-nya.

Untuk itu ada sembilan macam solusi yang ditawarkan, yakni meliputi Record
Management, Storage and Filing Systems; Office Design and Space Management;
Paper Management and Business Machines; Multimedia Presentation and Conference
Room; Digital Imaging; Time Management and Security Systems; Surveying and
Engineering; Business Software; dan IT Solutions. Irwan menilai bahwa kepuasan dan
kepercayaan customer merupakan hal yang paling utama. Untuk itu ia mempunyai
cara agar customer loyal terhadap produknya yaitu dengan memberikan good
service. “Saya berusaha memberikan better service, supaya orang juga puas,”
lanjutnya.

Selain itu prinsip good service juga diterapkan Irwan dalam mengembangkan
perusahaannya. “Kita harus memberi sesuatu yang lebih karena produk Datascrip
bukan barang yang murah di kelasnya. Tapi saya berusaha memberikan better
service supaya orang juga puas,” akunya.

Filosofi bisnis ini bermuara pada meningkatnya target penjualan dari tahun ke tahun
pasca krisis. Irwan menyebut, di tahun 2005 perusahaannya mencapai lebih sedikit
dari target sekitar 6% atau 7%. “Harapannya pada 2006 ini target penjualan kita naik
ke sekitar 20%,” harapnya.

Berhasil di atas keberhasilan

Namun sangat dipahami bahwa target tidak akan pernah tercapai tanpa dukungan
dari karyawannya. Untuk itu Irwan Kamdani memiliki pola tersendiri dalam
memimpin karyawannya. “Kita di sini memiliki pedoman-pedoman organisasi.
Pedoman-pedoman ini sangat jelas strukturnya bagaimana, tugas dan tanggung
jawab masing-masing bagian itu apa. Dengan begitu maka kita akan mengikuti
pedoman,” jelasnya. Sebagai contoh, Irwan menyebut direktur serta bagian-bagian
apa saja yang seharusnya jadi tanggung jawab seorang direktur. “Semuanya ada
pedomannya,” terangnya. Irwan pun mengaku senantiasa membuka komunikasi
dengan bawahannya.

Selain itu, Irwan juga selalu menekankan kepada seluruh karyawannya tentang arti
pentingnya keberhasilan. “Kita punya filosofi berhasil di atas keberhasilan,”
sambungnya. Maksudnya, sebagai atasan dirinya tidak akan berhasil kalau tidak bisa
membuat bawahannya berhasil. Demikian juga dengan para bawahan. “Kalau
mereka tidak bisa membuat bawahan di bawahnya lagi berhasil, berarti dia gagal.
Karena keberhasilan dia didukung keberhasilan bawahannya. Kalau semua salesman
saya tidak mencapai target, apakah target saya tercapai? Pasti tidak.” ujarnya
beranalogi.

Tidak hanya itu, Irwan juga mengaku di tempatnya bekerja mengenal istilah CARE
(Customer interest, Attentive, Responsive, Efficient). “Itu yang bagi kita merupakan
corporate culture Datascrip. Bagaimana berperilaku di dalam perusahaan juga
customer harus mencerminkan keempat unsur tersebut,” tambahnya.

Sebagai seorang leader, Irwan tentunya memiliki cara untuk memotivasi


bawahannya agar dapat mencapai target perusahaan. Untuk itu diberikan reward
bagi karyawan berprestasi. Prestasi mereka diukur melalui sebuah ajang bertitel LP-
100 (Lomba Penjualan 100 Persen). Hadiah yang diberikan pun tidak tanggung-
tanggung. “Untuk hadiah utama disediakan sebuah mobil,” janjinya.

Sedangkan dalam konteks perusahaan distributor dan marketing, sejak tahun 80-an
digelar acara tahunan yang ditujukan bagi para salesman. Ada empat jalur
pemasaran yaitu major account sale, dealer, modern market dan government. Setiap
salesman bertanding di kelompoknya terlebih dahulu. Pemenang tiap jalur akan
kembali berkompetisi, lalu yang memiliki presentase kumulatif tertinggi yang
menang. “Makanya kumulatif kelompok ini harus tercapai. Dan saya tidak ingin ada
bagian yang tinggi sekali tetapi yang lain rendah,” harapnya.

Kini Datascrip memilik sedikitnya 600 orang karyawan yang tersebar di Jakarta,
Medan, Pekanbaru, Padang, Bandung, Balikpapan, Makassar dan Palembang. Lalu
puaskah seorang Irwan Kamdani dengan apa yang telah dicapainya? “ Puas itu relatif.
Kalau buat saya, puas itu satu keadaan pada satu saat. Kalau kita puas sekarang,
belum tentu besok puas. Dengan karir saya, saya nggak bisa bilang saya puas tapi
saya cukup bahagia,” kata Irwan menutup pembicaraannya.

Sumber: Majalah Human Capital No. 30 | September 2006

Cukupkah Berpikir Positif?


No. 31 - Oktober 2006

Dengan memiliki suasana batin positif, maka ini akan menjadi sangat kondusif
(mendukung) untuk menjalankan proses positif berikutnya, yang antara lain:,

1. Pelajaran

“Hukum Tuhannya” mengatakan bahwa pelajaran positif itu ada di mana-mana


sepanjang kita mau menggali dan menyerapnya: di balik kesalahan, kegagalan,
pengkhianatan orang lain atas kita, di balik musibah buruk yang menimpa kita dan
seterusnya. Hanya saja, meskipun pelajaran positif itu ada di mana-mana, tetapi
prakteknya membuktikan bahwa pelajaran positif itu tidak bisa kita serap kalau batin
kita sudah keruh oleh pikiran-pikiran negatif.

Seperti kata Samuel Smile dalam salah satu tulisannya: “Tidak benar jika orang
berpikir bahwa kesuksesan diciptakan dari kesuksesan. Seringkali kesuksesan
dihasilkan dari kegagalan. Persepsi, study, nasehat dan tauladan tidak bisa
mengajarkan kesuksesan sebanyak yang diajarkan oleh kegagalan.”

2. Keputusan

Satu kenyataan buruk yang kita hadapi pada hakekatnya tidak mendikte kita harus
mengambil keputusan tertentu tetapi menawarkan pilihan kepada kita. Tawaran itu
antara lain adalah: a) boleh memilih keputusan untuk mundur, b) boleh memilih
keputusan untuk mandek/kembali ke semula dan c) boleh memilih keputusan untuk
terus melangkah dengan menyiasati, mencari celah kreatif, dan lain-lain.

Jika dikaitkan dengan praktek hidup sehari-hari, ada hal yang tidak bisa diingkari
bahwa semua orang setiap saat telah memilih keputusan tertentu tentang apa yang
akan dilakukannya. Dari keputusan yang dipilih itulah lahir sebuah tindakan yang
menjadi penyebab sebuah hasil. Karena itu ada saran Brian Tracy yang patut kita
renungkan bahwa yang menentukan nasib kita itu bukan apa yang menimpa kita
melainkan keputusan yang kita ambil atas apa yang menimpa kita. Artinya,
keputusan mundur akan menghasilkan kemunduran; keputusan mandek akan
menghasilkan kemandekan dan keputusan maju akan menghasilkan kemajuan.

3. Keteraturan Langkah

Nah, dengan menciptakan pikiran positif atas hal-hal buruk yang menimpa kita
setidak-tidaknya ini menjadi bekal buat kita untuk melakukan hal-hal positif secara
terus-menerus dalam arti tidak mengandalkan perubahan keadaan atau tidak mudah
disakiti oleh pukulan keadaan. Seperti pesan Denis Waitley, “Bukan dirimu yang
menjadi penghambat kemajuanmu tetapi muatan pikiran yang kamu bawa.”

Dari pesan itu mungkin ada satu hal yang perlu kita ingat bahwa pikiran negatif yang
kita bawa atau yang kita biarkan itulah yang terkadang menjadi penghambat langkah
kita atau mengganggu kelancaran langkah kita dalam menapaki tujuan yang sudah
kita tetapkan. Karena itu paslah jika ada permisalan yang menggambarkan bahwa
pikiran negatif itu akan memberikan kotoran di dada kita. Dada yang penuh dengan
kotoran yang kita biarkan akan membuat punggung kita terbebani oleh muatan-
muatan yang memberatkan lalu mengakibatkan langkah ini tidak selancar seperti
yang kita inginkan.
Hal-hal Apakah yang Perlu Dijalani?

Di atas sudah kita singgung bahwa menggunakan pikiran positif sebagai jalan berarti
setelah kita berpikir positif masih ada proses positif yang perlu kita jalani. Apa yang
perlu untuk dijalani?

1. Temukan pelajaran khusus

Entah sadar atau tidak, kerapkali istilah berpikir positif ini hanya kita praktekkan
sebatas berprasangka baik, meyakini adanya hikmah yang mencerahkan, atau
sebatas punya opini positif. Tentu ini sudah benar dan sudah baik tetapi kalau kita
kaitkan dengan hasil sedikit dan hasil yang lebih banyak, maka proses positif yang
perlu kita lakukan adalah mengaktifkan pikiran kita untuk menemukan pelajaran-
pelajaran spesifik yang benar-benar cocok dan relevan dengan keadaan-diri kita pada
hari ini.

Kegagalan usaha kita bisa disebabkan oleh waktu yang belum tepat, kesalahan
memilih orang, kurang gigih, kurang skill, keadaan eksternal yang di luar kontrol, dan
lain-lain. Karena tidak mungkin kita menyerap hikmah secara keseluruhan dalam
satu waktu, maka yang paling penting adalah menyerap hikmah yang relevan saja
sebagai bahan mengoreksi diri.

2. Gunakan dalam hal khusus

Banyak pengalaman yang sudah menguji bahwa memiliki rumusan tujuan yang jelas
dan jelas-jelas diperjuangkan, ternyata memiliki manfaat cukup besar bagi proses
positif. Dengan kata lain, untuk bisa menggunakan pelajaran yang sudah kita serap
menuntut adanya rumusan tujuan yang kita upayakan realisasinya. Tanpa ini,
mungkin saja pelajaran positif yang kita temukan itu akan nganggur alias kurang
banyak manfaatnya.

Dengan kata lain, agar kita bisa menjadikan kegagalan kita sebagai dorongan untuk
meraih kemajuan tidak cukup hanya dengan memiliki pikiran positif dan sikap positif
atas kegagalan itu, melainkan dibutuhkan upaya kita untuk menggunakan pelajaran
yang sudah kita dapatkan dalam usaha meraih keinginan berikutnya.

3. Membuka Diri

Seperti yang sudah kita singgung di muka bahwa pelajaran positif yang ada di balik
satu masalah, satu kenyataan buruk, atau di balik peristiwa yang kita alami dalam
praktek hidup itu sangatlah tidak terbatas, tidak tunggal, tidak mono, dan karena itu
sering disebut petunjuk (hidayah). Saking banyaknya itu, maka tidak mungkin
ruangan milik kita bisa sanggup menyerap seluruhnya dan sekaligus sehingga yang
dibutuhkan adalah membuka diri atas berbagai pelajaran positif yang diwahyukan
oleh kesalahan kita, kesalahan orang lain yang kita lihat, temuan ilmu pengetahuan,
dan nasehat.

Sumber: Ubaydillah, AN

e-psikologi.com

Sumber: Majalah Human Capital No. 31 | Oktober 2006


How to Create Learning Systems that Sustain Strong Organizational
Cultures

No. 29 - Agustus 2006

Overview

Successful, expanding organizations often face the threat of losing the strong and
unique cultures that made them attractive to their employees, investors and their
customers. This short article highlights the importance of corporate cultures, gives
examples of organizations that are successfully striving to maintain their unique
identities, and provides some tools to ensure that training and performance
improvement professionals create learning systems that promote and sustain strong
cultures.

Corporate Culture and Learning: How Are They Related?

Common Traits

Culture and training are not currently part of the organization's strategic plan or
executive conversations. People complain of “information overload” because there's
so much news and training to communicate. We don't have a good way of identifying
in-house expertise or “capturing” knowledge. People don't act like learning and
teaching and enculturating new employees is part of everybody's job. Employees
with a long tenure in the company are discouraged by the way it has changed. More
and more policies and training are being generated to engineer the behavior that's
desired among employees. Our organization is loosing good employees to the
competition for reasons other than salary. We frequently use training and
communication materials provided by outside vendors that may also be used by our
competition.

Sumber: Majalah Human Capital No. 29 | Agustus 2006

Sekilas Pandang: “The 33rd International Congress on Assessment Center


Methods”

Pada tanggal 26-28 September 2006 yang lalu, telah diselenggarakan kongres
Assessment Center International yang ke-33 di Kota London, UK. Kongres Assessment
Center yang dilaksanakan setiap 2 tahun sekali itu, tahun ini dilaksanakan di The
Langham Hotel, sebuah Hotel berbintang lima yang letaknya cukup strategis, dengan
bangunan yang bergaya kuno namun artistik.

Kongres Internasional Asseessment Center (A/C) kali ini dihadiri oleh 24 negara yang
tersebar di seluruh dunia. Hal yang cukup menggembirakan, ternyata perwakilan dari
negara Indonesia yang terdaftar cukup banyak, 12 orang dari sekitar seratus dua
puluhan lebih peserta kongres.

Kongress A/C Internasional yang ke-33 ini didedikasikan untuk mengenang Douglas
W. Bray, Ph.D (1918-2006), seorang inventor assessment center modern yang saat ini
telah digunakan oleh beribu-ribu perusahaan di seluruh dunia. Bray membuktikan
efektifitas metodologi assessment center dalam riset yang dipimpinnya di AT&T lebih
dari 25 tahun. Beliau telah mengabdikan diri sekian puluh tahun di bidang
Assessment Center.

Suatu prestasi yang sangat layak untuk diapresiasi. Kongress International A/C dibuka
oleh Development Dimensions International (DDI), dilanjutkan dengan General
Session bertema: ”50 year of the Management Progress study : What We've Learned
and What We've Missed”, dipresentasikan oleh Ann Howard, Ph.D, seorang Chief
Scientist DDI yang juga istri dari alm. Douglas W. Bray.

Dalam riset yang dipimpin Bray selama lebih dari 50 tahun di Management Progress
Study (MPS), Ann dan Bray membandingkan metode assessment center yang
berkembang saat ini dengan konsep awal metode assessment center. Presentasi
diakhiri dengan diskusi mengenai hal-hal yang dapat diimplementasikan untuk
pengembangan Assessment Center dan hal-hal yang perlu diperbaharui dari riset
tersebut.

Kongres dilaksanakan selama 3 hari, membahas sebanyak 34 topik mengenai Assess


ment Center dan disajikan dalam sesi paralel . Pembicara tidak hanya berasal dari
kalangan konsultan seperti DDI, tetapi juga dari kalangan praktisi seperti UBS, ABN
AMRO, dan The Coca Cola Company. Kalangan intelektual pun turut ambil bagian
dalam sesi presentasi, seperti University of Illinois, Colorado State University,
University of Hertfordshire, bahkan dari Nasional Open University, Taiwan. Hal ini
sejalan dengan topik kongres Assessment Center yang ke 33 yaitu ”Cross Cultural
Applications Around The World”.

Permasalahan yang dikupas seputar permasalahan-permasalahan terkini mengenai


implementasi Assessment Center. Salah satu contoh adalah materi yang membahas
tentang: “Inconsistency in Assessment Center Performance : Measurement Error or
Something More?” yang dibawakan oleh Allyssa Mitchell Gibbons & Deborah E Rupp
(University of Illinois, Urbana). Dalam Studynya dijelaskan bahwa kemungkinan
Inconsistency dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti kesalahan assessor,
kesalahan dalam proses rating, maupun kesalahan dalam membuat
desain/simulasi/tools yang digunakan. Hasil penelitian menimbulkan pertanyaan yang
cukup menggelitik, bahwa jika ternyata munculnya Inconsistency dalam pengukuran
assessment center bukan hanya karena kesalahan assessor, tetapi juga disebabkan
oleh Individual differences, kita dapat melihat Inconsistency dalam assessment
center tersebut sebagai suatu informasi penting yang perlu kita gali lebih jauh
mengenai kandidat, sehingga inconsistency tidak melulu dipandang sebagai
kesalahan dalam pengukuran.

Satu hal lagi yang cukup menarik untuk dibahas adalah materi yang ditayangkan
oleh George Thornton, Ph.D (University of Colorado) mengenai “Comparison of
Assessment Centres for Prediction vs Deve lopmen: Results of an International
Survey”. Dalam materinya tersebut Thornton menyimpulkan bahwa sebelum
melaksanakan assessment perlu diketahui terlebih dahulu tujuannya secara jelas:
apakah assessment tersebut ditujukan untuk seleksi dan promosi ataukah untuk
pengembangan? Menurut Thornton, Assessment dengan tujuan yang berbeda harus
menggunakan desain dan tools/metode yang berbeda pula, karena keduanya
memiliki tujuan yang berbeda. Assessment Center yang ditujukan untuk seleksi dan
promosi haruslah membandingkan kompetensi kandidat dengan target job, metode
assessmentnya bersifat lebih sederhana, dan tidak perlu dilakukan feedback.
Sedangkan Assessment center yang bertujuan untuk pengembangan seyogyanya
membandingkan kompetensi kandidat dengan kompetensi ”current job”nya,
Desainnya dibuat lebih kompleks dan sangat perlu dilakukan feedback untuk
mengetahui arah pengembangannya. Dengan kata lain, telah terjadi pergeseran
dalam metode Assessment Center yang perlu kita cermati untuk dapat diterapkan
secara benar di perusahaan kita, tentunya dengan tetap berpegang pada Kode Etik
Pelaksanaan Assessment Center di Indonesia yang telah kita miliki bersama.

Sumber: Majalah Human Capital No. 32 | November 2006

Ketika Hasil Assessment Center Menjadi Satu-satunya Penentu Keputusan

No. 30 - September 2006

Salah satu ciri khas bangsa kita adalah latah. Dalam banyak kesempatan kita sering
latah. Di bisnis misalnya ketika tetangga kita sukses buka wartel, kita langsung ikut
buka wartel dengan jarak hanya 10 meter dari tetangga. Di sekolah lain lagi
ceritanya: dulu di tahun 80-an begitu populernya profesi 'bankers' sehingga rasanya
kalau bisa bekerja di bank derajat kita menjadi setingkat lebih baik. Disamping
penampilan fisik yang lebih keren (dengan berdasi) bank juga memberikan sederet
tunjangan serta pinjaman lunak karyawan (loans) yang tidak diberikan di
perusahaan-perusahaan lain. Lalu berbondong-bondonglah orang tua menganjurkan
anaknya untuk melamar kerja di bank karena bank memberi banyak jaminan hidup
yang lebih baik. Tak peduli sekolahnya dulu jurusan apa yang penting begitu sarjana
langsung melamar kerja di bank. Latah seperti ini jadi merugikan kita semua karena
banyak hal menjadi tidak jelas, orang berbondong-bondong melakukan sesuatu tanpa
memahami mengapa dan apa manfaat melakukan hal tersebut.

Penerapan Assessment Center juga menimbulkan kelatahan dimana-mana, terutama


beberapa tahun terakhir sejak isu transparansi dalam pengelolaan SDM merebak di
era reformasi. Assessment Center dengan pendekatannya yang komprehensif, dilihat
sebagai cara untuk 'meluruskan' proses-proses pengelolaan SDM yang tidak
transparan terutama yang berkaitan dengan rotasi, penempatan maupun promosi.
Berbondong-bondong organisasi mengirimkan para manajer dan eksekutifnya untuk
diassess. Entah karena mau ikut tren atau karena memang butuh data untuk
memetakan para karyawannya, keputusan menerapkan Assessment Center
seringkali atas dasar pertimbangan yang pendek.

Assessment Center pun menjadi momok yang menakutkan. Hasil Assessment Center
seolah menjadi penentu nasib dan hidup matinya karir karyawan di organisasi. Sekali
gagal maka seumur hidup tak boleh bermimpi punya karir yang lebih baik di
organisasi. Kecemasan ini semakin menjadi nyata dengan praktik di lapangan yang
memang hanya menggunakan data hasil Assessment Center sebagai satu-satunya
penentu keputusan penempatan; seleksi; promosi maupun rotasi.

Untuk sukses dalam bekerja orang harus memiliki 4 hal yaitu:

Pengetahuan: pengetahuan teknis untuk melakukan pekerjaan mapun pengetahuan


mengenai industri; proses dan sistem yang digunakan dalam bekerja.

Pengalaman: seberapa seseorang pernah terekspose untuk melakukan peran-peran


yang penting dalam pekerjaan, misalnya: pengalaman memimpin tim yang
jumlahnya lebih dari 50 orang; pengalaman melakukan aliansi dengan perusahaan
lain; pengalaman memasarkan produk organisasi di luar negeri, dll.
Kompetensi: Ini yang biasanya diukur dalam Assessment Center; seringkali disebut
soft skills atau kemampuan manajerial seperti: coaching; decision making; dll.

Kepribadian: karakteristik kepribadian tertentu yang melekat pada seseorang yang


dapat menjadi enabler (mendukung kesuksesan) maupun derailer (menghambat
kesuksesan).

Keempat faktor di atas menjadi penting untuk dipertimbangkan mengingat ada


banyak pekerjaan yang lebih membutuhkan pengetahuan teknis serta pengalaman
yang tinggi diatas 2 faktor lainnya. Misalnya pekerjaan sebagai pilot; pengetahuan
teknis serta pengalaman menjadi aspek yang sangat penting bagi sukses seorang
pilot.

Contoh lain utuk mengilustrasikan hal tersebut adalah: Perusahaan X ingin memilih
seorang manager sales yang diharapkan dapat 'menaklukan' area Y yang selama ini
sulit 'ditembus'. Karakteristik area Y adalah: pelanggan di area tersebut rata-rata
berpendidikan tinggi dan cenderung menuntut. Beberapa kali sales manager yang
ditempatkan disana gagal mencapai targetnya.

Kemudian perusahaan X ada 2 calon: Si A memiliki pengetahuan teknis yang


memadai mengenai produk yang akan dijual; memperoleh hasil Assessment Center
yang tinggi untuk profil seorang Sales Manager, namun minim pengalaman kerja di
bidang itu, karirnya di sales baru dimulai tahun lalu. Selain itu dari segi
kepribadiannya A digambarkan sebagai orang yang senang berinteraksi dengan
orang lain, namun akan menjadi defensif jika berada dalam situasi stress Si B
memiliki pengetahuan teknis yang juga memadai; memperoleh hasil Assessment
Center yang cukup, artinya di beberapa hal dia sudah efektif namun di hal lain masih
perlu peningkatan. Pengalamannya dalam bidang sales sudah 3 tahun dan dalam 2
tahun berturut-turut mencapai target penjualan tertinggi.

Dari segi kepribadian B adalah orang yang ulet, tidak mudah menyerah, namun
dalam kondisi stress ia akan cenderung menarik diri. Jika organisasi hanya
menggunakan hasil Assessment Center sebagai penentu keputusannya dalam
memilih sales manager maka A yang akan terpilih. Konsekuensi dari pilihan ini adalah
A yang minim pengalaman akan mengalami banyak 'jatuh bangun' dalam
menghadapi pelanggan di area Y. Dengan kepribadiannya yang mudah untuk menjadi
defensif tidak akan banyak menolongnya untuk memperbaiki diri dan menerima
umpan balik.

Namun jika organisasi menelaah lebih jauh bahwa karakteristik area Y adalah unik
dan membutuhkan orang yang berpengalaman menangani pelanggan yang 'sulit'
serta memiliki ketangguhan untuk menghadapinya maka B bisa menjadi calon yang
dipilih. Sejumlah kelemahannya yang 'dipotret' dari hasil assessment menjadi isu
pengembangan. Artinya jika B yang dipilih, maka organisasi harus menyiapkan upaya
pengembangan kompetensinya agar dapat efektif dalam bekerja atau menyiapkan
tim yang dapat 'menutupi' kelemahannya di kompetensi-kompetensi tertentu.

Itu tadi hanyalah ilustrasi sederhana, betapa sebuah keputusan seleksi yang hanya
mengandalkan hasil Assessment Center dapat membawa konsekuensi negative bagi
organisasi. Jika kita latah meng-assess para manajer dan eksekutif kita dan salah
kaprah dalam memanfaatkan hasilnya maka resiko besar organisasi akan siap
menanti.

Sumber: Majalah Human Capital No. 30 | September 2006


Peran Assessment Center Dalam Menyiapkan & Mengembangkan Pimpinan
yang Handal

No. 31 - Oktober 2006

Kebutuhan setiap perusahaan untuk menjaring dan menyiapkan orang-orang yang


competent dan qualified dalam menduduki suatu jabatan tertentu sehingga mampu
menghadapi berbagai tantangan dan kendala yang ada di lapangan, pada akhirnya
mendorong manajemen setiap perusahaan untuk mencari dan mengembangkan
suatu metoda pengukuran yang lebih obyektif dan lebih mendasarkan pada aspek
perilaku yang tampil pada saat seseorang dihadapkan pada situasi tertentu.

Sejauh ini, Assessment Center sebagai salah adalah suatu metoda tampak cukup
mampu membantu manajemen untuk dapat mengidentifikasi dan menjaring pegawai
yang dinilai memiliki potensi dari sisi manajerial (managerial skill) guna menduduki
suatu jabatan tertentu di kemudian hari (future responsibility). Setidaknya, melalui
program Assessment Center, setiap kandidat diberikan berbagai simulasi tingkah
laku (behavioral simulation) untuk kemudian diobservasi dan dievaluasi oleh
beberapa assessor. Dalam hal ini, manajemen bisa melakukan upaya job matching,
karena selain diberikan simulasi yang jenisnya multiple exercise dan proses penilaian
yang sifatnya multiple assessor, karakteritik utama lainnya dari Assessment Center
adalah mengacu pada spesific job target. Oleh karenanya, sebagai suatu metoda,
Assessment Center memiliki akurasi dan tingkat obyektivitas yang tergolong cukup
tinggi.

Assessment Center selain bertujuan untuk memilih calon-calon pimpinan yang handal
dan siap menghadapi tugas-tugas kedepan nanti, juga dapat digunakan untuk
mengidentifi kasi kebutuhan pengembangan yang perlu diberikan pada setiap
karyawan agar lebih siap menghadapi tugas-tugas yang akan diberikan di kemudian
hari. Dalam hal ini, hasil Assessment Center dapat dimanfaatkan untuk Training Need
Analysis, yang pada tahap selanjutnya dapat membantu manajemen untuk memilih
dan menetapkan program-program pengembangan tertentu.

Program pengembangan kemampuan manajerial yang didasarkan pada hasil


Assessment Center atau disebut sebagai Post Assessment Center, tentunya dapat
dilakukan secara lebih sistematik. Dengan mendasarkan pada profile strength dan
weakness yang diperoleh setiap peserta Assessment Center, tentunya dapat disusun
dan disiapkan modul-modul pengembangan yang lebih spesifik, dan dalam hal ini
yang menjadi sasaran utamanya tentunya lebih pada upaya peningkatan dan
pengembangan kompetensi karyawan yang terklasifikasi weakness pada suatu aspek
tertentu, seperti leadership, decision making dan lain sebagainya.

Aspek yang menjadi critical point untuk melihat keberhasilan suatu program
pengembangan adalah adanya kesediaan dan kesiapan karyawan untuk selalu mau
berkembang, dan hal ini dapat terjadi bila setiap peserta program pengembangan
tersebut menerima dan memahami aspek-aspek yang dinilai kurang pada dirinya.
Melalui pengembangan-pengembangan yang sifatnya lebih spesifik, diharapkan
setiap karyawan akan menjadi lebih terfokus dalam menyerap dan
mengimplementasikan berbagai hal yang diperolehnya selama kegiatan
pengembangan tersebut.

Dengan menyiapkan strategi pengembangan yang mendasarkan pada hasil


Assessment Center, diharapkan akan banyak membantu manajemen dalam
menyiapkan kader-kader pimpinan yang lebih handal dan terampil, yang pada
akhirnya akan mampu pula meningkatkan unjuk kerja perusahaan secara lebih
signifikan.

Sumber: Majalah Human Capital No. 31 | Oktober 2006

Menunjang Pengembangan SDM di Indonesia Seputar Assessment Center

No. 29 - Agustus 2006

Sejak lebih dari 60 tahun, metode assessment center telah digunakan sebagai tools
dalam memilih kandidat terbaik untuk sebuah jabatan. Pada Perang Dunia (PD) II
yang berkobar di sekitar tahun 40-an, metode assessment center mulai digunakan di
dinas ketentaraan Amerika Serikat untuk memilih dan mengembangkan perwira-
perwira yang akan diterjunkan ke medan perang. Paska PD II, metode ini juga
digunakan untuk memilih perwira The Office of Strategic Services (OSS) yang
merupakan cikal bakal dari Central Intelligence Agency (CIA). Hingga kini, metode
Assessment center masih dipakai untuk memilih pejabat tinggi CIA.

Melihat efektifitas penggunaan di dunia militer, metode Assessment Center lalu


berkembang dan digunakan oleh kalangan bisnis. American Telephone and Telegraph
(AT&T) menjadi pelopor penggunaan assessment center untuk menjawab tantangan
bisnis terhadap kebutuhan sumber daya manusia di masa itu. Langkah tersebut
diikuti oleh Standard Oil, IBM, Sears, GE, JC Penney sehingga metode assessment
center menjadi populer. Di Indonesia perusahaan pertama yang mengadopsi metode
ini adalah Telkom yang sejak tahun 1992 secara konsisten menggunakannya untuk
berbagai keperluan fungsi SDM. Kini, metode assessment center telah marak
digunakan oleh perusahaan dari berbagai industri untuk menjawab kebutuhan
seleksi, promosi hingga suksesi.

Penggunaan metode ini sudah meluas secara global dan secara rutin para praktisi
dan akademisi yang menggeluti metode ini bertemu dalam event International
Congress on Assessment Center Method yang sudah ke-32 kalinya diselenggarakan.
Pada 26-28 September 2006 yang akan datang di London akan diselenggarakan
kongres internasional yang ke-33. Di beberapa kesempatan, perwakilan dari
Indonesia, di antaranya Vina G. Pendit dari DDI menjadi pembicara dalam kongres
internasional tersebut membawakan topik The Plan to Develop An Indonesia
Guidelines for Assessment Center Implementation dan topik Does it Work in Asia?
Indonesia's Experience in Implementing the Assessment Center Method.

Beberapa perkembangan yang diperoleh dari International Congress on Assessment


Center Method menggugah beberapa praktisi metode assesssment center
menghimpun gagasan-gagasan dan mengembangkan metode ini dengan
membentuk Gugus Tugas (Task Force) yang tujuan awalnya adalah untuk menyusun
Etika Pelaksanaan Assessment Center Indonesia yang telah diluncurkan pada 12
Oktober 2004 di Jakarta. Kelanjutan dari langkah ini adalah diselenggarakannya
Kongres Nasional Assessment Center ke-1 di Bandung pada 23-225 Agustus 2005.
Kongres yang dimotori oleh Telkom, BNI, Posindo, DDI, GAIA dan BPI, diikuti oleh lebih
dari 750 orang peserta yang terdiri dari praktisi, penyedia, akade misi dan pemerhati
metode Assessment Center di Indonesia.

Gagasan untuk terus mengembangkan metode ini mendorong beberapa orang


profesional untuk membentuk Perkumpulan Assessment Center Indonesia (PASTI).
Perkumpulan ini beranggotakan para profesional yang peduli terhadap topik
assessment center di Indonesia. PASTI secara resmi didirikan tanggal 10 Februari
2006 di Bandung. Perkumpulan ini memiliki tugas dan program kerja, antara lain:
menyelenggarakan Kongres Nasional Assessment Center, mengembangkan dan
mensosialisasikan Etika Pelaksanaan Assessment Center Indonesia, mengakreditasi
lembaga dan perorangan yang melakukan pelatihan Assessment Center,
menyebarluaskan informasi dan perkembangan seputar Assessment Center melalui
media massa dan media lainnya, mendorong diadakannya penelitian Assessment
Center guna memberikan kemanfaatan sebesar-besarnya bagi pengguna,<
melakukan kerjasama dengan lembaga penyelenggara Assessment Cente serta
lembaga terkait baik di tingkat nasional maupun di luar negeri, melakukan kerjasama
dengan pemerintah dan lembaga regulator lainnya melakukan kegiatan lain yang sah
untuk keperluan Perkumpulan.

Perkumpulan Assessment Center ini akan menyelenggarakan Kongres Nasional


Assessment Center ke-2 pada bulan Juli atau Agustus 2007 sebagai sarana tukar
menukar informasi dan gagasan dalam mengembangkan metode Assessment Center
ini secara nasional. Dalam kongres nanti diharapkan akan muncul gagasan-gagasan
baru serta penelitianpenelitian yang terkait dengan metode ini. Dalam beberapa
milist baru-baru ini berkembang diskusi hangat tentang apakah metode Assessment
Center cocok untuk Indonesia , Mudah-mudahan dengan sarana kongres nasional
yang rencananya diselenggarakan secara periodik 2 tahun sekali akan menjadi ajang
diskusi dan peningkatan wawasan yang berguna bagi pengembangan Assessment
Center di Indonesia. Sebagai sarana komunikasi dan sosialisasi tentang metode
Assessment Center di Indonesia, PASTI bekerjasama dengan majalah Human Capital,
menyediakan rubrik yang membahas topik-topik seputar metode Assessment.

Sumber: Majalah Human Capital No. 29 | Agustus 2006

Beda Metode Beda Hasil

No. 27 - Juni 2006

Metoda pencarian eksekutif (Executive Search) memiliki efektifitas paling tinggi


untuk mendapatkan kandidat terbaik di level senior. Perusahaan tetap harus terlibat
selama proses pencarian berlangsung.

Bila Anda seorang eksekutif yang ingin menduduki posisi tertentu di BUMN dan ingin
bertemu dengan Irham Dilmy, Managing Partner Amrop Hever Indonesia, jangan
kecewa jika Pak Irham menolak secara halus? Bertemu dengan eksekutif, apalagi di
tempat yang relatif terbuka, sangat dihindari oleh head hunter. Pertemuan semacam
itu akan menimbulkan dugaan macam-macam di berbagai kalangan sehingga bisa
berdampak negatif bagi ba-nyak pihak. Tapi, pada kesempatan lain, justru head
hunter paling bersemangat mengajak bertemu dengan eksekutif yang mereka bidik.
"Kalau itu sih, bertemu di mana saja ayo," seloroh Irham.

Menjadi head hunter ibarat 2 sisi dari koin yang sama. Di mata para eksekutif
profesional, pertemuan dengan head hunter sangat ditunggu-tunggu karena
membuka banyak kemungkinan. Namun bagi manajemen atau pemilik perusahaan,
keberadaan head hunter sesuatu yang dipandang penuh curiga; jangan-jangan ia
sedang membidik eksekutif perusahaan tersebut untuk pindah ke tempat lain.
Mengabaikan peran penting head hunter bagi perusahaan jelas bukan pilihan yang
bijak. Cepat atau lambat, perusahaan suatu kali akan tetap memakai jasa head
hunter. Ke-beradaan head hunter akan sangat membantu perusahaan mewujudkan
target bisnisnya dengan mendapatkan eksekutif bertalenta tinggi.

Untuk menghindari berbagai hal negatif, firma pencari eksekutif (Executive Search
Firm) beroperasi dengan kode etik yang ketat. Sebagai contoh, paling cepat sebulan
sebelum pindah, si eksekutif harus sudah menyampaikan rencana kepindahannya ke
perusahaan lain. Total jenderal, setelah proses pendekatan hingga persetujuan final
yang memakan waktu 1-2 bulan, lazimnya pada bulan ketiga si eksekutif sudah
pindah kerja.

Dalam berhubungan dengan firma pencari eksekutif, AESC (Association ofExecu-tive


Search Consultants) telah menyusun "Bill of Rights" klien (perusahaan) maupun
kandidat (eksekutif yang dicari). Di situ dijelaskan apa saja hak-hak klien dan
kandidat yang harus ditegakkan saat berbisnis dengan head hunter. Dengan adanya
hak-hak tersebut, maka hubungan mereka dengan head hunter benar-benar saling
menguntungkan dan bersifat jangka panjang. "Buat apa mendapat bayaran tinggi,
tetapi hanya sebentar," tutur Mellia Suwito, Senior Consultant PT Sintesa Resourcing.

Andrew Hairs menyatakan hal yang sama. Hubungan dengan klien dan kandidat
seyogyanya berlangsung dalam selang waktu lama. "Kami beruntung, dalam 18
bulan keberadaan kami di Indonesia, 90% klien kami melakukan repeat order,"
tegasnya, sambil menambahkan, "Hal itu memungkinkan Monroe 1ndonesia
mencatat pertumbuhan pendapatan tertinggi di antara sesama kantor Monroe
lainnya."

Sikap untuk mementingkan hubungan jangka panjang mengharuskan head hunter


sangat hati-hati menempatkan seorang eksekutif di perusahaan klien. Jangan sampai
si eksekutif tidak betah atau tak lama setelah masuk perusahaan malah tutup. "Kita
sudah janjikan yang indah-indah, eh nggak tahunya perusahaannya malah tutup,"
kata Mellia. Adalagi kasus di mana budaya perusahaan tidak cocok dengan si
eksekutif. Beberapa tantangan ini mengharuskan head hunter untuk melakukan
serangkaian pertemuan dengan CEO atau Direktur HR serta mengunjungi
perusahaan untuk menggali informasi lebih dalam tentang posisi yang dicari dan
budaya perusahaan tersebut.

Begitu strategis peran firma pencari eksekutif atau head hunter, Lukman Kristanto,
Direktur HR Mulia Land, menyayangkan banyak perusahaan lokal (PMDN) yang eng-
gan memanfaatkan jasa firma pencari eksekutif. "Mereka belum tahu manfaat atau
ke-untungan menggunakan jasa head hunter," tegasnya. Lukman, yang juga
mempunyai perusahaan Executive Search dan Recruitment Agent, mencatat dari 800
klien perusahaannya, hanya 4% perusahaan lokal (PMDN). Sisanya perusahaan asing
(PMA). "Ini membuktikan, perusahaan PMDN masih mengelola pencarian eksekutif
dengan cara tradisional," ungkapnya.

Dalam banyak hal, masih banyak perusahaan atau eksekutif yang belum memahami
perbedaan antara Executive Search dengan Executive Selection ataupun Mass
Recruitment. Menurut Pri Notowidigdo, pendiri Amrop Hever Indonesia dan perintis
bisnis pencarian eksekutif di Indonesia, Executive Search adalah metoda sistematis
untuk mengidentifikasi dan menyeleksi kandidat-kandidat yang berkualitas pada
level senior di suatu perusahaan.
Sementara, Executive Selection adalah metode perekrutan eksekutif melalui
pemasangan iklan di media massa dan pemanfaatan database untuk melihat data
diri manajer. Sementara Mass Recruitment lebih mengandalkan pemasangan iklan di
media massa dan promosi dari mulut ke mulut. Kedua metode ini hanya berhasil
menjaring bagian puncak dari gunung es, yaitu orang-orang yang melamar dan
berada di permukaan. Merekalah yang akan mengirim resume, dan sering tidak
memenuhi persyaratan dan ekspetasi klien.

Masalahnya, menurut Pak Pri, orang-orang yang bahagia dengan pekerjaannya dan
telah menjadi eksekutif sukses, tidak akan mengirimkan lamaran kepada
perusahaan-perusahaan yang mengiklankan diri di Koran atau media massa lainnya.
"Mereka itulah yang menjadi target pasar head hunter," tukas Pri.

Dengan demikian, baik dari sisi sasaran yang maun direkrut maupun metode
rekrutmennya, Executive Search sangat berbeda dengan metode rekrutmen lainnya.
Hasil studi independent menunjukkan, efektivitas metode Executive Search mencapai
90%, sedangkan efektivitas menggunakan metode melalui iklan dan database hanya
22% - 24%. Hasil positif ini merupakan kontribusi dari kombinasi penggunaan riset
pasar yang sifatnya investigatif, jejaring (networking) yang terfokus, dan kesenioran
dari konsultan dalam industri spesifik.

Executive Search lebih dikenal dengan istilah head hunting. Istilah ini diambil dari
suku Dayak di Kalimantan, yang pada jaman purbakala melakukan head hunting.
Seorang jurnalis yang imajinatif, tutur Pria, meng-aplikasikan istilah Executive Search
ketika industri berkembang dengan cepat 75 tahun silam. Industri ini berkembang
dengan cepat tahun 1950-an, terutama di Amerika dan Eropa. "Perusahaan tidak bisa
lagi hanya mengandalkan the old boy network untuk menemukan pemimpin yang
cocok," tegasnya tentang alasan kenapa orang memerlukan jasa Executive Search.

Dewasa ini terdapat sejumlah perusahaan Executive Search global dan lokal yang
beroperasi di Indonesia. Selain Amrop Hever, Executive Search terkemuka lainnya
adalah Egon Zehnder International, Korn/Ferry In-ternational, Bo Le Associates Ltd.,
PricewaterhouseCooper (PWC), dan sebagainya. Perbedaan antara Executive Search
global dengan lokal, menurut Joris de Fretes dari Excelcomindo Pratama, terletak
pada kekuatan database dan jam terbang konsultan mereka. "Bayaran mereka
memang lebih mahal, tetapi kualitasnya terjamin," ujarnya.

Booming Jasa Head Hunter

No. 27 - Juni 2006

Pencarian eksekutif melalui firma pencarian eksekutif (Executive Search Firm atau
Head Hunter) berlangsung meriah dalam 2 tahun ini. Jasa ini tidak lagi semaata-mata
dimanfaatkan perusahaan swasta, tapi telah melebar ke organisasi pemerintahan,
LSM, perguruan tinggi, dan organisasi lateral/multilateral.

Ketika Arwin Rasyid terpilih menjadi Direktur Utama PT Telkom Tbk., banyak yang
menyangkal dia diangkat melalui penunjukan pemerintah (sebagai pemegang saham
utama) seperti yang selama ini terjadi di lingkungan BUMN dan birokrasi. Orang
makfum saja kalau Arwin terpilih karena dia telah berpengalaman menjadi eksekutif,
sepeprti di Bank Niaga, BPPN, Bank Danamon, dan terakhir Bank BNI sebagai Wakil
Direktur Utama. Tetapi benakah prosesnya sedemikian sederhana?
Ternyata tidak. Arwin terpilih menjadi Direktur Utama Telkom setelah melalui proses
pencarian menggunakan jasa head hunter, yang belakangan ini telah menjadi
keputusan Meneg BUMN Sugiharto. Sejumlah nama-nama eksekutif terkemuka
disaring dengan melibatkan 4 firma pencari eksekutif independent, salah satunya
adalah Amrop Hever. Hasil penyaringan konsultan independent itu disampaikan
kepada Menteri untuk diputuskan.

Inilah cara Meneg BUMN untuk mengubah cara mengelola BUMN sebagai upaya
meningkatkan kinerja BUMN yang selama ini sangat payah. Langkah pembenahan
manajemen BUMN dimulai dengan transparansi proses rekrutmen direksi. Dewasa ini,
tutur Managing Partner Amrop Hever Indonesia Irham Dilmy, setiap orang yang
berminat menjadi direksi BUMN bisa mengirimkan lamaran mereka ke Kementrian
BUMN melalui internet. Seluruh lamaran tersebut kemudian disaring oleh konsultan
independent berkoordinasi dengan Sekretaris dan para Deputi Meneg BUMN.
"Pertemuan secara tatap muka sangat dihindari," ungkap Irham.

Perubahan ini tentu juga merepotkan bagi para eksekutif yang selama ini sering
kasak kusuk untuk bisa menduduki posisi direksi di BUMN. Beberapa di antara
peminat menghubungi konsultan pencari eksekutif semacam Irham Dilmy, "Tetapi
saya menolak untuk bertemu langsung," tegasnya. Maklum, tahun ini saja ada 40
BUMN yang harus berganti direksi, sehingga proses pencarian eksekutif untuk BUMN
luar biasa semarak.

Kesemarakan pencarian eksekutif melalui jasa headhunter tidak hanya terjadi di


lingkungan BUMN, tetapi juga di perusahaan-perusahaan swasta, Lembaga swadaya
Masyarakat (LSM), komite bentukan pemerintah, dan perguruan tinggi. Terpilihnya
Prof. Dari. Achmad Anshori Mattjik menjadi Rektor IPB dihasilkan setelah
menggunakan jasa head hunter. LSM semacam The Nature Conservancy
mendapatkan 13 doktor di bidangan lingkungan dan berpengalaman internasional
juga melalui head hunter. Dalam dataran yang lebih sederhana, UNICEF pun mencari
tenaga dokter yang memahami kesehatan masyarakat dan kerjasama internasional
memanfaatkan jasa head hunter.

Di perusahaan swasta? Itu so pasti. "Pasar pencarian eksekutif, khususnya untuk


industri telekomunikasi, perbankan & keuangan, produk konsumen, farmasi dan
pertambangan, sangat booming," tukas Andrew Hairs, Country Manager Monroe
Consulting Group, perusahaan yang melayani pencarian eksekutif. Andrew sendiri
merasa kewalahan untuk melakukan proses pencarian eksekutif karena pesanan
yang cukup banyak�- mencapai 150 pencarian. "Mendapatkan order dari klien tidak
jadi masalah saat ini. Justru mendapatkan eksekutif yang tepat menjadi masalah,"
ujar pria yang telah menggeluti bisnis head hunter selama 10 tahun lebih itu.

Tantangan tersulit adalah mendapatkan eksekutif untuk bidang telekomunikasi,


khususnya eksekutif di bidang teknologi jaringan. Di samping permintaan dari
operator telekomunikasi, permintaan juga mengalir dari vendor telekomunikasi
terkemuka yang memeiliki proyek skala besar di Indonesia. Sayangnya, seperti di
akui Andrew, talenta lokal sangat terbatas di bidang ini. Sebagai solusinya, Monroe
terpaksa mencari tenaga ekspatriat dengan masa kontrak 6 bulan hingga 1 tahun.
Prara ekspatriat itu memang lebih menyukai kontrak jangka pendek, karena uang
yang diperoleh jauh lebih banyak. Beda sekali dengan eksekutif asal Indonesia yang
menyukai kontrak jangka panjang. Mereka juga tidak khawatir akan kehilangan
pekerjaan karena permintaan terhadap tenaga seperti merekan sangat tinggi.
Mobilitas mereka memang sangat tinggi. Tahun ini bekerja di Indonesia, tahun depan
sudah di negara lain. Begitulah seterusnya.
Tingginya permintaan terhadap eksekutif telekomunikasi (dan sulitnya mendapatkan
kandidat yang tepat) diakui pula oleh Joris de Fretes, Direktur Human Capital PT.
Excelcomindo Pratama, operator seluler XL. "Telekomunikasi itu industri yang relative
baru di sini. Tenaga di bidang radio network, misalnya, sangat sulit didapat. Kami
terpaksa meminta bantuan head hunter mendapatkan mereka," ungkapnya.
Excelcomindo bukannya tidak berusaha mengembangkan tenaga professional mulai
daribawah. Tetapi, lanjut Joris, kecelakaan bisa saja terjadi. Tiba-tiba ada Manager
atau GM yang berhenti karena dibajak perusahaan lain. Saat sebuah perusahaan
telekomunikasi baru masuk ke Indonesia tahun lalu, Excelcomindo kehilangan 10
orang jajaran eksekutifnya. Seluruh puncuk pimpinan perusahaan itu berasal dari eks
eksekutif Excelcomindo. Belum lagi level bawahnya. Kondisi ini menyebabkan bajak-
menbajak menjadi hal yang lumrah dalam industri telekomunikasi.

Di luar telekomunikasi, intensitas pencarian eksekutif juga banyak dilakukan oleh


industri perbankan, produk konsumen, pertambangan, dan farmasi. Di industri
perbankan, paling banayk dicari eksekutif di bidang perbankan konsumen (consumer
banking), khususnya bisnis kartu kredit dan wealth management. Industri produk
konsumen dan farmasi banyak mencari eksekutif di bidang pemasaran dan
keuangan. Pasar Brand Manager dikui Andrew masih tinggi. "Mereka bisa mendapat
gaji bulanan hingga belasan juta rupiah."

Tak kalah marak adalah pencarian eksekutif untuk industri perminyakan dan
pertambangan. Tingginya minat eksplorasi dan eksploitasi dari perusahaan
pertambangan di Indonesia menyebabkan pasar eksekutif sector ini sangat tinggi.
Proyek pertambangan batubara di Kalimantan, proyek migas di Cepu, dan banyak
proyek pertambanagn lainnya membutuhkan tenaga spesialis sampai dengan level
manajerial. "Jumlah eksekutif yang dibutuhkan untuk proyek Cepu saja akan sangat
banyak," tutur Irham Dilmy.

Angin perubahan telah bertiup kencang. Selain beberapa klien diatas, Amrop Hever
telah sukses mencari 12 Direksi Pertamina, termasuk CEO RS. Pertamina; mencari
Dewan Direksi Jakarta Propertindo; BNI, BPK, dan sejumlah BUMN lainnya. Banyak
organisasi di Indonesia yang mulai menyadari bahwa keberhasilan sebuah organisasi
sangat tergantung dari profesionalisme jajaran pimpinannya. Maka, yang paling
diuntungkan adalah eksekutif bertalenta tinggi. Mereka ibarat gula yang begitu
manis, di mana semut-semut (perusahaan) berusaha dengan segala macam cara
mengerubunginya. Jumlah mereka memang sangat terbatas, sementara permintaan
terhadap mereka begitu tinggi.

Bekerja dengan Head Hunter

No. 25 - April 2006

Meski mahal, banyak perusahaan yang tetap memakai jasa head hunter karena
kualitas hasilnya terjamin. Tetapi Bank Mandiri malah tidak menggunakannya.
Kenapa?

PT. Excelcomindo Pratama

Susahnya mencari eksekutif di bidang telekomunikasi membuat PT. Excelcomindo


Pratama sempat kewalahan kala puluhan karyawannya beberapa kali dibajak.
Ini diakui Joris de Fretes, HR Director Human Capital Development PT Excelcomindo
Pratama kala muncul sebuah perusahaan telekomunikasi beberapa tahun lalu.
Pasalnya, puluhan karyawan level manager ke atas mengambil keputusan untuk
pindah ke perusahaan baru yang dianggap lebih menjanjikan, baik dalam hal
remunerasi, jenjang karir, dan pengembangan karyawan.

Padahal, Joris mengaku orang-orang yang ahli di bidang telekomunikasi tidak mudah
dicari di pasar. "Kami memang selalu bangun dari bawah, tapi kecelakaan bisa saja
terjadi, misalnya jika Manager atau GM kami mengundurkan diri. Padahal yang di
dalam belum siap," ujar Joris kala ditemui di kantornya di kawasan Mega Kuningan,
Jakarta Selatan.

Bahkan, Excelcomindo pun mengalami pembajakan karyawan yang 1ebih besar lagi
pada 2005 lalu. Sebuah perusahaan teleko munikasi baru yang masuk ke Indonesia,
membajak jajaran eksekutifnya, dari level manager hingga GM, hingga 10 orang.
Belum 1agi orang-orang yang berada di level bawah. Kelimpungan? "Jelas, akhirnya,
mau tidak mau kami pakai jasa head hunter untuk mencari gantinya," jawab Joris.
Head hunter, bisa jadi merupakan alternatif yang terakhir dan terbaik untuk segera
mengisi kekosongan di posisi kritikal. Sebab, head hunter memang memfokuskan diri
untuk mengisi kekosongan di level-level tersebut. Mereka memiliki database yang
lengkap, bagus, jaringan yang luas dan menfilterisasi orang-orang yang tepat untuk
perusahaan.

Bagi perusahaan, waktu untuk mencari orang yang tepat bisa berkurang. head
hunter karena kualitas nggunakannya. Kenapa?

"Karena tidak mungkin membiarkan posisi kritikal kosong begitu lama," demikian
Joris berujar. Demikian pula dari sisi tenaga. Satu hal yang menjadi pemikiran yang
mendalam di setiap perusahaan, lanjutnya, adalah biaya. Biaya meng-hire orang
lewat head hunter memang tidak bisa di-pungkiri tergolong tinggi. "Biasanya, pihak
head hunter mengambil fee dari total gaji kotor kandidat setahun, yang besarnya
sekitar 15-20%. Bahkan head hunter asing rata-rata mengambil fee sebesar 30%,"
paparnya kembali.

Bahkan, ada pula head hunter yang menerapkan fee berdasarkan level. Misalnya
untuk level direktur fee-nya US.000, level GM atau VP US.000. Bisa juga berdasarkan
posisinya, langka atau tidak. "Kalau susah biasanya mahal, kalau mudah bisa
murah." Jika hitung-hitungan dengan merekrut sendiri, maka jauh lebih murah
merekrut sendiri. Contohnya, jika Excelcomindo harus membayar orang rekrutmen
yang gajinya sekitar 5 juta, kalikan sekian bulan selama masa merekrut orang, maka
hasilnya jau dibawah dari fee untuk head hunter. "Dua tahun gaji karyawan biasa,
sama dengan satu tahun gaji orang yang direkrut lewat head hunter ditambah fee
untuk head hunter. Anda bisa bayangkan, sisanya kan sebenarnya bisa digunakan
untuk kepentingan perusahaan yang lain," jelasnya.

Meski pernah beberapa kali mengguna-kan jasa head hunter, namun Excelcomindo
berusaha untuk seefektif dan seefisien mungkin mengeluarkan biaya untuk hal
tersebut. "Makanya kami selalu usahakan membangun dari bawah untuk
menghindari jika ada posisi-posisi penting yang mendadak kosong. Kami
menggunakan jasa head hunter kalau dibutuhkan," tukasnya.

Disinggung soal garansi yang diberikan head hunter, Joris menjelaskan bahwa
sebetulnya kesalahan dalam meng-hire orang lewat head hunter, sama besarnya
dengan meng-hire sendiri. "Resikonya sama saja. Bukan jaminan kalau orang itu akan
lebih baik karena lewat head hunter. Sama saja beli kucing dalam karung," imbuhnya
panjang lebar. Lain hal jika merekrut sendiri. Jika dalam waktu sekian bulan kemudian
orangnya tidak bagus atau mengundurkan diri, maka perusahaan akan kelimpungan.
"Kalau pakai head hunter, kami bisa santai. Ini enaknya," senyum Joris saat
mengomentari hal ini.

Bedanya, jika lewat head hunter, maka biasanya ada semacam perjanjian yang isinya
jika dalam masa percobaan orang itu berhenti, maka klien akan mendapat gantinya
tanpa dikenakan biaya tambahan. Kemudian, tambahnya, ada aturan yang
menekankan bahwa head hunter klien sebuah perusahaan dilarang meng-hire
karyawan klien ke tempat lain. "Tapi memang ini ada waktunya, tidak seumur hidup.
Misalnya setahun."

Bank Mandiri

Rekrutmen eksekutif di Bank Mandiri lebih banyak dilakukan sendiri.


Pertimbangannya, selain faktor biaya yang relatif lebih tinggi jika menggunakan jasa
head hunter, juga karena antara kompetensi yang dibutuhkan dengan ketersediaan
di pasar tidak cocok.

Peranan head hunter di dunia bisnis internasional menjadi penting karena head
hunter mampu menghadirkan short list yang dibutuhkan perusahaan sesuai dengan
kompetensi yang dibutuhkan perusahaan. "Meski pada akhirnya keputusan berada di
tangan perusahaan, tapi head hunter memiliki konsekuensi, dalam mencari kandidat
atau talenta yang dibutuhkan perusahaan," ujar Kustiawan, Executive Vice President
Human Capital Group Bank Mandiri.

Beberapa contoh posisi di Bank Mandiri yang menggunakan jasa head hunter yaitu
untuk posisi Investor Relations Division Manager dan Chief Financial Officer.
"Kebetulan dua posisi tersebut tergolong langka. Makanya harus menggunakan head
hunter. Sedangkan untuk bidang lain, kami relatif bisa lakukan sendiri," akunya.

Kendati demikian, Bank Mandiri sendiri masih belum banyak menggunakan jasa head
hunter terutama untuk level top management. Dasarnya, karena sebagian besar
talenta yang dibutuhkan secara spesifik sudah bisa dilihat di pasar. "Head hunter
diperlukan pada saat perusahaan memang tidak mempunyai sumber atau tidak
cukup informasi untuk mencari talenta yang dibutuhkan," imbuhnya lagi.

Menurut Kustiawan, Bank Mandiri sampai saat ini lebih banyak menggunakan
informasi untuk merekrut sendiri di level tersebut, misalnya di level Department
Head ke atas. Jasa konsultan, hanya untuk proses seleksi saja. "Masalahnya, kalau
kami gunakan head hunter untuk level tersebut, relatif biayanya lebih tinggi." Selain
itu, antara kompensasi yang dibutuhkan dengan ketersediaan di pasar seringkali
tidak cocok.

Untuk merekrut sendiri, Bank Mandiri menggunakan banyak informasi mengenai SDM
di pasar. "Orang-orang di level eksekutif di pasar tidak terlalu banyak. Ditambah lagi
network kami untuk mendapatkan informasi di pasar mudah, makanya memudahkan
kami untuk melihat mereka yang memiliki kompetensi yang baik untuk ditempatkan
di sini. Kalau sudah seperti itu, untuk apa kami harus menggunakan head hunter?"
ujarnya. Maklum jika Kustiawan berujar demikian, mengingat perusahaan tersebut
merupakan perusahaan besar dan memiliki reputasi yang baik, sehingga tidak salah
jika banyak orang yang ingin bekerja di bank tersebut.
Hak-hak Klien Terhadap Head Hunter

No. 25 - April 2006

Pencarian eksekutif (Executive Search) melibatkan proses yang kompleks dengan


melibatkan waktu dan sumberdaya yang substansial. Bila Anda menggunakan jasa
perusahaan pencari eksekutif secara eksklusif (retained), maka perusahaan berhak
mendapatkan layanan berkualitas tinggi. Dalam kontrak kerjasama, lajimnya
beberapa hal mendasar dimasukkan. Semakin Anda mengetahui segala hat terkait
dengan pekerjaan perusahaan pencari eksekutif, maka semakin lebih baik peluang
untuk mendapatkan kandidat yang dicari dan mendapatkan kembali investasi besar
yang telah dikeluarkan. Berikut adalah garis besar Client's Bill of Rights atau hak-hak
perusahaan yang membuat penugasan seperti disusun oleh Association of Executive
Search Consultants (AESC).

I. Perusahaan pencari eksekutif akan memberikan asesmen yang akurat dan


mendalam tentang kemampuannya untuk keberhasilan proses pencarian.

Sebelum menyetujui setiap proses pencarian, firma pencari eksekutif seyogyanya:

• Memeriksa kesiapan sumberdaya, waktu, pengetahuan, dan keahlian untuk


menangani penugasan tertentu.
• Membuka seluruh informasi terkait dengan hubungan atau keadaan yang
mungkin menciptakan konflik kepentingan yang nyata ataupun potensial
untuk terjadi.
• Menjelaskan keterbatasan yang muncul dalam memberikan layanan kepada
klien lain yang mempengaruhi kemampuannya untuk sukses menjalankan
tugas pencarian.
• Definisikan bagian mana dari klien yang menyetujui proses pencarian (seperti
anak perusahaan, divisi, departemen, dan lain-lain), sehingga pada periode
tersebut perusahaan pencari eksekutif tidak mencari kandidat dari klien
tertentu.
• Definisikan lingkup dan karakter layanan yang akan diberikan dan fee serta
biaya pengeluaran yang akan dikenakan.

Untuk keberhasilan proses pencarian, maka perusahaan harus memberikan deskripsi


yang lengkap dan akurat tentang organisasi, kebutuhan bisnis dan budayanya, posisi
yang harus diisi, dan kriteria Anda terhadap kandidat ideal. Bilamana firma pencari
eksekutif tidak mampu menangani pe-nugasan yang Anda berikan, maka ia harus
menjelas� kenapa, sekaligus memberikan rekomendasi ke firma lain yang lebih
cocok

II. Firma pencari eksekutif akan menceritakan siapa yang akan melaksanakan
pencarian

Sebagai tambahan terhadap konsultan yang selama ini berhubungan dengan klien,
mungkin saja terdapat sebuah tim profesional yang akan menangani penugasan.
Sangat mungkin bagi klien untuk meminta atau menerima semua penjelasan dari
firma pencari eksekutif tersebut tentang para konsultan pencari.

III. Firma pencari eksekutif akan menyediakan hubungan konsultatif tingkat tinggi
"Retained executive search consulting" didefinisikan sebagai bentuk terspesialisasi
dari konsultan manajemen yang menjalankan penugasan berdasarkan keterikatan
secara eksklusif. Tugasnya adalah untuk membantu organisasi mendefinisikan posisi
eksekutif, mengidentifikasi kandidat terbaik dan termotivasi, dan melakukan seleksi
melalui proses pencarian yang komprehensif dan mutu terjamin.

IV. Firma pencari eksekutif akan menyimpan informasi Anda dengan sangat rahasia.

Keterbukaan informasi, termasuk informasi yang tergolong rahasia, dari klien di-
haruskan untuk keberhasilan proses penca-rian eksekutif. Untuk itu, konsultan
pencari harus menjamin bahwa dia akan:

• Menggunakan informasi rahasia klien hanya untuk tujuan melakukan


pencarian
• Membuka informasi klien hanya kepada orang-orang di dalam firma pencari
(orang yang mendukung konsultan dalam mencari eksekutif) atau kandidat
potensial yang membutuhkan informasi
• Tidak pernah menggunakan informasi rahasia untuk keuntungan pribadi atau
memberikan informasi itu kepada pihak lain untuk keuntungan mereka

V. Firma pencari eksekutif akan mendemonstrasikan pemahaman yang jelas tentang


posisi yang akan diisi, perusahaan, dan objektif dari pencarian

Klien harus meminta laporan dari konsultan yang berisi pemahamannya tentang:

• Level hasrat Anda dan tipe pengalaman


• Latar belakang, pendidikan, dan keahlian teknis yang dibutuhkan untuk�
sukses menjalankan tugas di posisi tersebut
• Tanggung jawab dari posisi tersebut
• Berbagai keahlian antar pribadi yang dibutuhkan

VI. Firma pencari eksekutif akan menyerahkan kepada Anda laporan kemajuan
proses pencarian secara reguler dan detil

Untuk terus mendapat informasi terbaru, firma pencari eksekutif harus terus
memberikan laporan kemajuan (melalui telepon, fax, e-mail, laporan tertulis atau
kombinasi semuanya), termasuk:

• Perusahaan-perusahaan di mana konsultan berusaha mendapatkan kandidat


yang dicari.
• Respons pasar terhadap proses pencarian.
• Hambatan dalam mengidentifikasi atau mendapatkan kandidat.
• Kandidat-kandidat yang sedang digarap.

VII. Firma pencari eksekutif akan memberikan kandidat bermutu, yang sesuai dengan
posisi dan kultur organisasi Anda

Konsultan seyogyanya memberikan kepada Anda sejumlah kandidat potensial, yang


telah ditelaah dan diwawancarai secara mendalam. Adapun materi yang harus
disampaikan kepada klien oleh konsultan sebagai berikut:
• Tingkat pengalaman dan prestasi signifikan secara relatif terhadap posisi yang
akan diisi.
• Pendidikan dan latar belakangnya.
• Kompetensi intelektual, antar pribadi, dan motivasi.
• Kekuatan dan kelemahan diri terkait dengan posisi yang akan diisi.
• Kesesuaian kultural.
• Minat terhadap posisi tersebut.
• Ekspektasi remunerasi dan finansial

VIII. Firma pencari eksekutif akan membantu Anda melakukan negosiasi dengan
kandidat final, mewakili kedua belah pihak dengan keahlian, integritas, dan
profesionalisme tingkat tinggi.

Sekali kandidat final terpilih, peran konsultan berubah dari agen pencari menjadi
negosiator dan komunikator. Pada tahapan ini, tugas utama konsultan adalah
membantu Anda membawa kandidat bergabung dalam perusahaan agar bertahan
dengan sukses untuk jangka lama. Hal ini termasuk:

• Bertindak sebagai penengah antara perusahaan dan kandidat menyangkut


kompensasi, benefit, dan kondisi pekerjaan lainnya
• Mendapatkan umpan balik tentang hal-hal yang menjadi pesan atau perhatian
kandidat dalam menerima posisi tersebut
• Membantu kandidat untuk menilai peluang
• Membantu keduanya untuk menghasilkan kemenangan

IX. Firma pencari eksekutif akan memberikan kepada Anda pemahaman yang jelas
tentang kebijakan penggantian kembali dan situasi yang tidak umum lainnya yang
mungkin muncul selama dan setelah proses pencarian.

Perusahaan pencari eksekutif tidak bisa (dan seyogyanya tidak diharapkan untuk)
menjamin mampu mendapatkan eksekutif yang dicari. Konsultan juga tidak bisa
menjamin, sekali seseorang ditempatkan maka dia akan betah berada di perusahaan
Anda. Berdasarkan pertimbangan hal tersebut, konsultan seyogyanya memberikan
(secara tertulis) penjelasan tentang kebijakan firma mereka terkait dengan berbagai
hasil yang didapatkan. Hal ini termasuk:

• Beban dan tanggung jawab firma bilamana orang yang ditempatkan itu
meninggalkan perusahaan dalam jangka waktu yang telah disepakati
• Beban perusahaan terhadap firma pencari apakah Anda harus merekrut
kandidat yang telah lama disampaikan selama proses pencarian di luar
mereka yang sudah ditunjuk
• Kondisi di mana firma pencari mundur dari penugasan atau memper-
timbangkan untuk memulai pencarian baru

X. Firma pencari eksekutif akan memberikan kepada Anda tindak lanjut yang masuk
akal setelah klien merekrut kandidat

Lika Liku Bisnis Memburu Eksekutif

No. 25 - April 2006


Bisnis pencarian eksekutif (Executive Search/Head Hunter) bukanlah bisnis rekrutmen
biasa. Perbuvuan eksekutif tingkat tinggi membutuhkan strategi dan taktik khusus.
Bagaimana lika-likunya?

Tahun 2006 merupakan tahun yang cerah teruama bagi perusahaan head hunter di
Indonesia. Pasalnya, perekrutan eksekutif kini banyak dilimpahkan ke head hunter. Ini
tidak hanya terjadi di perusahaan swasta saja, tapi juga di BUMN, yang awalnya
mengharamkan perekrutan dari luar.

Menurut Ilham Dilmy, Managing Partner Amrop Hever, sebuah perusahaan head
hunter terkemuka di Indonesia, sekarang ini, dari 160 BUMN yang ada di Indonesia,
ada 40 BUMN yang mengalami pergantian di jajaran direksi. Dan hal ini merupakan
kesempatan orang di luar BUMN dan para head hunter untuk menggunakan
kesempatan ini.

"Kementerian BUMN serius ingin memperbaiki kinerja BUMN sehingga sekarang


BUMN sudah mulai ada keterbukaan," jelas Ilham dengan serius.

Proses perekrutan direksi sekarang ditangani oleh Sekretaris Mentri BUMN melalui
para deputi. Calon-calonnya, didapat dari 4 head hunter pilihan, termasuk Amrop
Hever. Keempat head hunter mengumpulkan kandidat terbaik, kemudian
mengirimkan CV mereka via email yang nantinya akan diseleksi mana yang tepat
dan berkualitas untuk menduduki posisi-posisi kritikal tersebut.

Proses tersulit yang dialami para head hunter menurut Ilham terletak pada
pemahaman budaya perusahaan yang menjadi klien dan mencari orang yang tepat
untuk ditempatkan di perusahaan tersebut. "Kadangkala, kami salah membacanya,"
tukasnya. Menempatkan orang yang tepat dan sesuai dengan budaya perusahaan
memang tidak mudah.

la mencontohkan, pihaknya pernah menempatkan orang di sebuah perusahaan


consumer good yang cukup besar di Indonesia. Baru 4 bulan bekerja, orang tersebut
mengeluh jam kerjanya yang hingga larut malam. Padahal di tempat sebelumnya,
karir orang tersebut sangat bagus. "Dosa juga kalau seperti itu. Makanya kami
melihat kondisi perusahaan terlebih dahulu. Kalau orang bagus ditawari di
perusahaan yang kondisinya tidak bagus, sama saja kami menjerumuskan orang,"
lontarnya singkat. Sejak itu, Amrop Hever berusaha untuk selektif memilih klien agar
tidak terjadi hal demikian.

Beberapa tawaran memang pernah singgah di Amrop Hever dan beberapa kali pula
Amrop Hever menolak secara halus. Seleksi klien dilakukan agar Ilham dan timnya
bekerja dengan nyaman dan haslnya memuaskan. "Kami harus enjoy bekerja. Kalau
di tengah jalan dimaki-maki, mana bisa kerja!" katanya balik bertanya. la pun lebih
menyenangi jika di awal pertemuan, calon klien menanyakan hal-hal penting seperti
bagaimana cara melakukan pencarian kandidat, apa metodologinya, proses yang
harus dilalui seperti apa, apa permasalahannya dan sebagainya.

"Kalau pertama kali orang sudah menanyakan, kok mahal sih? Buat kami itu satu
lampu merah menyala. Padahal, kalau perusahaan ingin seseorang yang hebat
masuk ke perusahaannya dan bisa menghasilkan keuntungan yang berlipat ganda,
seharusnya biaya tidak menjadi masalah," kata Ilham menjelaskan hal ini.
Di luar hal-hal yang rasional, ada pula permintaan-permintaan dari klien agar
eksekutif yang akan mengisi posisi di perusahannya memiliki kriteria tertentu seperti
bentuk wajah atau etnis tertentu.

"Pernah, seorang klien menginginkan seseorang yang berkualitas untuk mengisi


sebuah posisi di perusahaannya." Beberapa kali ditawari kandidat, namun selalu
ditolaknya. Usut punya usut, ternyata si klien menginginkan orang yang wajahnya
berbentuk persegi empat. Alasannya, eksekutif-ekse-kutif sebelumnya pun berwajah
demikian dan memberikan keuntungan yang lebih besar daripada yang tidak
berwajah demikian. "Kata salah satu sumber, wajah kotak di perusahaan tersebut
membawa hoki," paparnya. Kalau sudah begitu, Ilham pun hanya bisa tersenyum dan
akhirnya berusaha mencari orang yang diinginkan kliennya. (Irham Dilmy, Amrop
Hever)

Apa Kata Mereka? Gulf Air

No. 25 - April 2006

Kebutuhan terhadap sumberdaya manusia potensial tidak akan pernah habis. Masing-
masing organisasi memilih motode rekrutmen yang tidak sama, kendatipun terasa
kebutuhan untuk terus meningkatkan kualitas metode rekrutmen tersebut.
Bagaimana strategi perusahaan memburu orang-orang terbaik?

Seiring dengan pengembangan rute penerbangan Gulf Air, perusahaan penerbangan


yang berpusat di Bahrain itu merekrut awak pesawat� terutama pramugari�asal
Indonesia. Beberapa waktu lalu, bertempat di Hotel Ciputra Jakarta, pi-hak Gulf Air
kembali merekrut pramugari asal Indonesia. Rekrutmen ini, menurut GM Gulf Air
Indonesia Hameed Hussain, merupakan yang kelima di Jakarta. Jumlah pramugari
asal Indonesia di Gulf Air sebelum rekrutmen kelima ini mencapai 40 orang lebih.
Mereka adalah gadis-gadis Indonesia berusia minimum 20 tahun, minimal lulusan
SLTA, memiliki tinggi badan minimal 22 kaki, dan telah lolos seleksi, termasuk
kemampuan berbahasa Inggris.

Dalam seleksi kelima ini, Gulf Air berharap proses seleksi dihadiri 200-250 gadis
Indonesia. Dari jumlah itu, Gulf Air menargetkan mampu menyaring 50-75 gadis
Indonesia yang lolos seleksi. Jumlah yang berhasil direkrut setiap kali proses
rekrutmen terjadi bervariasi "Pernah kami hanya mendapatkan 8 orang," ujarnya.

Proses seleksi tersebut berlangsung relatif sederhana, tanpa tes psikologi, karena
mereka sudah pernah beberapa kali melakukan rekrutmen di Jakarta. Salah satu tes
terpenting adalah kemampuan bahasa Inggris karena mereka juga harus melayani
rute-rute internasional lainnya, selain rute ke Jakarta. Tes terakhir adalah wawancara
satu demi satu oleh pejabat senior Gulf Air untuk mengetahui pribadi dan kesiapan
mereka. "Sejauh ini kami sangat jarang salah pilih," tegasnya mantap.

Mereka yang lulus seleksi dalam beberapa hari langsung diterbangkan ke Bahrain
untuk menjalani pelatihan dalam bidang pelayanan pelanggan, penanganan peralate
kabin, dan berbahasa Inggris. Setelah itu mereka akan mulai terbang sebagai latihan,
sebelum bertugas penuh di pesawat.

Mendelegasikan Wewenang? Mudah Saja!


No. 30 - September 2006

Pendelegasian wewenang merupakan sesuatu yang vital dalam organisasi kantor.


Atasan perlu melakukan pendelegasian wewenang agar mereka bisa menjalankan
operasi manajemen dengan baik. Selain itu, pendelegasian wewenang adalah
konsekuensi logis dari semakin besarnya organisasi. Bila seorang atasan tidak mau
mendelegasikan wewenang, maka sesungguhnya organisasi itu tidak butuh siapa-
siapa selain dia sendiri.

Bila atasan menghadapi banyak pekerjaan yang tak dapat dilaksanakan oleh satu
orang, maka ia perlu melakukan delegasi. Pendelegasian juga dilakukan agar
manajer dapat mengembangkan bawahan sehingga lebih memperkuat organisasi,
terutama di saat terjadi perubahan susunan manajemen.

Yang penting disadari adalah di saat kita mendelegasikan wewenang kita


memberikan otoritas pada orang lain, namun kita sebenarnya tidak kehilangan
otoritas orisinilnya. Ini yang sering dikhawatirkan oleh banyak orang.

Mereka takut bila mereka melakukan delegasi, mereka kehilangan wewenang,


padahal tidak, karena tanggung jawab tetap berada pada sang atasan.

Berikut beberapa tips bagaimana mengusahakan agar para atasan mau


mendelegasikan wewenang:

1. Ciptakan budaya kerja yang membuat orang bebas dari perasaan takut
gagal/salah.

Keengganan seorang atasan untuk mendelegasikan wewenang biasanya dikarenakan


mereka takut kalau-kalau tugas mereka gagal dikerjakan dengan baik oleh orang lain.
Ini perlu diatasi dengan mendorong mereka untuk berani menanggung resiko. Hanya
dengan berani menanggung resikolah perusahaan akan mendapatkan manajer-
manajer yang handal dan berpengalaman. Ciptakan budaya bahwa pendelegasian
wewenang adalah upaya agar manajer anda menjadi semakin matang.
Pendelegasian wewenang bukan sebuah hukuman yang mengurangi kekuasaan
manajer, namun membuka kesempatan bagi pengembangan diri mereka dan
bawahan.

2. Jadikan pendelegasian wewenang sebagai bagian dari proses perbaikan.

Salah satu efek pendelegasian wewenang adalah pengungkapan


kelemahankelemahan dalam suatu pekerjaan. Tentu akan sangat tidak mengenakkan
bagi seorang manajer bila kelemahan kerja mereka diketahui. Karenanya, yakinkan
bahwa pendelegasian wewenang sama sekali bukan untuk menghukum mereka,
namun sebagai bagian dari proses perbaikan kerja secara keseluruhan. Mungkin juga
sebuah pendelegasian tidak memperbaiki apa-apa, namun setidaknya mendorong
manajer anda untuk berpikir untuk memperbaiki dirinya sendiri.

3. Dorong agar manajer anda merasa pasti dan aman.

Seringkali ada keinginan pada seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan itu
sendiri. Mereka ingin merasakan kepuasan pribadi bila mengerjakannya sendiri.
Biasanya mereka memiliki kemampuan yang memadai namun tidak merasa pasti
akan pekerjaannya. Untuk itulah anda perlu menunjukkan bahwa pekerjaan yang
dihasilkan sebuah tim tidak mengurangi mutu kerja yang diinginkannya. Tunjukkan
keyakinan anda bahwa ia tetap melakukan sesuatu yang baik meski melalui tangan
orang lain. Pastikan pula bahwa anda tidak sedang menarik wewenang itu darinya,
justru kini ia menempati suatu posisi baru yang membuatnya bisa melihat cakrawala
pekerjaan lebih luas.

4. Didiklah manajer anda untuk tetap bisa mengendalikan pekerjaannya


dengan baik.

Manajer yang belum tahu bagaimana mengendalikan pekerjaan yang didelegasikan


tidak akan bisa mendelegasikan wewenang. Oleh karena itu anda harus mengajari
mereka bagaimana mereka bisa tetap mengendalikan pekerjaan yang didelegasikan
itu dengan baik. Ini yang dinamakan tanggung jawab. Ajari bagaimana manajer anda
meminta laporan secara periodik dari bawahannya, atau mengadakan pertemuan
untuk membahas pencapaian tujuan dan sasaran pekerjaan. Tanpa bekal ini, tak
seorang manajer mau mendelegasikan wewenang,kecuali ia seorang pemalas.

5. Tentukan mana yang bisa didelegasikan dan mana yang harus dikerjakan
sendiri.

Tidak semua pekerjaan bisa didelegasikan begitu saja. Bila semua pekerjaan dan
tanggung jawab habis didelegasikan, maka seseorang tak perlu melakukan apa-apa.
Tentukan dengan jelas mana-mana yang anda ingin ia mengerjakannya sendiri,
sesuai dengan kualifikasi dan tanggung jawab langsungnya, mana yang bisa
didelegasikan pada orang lain. Dengan demikian anda memberikan kepastian pada
manajer itu untuk mengetahui apa-apa yang anda inginkan darinya.

6. Pilihlah penerima delegasi dengan cermat dan baik.

Keengganan manajer melakukan delegasi karena mereka takut wewenang itu akan
disalahgunakan oleh bawahannya. Atau, bawahannya tidak akan mampu melakukan
sebaik yang ia lakukan. Oleh karena itu pilihlah secara cermat dan bijak bawahan
yang pantas menerima delegasi. Jangan pilih sembarang orang. Konsekuensi
pendelegasian wewenang adalah upaya untuk mengembangkan bawahan. Ini
termasuk menuntut bawahan untuk benar-benar bertanggung jawab atas wewenang
yang diberikannya.

7. Kembangkan para bawahan agar mampu melakukan pekerjaan dengan


baik.

Bila sebuah wewenang telah didelegasikan, maka anda, selaku pimpinan


perusahaan, harus mengupayakan agar manajer yang menjadi bawahan anda
berhasil mengendalikan pekerjaannya, sekaligus mengembangkan staff bawahan
agar berhasil mengerjakan pekerjaan yang didelegasikan padanya. Kedua belah
pihak memerlukan bantuan anda. Mengembangkan bawahan bertujuan agar
bawahan bisa bekerja dengan baik, sekaligus agar manejer pemberi delegasi tetap
bisa mempertanggungjawabkan pendelegasian itu dengan baik.

8. Ciptakan budaya kerja tim.

Dalam organisasi, selalu ada saja orang-orang yang ingin mendominasi. Mereka ingin
mengumpulkan wewenang sebanyak-banyaknya. Atau sebaliknya ada saja orang-
orang yang menghindari masalah dan menolak setiap tanggung jawab. Tugas anda
sebagai pimpinan perusahaan adalah menunjukkan tujuan yang jelas bagi semua
pihak sehingga terciptakan sebuah budaya kerja tim. Tidak ada pengakuan kerja
hanya pada pribadi-pribadi tertentu, melainkan pada upaya-upaya kelompok. Tidak
ada orang yang tidak bisa digantikan, melainkan sebuah tim pemenang.

Semoga bermanfaat!

Sumber: Majalah Human Capital No. 30 | September 2006

Serahkan Saja Kepada Tripartit

No. 26 - Mei 2006

Untuk menjembatani antara kepentingan kalangan dunia usaha dengan para pekerja,
pemerintah akan menghidupkan kembali peran lembaga tripartite.

Gelombang aksi ribuan buruh yang berlangsung hampir setiap hari pada bulan lalu,
kini telah terhenti. Para pekerja dri berbagai sector industri itu kini sedang berharap-
harap cemas menunggu hasil kesepakatan yang bakal dikeluarkan oleh lembaga
tripartite. Keputusan untuk menyerhkan draf revisi Undang-undang nomor 13 tahun
2003 tentang ketenaga kerjaan itu akhirnya diambil setelah dilakukan pertemuan
antara wakil pengusaha, sejumlah asosiasi pekerja dan pihak pemerintah.

Sebelumnya ketika mengunjungi Papua awal April 2006 lalu, Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono menegaskan bahwa revisi UU 13/2003 tidak perlu dilakukan
dalam waktu dekat. Pembahasan tentang materi UU tersebut sepenuhnya diserahkan
kepada lembaga tripartite. Pernyataan Presiden yang seperti guyuran hujan di tengah
kemarau, tentu saja melegakan semua pihak, terutama kalangan pekerja.
"Pembahasan mengenai materi UU tersebut akan dimulai lagi dari nol dan akan
melibatkan lembaga Kerja Sama Tripartit Nasional," kata Ketua Dewan Asosiasi
Pengusaha Indonesia (Apindo) Hasanudin Rahman dalam sebuah diskusi di sebuah
televise swasta.

Hasanudin kembali menegaskan, pengusaha tidak berniat menghapus pesangon,.


Para pekerja diminta menghilngkan pemikiran tendensius terhadap pengusaha.
Hasanudin bahkan mengajak para pengusaha dan buruh bersatu menyambut niat
pemerintah menunda revisi UU. Kalau perlu, kata dia, dibentuk lagi organisasi
gabungan Pengusaha Buruh Bersatulah (PBB) agar lebih kokoh beradu argument
dengan pemerintah. Hasanudin juga menjamin LKS Tripnas menjadi ajang yang
berlandasan hokum untuk menyatukan pemikiran itu. Ratifikasi Konvensi ILO Nomor
114/1976 tentang Konsultasi Tripartit menjadi bukti kekuatan LKS Tripnas. "Artinya,
setiap kebijakan dari pemerintah harus dikonsultasikan dalam pertemuan itu," tegas
Hasanudin.

Jika dirunut ke belakang, kemunculan draft revisi UU soal ketenegakerjaan tersebut


memang sangat mencengangkan. Kalangan pekerja merasa ditelikung dri belakang,
karena tanpa melibatkan perwakilan mereka, draf revisi tersebut tiba-tiba menjadi
wacana public. Apalagi mereka menilai, tidak satupun rancangan revisi tersebut yang
melindungi hak pekerja dan keluarganya.

Berdasarkan draf revisi UU 13/2003, setidaknya ada 15 poin pasal-pasal revisi yang
dipersoalkan para buruh. Antara lain, dibukanya akses tenaga kerja asing pada
semua jenis jabatan; perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau buruh kontrak bisa
dilakukan pada semua jenis pekerjaan, dan waktu kontrak semakin panjang (dari tiga
tahun menjadi lima tahun); cuti besar dihilangkan. Selain itu upah minimum provinsi
atas komponen hidup layak ditiadakan; pengusaha tidak wajib menyediakan fasilitas
kesejahteraan; pengebirian terhadap hak mogok kerja; skorsing hanya dibayar enam
bulan; pesangon tidak diberikan pada buruh berupah diatas Rp 1,1 juta; penghargaan
masa kerja makin lama (dari tiga tahun menjadi lima tahun); dan lain-lain.

Jika ditelisik, 15 poin pasal revisi yang dipersoalkan buruh mengarah pada satu titik:
revisi UU Ketenagakerjaan lebih pro-pengusaha tapi kontra buruh. Dengan kata lain,
pengusaha semakin memiliki fleksibilitas dalam menjalankan aktivitas dagangnya,
sementara buruh semakin terjepit gerak dan menciut tingkat kesejahteraannya.

Dengan fleksibilitasnya itu, pengusaha berpeluang memulihkan tingkat keuntungan


yang tergerus, pemerintah berpeluang menambah perolehan (pajak), dan buruh
berpeluang kian miskin. Di sinilah ketidak adilan dimulai. Aparat negara yang
semestinya menjadi wasit yang adil justru berpihak kepada pengusaha.

Ketua Umum DPP FSPKEP (Dewan Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Kimia,
Energi Pertambangan, Minyak Gas Bumi dan Umum) Sjaiful D.P, mengungkapkan,
revisi UU tersebut hanya akan menguntungkan kalangan pemodal dan semakin
menekan pekerja. Sebut saja soal cuti besar. Dia menyebut cuti itu akan dihapus.
“Gantinya, cuti dirundingkan antara buruh atau karyawan dan pihak perusahaan,"
paparnya tentang draf yang jatuh ke tangan buruh itu. Yang juga merisaukan mereka
adalah rencana pemangkasan pesangon. Aturan besarnya pesangon terancam
berubah.

Dalam draf revisi, buruh yang di-PHK akan mendapat pesangon 7 bulan upah.
Padahal sebelumnya 9 kali upah. "Dulu pesangon 9 bulan ditambah uang masa kerja
10 kali upah. Sehingga, besarnya pesangon 19 kali upah. Setelah direvisi, orang yang
di-PHK hanya mendapat 13 kali upah," ucap pria yang juga aktif di Kongres Serikat
Pekerja Indonesia (KSPI) ini.

Buruh juga dihadapkan dengan status yang semakin tak jelas. Menurut Sjaiful,
dengan revisi, tidak ada lagi pekerja tetap. Semuanya dipekerjakan dengan system
kontrak. Fasilitas kesejahteraan, juga akan hilang. Pekerja baru memang berpotensi
hanya akan menjadi karyawn kontrak karena perusahaan diizinkan memakai tenaga
kerja kontrak lewat outsourcing dengan masa perpanjangan selama lima tahun.
Perusahaan juga tidak memberi kompensasi pension dan pesangon bagi mereka
yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Kecilnya cost pengusaha utnuk kepentingan pekerja juga dipertanyakan. Posisi


pekerja makin tidak menguntungkan jika UU direvisi terutama poin tentang
pesangon. Pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja tidak berhak mandapat
pesangon jika gajinya lebih dari Rp 1 juta. Indrayana dariAsosiasi Pekerja menilai ini
ironis. Social Security di Indonesi masih sepuluh persen dan tidak ada sedikitpun
kontribusi pemerintah. “Di Singapura, selain social security, masih ada juga paket
pesangon," papar Indrayana.

Munculnya ancaman bagi kehidupan buruh atau pekerja tersebut membuat puluhan
ribu buruh turun ke jalan untuk menolak pemberlakuan UU Nomor 13/2003. Kalangan
pengusaha dianggap mendalangi ide merevisi UU demi kepentingan kelompok.
Sedangkan maksud pemerintah untuk berbagi "beban" dipandang sebagai bentk
lepas tangan. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno berdalih,
pemerintah ingin menciptakan pertumbuhan ekonomi, termasuk di dalamnya
mengatasi masalah ledakan jumlah pengangguran. "Namun jika dalam perjalanannya
ada yang tidak beres, ya dilakukan revisi," jelasnya.

Erman menambahkan, selama ini para buruh mendapat informasi yang kurang
berimbang. "Serikat pekerja yang professional seharusnya memberi pemahaman
yang benar dan berdialog dengan baik. Kami kan membuka kesempatan untuk itu.
Sekarang baru dalam tahap uji sahih," jelasnya. Lebih teknis Erman mengklarifikasi
keluhan pekerja. "Soal kontrak maksimal lima tahun, pekerja ditakut-takuti untuk
selamanya tidak akan menjadi karyawan tetap. Padahal, tidak begitu," jelasnya.
Menurut dia, aturan yang tertuang dalam draf revisi justru lebih baik dari yang
berlaku saat ini. "Dulu (UU No 13/2003, Red), kontrak maksimaldua tahun,
diperpanjang satu tahun, dan diperbarui dua tahun. Aturan tersebut juga masih ada
jeda 1 bulan setiap penggantian kontrak. Revisinya, langsung lima tahun, tapi setelah
itu bisa diangkat," bebernya.

Hargailah Pahlawan Devisa Itu

No. 24 - Maret 2006

Bank Dunia memperkirakan total kiriman uang dari para TKI (Tenaga Kerja Indonesia)
di luar negeri 2005 encapai US$ 2,5 milliar atau sekitar Rp 23,7 triliun. Namun,
penghargaan terhadap para pahlawan devisa itu sangat minim. Bahkan mereka
diperas.

Cerita sedih tentang nasib sejumlah TKI di luar negeri sudah seing kita dengar dan
baca. Di Arab Saudi, di Hong Kong, si Singapura, dan di Malaysia, sejumlah TKI kita
diperlakukan tidak manusiawi oleh para majikannya. Lebih sedih lagi, begitu mereka
sampai di Indonesia, perlakuan tidak manusiawi kembali menimpa mereka. Kali ini
justru bangsa sendiri yang melakukannya. Bukannya disambut dengan karpet merah,
karena menjadi pahlawan devisa dan selama ini gigih membantu kehidupn sanak
saudara yang terpuruk oleh belitan kehidupan di Indonesia, merreka justru menjadi
sasaran pemerasan oleh oknum petugas, perusahan kargo, para calo, hingga
pengusaha transportasi. Tak salah kalau sejumlah pihak menilai, sungguh tidak
beradab bangsa kita.

"Wajar bila kemudian bangsa lain memperlakukan para TKI tidak manusiawi. Lha
bangsa sendiri saja tidak bisa menghargai mereka secara manusiawi kok," ujar
seorang pensiunan jendral yang gemas melihat "kebodohan" bangsa tersebut.

Perasan gemas, gondok, dan tidak habis pikir tidak hanya menggelayuti pikiran sng
pensiunan jendral. Sejatinya hal yang sama juga menggelayuti pikiran orang-orang
berakal sehat di seantero republic ini. Anehnya, praktik hina ini terjadi bertahun-
tahun, tanpa pihak yang berkuasa mencoba melakukan pembenahan secara total.
Bahkan yang terjadi justru sebaliknya: maksud hati hendak memberikan kemudahan
kepada TKI yang baru pulang, yang muncul malah beraneka kesulitan baru.

Sebagai contoh, pemerintah membuat terminal khusus TKI di Bandara Soekarno


Hatta. Maksudnya agar para TKI mudah dan aman melakukan seluruh urusannya
agar cepat keluar dari bandara dan segera berkumpul dengan keluarga yang telah
lama menanti. Namun, apa lacur, semua yang indah di atas kertas itu benar-benar
hanya di atas kertas. Mereka justru menjadi obyekan bagi para petugas, perusahaan
kargo, dan para calo yang bertebaran di mana-mana. Semuanya berlomba memeras.
Ini sudah bukan rahasia lagi.
Maka, ketika Menakertrans yang baru Erman Suparno melakukan sidak ke terminal
TKI Minggu tanggal 12 Februari 2006, praktik pemerasan tersebut terungkap apa
adanya. Ia menemukan biaya yang dipungut dari TKI untuk pengurusan dan
pengambilan kargo sangat tidak wajar, besarnya Rp 300.000 hingga Rp 750.000.
Kabarnya besarnya biaya tersebut karena banyaknya uang yang harus dibayarkan
untuk petugas gudang dan kargo, termasuk untuk oknum Bea dan Cukai.

Perusahaan kargo berdalih biaya tersebut juga karena kelebihan berat barang.
Memang ada ketentuan pembebanan biaya kelebihan muatan sebesar Rp 100 per kg.
Ketentuan ini pun sebenarnya bisa pula dipertanyakan, karena lazimnya yang
memungut biaya kelebihan muatan hanya perusahaan penerbangan saat melakukan
check in (dan pasti itu sudah dibayar saat keberangkatan darinegara tempat
bekerja). Pda praktiknya, biaya yang dipungut jauh melebihi ketentuan tersebut.

Selesai melakukan pengurusan barang, bila tidak hati-hati, para TKI menjadi mangsa
calo transportasi yang selama ini beroperasi di sana. Beberapa kai kita mendengar,
para TKI menjadi korban perampasan dan pemerasan saat menuju ke kampong
mereka. Seluruh hasil perjuangan mereka habis dirampas oknum yang tidak
bertanggungjawab, dan tak jarang mereka juga menjadikorban kekerasan.

Adalah sebuah kenaifan dan kebodohan bila pemerintah membiarkan praktik tercela
ini terus berlanjut. Erman Suparno berjanji pihaknya berupaya membenahi
manajemen terminal TKI agar TKI tidak lagi diperas. Banyak orang yang tidak sabar
terhadap pembenahan ini. Sebagian malah khawatir, upaya pembenahan ini akan
sulit terwujud. Buktinya, janji demi janji Menakertrans sebelumnya, juga tak banyak
mengubah keadaan. Keterlibatan banyak pihak diluar Depnakertrans dalam urusan di
terminal TKI menjadimasalah utama. Misalnya aparat Bea Cukai, imigrasi, polisi, dan
pengelola bandra yang harus membersihkan terminal dari para calo. Belum lagi
perusahaan kargo. Harus ada orang yang bertangan besi untuk meluruskan praktik
tidak terpuji ini.

Masalah yang dihadapi para TKI di terminal TKI sedikitnya menggambarkan betapa
buruknya manajemen layanan public di Indonesia, mulai dari bandara hingga seluruh
aktivitas pelayanan public yang diselenggarakan aparatur Negara. Berurusn dengan
aparatur pemerintah selain menguras kantong juga memakan waktu dan
mengorbankan perasaan. Mentalitas dan budaya kita sudah demikian buruknya.
Keinginan melayani orang lain dan menjalankan tugas sesuai tanggung jawab
terkalahkan oleh keinginan untuk mendpatkan uang secara cepat meski untuk itu
harus mengorbankan pihak lain.

Ada pemikiran agar teminal TKI itu disatukan kembali denagn terminal internasional
dengan sejumlah penyesuaian. Sebab, semua yang ebrsift khusus di Indonesia
cenderung menjadi sarang dari penyimpangan. Kalaupun terminal TKI tetapp
dipertahankan, rekrut saja petugas secara kontrak yang dibayar sesuai standar
swasta namun mampu memberikan kualitas layanan yang memuaskan. Buatlah para
TKI itu bangga dengan perjuangan yang mereka lakukan untuk Tanah Air.

Hal semacam ini sudah sejak lama dilakukan oleh Negara-negara pengekspor tenaga
kerja, seperti Filipina. Semua urusan dipermudah, dan Presiden Filipina pun tak segan
langsung mengurusi persoalan yang menimpa tenaga kerja mereka diluar negeri.
Mereka bangga dengan para pahlawan devisa tersebut. Data dari Bank Sentral
Filipina akhir Januari 2005 menyebutkan, jumlah tenaga kerja Filipina di luar negeri
mencapai 7,3 juta orang atau 8% dari populasi Filipina. Dari jumlah tersebut, 32%
bekerja di kawasan Timur Tengah, 31% di Asia, 21% di Amerika, 13% di Eropa, dan
3% di kawasan lainnya. Luasnya penyebaran Negara yang dituju menunjukkan
kemampuan tenaga kerja Filipina untuk bersaing dan menangani berbagai bidang
pekerjaan.

Devisa yang dihasilkan tenaga kerja asal Filipina di luar negeri sangat besar. Bank
Sentral Filipina melaporkan nilai kiriman uang (remiten) yang diperoleh 2004 US,6
miliar dn 2005 diperkirakan melebihai angka USmiliar. Bank Pembangunan Asia (ADB)
merilis perkiraan nilai kiriman yang jauh lebih besar. Tahun 2003 saja jumlahnya
mencpai US-21 milliar, yang setara 32% PDB Negara tersebut. Sungguh luar biasa.
India lebih dahsyat lagi. Para Indian Diaspora (total 22 juta orang di 100 negara lebih)
telah menjadi fenomena global dengan nilai remiten mereka 2004 di atas US milliar
(prediksi Reserve Bank of India).

Bagaimana dengan nilai kiriman dari TKI? Jumlahnya juga sangat signifikan. Bank
Dunia memperkirakan, nilai kiriman ung dari TKI 2005 mencapai US$ 2,5 miliar, atau
sekitar Rp 23,7 triliun. Jumlah tersebut naik dari tahun 2004 tang mencapai US$ 1
miliar seiring dengan penurunan jumlah TKI di luar negeri. Tingkat tertinggi
pengiriman uang TKI sebelumnya terjadi tahun 2002 sebesar US,1 Miliar.

Bank Muamalat: Karyawan Adalah Kru

No. 23 - Februari 2006

Aturan ketenagakerjaan yang diberlakukan di Indonesia akan jauh lebih bermakna


jika semua yang terlibat dalam aturan tersebut mengerti dan memahami aturan
tersebut.

Setiap aturan ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia, Bank Muamalat berusaha


mengimplementasikan ketentuan ketenagakerjaan ke dalam aturan perusahaan yang
diimplementasikan kepada para kru, julukan karyawan Bank Muamalat, yang kini
jumlahnya mencapai. Menurut Oktav, semua kru mendapat hak dan kewajiban yang
sama sesuai dengan peraturan yang berlaku di perusahaan.

Masalah cuti, misalnya. Dalam Peraturan Pemerintah No. 21/ 1954 mengenai istirahat
tahunan telah tercantum. Setiap pekerja yang telah bekerja selama satu bulan,
berhak mendapat cuti satu hari. Dan hadiah ini sudah bisa diberikan atau diambil
haknya jika pekerja sudah bekerja selama 12 bulan.

"Pekerja itu wajib hukumnya cuti. Cuti itu syariah Islam, tidak boleh dilarang. Itu dosa
besar," ujar Oktavian P. Zamani, Asisten Direktur Hubungan Industrial &
Pengembangan Sumber Daya Insani Bank Muamalat. Karena itu, ia selalu
menghendaki kru Muamalat segera mengambil haknya jika hak cuti telah tiba.

Tak heran jika Oktav bersyukur karena selama ia bekerja di Bank Muamalat�-
termasuk di perusahaan lain tempat ia bekerja sebelumnya�- tidak pernah
karyawannya melakukan mogok kerja. Menurutnya, setiap kru Muamalat ditraining
tentang tata cara mogok karena mogok adalah hak karyawan yang paling mendasar.
"Yang namanya orang berserikat dan berkumpul itu sudah kodratnya. Dan itu dijamin
oleh pendiri bangsa Indonesia."

Ia menambahkan, setiap perusahaan harus membuat tatanan bagaimana hubungan


industrial bisa berlangsung dalam suatu perusahaan. Di Muamalat namanya Istifaq
Muamalat. Setiap bulan, kondisi laporan keuangan dimunculkan dan diberitahukan
pada semua karyawan. Data perusahaan selalu ditempel setiap bulan sehingga unit
kerja yang tidak performance pun akan terlihat dan ini akan mendorong setiap kru
Muamalat untuk bekerja sebaik mungkin sehingga unitnya tidak berada dalam
rangking terbawah. "Saya ajarkan kru untuk membaca laporan data strategis
perusahaan tersebut bahkan kami uji dan diberi sertifikasi yang disebut Sertifikasi
Kefasihan 2 tentang data-data strategis perusahaan, dan yang mengujinya adalah
bukan orang Muamalat tapi orang luar yang pakar di bidangnya," ujarnya.

Sistem Hubungan Industrial didesain sesuai dengan aturan sehingga jika ada kru
bermasalah, maka manajemen bisa melakukan tindakan-tindakan sesuai hukum.
Masalah kebijakan ini diatur oleh Komite Sumber Daya Insani (SDI). Di komite ini,
semua kebijakan yang menyangkut manusia "digodok" bersama-sama.

Konsep manajemen yang diterapkan di Bank Muamalat berdasarkan 3 konsep.


Pertama, workship yang diimplementasikan melalui ZIKR (Zero base, Iman,
Konsisten, Result Oriented) ini mengacu pada keimanan kepada Illahi sehingga tiap
upaya dilandaskan pada niat ibadah dan melakukan yang terbaik. ZIKR itu adalah
untuk membentuk individu yang unggul. "Di Muamalat, jika kru sudah melakukan
kesalahan dan sudah dihukum, dianggap sudah selesai. Memang itu jadi catatan buat
kami, tapi kami tidak akan jadikan itu sebagai hal yang menghambat buat dia ke
depan." �Zero base kedua, orang yang beriman, konsisten, dan oriented. Artinya,
bekerja karena semata-mata keridhaan Allah. "Dan orang yang seperti ini kalau tidak
kami tangani dengan baik, dia tidak akan menjadi orang yang unggul," paparnya lagi.

Kedua, wealth yang diimplementasikan melalui PIKR (Power, Information, Knowledge


& Rewards). Ini adalah prinsip mendapatkan dan berbagi kemakmuran dan
kesejahteraan. Dari knowledge tersebut, setiap kru Muamalat harus mendapat
sertifikasi "7 Kefasihan". Ini adalah standar kru Muamalat untuk meningkatkan
kompetensinya. Tujuh kefasihan tersebut adalah: perbankan syariah, data strategis
Muamalat, mampu berbahasa Inggris, mampu menggunakan komputer, kepastian
prosedur, kepastian Muamalat spirit, kepastian kemampuan presentasi dan
komunikasi.

Ketiga, warefare, yang implementasikan melalui MIKR (Militan, Intelek, Kompetitif,


dan Regeneratif). Ini yang melandasi tekad untuk mempertahankan kemakmuran,
kesejahteraan, dan keadilan secara terus menerus dari generasi ke generasi. Dari
individu unggul, terbentuk tim ungguk, sehingga nanti akan terbentuk komunitas
yang unggul. Karena itu, setiap kru harus militan, intelek, dan punya daya saing. Kru
juga harus mengetahui kapan dia naik posisinya, kapan dia harus turun. "Boleh dicek,
ini tidak ada di negara manapun, hanya kami yang memiliki konsep semacam ini,"
tutur Oktava tanpa bermaksud menyombongkan diri.

Konsep dan prinsip yang diterapkan kepada kru Muamalat ini boleh diacungkan
jempol mengingat sejak berdiri hingga kini, tidak pernah terjadi benturan-benturan
terhadap aturan ketenagakerjaan antara kru Muamalat dan perusahaan. Menurutnya,
ada 3 hal yang ia terapkan kepada kru agar hubungan industrial berjalan dengan
baik. Pertama adalah pendidikan ketenagakerjaan yang baik agar kru mengerti
ketentuan-ketentuan ketenagakerjaan dan pelaksanaan sistim HI di perusahaan.
Kedua, sistem komunikasi internal yang harus terbuka. Ketiga adalah peningkatan
kesejahteraan dan produktivitas karyawan, "Hal-hal seperti bonus, insentif harus
dipikirkan oleh pelaku-pelaku bisnis dalam dunia usaha," ujar Oktav mengenai kiat
khususnya dalam membina hubungan industrial itu.
Saat ditanya pendapatnya tentang Panitia Penyelesaian Perburuhan Pusat/ Daerah
(P4P/D), Oktav menjelaskan bahwa semua persoalan perburuhan yang masuk ke
P4P/D harus dilihat dasar hukumnya terlebih dulu. Semuanya diatur dalam UU No.
22/1957 mengenai perselisihan perburuhan. Intinya adalah setiap perselisihan
tenaga kerja diselesaikan dengan cara bipartit di perusahaan yang berselisih. Jika
ternyata sudah tidak bisa lagi diselesaikan di dalam, barulah dibawa ke P4D. Dan
kalaupun ternyata di P4D, masalah ini belum teratasi juga, barulah dibawa ke P4P.
Dengan munculnya UU No. 2/2004 mengenai penyelesaian perselisihan hubungan
industrial, diharapkan proses perselisihan perburuhan bisa lebih cepat. "Prinsipnya,
kalo mau masuk surga, setiap mereka yang terlibat di PPHI atau P4P/D bekerja yang
baik dan benar jalankan amanah tersebut dengan keimanan yang kuat, ingat bahwa
setiap insan akan diminta pertanggungan jawabnya di hari akhir, sebetulnya hidp ini
sederhana kita tinggal memilih mau surga atau neraka," saya yakin kita pilih surga
untuk jalankan aturan it dengan baik dan benar.

Menguak Praktik ER

No. 23 - Februari 2006

Hubungan industrial yang kondusif hanya bisa terwujud bilamana karyawan dan
manajemen bersatu menghadapi tantangan bisnis. Masalah yang berhubungan
dengan karyawan terus ada. Berikut cerita tentang kiat dan strategi perusahaan
menerapkan ER (Employee Relations).

Unilever: Membangun Paradigma Baru

PT Unilever Indonesia Tbk. menanamkan investasi yang besar untuk mengubah


paradigma perilaku karyawan agar selalu meningkatkan pengetahuan untuk
memajukan perusahaan. Karyawan diajak untuk benar-benar memikirkan
peningkatan kinerja perusahaan.

Di antara perusahaan raksasa di Indonesia, Unilever Indonesia (ULI) bisa menjadi


contoh bagaimana menerapkan sistem hubungan industrial yang baik. Di perusahaan
ini, dikotomi antara perusahaan dan pekerja nyaris tidak ada lagi. Sebaliknya,
perusahaan menempatkan pekerja sebagai mitra untuk sama-sama memikirkan dan
meningkatkan kinerja bisnis. Hasilnya, tidak pernah terdengar demo-demo karyawan
di lingkungan perusahaan, termasuk di pabrik-pabrik ULI yang tersebar di Jakarta dan
Surabaya.

Proses penandatanganan KKB (Kesepakatan Kerja Bersama)�- sejak 2004 diubah


menjadi PKB (Perjanjian Kerja Bersama)�- berjalan relatif mulus, meskipun menurut
Corporate Industrial Relations Manager ULI David Tampubolon bukan berarti tidak ada
masalah. "Masalah akan selalu ada. Cara kita menyelesaikan masalah, itu yang lebih
penting," tukasnya. Pada awal 2006 ini, ULI segera menandatangani PKB terbaru,
yang lajimnya berlaku untk 2 tahun. "Kami segera menyelesaikan perundingan
dengan Serikat Pekerja. Mereka baru saja menyelenggarakan Musnik, Musyawarah
Unit Kerja," tambah David akhir bulan lalu.

Sejak diterapkan awal 70-an, ULI telah menandatangani 16 KKB. KKB tradisional,
dimana Serikat Pekerja (SP) lebih fokus pada pembagian "kue", berlangsung hingga
awal 90-an. Pada periode ini, karyawan selalu mendesakkan keinginan untuk minta
haknya dinaikkan dan sebagainya. Sadar karena hal tersebut tidak sehat,
manajemen kemudian menilai hal itu tidak bisa terus-terusan begitu. Tuntutan-
tuntutan tersebut perlu diimbangi dengan peningkatan kontribusi karyawan.
Paradigmanya diubah, bukan lagi sekedar membagi kue, tetapi bagaimana
membesarkan kue sebelum dibagi. Kalau kuenya tetap saja ukurannya, maka setiap
keinginan untuk menaikkan bagiannya akan memakan kue yang menjadi hak orang
lain. Bilamana kuenya diperbesar terlebih dahulu, hasil yang diperoleh justru akan
lebih besar.

Mulailah dari setiap KKB muncul berbagai pemikiran. Pemberian bonus prestasi,
misalnya. Gagasan ini justru dimunculkan oleh perusahaan tahun 2001 untuk
memacu produktivitas perusahaan. Pada waktu itu, mekanisme penentuan bonus
belum terbentuk. Bonus ditetapkan melalui appraisal biasa, dan diberikan terlebih
dahulu tanpa mengaitkannya dengan pencapaian kinerja yang spesifik. Mekanisme
tersebut kemudian terus disempurnakan. Mulai 2005, sistem bonus disusun
berdasarkan KPI (Key Performance Indicator) yang bersifat individual�- mulai dari
level eksekutif puncak hingga level karyawan terbawah.

Pada awalnya, membangun pemahaman soal bonus prestasi ini tidaklah mudah.
Karyawan berpikir, beban pekerjaan mereka menjadi lebih berat. Karyawan
mempertanyakan apa reward-nya. "Kami jawab bahwa ini bagian dari bonus yang
telah anda terima. Bonus 'kan penghasilan tambahan. Masa ingin mendapat
tambahan, tidak mau bekerja ekstra," tutur David yang insinyur itu.

Berkat dukungan manajemen, paradigma tersebut pelan-pelan diterima oleh


karyawan. Tapi, tetap saja proses penerimaan oleh karyawan berlangsung lama, 3
KKB. Waktu pertama kali disampaikan, karyawan bersikap resisten. Mereka takut
beban mereka bertambah. Pada perundingan KKB kedua, berhasil ditumbuhkan
kesepahaman untuk perlunya menaikkan kinerja sehingga memunculkan berbagai
alternatif pemikiran. Bonus diberikan berdasarkan pencapaian target. Kalau
terlampaui, baru dibagi. Pada pertemuan KKB berikutnya, barulah gagasan ini
diterima secara penuh.

Perubahan paradigma lainnya menyangkut manfaat kesehatan (medical benefit).


Selama ini karyawan ingin memiliki manfaat kesehatan yang sangat bagus, tetapi
mereka tidak sadar bahwa hal itu sebetulnya tidak bisa dinikmati kalau ia sehat.
Paradigmanya, paradigma sakit. Pelan-pelan, manajemen mulai menanamkan
pemahaman bahwa biaya sebesar itu menyedot sebagian besar benefit perusahaan.
Kenapa dana itu tidak dialokasikan ke yang lain, sehingga benefit tersebut
direstrukturisasi. Hal ini perlu dibicarakan secara bijak dengan karyawan, karena
jangan sampai karyawan merasa benefit-nya dikurangi. Sebagai gantinya,
perusahaan fokus kepada aspek pencegahan penyakit agar menjadi lebih sehat dan
bisa menikmati hidup.

Kampanye program pencegahan ini, kata David, berlangsung secara sistematis dan
dalam waktu yang lama, terutama di pabrik-pabrik. Temanya macam-macam...
Healthy Day Campaign, Fruit Day Campaign, Salad Day Campaign. Secara perlahan,
gaya hidup dan cara berpikir karyawan berubah. Ternyata, dengan lebih banyak
makan sayur dan buah serta mengurangi makan nasi, karyawan merasa lebih sehat.
Hal itu dibarengi dengan penambahan fasilitas olahraga, seperti tempat
fitness/senam dan lapangan olahraga. Fasilitas olahraga itu juga terbuka untuk
keluarga mereka. Setelah menyadari hal ini, mereka akhirnya tidak merasa keberatan
untuk mengurangi manfaat kesehatan.

Benang merah paradigma yang dibangun ULI bertumpu pada pemahaman bahwa
bisnis perusahaan adalah bisnis bersama, yang menentukan pula nasib bersama. Itu
menjadikan perusahaan menjadi lebih kompak. Mereka sadar, globalisasi, kompetisi,
dan cepatnya perubahan adalah musuh bersama, sehingga harus dihadapi secara
bersama-sama pula.

Untuk menambah pemahaman pekerja terhadap tantangan bisnis dan dinamika


perubahan yang begitu cepat, sejak awal 2004 perusahaan mulai mentraining
pengurus dan pemuka SP dengan menerapkan konsep terbalik: meminta mereka
menjalankan peran (role play) sebagai pengusaha. Kepada mereka diberikan modal
dan dukungan usaha lainnya serta diminta menjalankan usaha melalui pelatihan 1
hari. Dari pelatihan ini, pekerja mengerti berbagai kesulitan yang dihadapi
perusahaan, termasuk harus tetap bayar gaji saat penjualan turun atau harus
melakukan PHK. Mereka pun bersyukur, ULI tidak pernah melakukan pengurangan
karyawan.

Di sisi lain, manajer juga ditraining dengan menjalankan peran sebagai pekerja.
Tujuannya untuk mengerti cara pikir dan kerja karyawan. Misalnya, soal WC yang
menghambat kinerja, fasilitas kerja yang kurang, tidak ada rasa aman, dan
seterusnya. Setelah selesai mengikuti pelatihan, para manajer itu pun paham bahwa
karyawan ingin menaikkan produktivitas, namun untk itu diperlukan sarana dan
motivasi dari manajemen.

Dengan paradigma berpikir semacam itu, perilaku yang ditunjukkan karyawan


menjadi jauh lebih kondusif. Sebagai contoh, saat krisis ekonomi kemaren di mana
harga mesin baru sangat mahal, karyawan pabrik dengan dukungan penuh
manajemen berhasil melakukan modifikasi mesin sehingga kinerja
produksi/pengemasan naik berlipat-lipat. Biaya yang diperlukan untuk modifikasi
mesin jauh lebih kecil ketimbang membeli mesin baru karena mahalnya harga dolar.
Modifikasi tersebut sangat berhasil, Teknisi dari pabrik mesin bahkan memuji upaya
inovatif tersebut, dan ULI bisa mempatenkan temuannya itu. Keunggulan karyawan
di pabrik ini juga salah satu kunci keberhasilan ULI meraih MAKE Award untuk Asia,
penghargaan terhadap perusahaan yang unggul dalam pengetahuan (knowledge).

Yang pasti, 2.500-an karyawan dan 800-an manajemen ULI selalu mencoba
melahirkan kesepahaman dalam setiap derap-langkah memajukan perusahaan.�

Pengadilan HI Resmi Beroperasi

No. 23 - Februari 2006

Setelah tertunda setahun, 14 Januari lalu Pengadilan Hubungan Industrial (PHI)


diresmikan oleh Ketua MA dan Menakertrans. Babak baru dimulai?

Tanggal 14 Januari lalu merupakan hari bersejarah bagi dunia peradilan dan
ketenagakerjaan Indonesia dengan diresmikannya PHI di Pengadilan Negeri (PN)
Padang. Peresmian PHI sesuai dengan amanat UU No. 2 Tahun 2004 Tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang diundangkan 14 Januari 2004
dan rencananya berlaku efektif mulai 14 Januari 2005. Karena belum siap,
pemerintah mengundurkan berlakunya PHI selama setahun sesuai dengan UU No. 2
Tahun 2005 Tentang Penangguhan Berlakunya UU No. 2 Tahun 2004.

Penundaan tersebut, menurut Dirjen Pembinaan HI dan Jaminan Sosial


Ketenagakerjaan Depnakertrans dr. Muzni Tambusai, MSc., dimaksudkan untuk
mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) dan sarana fisik PHI. Sesuai dengan
UU, perangkat SDM PHI terdiri dari Mediator, Konsiliator, Arbiter, dan Majelis Hakim
PHI. Sementara sarana fisik terdiri dari sarana kantor dan peralatan PHI di 33 provinsi
di Indonesia. Penyiapan PHI dilaksanakan oleh Kelompok Kerja (Pokja) yang terdiri
dari pejabat Mahkamah Agung dan Depnakertrans.

Kehadiran institusi PHI menggantikan P4P (Panitia Penyelesaian Perburuhan Pusat)


dan P4D (Daerah) yang dibentuk berdasarkan UU No. 22 Tahun 1957. P4
beranggotakan tripartit, yakni pengusaha, pekerja, dan pemerintah. Di PHI, Majelis
Hakim terdiri dari 3 orang: 1 orang hakim karir (berasal dari PN), 1 orang hakim
adhoc berasal dari unsur pengusaha, dan 1 orang hakim adhoc berasal dari pekerja.
Meskipun berasal dari kalangan yang berbeda-beda, semua anggota majelis hakim
harus mendukung setiap keputusan yang telah dibuat oleh Majelis Hakim. Secara
total terdapat 100 Hakim Karir PHI dan 160 Hakim Adhoc PHI. Di luar itu terdapat 241
tenaga Konsiliator dan Arbiter plus 846 tenaga Mediator.

Jumlah Majelis Hakim berbeda di setiap propinsi, disesuaikan dengan beban kasus
yang selama ini ditangani oleh P4D. Sebagai contoh, jumlah Majelis Hakim PHI di
Propinsi Riau ada 3 majelis sehingga secara paralel bisa bersidang 3 kasus sekaligus.
Minimal di setiap propinsi terdapat 1 Majelis Hakim.

TREN PENYELESAIAN BIPARTIT 2003-2005

� 2003 2004 2005


Kasus Mogok 161 125 87
Pekerja 68.114 53.321 51.508
Penyelesaian 101 93 66
Bipartit (62,7%) (74,4%) (75,9%)

Institusi PHI langsung berada di bawah Mahkamah Agung, dan operasionalisasinya


ditempelkan ke PN setempat. Dalam implementasinya, tidak seluruh PHI
menggunakan bangunan PN. Sebagian memanfaatkan gedung lama P4D. Gedung-
gedung tersebut direnovasi dengan dana APBN Depnakertrans tahun anggaran 2004-
2005, yang meliputi gedung ex P4D di 21 propinsi, dan gedung lainnya di 6 propinsi.

Anggaran gaji Majelis Hakim berasal dari Anggaran MA. Namun, anggaran gaji/ honor
Konsiliator, Arbiter, dan Mediator berasal dari Depnakertrans.

Proses penjaringan Majelis Hakim, Konsiliator, Arbiter, dan Mediator berlangsung


selama setahun terakhir. Nama-nama calon Hakim Adhoc dari unsur pengusaha
diajukan oleh Apindo, dan calon Hakim Adhoc dari unsur pekerja disampaikan oleh
Serikat Pekerja (SP). Sedangkan nama-nama Hakim Karir disampaikan oleh MA.
Seluruh nama calon Hakim tersebut kemudian digodok di MA.

Seluruh hakim PHI telah mendapatkan pembekalan tentang ketentuan


ketenagakerjaan yang berlaku. Pembekalan terakhir dilaksanakan bulan puasa tahun
lalu. Muzni Tambusai menilai, tidak akan sulit bagi Hakim Karir untuk mempelajari
dan menguasai ketentuan perundang-undangan ketenagakerjaan. "Mereka sangat
terbiasa mempelajari UU dan peraturan. Proses adaptasinya tidak akan lama,"
ungkapnya.

Beroperasinya PHI memiliki beberapa konsekuensi yang mendasar. Pertama,


penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang selama ini berada di wilayah
eksekutif kini menjadi bagian dari sistem peradilan nasional di bawah kekuasaan
yudikatif. Kedua, hukum beracara di PHI mengikuti hukum beracara di PN, dalam hal
ini hukum acara perdata. Ketiga, peran tripartit yang selama ini diemban pemerintah
(bersama dengan pengusaha dan pekerja), kini diwakilkan kepada Hakim Karir.
Dengan demikian, peran Depnakertrans yang selama ini sangat menonjol dalam P4P
dan P4D berkurang drastis.

Secara umum, keberadaan PHI akan sangat positif bagi lahirnya sebuah penyelesaian
kasus perselisihan ketenagakerjaan yang adil bagi pengusaha dan pekerja.
Keberadaan hakim karir diharapkan bisa memutuskan perkara secara profesional dan
independen, bebas dari muatan politik apapun�- seperti yang selama ini dicurigai
oleh pengusaha maupun pekerja. Peran pemerintah dalam P4P atau P4D pada
pemerintahan yang lalu dinilai pengusaha tidak netral, cenderung berpihak kepada
pekerja sebagai bagian strategi politik populis. Sebaliknya, para pekerja menilai
pemerintah lebih memihak pengusaha.

Dari sisi kepastian hukum dan lamanya proses peradilan, PHI lebih mampu
memberikannya. Selama ini, keputusan P4P tidak bersifat final. Ada ruang bagi pihak
yang bersengketa untuk mengajukan banding kepada Peradilan Tata Usaha Negara
sehingga memperpanjang prosedur penyelesaian. Proses penyelesaiannya juga
memakan waktu lama, nyaris tanpa kepastian waktu. Majelis Hakim dalam
persidangan PHI wajib membuat keputusan penyelesaian perselisihan selambat-
lambatnya 50 hari kerja sejak sidang pertama. Jumlah hari tersebut di luar waktu
untuk persiapan pra sidang, yang terdiri dari: paling lambat 7 hari untuk penetapan
Majelis Hakim setelah menerima gugatan, paling lambat 7 hari sejak penetapan
Majelis sidang pertama dimulai, dan paling lambat 7 hari kerja jika sidang pertama
ditunda (diberi kesempatan 2 kali penundaan atau 14 hari kerja). Total waktu yang
dibutuhkan untuk persiapan pra-sidang bila tidak ada penundaan adalah 14 hari
(paling lambat) semenjak gugatan diterima. Bila sidang ditunda sekali, maka waktu
persiapan pra-sidang menjadi 21 hari (paling lambat) semenjak gugatan diterima.
Namun, bila sidang harus ditunda 2 kali, maka paling lambat waktu yang dibutuhkan
menjadi 28 hari.

Total seluruh waktu yang dibutuhkan mulai dari gugatan masuk hingga keluarnya
keputusan PHI maksimal (bila terjadi 2 kali penundaan sidang) adalah 78 hari. Tanpa
penundaan persidangan, waktu yang dibutuhkan lebih cepat: maksimal 64 hari.

Setelah keputusan dibuat Majelis Hakim, selambat-lambatnya 14 hari kerja Panitera


Muda sudah harus menerbitkan salinan putusan. Selanjutnya, paling lambat 7 hari
kerja, salinan keputusan itu sudah dikirimkan kepada para pihak. Total waktu yang
dibutuhkan paling lambat 21 hari kerja.

Putusan PHI bersifat final bila para pihak tidak mengajukan kasasi kepada MA dalam
waktu selambat-lambatnya 14 hari kerja. Bila ada yang mengajukan kasasi, maka
Sub Kepaniteraan PHI di PN sudah menyampaikan berkas perkara kepada Ketua MA
selambat-lambatnya 14 hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan
kasasi. Pihak MA sudah harus membuat keputusan selambat-lambatnya 30 hari kerja
semenjak tanggal penerimaan permohonan kasasi tersebut. Total waktu yang
dibutuhkan untuk proses kasasi sampai keluar keputusan MA sekitar 44 hari (dengan
catatan para pihak langsung memasukkan kasasi begitu menerima surat keputusan
PHI).

Seluruh waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan keputusan final, termasuk 2 kali
penundaan sidang PHI dan proses kasasi di MA, paling lambat diperkirakan 143 hari
kerja atau 3 bulan lebih. Waktu yang dibutuhkan lebih pendek menjadi 129 hari bila
tidak diperlukan penundaan sidang di tingkat PHI. Jumlah hari kerja ini jauh lebih
pendek dan pasti ketimbang proses P4P dan P4D sebelumnya. Di luar proses
pengadilan normal tersebut, tersedia pula pemeriksaan acara cepat. Hukum acara ini
diperbolehkan oleh UU No. 2 Tahun 2004 karena adanya kepentingan para pihak
yang cukup mendesak sehingga para pihak bisa memohon kepada PHI supaya
mempercepat pemeriksaan sengketa. Dalam waktu paling lambat 7 hari kerja setelah
permohonan diterima, Ketua PN mengeluarkan penetapan tentang dikabulkan atau
tidak dikabulkannya permohonan tersebut. Bilamana dikabulkan, Ketua PN sudah
harus menetapkan Majelis Hakim dalam jangka waktu 7 hari kerja sejak penetapan
dikeluarkan. Tenggang waktu untuk jawaban dan pembuktian kedua belah pihak,
masing-masing tidak melebihi 14 hari waktu kerja.

Satu-satunya yang menjadi masalah dari keberadaan PHI adalah, kian terbatasnya
peran yang bisa dimainkan oleh pejabat HR/ hukum perusahaan karena mereka tidak
bisa ikut beracara dalam persidangan. Selama ini di dalam persidangan P4P atau
P4D, mereka boleh bersidang untuk mewakili perusahaan. Kondisi ini mengharuskan
perusahaan untuk menyewa pengacara yang memiliki ijin beracara di pengadilan.

"Hal ini tentu menambah biaya pengeluaran perusahaan," tutur Hari Dwi Nugroho,
Legal Manager PT. Perdana Perkasa Elastisindo (Persaels).

Akankah proses penyelesaian perselisihan melalui PHI akan memuaskan berbagai


pihak memang masih menjadi teka-teki. Toh jauh-jauh hari Ketua MA Prof. Bagir
Manan saat peresmian PHI di Padang sudah mengingatkan Majelis Hakim PHI agar
benar-benar independen dengan membebaskan diri dari kepentingan pekerja
maupun pengusaha. "Tugas saudara hanya satu, yaitu menyelesaikan perbedaan
atau sengketa antara tenaga kerja dan perusahaan semata-mata menurut hukum
yang benar dan adil," tegasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Menakertrans Erman Suparno menggarisbawahi


tentang perlunya seluruh pihak untuk memahami semangat proses penyelesaian
perselisihan industrial di Indonesia, yaitu penyelesaian yang cepat, sederhana,
murah, dan adil bagi para pihak. Atas semangat itu, ia menghimbau, agar para pihak
untuk menekankan mekanisme penyelesaian di luar pengadilan, terutama
mekanisme bipartit.

"Utamakan prinsip penyelesaian win-win," tukasnya. - SYH

Luka Psikologis Akibat PHK

No. 23 - Februari 2006

Karyo akhirnya berhasil mendapatkan pekerjaan baru setelah berjuang selama satu
setengah tahun sejak di-PHK dari sebuah Perusahaan Otomotif. Dalam masa-masa
perjuangan mendapatkan pekerjaan, ia telah menjalani puluhan kali wawancara dan
tes tertulis. Beberapa kali ia berhasil melewati beberapa tahap dalam penerimaan
karyawan, namun ternyata pada tahap screening akhir ternyata orang lain yang
diterima. Namun berkat kegigihan dan semangat pantang menyerah akhirnya ia
diterima bekerja di sebuah perusahaan otomotif terkemuka.

Teman-teman dan kerabatnya beranggapan bahwa ia adalah orang yang beruntung


karena berhasil mendapatkan pekerjaan dengan jabatan dan bidang pekerjaan yang
sama dengan sebelumnya dan bekerja pada perusahaan besar serta terkemuka.
Namun bagi Karyo semua itu tidak lagi terasa sebagai suatu “kemenangan”. la
menanggapi keberhasilan tersebut secara biasa-biasa saja. la bahkan masih risau
memikirkan kelanjutan karirnya di perusahaan tersebut dan meragukan apakah ia
mampu berprestasi dengan baik di tempat kerjanya yang baru ini.

Bagi Anda yang pernah terkena PHK dan kemudian berhasil memperoleh pekerjaan
baru, setelah melalui perjuangan yang sangat panjang, mungkin pengalaman Karyo
pernah juga Anda alami terutama pada saat-saat awal diterima bekerja. Perasaan
kaget, tidak percaya bahwa itu benar-benar terjadi, ragu apakah setelah diterima
akan mampu bekerja dengan baik, sulit mempercayai atasan atau perusahaan baru,
atau bahkan mempertanyakan apakah ini benar-benar hasil usaha sendiri atau ada
pihak lain yang ikut campur tangan, adalah sebagian gambaran dampak psikologis
(saya lebih suka menyebutnya “luka psikologis”) yang masih membekas pada
individu yang baru diterima kerja pasca PHK.

Pertanyaan yang patut diajukan adalah mengapa terjadi reaksi seperti itu dan apa
yang sebaiknya dilakukan untuk menyembuhkan luka psikologis yang masih
membekas di individu korban PHK tersebut?

Penyebab

Bagi individu yang memandang kehidupan secara sangat pribadi dan subyektif,
seperti disebutkan di atas, kehilangan pekerjaan dianggap sebagai penghinaan atau
serangan terhadap pribadi. Mereka merasa dilecehkan dan mungkin sangat marah
sehingga sulit berpikir secara obyektif. Jika kemarahan tersebut diarahkan pada
dirinya sendiri, maka mereka mungkin masih akan terus merasa bahwa dirinya tidak
berharga untuk jangka waktu cukup lama meskipun telah memiliki pekerjaan baru.

Bagi individu yang memandang setiap kejadian secara obyektif dan rasional serta
percaya bahwa segala sesuatu di jagat raya diatur oleh hukum tertentu, bersilat logis
dan adil, kehilangan pekerjaan akan berarti kehilangan kendali terhadap diri sendiri
dan alam sekitarnya. Kondisi tersebut membuat mereka kehilangan kepercayaan diri
dan timbul ketakutan bahwa mereka tidak mungkin lagi dapat kembali ke kondisi
seperti sebelum PHK.

Dari seluruh individu yang ada dalam satu perusahaan, menurut careerjournal.com,
hanya ada sepertiga individu yang mengganggap bahwa pekerjaan adalah
alat/kendaraan untuk menjalani kehidupan, bukan sebagai simbol status, stabilitas,
penentuan harga diri atau pengendalian terhadap alam sekitar. Bagi individu seperti
ini kehilangan pekerjaan tidak menimbulkan reaksi emosional yang kontraproduktif.
Kehilangan pekerjaan bagi mereka dianggap sebagai suatu situasi sementara yang
tidak nyaman tetapi tidak perlu merasa tertekan.

Jika Anda termasuk individu yang rasional, pemikir yang obyektif, mungkin ada
baiknya Anda melakukan analisis terhadap berbagai kejadian dan reaksi Anda dalam
menyikapi setiap kejadian tersebut. Catatlah faktor-faktor apa yang telah
mengakibatkan diri Anda terkena PHK, pelajari hal-hal yang dialami selama masa
pencarian pekerjaan, apa tujuan yang ingin dicapai dalam beberapa tahun ke depan
dan apakah kelebihan atau keuntungan dari jabatan Anda yang baru ini. Dengan
melakukan analisa tersebut Anda akan dapat mengurangi ketakutan yang tidak
rasional, mengurangi pikiran-pikiran yang tidak produktif, dan dapat lebih fokus pada
kekuatan dan sumber daya individu yang ada saat ini.
Bagi mereka yang merasa kehilangan kendali terhadap diri dan alam sekitarnya
sebagai akibat dari kehilangan pekerjaan mungkin akan mengabaikan kesehatan fisik
dan jiwa mereka. Meskipun kesehatan jiwa tidak selalu berarti memiliki kondisi fisik
yang prima, namun secara faktual akan sangat sulit bagi seseorang untuk peduli
terhadap kondisi fisiknya jika ia tidak sejahtera secara mental. Demi meningkatkan
kesehatan mental dan fisik, maka setelah mendapatkan pekerjaan baru cobalah
melakukan kebiasaan-kebiasaan baru yang berguna bagi keseimbangan fisik dan
mental seperti melakukan olahraga atau diet. Akan sangat baik jika Anda bergabung
dalam kelompok (klub) olahraga di mana anda dapat berinteraksi dan bekerjasama
dengan orang lain.

Suatu teknik yang disebut Mental Imaging mungkin akan sangat berguna untuk
menghilangkan pikiran-pikiran negatif yang muncul pada saat Anda telah diterima
bekerja kembali. Cara kerja teknik ini adalah dengan menyusun skenario (secara
mental) tentang suatu kondisi kerja yang stabil, aman, lalu identifikasi perilaku-
perilaku produktif yang dapat menunjang Anda mencapai kesuksesan sehingga Anda
optimis dapat melangkah ke masa depan yang lebih cerah. Sekali skenario tersusun,
cobalah berperilaku menurut skenario tersebut.

Penyembuhan luka psikologis tentulah harus disertai dengan usaha keras dan
perhatian yang sangat serius dari individu yang bersangkutan untuk mengatasi
keraguan terhadap dirinya sendiri dan mendapatkan kembali kepercayaan dan
komitment terhadap perusahaan. Ingatlah bahwa sekali anda diterima bekerja
artinya anda mempunyai kewajiban untuk memberikan yang terbaik dari semua hal
yang anda miliki kepada perusahaan seperti yang pernah anda janjikan ketika
wawancara atau proses penerimaan karyawan. Pada akhirnya nanti mungkin
kontribusi anda akan sangat menentukan kelangsungan hidup perusahaan, karir
anda, dan keamanan kerja bagi rekan-rekan yang lainnya.

Sumber: Majalah Human Capital No. 23 | Februari 2006

PT Coca Cola Bottling Indonesia: Memanusiakan Karyawan...

No. 23 - Februari 2006

Implementasi sebuah aturan perusahaan terkadang mengalami sandungan. Namun,


jika prinsip hubungan industrial diterapkan dengan baik, maka perusahaan pun tidak
perlu dipusingkan dengan demo yang dilakukan karyawannya.

Hubungan Industrial (HI) adalah suatu hubungan yang melibatkan tiga unsur,
perusahaan, karyawan, dan pemerintah. Ini yang mendasari Didik Kuntadi selaku
Director HR, Corporate Affairs Security PT. Coca Cola Bottling Indonesia beserta
jajaran divisinya berusaha menerapkan peraturan ketenagakerjaan yang ada di
Indonesia ke dalam perusahaan CCBI.

Prinsip HI yang kini diterapkan di CCBI menurut Didik adalah harmonis, dinamis dan
berkeadilan. "Kami harus punya rasa memiliki, adanya suatu mutual trust, akan
membuat perusahaan menjadi harmonis. Sedangkan dinamis, karena pengusaha dan
Serikat Pekerja (SP) mempunyai kepentingan masing-masing, yang sewaktu-waktu
bisa terjadi perbedaan. Untuk itu, perlu dilakukan penyelesaian masalah dengan baik
lewat musyawarah. Tidak boleh memaksakan kehendak dengan cara yang tidak baik.
Selama prinsip ini kami lakukan yaitu memanusiakan manusia, maka semua masalah
bisa diselesaikan dengan mudah," ujar Didik. Sedangkan berkeadilan, setiap
karyawan dan manajemen CCBI harus bersikap transparan dan berkomunikasi
dengan baik. Karena itu, bipartit dilakukan minimal satu bulan sekali agar
permasalahan diselesaikan satu persatu, tidak bertumpuk-tumpuk.

Lebih lanjut, Didik mengatakan bahwa pada prinsipnya, orang bukan ingin
mendengarkan lagunya, tapi ingin melihat penyanyinya. Demikian dengan
perusahaan. Para karyawan ingin melihat orang human resources department
(HRD)nya. Makanya, ia selalu tekankan ke stafnya agar bersikap dan berperilaku baik
kepada semua karyawan.

"Tapi, harus dibedakan antara hubungan bisnis dengan hubungan pribadi. Saya bisa
saja memecat orang jika orang itu sudah melakukan kesalahan fatal kendati saya
dekat dengan dia," kata Didik mencontohkan. Dalam prosesnya, ia akan memanggil
orang tersebut dan menjelaskan baik-baik. Tapi setelah orang itu keluar, ia berusaha
membantu mencarikan pekerjaan asalkan tidak mengulangi lagi kesalahan.

Banyak membantu, adalah kunci dalam HI. Didik berpendapat, bahwa jabatan itu
hanya titipan. Kalau sekarang ia menjadi seorang direktur, besok belum tentu.
Sehingga jika kita tidak bisa menghargai seseorang, maka orang lainpun tidak akan
menghargai kita. "Saya ingin menciptakan bahwa kita harus dihargai, bukan
ditakuti." Sikap ini yang harus dimiliki seorang HRD. Disamping itu, setiap isu HI,
harus diterima dan diselesaikan dengan baik. Karena itu, personal approach menjadi
sangat penting.

Didik mengakui, benturan-benturan antara perusahaan dan pekerja beberapa kali


terjadi di CCBI kendati ia sudah berusaha menerapkan aturan dengan baik. Namun,
sejauh ini bukanlah hal yang bersifat normatif, hanya sebatas masalah
kepemimpinan saja. Contoh kasus, pernah terjadi karyawan tidak setuju dengan
kepemimpinan salah seorang pimpinan di sebuah perusahaan. Tapi masalah
pemberhentian orang itu adalah hak prerogatif perusahaan, maka ia berusahan
menjelaskan kondisi dan situasi ini secara baik-baik kepada karyawan yang
melakukan demo. "Saya jelaskan bahwa masukan ini saya terima dan akan saya
selidiki. Setelah diketahui kebenarannya, maka perusahaan akan mengambil
tindakan yang benar."

Hubungan yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan, yang diterapkan Didik dan
stafnya memang membuahkan hasil yang lebih baik. Dalam soal pembuatan
Perjanjian Kerja Bersama (PKB), jika di perusahaan-perusahaan lain membutuhkan
waktu 1-2 tahun, CCBI mampu membuat rekor dengan hanya menghabiskan waktu
40 menit saja. "Pertama kali saya bekerja, saya tanyakan kepada manager HI, berapa
lama mereka mampu membuat PKB. Saya mau kami harus lebih baik dari tahun lalu,"
aku Didik dengan bangga. Jika tahun lalu PKB berhasil diselesaikan hanya 2,5 hari,
maka tahun ini PKB CCBI unit Jakarta hanya 4 jam, kemudian PKB CCBI unit Bali
hanya 3 jam dna PKB CCBI unit Kalimantan hanya 40 menit. "Ini image karena berapa
banyak uang perusahaan yang kami simpan?" lanjutnya.

Rahasia kecepatan dalam pembuatan PKB ini menurut Didik karena perusahaan tetap
memperhatikan 3 undang-undang, yaitu UU No. 13/ 2003 tentang tenaga kerja, UU
No. 21/ 2000 tentang SP dan UU No. 2/ 2004 tentang PPHI. Karyawan CCBI terutama
para SP juga rutin mendapat pelatihan tentang UU. Para SP yang telah ditraining
punya kewajiban untuk menjelaskan ke bawah. "Saya kira kalau mereka mengerti
UU, mereka tidak akan ribut. Begitu ada permasalahan, maka akan cepat diatasi
karena sebelumnya kami selalu adakan secara bipartit," ucap Didik yang
menambahkan bahwa hubungan bipartit CCBI dilakukan minimal sebulan sekali
sehingga semua tidak akan ada masalah jika komunikasi lancar.
Hadirnya Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) yang akan menggantikan Panitia
Penyelesaian Perburuhan Pusat (P4P/D), dinilai Didik tidak menjadi masalah selama
dalam proses penyelesaiannya berjalan dengan baik. "Saya kira, semua karyawan
dan perusahaan sebenarnya berpikir panjang untuk masuk kesitu karena prosesnya
sangat panjang. Buat karyawan yang kena PHK, biasanya mereka kesitu karena
mereka ingin dapat pesangon, wajar saja," imbuhnya.

Strategisnya Peran HR

No. 23 - Februari 2006

Employee Relations (ER) atau sering juga disebut dengan Industrial Relations (IR)
sangat strategis dalam menciptakan ketenangan, kenyamanan, dan peningkatan
kinerja perusahaan. Saatnya dikotomi antara pekerja dan pengusaha dihapuskan.

Hari-hari belakangan ini merupakan hari-hari yang sangat melelahkan bagi pejabat
ER / IR perusahaan, khususnya bagi mereka yang bergerak di bidang industri
manufaktur. Para pekerja manufaktur di sejumlah daerah ramai-ramai demo ke
kantor Gubernur menuntut kenaikan UMK (Upah Minimum Kota / Kabupaten). Sekitar
12.000 pekerja dari berbagai daerah di Jawa Timur, misalnya, mengguncang kota
Surabaya dan mengepung kantor Gubernur Jawa Timur menuntut kenaikan UMK rata-
rata Rp 62.000 per bulan. Mereka tidak setuju dengan UMK 2006 yang telah
ditetapkan oleh Gubernur Jawa Timur Imam Utomo, yang berkisar dari Rp
390.000/bulan (UMK Blitar) hingga paling tinggi Rp 655.000/bulan (UMK Surabaya).

Menanggapi tuntutan kenaikan UMK oleh para pekerja tersebut, para pengusaha di
provinsi itu tetap bergeming. Mereka mengancam merelokasi usaha ke Jawa Tengah
dan Yogyakarta karena upah buruhnya lebih rendah.

Kalau dipikir-pikir, kenaikan upah Rp 62.000 / orang / bulan itu nilainya tidaklah
seberapa. Namun di sisi lain, kenaikan sebesar itu pun dinilai pengusaha akan sangat
memberatkan karena tidak sedikit perusahaan yang memiliki karyawan ratusan
hingga ribuan. Pengusaha merasa, kenaikan upah tersebut akan semakin
memberatkan kondisi keuangan perusahaan yang dalam beberapa waktu terakhir
didera berbagai persoalan : kenaikan harga BBM, listrik, penurunan daya beli
masyarakat, dan kompetisi bisnis yang semakin ketat.

Nyaris setiap akhir tahun, pemandangan seperti ini telah menjadi hal yang biasa.
Semua orang makfum adanya, termasuk para pengusaha, bahwa gaji sebesar UMK
pun sebenarnya tidak memadai bagi seorang pekerja untuk menghidupi satu
keluarga. Apalagi belakangan ini, biaya hidup meningkat dengan cepat. Tidak hanya
harga kebutuan sehari-hari, ongkos transportasi maupun biaya pendidikan naik bagai
nyanyian koor. Namun, seperti yang telah disinggung di atas, pengusaha merasakan
beban yang sangat berat bila tuntutan pekerja itu dipenuhi.

Sungguh menyedihkan mencermati nasib buruh maupun pengusaha, bilamana


memang begitu keadaannya. Lebih sedih lagi, pemerintah justru tidak banyak
berbuat memecahkan masalah besar ini. Tuntutan kenaikan upah tidak akan
mencapai puncaknya seperti sekarang ini jika harga-harga tidak melonjak drastic
dalam setahun terakhir. Kenaikan harga yang tinggi sepenuhnya disebabkan
kenaikan harga BBM yang terlalu besar sehingga menciptakan cost push inflation.
Belakangan ini, beban hidup pekerja bertambah lagi akibat naiknya harga beras
secara tajam. Padahal, kenaikan harga beras yang tinggi itu tidak banyak dinikmati
oleh petani, namun lebih banyak dinikmati oleh pedagang, yang memang suka
mempermainkan harga. Sementara pemerintah tidak berusaha meluruskan praktik
yang tidak sehat ini.

Kenaikan BBM secara drastis juga memukul dunia usaha, yang sedang berkutat
mengatasi persoalan akibat menurunnya permintaan dan sengitnya persaingan
usaha, termasuk akibat serbuan produk-produk China. Seharusnya, pemerintah fokus
untuk menaikkan daya beli konsumen, memberantas inefisiensi ekonomi, dan
membendung serbuan produk-produk China tersebut dengan berbagai cara yang
memungkinkan. Seharusnya pula, pemerintah melindungi keberadaan industri-
industri penyerap tenaga kerja yang banyak, seperti industri tekstil, produk tekstil,
sepatu, dan makanan.

Dengan situasi yang serba sulit sekarang ini, nyaris tidak ada ruang untuk memenuhi
aspirasi pekerja tersebut. Semuanya terkunci. Dan, ruang negosiasi tersebut
sebentar lagi akan semakin terkunci karena pemerintah berencana pula menaikkan
tarif dasar listrik. Entah bagaimana jadinya jika pemerintah menaikkan lagi harga
BBM tahun ini, dan Telkom pun ikut-ikutan minta tarif telekomunikasi dinaikkan.

Kesemrawutan keadaan industri di Indonesia bermula dari ketidakjelasan visi dan


fokus industri di Indonesia. "Kita tidak memiliki fokus yang jelas. Semuanya berjalan
tanpa arah, terutama pascakrisis ekonomi," komentar pengusaha senior Sofjan
Wanandi.

Di negara-negara pesaing, macam Thailand, Malasyia, Vietnam ataupun China,


seluruh upaya dikerahkan untuk mengembangkan dan melindungi industri-industri
fokus tersebut, mulai dari regulasi investasi hingga penyediaan infrasktruktur dan
insentif finansial. Industri-industri tersebut, secara strategis, sengaja dikembangkan
dan dilindungi demi keuntungan sosial-ekonomi bangsa yang lebih besar. Lihatlah,
bagaimana secara cepat Thailand berhasil menjadi basis produksi otomotif terbesar
di kawasan ini. Lihat pula, bagaimana Malaysia berhasil menjadi basis industri
consumer electronics dan information technology. Penang, misalnya, merupakan
basis produksi raksasa Seagate, Intel, Dell, dan sebagainya.

Ketidakjelasan fokus industri tersebut agaknya diawali oleh ketidakjelasan visi


pemimpin bangsa ini terhadap perekonomian. Kita belum punya suatu pernyataan
tentang visi industri Indonesia saat ini dan di masa depan, seperti China dengan visi
Manufacturing of the World-nya dan India dengan visi Leading in Information
Technology-nya.

Mencermati kondisi ketenagakerjaan Indonesia tersebut, Corporate Industrial Relation


Manager PT Unilever Indonesia Tbk. David Tampubolon mengusulkan agar Indonesia
meninggalkan konsep buruh murah, dan menggantinya dengan konsep buruh yang
kompetitif. Fenomena buruh murah hanya berusia pendek, dan lebih pas untuk jenis
footloose industry. Begitu biaya buruh naik, industri semacam ini merelokasi
usahanya ke negara-negara yang upah buruhnya lebih murah. Dengan konsep total
competitiveness, lanjut David, upah karyawan tidak masalah lebih tinggi karena
mereka memang lebih produktif dibandingkan pekerja di negara-negara pesaing.

Mungkinkah produktivitas pekerja Indonesia lebih baik ? Tentu saja mungkin. “Saya
melihat sendiri, bagaimana di pabrik milik asing, pekerja Indonesia begitu disiplin dan
produktif," tutur Anthon Riyanto, Wakil Ketua Bidang SDM dan Ketenagakerjaan Kadin
Indonesia.
Dalam forum ILO (International Labour Organization) terungkap, dua pabrik sepatu
milik Korea di Tangerang berhasil meraih produktivitas terbaik di dunia (sekaligus
mengalahkan China). Ini bukan prestasi yang enteng. Tengok pula bagaimana pekerja
konstruksi asal Indonesia begitu jago-jago menyelesaikan pembangunan di Malaysia,
termasuk Petronas Tower (dan tidak ambruk seperti bangunan di India, red). Contoh
lain, betapa insinyur dan teknisi Indonesia begitu dicari perusahaan perminyakan
Timur Tengah karena keahliannya. Dan, kalau Anda mau tahu welder terbaik di dunia,
termasuk pipa bawah laut, orang Indonesialah salah satu jawaranya. “Mereka bisa
mengelas pipa tanpa terputus dengan sempurna," aku David, yang pernah bekerja di
sektor konstruksi.

Untuk menjadi lebih kompetitif, pemerintah bekerja sama dengan dunia usaha perlu
aktif memikirkan dan bertindak untuk meningkatkan keahlian para pekerja dengan
melaksanakan berbagai program training. Juga perbaikan intensif atau reward bagi
pekerja. Kita juga belum melihat upaya serius pemerintah membina usaha kecil dan
menengah agar memiliki daya saing, seperti mendapatkan pelatihan, pembinaan,
akses modal, akses pasar, dan berbagai kemudahan lainnya. “Pekerjaannya besar
sekali, dan itu hanya bisa dilakukan oleh pemerintah," tegas M.S. Hidayat, Ketua
Umum Kadin Indonesia.

Hal-hal Penting Seputar Ketenagakerjaan

No. 22 - Januari 2006

Saat ini masyarakat secara nyata menghadapi kondisi ekonomi yang semakin buruk.
Daya beli masyarakat telah merosot tajam. Itu ditunjukkan dengan melambatnya
pertumbuhan konsumsi swasta dari semula 5,5 persen menjadi hanya 3,5 persen dan
inflasi yang melonjak tinggi mencapai 17 persen.

Di bidang ketenagakerjaan, ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) semakin


marak karena beban pengusaha yang semakin besar akibat naiknya biaya produksi
gara-gara inflasi tinggi ataupun akibat menurunnya permintaan dan meningkatnya
persaingan serta berbagai respons kebijakan perdagangan dan industri yang lamban
dan kontraproduktif.

Berkaitan dengan hal tersebut, pengusaha dalam hal ini para manajer personalia
atau SDM harus senantiasa belajar agar dapat menangani dengan benar, tepat, dan
menyeluruh atas materi perundang-undangan ketenagakerjaan, termasuk Peraturan
Perusahaan, PKB, dan Perjanjian Kerja.

Ada beberapa hal penting yang harus menjadi perhatian, yakni :

1. Memiliki Peraturan Perusahaan, PKB, dan Perjanjian Kerja yang dibuat dengan
benar dan tepat dengan penggunaan peristilahan dan ketentuan yang diatur
dalam perundang-undangan ketenagakerjaan.
2. Sebelum menghadapi pekerja atau serikat pekerja yang mempunyai
permasalahan dengan perusahaan, wajib mempelajari semua perundang-
undangan ketenagakerjaan termasuk Peraturan Perusahaan, PKB, dan
Perjanjian Kerja dengan benar, tepat, dan lengkap sehingga sehingga
pembicaraan dapat berlangsung lancar, cepat, dan terarah.
3. Membuat dengan benar dan tepat baik mengenai isi maupun waktu dan tidak
bertele-tele atas jawaban, atas setiap surat dari pekerja dan/atau serikat
pekerja.
4. Upayakan mengadakan program pelatihan dan pendidikan yang cukup dan
lengkap serta teratur bagi staf perusahaan yang akan menangani dan
memegang jabatan kepersonaliaan.
5. Upayakan mengadalan program pelatihan dan pendidikan yang cukup dan
lengkap serta teratur bagi para pengurus SP yang benar-benar mengerti
sebanyak mungkin materi perundang-perundangan ketenagakerjaan
termasuk Peraturan Perusahaan, PKB, dan Perjanjian Kerja. Dengan memiliki
pengurus SP yang benar-benar bermutu akan memudahkan komunikasi
dengan pengusaha.

Pesan-pesan Penting dalam Penanganan PHK

Apa yang disajikan di bawah ini adalah penjelasan singkat tentang teknik dan hal-hal
yang perlu, patut, dan layak diperhatikan saat bertindak sebagai atasan dalam
memberitahukan dan menjelaskan keputusan PHK kepada pekerja.

Yang harus dan selalu patut diingat adalah bahwa dengan berbagai alasan maka
setiap orang ingin bekerja. Karenanya suatu keputusan PHK akan sangat
mengagetkan pekerja karena tidak ada pekerja yang ingin di-PHK, apapun sebabnya.
Karenanya, sangat besar kemungkinan timbulnya reaksi dalam berbagai bentuk oleh
pekerja. Karenanya pula, sangat penting bagi mereka yang ditunjuk untuk
memberitahukan masalah PHK ini untuk benar-benar mempersiapkan diri sehingga
dapat memperkecil timbulnya kemungkinan penolakan tersebut.

1. Sebelum bertemu dengan pekerja, kita sudah harus benar-benar mempelajari


dan kemudian memahami dan menghayati dengan matang sebab-sebab
dibuatnya keputusan PHK terhadap pekerja tersebut. Kalau belum jelas,
tanyakan kembali kepada atasan sehingga benar-benar mendapat kejelasan
yang lengkap dan utuh.
2. Kuasai dengan baik dan matang serta lengkap materi permasalahan termasuk
semua dokumen pendukung dan peraturan perusahaan, PKB, dan perundang-
undangan ketenagakerjaan, misalnya UU No.13/ 2003 yang memuat
mengenai alasan dilakukannya PHK dan pembayaran serta perhitungan
pembayaran yang menjadi hak pekerja.
3. Walaupun secara kedinasan dia adalah bawahan, akan tetapi kita harus selalu
menunjukkan sikap menghargai dan menghormati pekerja sebagai manusia.
Setiap manusia, apapun status sosial dan ekonominya, mempunyai perasaan,
harga diri, dan kehormatan. Kalau kita mampu menghargai dan menghormati
pekerja sebagai manusia, maka ini sudah merupakan suatu langkah maju
dalam mencapai tujuan.
4. Kalau seorang pekerja dipanggil, apalagi berita tentang dimulainya PHK
tersebut telah tersebar, walaupun ia tidak mengharapkan PHK ini akan terjadi
padanya, kemungkinan besar pekerja telah menduga-duga apa yang akan
terjadi. Untuk mengurangi ketegangan pekerja, pada saat bertemu, ajak
pekerja untuk bersikap santai, secara kejiwaan ia dapat merasa nyaman.
Ciptakan suasanan yang serius namun santai. Jangan kaku tetapi bersikap
tegas. Pilih kata dan buat kalimat yang tepat tapi katakan apa adanya secara
terus terang dan terbuka. Tidak usah berkata-kata yang berputar-putar dan
berkepanjangan sehingga dapat menimbulkan kebingungan bagi pekerja. Di
sisi lain, dengan berkata berputar-putar dapat menimbulkan kesan di mata
pekerja bahwa atasannya sendiri ragu akan apa yang diucapkan.
5. Jelaskan permasalahan yang ada dengan sederhana dan tegas bahwa
misalnya ini adalah suatu keputusan yang telah dibuat dan tidak dapat
diubah. Kalau ditanyakan, jelaskan acuan hukumnya sesuai ketentuan
ketenagakerjaan dan PKB. Usahakan menjawab secara sederhana tetapi jelas
dan tegas setiap pertanyaan pekerja. Inilah gunanya persiapan dalam angka 1
di atas.
6. Dari hasil perundingan bipartite dengan pekerja, apapun hasilnya apakah
menerima atau menolak keputusan PHK, langsung dibuatkan Risalah
Perundingan Bipartite. Di dalamnya, tulis secara lengkap penjelasan dan
jawaban Anda dan pekerja secara lengkap dan teratur.
7. Apabila perundingan bipartite berhasil menyelesaikan permasalahan, maka
segera berikan Kesepakatan Bersama yang telah disiapkan yang memuat
kesepakatan-kesepakatan para pihak untuk segera ditandatangani oleh
pekerja dan Anda. Kalau menolak, sampaikan pada pekerja bahwa PHK ini
akan diteruskan sesuai mekanisme UU Ketenagakerjaan dan untuk itu pekerja
dipersilakan menunggu proses selanjutnya.
8. Apabila pekerja meminta waktu untuk memikirkan keputusannya, berikan
saja. Adalah lebih baik memberikan waktu untuk berpikir karena mereka akan
merasa dihargai dan mereka tidak merasa ditekan atau dipaksa.

Sumber: Majalah Human Capital No. 22 | Januari 2006

RECRUITMENT

Strategi Rekrutmen MNC

No. 04 - Tahun 2004

Perusahaan makin mengandalkan istilah kompetensi untuk menjelaskan proses


rekrutmen. Kompetensi individu termasuk keahlian terapan, pengetahuan, perilaku,
dan atribut personal dari setiap pekerja perusahaan.

PERUSAHAAN multinasional (MNC) yang tergabung dalam The World's Most Admired
Companies versi majalah Fortune selalu menjadi inspirasi bagi banyak perusahaan
lain dalam berbagai hal, termasuk rekrutmen. Sebelum melakukan rekrutmen,
manajemen perusahaan harus mengetahui benar apa yang dibutuhkan organisasi.
Selanjutnya, mereka harus mengetahui pula kandidat aktual dibandingkan gambaran
ideal yang dibutuhkan. Mereka terlibat penuh dalam persiapan sebelum dan setelah
bertemu dengan kandidat.

Komponen strategi rekrutmen yang sukses antara lain mencakup:

• Secara hati-hati mengartikulasikan strategi bisnis perusahaan


• Menyiapkan data komprehensif terbaru tentang tingkat ke luar-masuk
karyawan, data biaya rekrutmen, dan data keberhasilan retensi
• Menyusun model kompetensi yang mendukung secara langsung strategi
bisnis
• Mendapatkan gambaran menyeluruh tentang kompetensi di jajaran
perusahaan, termasuk gap yang perlu diisi�
• Menyusun deskripsi posisi yang relevan secara akurat, termasuk deskripsi
jalur pengembangan karir
• Mengetahui secara dalam tentang situasi remunerasi di pasar
• Memiliki proses evaluasi kandidat yang teruji
Lalu, bagaimana langkah-langkah yang mereka lakukan dalam rekrutmen?

1. Memantapkan Pengetahuan Organisasi. Adalah penting bagi Manajer SDM


untuk bisa mengartikulasikan secara jelas tujuan strategik utama perusahaan
ataupun unit perusahaan. Ketidakpahaman mengenai strategi atau kurangnya
informasi dari manajemen senior menyebabkan anjloknya kualitas rekrutmen.
2. Menyusun informasi pekerjaan secara detil. Sebuah model kompetensi harus
menggambarkan pengetahuan, keahlian, perilaku, dan karakteristik personal
yang dibutuhkan untuk sukses di posisi itu. Deskripsi jabatan yang jelas,
termasuk peluang pengembangan, sangat menentukan keberhasilan
rekrutmen.
3. Melakukan evaluasi secara individual terhadap kandidat.�Sekali informasi
tentang pekerjaan dan organisasi yang relevan diartikulasikan secara jelas,
evaluasi kandidat bisa dimulai. Metode wawancara bergaya lama masih
penting, tetapi dewasa ini banyak hal bisa terjadi sebelum dan sesudahnya.
Kuestioner yang detil bisa membantu banyak pihak. Teknik wawancara yang
khusus memungkinkan faktor yang sulit kelihatan muncul ke permukaan,
seperti gaya kepemimpinan, toleransi terhadap perbedaan, orientasi terhadap
layanan pelanggan, dan sebagainya. Lebih jauh, evaluasi psikologi juga
diterapkan untuk lebih meyakinkan.

Umumnya MNC menerapkan banyak metode evaluasi dalam rekrutmen untuk


meminimalkan risiko. Perusahaan dalam daftar Fortune itu jauh lebih intensif
melakukan penelusuran dan pengujian awal dibandingkan dengan perusahaan biasa.
Nucor, Bertlesmann, dan Disney sepenuhnya mengandalkan assessment center, tes
psikologi, dan wawancara terstruktur yang didesain khusus untuk mendapatkan
kandidat ideal. Procter & Gamble menggabungkan metode-metode itu dengan
mengundang kandidat untuk praktik di perusahaan sebelum sepenuhnya direkrut.

SELEKSI BERBASIS KOMPETENSI

Perusahaan makin mengandalkan istilah kompetensi untuk menjelaskan proses


rekrutmen. Kompetensi individu termasuk keahlian terapan, pengetahuan, perilaku,
dan atribut personal dari setiap pekerja perusahaan.

• Keahlian (skill): kefasihan atau kemampuan untuk menyelesaikan tugas fisik


atau mental spesifik. Keahlian diasah dengan belajar yang tepat dan
ditunjukkan dalam bekerja.
• Pengetahuan (knowledge): pemahaman detil terhadap materi spesifik yang
diperoleh melalui pendidikan formal, training professional, atau pengalaman
bekerja. Misalnya, akunting, marketing, dan rekayasa. Perilaku (behavior):
tindakan dan ekspresi yang bisa diobservasi. Contohnya, sifat kooperatif,
empati, pengambilan risiko, dan kerjasama tim.
• Atribut personal (personal attribute): sebuah karakteristik, sifat bawaan, atau
respon konsisten terhadap hal tertentu yang menyebabkan sesuatu terjadi. Ia
tidak bisa diamati secara langsung. Misalnya, integritas, kejujuran, dan
percaya diri.

Satu cara membuat model kompetensi adalah dengan mengambil contoh dari para
bintang perusahaan. Cara ini jauh lebih baik dengan mencari-cari karakteristik dan
keahlian dari langit. Cari saja figur yang dianggap star performer dalam perusahaan,
dan manajemen tinggal mengatakan, "Kita butuh orang seperti ini lebih banyak lagi."
Ada banyak cara pengumpulan informasi kompetensi, termasuk focus group,
observasi, dan kuestioner, tetapi yang paling banyak dipakai adalah wawancara
terstruktur (structured interview). Biasanya pendekatan ini dimulai dari wawancara
star performer dan manajer atasannya. Menggunakan profil perilaku, pewawancara
duduk dengan karyawan untuk mendapatkan gambaran profil orang yang pas
mengisi jabatan tersebut. Organisasi kemudian menyusun model konsep
(sekelompok kompetensi) dengan menggabungkan hasil wawancara dengan
informasi biografi serta data kinerja dan tes.

Untuk menghaluskan model itu lebih jauh, biasanya dibuat kuestioner berdasarkan
model konsep itu. Kuestioner itu dikirim kepada orang-orang yang tadinya pernah
diwawancarai. Skor dari kuestioner itu bisa digunakan untuk menyusun indeks,
sehingga perilaku dengan skor rendah bisa dihapuskan dari model itu. Tujuannya
untuk mendapatkan kompetensi yang signifikan.

Sekali model itu tersusun, perusahaan bisa menggunakannya sebagai dasar


rekrutmen, seleksi, pengujian, training, dan pengembangan SDM. Strategi semacam
ini terus disempurnakan oleh MNC dan memantapkan model kompetensi itu di
seluruh pekerjaan, peran, dan fungsi-fungsi yang membentuk kultur perusahaan.
Model tersebut telah berkembang jauh, tidak lagi sebatas mengetahui pengalaman,
keahlian, dan tingkat pendidikan yang disyaratkan, melainkan ke hal-hal yang lebih
"lembut" seperti sikap, karakter, personalitas, dan gaya intelektual. Di situ
perusahaan-perusahaan terkemuka ingin mendapatkan orang-orang terbaik, seperti
Disney yang merekrut kandidat dengan up personality atau Federal Express yang
mencari orang yang selalu terdorong berpikir tidak biasa (think outside the box).

Rekrutmen - Kunci Keberhasilan Organisasi

No. 04 - Tahun 2004

Salah merekrut orang menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi sebuah
organisasi. Biaya yang lebih besar diperlukan untuk mengeluarkan orang itu.
Perusahaan yang hebat memberi perhatian yang besar terhadap rekrutmen.
Bagaimana strateginya?

Ketika menerima seorang karyawan untuk bagian penagihan, perusahaan A yang


bergerak dalam jasa keuangan tidak pernah membayangkan betapa besarnya biaya
yang harus dikeluarkan karena salah rekrut. Ternyata, karyawan berinisial AB itu
memiliki karakter kepribadian yang tidak kondusif bagi pencapaian kinerja
perusahaan. Ia sangat egois, emosional, dan yang lebih parah sering
menyalahgunakan wewenangnya untuk kepentingan diri sendiri. Itu diketahui setelah
2 tahun ia bergabung dengan perusahaan. Saat bukti-bukti memadai, dan melalui
serangkaian proses sesuai aturan perusahaan, ia akhirnya dikeluarkan.

Manajer Sumberdaya Manusia (SDM) perusahaan mencoba berhitung tentang


kerugian akibat salah rekrut si AB. Ternyata, kerugian yang ditimbulkannya cukup
besar. Selain tagihan yang disalahgunakan, perusahaan juga telah memberikan
program pelatihan dan sejumlah fasilitas lain. Kehadirannya menghambat upaya
membangun nilai dan budaya perusahaan karena perilakunya berpengaruh pula
terhadap yang lain. Di luar itu, perusahaan kehilangan peluang mendapatkan
keuntungan (opportunity cost) akibat tagihan yang dikorupsi itu.

"Kami pening mengurusi orang seperti itu," ujar si manajer itu seperti menyesali
kesalahan rekrutmen tadi. Tetapi, kasus perusahaan A itu, masih lebih mudah diatasi
dibandingkan dengan kasus perusahaan B, yang juga menyadari telah salah rekrut.
Karakter kepribadian si OR yang direkrut tidak masalah. Ia tidak tergolong rajin, juga
tidak pemalas. Skill dasarnya juga oke. Setelah 5 tahun, OR yang diproyeksikan kelak
menjadi manajer, ternyata tidak berkembang. Kemampuannya mentok. Perusahaan
serba salah. Membiarkan OR terus bekerja menimbulkan biaya selain biaya besar
yang selama ini telah diberikandan risiko. Bagaimanapun, perusahaan tidak ingin
mempertahankan deadwood.

Tetapi, memberhentikan orang itu juga tidak mudah. Ada aturan hukum yang harus
dipenuhi, dan dalam hal ini sulit diperoleh pembenarannya. Meski mencoba
melakukan "provokasi" untuk mengganggu ketenangan bekerja si OR, baik secara
halus maupun agak kasar, dia bergeming. Akhirnya, perusahaan hanya bisa berharap
dan berdoa semoga si OR memutuskan untuk berhenti saja.

Permasalahan seperti yang dihadapi kedua perusahaan di atas - dan berbagai bentuk
lainnya - jamak terjadi. Intinya, salah rekrut itu menimbulkan biaya besar, baik
secara kuantitatif maupun kualitatif, di samping menyebabkan manajemen
perusahaan sakit kepala. Salah-salah, si manajer SDM maupun atasan yang
bersangkutan menjadi tidak nyaman sendiri sehingga stress. Pada gilirannya, kinerja
perusahaan secara keseluruhan akan ikut terganggu.

Dalam bukunya Topgrading, Bradfort Smart mencoba menghitung biaya akibat salah
rekrut. Ia menyimpulkan adanya dua kategori biaya yang muncul, yakni biaya yang
nyata dan biaya kurang nyata. Termasuk biaya nyata, antara lain, fee merekrut
eksekutif, bonus yang dijanjikan, kompensasi bagi seseorang yang tidak
menunjukkan kontribusi berarti, dan paket pesangon. Sedangkan yang tergolong
biaya kurang nyata adalah biaya gangguan terhadap perusahaan dan kehilangan
waktu. Hasilnya, sebuah kesalahan dalam level gaji US0.000-250.000 per tahun
menimbulkan biaya rata-rata US,7 juta atau puluhan kali lipat dibandingkan gajinya.

Sebaliknya, biaya kehilangan seseorang yang memberikan kontribusi besar bagi


perusahaan jauh lebih besar lagi. Memiliki beberapa talenta di posisi yang tepat akan
menghilangkan kerugian US,7 juta itu. Selanjutnya, perusahaan yang mayoritas
posisinya diisi oleh orang-orang yang tepat melahirkan siklus bisnis tak terputus
untuk menjamin profitabilitas, kesuksesan, dan munculnya kandidat berkualitas
dalam kehidupan perusahaan. Talenta yang tepat bisa mengubah kinerja finansial
perusahaan menjadi luar biasa sehingga menarik orang-orang berkinerja hebat untuk
ikut bergabung.

Berikutnya, dengan semakin banyaknya talenta bintang mengisi posisi perusahaan,


maka perusahaan akan naik kelas ke level yang lebih tinggi. Profitabilitas dan
pertumbuhan yang dihasilkannya memungkinkan lahirnya program kompensasi dan
peluang karir yang lebih hebat. Pada akhirnya, program untuk mendapatkan dan
meretensi talenta hebat akan berjalan secara alamiah.

"Merekrut orang yang tepat merupakan kunci sukses awal bagi setiap organisasi
yang sukses," tegas Mick Bennett dan Andrew Bell dalam bukunya Leadership &
Talent in Asia. Ada dua pertanyaan yang muncul berkaitan dengan pentingnya
rekrutmen itu: siapa orang yang tepat itu, dan bagaimana cara mendapatkannya?
Dalam bukunya Good to Great, Jim Collins melihat hal itu bukanlah sebuah proses
semata, melainkan titik awal yang kritis. Tanpa strategi dan proses yang hebat,
rekrutmen akan menjadi tidak efektif dalam membantu mewujudkan sebuah
perusahaan yang hebat (Great Company).
Tantangan untuk mendapatkan talenta yang cocok kini semakin besar mengingat dua
hal. Pertama, bisnis berkembang dengan cepat. Kompetisi sangat keras, adu cerdas,
dan datang dari berbagai arah. Perusahaan-perusahaan yang sukses, menurut pakar
manajemen SDM Bruce N. Pfau dan Ira T. Kay, pada akhirnya adalah mereka-mereka
yang berhasil menempatkan talenta yang tepat dalam organisasi perusahaan.
Perusahaan yang tidak memiliki kreatifitas, kinerja, dan pemecahan masalah untuk
setiap level organisasi tidak akan pernah menguasai permainan.

Alasan kedua, pasokan talenta yang cocok itu tidak banyak di pasar. Sebagai
hasilnya, rekrutmen seringkali tidak bisa menunjukkan hasil yang signifikan dalam
kinerja final organisasi namun berdampak besar terhadap internal organisasi.
Perusahaan yang mendapatkan orang yang tepat tidak bisa memastikan berapa
tinggi laba usaha yang akan diraih. Akan tetapi, bila mereka salah dalam memaknai
modal SDM (human capital), konsekuensinya perusahaan bisa tinggal nama.

Berpikir tentang upaya mendapatkan talenta, para pakar sering mengingatkan agar
manajemen memandang proses rekrutmen ibarat sebuah jalan raya dua arah. Di
satu sisi jalan, ada begitu banyak perusahaan yang mencari "orang yang tepat"
untuk bergabung dengan organisasi mereka. Perusahaan-perusahaan itu ingin
memastikan bahwa mereka merekrut orang yang memiliki kompetensi, pengalaman,
dan nilai-nilai yang memungkinkan ia menjalankan pekerjaan.

Di sisi jalan yang lain, terdapat banyak pencari kerja yang mencari perusahaan yang
bisa memenuhi aspirasi karir dan berbagai harapan lainnya. Para pencari kerja itu
tidak selalu dalam posisi inferior dibandingkan perusahaan. Mereka bisa membuat
keputusan sendiri. Bila perusahaan membuat janji-janji muluk atau menciptakan
ekspektasi yang tidak realistis, mereka akan mencari perusahaan lain. Kalaupun hal
itu ia terima, karyawan tersebut akan menjadi pemimpi dan tidak bekerja sepenuh
hati. Kondisi ini diyakini Bennett dan Bell sebagai penyebab utama tidak optimalnya
organisasi saat ini.

Tak selamanya, penyebab persoalan karyawan berkinerja pas-pasan bersumber dari


karyawan itu sendiri. Gap antara retorika rekrutmen dan pengalaman sehari-hari para
karyawan di banyak organisasi sangat lebar sehingga menciptakan ketidakpuasan
dan frustrasi yang besar. Sebagai pemberi pekerjaan, lebih baik bersikap jujur
tentang pengalaman bekerja ketimbang menciptakan ekspektasi yang sumbang.
Para karyawan akan mencatat segala janji-janji kosong itu dengan cepat.

Salah satu solusinya, bila Anda pemimpin dalam sebuah organisasi, luangkanlah
waktu terhadap proses rekrutmen. Perhatikan janji-janji yang dibuat organisasi.
Setelah si karyawan diterima bekerja, sisihkan pula waktu untuk bersama-sama
karyawan itu dan menanyakan pandangan mereka tentang seberapa bagus
perusahaan menunaikan janji-janjinya. Tentu saran seperti ini tidak mungkin
dilakukan oleh pemimpin perusahaan yang karyawannya ribuan, puluhan ribu atau
bahkan ratusan ribu. Pada perusahaan semacam ini, proses tersebut telah
didelegasikan ke unit-unit kerja terkecil.

Satu hal yang harus disadari adalah, rekrutmen bukanlah akhir dari pekerjaan bidang
SDM, melainkan awal dari proses pekerjaan SDM yang lebih besar. Oleh sebab itu, tak
ada pilihan lain bagi perusahaan kecuali berinvestasi dalam bentuk waktu, biaya, dan
perhatian untuk rekrutmen.

Riset Human Capital Index oleh konsultan Watson Wyatt menunjukkan perusahaan
yang hebat dalam rekrutmen memiliki tingkat ke luar-masuk karyawan yang rendah,
memungkinkan karyawan yang ada memberikan masukan dalam proses rekrutmen,
dan dikenal sebagai tempat bekerja yang bagus. Selain itu, perusahaan tersebut juga
menempatkan upaya rekrutmen untuk mendukung rencana bisnis dan strategi
perusahaan. Sering terjadi, rencana pengembangan perusahaan tidak diartikulasikan
secara tepat atau kurang diinformasikan kepada bagian rekrutmen. Bila hal ini
dilakukan secara benar dan sistematis, maka perusahaan juga akan memperoleh
talenta terbaik untuk mendukung atau menjalankan strategi itu. Alhasil, rekrutmen
benar-benar memiliki posisi strategis dalam siklus perjalanan setiap organisasi untuk
meraih keberhasilan.

Pro-Kontra Metode Evaluasi Terbaik 2

No. 04 - Tahun 2004

Berdasarkan riset dan pengalaman, akhirnya perusahaan dan konsultan rekrutmen


menerapkan metode evaluasi kandidat terbaik menurut keyakinan mereka. Upaya
pencarian metode terbaik (baca: penyempurnaan) tidak akan pernah berhenti.
Setidaknya ada 3 kubu atau school of thought yang ada saat ini tentang metode
evaluasi itu.

KUBU PSIKOTES
Merpati Nusantara Airlines

Pada dasarnya rekrutmen di Merpati tergantung jenis pekerjaan yang akan dicari dan
dilakukan secara terencana. Hal ini dapat dilakukan karena mengacu kepada jumlah
pesawat atau armada (fleet) sebagai alat produksi yang akan digunakan.

SEBAGAI salah satu perusahaan penerbangan terbesar di Indonesia, rasanya sangat


wajar jika kita mencoba bercermin pada sistem perekrutan di Merpati Nusantara
Airlines. Karena bidang usahanya yang khusus yaitu transportasi udara, Merpati
memiliki karyawan yang juga harus mempunyai keahlian di bidang airlines. Seperti
yang dikatakan Tina, General Manager Human Resources Management Merpati,
terdapat dua jenis pekerjaan. Pertama yang terikat dengan regulasi penerbangan
yaitu pilot, flight attendant/pramugari, engineer dan flight operation officer (FOO).
Untuk karyawan di jenis pekerjaan ini, Merpati melakukan sistem perekrutan yang
harus sesuai dengan regulasi karena berhubungan langsung dengan faktor
keselamatan penerbangan. Misalnya masalah kesehatan dan persyaratan
fisik/mental. Kedua adalah jenis pekerjaan seperti umumnya di bisnis/jenis usaha lain
misalnya marketing, service, finance, HR, legal. Meski tidak berhubungan dengan
regulasi aviation safety, namun pegawainya harus memahami airline business.

Pada dasarnya rekrutmen di Merpati tergantung jenis pekerjaan yang akan dicari dan
dilakukan secara terencana. Hal ini dapat dilakukan karena mengacu kepada jumlah
pesawat atau armada (fleet) sebagai alat produksi yang akan digunakan. "Misalnya
untuk beberapa tahun ke depan perusahaan merencanakan menambah atau
mengganti jenis pesawat atau tidak. Hal ini harus direncanakan karena dalam
menyiapkan aircrew (pilot & pramugari) yang siap terbang membutuhkan waktu yang
cukup lama, melalui tahapan ground training, simulator training untuk pilot dan flight
training," tutur wanita bernama lengkap Tina Treestiana Kemala Intan. Sementara
untuk engineer dan FOO, menurut Tina harus menjalani On the job training, begitu
juga untuk karyawan di sales dan service tambahnya lagi dan untuk perekrutan
ground staff lainnya terbatas merekrut manajemen trainee dan service officer saja.
Itu pun dilakukan tidak setiap tahun.. tahapan training masih merupakan bagian dari
seleksi, meski lulus menjadi siswa belum tentu lulus untuk menjadi pegawai.
Sejak tahun 1997, diakui Tina, antara jumlah pesawat dengan jumlah pegawai,
komposisinya menjadi kurang seimbang, lebih banyak pegawainya karena jumlah
armada berkurang. Karena itu Merpati menggunakan strategi minus growth (yang
keluar lebih banyak/besar jumlahnya dari yang masuk Merpati) caranya dengan tidak
menambah dari luar tetapi mengisi kebutuhan pegawai melalui rekrutmen internal.
"Jadi kita buka iklan lewat e-mail, form edaran, ada formasi kosong misalnya untuk
sales officer, sekretaris, atau job lainnya, yang berminat mendaftar dan mengikuti
seleksi. Dan itu hanya untuk pegawai internal," jelasnya. Hal ini, menurut Tina
dilakukan sebagai strategi jangka panjang menyiapkan pegawai yang multi-function.
"Beberapa tahun ini kalau dari eksternal, hanya untuk job-job tertentu dan juga
terencana -�yaitu pramugari karena setiap tahun turn over (yang keluar) cukup
banyak sekitar 50 orang, management trainee dan service officer," jelasnya lagi.

Perekrutan dilakukan dengan sangat ketat, terbukti diawali dengan pemasangan


iklan yang berstandarisasi cukup tinggi. Menurut Tina tahapan seleksi harus lebih
hemat, maka akan dilakukan cara yang flexible, misalnya antara medical test dengan
psikotes. "Mana yang total biayanya lebih efisien itu yang didahulukan. Untuk
medical test aircrew harus disetujui oleh Departemen Perhubungan dan karena
mayoritas penerimaan pegawai melalui pelatihan lebih dulu, maka Merpati
memberlakukan ikatan dinas," jelasnya. "Untuk posisi aircrew dan engineer baru bisa
bekerja setelah mendapat sertifikat atau license dari pemerintah yaitu Direktorat
Sertifikasi Kelaikan Udara (DSKU), di bawah Departemen Perhubungan," terangnya.

Psikotes di Merpati merupakan hal yang harus dilakukan untuk pegawai baru.
Psikotes berfungsi untuk mengukur potensi dan mendapatkan prognosa tentang
calon karyawan tersebut. Menurut Tina, ada beberapa hal yang terkandung dalam
psikotes, pertama psikotes sebagai alat untuk mengukur kemampuan dan cara
berpikir. "Kedua kepribadian ini tidak terletak pada faktor benar salah atau bagus
jelek, tetapi lebih kepada cocok atau tidak dengan pekerjaan yang akan diberikan
(job matching)," ujarnya. Ketiga adalah kemampuan bekerja untuk melihat gaya
kerja, sikap kerja, daya tahan kerja. Namun alat tes itu sendiri bermacam-macam dan
kalau salah memilih alat tes/assessment tentunya hasilnya akan fatal karena tidak
mendapatkan informasi yang semestinya. "Dengan menggunakan tes psikologi
diharapkan perusahaan dapat memperoleh informasi dari sejumlah calon dalam
waktu yang singkat dari banyak calon karyawan mengenai potensi atau kompetensi
di bidang intelektual, skill tertentu seperti sales, technical skill, perilaku, gaya kerja,
team work, kepemimpinan dsb,"jelasnya.

Dalam proses seleksi, yang paling sederhana itu wawancara, namun teknik ini
sebaiknya dilakukan oleh pewawancara yang sudah mengerti teknik wawancara. Saat
ini di Merpati calon pewawancara diberi pengetahuan lebih dahulu mengenai teknik
wawancara dan memahami kode etik melakukan wawancara sehingga jangan sampai
wawancara hanya mengandalkan intuisi dan pengalaman pewawancara saja. Merpati
juga menggunakan konsultan namun hanya untuk evaluasi psikologi untuk level
General Manager atau untuk seleksi yang sifatnya massal, misalnya pilot dan flight
attendant. Selebihnya dilaksanakan sendiri dengan menggunakan alat yang sesuai
dengan perkembangan yang ada (up date tools).

Menyinggung masalah peranan recruiter, menurut Tina sangat pernting. "Karena


dalam bisnis perlu dikelola oleh para profesional, untuk itu perlu jasa recruiter yang
telah memiliki pengalaman dan memiliki jaringan untuk mendapatkan calon
profesional yang tepat, artinya kalau pemilihannya tepat maka kinerja perusahaan
akan jauh lebih baik dari sebelumnya. Meski biayanya tinggi, namun keuntungannya
kan jauh lebih besar, yaitu mendapatkan orang yang tepat," jelas Tina
Pro-Kontra Metode Evaluasi Terbaik 3

No. 04 - Tahun 2004

Berdasarkan riset dan pengalaman, akhirnya perusahaan dan konsultan rekrutmen


menerapkan metode evaluasi kandidat terbaik menurut keyakinan mereka. Upaya
pencarian metode terbaik (baca: penyempurnaan) tidak akan pernah berhenti.
Setidaknya ada 3 kubu atau school of thought yang ada saat ini tentang metode
evaluasi itu.

KUBU PSIKOTES
PT. Cakra Bhasa

PT. Cakra Bhasa bergerak dalam bidang pekerjaan bawah air. Hal ini sesuai dengan
keahlian yang dimiliki oleh si pendiri. "Cakra Bhasa itu didirikan memang
berdasarkan pada keahlian yang saya miliki yaitu pekerjaan bawah air. Pengalaman
saya di militer dan waktu bekerja dengan pihak asing," jelasnya. "Saya punya asumsi
kalau kita membuka usaha yang pemilikinya menguasai bidang itu akan lebih lancar
jalannya," tambahnya.

Bidang pekerjaan bawah air itu banyak macamnya, misalnya untuk penyelamatan
(salvage) misalnya menolong kapal yang tenggelam, dibajak atau terbakar. Klien
cakra bhasa sendiri sudah menyebar di dunia seperti Eropa, Asia, Afrika dan kadang
ada juga dari Amerika. "Tapi kebanyakan dari Yunani dan Inggris," jelasnya lagi.
Selain itu perusahaan ini juga telah memiliki izin untuk melakukan peledakan batu
karang, misalnya untuk membuka jalur baru. Melihat bidang yang dikuasai, karyawan
Cakra Bhasa terbagi dua, yang berada di kantor dan yang bekerja di lapangan. Di
lapangan juga terbagi dua, yang di darat seperti mekanik dan yang di bawah air
seperti penyelam.

Untuk perekrutan karyawan di kantor itu, menurut Sukarya, Presiden direktur Cakra
Bhasa, sama seperti standar pada umumnya. "Kita menggunakan tes psikotes dan
interview. Sedangkan untuk karyawan yang ada di lapangan, karena kita sudah
memiliki Iso 9001-2000. jadi kita sudah memiliki standar yang di tentukan Iso untuk
perekrutan karyawan," ujarnya. "Seperti contohnya penyelam, pendidikan minimal
harus lulusan SMA, tetapi harus memiliki sertifikat dari perhubungan laut. Di situ
sudah termasuk semua klasifikasi yang ada. Karena untuk penyelam, keahlian yang
diperlukan bukan hanya diving saja, itu hanya dasarnya saja, tapi misalnya harus
bisa mengelas, memotret bawah air atau melakukan peledakan juga. Hal ini harus
terpisah, setiap diver harus memiliki salah satu keahlian tersebut," terangnya.

Tes psikotes yang dilakukan di Cakra Bhasa lebih bertujuan untuk melihat tingkat
intelegensi mereka. "Kami berpegang pada kecerdasan mereka. Pada interview, kita
akan dapat melihat perilaku, latar belakang mereka mulai dari keluarga hingga
apakah mereka pernah memiliki kasus dalam hidupnya," terangnya. Hal ini
dikarenakan bidang Cakra sendiri lebih pada pekerjaan lapangan yang juga lebih
mengutamakan kemampuan untuk cepat mengambil tindakan namun harus tepat.

Untuk proyek yang kecil dan jangka lama, diakui Sukarya, Cakra bisa mendidik
pekerja baru, sedangkan untuk proyek besar dan penting Cakra lebih mengutamakan
pekerja yang sudah siap pakai. Hal yang juga tidak kalah penting di Cakra adalah
kesehatan. "Kesehatan di sini harus dalam kondisi yang benar-benar prima. Mereka
akan di tes dalam suatu ruangan yang memiliki tekanan seperti ketika di dalam air.
Melalui tes ini, kita dapat melihat apakah mata dan pendengaran mereka cukup baik
atau tidak," jelasnya. "Semua itu akan terlihat karena kondisi dalam ruangan tersebut
sama dengan kondisi mereka sedang menyelam dalam kedalaman tertentu. Kadang
telinga sudah di periksa dan hasilnya bagus, tapi ketika di tes di ruangan tersebut,
hasilnya kurang baik, maka dia akan gagal," terangnya lagi. Tapi untuk karyawan
kantor atau manajemennya tetap harus menjalani tes psikotes untuk mengukur
tingkat intelegensi mereka. Bahkan jika datanya kurang jelas pun Cakra seringkali
melakukan penelusuran terhadap cv mereka. Dan bagi semua karyawan, Cakra
mengharuskan mereka bisa berbahasa Inggris.

Adanya Iso itu sendiri sangat membantu Cakra dalam pembentukan sistem. "Jadi
semua aspek telah tersusun sehingga kita jarang mengalami adanya missed dalam
perekrutan karyawan," jelas Sukarya. Dalam proses perekrutan karyawan, Cakra
tidak menggunakan konsultan. "Kita tidak menggunakan konsultan karena pekerjaan
di Cakra tidak sama seperti pada perusahaan lainnya. Sehingga saya kira perekrutan
bisa dilakukan oleh pihak Cakra sendiri yang memang lebih mengetahui bentuk
pekerjaan yang ada," tegasnya.

Pro-Kontra Metode Evaluasi Terbaik 4

No. 04 - Tahun 2004

Berdasarkan riset dan pengalaman, akhirnya perusahaan dan konsultan rekrutmen


menerapkan metode evaluasi kandidat terbaik menurut keyakinan mereka. Upaya
pencarian metode terbaik (baca: penyempurnaan) tidak akan pernah berhenti.
Setidaknya ada 3 kubu atau school of thought yang ada saat ini tentang metode
evaluasi itu.

PRO-KONTRA METODE EVALUASI TERBAIK


KUBU PERILAKU

Daya Dimensi Indonesia

MENCARI seseorang yang potensial lewat rekrutmen, menurut Vina G. Pendit,


Direktur Daya Dimensi Indonesia (DDI), harus diukur secara kapabilitas dan motivasi
si kandidat. "Pengertiannya, ia memiliki kapabilitas untuk menjalankan apa yang
organisasi inginkan dan juga punya motivasi atau keinginan untuk menjalankannya.
Kadang orang punya kemampuan tapi tidak punya motivasi atau tidak ingin
melakukannya. Ini yang harus kami ketahui," papar Vina menjelaskan.

Diakui Vina, dalam setiap pekerjaan orang harus memiliki 4 hal yaitu pengetahuan
atau keterampilan khusus atau kompetensi teknis (hard skill), termasuk di dalamnya
juga pengetahuan mengenai industri atau organisasi; pengalaman di suatu bidang
atau sering dikenal sebagai jam terbang; kompetensi perilaku atau sering juga
disebut soft skill/managerial skill dan terakhir kepribadian. Ke empat hal itu
merupakan kriteria sukses dalam bekerja yang juga diterapkan DDI di negara lain,
termasuk di pusatnya Amerika Serikat.

Penguasaan terhadap keempat hal itu menentukan pula keberhasilan sebuah


organisasi, terutama jika posisi tersebut berada di level atas. Akan fatal jika
seseorang masuk ke dalam sebuah organisasi ternyata tidak sesuai dengan
kebutuhan organisasi tempat ia bekerja. Misalnya, orang itu tidak punya kapabilitas
atau motivasi yang diinginkan organisasi. "Ini fatal karena mempengaruhi situasi di
organisasi itu. Bahkan kalau lebih parah bisa mempengaruhi kulturnya," tegasnya.
Ia menambahkan, ada pepatah yang mengatakan, There's no such thing fixing a
hiring mistake, artinya tidak ada yang bisa dilakukan untuk memperbaiki kesalahan
dalam perekrutan. Bila ini terjadi, organisasi akan mengalami kesulitan karena tidak
mudah mengeluarkan orang yang sudah masuk ke organisasi, apalagi untuk posisi-
posisi tertentu. "Kalaupun ada yang ngotot ingin merekrut orang yang sebenarnya
tidak sesuai dengan perusahaan, dia harus siap dengan risikonya."

Untuk menilai keempat hal tersebut, DDI menggunakan berbagai teknik. Untuk
mengukur kompetensi teknis bisa dilakukan melalui sejumlah alat tes yang memang
khusus dirancang untuk itu. Demikian pula halnya dengan kepribadian, ada banyak
personality inventory yang beredar dipasaran untuk mengukur hal ini. Sementara
untuk pengalaman dan perilaku DDI mengandalkan data resume seseorang yang
menggambarkan perjalanan karirnya yang kemudian dilengkapi dengan wawanvara
perilaku (behaviour interview) dan simulasi lewat cara STAR (Situation, Task, Action,
dan Result) dalam merekrut seseorang.

STAR itu melakukan evaluasi dengan cara melihat situasi kejadian tersebut
(situation), tugas yang diemban (task), tingkah laku yang dilakukan (action), dan
hasil yang dicapai (result). "Kami merancang wawancara dan simulasi untuk melihat
perilaku, karena perilaku adalah sebuah gambaran yang kuat untuk keberhasilan
seseorang dalam pekerjaan," jelasnya.

Dalam kacamata DDI, seseorang yang selalu cenderung berhasil dalam pekerjaannya
karena memiliki perilaku yang tepat, maka di kesempatan lain akan besar
kemungkinan untuk berhasil. "Kalau hanya sekedar prestasi tanpa kami ketahui
perilakunya, maka sulit untuk meyakini ia akan berhasil," lanjutnya. Berbeda jika
seseorang itu memiliki perilaku yang tepat kendati prestasinya tidak bisa diketahui,
maka orang tersebut bisa diramalkan keberhasilannya.

Cara menilainya adalah dengan membuat kalimat dalam wawancara. Kandidat tidak
akan diwawancarai hal yang bersifat teknis. Misalnya, menurut Anda, cara
menangani anak buah yang baik bagaimana? Pasti yang ke luar adalah teori yang
ada di buku. Sebaliknya, lanjutnya, pewawacara akan bertanya, bisa diceritakan
pengalaman menangani bawahan bermasalah? Dari situ bisa diketahui ia melakukan
proses pembimbingan dengan benar atau tidak, perilakunya tepat atau tidak. Ini
yang namanya evaluasi perilaku. Biasanya wawancara dilakukan oleh satu orang,
namun masing-masing mengajukan pertanyaan berbeda untuk hal yang sama. Selain
wawancara, evaluasi perilaku bisa dilakukan melalui simulasi.

Berbicara psikotes atau evaluasi psikologi, menurut Vina, lebih untuk mengetahui
potensi seseorang, antara lain, IQ, personalitas, sifat bawaan, dan agresifitas. Hanya
saja, sulit mengetahui apakah seluruh potensi itu bisa ke luar saat bekerja atau tidak.
Lewat evaluasi perilaku atau tes EQ (Emotional Quotient), semua itu bisa diketahui.
Menurutnya, evaluasi psikologi akan melengkapi pengamatan terhadap perilaku tadi.
Tes itu akan menjelaskan kenapa seseorang berperilaku seperti itu. "Kedua tes itu
saling melengkapi dalam proses rekrutmen," tegasnya.

Dalam penilaiannya, DDI membuat sistem skor dengan mencoba


mengkuantifikasikan penilaian. Caranya dengan membuat skala penilaian 1-5 atau
lainnya untuk setiap kriteria yang dipersyaratkan. Tujuannya untuk mengetahui
seberapa dekat kandidat dengan syarat yang ditetapkan organisasi. Makanya, proses
penentuan syarat orang yang dibutuhkan sangat penting.
Yang tak kalah penting dalam menentukan akurasi nilai adalah si pewawancara atau
assessor itu sendiri. Sebab meski bisa dilakukan oleh orang yang bukan lulusan
psikologi, tidak sembarang orang bisa melakukan itu. Orang itu harus memperoleh
proses sertifikasi. Di samping itu, ada guideline dan standar khusus, yang didapat
dari profil pekerjaan kandidat. Mereka ditraining dan diberi kesempatan 2 atau 3 kali
wawancara atau melakukan simulasi sebelum terjun ke lapangan. Saat bekerjapun, ia
akan didampingi tenaga senior sampai 2 atau 3 kali, baru dilepas sendiri. "Seorang
pewawancara harus tajam pengamatannya, komprehensif, dan punya minat di dunia
SDM," tukas Vina.

Tren yang berkembang dalam rekrutmen di Indonesia, diakuinya, mulai terjadi


pergeseran ke arah evaluasi perilaku atau aspek kompetensi. Dulu orang melihat
hanya perilaku teknis, hal-hal yang sifatnya potensi orang, seperti IQ, prestasi
sekolah, dan seterusnya. Sekarang, perilaku plus motivasi menjadi lebih penting.
Apalagi untuk posisi yang makin ke atas dalam hirarki organisasi karena ia memimpin
banyak orang. Dampaknya 2-3 kali lebih besar daripada rekrutmen level biasa. "Bisa
saja perusahaan melakukan rekrutmen lewat tes perilaku tanpa psikotes. Tapi,
kebalikannya, psikotes tidak bisa tanpa tes perilaku," aku Vina tentang pergeseran
tren tersebut.

Pro-Kontra Metode Evaluasi Terbaik 5

No. 04 - Tahun 2004

Berdasarkan riset dan pengalaman, akhirnya perusahaan dan konsultan rekrutmen


menerapkan metode evaluasi kandidat terbaik menurut keyakinan mereka. Upaya
pencarian metode terbaik (baca: penyempurnaan) tidak akan pernah berhenti.
Setidaknya ada 3 kubu atau school of thought yang ada saat ini tentang metode
evaluasi itu.

KUBU PERILAKU
Allianz Life Indonesia

TERDAPAT dua kategori sumber daya manusia dalam perusahaan asuransi, agen dan
karyawan tetap. Hal ini juga terjadi di Allianz yang memang produknya berbasis pada
asuransi jiwa. Oleh karena itu terjadi dua proses perekrutan yang berbeda.

Agen lebih berfokus pada bagian penjualan, memiliki sistem perekrutan yang bersifat
jaringan (network), jadi tidak direkrut oleh perusahaan karena bukan karyawan.
"Perekrutran agen ini kita memakai pola pelatihan PCC (Pre Contract Course), orang
yang mau menjadi agen asuransi mereka harus ikut pelatihan selama dua hari. Di
situ mereka akan dilatih tentang asuransi, dari produk sampai cara memasarkannya,"
kata Arvan. Sekarang ini menurut arvan, General Manager Human Resources, Allianz
kini memiliki kurang lebih 5000 agen.

Memasuki proses perekrutan semua dimulai dari needs dari setiap divisi. Yang perlu
dilakukan oleh departement human resources adalah harus mempunyai suatu sistem
untuk bisa menganalisa kebutuhan perusahaan. Jadi jangan kemudian kalau orang
minta selalu diberikan. Apakah benar orang membutuhkan karyawan, atau orang-
orang itu yang belum maksimal kerjanya. "Kadang departement-departement bilang
membutuhkan orang karena pekerjaan bertambah, maka secara logis orangnya
harus bertambah," katanya. Jadi peran human resources disini harus benar-benar jeli
untuk melihat jika ternyata bukan itu yang dibutuhkan. Mungkin yang sebenarnya
adalah bukan menambah orang tapi lebih pada menambah skill karyawan tersebut.
"Orang tiga jika ditambah skillnya bisa berarti enam orang. Jadi kita panggil
orangorang yang butuh itu, kita diskusi sampai kita yakin bahwa mereka benar-benar
butuh orang," paparnya.

Proses yang juga sering dilakukan adalah rekrutmen internal. "Kita ingin
memaksimalkan. Kita sekarang sedang menggiatkan yang disebut sebagai multi
tasking," ujarnya. "Jadi orang mulai berfikir apa lagi yang bisa saya lakukan untuk
bisa membantu perusahaan", tambahnya.

Tujuan dari perekrutan internal ini, menurut Arvan, adalah pertama agar karyawan
lebih termotivasi. "Kalau kamu mau, kalau kamu punya potensi, tidak akan ada yang
menghalangi kamu," tambahnya lagi. Yang kedua, supaya Allianz sendiri tidak
kebanyakan orang. "Karena yang namanya orang itu kalau sudah direkrut oleh
perusahaan itu konsekuensinya besar," ujarnya meyakinkan. Oleh karena itu,
menurut Arvan, peran human resources disini sangat crucial sekali untuk menjaga
jangan sampai company ini pertama kelebihan orang, kedua kemasukkan orang-
orang yang bukannya membantu perusahaan malah merugikan perusahaan karena
tidak kompeten atau kurang kompeten. "Jadi peran human resources disini sebagai
"gembok" nya. Makanya kita harus punya system seleksi," jelasnya.

Pada proses seleksi, Allianz tidak menggunakan tes psikotes. Hal ini dilatarbelakangi
bahwa psikotes itu hanya bisa melihat potensi seseorang, tapi dia tidak bisa
meramalkan kinerja orang tersebut di masa datang. Jadi konsep yang digunakan
sebenarnya adalah past behavior predicts future behavior, pengalaman masa lalu itu
digunakan sebagai data informasi untuk meramalkan performance di masa datang.
"Psikotes itu hanya menggambarkan potensi orang, bukan actual behavior. Kita juga
pernah pakai psikotes untuk yang benar-benar fresh graduate. Tapi basicnya kita
pakai behavioural interview," ujarnya. "Pengalaman organisasi di kampus bisa kita
gunakan sebagai dasar bagi kita untuk meramalkan kinerja dia. Itu kalau dia punya
pengalaman organisasi, karena tidak semua mahasiswa punya pengalaman
organisasi.

Ada lelucon di kampus, yang di kampus dapat A akan jadi dosen, yang nilainya B
akan jadi karyawan, yang nilainya C akan jadi manager, karena dia tahu cara bekerja
sama dengan orang lain," jelasnya. "Sebelumnya kami pelajari cv-nya dulu. Jika ada
yang memenuhi syarat, kami akan lakukan wawancara lewat telepon. Jadi kami selalu
melakukan yang namanya penyaringan melalui telepon, yang juga ada pertanyaan-
pertanyaan kunci, kalau tidak terjawab, ngapain kami panggil. Jadi orang-orang yang
dipanggil itu yang relatively sudah lolos saringan," terangnya.

Sedangkan dalam proses perekrutan agen, ada tahapannya. Mulai sebagai agen
(financial consultant) lalu naik lagi menjadi unit manager. "Pada tahap ini dia sudah
boleh merekrut karyawan baru lagi," tambahnya lagi. Pada tahap ini dilakukan lagi
pelatihan yang melatih bagaimana cara merekrut orang, cara memanage konflik,
cara membangun tim yang solid dan memotivasi orang. "Kebanyakan karyawan baru
masih mempunyai jiwa takut dan motivasinya masih naik turun," jelasnya. Namun
demikian bagi agen, tidak tertutup kemungkinan untuk bisa menjadi karyawan tetap.

"Tapi tetap harus melalui proses perekrutan seperti karyawan biasa. Meski bukan
sebagai karyawan tetap, kedudukan agen sama pentingnya. Cuma soal pembagian
tugasnya saja. Kalau agen tugasnya di bagian penjualan," terangnya. Untuk posisi-
posisi yang tinggi seperti manager, general manager, Allianz terkadang juga
menggunakan head hunter. "Mereka untuk mencari orang yang tepat dengan bank
data yang mereka punya. Konsultan itu kita pakai kalau usaha-usaha sebelumnya itu,
seperti rekrutmen internal itu gagal," tuturnya.

Di dalam perusahaan yang terpenting itu sistemnya benar atau tidak. Tapi sistem
juga tergantung dari orangnya, dalam hal ini kalau bicara tentang orang itu ada dua,
keahlian dari orang itu dan kedua disiplin dalam menggunakan keahliannya itu.
"Divisi rekrutmen itu sangat signifikan karena bisnis itu ujung-ujungnya bukan hanya
strategi yang mungkin bisa dijiplak oleh competitor, kalau orang itu tidak bisa dijiplak
oleh pesaing," terangnya mengakhiri.

Pro-Kontra Metode Evaluasi Terbaik 6

No. 04 - Tahun 2004

Berdasarkan riset dan pengalaman, akhirnya perusahaan dan konsultan rekrutmen


menerapkan metode evaluasi kandidat terbaik menurut keyakinan mereka. Upaya
pencarian metode terbaik (baca: penyempurnaan) tidak akan pernah berhenti.
Setidaknya ada 3 kubu atau school of thought yang ada saat ini tentang metode
evaluasi itu.

KUBU PERILAKU
PT. JAC Indonesia

GLOBALISASI telah membawa perusahaan multinasional (MNC) Jepang beroperasi di


seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia. Dalam rekrutmen, pola pikir orang-orang
Jepang di kantor pusat secara utuh juga diterapkan di Indonesia. Bagi mereka,
evaluasi perilaku adalah alat utama menilai seorang calon karyawan. Itulah
pengalaman PT JAC Indonesia, yang banyak melayani perusahaan-perusahaan Jepang
di Indonesia.

Japan Agency and Consultancy (JAC) adalah sebuah perusahaan jasa berorientasi
pada penyediaan sumber daya manusia (SDM), berusaha menjembatani pemenuhan
akan tenaga ahli serta professional perusahaan dalam menjalankan roda bisnisnya.
Perusahaan yang didirikan tahun 1975 di London ini, menawarkan jasa rekrutmen
tenaga ahli di mana sebagian besar kliennya adalah perusahaan Jepang. Perusahaan
ini juga mulai membuka layanan business center.

Dalam menjalankan bisnis rekrutmen, JAC banyak menyesuaikan metodologi


rekrutmen berdasarkan kebutuhan perusahaan pemakai. Karena mayoritas klien JAC
Indonesia adalah perusahaan Jepang yang beroperasi di Indonesia, maka cara
berpikir (mindset) perusahaan Jepang menjadi acuan JAC Indonesia. Perusahaan
Jepang, menurut Managing Director PT JAC Indonesia Mariko Asmara, lebih banyak
menggunakan evaluasi perilaku (behavior) dalam menilai kandidat. Sebab,
perusahaan Jepang sangat percaya kompetensi dimulai dari perilaku. Cara berpikir
orang Jepang, cari dulu orang yang baik atau bagus, dan selanjutnya perusahaan
yang bertanggungjawab untuk mengasahnya sesuai bidang pekerjaannya. Itu
sebabnya, di perusahaan-perusahaan Jepang disediakan training yang kontinu.

"Jika Anda pergi ke beberapa visionary companies, mereka mempunyai program


training setiap hari," tutur Mariko, sambil menambahkan, "Cara berpikir perusahaan
Jepang seperti itu sepenuhnya juga dibawa ke Indonesia."
Konsekuensinya, psikotes atau evaluasi psikologi tidak dianjurkan oleh perusahaan
Jepang, meskipun untuk mengetahui potensi dan personalitas kandidat juga penting.
Kadang-kadang, tutur Daisy N. Aboebakar, Senior Recruitment Consultant PT JAC
Indonesia, perusahaannya juga menawarkan evaluasi psikologi terhadap kandidat.
"Kebanyakan klien kami menolak pendekatan psikologi itu. Alasannya, seringkali sulit
menghubungkan hasil evaluasi psikologi itu dengan kinerja yang bersangkutan dalam
bekerja," tukas Daisy.

Dalam praktiknya, JAC Indonesia membuat sejumlah tes untuk menyeleksi kandidat.
Biasanya dimulai dengan tes bahasa Inggris, karena sebagai MNC klien
mensyaratkan kandidat bisa berbahasa Inggris. Berikutnya tes yang berhubungan
dengan keahlian kandidat atau posisi yang akan diisi. Sebagai contoh, seorang
manajer SDM tentu harus mengerti berbagai hal terkait dengan posisinya. Untuk
posisi yang spesifik sekali, kadang-kadang klien juga titip sejumlah materi tes untuk
diteruskan kepada kandidat. Tahap selanjutnya baru evaluasi perilaku melalui
wawancara. Di situ pewawancara menggali sejumlah hal yang dipersyaratkan oleh
klien.

Setelah selesai wawancara, dilanjutkan dengan tes kesehatan yang bagi perusahaan
Jepang dinilai sangat penting pula. Meski jabatan yang diemban kandidat sebetulnya
tidak menuntut kualitas kesehatan yang prima, tetap saja tes kesehatan diperlukan.
Kebanyakan perusahaan Jepang memang menuntut daya tahan tubuh karyawan
yang prima, antara lain, karena dibutuhkan dalam pekerjaan. Konsep pemikiran
tersebut tidak salah juga mengingat SDM yang sehat fisik dan mental sangat crucial
bagi keberhasilan perusahaan. Makanya, Mariko mengingatkan karyawan yang ingin
sukses di perusahaan Jepang harus benar-benar menjaga kesehatan.

Keunikan bekerja di perusahaan Jepang tidak hanya itu. Hal lain, perusahaan Jepang
tidak mengutamakan IQ atau potensi intelegensia dalam memilih karyawan. Juga
tidak menyukai kandidat yang terlalu bersifat individual, kendatipun lulusan
universitas luar negeri dan tergolong bagus. "Orang-orang yang tidak bisa bekerja
dalam tim sulit diterima di perusahaan Jepang," ungkap Daisy.

Jadi, kandidat yang kinerja pribadinya tergolong biasa-biasa saja namun memiliki
kemauan tinggi untuk bekerja dan belajar serta bekerjasama dalam tim, sangat
disukai oleh perusahaan Jepang. Orang-orang Jepang beranggapan semuanya
berasal dari kemauan, sehingga kalau sudah memiliki kemauan nanti mereka belajar
sendiri saat bekerja.

Perbedaan lain dengan perusahaan Barat, perusahaan Jepang lebih mementingkan


proses bekerja ketimbang hasilnya. "Mereka berpikir, proses yang baik akan
menghasilkan hasil yang baik. Tentunya juga harus dalam bentuk kerjasama tim,"
tutur Mariko. Belakangan memang ada upaya kelompok Matsushita untuk merubah
mindset dari kerjasama tim itu menjadi lebih berorientasi kepada kinerja kerja. Tetapi
Mariko mempertanyakan, seberapa siap orang-orang Jepang untuk menerapkan
pendekatan seperti itu.

Masalahnya, di perusahaan Jepang jarang ada deskripsi pekerjaan (job description),


karena semua karyawan diarahkan untuk serba bisa. Lingkup pekerjaan bersifat
umum dan struktur organisasi paralel. Karyawan harus siap untuk ditempatkan di
mana saja. Setelah bekerja sekian lama, manajemen akan melihat kinerja karyawan
tersebut setelah dididik untuk menentukan kompetensi yang bersangkutan.
Kebanyakan layanan rekrutmen yang diberikan JAC Indonesia untuk posisi manajer
level ke bawah (white collar). Sebab, posisi-posisi kunci di perusahaan Jepang masih
diisi oleh orang-orang Jepang. JAC Indonesia melayani pula rekrutmen untuk orang-
orang Jepang yang mau bekerja di perusahaan Jepang di Indonesia. Tentang tingkat
akurasi metode rekrutmen mereka selama ini, Mariko mengatakan hasilnya menurut
klien cukup bagus. "Umumnya klien kami mengatakan puas," ungkap Mariko. Dalam
2 tahun terakhir, JAC Indonesia sudah merekrut 350 kandidat untuk level supervisor
dan manajer. Sementara menurut Jetro, jumlah perusahaan Jepang yang beroperasi
di Indonesia sekitar 1.000 perusahaan.

Kendati begitu, complain tetap saja ada, namun jumlahnya hanya 2-3 orang saja.
Umumnya terkait pada masalah kesehatan. Belakangan diketahui si karyawan
memiliki masalah kesehatan yang tidak terdeteksi sejak awal. Masalah lain, soal
kejujuran dari si karyawan. Pernah ada karyawan yang telah diterima kemudian bos
Jepang berpergian dengan karyawan itu ke satu perusahaan, yang ternyata pernah
menerima si karyawan itu 3 bulan. Perusahaan tersebut mengatakan orang itu dulu
dikeluarkan karena kurang bisa bekerjasama secara tim. Sementara si karyawan
tidak menyertakan informasi pekerjaan itu dalam dokumen dirinya saat melamar.
Perusahaan Jepang tempat bekerja sekarang tetap saja meminta orang itu
dikeluarkan, meskipun kinerja orang itu di perusahaan ini tidak bermasalah.

Inilah beda perusahaan Indonesia dengan perusahaan Jepang. Di perusahaan


Indonesia, orang baru bisa dikeluarkan kalau sudah ada bukti, tetapi di perusahaan
Jepang kalau sudah 'asap' saja seseorang sudah bisa dikeluarkan. Menurut orang
Jepang, itu berarti sudah ada sesuatu yang salah dengan orang tersebut. Karenanya,
lanjut Mariko, saat merekrut perusahaannya meminta kandidat untuk terbuka
sepenuhnya. Mereka diminta untuk membuat pernyataan tertulis bahwa yang
mereka isi di dalam 'application form' adalah informasi yang sebenar-benarnya.
Apabila di kemudian hari ternyata terbukti bahwa mereka menyembunyikan atau
memalsukan data dimaksud, maka mereka bersedia untuk menerima sanksi atau
menyelesaikannya lewat jalur hukum atau ketentuan perusahaan yang berlaku. Ini
sesuai dengan konsep dasar JAC yaitu 'WIN-WIN-WIN' solution bagi semua pihak yang
terlibat yaitu klien, kandidat dan JAC sendiri.

Pro-Kontra Metode Evaluasi Terbaik 7

No. 04 - Tahun 2004

Berdasarkan riset dan pengalaman, akhirnya perusahaan dan konsultan rekrutmen


menerapkan metode evaluasi kandidat terbaik menurut keyakinan mereka. Upaya
pencarian metode terbaik (baca: penyempurnaan) tidak akan pernah berhenti.
Setidaknya ada 3 kubu atau school of thought yang ada saat ini tentang metode
evaluasi itu.

KUBU KOMBINASI
IQ Recruitment

INTERNATIONAL Quartopersisi atau yang lebih dikenal dengan IQ Recruitment adalah


sebuah konsultan yang bergerak di bidang recruitment dan training. Sebagai sebuah
konsultan sumber daya manusia (SDM), IQ sangat berkaitan erat dengan semua
tahapan dalam proses rekrutmen tenaga kerja. Pengalaman yang dilalui IQ mungkin
dapat juga dijadikan pegangan oleh perusahaan- perusahaan dalam merekrut
karyawannya.
Dalam melakukan proses rekrutmen, sesuai dengan tema Human Capital, saat masuk
dalam tahapan seleksi, IQ menggunakan kedua alat tes: psikotes dan behavioural
interview. Hal ini dijelaskan Heroetomo, Associate Senior Consultant IQ. "Kami pakai
psikotes dan juga interview. Artinya kami adakan suatu psikotes. Kemudian kami
analisa hasilnya kemudian orang yang bersangkutan diajak berdiskusi," jelas Heroe.
"Sehingga kami bisa mendapatkan suatu gambaran yang kongkrit. Karena itu hanya
tes, tergantung bagaimana kami bisa mempergunakan tes tersebut sehingga
memperoleh informasi yang diinginkan," tambahnya.

Hasil yang didapat dari psikotes akan ditindaklanjuti saat wawancara. "Misalnya ada
suatu gejala yang menunjukan ada hal yang perlu ditindaklanjuti," tutur pria
bernama lengkap R. Heroetomo Tjokrosubroto ini. Sehingga bisa dikatakan bahwa
hasil keduanya tergantung pada saat wawancara. "Kalau dari psikotes ya hasilnya
yang terlihat itu, tapi saat interview harus didalami. Karena dalam rekrutmen itu
yang penting bagaimana kepribadian dan semua kompetensi seseorang itu bisa
cocok dengan pekerjaannya," terangnya.

Jika dikatakan bahwa hasil akhir dari tes psikotes dapat terlihat setelah interview
dilakukan, maka jelas harus ada pengembangan yang dilakukan oleh interviewer
atau pewawancara. Inovasi-inovasi atau pengembangan yang dilakukan
pewawancara dimaksudkan agar dapat mengorek semua informasi yang dibutuhkan
sehingga memperoleh hasil yang maksimal. "Jadi agar hasil wawancara itu bagus,
pewawancara itu harus mempunyai inovasi. Ini akan didapat jika si pewawancara itu
memiliki pengalaman," jelasnya. Menurut Heroe, pengalaman pewawancara dapat
menjadi ukuran keahlian untuk memperoleh informasi atau perilaku yang masih
tersembunyi dari seorang kandidat.

Penggunaan kedua alat tersebut oleh IQ dimaksudkan agar hasil yang diperoleh
benar-benar maksimal dan menghindari adanya kesalahan. "Untuk menghindari
adanya kesalahan kami harus pakai kedua-duanya, psikotes dan behavioural
interview," terangnya. "Ada juga hal-hal yang bagus di psikotes itu, karena psikotes
itu dibuat berdasarkan penelitian dan hasilnya bersifat kecenderungan. Nah
kecenderungan ini kami tindaklanjuti saat wawancara agar kecenderungan itu
semakin kuat," tegasnya. Penggunaan alat tes juga tergantung dari posisi yang ada.
Misalnya untuk posisi management trainee, IQ lebih menekankan penggunaan
psikotes.

Diakui Heroe bahwa tidak bisa sepenuhnya mempercayai alat tes, baik psikotes
maupun wawancara. "Alat tes itu dibuat oleh manusia, dan kadang-kadang
didasarkan pada kecenderungan bukan kepastian," paparnya. Psikotes itu lebih pada
kecenderungan mencari kepribadian seseorang, sedangkan kecenderungan tes
wawancara lebih pada pengalaman seseorang. Namun juga tidak menutup
kemungkinan bahwa tes wawancara bisa juga digunakan untuk mengorek
kepribadian seorang kandidat. Tapi itu bisa dilakukan jika pewawancara memiliki
keahlian yang cukup bagus. Untuk itu perlu disediakan pelatihan untuk meningkatkan
kemampuan pewawancara.

Pro-Kontra Metode Evaluasi Terbaik 8

No. 04 - Tahun 2004

Berdasarkan riset dan pengalaman, akhirnya perusahaan dan konsultan rekrutmen


menerapkan metode evaluasi kandidat terbaik menurut keyakinan mereka. Upaya
pencarian metode terbaik (baca: penyempurnaan) tidak akan pernah berhenti.
Setidaknya ada 3 kubu atau school of thought yang ada saat ini tentang metode
evaluasi itu.

KUBU KOMBINASI
PT. Excelcomindo Pratama

PINTU gerbang dalam menuju keberhasilan sebuah perusahaan, itulah yang menjadi
posisi rekruter dalam sebuah perusahaan. Jabatan rekruter tidak bisa dianggap
enteng atau sebatas service support semata. Oleh sebab itu, rekrutmen menjadi
salah satu fungsi di dalam Direktorat Human Capital Development yang ada di PT
Excelcomindo Pratama atau yang lebih dikenal dengan nama Excelcom. "Kami bukan
sekedar bekerja sesuai order dari unit, tetapi dilibatkan oleh unit dalam menentukan
rencana/jumlah kebutuhan SDM. Fungsi kami lebih kepada rekomendasi dan bersifat
konsultansi," ujar Ute Gerdanovita, Human Capital Business Partner Excelcom.

Bahkan, ketika proses untuk memutuskan kandidat terpilih, fungsi rekrutmen juga
dipertimbangkan rekomendasinya oleh perusahaan. "Kami ini merupakan salah satu
bagian lini perusahaan. Hal ini sangat penting. Jadi selain pintu gerbang, kami juga
harus menjaga company image," lontar Setyarini, atau kerap disapa Rini,
Recruitment Officer Excelcom.

Dalam perekrutan karyawan, Excelcom yang bergerak di bidang jasa telekomunikasi


seluler, sampai sekarang masih menggunakan tes psikologi, meski tidak untuk
semua posisi. "Tes Psikologi hanya dilakukan pada seleksi level staf dan di bawahnya.
Kandidat yang sudah berpengalaman kerja minimal 2-3 tahun tidak lagi menjalani
evaluasi psikologi," aku Rini.

Sebagai gantinya, untuk level seperti itu ke atas, Excelcom metode wawancara
kompetensi melalui penerapan sistem Competency Based Human Resources
Management (CBHRM). Sistem ini memungkinkan Excelcom menjalankan fungsi-
fungsi Human Capital-nya berdasarkan kompetensi. Untuk setiap posisi telah
ditentukan kompetensi yang dibutuhkan sehingga proses rekrutmen dan seleksi yang
ada di Excelcom saat ini didasari pada kebutuhan tersebut. "Teknik evaluasi
kompetensi ini sudah banyak dipakai perusahaan. Dari wawancara, kami dapat
menggali past experience si kandidat, sehingga bisa memprediksi future behavior
kandidat tersebut," jelas Ute menanggapi hal itu.

Kadang-kadang untuk posisi kunci, ditambah lagi dengan preference test untuk
melihat preferensi kandidat dalam bekerja. Semakin dekat preferensi atau minatnya
terhadap pekerjaan tersebut, semakin sesuai kandidat terhadap posisi tersebut.

CBHRM sendiri mulai diterapkan di Excelcom sejak 3 tahun lalu, setelah sebelumnya
membangun sistem dasarnya. Rini mengaku, tidak bisa menilai mana yang lebih baik
evaluasi psikologi dan evaluasi perilaku karena itu tergantung juga pada posisinya.
Tes psikologi lebih menilai potensi, tetapi kompetensinya diperoleh dengan evaluasi
perilaku. "Mungkin lebih tepatnya, keduanya saling melengkapi saja," tuturnya.

Untuk suatu posisi, proses wawancara dilakukan baik oleh pihak user maupun Human
Capital secara bergantian. Sebagai contoh, untuk posisi kunci, wawancara bisa
dilakukan sebanyak 4 kali, kemudian dari beberapa wawancara itu dilakukan
konsolidasi hasil. "Jadi kami dapat beberapa opini tentang kandidat, dan itu kami
kemukakan dalam diskusi antara user dan Human Capital untuk mendapatkan siapa
yang terbaik," Rini menjelaskan. Setelah lulus dari proses wawancara, barulah
dilakukan tes kesehatan, atau general check up sebagai akhir dari proses rekrutmen
dan seleksi. Setiap tahunnya perusahaan merekrut 200 orang untuk level staf sampai
manajer dengan tingkat turnover 3%. Selain di Jakarta, perusahaan juga merekrut
kandidat di daerah-daerah.

Mereka yang berminat melamar ke Excelcom lebih disarankan untuk mengirimkan


aplikasinya melalui e-mail karena selama ini cara tersebut dinilai cukup efektif dan
dalam penyimpanannya lebih mudah (karena bersifat paperless). Hal ini
dikomunikasikan dalam bentuk alamat e-mail sebagai alamat tujuan aplikasi melalui
iklan-iklan lowongan kerja di Excelcom pada beberapa surat kabar dan pada salah
satu situs lowongan kerja. Meski pernah memakai jasa head hunter untuk beberapa
posisi tinggi, Ute dan Rini menjelaskan hal itu disebabkan oleh masalah waktu yang
sangat minim. "Tapi, kebanyakan untuk beberapa posisi tinggi, kami mencari
kandidat internal melalui proses seleksi. Kecuali kalau kami kesulitan, baru kami
mencari kandidat eksternal melalui media massa seperti koran," imbuh Ute.

Lama proses perekrutan dan seleksi level staf adalah sekitar 30 hari, sedangkan
untuk level supervisor dan di atasnya bisa memakan waktu 2-3 bulan. Lamanya
proses ini membuat pihak Excelcom selalu merencanakan kebutuhan karyawan
setiap akhir tahun untuk kebutuhan tahun berikutnya. Jumlah kebutuhan ini
disesuaikan dengan business plan masing-smasing unit dan tuntutan bisnis
organisasi.

Pro-Kontra Metode Evaluasi Terbaik 9

No. 04 - Tahun 2004

Berdasarkan riset dan pengalaman, akhirnya perusahaan dan konsultan rekrutmen


menerapkan metode evaluasi kandidat terbaik menurut keyakinan mereka. Upaya
pencarian metode terbaik (baca: penyempurnaan) tidak akan pernah berhenti.
Setidaknya ada 3 kubu atau school of thought yang ada saat ini tentang metode
evaluasi itu.

KUBU KOMBINASI
EXPERD

PROSES seleksi merupakan salah satu proses penting dalam perekrutan karyawan
bagi suatu perusahaan. Di dalamnya terdapat tes-tes yang dilakukan untuk
mendapatkan kandidat yang tepat untuk menduduki sutu jabatan tertentu di
perusahaan. Ketika bicara mengenai tes psikotes atau behavioural interview, pasti
akan berkaitan dengan lembaga psikologi yang memang menangani hal ini.

Experd itu adalah konsultan human resources yang bergerak khusus untuk
memberikan konsultasi di bidang HRD. Konsultasi di bidang HRD ini mencakup
misalnya rekrutmen lalu assessment. "Kami memotret apakah calon-calon karyawan
ini cocok atau tidak di posisinya," ujar Yuliana, salah satu senior consultant di Experd.
"Selain itu kami juga memberikan jasa data bank apabila perusahaan membutuhkan
karyawan, kami punya list karyawan," tambahnya. Meski demikian Experd berbeda
dengan yang disebut head hunter. "Kami bukan head hunter tapi kami punya bank
data orang-orang yang mau pindah. Jadi bukan kami yang menawarkan tapi kami
menampung mereka yang ingin mencari kerja dan mencari karier yang lebih baik.
Nanti kalau ada perusahaan yang butuh
akan kami salurkan," jelasnya lagi.
Dalam mencari kandidat yang cocok dengan jabatan yang tersedia, Experd
melakukan pendekatan pada kompetensi. "Kami masih menggunakan beberapa alat
ukur psikologi, tapi sebenarnya kami lebih pada evaluasi berbasis kompetensi,"
tuturnya. Hal tersebut dimaksudkan sebagai pemotretan atau penilaian profil
seseorang yang diarahkan ke kompetensi-kompetensi tertentu yang diperlukan untuk
berhasil dalam melakukan pekerjaannya. "Nah, untuk mengukur hal itu kami masih
menggunakan alat ukur psikologi tapi kami juga menggunakan alat lain yang sifatnya
behavioural atau langsung memotret perilaku. Karena seluruh konsultan kami adalah
psikolog yang kuat di psikologi dan analisa kepribadian, maka kami gabung,"
tegasnya.

Pendekatan yang dilakukan Experd bersifat multi, sehingga penggunaan interview


maupun alat ukur psikologi lebih ditekankan hanya sebagai alat yang bisa
memperkaya termasuk saling melengkapi.

Hasil alat ukur psikologis memprediksi kecenderungan perilaku orang berdasarkan


unsur-unsur kepribadiannya, cara kerjanya dan kemampuan berfikirnya sedangkan
wawancara berdasar perilaku menghasilkan data-data berdasarkan pengalaman
masa lalu untuk memprediksi perilaku seseorang di masa datang. "Jadi kami punya
pengalaman dia, kami punya gambaran mengenai apa yang ada di dalam baik secara
inheren maupun secara yang dia pelajari yang sifatnya tidak kelihatan secara
langsung," ujar Yuliana.

Selain kedua cara di atas, Experd juga menggunakan cara lain yaitu reference check.
"Jadi kami melakukan pengecekan referensi berdasarkan misalkan dia dulu kerja di
mana, kami mencari nara sumber di perusahaan tersebut untuk memastikan orang
ini kinerjanya seperti apa, apakah dia betul seperti analisa kami, apa ada hal-hal
yang perlu kami pertimbangkan betul. Selain itu ada lagi kegiatan-kegiatan yang
mengukur perilaku juga yaitu kegiatan simulasi misalnya diskusi kelompok,
presentasi, analisa kasus. Itu kami gunakan semua untuk memotret perilaku,"
paparnya.

Latar belakang penggunaan reference check adalah persaingan kerja sekarang kan
semakin ketat, orang-orang akan berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan
pekerjaan, tapi Experd punya tanggung jawab untuk betul-betul menempatkan
orangnya di posisi yang cocok. Namun Yuliana menegaskan bahwa pemakaian alat
tersebut dilakukan pada hampir semua posisi, kecuali simulasi yang hanya dilakukan
tergantung permintaan, artinya ada posisi-posisi yang membutuhkan kompetensi
yang makin banyak. Bagi Experd sendiri, semua tools itu adalah tools, artinya tidak
ada satupun yang dipercaya seratus persen karena semuanya bisa saja tidak
menggambarkan yang adanya karena kondisi tertentu yang membuat orang itu tidak
optimal saat melakukan tes.

Menurut Yuliana, kelebihan alat ukur psikologi yaitu dapat mengukur potensi yang
tidak terlihat, sedang kelemahannya adalah karena bentuknya yang tertulis maka
akan mudah dihapal dan mudah ketinggalan jaman. Oleh karena itu tes tersebut
harus terus di up grade atau dikembangkan. Sedangkan tehnik wawancara, masih
menurut Yuliana, kelebihannya adalah bisa memotret pengalaman-pengalaman masa
lalu. "Tapi wawancara itu perlu keahlian khusus, kalau tidak bisa menggali juga akan
sulit. Wawancara itu bukan hanya ada daftar pertanyaan terus kami tanya, itu ga
cukup sama sekali. Jawaban, cara dia menjawab harus dilihat. Observasi itu sangat
penting dalam wawancara. Interviewer juga harus mengikuti training. Untuk
memberikan pertanyaan memang mudah, tapi menginterpretasikannya yang sulit,"
tuturnya.
Pro-Kontra Metode Evaluasi Terbaik 10

No. 04 - Tahun 2004

Berdasarkan riset dan pengalaman, akhirnya perusahaan dan konsultan rekrutmen


menerapkan metode evaluasi kandidat terbaik menurut keyakinan mereka. Upaya
pencarian metode terbaik (baca: penyempurnaan) tidak akan pernah berhenti.
Setidaknya ada 3 kubu atau school of thought yang ada saat ini tentang metode
evaluasi itu.

KUBU KOMBINASI
Bank Muamalat

BERBICARA masalah rekrutmen, menurut Oktavian P. Zamani, Assistant Director


Hubungan Industrial dan Sumber Daya Insani Bank Muamalat Indonesia (BMI), tidak
hanya sekedar berbicara mengenai rekrutmen semata. Sebagai orang yang besar
dalam rekrutmen dan training, ia merasa bahwa kesalahan terbesar dalam proses
rekrutmen adalah ketidakmengertian rekruter terhadap filosofi rekrutmen.
Menurutnya, ada 3 hal yang harus ditanamkan dalam diri rekruter. Pertama, investasi
sumber daya manusia (SDM) dimulai pada saat orang itu direkrut. Kedua, rekrutlah
orang yang menciptakan pekerjaan, bukan mencari pekerjaan. "BMI hanya mencari
seorang pemain atau analis. Sekarang ini banyak orang yang mencari pekerjaan,
namun setelah diterima tidak bisa berkarya," tegas Oktav.

Sebagai contoh, paparnya, seluruh kru BMI (di bank ini, karyawan diistilahkan dengan
kru, red) adalah orang yang berkerja alias berkarya. Hasil dari setiap unit kerja
diranking dan akan terlihat di dalam slip gaji mereka setiap bulannya. Begitu pula
dengan ikhtisar keuangan (financial highlight, labarugi, dana pihak ketiga, total
pembiayaan, dan bonus yang dijanjikan). Semua informasi mengenai kinerja
perusahaan dapat dilihat secara terbuka di sana.

Ketiga, rekrutlah orang yang mau bekerja "dengan" human capital, bukan "pada"
human capital. Kata "dengan" diartikan sebagai kemitraan, sedangkan kata "pada"
dianggap lebih ke arah mencari posisi aman sebagai pegawai. BMI mendorong semua
kru-nya untuk tidak lagi berpikir menjadi karyawan tetap, karena apapun status
karyawan tesebut, selama kinerjanya baik, akan ditanggung oleh perusahaan.
Karyawan yang cenderung 'mencari aman' biasanya tidak kreatif dan inovatif. Atau
dengan kata lain kurang memiliki sifat entrepreneurship. "Kami tidak akan
menggantungkan perusahaan ini kepada kru yang hidupnya bergantung pada kata
'karyawan tetap', tetapi pada kinerjanya," tukasnya. Jumlah kru BMI kini lebih dari
4.000 orang.

Struktur organisasi BMI kini dibuat sangat sederhana dan egaliter. Pada awalnya,
bank ini memiliki 16 divisi, yang kini tinggal 5 grup saja, yaitu administrasi, audit
internal, pendanaan, dukungan perusahaan, dan pengembangan bisnis. Sisanya
hanya berupa koordinator. Bagian SDM tidak ada, karena langsung dilakukan oleh
unit kerja masing-masing. Sehingga setiap unit memiliki wewenang untuk merekrut
dan memberhentikan karyawannya. Namun, dalam merekrut karyawan, tetap
dibutuhkan persyaratan umum, seperti harus seorang muslim/muslimah dan dapat
membaca Al-Qur'an serta doa. Itu sebabnya, BMI juga melakukan tes membaca
Quran dan doa. Selain itu, dilakukan tes psikologi dan evaluasi perilaku untuk melihat
kemampuan intelektual dan cara berpikir kandidat. Terakhir ditutup dengan tes
kesehatan.
Kenapa membaca Quran dan doa begitu penting bagi BMI? Jawabannya, menurut
Oktav, meski itu hanya doa keselamatan orang tua, orang yang setiap hari
mendoakan orangtuanya, tidak akan mungkin melakukan perbuatan yang tidak
terpuji. "Kalau sampai ada sih kebangetan," tandasnya. Bahkan BMI sedang
merancang program pelatihan kemampuan presentasi dan berdakwah yang
dilaksanakan mirip di pesantren untuk kru senior.

"Kami mengharapkan agar para pimpinan minimal bisa khotbah Jum'at dan
presentasi dalam forum-forum lainnya, karena di situ kita bisa lebih efektif dalam
mensyi'arkan perbankan syariah ini," terangnya tentang alasan diadakannya
program ini.

Ia mengaku heran kepada kawan HRD yang mewawancarai calon karyawannya


hingga berjam-jam. "Buat saya sederhana, tanya sekolahnya dimana, keluarganya
bagaimana, pekerjaannya apa, dan selesaikah kuliahnya. Bagi saya, orang yang
setengah baik, bila masuk ke lingkungan yang baik dan pemimpinnya baik, maka
hasilnya akan menjadi baik. Sedangkan orang yang baik, bila masuk ke lingkungan
yang baik dan pemimpinnya baik, maka hasilnya akan jauh lebih baik lagi. Itu prinsip
saya," jelas Oktav.

Kendati psikotes masih diberlakukan, namun hal itu bukan untuk menentukan apakah
orang itu diterima atau tidak. Psikotes hanya sebatas saran/masukan. Selanjutnya
Bank Muamalat akan menentukan lewat evaluasi perilaku. Namun, evaluasi psikologi
itu penting untuk melihat seberapa bisa orang itu dikembangkan. Juga mengetahui
kekurangannya. Baginya, evaluasi perilaku lebih efektif, terutama untuk level staf ke
atas.

BMI mengembangkan Muamalat Officer Development Program (MODP), yakni


program untuk mencetak officer di Bank Muamalat. "Sekarang ini memang fokus
kepada clerical karena mau diangkat menjadi officer. Pada akhirnya, kami tidak akan
memiliki lagi karyawan clerical, semuanya officer." Karyawan yang mendapat MODP
telah mendapat sertifikasi 'Kefasihan', yang merupakan syarat untuk mengikuti
MODP di Bank Muamalat. Tujuh Kefasihan tersebut meliputi pemahaman perbankan
syariah, pemahaman data strategis Bank Muamalat, pemahaman informasi dan
teknologi, kemampuan berbahasa asing, pemahaman sistem dan prosedur manual,
pemahaman Muamalat Spirit, dan kemampuan komunikasi serta presentasi.

Karena semua yang berada di level atas berasal dari level bawah, ia menambahkan,
maka Bank Muamalat tidak membutuhkan jasa head hunter dalam mencari kandidat
untuk level atas. "Semua yang di level atas, awalnya adalah dari bawah, termasuk
yang sekarang menjadi direktur. Mereka yang dari level bawah memang dididik untuk
menjadi calon pemimpin. Apalagi mereka juga lebih mengerti perusahaan ini
ketimbang orang luar," ujarnya.

Pro-Kontra Metode Evaluasi Terbaik

No. 04 - Tahun 2004

Berdasarkan riset dan pengalaman, akhirnya perusahaan dan konsultan rekrutmen


menerapkan metode evaluasi kandidat terbaik menurut keyakinan mereka. Upaya
pencarian metode terbaik (baca: penyempurnaan) tidak akan pernah berhenti.
Setidaknya ada 3 kubu atau school of thought yang ada saat ini tentang metode
evaluasi itu.
KUBU PSIKOTES
Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia

MENYEBUT psikotes atau lebih tepatnya evaluasi psikologi rasanya tidak bisa
melupakan Fakultas Psikologi UI dan Lembaga Psikologi Terapan (LPT) milik fakultas
tersebut. Sebagai fakultas psikologi tergolong paling tua dan terkemuka di Indonesia,
Fakultas Psikologi UI merupakan penganut metode evaluasi psikologi sekaligus motor
pengembangan teknik evaluasi psikologi di Indonesia. Dalam praktiknya melayani
kepentingan publik, jasa rekrutmen tersebut diemban oleh LPT UI.

Evaluasi psikologi, menurut Kepala Divisi Evaluasi Psikologi LPT UI Suko Winarno,
adalah tes menjaring aspek psikologi seseorang, seperti kemampuan, potensi
intelektual dan kepribadian. Relevansi tes potensi itu dalam pekerjaan adalah apakah
seseorang bisa mempelajari bidang pekerjaan dengan baik, bisa bekerjasama dalam
tim, mampu mengendalikan emosi atau memiliki kepekaan terhadap orang lain.
Orang-orang yang memiliki potensi intelegensia dan kepribadian yang bagus mudah
menerima aneka pengetahuan terkait dengan pekerjaan. Potensi intelegensia dan
kepribadian itu tentunya disesuaikan dengan bidang pekerjaan si kandidat.

Evaluasi psikologi hanya bisa dilakukan psikolog karena seseorang harus mengikuti
pendidikan spesialis psikologi untuk bisa melakukannya. Karena psikolog harus
mendiagnosa orang lain, maka psikolog terikat pada kode etik profesi. "Orang-orang
yang bukan psikolog bisa saja melakukan evaluasi psikologi, tetapi hasilnya tentu
tidak terjamin. Selain itu, orang itu tidak diakui di lingkungan komunitas psikolog,"
ungkapnya.

Repotnya, orang-orang yang memimpin bidang sumberdaya manusia (SDM) tidak


semuanya psikolog sehingga mereka kesulitan untuk melakukan evaluasi psikologi
atau psikotes itu. Terpikir untuk mengembangkan teknik evaluasi yang bisa dilakukan
oleh setiap orang dengan latar belakang pendidikan beragam. Itulah yang mendasari
lahirnya metode evaluasi perilaku atau kini sering disebut dengan assessment center
dengan mengambil pendekatan perilaku. Suko menegaskan, sulit menilai kompetensi
berdasarkan evaluasi perilaku karena kita tidak tahu seberapa besar potensi
intelektual seseorang untuk menjalankan sebuah pekerjaan.

"Bisa saja seseorang cocok menjadi akuntan, tetapi kita tidak tahu seberapa besar
kapasitasnya untuk dikembangkan," ujarnya, sambil menambahkan, "Evaluasi
psikologi tidak mengukur perilaku seseorang terhadap profesi atau jabatan tertentu,
melainkan hanya perilaku terkait pada pekerjaan. Misalnya daya tahan terhadap
stress."

LPT UI menyadari, menggabungkan kedua metode evaluasi adalah solusi terbaik.


"Itulah yang kami lakukan," tukasnya mantap. Hasil evaluasi perilaku kandidat
ditunjang oleh potensi intelegensianya. Biasanya evaluasi itu dimulai dengan
evaluasi psikologi sehingga diperoleh potensi intelektualnya. Kalau ia memiliki
potensi, maka tes dilanjutkan dengan melakukan evaluasi perilaku. Tapi kalau orang
itu tidak berpotensi namun perilakunya menunjang, maka orang itu hanya cocok
untuk pekerjaan saat ini saja. Artinya, ke depan orang itu sulit untuk dikembangkan.
Ia mengaku, evaluasi perilaku juga bisa mengetahui potensi intelektual kandidat
tetapi harus menggunakan alat khusus. "Jadi, mempertentangkan kedua metode itu,
tidak relevan lagi," tegasnya.

LPT UI sendiri menyediakan layanan evaluasi psikologi yang bisa dikembangkan ke


evaluasi perilaku sesuai permintaan dan kebutuhan klien. Biasanya LPT UI
menanyakan perilaku macam apa yang ingin diketahui dari kandidat selain evaluasi
psikologi. Ada klien yang meminta diuji kemampuan spesifik dalam pengambilan
keputusan atau kemampuan negosiasi. Tentu untuk setiap tambahan layanan itu ada
biaya tambahan. Lama-lama, lanjut Suko, sampai juga pada evaluasi perilaku secara
utuh namun ditunjang oleh hasil evaluasi psikologi. "Hasilnya menjadi sangat
komprehensif," katanya.

Dalam melakukan evaluasi kandidat, lajimnya LPT UI pada mulanya hanya


menawarkan tes standar. Untuk staf biasa, umpamanya, cukup dengan tes tertulis
dan wawancara. Evaluasi psikologi bisa dilakukan secara massal, khususnya untuk
pengambilan data tertulis. Walaupun tes kemampuan intelektual bisa diikuti banyak
orang, tetap ada ratio yang harus dipatuhi. Idealnya setiap 20 peserta diawasi oleh 1
pengawas, dan maksimum dalam satu kelas diikuti 40 peserta. Di lapangan ratio ini
bisa saja dimodifikasi karena kebutuhan klien yang sangat mendesak.

Sebagian tes kepribadian juga dilakukan secara tertulis. Dari kedua tes ini sudah bisa
dibuat kesimpulan, namun akurasinya tentu tidak begitu tinggi. Katakanlah orang itu
cenderung emosional, gampang emosional itu dalam kondisi apa? Hal itu bisa
didalami dengan wawancara khusus dan - kalau perlu - dengan simulasi tertentu
berupa aktivitas diskusi dan sebagainya. LPT UI mengembangkan sendiri alat-alat
bantu evaluasi yang hingga kini dipercaya akurasinya. Sebagai institusi, aku Suko,
LPT UI tidak bisa begitu saja mengadopsi alat bantu yang ada di pasar tanpa
sentuhan dari para psikolog LPT UI. Lembaga ini memiliki 10-15 tenaga assessor
berbagai level: muda, madya, dan senior. Psikolog senior biasanya bertugas
mengevaluasi kandidat untuk jabatan direksi, sebab ada aspek kehidupan yang harus
dipahami oleh assessor dalam melakukan evaluasi.

Klien LPT UI sangat bervariasi, antara lain, bank, industri, perminyakan, otomotif, dan
lain-lain. Setiap tahunnya LPT UI melakukan evaluasi 3000-7000 kandidat. Saat ini
lembaga itu sedang melakukan evaluasi untuk mendapatkan 1.500 karyawan bagi
sebuah perusahaan yang beroperasi di seluruh wilayah Indonesia. "Tesnya pun harus
dilakukan di banyak kota," kata Suko senang.

Konsep Unik: Edutainment PT JAC Indonesia

No. 05 - Tahun 2004

Kalau dulu dikenal istilah learning by doing, kini learning by experiencing adalah
ungkapan yang lebih tepat untuk menggambarkan "Edutainment", yaitu sebuah
konsep yang terbilang baru, yang saat ini sedang dikembangkan oleh PT JAC
Indonesia.

"Sebenarnya core business kami adalah Rekrutmen. Tetapi untuk tetap dapat
memenuhi kebutuhan klien kami secara menyeluruh, kami memberikan layanan
inhouse training dan/atau seminar, sesuai kebutuhan mereka, yang biasa disebut
tailor made atau customized. Disini kami mengembangkan metode pelatihan dengan
konsep Edutainment, sehingga kegiatan tersebut menjadi unik dan memiliki nuansa
yang berbeda dibandingkan dengan training atau seminar biasa," demikian Mardiana
Saraswati, atau akrab dipanggil Anna, Marketing Public Relations JAC Indonesia,
mengungkapkan.

Edutainment adalah akronim dari "education plus entertainment". Dapat diartikan


sebagai program pendidikan atau pelatihan yang dikemas dalam konsep hiburan
sedemikian rupa, sehingga tiap-tiap peserta hampir tidak menyadari bahwa mereka
sebenarnya sedang diajak untuk belajar atau untuk memahami nilai-nilai (value)
setiap individu.

Edutainment dapat digunakan untuk mengemas program Motivation Seminar,


Training atau Workshop. Aplikasinya tergantung dari kebutuhan dan impact yang
diharapkan oleh klien, baik terhadap perusahaan, maupun terhadap manajemen dan
staff mereka secara mutual. Sedangkan eksekusi dilakukan oleh Tim Pelaksana JAC
Indonesia.

"Motivation Training yang dikemas dalam Edutainment akan menjadi lebih menarik
bagi peserta. Padahal sebenarnya, Motivation Training ini hanyalah kendaraan saja.
Yang terpenting adalah muatannya, baik itu internal maupun external issues,
misalnya corporate vision and mission, self esteem, sense of belonging, awarding,
appreciation, product knowledge, competency, dll," jelas Anna.

Beberapa testimony mengungkapkan bahwa setelah mengikuti kegiatan ini, peserta


merasa menjadi 'seseorang yang baru' yang berbeda dengan sebelumnya. "Hal
tersebut bukan hal yang mengherankan," kata Anna. "Ada 100% faktor kunci sukses
yang compulsory dalam diri kita, yaitu Positive Mental Attitude 50%, Knowledge 10%,
Skills 15% dan Habit 25%. Dengan melihat prosentase tersebut, kita dengan mudah
dapat melihat bahwa approach yang paling efektif adalah memberikan motivasi pada
faktor Positive Mental Attitude",tambahnya. "Tekniknya dilakukan dengan menggali
impian seseorang yang paling dalam dan menjadikannya sebagai main dream atau
main goal. Sedang output-nya nanti adalah momentum seseorang untuk berubah,"
tambahnya.

Pada tahap persiapan setiap kegiatan, Show Director bekerjasama dengan Stage
Manager akan bertanggungjawab penuh menentukan rundown, dimana mereka
secara cermat memperhitungkan alokasi waktu menit per menit.

Tidak boleh ada jeda yang menyebabkan acara menjadi membosankan atau
membuat mood peserta drop. Untuk itu, banyak digunakan tekhnik-teknik sounds
dan lighting design, diantaranya music, illustration, bumper in/out, video
presentation, inspirational message dll.

Tiap-tiap Pembicara yang terlibat dalam kegiatan ini saling berkoordinasi antara satu
dengan lainnya. Mereka juga telah mengetahui peta pribadi peserta secara umum.
Sehingga mereka dapat saling mengisi dan saling menguatkan pesan (message),
muatan (quote) serta materi (material) yang akan disampaikan sebagai suatu
continual synergy yang memiliki benang merah, yang akan memudahkan peserta
untuk memahami pembelajaran yang disampaikan secara sederhana.

Teknik-teknik khusus 'outbound' juga digunakan untuk 'membongkar' inner barrier


peserta, sehingga selama mengikuti kegiatan mereka menjadi individu-individu yang
equal, namun tetap saling menghargai. Setelah ego mereka 'dilebur' menjadi satu,
kemudian mereka akan dibangun lagi menjadi tim yang lebih solid, dengan
menggunakan berbagai simulasi dan ilustrasi.

Motivation Training ini dapat dilaksanakan dalam waktu setengah hari hingga tiga
hari, baik indoor maupun outdoor, misalnya di ballroom hotel, lapangan terbuka, pool
side, atau camp didaerah pegunungan atau pantai diluar kota, dll.
Lamanya kegiatan, penggunaan equipments serta penentuan aplikasi materimateri
outbound mempengaruhi hasil akhir, yang dapat berupa soft, middle atau high
impact. Artinya semakin tinggi impact yang dihasilkan, semakin tinggi pula motivasi
orang tersebut setelah selesai mengikuti pelatihan. Bahkan ia akan dapat secara
positif mempengaruhi dan memotivasi orang lain.

"Dalam kurun waktu paling sedikit dua bulan, perusahaan/klien sebaiknya


mengevaluasi motivasi tim mereka. JAC Indonesia dapat membantu klien melakukan
review serta menganalisa. Jika 'grafik' naik atau stabil, kami bisa membantu
memberikan motivation training yang sifat dan arahnya lebih kepada maintenance
atau development, sehingga tim dapat bertahan atau bahkan menjadi lebih baik lagi.
Namun apabila menurun, kami dapat membantu mengemas motivation training
dengan tema yang membangun semangat mereka kembali, jika diperlukan. Ini harus
menjadi komitmen bersama," demikian kesimpulan Anna mengakhiri pembicaraan.

Mardiana Saraswati adalah Marketing Public Relations PT. JAC Indonesia

Sumber: Majalah Human Capital No. 05 | Tahun 2004

Cara Merekrut Tenaga Rekruter Senior Terbaik

No. 06 - Tahun 2004

Manajer Human Resources atau Rekrutmen seringkali menghadapi kesulitan dalam


mendapatkan staf spesialis, khususnya rekruter untuk membantu upaya rekrutmen.
Berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk membantu Anda dalam
mendapatkan rekruter terbaik, seorang rekruter senior berpengalaman:

• Memahami bisnis Anda dan kompetitor


• Paham industri dari mana ia direkrut
• Mempunyai pengalaman sebelumnya pada posisi staf yang memenuhi
persyaratan Anda
• Berhasil menyelesaikan rekrutmen secara penuh, termasuk menutup
transaksi penerimaan kandidat
• Bisa menyediakan contoh dari upaya mendapatkan sumber kandidat
• Memiliki pengalaman ekstensif dalam rekrutmen, SDM, isu kepatuhan (legal),
dan sebagainya.
• Tertarik dan mampu menyediakan perhatian personal
• Setiap peluang penempatan ditangani secara professional
• Menjaga betul kualitas proses seleksi
• Melakukan pemeriksaan terhadap latar belakang kandidat secara ekstensif
• Hanya menawarkan kandidat terbaik, bukan kandidat terbaik yang ada

Banyak alasan kenapa rekruter senior jauh lebih dicari ketimbang rekruter yunior,
seperti diuraikan di bawah ini:

1. Mengelola Ekspektasi Pelanggan dan Memaksimalkan Hasil.


Seorang rekruter senior memiliki pemahaman yang tinggi terhadap apa yang
diharapkan klien terhadap kandidat yang sukses. Mereka bisa menyodorkan kandidat
yang sangat mendekati kebutuhan klien. Seorang rekruter senior telah
mengembangkan jaringan kandidat excellent dan kontak berharga. Sedangkan
rekruter yang belum berpengalaman harus memulai dari nol untuk setiap kali
penugasan. Terlalu sering rekruter yang kurang berpengalaman meminta masukan
manajer SDM atau rekrutmen tentang resume kandidat sebelum menyelesaikan
proses seleksi awal. Hal ini sangat mengganggu sang manajer dan perusahaan.

2. Keahlian konsultansi.
Seorang rekruter senior mempunyai keahlian konsultansi yang bagus. Mereka bisa
mengelola ekspektasi klien, memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan, dan
memberi informasi arahan kepada kandidat. Mereka fokus bukan hanya pada
eksekusi proses rekrutmen dan hasil-hasilnya, tetap juga pada hubungan erat
dengan klien. Rekruter senior memahami benar kebutuhan klien, di luar isu teknis,
termasuk pengetahuan komprehensif terhadap lingkungan kerja, kultur, dan
dinamika kelompok kerja. Dengan memahami "gambar besar", rekruter senior
mampu mengidentifikasi dan menghadirikan kandidat yang bakal berhasil dalam
kelompok kerja ataupun organisasi. Semuanya ini dibangun atas keahlian
fundamental: kemampuan kuat dalam berkomunikasi, kerjasama tim, dan presentasi.
Kalaupun ada masalah yang muncul belakangan, mereka juga siap mengantisipasi
dan mencegah dampak yang serius.

3. Keahlian Menjual.
Rekruter senior sangat efektif menjual kesempatan begitu memulai mencari
kandidat. Mereka lihai dalam melakukan intrik terhadap kandidat. Maklumlah, mereka
mencari kandidat terbaik, bukanlah orang-orang yang mencari kerja. Kandidat
terbaik harus diyakinkan bahwa ini adalah kesempatan berkarir yang baik buat
mereka.

4. Akses Terhadap Kandidat.


Rekruter senior senantiasa mencari cara baru dan inovatif untuk mengidentifikasi
talenta yang diinginkan. Mereka kreatif, cermat, dan bekerja cepat. Sebaliknya,
rekruter yang belum berpengalaman masih belajar untuk mencoba dan mendapatkan
teknik terbaik. Rekruter senior mampu melaksanakan keseluruhan mata rantai
rekrutmen, dan dalam banyak kasus tanpa membutuhkan sumberdaya tambahan.

5. Keahlian Multi Tugas.


Rekruter senior mampu menjalankan beberapa kegiatan rekrutmen secara simultan,
seperti mencari sumber, menyeleksi, wawancara, mencari referensi, pemecahan
masalah, menawarkan negosiasi, dan seterusnya.

6. Keahlian Menutup Transaksi.


Untuk mendapatkan kesepakatan akhir dengan kandidat terbaik dibutuhkan keahlian
yang cukup canggih, termasuk menangani negosiasi tawar-menawar yang sensitif.
Keahlian ini dipelajari dan dikembangkan selama bertahun-tahun.

7. Tekun.
Sebagian besar rekruter senior sukses karena mencintai pekerjaan ini. Oleh
karenanya, mencari rekruter senior merupakan jalan terbaik untuk mendapatkan
hasil rekrutmen terbaik.

Membuka Lapangan Kerja dengan Visi

No. 12 - Maret 2005

Maraknya TKI ilegal dan berita pelecehan kemanusiaan yang terjadi pada TKI harus
ditanggapi oleh pemerintah dengan memecahkan akar pemasalahannya, yaitu
minimnya lapangan kerja di Indonesia dan rendahnya kualitas pendidikan
masyarakat. Jumlah penganggur terbuka tahun 2004 mencapai 10,53 juta orang atau
9,86% dari angkatan kerja keseluruhan yang berjumlah 104,02 juta orang.
Sedangkan jumlah penganggur setengah terbuka�- mereka yang bekerja kurang dari
35 jam per bulan�- menurut versi LIPI 28,93 juta orang atau 27,5% dari total
angkatan kerja. Bila keduanya digabung, maka setidaknya jumlah penganggur di
Indonesia mencapai 39,46 juta orang atau 37,36%.

Jumlah ini sangat besar. Itu artinya, satu dari tiga orang angkatan kerja di Indonesia
menganggur. Kemudian, bila diasumsikan jumlah rumah tangga di Indonesia
mencapai 45 juta (setiap rumah tangga terdiri dari 5 jiwa dan jumlah penduduk
lndonesia 220 juta jiwa), maka ada sekitar 5,5 juta keluarga yang sepenuhnya
menganggur. Bisa dibayangkan betapa sulitnya kondisi ini sehingga banyak yang
nekad merantau ke Malaysia dan sejumlah negara lain dengan cara apapun.
Kemiskinan dan rendahnya kualitas pendidikan menyebabkan mereka memilih
menjadi TKI ilegal.

Kondisi ketenagakerjaan di Indonesia hingga kini masih belum pulih akibat terpaan
krisis ekonomi. Penciptaan lapangan kerja berjalan sangat lambat. Bahkan setiap
tahunnya hanya tercipta sekitar 1,5 juta lapangan kerja baru. Jumlah itu bahkan tidak
cukup untuk menampung masuknya angkatan kerja baru yang besarnya antara 2
juta hingga 2,5 juta orang per tahun. Apalagi harus menampung tenaga penganggur
yang sebelumnya telah menumpuk maupun akibat bencana tsunami di Aceh dan
Sumatera Utara.

Di sisi lain, krisis ekonomi menciutkan lapangan kerja. Laporan Biro Pusat Statistik
menunjukkan bahwa pada tahun 2003 terjadi penciutan lapangan kerja formal 1,2
juta, terutama di perkotaan (656.000) dan sisanya di pedesaan. Angka itu
menunjukkan jumlah orang yang kehilangan pekerjaan karena di-PHK dan
sebagainya. Tahun 2003, penyusutan lapangan kerja lebih besar lagi, yaitu 1,5 juta,
terdiri dari di perkotaan (400 ribu) dan sisanya di pedesaan. Mereka-mereka itu
kemudian banyak masuk ke sektor informal.

Pemerintahan SBY telah mencanangkan dalam waktu 5 tahun masa jabatannya


hingga 2009 untuk menurunkan tingkat pengangguran terbuka menjadi 5,1%. Target
dan rencana ini tentunya perlu disambut gembira. Hanya saja target tersebut tidak
bisa terwujud dengan mengandalkan langkah-langkah konvensional. Perlu diambil
langkah-langkah non-konvensional yang bersifat visioner karena kompleksnya upaya
mengatasi persoalan ketenagakerjaan di Indonesia. Ia berkaitan erat dengan kondisi
ekonomi, politik, keamanan, sosial, kebijakan investasi, dan pendidikan.

Selama ini pemerintah mengandalkan investasi asing (Foreign Direct Investment/FDI)


untuk mengatasi hal ini. Dalam beberapa tahun ke depan, FDI diperkirakan masih
belum pulil karena buruknya citra Indonesia di mata masyarakat global. Salal satu
indikasinya adalah survei yang dilakukan Japan External Trade Organization (JETRO),
lembaga paling dipercaya mewakil swasta Jepang, yang menempatkan Indonesia di
deretan paling bawah pilihan investasi bagi perusahaan Jepang dalam beberapa
tahun ke depan. Padahal sebelum krisis ekonomi, Indonesia selalu bertengger di
papan atas sebagai lokasi investasi favorit bagi perusahaan Jepang.

Investasi domestik (PMDN) juga belum menunjukkan perbaikan berarti. Hal ini
terlihat dari tingginya komitmen kredit bank yang belum dicairkan. Juga dari belum
terwujudnya utilisasi penuh dari kapasitas pabrik yang ada. Secara umum kondisi
investasi di Indonesia masih buram. Sementara pemerintah sendiri tidak bisa
diandalkan sebagai motor penggerak ekonomi karena APBN yang bersifat kontraktif
dalam beberapa tahun terakhir.

Harapan pembukaan lapangan kerja terbesar kini datang dengan akan dibangunnya
beraneka proyek infrastuktur di Indonesia dengan melibatkan investor global.
Pemerintah Indonesia harus memanfaatkan momentum ini dengan sebaik-baiknya
untuk sekaligus membantu memecahkan masalah pengangguran.

Langkah visioner pemerintah dalam membuka lapangan kerja, antara lain bisa
diwujudkan dengan mendukung pengembangan perkebunan kelapa sawit dan
merevitalisasi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) maupun sepatu Indonesia yang
belakangan ini kehilangan daya saing (industri-industri di mana Indonesia masih
memiliki potensi daya saing). Pengusaha Probosutedjo dulu pernah mengusulkan
pembangunan lahan sawit 1 juta hektar sebagai upaya menciptakan lapangan kerja
baru. Diasumsikan setiap satu kepala keluarga mendapatkan 2 hektar lahan,
sehingga seluruhnya bisa menyerap 500.000 keluarga. Ditambah pekerja pabrik,
jumlah tersebut bisa berkembang hingga 1 juta keluarga.

Sayang, langkah pemerintah untuk mendukung pengembangan lahan sawit ini tidak
komprehensif dan terarah. Pemerintah Kalimantan Timur, misalnya, telah
memberikan izin membangun kebun sawit 1 juta hektar di daerahnya, namun jumlah
itu hanya terwujud 300.000 hektar saja. Sisanya menjadi lahan terlantar setelah
kayu-kayu yang ada habis dijarah oleh investor sawit. Luasnya lahan di Indonesia
yang bisa dikembangkan menjadi perkebunan sawit menyebabkan potensi
pembukaan kebun sawit sekaligus penciptaan lapangan kerja baru masih sangat
besar.

Indonesia berambisi menjadi produsen CPO (Crude Palm Oil) terbesar di dunia seperti
yang dicanangkan oleh Presiden SBY. "Produksi CPO Indonesia meningkat 10 kali lipat
dalam beberapa tahun terakhir," tegas Presiden. Produksi CPO 2005 diperkirakan
naik menjadi 11,6juta ton dari 10,8 juta ton tahun 2004. Sebagai perbandingan,
produksi CPO Malaysia 2004 13,3 juta ton dan 2005 diperkirakan 13,9 juta ton.

Pemerintah perlu memikirkan adanya skema pembiayaan yang lebih kompetitif untuk
mempercepat pengembangan perkebunan sawit. Juga merevisi soal Hak Guna Usaha
(HGU) yang hanya 30 tahun seperti yang dikeluhkan banyak investor selama ini.
Pemerintah harus mengerahkan segala sumber daya dan upaya untuk mendukung
pengembangan perkebunan sawit dan industri-industri lain karena perannya yang
strategis dalam meraih devisa dan menciptakan lapangan kerja. Insentif finansial
bisa saja dibuat untuk merangsang pengembangan perkebunan sawit oleh investor
yang profesional dan bertanggung jawab.

Masih banyak langkah strategis yang bisa dilakukan oleh pemerintah (dan kendalinya
ada pada pemerintah) untuk segera mengatasi persoalan lapangan kerja. Secara
simultan, langkah itu bisa berbarengan dengan upaya serius memperbaiki kualitas
tenaga kerja melalui pendidikan dan pelatihan. Tingkat pendidikan tenaga kerja
Indonesia mayoritas hanya sampai SD ke bawah, yaitu 54,65% pada tahun 2003.
Untuk tenaga kerja yang sudah kadung ini, solusinya hanya dengan memberikan
pelatihan yang relevan.

Namun ke depan, seharusnya program wajib belajar 9 tahun benar-benar berjalan di


Indonesia secara gratis. Kalau semua pihak di Depdiknas bertindak sungguh-
sungguh, biaya yang digunakan untuk menjalankan program wajib belajar tidaklah
semahal yang dikeluhkan. Apalagi jumlah murid baru SD terus menurun sebagai
akibat program keluarga berencana.

Membuka Lapangan Kerja dengan Visi

No. 12 - Maret 2005

Seharusnya sudah sejak dulu program pendidikan 9 tahun gratis terlaksana di


Indonesia. Masalahnya, tidak ada upaya sungguh-sungguh untuk itu. Soal pendidikan
ini sangat serius karena akan sangat menentukan kemajuan dan kesejahteraan
bangsa ke depan. Populasi Indonesia yang mencapai 220 juta jiwa sebenarnya adalah
potensi pasar dan sumberdaya untuk menggerakkan perekonomian. Kita tidak
kekurangan tenaga kerja�- terutama untuk level bawah�- seperti yang dialami
Malaysia. Potensi pasar ini bila digali akan membuat perusahaan multinasional
berlomba mengejarnya seperti yang terjadi di Cina.

Cina, menurut pengusaha properti terkemuka Ricky Sutanto, merasa penduduk 1,3
miliar sebagai berkah karena berkat mereka ekonomi Cina tumbuh cepat. Oleh sebab
itu, pemerintah Cina mencabut ketentuan yang selama ini membatasi jumlah anak di
Negeri Tirai Bambu itu. "Pemimpin Cina yakin jumlah penduduk yang banyak
membuat Cina akan semakin makmur," ungkapnya.

Ini persis seperti ungkapan banyak anak banyak rejeki. Tetapi, kenapa di Indonesia
ungkapan itu sulit terwujud?

Analisis Jabatan dalam Rekrutmen dan Seleksi

No. 16 - Juli 2005

Perdebatan tentang perlu tidaknya uraian jabatan, terutama pada perusahaan-


perusahaan yang memerlukan akselerasi tinggi, semakin membuat pihak manajemen
merasa bahwa uraian jabatan bukanlah hal yang perlu dipusingkan. Apalagi
ditambah dengan fakta yang menunjukkan bahwa perusahaan masih tetap bisa
survive meskipun tanpa uraian jabatan secara tertulis (formal).

Permasalahan yang menarik untuk dikaji adalah bagaimana menentukan orang yang
tepat untuk mengisi suatu jabatan jika jabatan tersebut tidak dibuat dalam suatu
batasan yang jelas yang menyangkut ruang lingkup jabatan dan spesifikasi si
pemegang jabatan. Lalu apa yang bisa dijadikan dasar untuk melakukan rekrutmen,
seleksi dan penempatan karyawan. Pertanyaan-pertanyaan inilah yang mendasari
adanya suatu analisis jabatan sebagai alat untuk menghasilkan uraian jabatan dan
spesifikasi jabatan yang sangat bermanfaat bagi proses pengembangan SDM secara
keseluruhan.

Tujuan dari rekrutmen adalah mendapatkan calon karyawan sebanyak mungkin


sehingga memungkinkan pihak manajemen (recruiter) untuk memilih atau
menyeleksi calon sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan oleh perusahaan.
Semakin banyak calon yang berhasil dikumpulkan maka akan semakin baik karena
kemungkinan untuk mendapatkan calon terbaik akan semakin besar. Proses
pemilihan atau penyeleksian karyawan/pegawai disebut dengan proses seleksi.

Sebelum karyawan dapat direkrut untuk mengisi suatu jabatan tertentu, recruiter
harus memiliki gambaran yang jelas tentang tugas-tugas dan kewajiban yang
dipersyaratkan untuk mengisi jabatan yang ditawarkan. Oleh sebab itu analisis
jabatan merupakan langkah pertama dalam proses rekrutmen dan seleksi. Sekali
suatu jabatan telah dianalisis, maka uraian atau pernyataan tertulis tentang jabatan
dan posisi jabatan tersebut dalam perusahaan/organisasi akan tertuang dengan jelas.

Uraian atau pemyataan tertulis tersebut dinamakan uraian jabatan (Job Description).
Jika uraian jabatan telah tersusun dengan baik, maka spesifikasi jabatan atau disebut
juga "hiring specification” akan mulai dikembangkan. "Hiring specification
didefinisikan sebagai suatu uraian tertulis tentang pendidikan, pengalaman, dan
ketrampilan yang diperlukan untuk dapat mengisi suatu jabatan tertentu sehingga
dapat berfungsi dengan efektif. Job Description dan Hiring Specification inilah yang
seharusnya dijadikan informasi dasar untuk memulai proses rekrutmen dan seleksi
dan penempatan.

Analisis Jabatan

Tujuan dari rekrutmen, seleksi dan penempatan adalah mencocokkan (to match)
antara karakteristik individu (pengetahuan, ketrampilan, pengalaman, dan lain-lain)
dengan persyaratan jabatan yang harus dimiliki individu tersebut dalam memegang
suatu jabatan, Kegagalan dalam mencocokkan kedua hal tersebut dapat
menyebabkan kinerja karyawan tidak optimal dan kepuasan kerja sangat rendah,
sehingga tidak jarang hal ini membuat individu dan organisasi menjadi frustrasi.

Dalam usaha mencari individu yang tepat dan sesuai untuk jabatan tertentu maka
pihak manajemen harus melakukan pengukuran (assessment) terhadap tuntutan-
tuntutan (demands) dan persyaratan-persyaratan (requirements) dari jabatan
tersebut. Proses inilah yang disebut dengan Analisis Jabatan. Analisis jabatan
merupakan suatu proses pengumpulan dan pencatatan informasi terpercaya dan
sahih dengan suatu prosedur tertentu terhadap suatu jabatan tertentu dan
persyaratan-persyaratan yang harus dimiliki oleh si pemegang jabatan.

Satu konsep yang penting dalam analisis jabatan adalah bahwa analisis dilakukan
terhadap jabatan (the job), bukan terhadap orang (person). Meskipun data diperoleh
dari si pemegang jabatan (incumbent) melalui pengamatan, wawancara atau pun
kuestioner/angket, produk yang menjadi hasil analisis jabatan adalah berupa uraian
jabatan (job description) atau spesifikasi jabatan (specifications of the job), bukan
suatu uraian tentang orang (description of the person).

Uraian Jabatan adalah suatu pernyataan tertulis yang berisi uraian atau gambaran
tentang apa saja yang harus dilakukan oleh si pemegang jabatan ( job holder /
incumbent), bagaimana suatu pekerjaan dilakukan dan alasan-alasan mengapa
pekerjaan tersebut dilakukan. Uraian tersebut berisi tentang hubungan antara suatu
posisi tertentu dan posisi lainnya di dalam dan di luar organisasi dan ruang lingkup
pekerjaan dimana si pemegang jabatan diharapkan dapat memberikan kontribusi
dalam mencapai tujuan yang ditetapkan oleh divisi/ unit kerja atau tujuan organisasi
secara keseluruhan.

Spesifikasi Jabatan adalah suatu pernyataan tentang kemampuan, ketrampilan,


pengetahuan dan sikap-sikap yang dibutuhkan agar dapat bekerja secara efektif,
lengkap dengan kualifikasi khusus, pengalaman atau hal-hal lain yang berhubungan
dengan pekerjaan yang harus dimiliki oleh seseorang sebelum menduduki jabatan
tertentu. Spesifikasi jabatan sangat berguna dalam mencocokkan seseorang dengan
posisi atau jabatan tertentu, dan mengidentifikasi pelatihan dan pengembangan
yang dibutuhkan.
Mengapa analisis jabatan diperlukan? Sampai saat ini masih terdapat pendapat pro
dan kontra. Pendapat yang pro analisis jabatan memandang bahwa uraian jabatan
(produk dari analisis jabatan) merupakan panduan yang mutlak dalam menjalankan
pekerjaan dan memudahkan bagi pekerja dan perusahaan. Sebaliknya, pendapat
yang kontra menganggap uraian jabatan hanya akan membuat seseorang menjadi
tidak fleksibel, tidak mudah menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi dan
terkotak-kotak dalam suatu pekerjaan tertentu.

Dalam tulisan ini saya tidak ingin memperdebatkan mana di antara kedua pendapat
tersebut yang paling benar. Saya percaya bahwa kedua pendapat tersebut pasti
memiliki sudut pandang masing-masing. Pada tulisan ini saya hanya ingin
memberikan suatu gambaran, bagaimana suatu proses rekrutmen dan seleksi
memiliki hubungan yang krusial dengan analisis jabatan.

Rekrutmen & Seleksi

Meski banyak perusahaan memandang penting adanya analisis jabatan, namun


seringkali prosesnya tidak dilakukan secara tepat sehingga produk yang dihasilkan
pun kurang tepat sasaran, sehingga tidak berhasil menemukan individu yang tepat.

Fakta lain mengenai gagalnya perusahaan memperoleh gambaran obyektif tentang


suatu jabatan dapat terlihat pada iklan-iklan lowongan pekerjaan yang dimuat di
majalah, surat kabar, website atau media online yang lain. Dalam iklan-iklan tersebut
seringkali terdapat ketidakjelasan tentang jabatan yang dibutuhkan, memuat
informasi yang tidak relevan, tidak terlihat kualifikasi mendasar yang dibutuhkan
untuk jabatan tersebut, dan sebagainya yang pada akhirnya menarik banyak
calon/pelamar yang tidak qualified.

Kesalahan atau kelalaian dalam membuat analisis jabatan terlihat juga pada materi
tes dan wawancara dengan si pelamar. Materi tes yang dibuat seringkali tidak
berhubungan dengan pekerjaan yang akan dilakukan calon karyawan. Pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan dalam wawancara pun seringkali tidak relevan atau
bahkan tidak menyentuh kualifikasi yang esensial dari suatu jabatan sehingga
akhirnya berpengaruh terhadap kualitas karyawan. Tentu saja mustahil untuk
mendapatkan pegawai terbaik tanpa mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tepat
dan relevan.

Kenyataan-kenyataan tersebut di atas menunjukkan betapa penting pemahaman


terhadap persyaratan-persyaratan jabatan guna mendapatkan karyawan yang tepat
sehingga dapat bekerja secara efektif. Semua informasi akurat yang memuat
persyaratan jabatan hanya akan diperoleh jika dilakukan analisis jabatan secara
sungguh-sungguh.

Penulis adalah konsultan Psikologi SDM dari Harmawan Mitra Lestari

Sumber: Majalah Human Capital No. 16 | Juli 2005

Sudah Distinct-kah Job Description Anda ?

No. 17 - Agustus 2005

Distinct Job Manual disingkat DJM, suatu istilah yang penulis kenal ketika bergabung
dengan sebuah konsultan SDM di Jakarta. DJM adalah sebuah dokumen yang
menjabarkan secara jelas tentang job description, job performance standard, job
requirement, dan job within organization chart, dan dapat digunakan untuk manual
dalam pengelolaan SDM. DJM merupakan sebuah manual yang dapat dijadikan
sebagai acuan dalam mengelola sub-sub pengelolaan human resource lainnya,
seperti assessement-recruitment-selection and placement, orientation-training and
development, performance management, career management, job evaluation, dan
compensation and benefit.

Oleh karena itu, karena sifatnya yang dapat digunakan sebagai acuan pengelolaan
sub-sub pengelolaan SDM, DJM sering disebut sebagi dukumen yang single entry
multi purporse (SEMP). Setiap kandungan dari DJM haruslah dijabarkan dengan
sejelas-jelasnya, sehinga memudahkan bagi employee maupun employer untuk
memahaminya. Berikut akan coba dijelaskan secara singkat mengenai kandungan
dari setiap bagian DJM.

Job Description

Bagian dari Distinct Job Manual yang memaparkan informasi deskriptif yang
menjawab pertanyaan apa, mengapa dan bagaimana suatu pekerjaan dilakukan.
Format dari job terdiri dari :

Misi Jabatan (job mission), merupakan pernyataan singkat dan jelas yang terdiri dari
satu sampai dua kalimat, yang bertujuan untuk menjawab mengapa jabatan tersebut
ada/diciptakan di organisasi. Misi jabatan haruslah dapat menjawab pertanyaan-
pertanyaan : Apa kontribusi spesifik jabatan tersebut pada organisasi? Apa yang
terjadi pada organisasi jika jabatan ini ditiadakan? Mengapa organisasi membutuhkan
jabatan tersebut? Jawaban terhadap ketiga pertanyaan di atas, akan
mempertanyakan keberadaan jabatan tersebut, apakah organisasi benar-benar
memerlukan jabatan tersebut atau barangkali organisasi tidak atau belum
memerlukan jabatan tersebut. Kata awal dari job mission biasanya dimulai dengan
kata “memastikan” sebagai contoh misi jabatan dari manajer pemasaran
“Memastikan berjalannya kegiatan-kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
dan dihasilkannya peluang-peluang bisnis dan strategi pemasaran sesuai arah
kebijakan perusahaan”.

Ilustrasi jabatan (job illustration), penggambaran secara naratif dari job description
yang terdiri dari beberapa paragraf terstruktur yang memberikan gambaran tentang
pekerjaan yang dilakukan dan nilai-nilai yang diharapkan pemangku jabatan. Hal-hal
penting yang perlu diperhatikan dalam ilustrasi jabatan adalah penggambaran posisi
jabatan di organisasi, aktivitas-aktivitas utama dalam melakukan pekerjaan,
kerangka kerja (framework) jabatan, hal-hal kritis yang mungkin terjadi, hal-hal yang
harus dilaporkan kepada superior dan laporan-laporan yang harus diterima dari
bawahan, pengorganisasian aktivitas bawahan (subordinat), dan tantangan
(challenge) yang mungkin muncul.

Tantangan haruslah yang bersifat strategis dan taktis, bersifat teknis dan manajerial,
berasal dari internal dan eksternal organisasi, dan bukan karena ketidakmampuan
pemangku jabatan. Contoh tantangan untuk jabatan mantainance manager :
“Tantangan utama dalam melaksanakan pekerjaan ini adalah bagaimana pemangku
jabatan dapat merumuskan metoda yang efektif dalam proses pemeliharaan untuk
mempertahankan kinerja mesin di pabrik yang sudah berumur 12 tahun”.

Dimensi Jabatan (job dimension), hal-hal penting yang dikelola oleh pemangku
jabatan yang memberikan dampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap
pekerjaan, serta sarana untuk membedakan suatu jabatan dengan jabatan lain yang
serupa. Dimensi jabatan terdiri dari berbagai aspek yang ada dalam pengelolaan
kerja, seperti aspek keuangan (financial aspect) seperti annual budget, expense,
operating cost, project cost, annual income, revenue, sales turn over.

Aspek penjualan dan marketing (sales and marketing aspect) seperti sales area,
promotion / Advertising budget, banyaknya merk (brand) yang dikelola, dan total
sales. Aspek produksi dan perawatan (production and maintenance aspect) seperti
jumlah / luas pabrik yang dikelola, biaya perawatan, dan nilai mesin yang dikelola.
Contoh dimensi jabatan dari sales manager meliputi target penjualan, jenis dan
jumlah produk, jumlah distributor, dan luas area.

Lingkungan kerja (working environment) merupakan gambaran naratif dari


lingkungan kerja pemangku jabatan secara fisik. Dalam hal ini digambarkan aspek
fisik dan mental yang dihadapi pemangku jabatan yang diakibatkan oleh lingkungan
kerjanya, seperti� apakah aktivitas yang dilakukannya di dalam ruangan atau di luar
ruangan, kondisi ruangan kerja, tingkat kebisingan suara, tingkat suhu udara, resiko-
resiko yang mungkin timbul, orang-orang yang dihadapi, peralatan yang harus selalu
digunakan, tekanan fisik atau mental yang dihadapi pemangku jabatan. Contoh
ilustrasi dari lingkungan kerja marketing manager; “Sebagian besar waktu pemegang
jabatan dihabiskan di dalam ruangan berpendingin udara, walaupun demikian
sesekali pemegang jabatan harus turun ke lapangan untuk melihat langsung keadaan
lokasi yang berkaitan dengan peluang bisnis yang sedang dianalisa”.

Hubungan Kerja (inborn relationship within job), merupakan hubungan kedinasan


selain hubungan antara atasan dan bawahan baik secara internal dan eksternal
perusahaan. Hubungan kerjanya dapat bersifat informatif, konsultatif, koordinatif,
dan/atau kemitraan. Sebagai contoh sifat hubungan sales manager dengan :

marketing manager – konsultatif dan koordinatif

finance manager – konsultatif

perusahaan distribusi – kemitraan

Job Requirement

Bagian dari Distinct Job Manual yang menjelaskan persyaratan yang harus dimiliki
pemangku jabatan agar dapat menjalankan pekerjaannya sesuai dengan yang
diharapkan. Job requirement meliputi tiga bagian yang mencakup pertama, Job
prerequisite yaitu persyaratan berupa kebijakan perusahaan atau kebijakan khusus
untuk jabatan tersebut yang mutlak harus dimiliki oleh pemangku jabatan, seperti
untuk jabatan Trainer harus memiliki sertifikat pelatihan Training for the Trainer.
Kedua, Competency Requirement merupakan kompetensi minimum yang
dipersyaratkan kepada si pemangku jabatan untuk dapat melakukan pekerjaannya
sesuai dengan yang diharapkan, seperti kompetensi minimum untuk jabatan HR
Manager adalah HR management knowledge, legal, Presentation Skill, Influencing
others, dll.

Ketiga, Competence Propensity Gauge, adalah hal-hal yang dapat dijadikan ukuran
bahwa seseorang memiliki kompetensi yang disyaratkan, seperti pendidikan,
pelatihan yang pernah diikuti, sertifikat yang dimiliki, pengalaman kerja.
Job Performance Standard

Bagian dari Distinct Job Manual yang menjelaskan indikator-indikator yang diukur
untuk menyatakan keberhasilan pemangku jabatan. Area kinerja yang biasanya
diukur menyangkut Customer and Market Area, Product and Service Process Area,
Employee Area, Cost and Financial Area.

Customer and Market Area, Area yang berhubungan dengan kepuasan pelanggan
(internal/eksternal) dan peningkatan pasar, seperti; Customer Satisfaction Index,
Complaint Rate, Warranty Claims, Retention, Gains, and Losses of Customers, Market
Share, Business Growth, Geographic Market Entered, Percentage of Sales Derived
from New Product, Product and Service Process Area, Area yang berhubungan
dengan kinerja aspek-aspek pengelolaan proses produksi baik barang maupun jasa,
seperti; Reduce Emission Level, Lead Time, Set Up Time, Reduction in Inventory,
Delivery Time, Tingkat kecelakaan kerja.

Employee Area, Area yang berhubungan dengan pengelolaan kinerja karyawan;


pendidikan, pelatihan dan pengembangan karyawan; kesejahteraan dan kepuasan
karyawan, seperti; Employee Satisfaction Index, Employee Turn Over, Training
Effectiveness

Cost and Financial Area, Area yang berhubungan dengan hasil kinerja keuangan,
seperti; Sales, Cost, Profit, Earning per share.

Bagian terakhir dari Distinct Job Manual adalah bagaimana gambaran dari jabatan
tersebut dalam chart struktur organisasi (job within Organization Chart). Demikianlah
pembahasan singkat mengenai Distinct Job Manual yang merupakan ancuan dalam
mengelola SDM sejak mulai dari recruitment hingga retirement, semoga bermanfaat.

Sumber: Majalah Human Capital No. 17 | Agustus 2005

Kenapa Mereka Diburu?

No. 20 - November 2005

Berikut adalah potret 2 orang eksekutif yang belum lama pindah kerja. Seberapa
hebat mereka?

Elwin Karyadi
Senior Vice President Private Banking Group Head Bank Niaga
TIGA PRINSIP DALAM BERKARIR

Meski sudah 17 tahun berkarir dan empat kali pindah tempat bekerja, Elwin Karyadi
mengaku bukanlah tipe seorang job hoper. Faktor keberuntunganlah yang membuat
ia mendapat kesempatan dan tantangan yang lebih menarik.

Baru 1,5 tahun berkarir di Bank Niaga, pria yang menjabat sebagai Senior Vice
President Private Banking Group Head Bank Niaga, sudah mendapat tawaran baru di
Deutsche Bank. "Waktunya memang sangat singkat, hanya tiga minggu,” ujar Elwin
yang resmi mengundurkan diri per 31 Oktober 2005 dan mulai masuk di Deutsche
Bank per 1 November 2005.
Awalnya, ia diminta rekannya yang menjadi salah satu direksi di Deutsche Bank
memberikan beberapa calon nama yang dinilainya pantas untuk diposisikan di
Deustche Bank. Delapan nama ia sodorkan ke rekannya tersebut saat meeting
dengan beberapa direksi Deutsche Bank. Namun, siapa sangka justru pihak Deutsche
Bank lebih memilih dirinya. “Mereka malah tertarik dengan saya dan minta saya ikut
dalam jajaran direksi di sana,” ujar Elwin sambil tertawa. Alasannya, selain ia
dianggap sudah senior dalam bidangnya, orang-orangnya pun masih belum terlalu
banyak di bidang tersebut.�

Lewat proses pemikiran yang tidak terlalu lama, akhirnya bapak tiga anak dari Tania,
Dio dan Tasya ini mantap untuk menerima tawaran tersebut. Dari sisi challenge, ia
menganggap bekerja di bank tersebut sangat menantang. “Saya melihat challenge
yang akan saya alami di sana nanti menarik karena Deutsche Bank merupakan salah
satu bank terbesar di dunia dan mempunyai komitmen, rencana yang cukup
signifikan secara global,” jelas Elwin antusias. Namun, ia sendiri belum bisa
menjelaskan secara detail job description-nya nanti di Deutsche Bank. ”Saya belum
berani bicara banyak karena ia masih baru.”

Lain di Deutsche Bank, lain pula dengan Bank Niaga, ABN Amro dan BII. Jika di
Deutsche Bank ia mendapat tawaran dari teman, justru di tiga bank sebelumnya ia
ditawari oleh executive search atau head hunter. “Satu hal yang saya tekankan, saya
ini bukan tipe job hoper. Memang ini kesempatan keempat saya dalam berkarir,”
papar Elwin.

Wajah pria kelahiran Maret 1963 ini langsung serius saat ditanya adakah alasan lain
yang membuat ia memantapkan diri untuk pindah tempat. Kompensasi atau benefit
juga menjadi dasar pemikiran ia pindah tempat kerja. “Saya juga berpikir mengenai
usia. Saya harus benar-benar memikirkan rencana yang lebih matang untuk
menghadapi pensiun. Tujuannya adalah satu, kebutuhan anak-anak bisa terjamin,”
aku Elwin yang mengelak pindah tempat kerja karena jenuh atau bosan. Sejujurnya,
lanjutnya, ia merasa sangat berterima kasih kepada Bank Niaga yang telah
memberikan kesempatan kendati waktunya hanya sebentar. Saat di Bank Niaga,
Elwin memfokuskan diri dalam pengembangan SDM dengan cara men-structure
business model dan melakukan product development. “Sejak awal bergabung. Yang
saya lakukan adalah membenahi manusia agar karyawan Bank Niaga siap bersaing
dengan kompetiter,” aku Elwin yang bersyukur mendapat dukungan dari Bank Niaga
dalam menjalankan tugasnya.

Bahkan, jika kelak ia akan mendapat tawaran yang lebih baik lagi, ia akan melepas
posisi yang ia jabat sebelumnya “Saya ingin juga meraih posisi CEO suatu saat. Tapi
harus realistis. Artinya, harus sesuai dengan kemampuan saya," tuturnya. Namun, ia
kembali menekankan bahwa Baginya, jabatan dan tanggung jawab yang diberikan ke
dirinya harus sesuai dengan kualitas dan kemampuan emosinva, jangan sampai over
qualified atau under qualified.

Kendati beberapa kali mengalami perpindahan, sebagai seorang profesional Elwin


berusaha menerapkan prinsip dan kiat dalam bekerja yaitu berusaha yang terbaik,
siap untuk menerima yang terburuk dan jangan putus asa. Tiga hal ini menjadi
sangat penting bagi dirinya selama ia berkarir. “Saya tidak pernah menganggap
bahwa saya itu gagal. Karena kalau saya anggap gagal saya bisa patah arang.
Anggap saja keberhasilan yang tertunda,” lontarnya.

Lukman Kristanto
HR Director Property Group Mulia
BERI NILAI TAMBAH BAGI SHAREHOLDER DAN STAKEHOLDER

Sepanjang 20 tahun berkiprah dalam karir, pria jebolan Universitas Atmajaya Jurusan
Administrasi Bisnis ini belum mau bergeming dari bidang human resources
management. alasannya, terlanjur gandrung dengan bidang yang satu ini.

Faktor utama yang menjadi pertimbangan Lukman Kristanto untuk pindah ke


perusahaan lain adalah unsur tantangan dan keinginan untuk mengasah atau
mencoba kemampuan diri, sekaligus untuk melengkapi dan menambah pengalaman
kerja. Diakui Lukman, hal ini yang menjadi dorongan dan semangat sehingga ia
tertarik.

“Yang membuat saya bergabung dengan perusahaan yang sekarang ini, tantangan
dan kesempatan untuk mengaktualisasi diri. Kedua hal itu menjadi sangat penting,”
ujar Lukman yang menjabat Human Resources Director Property Group Mulia sejak
tahun 2004 lalu. Alasan lain yaitu kompensasi serta benefit yang diberikan
perusahaan harus sepadan dengan tanggung jawab dan kewenangannya. Jika tidak,
maka ia akan menolak bahkan berpikir panjang untuk melepas posisinya saat ini.

Selama berkarir, ia mengaku telah melakukan lima kali perpindahan, termasuk satu
kali kembali ke perusahaan di mana ia pernah bekerja sebelumnya. Sebelum
bergabung di Property Group Mulia, ia menjabat sebagai Senior Manager HRD di PT
Mattel Indonesia. Pada setiap kali ia mendapatkan tawaran bergabung dengan
sebuah perusahaan, Lukman mengaku dihubungi oleh pihak executive search. Pihak
executive search-lah yang akan mengatur beberapa pertemuan dengan pihak-pihak
perusahaan yang berkepentingan untuk dilakukan wawancara, presentasi dan
lainnya. “Prinsip saya, keberadaan saya di perusahaan ini harus memberikan nilai
tambah yang tinggi kepada shareholder dan stakeholder, dan sekaligus hal ini hanya
bisa diwujudkan dengan buah hasil yang nyata dari professionalitas saya tentunya,”
komitmen Lukman dalam berkarir.

Saat ditanya apakah tidak jenuh berada di satu bidang saja selama berkarir, Lukman
langsung tersenyum. Ia menganggap bahwa dirinya lebih memilih untuk betah
dengan profesinya sekarang. “Selain itu, faktor non tehnis lain seperti adanya
kerjasama, kekompakan, rasa hormat dan saling percaya menjadi sangat penting
untuk menjadi lebih betah,” ujarnya. Ia menegaskan, meski banyak orang yang
menginginkan posisi atau jabatan CEO dalam karirnya, Lukman menganggap
posisinya saat ini sudah termasuk baik. “Buat saya, posisi tidak terlalu penting
dibanding kualitas profesionalitas seseorang,” tegas Lukman yang menekankan
prinsip jujur dalam bekerja, penuh kasih dan selalu memberikan yang terbaik kepada
siapapun.

Assessment Center dan Transparansi Birokrasi

No. 20 - November 2005

Pada saat ini kita berada pada era globalisasi yang ditandai dengan terbukanya arus
informasi, barang, jasa, dan tenaga kerja baik antar negara maupun antar bangsa.
Dampak langsung era globalisasi antara lain semakin meningkatnya intensitas
hubungan antar bangsa, meningkatnya ketergantungan antar negara serta
meningkatnya skala persaingan global yang tidak lagi mengenal batas-batas suatu
negara.
Perubahan lingkungan strategis yang begitu cepat sebagai dampak langsung
globalisasi disamping sangat berpengaruh terhadap semua aspek kehidupan
manusia seluruh dunia, juga berpengaruh secara signifikan terhadap eksistensi
setiap organisasi baik organisasi bisnis, organisasi publik maupun organisasi sosial.

Persaingan global tidak lain merupakan suatu keniscayaan yang tidak dapat dihindari
lagi oleh setiap organisasi jenis apapun. Persaingan yang begitu ketat dan keras
menciptakan suatu kondisi dimana hanya organisasi yang memiliki keunggulan
kompetitif yang dapat mempertahankan eksistensinya dan memenangkan
persaingan lokal, regional maupun global.

Untuk memenangkan persaingan dimaksud, setiap organisasi dituntut untuk mampu


terus beradaptasi terhadap perubahan lingkungan strategis yang sangat cepat serta
dituntut untuk mampu menciptakan inovasi-inovasi secara terus-menerus di bidang
ilmu pengetahuan, teknologi dan rekayasa sosial sehingga memiliki serba
keunggulan yang memiliki standard competency yang diakui secara internasional,
baik bilateral ataupun multilateral karena mengandung prinsip mutual recognition.

Salah satu prasyarat dasar untuk dapat menciptakan keunggulan kompetitif adalah
ketersediaan sumber daya manusia yang andal dan kompeten sesuai dengan
karakteristik organisasi, visi, misi dan tujuan strategis organisasi merupakan core
competence untuk dapat membangun sikap dan perilaku organisasi yang mampu
menghadapi berbagai gejala perkembangan dunia dimasa depan.

Dengan demikian dalam memasuki kondisi persaingan yang semakin tajam dan
ruang gerak yang kian menyempit memiliki implikasi need of achievement yang
mampu mendorong kinerja superior dan berkontribusi secara optimal dalam iklim
kompetensi yang sehat guna mempertahankan eksistensi dan organisasi yang
unggul dalam menghadapi berbagai persaingan.

Globalisasi memang cenderung indentik dengan kompetisi, tapi pada saat


bersamaan mulai timbul kesadaran bahwa situasi kompetisi tersebut mendorong
perlunya strategi kerjasama, yang karena itu dibutuhkan manajemen dan sumber
daya manusia yang berwawasan lintas dan negara, yang berpeluang untuk
mendorong pengelolaan kegiatan produktif dan cakap membangun network
pemasaran yang lebih luas serta melembaga diantara pihak-pihak terkait.

Untuk memperoleh sumber daya manusia yang andal dan kompeten yang telah
diutarakan, diperlukan adanya manajemen sumber. daya manusia yang aktivitasnya
mulai dari perencanaan SDM, rekrutmen seleksi, penempatan (the right man on the
right job), pelatihan dan pengembangan, rotasi, promosi, suksesi untuk memastikan
terisinya setiap posisi jabatan secara tepat dan pemegang jabatan dapat berperan
secara optimal, serta sistem pengelolaan kinerja yang mendorong setiap individu
termotivasi untuk mengerahkan kemampuan terbaiknya untuk berkontribusi secara
optimal.

Untuk melaksanakan hal tersebut diperlukan suatu metode yang efektif, efisien dan
dapat diandalkan untuk mendiskripsikan kompetensi jabatan yang diperlukan oleh
organisasi dan mengidentifikasikan kompetensi potensial dan aktual dari setiap
sumber daya manusia yang ada dalam organisasi itu sendiri maupun sumber daya
manusia yang akan direkrut oleh organisasi dalam perspektif jangka panjang.

Assesment center merupakan suatu metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan


komprehensif untuk memperoleh informasi secara akurat dan lengkap yang berkaitan
dengan kompetensi jabatan, baik kompetensi potensial, kompetensi aktual untuk
performance management dalam mendukung proses pengambilan keputusan.

Informasi ini sangat berguna dalam rangka rekrutmen, penempatan orang sesuai
kompetensinya, promosi, identifikasi potensi diri, diagnosis kebutuhan pelatihan dan
pengembangan, identifikasi SDM potensial (pool of talents), serta berbagai aspek
pengembangan baik team building, pengembangan aspek kompetensi untuk
kebutuhan dan pengembangan organisasi mengelola perubahan yang akan datang.

Assesment center telah digunakan oleh organisasi baik organisasi kemiliteran,


organisasi bisnis maupun organisasi publik di beberapa negara dan telah terbukti
efektif dalam membuat fondasi yang kuat dalam menciptakan organisasi yang
unggul. Di Indonesia penggunaan assessment center telah banyak digunakan dalam
organisasi sektor bisnis, beberapa instansi pemerintahan juga menggunakannya
dalam pengelolaan sumber daya manusia aparatur.

Salah satu program pemerintah saat ini adalah program reformasi birokrasi yang
diarahkan pada percepatan pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN),
peningkatan pelayanan publik serta pningkatan kinerja aparat pemerintah menuju
good corporate governance.

Dalam rangka mewujudkan good governance tersebut dalam peningkatan kinerja


pemerintahan melalui pendayagunaan aparatur negara, kami mengharapkan
terbangunnya koalisi bagi perubahan melalui metode yang diintrodusir oleh
assesement center, agar dapat menjadi sense of urgency yang pada waktunya dapat
diintroduksikan secara bertahap pada setiap instansi pemerintah.

Assesment center pada sektor pemerintahan, sangat berguna dalam meningkatkan


obyektivitas dan transparansi dalam proses rekrutmen, penempatan pegawai,
pengangkatan dalam jabatan baik struktural maupun fungsional, perencanaan dan
pelaksanaan dan pelaksanaan diklat, pengembangan karier, maupun dalam mengkaji
sistem remunerasi yang layak dan berkeadilan.

Dengan penerapan assessment center, diharapkan dapat menekan terjadinya


korupsi, kolusi dan nepotisme yang merupakan titik awal menuju good govermance
yang meliputi aspek-aspek yang lebih besar.

Dewasa ini secara umum terdapat 3 (tiga) bentuk organisasi yang berbeda dan perlu
diisi oleh SDM yang memiliki karakteristik yang berbeda pula. Organisasi tersebut
adalah organisasi di sektor swasta yang lebih berorientasi pada laba, organisasi
BUMN yang berorientasi pada laba dan beberapa kepentingan publik, organisasi
pemerintah yang lebih berorientasi pada kepentingan publik semata.

Dengan bentuk organisasi tersebut maka assessment center hendaknya tidak hanya
difungsikan untuk menggali potensi pengetahuan, pengalaman, ketrampilan dan
kemahiran berpikir logis dari SDM semata, tetapi juga sifat lain yang lebih
fundamental yaitu perilaku, kepribadian, kedisiplinan, integritas, loyalitas, etika dan
kerelaan berkorban untuk kepentingan umum.

Di dalam manajemen SDM Aparatur saat ini misalnya, pembinaan di samping


dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme dan kemampuan berpikir logis juga
kepribadian dalam berbangsa dan bernegara. Di dalam tugas-tugas SDM Aparatur
misalnya, ditetapkan adanya kewajiban untuk menjunjung tinggi cita-cita proklamasi,
menjaga persatuan dan kesatuan, tidak membeda-bedakan suku, agama, ras dan
golongan dalam melaksanakan tugas. Hal-hal demikian tampaknya perlu menjadi
pula perhatian assessment center.

Di bidang kelembagaan pemerintahan, assessment center dapat diaplikasikan


sebagai instrumen dalam penataan dan pengembangan organisasi pemerintah yang
lebih rasional, efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dengan
demikian aplikasi assessment center pada sektor pemerintahan dapat merupakan
sarana dasar untuk pembentukan profesionalisme PNS serta peningkatan kualitas
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat.

Sumber: Majalah Human Capital No. 20 | November 2005

Bajak Membajak Eksekutif

No. 20 - November 2005

Eksekutif handal adalah makhluk langka. Perusahaan harus melakukan pencarian


secara serius untuk mendapatkannya karena tidak semuanya tersedia di dalam
perusahaan. Bagaimana lika liku perburuan tersebut?

Tanggal 14 Desember 1992, Louis V. Gerstner Jr. baru saja sampai di apartemen Fifth
Avenue dari acara makan malam amal bagi para CEO di New York. Waktu itu ia
menjabat CEO RJR Nabisco, perusahaan yang dibeli oleh firma investasi Kohlberg
Kravis Robert's Co. (KKR) dengan teknik LBO (Leveraged Buy-out). Belum 5 menit dia
duduk, datang telepon dari meja penerima tamu di bawah, yang mengatakan bahwa
Mr. Burke ingin bertemu secepatnya. Jim Burke kebetulan tinggal di bagian atas dari
apartemen itu. Gestner sendiri tidak begitu kenal Jim Burke, tetapi dia sangat
mengagumi kepemimpinannya di Johnson&Johnson dan sebagai mitra di Drug-Free
America. Keberhasilannya menangani krisis Tylenol membuat namanya menjadi
legenda. Gerstner langsung meneleponnya, dan Burke berkata segera turun.

Begitu sampai, Burke langsung bicara terbuka: "Saya mendengar Anda akan kembali
ke American Express menjadi CEO, dan saya ingin Anda tidak melakukannya karena
saya punya tantangan yang lebih besar buat Anda." Munculnya nama Amex,
barangkali, didorong oleh rumor bahwa Gerstner akan kembali ke perusahaan di
mana ia sebelumnya menjadi CEO selama 12 tahun. Pertengahan November 1992,
memang tiga anggota direksi Amex bertemu dengannya secara rahasia di Sky Club,
New York, untuk memintanya kembali. Namun, dengan sopan, Gerstner menolak
tawaran tersebut.

Karenanya, dia langsung berkata kepada Burke bahwa dia tidak ingin kembali ke
Amex. Burke menuturkan, posisi puncak IBM bakal segera terbuka dan dia ingin
Gerstner mengambil posisi itu. Gerstner tentu saja merasa surprise. Masalahnya,
sudah diketahui umum dan banyak ditulis media bahwa IBM sedang menghadapi
masalah serius, tetapi tidak ada gelagat CEO-nya akan diganti. Lantas, ia menukas
ucapan Burke itu:

"Karena saya tidak memiliki latar belakang teknik, saya tidak bisa menjalankan IBM."
Burke hanya berkata singkat: "Saya gembira Anda tidak kembali ke American
Express. Please, tetaplah berpikir tentang IBM."
Pemberitaan media tentang IBM semakin intensif. Business Week dan Fortune
menulis berita sampul tentang IBM. Tampaknya, setiap orang punya nasehat tentang
apa yang harus dilakukan IBM, dan orang-orang membacanya. Gerstner merasa
bersyukur karena dia tidak berada di IBM waktu itu. Media yakin bahwa era IBM
sudah lewat.

Pada 26 Januari 1993, IBM mengumumkan bahwa Chairman dan CEO John Akers
harus pensiun dan mereka telah membentuk Komite Pencari (Search Committee)
yang bertugas mencari kandidat pengganti Akers, baik berasal dari luar maupun
dalam IBM. Komite itu dipimpin oleh Jim Burke. Tak lama setelah itu kembali Burke
menghubungi Gerstner. Gerstner memberi jawaban yang sama dengan sebelumnya.
"Saya tidak mampu dan saya tidak tertarik," ujamya tegas. Toh Burke mendesak
Gerstner untuk tetap memikirkan tawarannya.

Burke dan komitenya melakukan sapu hersih terhadap CEO top Amerika. Nama-nama
Jack Welch dari GE, Larry Bossidy dari Allied Signal, George Fisher dari Motorola, dan
bahkan Bill Gates dari Microsoft muncul dalam pemberitaan pers. Begitu pula
sejumlah nama eksekutif IBM. Komite Pencari juga melakukan sejumlah pertemuan
dengan pimpinan perusahaan teknologi, terutama untuk mendapatkan nasehat siapa
sebaiknya menjadi pemimpin pesaing utamanya. Untuk mendapatkan hasil terbaik,
Komite Pencari menggunakan jasa dua perusahaan rekrutmen eksekutif
terkemuka�- Tom Neff (Stuart Management Consultants N.V.) dan Gerry Roche
(Heidrick Struggles International Inc.).

Bulan Februari, Gerstner bertemu dengan rekannya anggota Komite Pencari, Tom
Murphy, yang kemudian menjadi CEO Cap Cities/ABC. Murphy mengatakan, Komite
tidak mencari ahli teknologi, tetapi lebih kepada pemimpin berwawasan luas dan
agen perubahan. Sekali lagi, Gerstner bilang bahwa dia merasa kurang pas dengan
jabatan itu.

Rasa skeptis Gerstner meningkat kala membaca berbagai tulisan di media massa
tentang IBM, termasuk di The Wall Street Journal, Computer Wars, dan The
Economist. Intinya, IBM tidak lagi menjadi motor dalam industri komputer. Bill Gates
bahkan menegaskan, IBM akan hilang dalam 7 tahun. Kesimpulan tulisan-tulisan
tersebut, mereka mempertanyakan apakah IBM bisa survive. Dan dari analisis
mereka, peluangnya sangat kecil.

Gerstner mulai berubah pikiran pada saat libur President's Day Februari 1993. Dia
sedang berada di rumahnya Florida, di mana ia sedang berjalan-jalan di pinggir
pantai, menenangkan dan memantapkan pikiran. Gerstner mulai berpikir untuk
melihat situasi IBM secara berbeda. Hatinya mulai berubah didorong oleh apa yang
terjadi di RJR Nabisco. KKR mulai menyerah dengan LBO-nya. Ada dua alasan untuk
itu. Pertama, seperti ditulis Bryan Burroghs dan John Heylar dalam buku Barbarians at
the Gate, dalam upaya memenangkan tender, KKR membayar terlalu besar untuk RJR
Nabisco. Artinya, sebaik apapun bisnis perusahaan, tetap sulit mendapatkan hasil
sesuai proyeksi. Kedua, pendapatan operasional dari bisnis tembakau tertekan akibat
perang harga yang dilancarkan Philip Morris. Pasti KKR sedang berpikir untuk ke luar
dari RJR Nabisco. Dan Gerstner berpikir untuk ke luar lebih dulu.

Alasan kedua Gerstner berubah pikiran karena ia selalu tertantang dengan


tantangan. Proposisi IBM sangat mengkhawatirkan dan menakutkan, tetapi juga
mengandung intrik. Itu pula yang terjadi dengan RJR Nabisco ketika ia bergabung
1989. Dia mulai menyusun pertanyaan dan perhatian terhadap Burke dan Komitenya
saat bertemu kelak.
Ketika Burke meneleponnya seminggu kemudian, Gerstner mengatakan mulai
berpikir untuk menerima pekerjaan di IBM itu dan membutuhkan banyak informasi,
khususnya tentang prospek perusahaan jangka pendek dan menengah. Maklum,
pemberitaan media dan pakar sangat merisaukannya. Dia meminta Burke untuk
mengatur pertemuan dengan Paul Rizzo, yang telah menjadi eksekutif TBM sejak 80-
an. Gerstner bertemu dengannya beberapa kali dan mengaguminya. Dia telah
pensiun 1987 dan kembali diminta menjadi Direksi Desember 1992 untuk membantu
John Akers dalam menahan kemerosotan kinerja perusahaan. Gerstner meminta
Burke agar Rizzo membawa bujet dan perencanaan 1993 dan 1994. Di sela-sela
rapat Dewan Bisnis di hotel Park Hyatt, Washington, Gerstner mencuri waktu 1 1/2
jam secara rahasia bertemu Rizzo di sebuah kamar hotel itu. Di situ, Gerstner
mendapatkan informasi bahwa penjualan dan laba IBM turun tajam dan
mengkhawatirkan. Lebih penting lagi, posisi dana tunainya sangat meragukan. hanya
bertindak sebagai tuan rumah. Banyak informasi untuk masing-masing lini produk
sulit dievaluasi. Bagaimanapun, Paul menggarisbawahi isu terpenting dari
perusahaan: pendapatan bisnis main frame anjlok dari US miliar tahun 1990 menjadi
kurang dari US miliar tahun 1993, dan kalau tidak diatasi, ikut-ikutan merugi. Dia
juga mengaku bahwa laporan pers tentang rencana memecah IBM menjadi unit
operasional independen benar adanya.

Sehabis pertemuan itu, Gestner semakin yakin bahwa peluang IBM untuk
diselamatkan tidak lebih dari seperlima, dan oleh karenanya dia tidak akan
mengambil posisi itu. Tapi, Jim Burke tidak putus asa mendekati Gestner. Gestner
kemudian bertemu dengan Burke dan Murphy di rumah head hunter Gerry Roche
yang saat itu hanya bertindak sebagai tuan rumah.

Burke mengutip kata-kata dari sebuah novel : "Anda berhutang kepada Amerika
untuk mengambil jabatan itu." Dia mengatakan, IBM adalah kekayaan Amerika dan
menjadi tugas Gerstner menyelamatkannya. Gestner menjawab bahwa itu benar
hanya jika ia mampu menanganinya. Burke bertahan, dan bahkan akan meminta
Presiden Clinton agar memerintahkan Gestner mau menerima pekerjaan itu. Tom
Murphy menambahkan, meski sedang sulit, IBM tidak kekurangan SDM yang pintar
dan berbakat. Yang diperlukan adalah pemimpin perubahan, yang mengelola SDM itu
untuk meraih kemajuan.

Pembicaraan yang berlangsung sore itu akhirnya berbuah. Entah karena pengaruh
siapa, Gestner memutuskan menerima pekerjaan itu. Sebuah keputusan paling
penting dalam karirnya. Gerstner mengaku, tidak jelas kenapa ia bisa berubah
pikiran. Mungkin karena patriotisme yang ditunjukkan Jim Hurke. Mungkin juga
karena argumen Tom Murphy yang mengatakan inilah tantangan berkelas dunia. Atau
kombinasi keduanya. Mereka saling bersalaman dan setuju untuk membicarakan
paket finansial bagi Gerstner dan Gerstner pulang ke rumah dan mengumumkan
keputusannya itu kepada keluarganya. Seperti biasa, reaksi keluarganya sangat
beragam. Salah satu anaknya berkata "Ya, ambillah Pa!" Anak lainnya berpikir
konservatif dan berpikir Gerstner telah kehilangan akal pikir. Isterinya yang agak
khawatir dengan ide ini, seperti biasa mendukung setiap keputusan Gerstner dan
terlihat cukup gembira.

Cuplikan kisah di atas menunjukkan betapa strategisnya posisi seorang CEO bagi
keberhasilan perusahaan, dan oleh karenanya, IBM begitu serius melakukan
pencarian eksekutif (executive search) untuk mendapatkan kandidat terbaik. Selain
membentuk Komite Pencarian, IBM juga menunjuk 2 perusahaan konsultan executive
search terkemuka di dunia - Stuart Management Consultants N.V. dan Heidrick
Struggles Intemational Inc. Belum cukup dengan hal itu, Thomas Watson Jr, putera
pendiri IBM Thomas Watson Sr. dan pernah memimpin IBM dengan sukses, ikut
meyakinkan Gestner saat ia mampir ke rumahnya pagi-pagi sekali sebelum Gerstner
berangkat ke kantor. Bahkan, kalau perlu, Presiden Amerika pun siap meyakinkan
Gerstner untuk menerima tawaran memimpin salah satu asset kebanggaan Amerika
itu.

Buruknya kaderisasi eksekutif secara internal adalah penyebab utama kenapa


sebuah perusahaan harus mencari eksekutif dari luar. Istilah buruk ini bukan berarti
perusahaan kekurangan orang-orang pintar untuk menjadi pemimpin, melainkan
karena orang-orang pintar itu belum tentu sesuai dengan kebutuhan perusahaan
saat itu. Seperti dikatakan Tom Murphy di atas, yang dibutuhkan IBM adalah
pemimpin perubahan, yang mengelola orang-orang pintar itu untuk membuat IBM
berkinerja outstanding.

Memilih orang luar sebagai eksekutif sebuah perusahaan ada nilai positifnya,
misalnya untuk membawa nilai-nilai atau pemikiran baru ke dalam perusahaan.
Terlebih lagi bila sang eksekutif memiliki rekam jejak prestasi (track record) yang
brilian. Disney Co., contohnya, pernah mengalami kesulitan bisnis pada tahun 70-an
karena Walt Disney sebagai pendiri dan CEO tidak mempersiapkan pengganti yang
mampu. Untuk menyelamatkan perusahaan, dewan komisaris merekrut orang luar
Michael Eisner dan Frank Wells tahun 1984. Pencarian eksekutif itu dilaksanakan oleh
Komite Pencarian dan perusahaan konsultan executive search. Ray Watson, yang
memimpin pencarian CEO itu, menginginkan Eisner bukan hanya karena memiliki
track record yang prima, juga karena Eisner sangat mengerti dan menghargai nilai-
nilai Disney sehingga bisa memimpin Disney secara lebih baik.

Idealnya, menurut James C. Collins dan Jerry I. Porras dalam bukunya Built to Last,
perusahaan mendapatkan pimpinan dari kader-kader yang ada dalam perusahaan.
Mereka itu benar-benar telah dipersiapkan sejak awal. Mereka diyakini lebih mengerti
visi, misi, dan nilai-nilai perusahaan serta strategi untuk mewujudkannya. IBM
sendiri, sejak berdiri tahun 1911, baru kali itu merekrut eksekutif dari luar
perusahaan. Itu sebabnya, saat IBM mengumumkan penunjukan Gerstner sebagai
CEO yang baru, sejumlah keraguan muncul dari berbagai kalangan yang tercermin
dalam berita media massa.

Perusahaan-perusahaan multinasional umumnya memiliki sistem suksesi yang prima.


Lihat bagaimana suksesi di P&G, Citi-corp, Motorola, dan sebagainya. Di era 1920-an,
Cooper Procter (pendiri PKG) secara hati-hati mempersiapkan Richard Deupree�-
yang telah bergabung sejak 1909�- untuk menjadi CEO. Deupree sempat menjadi
COO sebelum sepenuhnya dipercaya menjadi CEO. Tahun 1930, Deupree memulai
eranya yang sukses selama 18 tahun menjadi CEO. Ia menjadi CEO pertama di luar
keluarga pemilik. Sejak itu, suksesi di PkG berlangsung mulus.

Pengamat manajemen menilai, PKG memahami betul arti penting dari


pengembangan talenta manajerial di setiap level perusahaan. Majalah Dun's Review
menulis: program pengembangan manajer PKG begitu tersistem dan konsisten
sehingga mereka memiliki segudang talenta untuk setiap level. Di setiap level
manajemen senior, P&G berusaha setiap saat untuk memiliki 2-3 orang yang mampu
untuk mengambil tanggung jawab di masa depan.

Neil McElroy, penerus Deupree, menjelaskan hal itu sebagai berikut: "Pengembangan
sumberdaya manusia P&G dilakukan untuk mempersiapkan mereka sebagai
manajemen di masa depan supaya perusahaan terus berkembang, dalam situasi
buruk maupun baik. Bila Anda tidak melakukannya, beberapa tahun ke depan akan
muncul gap suksesi. Dan kami tidak bisa membiarkan gap itu."

General Electric (GE) dan Motorola juga tergolong perusahaan-perusahaan dengan


program suksesi yang sangat berhasil. Jack Welch, yang menjadi eksekutif legenda
tahun 90-an, memimpin GE setelah bekerja tanpa putus 20 tahun di perusahaan
raksasa itu (baca: Legenda-Legenda dari GE). Manajemen Motorola yang kehilangan
eksekutif puncaknya tidak guncang ketika tahun 1993 George Fisher�- anggota
kunci dari Chief Executive Office�- pindah ke Kodak sebagai CEO. Dua anggota Chief
Executive Office Motorola lainnya�- Gary Tooker (54) dan Christopher Galvin (43)�-
segera mengambil-alih tanggung jawab. Pada saat bersamaan, Motorola memulai
proses internal untuk mencari anggota tim ketiga pengganti Fisher dengan memilih
begitu banyak talenta perusahaan.

Di Indonesia, sebagian besar perusahaan nasional terkemuka memilih eksekutif dari


dalam perusahaan, seperti disampaikan Adhianto Sardjono, Pemimpin Divisi HR Bank
BNI, Michael Adryanto, Chief Manager Training Development BCA, dan Awaldi, VP HR
Management Group Bank Niaga. "Kami lebih mengutamakan promosi dari dalam,"
ungkap mereka di tempat terpisah. Karena umumnya perusahaan besar di sini
dimiliki oleh keluarga, maka keluarga sangat berperan dalam menentukan personil di
jajaran eksekutif. Faktor kedekatan hubungan antara keluarga pemilik dengan
seorang professional sangat menentukan apakah si professional bisa dipercaya
menjadi eksekutif. Itu sebabnya, yang muncul mengisi posisi eksekutif atau jabatan
kunci lainnya umumnya orang-orang dalam yang telah bekerja di perusahaan selama
beberapa tahun.

Grup Astra dan Salim tergolong kelompok usaha yang memiliki sistem kaderisasi
cukup baik. CEO PT Astra International Tbk., misalnya, adalah orang-orang yang telah
berkarir beberapa tahun hingga puluhan tahun di Astra. Teodore Permadi Rachmat,
Budi Setiadharma, dan Michael D. Ruslim adalah CEO yang memulai karirnya dari
bawah di Astra. Hanya Rini MS Soewandi saja yang tidak memulai karirnya di Astra
tetapi di Citibank, tetapi itu pun ia mulai bergabung sebagai Direktur Keuangan Astra.
Tanpa intervensi penguasa waktu itu�belum tentu Rini naik ke puncak tahta Astra.

Masuknya Cycle K Carriage dari Singapura sebagai pemegang saham utama memang
memungkinkan masuknya eksekutif dari luar ke dalam jajaran eksekutif Astra. Tetapi,
itu terjadi karena masuknya pemegang saham baru. Namun, untuk posisi puncak
(CEO) perusahaan induk maupun perusahaan anak, Astra agaknya tidak akan
kehabisan stok. Sebagai CEO PT Astra 1nternational Tbk. masa depan, penerus Budi
Setiadharma pun, Astra sudah menyiapkan Michael D. Ruslim. Dengan sistem dan
mekanisme yang baku dan transparan ini, Astra tidak akan menghadapi persoalan
dikontinuitas manajemen seperti yang umum dihadapi perusahaan-perusahaan lain.

Grup Salim juga mempercayakan kepemimpinan dalam perusahaan-perusahaannya


kepada orang-orang yang telah mereka bina sejak lama. Orang-orang kepercayaan
Salim seperti Johannes Kotjo, Judiono Tosin, dan Eva Riyanti Hutapea telah bergabung
dengan grup selama belasan dan puluhan tahun. Beberapa eksekutif dari luar�-
khususnya dari Filipina�- di jajaran manajemen Indofood, misalnya, juga, berasal
dari kelompok Salim di luar negeri dengan bendera First Pacific.

TAPI, kondisi ideal itu tidak selalu bisa diwujudkan setiap perusahaan. Tetap saja
banyak hal yang menyebabkan perusahaan tidak bisa sepenuhnya mengandalkan
kandidat eksekutif dari kalangan internal perusahaan. "Bilamana kandidat dari dalam
dianggap tidak memenuhi syarat atau komisaris meminta dicari dari luar saja, kami
harus merekrut kandidat dari luar," tutur Awaldi. Alasan yang mirip dikemukakan
Adhianto. "Kalau calon dari dalam tidak siap dan butuh waktu lama menyiapkannya
padahal perusahaan tidak bisa menunggu, maka kami harus ambil dari luar."

Seperti yang terjadi di IBM di atas, para pemilik menilai perusahaan raksasa itu
menghadapi kondisi dan tantangan yang membutuhkan penanganan orang luar.
Selain kemampuan manajerial, orang luar yang dibutuhkan adalah yang memiliki
kemampuan perubahan yang kuat.

Apa yang terjadi di BUMN Indofarma termasuk kategori ini. BUMN itu mengimpor
profesional perusahaan farmasi swasta menjadi direksi perseruan untuk
menyehatkan perusahaan itu agar mampu bersaing secara profesional dengan
perusahaan swasta. Hal ini termasuk baru di kalangan BUMN karena biasanya orang
berkarir di BUMN mulai dari bawah. Tetapi tradisi semacam itu bisa saja berubah,
misalnya karena tuntutan bisnis. "BUMN kini dituntut untuk menciptakan laba," kata
Adhianto, yang baru 2 tahun bergabung di BNI.

Lihat pula J.W. Junardy, mantan eksekutif IBM Indonesia, yang ditunjuk menjadi CEO
perusahaan induk dari kelompok usaha Bentoel / Excelcom. Atau Angky Camaro,
yang lama berkecimpung dalam bisnis otomotif, bergabung dengan PT HM
Sampoerna sebagai Managing Director. Jam terbangnya sebagai eksekutif,
pengetahuannya tentang pasar, dan kemampuan berbisnis tentu menjadi
pertimbangan utama bagi Putera Sampoema untuk merekrut Angky. "Saya memang
bergabung secara profesional ke perusahaan ini," ujar Angky sambil menepis isu
bahwa ia ditempatkan di PT HM Sampoerna sebagai bagian dari aliansi bisnis Salim
dan Sampoerna.

Mengimpor eksekutif dari luar juga dilakukan karena perusahaan memasuki pasar
baru yang selama ini belum mereka kenal. Tantangan semacam ini sering dihadapi
perusahaan multinasional (MNC) yang mengembangkan sayap bisnis di Indonesia,
baik dengan membuka kantor representatif maupun perusahaan anak. Awalnya,
sebagai pimpinan puncak (CEO / Country Manager / Country Director) mungkin diisi
orang asing dari kantor pusat mereka. Belakangan, menurut Pri Notowidigdo, GEO PT
Profesindo Reksa Indonesia perusahaan executive search yang berafiliasi dengan The
Amrop Hever Group, posisi-posisi tersebut ditawarkan kepada talenta lokal. Kecuali
memiliki kompetensi dan pengetahuan mengenai pasar lokal, tentunya si eksekutif
lokal bisa dibayar lebih murah dibandingkan orang asing.

Hal ini bisa dilihat, antara lain, dari Reckit Benkiser Indonesia, Dell Indonesia, Danone
Indonesia, dan banyak lagi. Contoh terbaru dan cukup menarik adalah ketika Danone
Indonesia merekrut Hokiono, orang lokal yang sukses mengembangkan dan
mengeksekusi konsep Sampoerna Hijau, sebagai General Manager. Sayang, Hokiono
sedang berdinas di luar negeri saat dihubungi untuk wawancara.

Alasan lain yang mengharuskan perusahaan merekrut eksekutif dari luar karena
belum adanya kader internal yang ahli di bidang tersebut. Sebagai contoh, Bank
Niaga merekrut Arwin Rasyid (kini sebagai Direktur Utama Telkom setelah
sebelumnya menjabat CEO Bank Danamon dan Wakil Direktur Utama Bank BNI)
sebagai Direktur membawahi perbankan korporasi dan internasional karena Bank
Niaga tidak memiliki kader eksekutif di bidang itu. Baru-baru ini, Bank Niaga juga
merekrut Elwin Karyadi sebagai Senior Vice President di bidang perbankan privat.
Elwin, putera tertua ahli gizi terkenal Prof. Darwin Karyadi itu, sebelumnya menjadi
eksekutif ABN Amro dan perusahaan sekuritas afiliasi bank dari Belanda itu.
Tak ada jaminan eksekutif "bajakan" itu sukses di perusahaan yang baru. Sebagian
terbukti sukses, tetapi tidak sedikit yang berakhir dengan kegagalan. Robby Djohan
dan Arwin Rasyid termasuk eksekutif yang sukses memainkan peran di perusahaan-
perusahaan baru mereka. Toh, beberapa bankir eks Citibank yang mendominasi
posisi direksi bank-bank nasional justru gagal menyelamatkan nasib bank mereka
dari terpaan krisis ekonomi. Contoh lain, mantan eksekutif IBM Indonesia Harry
Sulistiono, yang tidak begitu sukses mengembangkan bisnis internet Lippo Group.

Hal semacam ini juga terjadi di dataran perusahaan multinasional. Gerry Czarnecki,
direktur operasi sebuah bank dan lama berkecimpung sebagai professional
sumberdaya manusia (SDM), yang dipilih oleh Louis V. Gerstner menjadi Direktur SDM
IBM, ternyata hanya bertahan setahun di IBM. Gerry kesulitan untuk kembali ke
bidang SDM dan memimpin komunitas SDM IBM. John Nevin, yang direkrut Zenith
dari Ford sebagai CEO, gagal memulihkan bisnis Zenith Corp. Ia mundur sebagai CEO
tahun 1979. Dan, malapetaka manajemen paling terkenal dalam sejarah bisnis,
adalah Ross Johnson, yang menjadi CEO RJR Nabisco setelah membeli merek Nabisco
tahun 1985. Era Johnson berakhir dengan diakusisinya RJR Nabisco oleh KKR dengan
metode LBO.

Alhasil, mencari manajer atau eksekutif yang handal untuk memimpin perusahaan
atau unit tertentu dari perusahaan merupakan tugas yang sangat vital�- lebih vital
daripada proses bisnis apapun. Di tangan para pemimpin itu nasib perusahaan
digantungkan. Sebagai makhluk langka, wajar perusahaan berlomba mencari dan
memburu mereka di mana pun berada�- dengan berbagai cara pula. Masalahnya,
diperlukan metode khusus agar mereka tidak hanya membeli "kucing dalam karung".

Mereka yang Kini Dicari

No. 20 - November 2005

Jenjang karir, tantangan, prestise, fasilitas, dan imbalan menarik selalu menunggu
manajer dan eksekutif handal. Lulusan universitas lokal yang berhasil menunjukkan
kehebatannya pun dilirik. Bagaimana tren pasarnya?

Hokiono hanyalah lulusan sebuah perguruan tinggi lokal di Surabaya yang tidak
begitu terkenal. Setidaknya dibandingkan universitas-universitas top di pulau Jawa. Ia
juga bukan lulusan MM atau MBA. Tetapi, hal itu tidak menjadi halangan baginya
untuk menjadi incaran perusahaan-perusahaan besar maupun konsultan executive
search. Ia kini menjadi General Manager di perusahaan makanan raksasa asal
Perancis Danone 1ndonesia. Semuanya itu tidak terlepas dari keberhasilan Hokiono
bersama timnya dalam membangun citra rokok Sampoerna Hijau dan meningkatkan
kinerja penjualannya.

Kompetensi dan keahlian dalam menjalankan bisnis merupakan hal yang paling
dibutuhkan oleh perusahaan sepanjang masa. Sampai batas tertentu, gelar akademik
bisa saja dikalahkan. Dulu, perusahaan mensyaratkan kualifikasi pendidikan sebagai
hal yang dominan. Kalau bukan lulusan luar negeri, kandidat haruslah lulusan
universitas top di Indonesia. Sebisanya kandidat telah menempuh program MM di
perguruan tinggi top. Memiliki gelar MBA dari universitas terkemuka luar negeri akan
sangat disukai. Semua faktor itu kini masih penting, tetapi akan lebih penting lagi
bila sang kandidat sukses mendemonstrasikan kemampuannya.

Maknanya apa? Pasar manajer dan eksekutif tidak lagi sekaku dulu. Mereka yang
mungkin tidak sempat mengambil program MM atau MBA tetapi memiliki
kemampuan bisnis yang hebat tak perlu ragu bersaing dengan peraih gelar MM atau
MBA. Kehebatan mereka dalam memahami pasar domestik, menyusun dan
mengimplementasikan strategi bisnis sangat dibutuhkan oleh perusahaan-
perusahaan, termasuk perusahaan multinasional yang serius menggarap pasar
1ndonesia.

Tren seperti ini, menurut konsultan senior executive search Pri Notowidigdo beberapa
waktu lalu, akan terus berlangsung di samping sejumlah tren lainnya. Misalnya tren
perusahaan multinasional untuk mencari ekspat lokal sebagai eksekutif. Para ekspat
lokal adalah orang-orang asing yang telah lama tinggal di Indonesia, dan sebagian
telah menikah dengan wanita Indonesia. "Tren seperti ini juga kuat," ungkap pria
yang merupakan satu dari sedikit pencari eksekutif Asia yang masuk daftar The
Global 200 Executive Recruiters itu.

Dibandingkan ekspat murni, ekspat lokal itu memiliki sejumlah kelebihan, seperti
telah mengenal budaya dan bahasa lokal serta memiliki relasi bisnis yang luas di
dalam dan luar negeri. Semua kelebihan ini belum termasuk sistem remunerasinya
yang jauh lebih murah dibandingkan ekspat murni. Biasanya ekspat lokal mendapat
total paket tunai bersih US0.000-180.000 per tahun. Bandingkan misalnya dengan
remunerasi ekspat murni yang bisa mencapai US0.000-400.000 per tahun. Itu pun
belum termasuk sejumlah benefit lain yang jumlahnya tak kalah besar.

Selain pola relokalisasi eksekutif seperti itu, pola relokalisasi eksekutif perusahaan
multinasional yang lebih drastis juga terjadi, yaitu dengan mengganti pucuk
pimpinan perusahaan dari ekspat ke talenta lokal. Pilihan jatuh kepada manajer dan
eksekutif asal Indonesia yang telah menduduki posisi di perusahaan multinasional
dan perusahaan nasional terkemuka. Sumber eksekutif macam ini sangat beragam
tergantung industrinya. Contohnya Citibank di bidang perbankan / keuangan, IBM /
Microsoft / HP / Intel di bidang teknologi informasi / telekomunikasi, Astra di bidang
industri, RCTI di bidang media televisi, dan sebagainya.

Menurut Jody Rasjidgandha, eksekutif esdm, sebuah perusahaan pencari eksekutif,


hal yang terakhir ini menjadi tren yang semakin kuat di perusahaan multinasional.
Berkembangnya talenta lokal dan remunerasinya yang lebih murah menjadi
pendorong utama tren semacam ini. "Apalagi, perusahaan multinasional pun kini juga
menekankan perlunya efisiensi usaha," ujar mereka.

Dalam mencari eksekutif yang diinginkan, perusahaan tentunya tidak memiliki cukup
sumber daya untuk melakukannya sendiri. Memasang iklan lowongan di media
massa juga tidak selalu efektif. Masalahnya, eksekutif semacam itu (jabatan General
Manager / Vice Prsident ke atas) bersifat pasif, tidak mencari kerja, dan umumnya
merasa puas dengan posisi di tempat kerja sekarang.

Pekerjaan mencari talenta top juga tidak bisa hanya mengandalkan database atau
jaringan pertemanan. Pekerjaan semacam ini sebaiknya dilakukan rekruiter spesialis,
yaitu executive search atau sering juga disebut dengan head hunter. Secara definisi,
executive search adalah metodologi sistematik untuk mengidentifikasi dan
menyeleksi eksekutif atau professional level senior yang berkualitas (Di Amerika,
definisi executive search berlaku untuk rekrutmen eksekutif atau spesialis dengan
rata-rata kompensasi minimal US0.000 per tahun. Namun di negara berkembang,
ketentuan remunerasi ini tidak mesti seperti itu, red). Riset menunjukkan bahwa
tingkat efektivitas kegiatan executive search dalam mendapatkan kandidat yang
sesuai dengan kebutuhan perusahaan men-capai 90%.
Hasil yang bagus itu bisa dicapai karena dalam pelaksanaan tugasnya, perusahaan
executive search menerapkan kombinasi riset pasar investigatif dengan jaringan
terfokus dan senioritas si konsultan yang memiliki pengalaman bisnis relevan
terhadap industri dari klien perusahaan. Sebelum melakukan pencarian eksekutif,
konsultan akan melakukan pertemuan dengan klien perusahaan untuk mendapatkan
masukan tentang kebutuhan perusahaan dan kandidat yang dicari. Kemudian
disusun target perusahaan yang eksekutifnya akan dicari dan melalui telepon
kandidat itu disaring lebih jauh. Setelah didapatkan daftar kandidat terbatas, proses
pencarian mulai dilakukan secara fokus. Dalam pelaksanaan pencarian kandidat,
konsultan didukung oleh periset yang bertugas memberikan masukan tentang
strategi pencarian kandidat dan melakukan investigasi terhadap database, file,
sumber-sumber tulisan, dan kontak.

Riset investigatif itu dilakukan untuk mengetahui lebih jauh latar belakang kandidat
yang dibidik, termasuk integritas dan kehidupan pribadinya. Pelaksanaan investigasi
biasanya diserahkan kepada security and investigation firm macam Hill Associates
atau Kroll. Di sini akan diketahui apakah si kandidat memiliki catatan kriminal,
memiliki isteri simpanan, dan sebagainya.

Dengan demikian, metodologi executive search dalam bekerja jauh dari sederhana
seperti kesan yang selama ini ada. Karena itu pula, proses pencarian eksekutif relatif
makan waktu (umumnya 2-3 bulan) dan biayanya relatif lebih mahal. Amrop Hever
sendiri mengenakan biaya rekrutmen sebesar 33,3% dari gaji tahunan kotor eksekutif
tersebut (total gaji 16 sampai dengan 20 bulan). Bila gaji kotor si eksekutif Rp 600
juta setahun, maka fee yang diterima berjumlah Rp 200 juta. Fee tersebut belum
termasuk biaya yang harus dikeluarkan konsultan executive search bila harus
memburu dan bertemu dengan sang eksekutif di tempat yang jauh (di luar kota).
Biaya-biaya tersebut, atas kesepakatan, bisa ditagihkan kepada klien perusahaan.

Biaya tersebut terkesan mahal, tetapi risikonya juga tinggi. Perusahaan executive
search macam Amrop Hever dan esdm memberikan garansi selama periode tertentu
(l 2 bulan) untuk mencarikan pengganti bila eksekutif yang direkrut berbuat
kesalahan atau pindah kerja. Biaya untuk mencari eksekutif pengganti sepenuhnya
ditanggung konsultan pencari eksekutif. Sebab, menurut Jody, kejadian semacam ini
tetap saja ada, meski langka.

Posisi Posisi Paling Dicari 2006

No. 25 - April 2006

Meski kondisi bisnis diprediksi tidak terlalu bagus tahun ini, toh proses rekrutmen
tenaga-tenaga potensial terus berlangsung. Bahkan, pasar prohire, khususnya
melalui jasa head hunter atau executive search, diperkirakan sangat meriah tahun
ini, baik di kalangan BUMN maupun perusahaan swasta. Direksi atau eksekutif di
bidang keuangan dn pemasaran masih paling banyak dicari.

Upaya pemerintah untuk membenahi BUMN (Badan Usaha Milik Negara) berjalan
semakin serius. Sejalan dengan proses revitalisasi dan reorganisasi BUMN,
pemerintah kini giat membenahi jajaran direksi BUMN. Proses penyaringan dilakukan
lebih terbuka. Setiap peminat bias mengirimkan aplikasi�- lengkap dengan daftar
riwayat hidup dan dokumen yang dipersyaratkan�- melalui email ke alamat email
yang disediakan Kementrian BUMN.
Selanjutnya, nama-nama yang masuk dinilai oleh tim independent, yaitu konsultan
pencari eksekutif atau yang lebih dikenal dengan istilah "executive search/head
hunter". Tak kurang 4 perusahaan pencari eksekutif dilibatkan, salah satunya adalah
Amrop Hever Indonesia. Para penilai independent ini kemudian menyampaikan
laporan penilaian kendidat kepada Meneg BUMN untuk kemudian diputuskan olah
Menteri.

Tahun ini saja, dari 160 BUMN yang ada, sebanyak 40 BUMN akan melakukan
penggantian jajaran direksi. Seandainya 1 BUMN butuh 5 jajaran direksi, maka jumlah
eksekutif yang dicari mencapai 200 orang. Jumlah tersebut belum termasuk jajaran
dewan komisaris. "Tahun ini, pasar pencarian eksekutif sangat meriah. Hal itu tidak
hanya terjadi pada Amrop Hever, tetapi juga di perusahaan konsultan pencari
eksekutif lainnya," ujar Irham Dilmy, Managing Partner Amrop Hever Indonesia,
tersenyum.

Tren yang sama juga diakui oleh Vina G pendit, Direktur PT. Daya Dimensi Indonesia,
perusahaan konsultasi manajemen sumber daya manusia berskala global. "Kendati
kondisi bisnis diperkirakan melesu tahun ini, proses rekrutmen tenaga potensial akan
terus berjalan. Apalagi tidak semua industri mengalami kelesuan," tukasnya.

Salah satu industri uang bertumbuh dengan cepat akhir-akhir ini adalah industri
minyak dngas bumi (migas). "Perhatikan saja iklan lowongan kerja di Koran-koran,
selalu ada iklan lowongan kerja dariperusahaan migas lengkap dengan logo BP
Migas," Vina menambahkan.

Kebijakan pemerintah untuk menjadikan Pertamian sebagai salah satu operator


eksplorasi dn produksi migas telah mendorong berkembangnya perusahaan
perminyakan local, di samping perusahaan-perusahaan global yang sudah ada.
Selain Medco kini muncul Star Energy dan banyak perusahaan lain yang juga dimiliki
investor Indonesia. Hal ini menyebabkan kebutuhan terhadap tenaga teknikal
danmanajerial di bidang migas meningkat. Belumlagi dengan beroperasinya Blok
Cepu. "Jumlah professional yang dibutuhkan sangat banyak," Irham Dilmy
menambahkan. Proses rekrutmen professional untuk pengelolaan Blok Cepu kini
terus berlangsung.

Kecuali industri migas, industri pertambangan juga terus mencatat perkembanagn


cepat. Tengok saja bagaimana agresifnya kegiatan pertambanagn batubara, emas,
dan nikel dilakukan di berbagai kawasan Nusantara, baik oleh perusahaan local
maupun perusahaan asing. Bulan lalu kita dikagetkan dengan penjualan Kaltim Prima
Coal (KPC), milik keluarga Bakrie, kepada sebuah konsorsium global senilai lebuh dari
US miliar, jauh lebih besar dari transaksi penjualan PT HM Sampoerna.

Berkembangnya industri pertambangan, termasuk migas, menyebabkan usaha-usaha


pendukung juga berkembang dengan pesat. Tak jarang, perusahaan perusahaan
pertambanagn batubara besar macam KPC, mensubkontrakkan seluruh kegiatan
penambangan kepada perusahaan lain. Semuanya ini membutuhkan tenaga ahli
dalm jumlah banyak, dari kegiatan inti hingga kegiatan penunjang. Bahkan untuk
mendapatkan manajer perawatan peralatan berat untuk sebuah perusahaan
pertambangan, proses pencarian berlangsung hingga Australia. "Tenaga ahli
Indonesia tidak ada yang mau. Mereka pikir, buat apa jauh-jauh kerja dipelosok," kata
Irham Dilmy.

Industri telekomunikasi termasuk industri yang juga terus melakukan rekrutmen.


Kebanyakan tenaga yang dibutuhkan berlatar belakang teknik, seperti Instrument
Engineer, Network Operation Engineer, dan sebagainya. Rosalina syahriar, VP HR and
Organization PT Ericsson Indonesia mengamini hal tersebut. "Kami terus merekrut
karyawan tahun ini seiring dengan perkembangan bisnis perusahaan posisi-posisi
kritikal yang diperlukan terkait langsung dengan pekerjaan-pekerjaan project
management dengan profil kompetensi teknikal dan non-teknikal tertentu," tukasnya.

Setelah industri perbankan memasuki masa sulit sejak kuartal keempat tahun 2005
hingga saat ini - seperti terlihat dengan menurunnya laba bersih mayoritas bank
secara drastis - proses rekrutmen masih berjalan dikalangan perbankan, meskipun
tidak jor-joran seperti sebelumnya.

Penutrunan intensitas rekrutmen perbankan lebih banyak terjadi untuk level


eksekutif (prohire). Dalam beberapa waktu terakhir tidak terdengar perpindahan
yang intens dari eksekutif perbankan di Tanah Air. Kita hanya mendengar Elwin
Karyadi yang pindah dari wealth management Bank Niaga ke Deutsche Bank atau
Kemal Imam Santoso, Group Head Consumer Banking Bank Mandiri, yang pindah
kembali ke Citibank. Perburuan banker eks Citibank oleh bank-bank lain tidak lagi
segencar dulu, saat di mana 6�- 7 jajaran pemimpin unit Citibank bias boyongan ke
tempat yang baru.

Apakah tren ini bermakna mulai jenuhnya bisnis perbankan? "Penyebabnya bukan
itu," sergah seorang direktur bank yang enggan disebutkan namanya. Ia
berpendapat, penyebabnya lebih karena hampir setiap bank menengah-besar telah
memiliki ragam layanan yang lengkap.

Sebagai contoh, bank mandiri dulu tidak memiliki pengalaman di bidang consumer
banking sehingga waktu memasuki bisnis consumer banking, mereka harus merekrut
eksekutif dari luar. Sebaliknya BCA pun harus merekrut professional dari luar - di
samping mengembangkan tenaga-tenaga dari dalam�- saat bank yang kuat sebagai
transactional bank dan consumer bank itu mengembangkan bisnis perkreditan.
Bagitu pula saat Bank Permata menganggap serius pasar pembiayaan otomotif,
mereka harus merekrut professional dari perusahaan pembiayaan otomotif.

Pengembangan jasa perbankan syariah juga menyebabkan bank mengambil tenaga-


tenaga jadi (prohire) dari perbankan local maupun asing. Kegiatan prohire eksekutif
perbankan syariah sempat meningkat, namun trennya cenderung menurun setelah
bank konvensional berhasil mendidik banker syariah.

Dewasa ini, bisnis wealth management termasuk bidang yang lagi naik daun di
perbankan. Bidang yang khusus melayani nasabah-nasabah berduit ini - minimal
memiliki simpanan Rp 500 juta�-merupakan tambang uang sehingga menggiurkan
untuk digarap. Selain bank bank asing macam Citibank, HSBC, Standard Chartered
bank, dan ABN Amro, bank bank besar local juga menggarapnya cukup serius.
Kebutuhan terhadap Relationship Officer dan Relationship Manager khusus untuk
nasabah-nasabah kelas atas meningkat secara tajam. Begitu juga untuk jabatan
sekelas Vice President. Jangan kaget jika professional dalam bidang wealth
management bias berpenghasilan total sekitar Rp 1 miliar setahun (termasuk insentif
bonus).

Toh perlambatan laju rekrutmen prohire di kalangan bank local tidak terjadi di
kalangan bank asing yang beroperasi di Indonesia. ABN Amro memperkuat bisnis
wealth management-nya dengan meerkrut eksekutif dari bank lain.
Bagaimana dengan Standard Chartered Bank (SCB) Indonesia? "Seperti juga bank
multinasional lannya, secara umum SCB cukup agresif melakukan rekrutmen, dari
sarjana baru lulus hingga tenaga ahli sesuai dengan perkembangan bank dan
perekonomian secara umum," tutur Ivan Taufiza, Head of HR SCB, diplomatis. SCB
termasuk bank asing yang tidak banyak mengekspos mobilitas posisi jajaran
pimpinannya.

Tren yang menarik terjadi pula di sector agribisnis, khususnya perkebunan kelapa
sawit. Sebagai Negara produsen CPO (Crude Palm Oil) kedua terbesar di dunia
setelah Malaysia, pengembanagn perkebunan kelapa sawit di Indonesia berlangsung
di banyak daerah: Sumatera, Kalimantan, Sulawesi hingga Irian Jaya. Cepatnya
perkembangan usaha ini menyebabkan perusahaan keteteran menyiapkan
sumberdaya manusia pendukung . PT Smart Corporation Tbk., misalnya. Anak
perusahaan dari Sianr Mas Group ini mengaku kesulitan mendapatkan lulusan S1
Pertanian yang mau bekerja di perkebunan.

Kendati sudah melakukan rekrutmen ke universitas negeri maupun swasta, peminat


yang berhasil dijaring relative sedikit. "Kami sebenarnya berharap dari IPB,
sayangnya lulusan IPB tidak suka berada di lapangan," ujar Eddi Santoso,
Recruitment and Assessment Manager Smart, prihatin.

Untuk mengisi level pimpinan, perusahaan banyak menggunakan jasa head hunter.
Sebagian posisi diisi oleh ekspatriat asal dari Malaysia. Ia menilai fakta ini sebagai
ironi. "Dulu mereka banyak berguru tentang perkebunan dari Indonesia, sekarang
malah kita yang berguru dengan mereka."

Mencermati fakt ini, benar pendapat Irham Dilmy yang mengatakan bahwa sekarang
hamper merata di seluruh industri muncul kebutuhan terhadap eksekutif handal.
Levelnya adalah direktur dan SVP ( Senior Vice President). Dari pengamatannya,
kebutuhan eksekutif terutama berasal dari bidang keuangan dn pemasaran. Setahun
yang lalu, lanjutnya, yang paling banyak dicari adalah eksekutif pemasaran.
Sekarang, posisi keuangan makin banyak dicari bersama-sama dengan eksekutif
pemasaran. "Masing-masing mengambil porsi 30% dari eksekutif yang banyak dicari.
Sisa yang 40% dibagi oleh eksekutif teknologi informasi, HR, dan lainnya."

Kisaran gaji bersih para eksekutif yang dicari tersebut umumnya berada antara Rp 50
juta/bulan hingga Rp 90 juta/bulan. Gaji tersebut diluar segala macam manfaat lain,
bonus atau insentif. Sementara itu, gaji direksi BUMN sangt bervariasi, tergantung
darijenis usahanya dan harga pasarnya. Kisaran gaji Direktur Utama BUMN mulai dari
30 juta/bulan hingga Rp 150 juta/bulan. Gaji terbesar berkemungkinan diraih Direktur
Utama Pertamina, Telkom dan Indosat.

Penghasilan sebesar itu jelas tidak kecil untuk ukuran Indonesia. Muncul pertanyaan,
apakah dengan gaji sebesar itu mereka memiliki kinerja yang setara? Para pemegang
saham perusahaan tertentu memiliki ukuran tertentu untuk menilai kinerja para
eksekutif mereka. Bila perusahaannya tidak juga maju maju, bahkan digerogoti
sendiri oleh orang-orang dalam, maka selayaknya para eksekutif tersebut ditendang
saja dari kursi empuknya.

Apa Kata Mereka? INDOSAT

No. 25 - April 2006


Kebutuhan terhadap sumberdaya manusia potensial tidak akan pernah habis. Masing-
masing organisasi memilih motode rekrutmen yang tidak sama, kendatipun terasa
kebutuhan untuk terus meningkatkan kualitas metode rekrutmen tersebut.
Bagaimana strategi perusahaan memburu orang-orang terbaik?

Seiring pertumbuhan bisnis teknologi komunikasi, tingkat kebutuhan perusahaan


akan teknisi-teknisi terlatih juga semakin tinggi. Bidang keahlian yang paling banyak
dicari oleh para operator diantaranya teknisi internet protocol (IP).

S. Wimbo S. Hardjito, Corporate Service Director PT Indosat mengungkapkan, dalam


hal konten, teknologi komunikasi selular memang sangat berpeluang untuk terus
berkembang. Tapi di sisi lain, talenta di bidang ini masih relative terbatas lantaran
booming bisnis seluler di Indonesia baru terjadi dalam beberapa tahun terakhir.
Sementara ketersediaan tenaga terlatih di bidang ini masih sangat terbatas.
Akibatnya, persaingan memperebutkan teknisi terlatih dan berpengalaman dalam
mendisain konten dirasa semakin tinggi.

Menurut Wimbo, kebutuhan akan teknisi IP tersebut bisa dibilang sangat mendesak.
Sebab, Indosat yang dulu didukung oleh teknologi backbone non_IP telah diganti
dengan IP backbone, sehingga diperlukan tenaga-tenaga ahli di bidang tersebut.
Menyadari hal itu, menurut Wimbo, Indosat menempuh sejumlah langkah,
diantaranya dengan mendidik sendiri teknisi di bidang IP melalui berbagai program
pelatihan.

Namun lantaran program ini tak bisa secara instant memberikan output optimal,
untuk sementara waktu Indosat masih melakukan program tendem. Yakni melibatkan
teknisi dari luar yang bersertifikat, tapi juga menyertakan orang-orang dalam di
bidang tersebut. Kebijakan tersebut dilakukan, karena selama ini Indosat baru
memiliki belasan pekerja ahli bersertifikat di bidang IP, sementara tingkat
kebutuhannya dirasa semakin tinggi.

Untuk jangka pendek hingga menengah, Indosat tengah melakukan training secara
intensif terhadap karyawan di bidang IP. Tenaga pengajarnya, selain dari kalangan
internal Indosat sendiri ada juga praktisi dan konsultan IT lain yang ada di dalam
maupun luar negeri. �€œUntuk memenuhi kebutuhan agar tepat waktu kami
melakukan pelatihan secara intensif,�€� tambah Antin Nugroho, VP Training
Indosat.

Langkah lain dengan melakukan employee retention, misalnya dengan menciptakan


suasana kerja yang kondusif, jenjang karier serta berbagai insentif lainnya. Insentif
tidak selamanya dalam bentuk cash, tapi diberikan dalam bentuk lain. Alasannya, di
Indosat tidak semua orang mengharapkan imbalan semata-mata dalam bentu
materi. Perhatian, penghargaan, jaminan hari tua, serta lingkungan kerja yang
menyenangkan terkadang memang lebih bernilai ketimbang uang.

Berapa berar gaji dan fasilitas yang diterima oleh para teknisi ahli tersebut? Menurut
Wimbo, selama ini Indosat telah menerapkan standar gaji untuk level dan golongan
tertentu. Namun, untuk tenaga yang memiliki keahlian khusus, pihaknya memang
memberikan insentif khusus.

Kompensasi tersebut diberikan sepanjang yang bersangkutan memberi kontribusi


optimum atas keahliannya. "Sebab perkembangan teknologi kan berlangsung sangat
cepat. Kalau karyawan tidak bisa mengikuti perkembangan tersebut ya otomatis ia
akan kembali seperti karyawan biasa. Posisinya bisa saja digantikan oleh orang lain
yang lebih memiliki keahlian," kata Wimbo.

Saat ini Indosat memiliki 4000 karyawan tetap dan 4000 pegawai pihak ketiga.
Sejauh ini berbagai program pengelolaan karyawan yang dilakukan Indosat memang
terbukti membuat karyawan betah dan berkontribusi secara maksimal.

Apa Kata Mereka? Ericsson Indonesia

No. 25 - April 2006

Kebutuhan terhadap sumberdaya manusia potensial tidak akan pernah habis. Masing-
masing organisasi memilih motode rekrutmen yang tidak sama, kendatipun terasa
kebutuhan untuk terus meningkatkan kualitas metode rekrutmen tersebut.
Bagaimana strategi perusahaan memburu orang-orang terbaik?

Integrasi proses rekrutmen dengan strategi perusahaan adalah sesuatu yang tidak
bisa ditawar. Karena itu, Ericsson Indonesia berusaha menjabarkannya berdasarkan
kebutuhan perusahaan.

Perekrutan karyawan akan terus berlangsung seiring dengan kebutuhan


perkembangan bisnis perusahaan. Hal ini diakui Rosalina Syahriar sekalu VP HR & O
Ericsson Indonesia. Dalam terapannya, Ericsson Indonesia berusaha mencari
kandidat-kandidat yang tepat untuk menjawab kebutuhan perusahaan. Karena itu,
dibutuhkan strategi yang tepat sesuai dengan kebutuhan perusahaan, baik jangka
pendek maupun jangka panjang.

Menurutnya, jika strategi perusahaan tahun ini lebih menekankan pada servis atau
bisnis baru, maka dari sisi rekrutmen harus mendukungnya dengan mengidentifikasi
posisi apa saja yang diperlukan. Kemudian, potensi yang dipersyaratkan,
mengidentifikasi jenis-jenis ketenagakerjaan, lalu mengidentifikasi dari pasar tenaga
kerja seperti apa perusahaan bisa mendapatkan kandidat-kandidat berkualitas.

"Rencana kami untuk merekrut karyawan terus berlangsung hingga tahun ini seiring
kebutuhan perkembangan bisnis kami," tukas Rosalina sambil menambahkan bahwa
posisi kritikal yang diperlukan perusahaan adalah yang terkait langsung dengan
pekerjaan-pekerjaan project management.

Untuk menarik minat para kandidat yang tepat, Ericsson berusaha mendesain paket
remunerasi yang sangat kompetitif. "Kami juga bekerja sama dengan beberapa
universitas terkemuka di Indonesia untuk mendapatkan para lulusan terbaiknya agar
mengikuti program pengembangan khusus dengan tujuan menyiapkan mereka
sebagai calon karyawan yang berkualitas," kara Rosalina.

Proses rekrutmen yang digunakan Ericsson Indonesia terhadap kandidat berdasarkan


kompetensi yang dipersyaratkan oleh posisi yang akan dijabat, baik kompetensi
teknis maupun non teknis. Dalam proses ini diakui Rosalina, user (manajer lini) dan
divisi HR ikut terlibat di dalamnya. Namun, Rosalina juga menambahkan bahwa
perusahaan juga bekerja sama dengan pihak-pihak terkait yang dapat mendukung
proses penyediaan calon karyawan yang berkualitas seperti dengan head hunter dan
juga bantuan dari Ericsson regional maupun global.
Selain itu dibutuhkan sebuah metode yang tepat. Sesuai dengan metode seleksi
yang dianut oleh perusahaan yang berdasarkan kompetensi, maka Ericsson Indonesia
menggunakan metode asesmen sebagai salah satu alat seleksi dalam rekrutmen
sekaligus untuk mengidentifikasi pengembangan yang diperlukan oleh calon
karyawan.

Dalam menggunakan motode ini, pihaknya bekerja sama dengan institusi yang
sangat berkompeten untuk menjalankan proses essessment center untuk membantu
proses seleksi terhadap posisi-posisi yang kritikal dalam perusahaan. Kendala yang
timbul biasanya adalah menyamakan persepsi antara perusahaan dengan institusi
penyelenggara assessment center mengenai persyaratan kompetensi yang
diperlukan. Tapi hal ini bisa diatasi dengan diskusi yang intensif dan didukung dengan
dokumentasi yang baik tentang persyaratan kompetensi sebuah posisi/jabatan.

Ia menambahkan, kualitas hasil rekrutmen di Ericsson sejauh ini secara jangka


pendek dapat diukur dari seberapa banyak karyawan baru yang lulus masa
percobaan. "Ini mengindikasikan kualitas kompetensi dan kinerja karyawan yang
bersangkutan," tukasnya.

Namun, bukan berarti berhenti sampai di situ. Untuk peningkatan kualitas hasil
rekrutmen, pihak manajemen pun membekali para Manajer Lini dengan training
competency based interview sehingga mereka dapat lebih jeli dan tepat dalam
mengindentifikasi kompetensi calon karyawan, tidak hanya pada aspek teknikal tapi
juga nonteknikal.

Apa Kata Mereka? Standard Chartered Bank

No. 25 - April 2006

Kebutuhan terhadap sumberdaya manusia potensial tidak akan pernah habis. Masing-
masing organisasi memilih motode rekrutmen yang tidak sama, kendatipun terasa
kebutuhan untuk terus meningkatkan kualitas metode rekrutmen tersebut.
Bagaimana strategi perusahaan memburu orang-orang terbaik?

Sebagai organisasi visioner dengan filosofi stregthbase organization, Standar


Chartered Bank (SCB) memfokuskan diri pada kekuatan dan kelebihan yang dimiliki
setiap kandidat.

Seperti juga bank multinasional lainnya, SCB pun tak ketinggalan dalam melakukan
rekrutmen mulai dari fresh graduate sampai dengan tenaga ahli sesuai
perkembangan bank dan ekonomi secara umum. Menurut Ivan Taufiza, Head of HR
SCB, SCB cukup agresif dalam melakukan rekrutmen. Karena itu, setiap tahun SCB
membuat rencana kerja tahunan yang kemudian menjadi acuan terhadap kebutuhan
SDM-nya untuk dapat menjalankan aktifitas operasionalnya.

Proses rekrutmen atau yang disebut resourching di SCB menjadi hal yang sangat
penting mengingat aktivitas resourching dinilai Ivan lebih luas dari sekedar
rekrutmen karena Resourching Departement bertanggung jawab terhadap kualitas
dan kuantitas rekrutmen sejalan dengan strategi perusahaan.

Untuk mendapatkan kandidat yang diperlukan, SCB berusaha untuk melakukan


internal rekrutmen lebih dulu. Artinya, perusahaan membuka kesempatan kepada
seluruh staf yang berminat untuk mengisi posisi yang dicari. Apabila kandidat
internal dengan kondisi tertentu belum dapat mengisi posisi tersebut, barulah
resourching group akan menjalankan strategi rekrutmen dari eksternal.

Disinggung soal jumlah perekrutan tenaga baru dan professional hire yang dilakukan
SCB setiap tahunnya, Ivan enggan membeberkan. Ia pun enggan menjelaskan posisi
yang paling mahal yang ada di SCB. "Yang jelas, hokum permintaan dan penawaran
akan berlaku di sini," jawabnya singkat. Industri perbankan menurutnya sangat
dinamis sehingga ia menilai tidak ada posisi yang paling mahal. Namun, yang akan
sangat menentukan, kapan saat yang tepat untuk rekrutmen dan di sector mana
perusahaan mencari SDM yang diperlukan.

Dalam melakukan rekrutmen, beragam metode yang digunakan SCB semuanya


berawal dari objektif resourching yang ingin dicapai. Ivan menjelaskan, secara umum
objektif resourching SCB mempunyai dua pendekatan yaitu hire for position dan hire
for person. Yang pertama merekrut kandidat karena adanya kebutuhan untuk posisi
tertentu. Metode umum yang dipakai adalah internal rekrutmen, advertising,
employee referral, headhunter, penyedia jasa tenaga kerja dan sebagainya.

Sedangkan hire for person merekrut kandidat karena kualifikasi/potensi yang dimiliki
oleh kandidat yang bersangkutan, kendati saat ini diakui Ivan belum ada
posisi/pekerjaan yang tersedia. "Perekrutannya untuk management trainee dan
metode yang digunakan seperti campus visit, campaign," jelas Ivan.

Uniknya, SCB tidak menggunakan metode assessment center yang lazimnya


digunakan perusahaan besar dalam merekrut orang untuk posisi manajemen
menengah. Menurut Ivan, hal itu disebabkan SCB menganut filosofi strengthbase
organization. Dengan filosofi ini SCB fokus pada kekuatan dan kelebihan yang dimiliki
setiap kandidat.

Salah Rekrut? Itu Mah Biasa!

No. 25 - April 2006

Banyak organisasi yang merasa salah rekrut orang. Biaya yang ditimbulkan akibat
salah rekrut sangat mahal. Perlu strategi dan metode rekrutmen yang jitu.

Rekrutmen merupakan mata rantai paling awal dan strategis dalam manajemen
sumberdaya manusia organisasi. Betapa tidak. Di tangan orang-orang yang direkrut
itu terletak masa depan organisasi karena suatu hari mereka akan menjadi karyawan
kunci maupun pemimpin organisasi. Jelas sangat naif bila perusahaan kurang
memberi perhatian terhadap rekrutmen karyawan.

Repotnya, salah rekrut menimbulkan banyak masalah dalam perusahaan selain


mahal biayanya. Kesalahan rekrutmen bisa menganggu dinamika kerja organisasi,
menurunkan morla karyawan dan menghambat pencapaian kinerja perusahaan.
Biaya yang ditimbulkan akibat salah rekrut mencapai puluhan kali dari gaji yang
bersangkutan, biaya rekrutmen , gaji yang bersangkutan, training hingga pemutusan
hubungan kerja. Belum lagi biaya akibat kehilangan peluang bisnis yang ditimbulkan
karena salah rekrut itu.

Kenyataannya, salah rekrut menjadi isu terbesar organisasi sepanjang 2004-2005.


Proses seleksi karyawan ternyata tidak berjalan dengan sukses. Survei DDI di global
maupun Indonesia mendapatkan temuan sebagai berikut: perusahaan Indonesia
merasa salah rekrut karena keahlian dan pengalaman orang tersebut tidak sesuai
dengan harapan perusahaan. Sedangkan survey DDI di global mendapatkan temuan
factor kepribadian atau sikap mereka yang tidak cocok dengan budaya perusahaan.
Hasil survei ini menunjukkan perbedaan signifikan faktor yang menjadi pertimbangan
perusahaan dalam merekrut orang.

Lebih jauh DDI menanyakan sebab musabab dari kegagalan dalam proses rekrutmen
tersebut kepada para klien mereka. Kebanyakan klien di Indonesia menggunakan
teknik wawancara dalam menyeleksi karyawan baru. Mereka mengaku sering
kesulitan untuk mendapatkan orang yang tepat karena waktu diwawancarai, kandidat
tidak bisa menjelaskan secara spesifik tentang diri dan keahlian mereka. Akibat
informasi; yang sedikit itu, pengambilan keputusan rekrutmen jadi salah.

Menurut Vina, Direktur PT Daya Dimensi Indonesia (DDI), kesalahan ini bersumber
dari dua hal, yaitu si pewawancara maupun kandidat yang diwawancarai. Kesalahan
pewawancara karena kurangnya kemampuan mereka menggali berbagai informasi
penting tentang kandidat. Sedangkan kesalahan kandidat umumnya karena
kecenderungan orang Indonesia yang tidak bisa "menjual diri" dengan baik dalam
upaya meyakinkan orang lain.

Metode rekrutmen menjadi faktor yang sangat kritis untuk mendapatkan kandidat
yang tepat. Pada umumnya perusahaan menerapkan motode rekrutmen yang cukup
bervariasi, khususnya antara kandidat yang baru lulus dengan kandidat prohire. Bagi
mereka yang baru lulus, metode rekrutmen yang diterapkan PT Smart Corporation
Tbk yang bergerak dalam industri kelapa sawit terpadu, adalah kombinasi tes
psikologi dengan wawancara dan tes terkait dengan pekerjaan. Kadang-kadang,
produsen minyak goreng Filma ini juga mengkombinasikan tes tersebut dengan
kemampuan berkomunikasi. Hanya saja, Recruitmen and Assessment Manager Smart
Corp Eddi Santoso mengaku belum pernah melakukan evaluasi terhadap masing-
masing metode tersebut.� "Untuk mengetahui keberhasilan seseorang tergantung
dari bagaimana kemampuan mereka menyesuaikan diri, khususnya terhadap budaya
kerja perusahaan," tambahnya.

Untuk posisi kunci di kantor pusat, perusahaan cenderung mencari orang melalui
bantuan head hunter. Ke depan, perusahaan akan mengutamakan promosi dari
dalam untuk posisi menengah ke atas. Proses seleksinya dilakukan dengan
memanfaatkan metode assessment centre.

Tes psikologi dan wawancara juga banyak dilakukan oleh BTN untuk merekrut tenaga
baru lulus. Tetapi bank spesialis perumahan ini juga menggunakan jasa executive
selection untuk mendapatkan tenaga-tenaga programmer dan teknologi informasi
lainnya. Tahun ini, tutur Kepala Divisi Pengembangan SDM BTN Sumarwa, BTN akan
merekrut 200-300 karyawan baru, mayoritas berupa tenaga teller. Sedangkan untuk
mengisi jabatan eksekutif, BTN mengutamakan mempromosikan orang dalam.
Kebutuhan eksekutif dari luar buat BTN hanya untuk bisnis syariah, yang mulai
dibuka tahun ini.� "Tapi kami kerjasama vendor, semacam perusahaan head hunter."

IBM mempunyai metode khusus untuk merekrut tenaga baru lulus, yakni metode IPAT
(Information Processing Attitude Test). Metode ini menguji kemampuan logika
kandidat dalam mempelajari sesuatu yang baru. Sedangkan untuk mempromosikan
staf, IBM melakukannya melalui assessment center versi IBM.� "Kami hanya
merekrut the best talent," tegas Audrey Wardhana. Country Manager HR IBM
Indonesia.
Secara umum dapat dikatakan, banyak perusahaan yang mulai meninggalkan
metode tes psikologi dan wawancara biasa dalam melakukan rekrutmen. Semakin
penting posisi yang akan diisi, semakin tinggi tuntutan untuk mendapatkan metode
rekrutmen yang lebih baik. Hasil survey DDI global mendapatkan temuan menarik:
metode assessment center sebagai metode seleksi terbaik dibandingkan sejumlah
metode rekruitmen berkualitas tinggi lainnya.

Kualitas metode assessment center yang dilakukan secara standar mencapai 7,0 dari
skala mutu 8,0 (87,5%). Namun metode yang sama yang dilakukan secara ekstensif
mencapai skor 7,3 dari skala mutu 8,0 (91,25%).

Sejalan dengan kian berkembangnya manajemen SDM berdasarkan kompetensi,


keperlua terhadap metode assessment center semakin mendesak. Kelebihan metode
ini, menurut Vina G Pendit, karena mampu memotret kemampuan kandidat dengan
sangat baik terhadap berbagai kondisi bisnis yang bakal dihadapinya kelak di posisi
tersebut. Cara mengetahuinya dengan membuat simulasi-simulai situasi yang bakal
dihadapi orang tersebut. Metode ini akan bisa melihat seberapa tangguh kandidat
dalam bidang tersebut, daya tahan menghadapi stress dan kemampuan mengambil
keputusan dalam situasi sekompleks apapun.

"Kuncinya adalah di dalam mendesain dan menjalankan simulasi," tukas Vina lagi.
Metode ini bukannya tidak menganggap penting kemampuan teknikal kandidat,
sebab hal itu lebih mudah untuk diujikan. Secara keseluruhan, dia menyarankan,
sebuah metode rekrutmen harus mampu memotret 4 potensi penting dari kandidat:
motivasi, budaya kerja, pengetahuan teknis dan pengalaman. Dari keempat ini,
perusahaan tinggal memberikan pembobotan yang disesuaikan dengan jabatan yang
harus diemban.

Rosalina Syahriar, VP HR and Organization PT Ericsson Indonesia, menyakini pula


keampuhan metode assessment center, baik untuk menyeleksi maupun untuk
mengidentifikasi pengembangan yang diperlukan oleh calon karyawan. Perusahaan
ini bekerjasama dengan institusi spesialis di dalam menjalankan assessment center.

Kendala utama untuk menjalankan metode assessment center terletak pada


investasinya yang tidak murah dan pengoperasiannya yang membutuhkan
profesional khusus. Belakangan ini banyak perusahaan yang menyerahkan�
assessment center karyawan mereka kepada perusahaan spesialis. Biaya
assessment center umumnya berkisar Rp 5 juta s.d Rp 7,5 juta per kandidat, dan
biaya untuk jabatan yang lebih tinggi bisa lebih mahal lagi.

Berbeda dengan rekrutmen biasa, proses rekrutmen eksklusif melalui jasa head
hunter tidaklah terlalu rumit. Maklum, para eksekutif yang mereka cari adalah
tenaga-tenaga berpengalaman yang telah memiliki rekam jejak prestasi yang sangat
bagus. Para eksekutif tersebut bukanlah orang-orang pencari kerja, melainkan orang-
orang yang lebih membutuhkan tantangan baru. Sehingga perusahaan pencari
eksekutiflah yang mengontak mereka.

Faktor utama yang dilihat dari seorang eksekutif adalah kecocokan dia dengan
perusahaan yang menginginkan mereka. Sebab, semakin tinggi jabatan seseorang,
semakin berkurang keharusannya untuk menangani aspek teknis. Itu sebabnya,
proses penilaian kandidat terpenting melalui jasa head hunter adalah melalui
wawancara dan pengecekan referensi.
Proses wawancaranya juga tidak perlu berlama-lama, bahkan ada yang cukup 1 jam
saja. Biasanya wawancara dilakukan di hotel atau tempat-tempat yang tidak terlalu
terbuka kepada publik. Proses lengkapnya mencapai 2, 3 bulan, dan 1 bulan terakhir
biasanya digunakan orang tersebut untuk menyampaikan kepada perusahaannya
bekerja bahwa dia akan pindah kerja.

Pencarian orang-orang untuk level eksekutif tentu tidak bisa mengandalkan


pemasangan iklan di media massa. Tingkat efektivitas pencarian eksekutif melalui
iklan koran hanya 20%, sedangkan melalui jasa head hunter mencapai 90% ke atas.
Bisa dibayangkan capeknya menyeleksi kandidat dari tumpukan lamaran yang
tingginya nyaris memenuhi sebuah ruangan besar.

Apa Kata Mereka? IBM Indonesia

No. 25 - April 2006

Kebutuhan terhadap sumberdaya manusia potensial tidak akan pernah habis. Masing-
masing organisasi memilih motode rekrutmen yang tidak sama, kendatipun terasa
kebutuhan untuk terus meningkatkan kualitas metode rekrutmen tersebut.
Bagaimana strategi perusahaan memburu orang-orang terbaik?

Keyakinan yang dijabarkan IBM dalam nilai dan kompetensi ini menjadi pedoman IBM
merekrut karyawan.

Sejak berdiri, IBM Global hidup berdasarkan keyakinan. Menurut Audrey Wardhana,
Country Manager HR IBM Indonesia, keyakinan ini membuat klien IBM menganggap
IBM sebagai crossing partner dan mitra untuk melakukan investasi. "Inovasi di IBM
tidak hanya di system teknologi, tapi juga di keyakinan. Dan kenyakinan itu larinya
ke manusia," akunya.

Untuk mendapatkan karyawan yang berkeyakinan, IBM menerapkan tiga nilai utama.
Pertama, dedicate to every client success. Artinya, setiap karyawan harus berpikir
bagaimana caranya membantu klien IBM supaya sukses. Kedua, innovation that
matters for our company & the world. "Ini menjadi suatu keharusan karena dunia
kompetesi membuat semuanya cepat berubah sehingga klien kami punya tuntutan
agar kami dapat beroperasi lebih baik," tutur Audrey. Ketiga, trust & personal
responsibility in all relationships. "Ini pun berhubungan bukan hanya karyawan
dengan karyawan, tapi karyawan kepada klien IBM," tambahnya.

Dari tiga nilai tersebut, IBM menjabarkan lagi ke dalam sembilan kompetensi yang
diharapkan dimiliki oleh setiap karyawan IBM. Untuk nilai dedication, karyawan harus
memiliki kompetensi yang kuat mengenai taking ownership, client focus dan drive to
achieve. Untuk nilai innovation, kompetensinya adalah adaptability, passion for the
business dan creative problem solving. Nilai trust, kompetensinya adalah
communication, teamwork & collaboration dan trustworthiness.

Karena itu Audrey menegaskan bahwa setiap karyawan harus memiliki semua
kompetensi yang telah ditentukan. "Kompetensi merupakan dasar kami merekrut
orang. Ini berlaku semua staf," ujarnya. Namun, setiap orang memiliki kekuatan
kompetensi tergantung dari posisi yang ia jabat. Contohnya, seorang public relation
harus kuat di komunikasi.
Namun, ketika ditanya komentarnya mengenai jumlah karyawan yang akan direkrut
IBM setiap tahunnya, Audrey hanya merincikan jumlah karyawan IBM secara global
saat ini mencapai 254.000 orang, 200.000 orang lulusan S1, sisanya lulusan S2 dan
S3. Sementara dalam lima tahun terakhir IBM merekrut karyawan sekitar 70.000
orang di seluruh dunia. Setiap fresh graduate yang diterima IBM diharuskan
mengikuti tes Information Processing Attitude Test (IPAT) untuk meningkatkan
kemampuan karyawan baru untuk belajar sesuatu yang baru. Saat ini, sekitar 38.000
karyawan di 75 negara yang berhasil meraih sertifikat professional di bidang masing-
masing.

Sementara mereka yang telah menjadi staf, diberikan program pelatihan untuk
menjadi pemimpin. Untuk itu, IBM menjaring orang-orang terbaik yang dikumpulkan
dalam Leadership Development Center. Pengembangan kompetensi karyawan
merupakan strategi perusahaan agar karyawan bisa berkarir dengan lebih baik di
IBM. Artinya, IBM menginginkan setiap posisi eksekutif yang ada ditempati oleh
karyawan yang memulai karier sejak awal. "Kalau kami bicara jangka panjang,
artinya karyawan memang dididik untuk itu," tukasnya.

Apa Kata Mereka? PT Smart (Sinar Mas Argo Resources & Tecnology) Tbk

No. 25 - April 2006

Kebutuhan terhadap sumberdaya manusia potensial tidak akan pernah habis. Masing-
masing organisasi memilih motode rekrutmen yang tidak sama, kendatipun terasa
kebutuhan untuk terus meningkatkan kualitas metode rekrutmen tersebut.
Bagaimana strategi perusahaan memburu orang-orang terbaik?

Industri perkebunan meski kian membaik dari tahun ke tahun, namun mengalami
kendala dalam pencarian tenaga kerja. Hal ini diakui oleh Eddi Santoso, Manager
Recruitment & Assessment PT Smart Tbk. "Hingga 2015, kami membutuhkan tenaga
kerja dalam jumlah banyak," papar dia.

Minimnya minat pencari kerja di bidang perkebunan khususnya lulusan pertanian


membuat pihaknya sempat berpikir mencari strategi yang tepat dalam mencari
pekerja terutama untuk mengisi posisi Asisten Kebun atau Kepala Afdeling di Smart.
"Kami berasumsi, paradigma berpikir mereka kerja di perkebunan adalah kerja fisik,
tempatnya jauh dan masa depan suram," tutur Eddi. Padahal, lanjut dia, justru saat
ini masa depan mereka yang bekerja di perkebunan justru membaik mengingat
banyak pemain baru di perkebunan. "Kami selain kesulitan mendapat tenaga fresh
graduate, juga mempertahankan yang ada karena dibajak oleh industri perkebunan
lain yang merupakan pemain-pemain baru," ujarnya sambil sedikit mengeluh.

Karena itu, tak heran jika posisi-posisi di level atas di Smart kebanyakan diisi tenaga
asing terutama asal Malaysia. "Ini ironis karena dulu Malaysia pernah belajar ke
Indonesia mengenai perkebunan. Sekarang kita malah berguru pada mereka." Dia
pun berharap pemerintah segera berpartisipasi dengan berbicara bahwa dunia
perkebunan ini membutuhkan tenaga kerja yang banyak dan industri perkebunan
sangat menjanjikan masa depan yang cerah.

Berbagai cara ditempuh untuk mendapatkan calon karyawan lulusan pertanian


jurusan Ilmu Tanah, Budidaya atau Agronomi dan Penyakit Tanaman. Misalnya,
dengan melakukan strategi Smart CODE (Career, Opportunity, Development,
Expertise), yaitu strategi untuk mempromosikan Smart lewat job fair di berbagai
universitas negeri di seluruh Indonesia yang direncanakan tahun ini digelar.
"Tujuannya membuka pikiran para lulusan pertanian bahwa dunia perkebunan sangat
menjanjikan," tukasnya.

Sayangnya, animonya masih terbilang sedikit. Hanya sekitar 2-3 orang yang
berminat di industri ini. Itu pun diakui Eddi lebih banyak diminati kaum perempuan
ketimbang laki-laki. "Saya juga tidak mengerti kenapa, apakah ini karena perempuan
lebih suka bercocok tanam," kata Eddi lagi. Padahal dengan memperhatikan medan
kerja yang berat, 99% Smart lebih memilih kaum laki-laki yang masuk ke
perusahaan. Alasannya, seorang sarjana pertanian harus menguasai sekitar 600-700
Ha kebun. "Orang tersebut harus keliling tiap hari. Anda bisa bayangkan kalau
perempuan kerja di perkebunan. Kami justru mengkhawatirkan keselamatannya,"
jelas dia.

Untuk memperluas jangkauan, Smart pun belum menetapkan standar Indeks Prestasi
Kumulatif (IPK) untuk sarjana pertanian. "Kami sudah memperluas scope-nya, tapi
paling tidak mereka harus ada dasar mengenai agronomi." Saat ini, Smart
memperluas lulusan non Pertanian seperti Kehutanan jurusan Budidaya Hutan.

Padahal tiap tahun, divisinya diharuskan menyediakan tenaga kerja sebanyak 100
orang lulusan pertanian untuk posisi Kepala Afdeling yang rencananya hingga 2015
terkumpul 1000 orang, yang nantinya akan mengelola 700.000 Ha kebun milik
Smart. "Dua tahun terakhir, kami baru bisa mendapatkan 140 orang," aku Eddi
seraya menambahkan bahwa saat ini Smart baru membuka 300.000 Ha dari
1.000.000 Ha yang direncanakan yang tersebar di Sumatera Utara, Jambi, Sumatera
Selatan, Lampung, Papua, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah
dan Kalimantan Barat.

Dari sisi renumerasi, Eddi mengutaran bahwa Smart memberikan paket yang jauh
lebih tinggi dibandingkan di general market. Demikian pula dalam hal jenjang karier.
Saat ini, ia mencotohkan, banyak posisi Kepala Afdeling yang kosong karena
pekerjaan sebelumnya sudah dipromosikan di posisi atas kurang dari masa yang
ditentukan yakni tiga tahun.

Bahkan dengan cara regular yakni lewat iklan di media-media, Smart hanya berhasil
mengumpulkan 60 orang calon Kepala Afdeling hingga Februari 2006 lalu. Saat ini ke-
60 orang yang sedang menjalani pendidikan selama 6 bulan ini nantinya akan
disaring menjadi 35 orang. "Selesai pendidikan mereka akan menjalani masa
percobaan atau evaluasi selama 3 bulan. Ada beberapa yang tidak lulus karena
mereka tidak siap dengan kondisi di lapangan terutama bagi mereka yang disiapkan
untuk membuka lahan baru." Karena itu Smart masih tetap melakukan rekrutmen
baru. Rencananya, Juni mendatang, divisinya akan melakukan rekrutmen untuk posisi
yang sama.

Saat ditanya kenapa tidak memakai jasa head hunter, Eddi menjawab bahwa Smart
hanya ingin merekrut orang yang baru lulus kuliah agar lebih mudah dididik.
Menurutnya, untuk posisi Kepala Afdeling yang selevel dengan supervisor ini lebih
tepat bagi lulusan pertanian. "Kami ingin membentuk budaya Smart pada mereka
sehingga bisa mengerti budaya Smart dan ini memudahkan kami dalam
mengembangkan bisnis perusahaan," tutur Eddi.

Apa Kata Mereka? PT Aneka Tambang Tbk.

No. 25 - April 2006


Kebutuhan terhadap sumberdaya manusia potensial tidak akan pernah habis. Masing-
masing organisasi memilih motode rekrutmen yang tidak sama, kendatipun terasa
kebutuhan untuk terus meningkatkan kualitas metode rekrutmen tersebut.
Bagaimana strategi perusahaan memburu orang-orang terbaik?

Rekrutmen yang tepat dan berbasis kompetensi merupakan upaya Aneka Tambang
(Antam) dalam melakukan sinergitas antara SDM dan strategi perusahaan untuk
mencapai visi dan misi.

Antam mengintegrasikan proses rekrutmen dengan strategi perusahaan berdasarkan


filosofi SDM yang ada di Antam, yaitu mengakui insan yang kompeten sebagai salah
satu sumber daya yang berharga dalam mengemban misi untuk mewujudkan visi
Antam, insan yang kompeten memiliki sifat-sifat dan perilaku yang selaras dengan
nilai-nilai Antam, pengetahuan dan ketrampilan serta mampu mengoptimalkannya
dalam kehidupan kekaryaan. Dengan demikian, pegawai menghasilkan kontribusi
yang positif bagi perusahaan.�

"Karena itu, Antam hanya merekrut, mempertahankan dan mengembangkan insane


yang memiliki kompetensi terbaik," papar Jemani H Ikhsan, Senior Manager HR PT
Antam.

Upaya yang dilakukan perusahaan untuk mencapai sinergitas tersebut salah satunya
melalui perencanaan, penarikan dan seleksi SDM yang tepat berbasis kompetensi.
"Saat ini Antam dituntut untuk lebih adaptif dan kompetitif."

Dalam melakukan rekrutmen, Antam menggunakan dua metode, internal dan


eksternal. Metode internal biasanya terkait dengan promosi, mutasi dan replacement.
Menurutnya, rekrutmen internal memiliki beberapa keuntungan baik dari segi
pegawai maupun perusahaan. Untuk rekrutmen eksternal, terdiri 2 program yaitu
rekrutmen melalui jalur regular dan fast track. Melalui jalur regular diharapkan
terjaring kandidat pegawai yang bagus dan kompeten. "Jalur ini dimaksudkan untuk
memenuhi kebutuhan tenaga kerja untuk jangka menengah dan panjang," imbuh
Jemani.

Sedangkan jalur fast track, Antam bekerjasama dengan beberapa perguruan tinggi
negeri terkemuka di Indonesia, di mana kandidat-kandidat yang unggul dan
berkompetensi� terbaik bukan hanya ekselen dalam bidang akademik, tapi ekselen
pada aspek kepemimpinan, kerjasama dan kestabilan emosi dengan IPK di atas tiga.

Di samping itu, Antam juga sedang mengembangkan metode asesmen di bawah


satuan kerja learning center. Melalui metode ini, perusahaan dapat mengetahui level
kompetensi seseorang sesuai dengan job requirement yang ada dan menghasilkan
SDM yang memiliki nilai kompetitif yang baik.

Tahun ini, Antam merencanakan merekrut sekitar 24 calon pegawai tetap untuk jalur
fast track dari 11 bidang yang berbeda (teknik geologi, teknik elektro arus lemah,
teknik industri, teknik mesin, akuntansi, teknik informatika dan psikologi). Dari jalur
regular ditargetkan 15 pegawai S1 dan D3 yang akan direkrut.

Apa Kata Mereka? Bank BTN

No. 25 - April 2006


Kebutuhan terhadap sumberdaya manusia potensial tidak akan pernah habis. Masing-
masing organisasi memilih motode rekrutmen yang tidak sama, kendatipun terasa
kebutuhan untuk terus meningkatkan kualitas metode rekrutmen tersebut.
Bagaimana strategi perusahaan memburu orang-orang terbaik?

Tidak banyaknya pilihan dalam merekut karyawan yang handal dan kompeten di
perbankan perumahan 4 Indonesia membuat Bank BTN bertekad untuk mencetak
bibit unggul.

Berangkat dari visi dan misi Bank BTN yaitu menjadi bank yang terkemuka dan
menguntungkan dalam pembiayaan perumahan dan mengutamakan kepuasan
nasabah, maka dibutuhkan orang-orang yang handal yang bisa mewujudkan visi dan
misi BTN. Cara nya, dengan merekrut orang-orang yang tepat sesuai dengan
kompetensi dan mengembangkan kompetensi karyawan.

Menurut Sunarwa, Kepala Divisi Pengembangan SDM Bank BTN, sejauh ini orang-
orang yang berkompeten di bidang perbankan perumahan sangat terbatas. Karena
itu, Bank BTN jarang melakukan rekrutmen dari luar untuk posisi-posisi middle
manage-ment ke atas. "Rekrutmen untuk posisi menengah hingga level eksekutif
boleh dibilang tidak mudah karena sumber daya manusia untuk perumahan di pasar
juga terbatas. Malah harusnya produksi dari kami untuk luar," jelasnya.

Karena itu, rekrutmen fresh graduate menjadi tujuan utama bagi bank yang resmi
berdiri tahun 1953 dan menetapkan sasaran bisnisnya sebagai Bank Keluarga
Indonesia, yang melayani kebutuhan seluruh keluarga Indonesia dalam hal rumah
untuk semua kebutuhan. Saat ini, rekrutmen yang dilakukan oleh BTN terbagi dalam
lima kategori, teller, teknologi informasi (TI), daerah, staf dan syariah.

Proses perekrutan untuk kategori teller lebih bersifat standar, yaitu menjaring fresh
graduate melalui tes psikologi, kesehatan dan wawancara. Saat ini, Sunarwa
mengakui bahwa Bank BTN membutuhkan jumlah teller yang cukup banyak
mengingat BTN akan membuka outlet tak kurang dari 50 outlet yang tersebar di
seluruh Indonesia. BTN pun memberikan paket remunerasi yang kompetitif yang
jumlahnya yaitu Rp 2 juta/bulan untuk teller baru dan Rp 18 juta
untuk Kepala Divisi.

Sedangkan untuk rekrutmen TI, ia menambahkan bahwa rekrutmen ini dilakukan


berdasarkan kebutuhan. "Kami menggunakan jasa head hunter karena sifatnya lebih
spesifik," papar Sunarwa saat ditanya mengenai hal ini.

Khusus untuk rekrutmen daerah, pihak BTN lebih menfokuskan pada putra daerah
dimana BTN membuka outlet. "Khusus untuk syariah, kami sedangkan menyiapkan
proses seleksi bekerja sama dengan vendor," kata Sunarwa yang enggan
membeberkan rekrutmen syariah mengingat BTN syariah baru diluncurkan tahun
2005 lalu.

Mengenai jumlah yang akan direkrut BTN tahun ini, Sunarwa mengutarakan bahwa
pihaknya akan merekrut karyawan sesuai kebutuhan perkembangan perusahaan dan
berdasarkan cara kerja yang efisien. Diperkirakan, 200-300 orang akan mengisi
berbagai posisi yang ada di BTN dengan jumlah terbesar masih di posisi teller.
Sedangkan untuk rekrutmen syariah, ia mengakui bahwa akan ada bebearpa orang
yang mengisi di sekitar 3-4 outlet baru BTN syariah. "Loketnya bisa saja di bank
konvensional, tapi karyawannya harus tetap syariah."
Usai proses seleksi rekrutmen, Bank BTN harus lebih kerja keras dalam hal
mengembangkan potensi yang sudah masuk ke dalam. "Artinya, kami harus
menggali potensi dari dalam dengan cara melakukan pelatihan-pelatihan baik itu soft
competency maupun hard competency setiap karyawan, termasuk pula mereka yang
potensial," katanya dan menambahkan pula sejauh ini hasil kualitas rekrutmen dan
pengembangan karyawan sudah menjadi lebih baik. Tujuan akhirnya yaitu mencetak
bibit-bibit unggul dalam hal perumahan sehingga menjadi rekomendasi di Indonesia.

KOMPENSASI

Skandal Kompensasi Merebak

No. 22 - Januari 2006

Praktik manipulasi ternyata telah menjadi kebiasaan perusahaan-perusahaan besar


Amerika. Setelah manipulasi Enron, Tyco, WorldCom, dan lain-lain, Amerika
dikejutkan oleh skandal akuntansi di lembaga pembiayaan perumahan terbesar
Fannie Mae. Motifnya memperkaya diri sendiri melalui kompensasi yang gila-gilaan.

Selama bertahun-tahun, raksasa pembiayaan perumahan (mortgage) Fannie Mae


mencatat pertumbuhan pendapatan double digit secara konsisten. Kinerja ini
disambut dengan antusias oleh pelaku bursa saham di Wallstreet. Selama 5 tahun
yang berakhir Agustus lalu, harga saham Fannie Mae melonjak 20% secara kumulatif
versus penurunan 16% dari indeks S&P 500. Artinya, pada saat rata-rata harga
raham 500 perusahaan terbesar Amerika mengalami penurunan 16%, harga saham
Fannie Mae malah positif dan naik cukup tinggi (20%).

Board of Directors (ini beda dengan Dewan Direksi di Indonesia karena berisikan
eksekutif-eksekutif hebat dari perusahaan lain termasuk CEO Fannie Mae sendiri
serta bertindak lebih sebagai Dewan Pengawas) Fannie Mae mengganjar CEO Franklin
Raines dengan bonus besar. Raines mendapatkan penghasilan US juta dari 1999
hingga 2003, di mana US juta di antaranya berasal dari rencana insentif jangka
panjang yang menjamin kompensasi (guaranteed compensation) bernilai besar jika
perusahaan berhasil mewujudkan kinerja tertentu, misalnya pertumbuhan
pendapatan tahunan sebesar 15%.

Namun, setelah itu, atap rumah Fannie Mae rubuh. September lalu, regulator federal
Amerika menemukan kejanggalan akuntansi di perusahaan itu, sehingga
menyebabkan munculnya kelebihan laba (profit) sebesar US miliar selama periode
2001 hingga Juni 2004. Raines dipaksa untuk pensiun dini bulan Desember 2005, dan
harga saham Fannie anjlok 20% selama 6 bulan terakhir.

Serta merta, Board of Directors Fannie menghapuskan bonus terkait dengan kinerja
finansial bagi eksekutifnya tahun 2005. Hal ini ditujukan supaya pembiayaan
kepemilikan rumah bagi warga negara Amerika tidak terganggu.

Masih belum jelas apakah Raines sengaja memanipulasi hal itu untuk mendapatkan
paycheck yang lebih besar. Tetapi, perdebatan tentang apa yang terjadi di Fannie
menunjukkan betapa berbahayanya memberikan insentif besar bagi para bos.
Sebagai penguasa perusahaan, mereka bisa saja menyalahgunakan kesempatan
untuk mempercantik laporan keuangan perusahaan.
Menurut Michael K. Ozanian dan Elizabeth MacDonald dalam tulisannya berjudul
Paychecks on Steroids dalam Forbes, pertanyaan terhadap pemberian kompensasi
besar kepada para bos terkait kinerja perusahaan yang mereka jalankan telah
muncul selama bertahun-tahun. Eugene Grace, President Bethlehem Steel tahun
1929, memperoleh bonus tunai senilai US,6 juta dengan gaji (salary) US.000 (setara
dengan daya beli dari bonus senilai US,3 juta dengan gaji US0.000). Praktik
pemberian bonus kinerja ini makin merebak di era 90-an. Harga saham beranjak
naik, dan opsi saham menjadi pilihan karena perusahaan tidak harus mengeluarkan
uang untuk itu. Perencanaan insentif lazimnya mencakup 2 atau 3 tahun dan
memasukkan matriks yang terkait dengan profitabilitas dan harga saham
perusahaan.

Dalam teori, membayar imbalan berdasarkan kinerja bertujuan menyelaraskan


kepentingan orang yang menjalankan perusahaan dengan para pemegang saham.
Masalahnya, seberapa pas kepentingan-kepentingan itu diselaraskan? Laporan
kinerja perusahaan begitu rumit untuk bisa mendapatkan gambaran berapa besaran
target yang harus dicapai oleh eksekutif untuk mendapatkan bonus. Lebih mudah
mencapai target berdasarkan pendapatan.

Namun, porsi terbesar dari kompensasi umumnya dikaitkan dengan pencapaian


target pendapatan, menurut Baruch Lev, profesor akuntansi dan keuangan di Stern
School of Business, New York University. Umumnya apa yang disebut dengan prinsip-
prinsip akuntansi lebih kepada seni ketimbang sains. Berikan seorang bos yang
cerdas insentif untuk melakukannya, dan dia akan mampu mendorong pendapatan
mencapai limit - atau bahkan lebih. Delphi, Office-Max, Qwest, dan WorldCom adalah
beberapa contoh perusahaan lain yang memberikan bonus besar berdasarkan kinerja
tetapi berulangkali mencatatkan kembali (restatement) pendapatan yang lebih
rendah setelah terkuaknya skandal akuntansi mereka.

"Dibayar atas kinerja secara signifikan menjadi penyebab malapetaka skandal


akuntansi," kata Paul Hodgson, Peneliti Senior di firma corporate governance
Portland. Menurut sebuah studi oleh pengawas negara bagian New York, antara 1995
hingga 2002, bilamana perusahaan mengaitkan bonus dengan pendapatan, jumlah
restatement pendapatan melonjak dari 44 menjadi 240.

Kalau begitu, di luar sana sesungguhnya banyak perusahaan Amerika yang dicurigai
melakukan banyak praktik menyimpang. Beberapa lembaga di Amerika mencoba
mencari perusahaan yang pendapatannya tergolong kurang bermutu dan bos mereka
mungkin mendapatkan manfaat dari kenaikan pendapatan. Istilah kurang bermutu di
sini berarti adanya gap yang signifikan antara pendapatan yang dilaporkan dan
pendapatan yang tergolong tunai. Criterion Research, firma analisisi laporan
keuangan di New York, mendefinisikan pendapatan tunai sebagai arus kas
operasional plus dampak dari investasi seperti pengeluaran modal dan akuisisi.

Istilah ini juga diberikan kepada perusahaan yang terbiasa membukukan biaya
restrukturisasi dan penghapusan asset, yang seringkali berdampak pada munculnya
asumsi akuntansi yang terlalu optimistik pada tahun-tahun awal. Ditemukan 7
perusahaan yang memiliki kualitas pendapatan rendah, di mana bos mereka
memperoleh pembayaran tahun 2004 dan perencanaan jangka panjang lebih besar
daripada bonus tahunan mereka.

Sebagai contoh, tahun 2003, CEO pembuat mesin Cummins Theodore Solso,
membawa pulang kompensasi senilai US,S juta, di mana US juta berasal dari rencana
insentif jangka panjangnya. Belakangan, berdasarkan laporan menyeluruh
perusahaan (proxy statemeat), hal itu diperoleh dari pencapaian terhadap target arus
kas bebas (free cash flow) yang tidak jelas tahun 2001-2002. Selama periode itu, free
cash flow perusahaan (Cummins mendefinisikannya sebagai tunai dari aktivitas
operasional dan investasi, termasuk pengeluaran modal tetapi di luar dana tunai dari
akuisisi dan sebagainya) melonjak dari US juta menjadi US juta.

Bagaimana caranya? Terbesar dengan melakukan pemotongan pengeluaran modal


tahun 2002 menjadi US juta. Bukan berarti Cummin membesituakan pabrik-
pabriknya. Tahun berikutnya, perusahaan kembali menaikkan pengeluaran modalnya
menjadi US1 juta, yang memotong� free cash flow menjadi US juta (Cummin
melaporkan hal ini karena melambatnya bisnis). Dalam periode 1998-2004, Cummins
menurunkan modal pemegang saham secara besar-besaran, seperti
menghapusbukukan total asset senilai US3 juta, setelah pajak, untuk berbagai hal
seperti usaha patungan dan peralatan yang gagal.

Menurut David Trainer, President firma riset ekuitas New Construct, Cummins juga
membantu memperpanjang free cash flow - dan insentif CEO - selama periode itu
dengan sebanyak-banyaknya memanfaatkan jasa leasing operasional, dan teknik
pembiayaan di luar laporan keuangan (off-balance-sheet). Leasing itu menghasilkan
aset hipotik besar-besaran tetapi menjaga pengeluaran modal perusahaan tetap
rendah, antara lain, dengan tidak mengeluarkan banyak uang tunai untuk membeli
peralatan dan pabrik. Trainer mengatakan, net present value leasing operasional
Cummin menjadi US7 juta di akhir tahun.

Charles T. Fote, CEO First Data, yang berhasil membeli Westem Union, mendapatkan
pembayaran insentif jangka panjang sebesar US,8 juta tahun 2004. Angka itu
didasarkan kepada kinerja harga saham vs. S&P 500 tahun 2000 dan 2001, dan
retorn on equity (ROE) tahun 2002 dan 2003.

Tradisi Gontok-gontokan di Akhir Tahun

No. 22 - Januari 2006

Penetapan Upah Minimum Propinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten / Kota (UMK)
selalu menimbulkan kisruh. Pemerintah tidak berdaya menghadapi tekanan buruh,
sementara pengusaha lebih memilih melakukan PHK. Sistem pay for performance
bisa menjadi solusi terbaik.

Sekitar 7.000 buruh dari berbagai daerah di Jawa Timur mengepung kantor Gubernur
Jawa Timur untuk meminta pembatalan pelaksanaan keputusan Gubernur tentang
UMK. Mereka menilai UMK yang ada sudah tidak memadai lagi di tengah
membubungnya harga BBM dan laju inflasi. UMK maksimum di kota Surabaya adalah
Rp 655.500 per bulan, sedangkan di kabupaten/kota lain lebih kecil lagi, seperti Rp
400.000 di Madiun dan Ponorogo, Rp 390.000 di kota Blitar. "Mereka sudah bilang
tidak akan berhenti menduduki Gubernuran sampai tuntutan mereka dipenuhi,"
ungkap Erlangga Satriagung, Ketua Kadinda Jatim dalam forum pertemuan Kadin dan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno bulan lalu.

Demo serupa menuntut kenaikan UMK juga terjadi di Banten, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, dan sebagainya. Di Banten, para buruh
meminta Plt Gubernur Banten merevisi UMP dan UMK sesuai dengan permintaan
buruh, yakni Rp 841.340 di Cilegon, Rp 814.200 di Serang, Rp 816.330 di
Kabupaten/Kota Tangerang, Rp 755.000 di Pandeglang, dan Rp 750.000 di Lebak.
Menanggapi permintaan buruh tersebut, Ketua Komite Tetap Hubungan Industrial
Kadin Hasanuddin Rahman menyatakan keanehannya. "Dulu sudah ada kesepakatan
bahwa UMP DKI Jakarta menjadi patokan maksimal di seluruh Indonesia. Sekarang
kesepakatan itu dilanggar seenaknya," katanya dalam forum yang sama. Besarnya
UMP DKI adalah Rp 819.100 per bulan. Dengan sendirinya, UMP di daerah lain di
bawah angka itu. "Lha, itu bagaimana kok UMK di Cilegon bisa lebih tinggi dari DKI,"
tanyanya serius.

Hal yang aneh juga terjadi di Bekasi karena Kepala Daerahnya ikut-ikutan membela
buruh dengan menyetujui UMK Rp 835.000 per bulan (juga di atas UMP DKI). Selidik
punya selidik, ternyata Kepala Daerah itu mau bertarung lagi dalam Pilkada
mendatang sehingga harus mengambil hati para buruh. "Ini kan menjadi masalah
serius. Pemerintah Daerah bertindak seenaknya tanpa kontrol," kritik Ketua Umum
Kadin M.S. Hidayat.

Sesungguhnya pengusaha cukup mengerti jika buruh meminta kenaikan upah akibat
naiknya biaya transportasi dan biaya hidup. Penghasilan sebesar Rp 1 juta pun per
bulan (jauh di atas UMK) rasanya masih jauh untuk mencukupi kebutuhan karyawan
yang sudah punya anak. Biaya pembelian susu, berobat, dan pendidikan anak saja
sudah menghabiskan separuh dari gaji itu. Belum lagi biaya makan, transportasi, dan
sebagainya. Sudah pasti mereka tutup lobang gali lobang.

Namun, kemampuan pengusaha untuk memenuhi permintaan buruh juga sangat


terbatas. Tekanan yang dialami pengusaha datang bertubi-tubi. Dimulai dari kenaikan
harga BBM yang telah terjadi beberapa tahun terakhir (ditutup dengan kenaikan
tajam bulan Oktober 2005), beban industri bertambah dengan naiknya tarif dasar
listrik, suku bunga, adanya ketentuan tarif daya. "Max Plus" oleh PLN bagi industri
sejak Oktober 2005, penurunan daya saing melawan produk negara lain, larinya
pembeli karena sering tidak bisa memenuhi permintaan tepat waktu, dan kenaikan
upah. "Pengusaha kini benar-benar terjepit," kata beberapa pengusaha anggota
Kadin.

Kondisi semacam ini biasanya disiasati pengusaha dengan melakukan PHK, terutama
pada industri padat karya macam tekstil, garmen, dan sepatu. Keputusan PHK tentu
akan menambah panjang barisan pengangguran yang jumlahnya telah mencapai
10,6 juta per November 2005. Bila kondisi yang tidak sehat ini dibiarkan, berbagai
kerawanan sosial akan muncul. "Jangan dipikir enak hidup di tengah banyak
pengangguran," tegas Erlangga.

Nilai UMP atau UMK yang terus naik setiap tahun mengikuti laju inflasi jelas
menimbulkan beban permanen bagi pengusaha. Bayangkan, bagaimana dampak
kenaikan upah buruh rata-rata sebesar 16,3% di Jawa Tengah terhadap industri tekstil
yang memiliki 5.000 karyawan di tengah menurunnya daya saing produk mereka
terhadap produk-produk Cina. Seorang pengusaha mengatakan, jangankan UMK naik,
membayar upah sesuai UMK lama saja, pengusaha sudah kesulitan.

Pemerintah harus bertanggung jawab terhadap munculnya tuntutan kenaikan gaji


yang sudah menjadi tradisi setiap tahunnya itu. Penyebabnya adalah laju inflasi yang
tinggi. Tanpa pengelolaan ekonomi makro yang tepat, inflasi akan terus menjangkiti
perekonomian. Pasca krisis ekonomi 1997, inflasi yang terjadi di Indonesia
disebabkan oleh kenaikan biaya (costpush inflation), bukan disebabkan oleh tarikan
kuat permintaan (demand pull inflation). Mayoritas penyebab kenaikan komponen
biaya usaha itu berada dalam wilayah kontrol pemerintah. Dengan inflasi yang
double digit, maka pengusaha pasti klenger jika terus dipaksa menaikkan upah
sesuai dengan perkembangan inflasi.

Sebagai akibat dari laju inflasi yang tinggi dengan berbagai rentetannya, sungguh
naif mengharapkan masuknya investor asing ke Indonesia. Bandingkan laju inflasi
Indonesia dengan negara-negara pesaing yang sama-sama memperebutkan investasi
asing. Laju inflasi Malaysia 2005 hanya 2,5%, India 4,4%, Thailand hanya 3,2%, dan
Filipina hanya 6,3%. Semuanya single digit. Pertumbuhan ekonomi negara-negara itu
umumnya juga tinggi. Cina yang begitu dahsyat pertumbuhan ekonominya dalam
dua dekade terakhir hanya mencatat inflasi 2,5%.

Menteri Erman Suparno dalam rapat dengan Kadin itu mengusulkan adanya rumus
untuk menetapkan UMP/UMK setiap tahunnya. Sebagai sebuah pemikiran awal, ia
mengajukan rumus UMP/UMK= gaji pokok + inflasi + delta (ditentukan oleh masa
kerja maupun usia perusahaan). Karyawan yang memiliki masa kerja kurang dari
setahun, deltanya nol. Begitu pula perusahaan yang umurnya kurang dari setahun.

Rumus ini pun jika diterapkan tetap saja akan menjadi masalah, karena secara
substansi tidak ada bedanya dengan kondisi saat ini. Permasalahannya, laju inflasi
tetap dimasukkan sebagai sebuah komponen utuh, bukan sebuah faktor pengali dari
besaran tertentu. Sehingga berapapun laju inflasi, maka angkanya harus tetap
dimasukkan sebagai dasar penghitungan UMP/UMK. Padahal, pengusaha saat ini
merasa sangat berat untuk menaikkan upah setiap tahun mengejar laju inflasi, dan
menginginkan formula lain yang lebih menguntungkan pengusaha maupun
karyawan.

Jalan keluar terbaik, untuk mengatasi hal ini, adalah dengan menerapkan prinsip pay
for performance atau merit system di kalangan industri - seperti yang telah
diterapkan banyak perusahaan jasa. Gaji pokok dan tunjangan bisa saja antar setiap
karyawan dengan level yang sama, namun perbedaannya terletak pada insentif
kinerja. Karyawan yang memiliki kinerja lebih baik (produktivitas output) lebih tinggi
otomatis mendapatkan insentif lebih besar. Baik karyawan maupun perusahaan akan
sama-sama diuntungkan.

Penerapan prinsip ini juga merupakan jawaban dari banyaknya keluhan industri -
utamanya industri padat karya - terhadap rendahnya produktivitas karyawan,
terutama bila dibandingkan dengan produktivitas karyawan yang sama di negara lain
(Cina misalnya). Seyogyanya peningkatan produktivitas menjadi tanggung jawab
manajemen perusahaan masing-masing di dalam sistem pengelolaan karyawan.
Mereka harus dipacu untuk berprestasi dengan bantuan pelatihan dan sistem insentif
yang menarik. Toh banyak pekerja Indonesia, baik yang bekerja di pabrik asing di sini
maupun bekerja di luar negeri, memiliki produktivitas dan disiplin yang tak kalah.

Selain itu sistem pay for performance akan membantu mengatasi karakteristik bisnis
industri padat karya yang sangat tergantung dari order pekerjaan. "Pembeli itu
memesan barang kepada kami dalam jumlah tertentu secara borongan. Mereka tidak
mau kalau kuantitas yang dihasilkan tidak tercapai dan tidak tepat waktu. Kurang
sedikit saja mereka akan menghentikan pesanan dan mengalihkannya kepada
negara lain," ujar Vince Gowan, Wakil Ketua Komite Tetap Peningkatan Produktivitas
Kadin.

Dengan sistem ini, kontrak yang diperoleh perusahaan bisa dibagikan kepada
karyawan untuk dikerjakan dengan memberikan insentif. Perusahaan akan mampu
memacu produktivitas karyawan dan menepati kontrak dengan pembeli. Atas dasar
itu, perusahaan akan bisa dengan gigih mendapatkan kontrak pesanan berikutnya,
lalu dengan pola yang sama diberikan lagi kepada karyawan. Inilah pola yang
dilakukan oleh pabrik-pabrik di Cina, meskipun sistem insentifya tidak begitu
menonjol. Cuma karena kebanyakan mereka bekerja di pabrik milik negara - dan laju
inflasi sangat terkontrol - persoalan upah tidak banyak menimbulkan gejolak.

Tahun depan, laju inflasi diperkirakan juga masih akan tinggi didorong oleh rencana
pemerintah untuk menaikkan kembali harga BBM, listrik, dan telepon. Kalau rencana
itu benar-benar direalisasikan pemerintah, alamat kapal ekonomi Indonesia bakal
karam. "Saya heran dengan pemerintah. Maunya mengundang investor asing,
sementara in-vestasi yang sudah ada saja tidak pernah dijaga," ucap Vince Gowan
menyentak perhatian hadirin. Entah sudah berapa banyak industri padat karya yang
dibiarkan tutup tanpa ada perhatian serius dari pemerintah mencegahnya. Entah
berapa banyak investor yang menanamkan modal di Indonesia akhirnya hengkang ke
negara lain karena tidak kondusifnya iklim investasi di Indonesia. Padahal, menjaga
investasi yang sudah ada berarti menjaga lapangan kerja dan potensi pemasukan
bagi negara.

Dalam pertemuan one-on-one dengan 5 perusahaan besar Thailand dengan Presiden


SBY saat berkunjung ke Thailand belum lama ini, tutur M.S.Hidayat, 3 perusahaan
mengeluhkan soal ketenagakerjaan di Indonesia yang terlalu rumit dan membebani.
"Regulasinya tidak kondusif. Selama hal itu tidak diperbaiki, mereka enggan masuk
ke Indonesia," kata M.S. Hidayat menirukan ucapan petinggi ketiga perusahaan
Thailand tersebut.

Memang terlalu banyak masalah yang dihadapi republik ini. Hal yang tak mungkin
dihadapi hanya dengan banyak berpidaton muluk-muluk atau berbicara kepada pers.
Toh masalahnya sudah jelas di depan mata.

Berlindung dengan Asuransi D & O

No. 19 - Oktober 2005

Untuk menekan risiko sebagai direksi atau pejabat perusahaan, banyak perusahaan
terkemuka memanfaatkan produk “Directors (D) & Officers (O) Personal Liability
Insurance”. Preminya masih mahal?

Beratnya beban tanggung jawab seorang direksi (Director) atau pejabat (Officer)
perusahaan telah diuraikan dalam tulisan di atas. Mereka bisa dituntut pidana dan /
atau perdata atas kesalahan yang mereka lakukan. UU Perseroan Terbatas (PT) telah
menetapkan berbagai ketentuan hukum terkait dengan pengelolaan perseroan. Ke
depan, para praktisi bisnis dan pengacara perusahaan memperkirakan tuntutan
hukum terhadap para direksi dan pejabat perusahaan di Indonesia juga akan
meningkat seiring dengan meningkatnya kesadaran hukum di tengah masyarakat.
Seperti terjadi di negara-negara lebih maju, proses penuntutan hukum (litigasi)
terhadap perusahaan dan direksi di Indonesia diperkirakan bakal makin banyak
terjadi.

Masyarakat semakin kritis, itu adalah fakta yang sangat positif. Lihatlah kasus yang
menimpa direksi dan pejabat Newmont Minahasa atas tuduhan pencemaran
lingkungan. Mereka kini ditahan dan diproses secara hukum. Atau kasus penjebolan
bank pemerintah oleh orang dalam – Bank Mandiri, BNI, dan BRI – di mana pejabat
yang terlibat langsung dihukum pidana dan perdata. Begitu pula keputusan MA yang
justru semakin mempererat hukuman pidana dan perdata terhadap Gubernur Aceh
Abdullah Puteh. Contoh lain, tuntutan pemegang saham terhadap manajemen Hero
Supermarket yang masih disidangkan di PN Jakarta Selatan.

Sernua ini menyebabkan meningkatnya kebutuhan terhadap Asuransi D & O, sebuah


produk asuransi yang menutup risiko finansial (perdata) dari para direksi dan pejabat
perusahaan dalam menjalankan tugasnya. Banyak perusahaan multinasional yang
masuk ke Indonesia mewajibkan para direksi dan pejabatnya mengambil produk
asuransi ini sesuai dengan kebiasaan di negara mereka. Sejumlah kecil perusahaan
lokal Indonesia juga telah memanfaatkan produk ini, terutama sebelum krisis
ekonomi. Akan tetapi secara umum, perkembangan Asuransi D&O di Indonesia masih
pada tahap awareness.

Asuransi AIU (bagian dari raksasa AIG) adalah salah satu perusahaan asuransi yang
pertama kali memperkenalkan produk ini ke pasar Indonesia akhir tahun 80-an.
Usaha AIU memperkenalkan produk ini sempat mendapat hambatan dari pejabat
Sekneg karena dianggap menghambat pertumbuhan ekonomi dan seterusnya. “Kami
meyakinkan pemerintah bahwa produk ini justru membantu pertumbuhan ekonomi,”
kata Peter Neyer, CEO Asuransi AIU, mengenang. AIU, katanya, tidak akan melindungi
orang yang tidak profesional (seluruh aplikasi Asuransi D & O dievaluasi secara ketat)
ataupun mereka yang berbuat knminal. Akhirnya tahun 1995, keluarlah ijin untuk
memasarkan produk ini di Indonesia sehingga menjadikan Asuransi AIU sebagai
pionir Asuransi D & O di sini.

Keluarnya izin itu tidak serta merta menjadikan bisnis ini berkembang. Menurut Peter,
peluang kemudian muncul saat Indonesia menjadi salah satu macan Asia, ekonomi
booming dan kemungkinan melihat kemungkinan mencatatkan saham di Bursa
Saham Internasional macam New York. Itu berarti, para direksi dan pejabat
perusahaan terekspos kepada risiko yang sangat menakutkan sehingga butuh
penutupan Asuransi D & O. Sayangnya, krisis moneter datang melanda Indonesia,
akibatnya peluang tersebut kembali sirna.

Dibandingkan dengan banyak negara lain, perkembangan pasar Asuransi D & O di


Indonesia masih sangat lambat. Di beberapa negara lain, termasuk Australia dan
Singapura, perusahaan yang akan mencatatkan sahamnya di Bursa Saham harus
membeli produk Asuransi D & O terlebih dulu. Semacam diwajibkan. Di Indonesia,
menurut Salusra hal ini masih perlu dipikirkan. “Idealnya, biarlah mekanisme pasar
bekerja sehingga kebutuhan terhadap Asuransi D & O tumbuh secara alamiah,”
tegasnya.

Masih terlalu jauh untuk mewajibkan perusahaan di Indonesia (utamanya perusahaan


publik) untuk membeli produk Asuransi D&O. Kalaupun ada ketentuan mewajibkan,
tentu harus dikeluarkan oleh Bapepam sebagai salah satu persyaratan go public.
Tersedianya Asuransi D & O, menurut Salusra yang membawakan makalah Direktur
Asuransi Firdaus Djaelani, akan menyediakan penutupan risiko, minimal untuk risiko
kurangnya keterbukaan, kejujuran, laporan keuangan yang tidak benar, kinerja
keuangan yang mengecewakan, penjualan saham dan tindakan menekan dari pihak
lain yang ingin melakukan pengambilalihan saham perusahaan.

Telah Lama Ada

Polis Asuransi D & O, menurut Komisaris Utama broker asuransi BGIB Kapler A.
Marpaung, telah ada sejak tahun 1930-an sesaat setelah ambruknya pasar modal di
London Stock Exchange pada tahun 1929. Pemasaran lebih agresif dilakukan mulai
1949, terutama di Inggris, dan disusul di Amerika tahun 1960-an. Di Asia, polis
asuransi D&O diperkenalkan pertama kali di negara-negara Persemakmuran Inggris,
seperti Hong Kong dan Singapura, pada tahun 1970-an. “Semenjak itu, produk
asuransi ini semakin populer di banyak negara maju sejalan dengan meningkatnya
kesadaran hukum masyarakat,” tutur mantan Ketua Umum Asosiasi Broker Asuransi
Indonesia itu.

Secara definisi, Regional Manager D & O Insurance AIG Asia Tenggara dan China
Robert McCabe, mengatakan bahwaAsuransi D & O adalah kebijakan tanggung jawab
hukum yang menyediakan perlindungan terhadap kesalahan tidak sengaja (honest
mistake) yang dibuat oleh para direksi, pejabat, atau karyawan yang terlibat dalam
kapasitas manajerial atau penyeliaan perusahaan atas anak perusahaan. Kebijakan
Asuransi D & O dipicu oleh adanya tuntutan terhadap tindakan yang salah dalam
mengelola perusahaan.

Tuntutan terhadap direksi dan pejabat perusahaan pada dasarnya bisa dibagi ke
dalam 4 bagian berdasarkan frekuensi kejadiannya dan besarnya nilai tuntutan
tersebut, Pertama, jarang terjadi tetapi secara potensial berbiaya mahal. Misalnya,
tindakan dalam lingkup perusahaan yang bisa menarik perhatian media macam
pelecehan seksual (sexual harassment) atau diskriminasi di kantor. Kedua, sering
terjadi dan secara potensial berbiaya mahal. Biasanya terkait dengan tindakan
berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Contohnya, seorang direksi
didiskualifikasi, tindakan anti-kompetisi, pencemaran lingkungan, dan hal-hal
berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan kerja.

Membongkar Anomali Manajemen SDM PNS (Pemikiran Seputar Rencana


Kenaikan Gaji PNS)

No. 18 - September 2005

Berjalan di sebuah pusat perbelanjaan, terlihat antrian panjang mereka yang


mendaftarkan diri untuk menjadi pembantu rumah tangga (PRT). Registrasi tersebut
merupakan titik awal dari rangkaian proses seleksi untuk memilih calon yang paling
pantas bekerja sebagai bedinda sekaligus – karena akan ditayangkan di layar kaca –
pemeran utama sebuah – reality show.

Andaikan di sana juga dibuka loket pendaftaran penerimaan pegawai negeri sipil
(PNS), di loket manakah para peminat akan lebih berkerumun? Pertanyaan ini, alih-
alih terjawab, justru memunculkan sejumlah kesan tentang anomali yang pekat
mewarnai pengelolaan sumber daya manusia di lingkungan birokrasi pemerintahan.

Hakikatnya, PRT adalah pekerjaan, sedangkan PNS merupakan profesi. Namun,


faktualnya, berapa persen CPNS dan PNS yang memiliki mindrame membangun
sebuah perencanaan karir? Secara hipotetis, kecil sekali. Jadi, meskipun PNS
merupakan sebuah bidang kerja mulia (pengabdian) yang mensyaratkan keterlibatan
paripurna, namun nyatanya tidak banyak yang berhasil mengaktualisasi – atau,
setidaknya, mengenali – segala kornpetensi yang ada di kedalaman psyche-nya.

Agar dapat mengikuti proses seleksi, seorang pelamar CPNS dikenai daftar
persyaratan administrasi yang amat panjang namun tidak substansial. Berbagai
kelengkapan formalitas harus dipenuhi, yang berujung pada ketidaksangkilan alias
pemborosan waktu, tenaga, dan uang. Timbunan berkas lamaran dan periode
rekrutmen yang panjang adalah wujud konkritnya. Setelah hal-hal tersebut dilalui,
para pelamar mengikuti sekian seri ujian yang dari tahun ke tahun tidak pemah
mengalami pembaruan. Konservatif, tidak efektif. Padahal, seperti kata David
McClelland (1973), rangkaian tes psikologi konvensional seperti itu tidak dapat
memprediksi kinerja seseorang, bahkan sering kali bias terhadap minoritas, jenis
kelamin, dan strata ekonomi.

Seleksi PRT, baik dalam acara “PRT untuk selebriti” maupun di yayasan-yayasan
penyalur, justru lebih canggih. Mereka sudah menerapkan pengelolaan sumber daya
manusia berbasis keahlian, sebuah sistem manajemen yang walau bukan barang
baru namun lebih modern ketimbang mengandalkan pada pertimbangan tentang
kelengkapan administrasi belaka. Surat ini dan itu tidak jadi soal, karena yang dicari
adalah individu-individu yang memang terbukti mahir dan berpengalaman kerja.
Karena lebih modern (baca substansial, praktis, dan relevan), tidak ada tindakan-
tindakan manipulatif yang dapat mengotori seleksi PRT.

Kesinambungan kerja PRT pun ditentukan lewat parameter yang objektif, bukan –
lagi-lagi – formalitas seperti daftar penilaian tahunan yang dipraktikkan pada setiap
kantor pemerintahan. Mencengangkan karena, justru berkat rekrutmen berbasis
keahlian, ditambah lagi dengan ketegasan majikan, praktik korupsi, kolusi, dan
nepotisme tidak mampu mengotori proses perekrutan terhadap seorang PRT!

Dari segi bargaining position, PRT dan PNS sama-sama lemah Tapi ironis,
‘modernisasi rekrutmen’ PRT ternyata masih belum mampu mengangkat citra PRT ke
derajat yang setara, apalagi lebih tinggi, dengan PNS. PNS yang sejatinya pelayan
tetap dianggap (atau paling tidak memandang dirinya sendiri) priyayi, sedangkan
PRT tetap kacung, sebuah julukan untuk manusia yang kadang tidak diperlakukan
secara manusiawi. Itu barangkali yang menjadi penyebab banyak orang yang
memilih menjadi tukang sapu dengan iming-iming “PNS golongan”, daripada menjadi
PRT dengan gaji bersih sekitar empat ratus ribu rupiah per bulan.

Revitalisasi

Pekerjaan sebagai PNS, berdasarkan logika, tidak akan mengundang minat siapapun,
karena sangat sedikit orang yang bersedia - apalagi mampu – mengabdi tanpa
didahului dengan kemampuan memenuhi kebutuhan-kebutuhan mendasar pribadi.
Tapi, nyatanya gelombang masif pelamar CPNS tetap berlangsung setiap tahun.

Pekerjaan sebagai PRT pun lazimnya tidak menjadi sebuah cita-cita, karena tidak
memberi prospek apapun. Namun, dengan iming-iming tampil di televisi, kini
lowongan PRT justru menjadi begitu atraktif dan orang-orang bersaing ketat
memperebutkannya. Tingginya aatusiame menjadi “PRT untuk selebriti”
sesungguhnya wajar, karena ia merupakan resultan dua faktor, yaitu tingginya
bayaran (dalam reality show yang akan disiarkan itu, seorang PRT akan digaji sepuluh
juta per bulan) dan kesempatan tampil di ajang gemerlap selebriti.

Uang dan ketenaran memang penting. Namun, bukan nominal dan popularitas yang
perlu dipelajari untuk keperluan pembenahan manajemen SDM PNS. Kedua materi
tersebut seyogianya dipandang sebagai manifestasi perhatian atau penghargaan
terhadap nilai seseorang. Besar kemungkinan, pada acara berbasis kompetisi penuh
semacam AFI, API, Indonesian Idol, dan sejenisnya, uang hanya menempati peringkat
kesekian setelah pengakuan atas performance, yang diidamkan para kontestan.

Uang dipandang sebagai efek dari pengakuan. Pengakuan, dengan kata lain, adalah
sesuatu yang dicari, yang jika telah berada dalam genggaman akan dengan
gampang membuka lebar akses ke lumbung uang. Jelas, pengakuan hanya didapat
oleh individu-individu yang dinilai tidak hanya mempunyai kompetensi mendasar,
namun juga dilengkapi dengan kompetensi superior yang membedakannya dengan
orang lain.

Dari paparan di atas, dapat dirumuskan bahwa untuk merevitalisasi kantor-kantor


pemerintahan – sehingga orang-orang tidak hanya bersemangat untuk melamar,
tetapi juga bergairah menampilkan kualitas kerja setinggi mungkin, perlu dibangun
sebuah sistem yang dapat memunculkan persepsi bahwa setiap orang bisa
memperoleh pengakuan.

Di sinilah letak persoalannya. Kendala yang ada di banyak institusi di Indonesia (baik
swasta apalagi birokrasi pemerintahan) adalah dangkalnya job description yang
digunakan sebagai instrumen untuk mengukur kesesuaian antara potensi kandidat
dengan target yang harus dicapai. Dalam praktik di Indonesia, job description
biasanya hanya mengilustrasikan tugas, tanggung jawab, dan fungsi umum suatu
jabatan tanpa mengaitkannya secara terintegrasi dengan aspek kompetensi dan
profil kandidat pemangku jabatan.

Idealnya, job description seperti ini perlu dikembangkan menjadi distinct job manual
(DJM) yang deskriptif, konkrit, dan spesifik melekat pada suatu jabatan tertentu. Di
dalam DJM diuraikan detil misi jabatan yang diemban, ilustrasi rinci tentang fungsi
jabatan terkait, penjelasan mengenai pihak-pihak yang memiliki hubungan fungsional
dan struktural, serta gambaran tentang lingkungan sesungguhnya yang khas muncul
pada saat si pemangku jabatan menjalankan kegiatan kesehariannya.

DJM – berikut ramifikasinya – menjadi pedoman, baik bagi institusi maupun karyawan
(termasuk PNS), untuk mengevaluasi kinerja setiap karyawan dalam periode waktu
tertentu. DJM, dengan demikian, juga berfungsi sebagai alat pendisiplinan. Proses
kerja menjadi terukur, sehingga pengakuan (prestasi) pun tercitra menjadi sesuatu
yang dapat diraih oleh siapapun.

Dengan begitu, profesi PNS – seperti halnya “PRT untuk selebriti” – kelak akan
menjadi lebih rasional dari hulu hingga ke hilir! Siapa yang mereguk manfaatnya?
Masyarakat tentunya. Wallaahu a’lam.

Sumber: Majalah Human Capital No. 18 | September 2005

Survei Biaya Hidup : Panduan bagi Manajer SDM

No. 17 - Agustus 2005

Perbedaan biaya hidup di berbagai daerah membuat perusahaan sering kesulitan


menentukan besaran kompensasi bagi karyawan yang ditugaskan ke daerah lain.
Bagaimana para manajer HR menyiasatinya?

Joni Rukmana, karyawan bagian teknik di sebuah perusahaan kontraktor listrik di


Jakarta, tampak uring-uringan ketika ia harus menjalankan tugas selama tiga bulan di
Jayapura. Pasalnya, setelah dihitung-hitung, uang saku dan bekal biaya hidup yang ia
terima bakal tidak mencukupi lantaran biaya hidup di kota tersebut, menurutnya
sangat tinggi. Di sisi lain, ia juga tak bisa menolak, karena bidang pekerjaan yang
harus ditangani sangat penting.

Asumsi Joni mengenai tingginya biaya hidup di Jayapura, sejatinya tidak mengada-
ada. Berdasarkan survei terbaru yang dilakukan oleh konsultan sumber daya
manusia, Mercer, dibandingkan dengan kota-kota lain di Indonesia, Jayapura
menempati peringkat tertinggi sebagai kota dengan biaya hidup paling mahal.
Disusul kemudian Batam, Balikpapan dan Jakarta. Kota besar lainnya seperti Medan,
Surabaya, Bandung dan Denpasar, masing masing menempati urutan kelima, enam
dan 17. Biaya hidup yang relatif rendah ditempati Yogyakarta, Bandar Lampung
Cilegon dan Mataram.

Menurut Lucky Suardi dari Mercer HR Consulting, hasil survei biaya hidup di kota-kota
besar di Indonesia menunjukkan letak kota memengaruhi distribusi barang dan jasa.
Kota yang dikelilingi bahan makanan yang cukup, biaya hidupnya akan lebih murah,
seperti Yogyakarta atau Bandung. Demikian pula dengan persediaan jenis bahan
makanan yang tersedia. Makin banyak jenis makanan yang tersedia, makin murah
harganya. Selain itu, survei ini tujuannya untuk menarik minat orang untuk pindah ke
daerah lain. Selama ini banyak perusahaan yang kesulitan memindahkan orang ke
wilayah lain karena berubahnya biaya hidup.

Bagi perusahaan-perusahaan yang memiliki cabang atau kantor di beberapa kota di


Indonesia, menetapkan kebijakan kompensasi menjadi pekarjaan yang perlu
perhatian dan pertimbangan ekstra. Kerap terjadi kecemburuan antarkaryawan
antarkota, atau karyawan yang akan dipindahkan seringkali mempertanyakan apakah
kompensasi yang diterima dapat membuatnya hidup dalam tingkat kenyamanan
yang sama atau lebih daripada di kota asalnya. Belum lagi pertanyaan - pertanyaan
mengenai jumlah uang saku bagi karyawan yang melakukan perjalanan dinas ke luar
kota.

Luky menambahkan, survei yang dilakukan berisi elemen-elemen kunci yang


diperlukan untuk menghitung kebijakan kompensasi yang terkait dengan perbedaan
biaya hidup di berbagai kota di Indonesia. Perbedaan ini diukur dengan
membandingkan harga-harga 150 barang dan jasa dalam suatu keranjang survei
nasional, yang mencerminkan pola belanja seorang profesional, dengan asumsi
karyawan telah menikah dengan dua anak.

Keranjang survei berisi pilihan barang dan jasa yang umum dikonsumsi baik di kota
asal maupun kota tujuan. Riset harga-harga dilaksanakan pada bulan April setiap
tahun pada 3 jenis pasar di setiap kota.

Dari hasil pengamatan terhadap hasil survei, distribusi dan transportasi barang dan
jasa merupakan faktor utama yang berpengaruh terhadap perbedaan harga di
berbagai kota. Sehingga, secara umum barang dan jasa yang bukan produksi lokal
suatu kota, akan lebih mahal harganya.

Ada beberapa kategori yang dijadikan dasar survei, yakni bahan pangan, barang
kebutuhan domestik, transportasi dan layanan rumah tangga. Kategori makanan
yang dikonsumsi di rumah meliputi bahan makanan pokok, sayuran, daging dan
sumber protein lain, serta bumbu dapur. Kota-kota yang berada di sekitar daerah
produksi pangan seperti Makassar, Bandar Lampung dan Bandung menikmati harga
bahan makanan di rumah yang lebih murah dibandingkan dengan kota-kota lain yang
disurvei.

Sedangkan kategori barang kebutuhan domestik, karyawan yang tinggal di Jakarta


lebih sedikit mengalokasikan pendapatan mereka untuk membeli kebutuhan
domestik rumah tangga (perawatan rumah tangga dan barang elektronik), apabila
dibandingkan dengan kota-kota lain. Tekanan terhadap harga di kategori ini muncul,
kata Lucky, karena keragaman barang yang tersedia di Jakarta di mana karyawan
memiliki kebebasan untuk memilih barang dan jasa yang diingini. Sebaliknya, kota-
kota seperti Jayapura, Palembang dan Cilegon dengan pilihan barang yang lebih
terbatas di pasar, mencatat harga barang yang lebih tinggi dibandingkan Jakarta.

Pada kategori transportasi, patokan yang dipakai adalah ongkos bis sebagai dasar
kalkulasi. Di sini terlihat bahwa jarak merupakan faktor yang berpengaruh terhadap
perbedaan tarif transportasi di kota-kota yang disurvei. Dengan demikian, kota-kota
dengan mobilitas sehari-hari penduduk yang tinggi ke kota-kota sekitar menunjukkan
biaya transportasi yang lebih mahal. Ongkos transportasi yang disurvei telah
memasukkan dampak kenaikan harga bahan bakar baru-baru ini.

Adapun kategori layanan rumah mencakup layanan-layanan domestik terkait dengan


jasa binatu, pembantu serta pramusiwi (babysitter). Kota-kota besar dengan tingkat
kesulitan untuk mencari pembantu rumah tangga serta tenaga profesional penjaga
anak mencatat biaya yang lebih tinggi dibandingkan kota-kota lain.

Manfaat bagi Manajer SDM

Informasi survei ini dapat menjadi acuan bagi perusahaan-perusahaan di dalam


menyikapi adanya perbedaan biaya hidup antar kota. Menurut Geoffrey W. Latta,
dalam Expatriate Compensation Practices, perusahaan-perusahaan multinasional
menggunakan berbagai pendekatan dalam menjawab adanya perbedaan biaya hidup
untuk karyawannya yang akan dipindahkan ke luar negeri dalam periode cukup
panjang: Memasukkan unsur perbedaan biaya hidup ke dalam gaji dasar, mendesain
tunjangan khusus terkait dengan daerah tertentu, seperti tunjangan kemahalan,
perumahan, pendidikan anak.

Satu jenis tunjangan lain seperti tunjangan pajak pribadi biasanya digunakan untuk
ekspatriat, tetapi tentu tidak relevan dalam kasus perpindahan karyawan antar kota
di satu negara. Memberikan insentif tertentu yang,dihitung berdasarkan persentase
tertentu terhadap gaji atau premi mobilitas – diberikan secara sekaligus (lumpsum)
pada awal atau akhir penugasan.

Menurut Luky, perusahaan-perusahaan di Indonesia telah lama berinovasi dalam


menemukan perbedaan biaya hidup di kota-kota seluruh Indonesia. Beberapa
perusahaan menggunakan gaji sebagai instrumen untuk menyikapi perbedaan
tersebut, sementara perusahaan lain menggunakan perbedaan benefit dan
tunjangan. Selain terkait dengan perpindahan karyawan dari satu daerah ke daerah
lain, informasi survei ini dapat digunakan untuk mendesain tunjangan transport,
tunjangan makan yang berbeda di masing-masing daerah, serta mendesain
kebijakan tiap perjalanan dinas karyawan ke luar kota.

Di samping menyajikan informasi yang diperoleh melalui analisis yang mendalam,


laporan survei ini juga menyertakan data-data lapangan aktual, sehingga manakala
diperlukan, perusahaan dapat memprosesnya lebih lanjut sesuai dengan kebutuhan
pengambilan keputusan. Selain itu, diharapkan hasil survei inipun dapat
meningkatkan kemampuan HR dalam menjawab tantangan perbedaan biaya hidup.

Bagaimana Mereka Menikmati Sukses

No. 11 - Februari 2005


Penghasilan besar dan lingkungan pergaulan tidak selalu membuat eksekutif menjadi
eksklusif. Anda bisa menemukan mereka di mal, lapangan olahraga, dan saat
bercengkrama dengan keluarga di rumah. Mereka mencoba hidup seimbang.

Di usia yang belum mencapai 40 saat ini, Andreas Rudy Diantoro adalah salah satu
eksekutif yang sangat beruntung. Sejak beberapa tahun lalu, Andreas diangkat
menjadi Managing Director PT Hewlett-Packard (HP) Indonesia, perusahaan hasil
merger antara HP dan Compaq. Bersama Elisa Lumbantoruan dan Johannes A.
Gianto, mereka bertiga menjadi nakhoda kapal HP di Indonesia.

Peraih gelar MBA di Amerika ini telah 11 tahun berkarir di HP, termasuk di HP
Australia. Hingga saat ini, ayah dua putera-puteri ini merasa sangat betah bekerja di
HP, sehingga tidak kepincut untuk pindah ke perusahaan lain. Sudah beberapa kali ia
didekati head hunter, baik langsung maupun melalui orang lain termasuk isterinya,
Andreas bergeming. Tawaran gaji dan fasilitas yang lebih besar ditolaknya.

"Dalam bekerja di satu perusahaan, faktor gaji itu hanya salah satu saja. Banyak
faktor lain yang lebih penting, seperti reputasi perusahaan, pengetahuan dan
pengalaman yang bisa diperoleh, kepemimpinan, pengembangan diri, dan
sebagainya," tutur Andreas.

Soal reputasi ini, ia punya pengalaman langsung. Saat bertugas di Australia, hanya
dalam waktu beberapa jam saja sudah memperoleh status Permanent Resident
karena bisa langsung bertemu dengan pejabat imigrasi yang siap membantu penuh.
"Kalau bukan karena nama HP, bagaimana mungkin bisa semudah itu. Apalagi di
Australia waktu itu tokoh anti-Asia Pauline Hanson lagi top-topnya," tambah
penggemar parfum Hugo Boss dan Giorgio Armani itu.

Menurutnya, HP selalu berusaha memberikan yang terbaik, meski untuk kompensasi


dan benefit belum tentu terbaik. Di HP berlaku prinsip remunerasi yang disesuaikan
dengan kelayakan hidup di manapun orang HP bekerja. Berbagai fasilitas tersedia
untuk eksekutif macam dirinya, termasuk mobil kantor. Ke mana-mana ia lebih suka
naik sedan BMW atau Mercedes Benz, meski mengaku tak fanatik pada merek mobil
tertentu.

Untuk penampilan, Andreas menyukai arloji Rolex untuk kegiatan resmi dan Swatch
untuk saat-saat santai. Desain arloji Swatch yang menarik membuat dirinya menjadi
kolektor sejak masih kuliah di Amerika dulu hingga saat ini. Merek jas kesukaannya,
antara lain, Hugo Boss, Versace, dan Ermenegildo Zegna. Sedangkan sepatu, ia
menyukai merek Bally dan belakangan ditambah dengan Salvatore Vergamo, sepatu
yang menurutnya tidak terlalu mahal namun enak dipakai.

Berbagai objek wisata di kawasan Asia dan Australia telah dikunjunginya saat
berlibur dengan keluarga. Kebetulan HP membolehkan eksekutifnya membawa
keluarga pada rapat bisnis perusahaan di luar negeri asal dibayar sendiri. Namun,
tujuan berlibur favoritnya tetap kota asalnya Yogyakarta. "Sekalian bernostalgia
dengan teman-teman masa SMA dulu," katanya tertawa.

Penganut prinsip work-life balance ini menikmati betul saat hari-hari libur dengan
berolahraga basket kesukaannya, jalan-jalan ke Plaza Semanggi sambil mampir ke
toko buku Kinokuya, atau mengajak makan keluarga ke tempat-tempat yang enak
semisal kafe atau resto. Hingga kini ia masih belum menyukai main golf, dan memilih
untuk terus main basket. "Ini tidak sesuai dengan ungkapan semakin tinggi pangkat,
semakin kecil bola yang dimainkan," jujur dia mengaku.
Andreas tidak lupa menyisihkan penghasilannya untuk berinvestasi, mulai dari
asuransi bagi kedua anaknya, membeli saham/reksadana hingga properti. Hanya
25% dari pengha-silannya yang disimpan dalam bentuk dana tunai. Ditanya
penghasilannya, Andreas langsung menukas: "Nggak enak lah ngomong gaji.
Ngomong yang lain aja deh." Diperkirakan penghasilan Andreas lebih dari Rp 50 juta
sebulan.

Sikap menolak untuk mengungkap penghasilan juga disampaikan eksekutif lainnya:


Iwan H. Djalinus, Marwan Baasir, PM Susbandono, Setya Rahadi, Bambang
Widyastomo, dan lainnya. Iwan yang diperkirakan berpenghasilan bersih antara Rp
30 juta hingga Rp 60 juta sebulan menilai soal besaran gaji itu relatif. "Penghargaan
perusahaan dan kepuasan batin lebih berarti buat saya," ungkap penggemar parfum
Calvin Klein dan Hugo Boss ini.

Dia merasa sangat puas di Caltex karena semuanya berlangsung bersih, tanpa neko-
neko, dan integritas karyawan yang tinggi. Waktu luang dimanfaatkannya
berolahraga golf, yang disebutnya sebagai ajang adu kepandaian, selain clubbing di
hotel/kafe Jakarta. Kendati sering pergi ke luar negeri, ayah dua anak perempuan ini
lebih senang berlibur di Indonesia. "Lebih enak hangat daripada dingin salju,"
katanya jujur.

Marwan Baasir yang diperkirakan berpenghasilan mirip Iwan memiliki gaya hidup
yang berbeda. la tidak suka clubbing. "Saya tidak suka bising," katanya diplomatis.
Juga kehidupan yang wah. Ia lebih merasa bahagia bila bisa ngobrol dengan berbagai
lapisan, termasuk kalangan bawah. "Sehari tidak ngobrol, rasanya kesemutan,"
ujarnya tertawa.

Sebagai eksekutif yang sibuk, ia berusaha menyisakan waktu dengan keluarga,


nonton, makan bersama, atau bermain dengan anak-anaknya yang masih kecil.
Makanan favoritnya adalah menu tradisional macam soto ikan bakar dari Makassar.
Olahraga kesukaannya cukup jogging saja. Tapi jangan coba-coba mengganggu saat
ia lagi nonton film favorit kalau tidak ingin kena marah. "Terutama film yang
menyangkut pengadilan dan sulit ditebak arah ceritanya," katanya. Kali ini tanpa
marah tentunya.

Bambang Widyastomo, pria yang diperkirakan mendapatkan penghasilan sekitar Rp


20 juta, lebih suka berlibur ke Bali dan Yogyakarta. Kendaraan kerjanya sehari-hari
adalah BMW 318i terbaru yang diperolehnya melalui Car Ownership Program Tri
Megah.

Hobi PM Susbandono lain lagi. Saat libur, ia lebih suka tidur. "Karena saya
menganggap rumah itu surga," ungkap pria yang menyukai Toyota Camry ini. la
berusaha untuk rutin 5 kali seminggu berolahraga treadmill di rumahnya, setiap sore
menjelang malam. Setiap 3 tahun, ia mengajak isteri dan kedua anaknya berlibur ke
luar negeri. Selebihnya di Indonesia saja. "Saya palingsuka Eropa," ungkapnya. la
menyukai Plaza Senayan dan kawasan Mega Mendung untuk bersantai.

Ungkapan life is beautiful agaknya pas menggambarkan keseharian mereka.

Konsisten Terapkan Tunjangan Kesejahteraan

No. 11 - Februari 2005


Sistem penggajian dan renumerasi di setiap perusahaan seringkali berbeda satu
sama lain. Begitu pula dengan perusahaan multi nasional (MNC). Berikut adalah
Tanya Jawab Human Capital dengan Mariko Asmara, Managing Director PT. JAC
Indonesia, untuk mengetahui sistem penggajian dan renumerasi di perusahaan
Jepang.

Apa dasar penggajian maupun renumerasi di perusahaan Jepang (merit


system, lama masa kerja atau competency based)? Bagaimana
penerapannya untuk level manajemen puncak, menengah, dan karyawan?

Terus terang, masih sedikit perusahaan Jepang yang menerapkan sistem renumerasi
dengan baik dan benar. Biasanya mereka akan mematok gaji seseorang berdasarkan
tingkat inflasi, kenaikan UMK, dan hasil penilaian kinerja yang belum transparan.

Mulai ada tendensi untuk memberikan tunjangan keahlian kepada mereka yang
mempunyai sertifikat untuk kemampuan bahasa Jepang, bisa mengendarai forklift,
solder, dan lainnya.

Apakah keunikan sistem penggajian dan renumerasi di perusahaan Jepang


dibandingkan dengan perusahaan dari negara-negara lain?

Keunikan dari perusahaan Jepang adalah kinerja mereka tidak melulu dilihat dari
kinerja individu, tetapi lebih dinilai sebagai hasil dari suatu team work.

Sejauh mana perusahaan Jepang menggunakan hasil survey gaji untuk


merumuskan sistem renumerasi?

Berdasarkan pengalaman saya bermain dengan hampir 500 perusahaan Jepang di


sini, rumusan sistem renumerasi ditentukan berdasarkan hasil musyawarah mereka
antara grup atau tenant yang berada di sekitarnya, misalnya kawasan industri
Jababeka, EJIP, dan lain-lain.

Bagaimana kisaran gaji terendah hingga paling tinggi? Seberapa kompetitif


renumerasi perusahaan Jepang dibandingkan pasar?

Biasanya mereka bermain dengan harga "safe", tidak di bawah pasar tetapi juga
tidak di atas pasar. Gajinya berkisaran dari Rp 1 juta�- Rp 15 juta. Namun mereka
sangat konsisten terhadap pemberian paket kesejahteraan kepada staf dan
keluarganya.

Bagaimana perusahaan Jepang melihat faktor renumerasi dalam


menghasilkan kepuasan bekerja bagi pada karyawan? Apakah faktor
renumerasi itu menjadi penyumbang terbesar kepuasan bekerja?

Mereka menyadari betul bahwa faktor renumerasi sangat menunjang faktor


kepuasan karyawan, namun sayangnya masih belum diterapkan dengan baik seperti
halnya pada perusahaan-perusahaan asing lainnya.

Apa saja komponen benefit yang diberikan kepada manajemen maupun


karyawan biasa? Seberapa positif hal itu disambut karyawan dan
manajemen?
Umumnya mereka sangat berterimakasih atas pemberian training, pembelajaran,
non-individual sales oriented system dan prosedur kerja yang sistematis atau SOPnya
jelas. Dan hampir tidak ada perusahaan yang bermain di bawah UMK dan mencoba
untuk melanggar peraturan ketenagakerjaan yang berlaku.

Dan dibandingkan perusahaan Korea atau lokal, karyawan bisa mendapatkan haknya
seperti gaji, allowance dll, tepat waktu. Perasaan aman untuk bekerja di perusahaan
Jepang pun umumnya memacu mereka untuk memilihnya menjadi tempat kerja
mereka. Jarang terdengar perusahaan Jepang yang bangkrut di Indonesia.

Menunggu Keadilan bagi Golongan Bawah

No. 11 - Februari 2005

Gaji para eksekutif terus merangkak naik bagaikan ungkapan sky is the limit. Laju
kenaikan gaji kalangan bawah tak beda jauh dengan kalangan manajemen dan
manajemen puncak.

Renumerasi adalah salah satu topik yang enak dan menarik untuk dibicarakan,
meskipun sulit mengharapkan orang terbuka menyampaikan angka-angka
penghasilan mereka. Sebagai negara Timur, mengungkap gaji di Indonesia dianggap
tabu atau sesuatu yang tidak pantas untuk dilakukan. Perusahaan pun sangat
menjaga kerahasiaan gaji seluruh jajarannya. Itu sebabnya, pembicaraan gaji hanya
berlangsung samar-samar. Oh si anu gajinya Rp 150 juta sebulan. Atau si anu
menerima penghasilan Rp 200 juta per bulan. Tentu omongan ini diiringi dengan
decak kagum. Berapa sebenarnya gaji si anu itu tetap menjadi misteri.

Dengan segala misterinya itu, pembicaraan tentang penghasilan seorang bos justru
semakin menjadi menarik bagi para karyawan. Sebagian kagum dengan besarnya
penghasilan seorang bos justru semakin menjadi menarik bagi para karyawan.
Sebagian kagum dengan besarnya penghasilan si bos, sebagian lagi mungkin
mencibir sinis atau iri dengan penghasilan besar itu. Ukuran yang tampak ke depan
adalah wujud penampilan si bos yang mentereng dengan barang-barang bermerek,
makan siang di tempat yang mahal, atau berlibur ke luar negeri. Sementara beban
tanggung jawab si bos yang cukup berat cenderung diabaikan.

Data survey gaji setidaknya bisa memberikan gambaran gaji atau total penghasilan
tunai masing-masing level dalam perusahaan. Human Capital mencoba menggali dari
berbagai sumber besaran gaji pada sejumlah perusahaan. Seorang General Manager
(posisi tertinggi untuk profesional) di perusahaan telekomunikasi Excelcomindo
diperkirakan bisa memperoleh gaji Rp 35 juta sebulan.

Posisi yang sama di PT. Medco E & P Indonesia bisa mencapai Rp 35 juta�- Rp 45 juta
per bulan, dan di PT. Caltex Pasific Indonesia dari Rp 30 juta hingga Rp 60 juta per
bulan. Hasil penelusuran kami terhadap gaji manajer di perusahaan migas
diperkirakan berkisar antara Rp 13 juta hingga Rp 22 juta per bulan. Sedangkan, gaji
selevel General Manager di perusahaan sekuritas bisa mencapai Rp 20 juta per
bulan. Semua angka-angka itu setelah dipotong pajak. Penghasilan eksekutif (direksi)
perusahaan tentu jauh lebih besar lagi; apalagi CEO-nya.

Biasanya, perusahaan membagi karyawan dalam 5 kelompok besar: dari level paling
bawah non-klerek, klerek, staf (officer), manajemen, hingga level yang paling tinggi,
manajemen puncak. Karena cukup sensitif, survey tidak memasukkan data gaji
kelompok non-klerek dalam perbandingan gaji. Sehingga tersisa empat kelompok
saja yang diperbandingkan : klerek, staf, manajemen, dan manajemen puncak.

Survey Watson Wyatt menunjukkan daya median market penghasilan tunai dari
posisi klerek per tahun di industri konsumer adalah Rp 40,140 juta, di bank asing Rp
84,268 juta, di bank lokal Rp 57,482 juta, di lembaga pembiayaan Rp 40,563 juta,
dan di industri teknologi informasi (TI) Rp 49,099 juta. Total penghasilan tunai ini
terdiri dari gaji pokok, dana tunai yang dijanjikan (guaranteed cash), tunjangan tetap,
dan bonus variabel. Berdasarkan data median market itu, rata-rata nilai penghasilan
tunai karyawan di posisi klerek Rp 3,3 juta�- Rp 4,8 juta per bulan.

Temuan angka ini tergolong cukup besar untuk ukuran perusahaan secara umum di
Indonesia. Tetapi harap diingat, mayoritas partisipan survey gaji adalah perusahaan
menengah�- atas terkemuka di Indonesia. Selain itu, nilai tunai itu juga
memasukkan bonus dan THR. Sehingga, penghasilan bulanan secara riil lebih kecil
dari angka itu.

Untuk level staf (officer), median market total penghasilan tunai per tahun berkisar
antara Rp 57,596 juta (industri pembiayaan) hingga Rp 119,054 juta (perbankan
lokal). Angka ini setara dengan nilai penghasilan tunai per bulan dari Rp 4,8 juta
hingga Rp 9,9 juta.

Di level manajemen, kisaran penghasilan tunai per tahun mulai dari Rp 176,479 juta
(industri pembiayaan) hingga Rp 290,612 juta (perbankan asing). Kisaran nilai
penghasilan tunainya sekitar Rp 14,7 juta hingga Rp 24,2 juta per bulan. Selanjutnya
untuk level manajemen puncak, total penghasilan tunai per tahun di industri
pembiayaan adalah Rp 307,087 juta, industri konsumer Rp 359,772 juta, industri TI
Rp 456,685 juta, perbankan asing Rp 586,271 juta, dan perbankan lokal Rp 610,415
juta. Angka total itu setara dengan nilai penghasilan tunai Rp 25,6 juta hingga Rp
50,9 juta per bulan.

Sekali lagi, data penghasilan tunai ini adalah data median market sehingga sangat
mungkin ada manajemen puncak yang berpenghasilan lebih besar maupun lebih
kecil dari data tersebut - meski secara statistik jumlahnya dianggap kecil.

Total penghasilan tunai manajemen puncak terbesar di Indonesia saat ini ada di
industri perbankan lokal dengan median market Rp 610,415 juta. Data ini adalah
kombinasi penghasilan CEO (Chief Executive Officer) dan para direksi lainnya. Bila
kelompok CEO (Chief Executive Officer) dipisahkan dari kelompok manajemen
puncak, median market total penghasilan tunai CEO akan lebih besar lagi. Sebab,
cukup banyak CEO bank lokal yang bergaji Rp 100 juta hingga Rp 150 juta per bulan.

Berdasarkan data di atas, total penghasilan tunai manajemen puncak perbankan


lokal melampaui perbankan asing. Hal ini menunjukkan tingginya permintaan bank
lokal terhadap barisan manajemen puncak yang berkualitas, namun di sisi lain
jumlahnya relatif langka. Kelangkaan ini menyebabkan bank lokal terpaksa merekrut
manajemen puncak bank asing atau dari industri terkait lainnya - tentu dengan
tawaran renumerasi yang lebih baik.

Kendati median market nilai penghasilan tunai manajemen puncak bank asing kalah
dibandingkan bank lokal, gaji CEO bank asing yang ekspat masih lebih besar
daripada gaji CEO bank lokal karena standar renumerasi internasional. Total cash
package CEO ekspatriat bisa mencapai US0.000 per tahun (sekitar 2 miliar lebih).
Total paket tersebut, menurut head hunter terkemuka, Pri Notowidigdo beberapa
waktu lalu, bisa berbeda berdasarkan kewarganegaraan sang ekspatriat. Yang
termahal adalah CEO asal Amerika yang bisa memperoleh penghasilan lebih dari
US0.000 per tahun, di luar sejumlah benefit yang bisa bernilai US.000�- US0.000 per
tahun. Termasuk di dalamnya anggaran sewa rumah si ekspat yang bisa berkisar
antara US.500 - US.000 per bulan.

Terdengar besar untuk ukuran Indonesia, penghasilan CEO sebesar itu masih
tergolong standar untuk ukuran Amerika. Paket penghasilan Carly Fiorina saat
menerima tawaran sebagai CEO Hewlett-Packard tahun 1999 jauh lebih besar : gaji
pokok US juta, tunjangan perumahan (mortgage) senilai US.000, biaya pindah rumah
US7.000 dan US juta dalam bentuk saham terbatas HP. Saat meninggalkan jabatan
CEO Lucent Technology, gaji pokoknya hanya US0.000. Penghasilan Fiorina kini jauh
lebih besar karena juga menjabat chairman dan ukuran perusahaan yang membesar
pasca merger dengan Compaq Computer Company.

Faktor ukuran perusahaan sangat menentukan besaran penghasilan yang diterima


setiap pejabat perusahaan. Semakin besar omset dan ukuran organisasi sehingga
beban dan tantangan pekerjaan semakin besar, semakin besar pula penghasilan
yang diperoleh. Begitu pula, semakin sehat dan tinggi profitabilitas perusahaan, kian
besar pula penghasilan yang diperoleh.

Di Indonesia, sistem renumerasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) termasuk sektor
yang belum terstandar secara baik. Untuk bisa bersaing dengan swasta dalam
memperebutkan eksekutif berkualitas, semestinya BUMN juga mampu memberikan
penawaran renumerasi yang bersaing. Konsekuensinya, jika hal ini diterapkan,
penghasilan CEO BUMN akan sangat besar - bahkan melampaui gaji Presiden, Wakil
Presiden, maupun Menteri Negara BUMN atau Menteri Keuangan�- atasan langsung
direksi BUMN. Akibatnya jadi lucu dan bisa menimbulkan masalah manajemen yang
tidak baik.

Gaji eksekutif BUMN umumnya kini berkisar dari belasan juta hingga puluhan juta
rupiah per bulan. Di luar perbankan, gaji direksi BUMN terbesar diperoleh Direksi
Telkom dan Pertamina, meski angka persisnya tidak terlalu pasti. Beberapa sumber
menyebut gaji CEO Telkom dan Pertamina lebih dari Rp 150 juta per bulan. Kalau
menilik gaji CEO anak perusahaan Pertamina Tugu Pratama yang disebut-sebut
mencapai angka Rp 150 juta lebih sebulan, mestinya gaji CEO perusahaan induk
sedikit lebih besar dari jumlah itu.

Namun bagi eksekutif BUMN, gaji bukanlah faktor yang menjadi daya tarik terbesar
karena pada umumnya kalah bersaing dengan perusahaan swasta, melainkan bonus
kinerja atau jasa produksi. Jumlahnya bisa melebihi gaji per tahun. Total jenderal,
tetap saja penghasilan tunai tahunan eksekutif BUMN tak berbeda jauh dengan
eksekutif perusahaan swasta.

Di level manajemen, data median market juga memberikan gambaran menarik.


Secara umum, total nilai penghasilan tunai tahunan Manajer Pemasaran tertinggi,
yaitu Rp 249,399 juta. Disusul oleh Manajer TI (Rp 239,586 juta), Manajer Keuangan
(Rp 236,838 juta), dan Manajer HR (Rp 230,091 juta). Kondisi yang sebenarnya di tiap
industri cukup bervariasi. Di industri konsumer, bank asing, dan bank lokal,
penghasilan terbesar diperoleh Manajer Pemasaran, namun posisi berikutnya
ditempati secara bergantian oleh Manajer lainnya. Hanya di industri TI, penghasilan
tunai Manajer Pemasaran terendah.
Satu hal yang menarik, total penghasilan tunai Manajer HR kini menanjak cukup
signifikan selaras dengan semakin sadarnya perusahaan tentang pentingnya peran
HR dalam pengembangan perusahaan. Itu terlihat sekali pada perusahaan yang
sadar akan makna human capital, seperti industri perbankan asing dan TI. Total
penghasilan tunai Manajer HR di bank asing berada di posisi kedua setelah Manajer
Pemasaran. Di industri TI, total penghasilan tunai Manajer HR nomor dua di bawah
Manajer Keuangan.

Lilis Halim menilai, permintaan terhadap profesional HR kini bergerak naik,


sementara pasokannya relatif terbatas. "Ini patut disyukuri karena itu berarti
perusahaan mulai sadar tentang pentingnya aspek HR," katanya sambil
menambahkan. "Tidak mudah mencari tenaga HR yang berkualitas."

Di Korea, total nilai penghasilan tunai Manajer HR justru paling besar (US.205),
disusul oleh Manajer TI (US.368), Manajer Pemasaran (US.933), dan Manajer
Keuangan (US.176). Begitu pula di Thailand. Penghasilan tunai Manajer HR US.743
dan penghasilan tunai Manajer Pemasaran justru paling rendah (US.347). Di Malaysia,
penghasilan tunai Manajer HR berada di posisi dua (US.947) di bawah Manajer
Pemasaran (US.237).

Di Singapura, total penghasilan tunai Manajer HR juga berada di posisi kedua


(US.943) di bawah Manajer TI (US.818). Perbedaan penghasilan Manajer TI dengan
Manajer lainnya di Singapura cukup lebar, bisa mencapai US.000 lebih dengan
penghasilan terendah (Manajer Keuangan). Singapura yang sedang berusaha keras
menjadi basis bisnis termodern di dunia banyak membutuhkan dukungan TI dalam
mewujudkannya. Sehingga Manajer TI salah satu yang paling dicari.

Di Filipina, penghasilan tunai Manajer HR berada di posisi kedua terbesar (US.346) di


bawah Manajer TI (US.105). Di Malaysia, penghasilan tunai Manajer HR (US.947)
hanya kalah dari Manajer Pemasaran (US.237). Ini menunjukkan bahwa posisi
Manajer HR naik daun di kawasan ini, mengikuti tren di negara-negara barat.

Kalau diperhatikan, penghasilan tunai Manajer Pemasaran tertinggi hanya terjadi di


Indonesia dan Malaysia. Rupanya, perusahaan di kedua negara masih harus
menggenjot pemasaran untuk menguasai pasar sehingga butuh tenaga pemasaran
yang handal. Sementara di negara-negara Asia lainnya, profesi pemasaran sudah
dianggap sangat standar. Penghasilan tunai Manajer TI terbesar hanya ada di
Singapura dan Filipina.

Bila direkap hasil survey gaji di tujuh negara Asia (lihat tabel), maka penghasilan
tunai terbesar Manajer HR ada di 2 negara, Manajer Pemasaran di 2 negara, Manajer
TI ada di 2 negara, dan Manajer Keuangan di 1 negara.

Lantas, seberapa besar penghasilan tunai posisi manajemen di Indonesia dengan 6


negara Asia lainnya? Total gaji yang diterima manajer di Indonesia masih lebih besar
daripada gaji manajer di Thailand dan Filipina. Agak mengejutkan karena selama ini
gaji di Indonesia kalah atau setara dengan gaji manajer di Thailand. Bila
diperbandingkan dengan India, gaji manajer di Indonesia masih lebih tinggi.
Dibandingkan dengan Malaysia dan 3 negara Asia lainnya, gaji manajer di Indonesia
memang lebih sedikit. Dengan demikian di ASEAN, penghasilan tunai manajer (begitu
juga posisi lainnya) di Singapura tertinggi, diikuti oleh Malaysia, Indonesia, Thailand,
dan Filipina. "Jadi, penghasilan eksekutif di Indonesia sebetulnya lumayan bagus,"
tambah Lilis Halim.
Krisis Ekonomi di Asia paling menohok penghasilan profesional keuangan yang
hingga kini belum pulih ke posisi prakrisis. Peningkatan gaji pokok eksekutif
keuangan di Asia berlangsung relatif lambat. Median market gaji eksekutif keuangan
(CFO) dari perusahaan dengan omset US0 juta�- US0 juta per tahun di Asia menurut
majalah CFO US9.000 per tahun. Data yang sama di Singapura US2.000 dan di
Indonesia di bawah angka itu (sekitar US0.000)�- sedikit di atas India (US3.000),
meski data pastinya tidak ada.

Dalam 1�- 2 tahun terakhir kenaikan gaji pokok di hampir semua bidang mulai
menggeliat dengan kenaikan gaji terbesar terjadi di India dan Indonesia. Sayangnya,
kenaikan gaji double digit yang selama ini terjadi di Indonesia tidak lagi selaras
dengan pertumbuhan ekonomi (GDP) Indonesia yang memble dibandingkan banyak
negara asing lainnya, termasuk India. Tahun 2004, ekonomi India tumbuh 6,2% dan
Indonesia hanya 4,8%. Di sisi lain, laju inflasi India dan Indonesia sama-sama 5,5%.

Bila pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap lambat, maka ia akan menjadi faktor
yang membatasi kenaikan gaji lebih lanjut�- di samping buruknya kinerja
perusahaan dan turunnya laju inflasi.

Praktik Renumerasi Perusahaan 6

No. 11 - Februari 2005

Keberadaan perusahaan yang menyediakan jasa pembiayaan di Indonesia terus


bertambah. Namun demikian tidak menggoyang posisi Adira Finance sebagai
perusahaan pembiayaan kendaraan terbesar di Indonesia. Terbukti bahwa Adira
mampu mengembangkan usahanya dari 72 gerai di tahun 2002 menjadi 183 gerai di
akhir tahun 2004. Dan merealisasikan visi terbarunya yaitu menjadi "A World-Class
Consumer Finance Company".

Dengan tingkat persaingan yang cukup tinggi di antara perusahaan pembiayaan,


Adira harus terus memberikan sesuatu yang terbaik pada karyawannya agar
karyawan terbaik dapat bertahan dan ikut serta membangun perusahaan ini menjadi
lebih besar lagi. Hal ini direalisasikan dalam sistem penggajian yang diterapkan.
Penggajian di Adira didasarkan pada kinerja para karyawannya, meski demikian
masih ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi. Faktor-faktor tersebut adalah
laju inflasi dan pertimbangan lainnya seperti kompetensi. Faktor kompetensi ini bisa
berpengaruh positif maupun negatif terhadap tingkat kenaikan gaji seorang
karyawan.

Kenaikan gaji reguler selalu terjadi di awal tahun, namun menurut Swandajani
Gunadi, HRD @ GA Division Head Adira Finance, jika ada perubahan pada struktur
gaji dan strategi remunerasi, dimungkinkan terjadi kenaikan gaji untuk kedua kalinya
di pertengahan tahun, yaitu bulan Juli. Tetapi ini hanya terjadi untuk orang-orang
tertentu dengan pertimbangan khusus.

Pertimbangan khusus yang dimaksud adalah jika seorang karyawan telah mendapat
kenaikan gaji dan dia juga mendapat promosi yang secara otomatis juga akan
meningkatkan gajinya lagi, maka promosi itu akan diarahkan terjadi pada bulan Juli.
Atau juga pada kondisi di mana seorang karyawan dengan posisi tertentu dengan
kualitas yang sangat baik namun gajinya belum masuk pada struktur gaji yang
seharusnya, maka penyesuaian juga diarahkan untuk dilakukan pada bulan Juli.
Sistem remunerasi di Adira dikatakan bersifat komprehensif, mulai dari penggajian
yang mengenal fix dan variabel. Yang dimaksud dengan fix di sini adalah gaji
diterima setiap bulannya ditambah satu kali tunjangan hari raya (THR). Sedangkan
variabel berbentuk bonus dan insentif. Bonus biasanya ditentukan oleh kinerja
individu maupun perusahaan yang diperhitungkan pada bulan Desember dan
dibayarkan pada bulan Januari atau Februari. Pada tahun lalu, komposisi fix dan
variable di Adira masih dipertahankan pada porsinya seperti pada tahun-tahun
sebelumnya, namun menurut Swandajani Strategi remunerasi harus tetap
mempertimbangkan perkembangan pasar. Meski diakui Swandajani bahwa dengan
sistem remunerasi yang demikian mampu mendongkrak kinerja perusahaan dan
individu, tapi Adira tetap harus menyesuaikan dengan pasar untuk tetap
mendapatkan orang-orang yang bagus. Secara umum strategi yang diterapkan Adira
adalah berusaha berada minimal setara dengan pasar. Namun untuk karyawan yang
memiliki kinerja sangat baik, strateginya adalah lebih besar dari pasar.

Untuk level direksi sistem penggajiannya sama namun pemberian fasilitas yang
bersifat benefit jelas berbeda. Pembedaannya didasarkan pada posisi, pangkat,
golongan dan privilege.

Benefit yang diberikan berdasarkan jabatan misalnya Car Ownership Program (COP)
dan ada juga yang namanya company car. Untuk jabatan atau posisinya memiliki
tingkat operasionalnya tinggi sekali, diberikan fasilitas company car yang pada tahun
tertentu bisa dimiliki sendiri dengan subsidi dari perusahaan. Berbeda dengan
jabatan tertentu dimana mobilitasnya tidak terlalu tinggi, diberikan sistem COP. COP
yang diberikan adalah disubsidi oleh perusahaan dengan plafon tertentu. Mereknya
sendiri diserahkan pada karyawan.

Fasilitas lain yang diberikan adalah pulsa telepon selular yang juga tergantung pada
jabatan. Semakin tinggi jabatan membutuhkan komunikasi yang semakin tinggi.
Selain itu ada juga tunjangan transportasi dan bensin. Tunjangan transport diberikan
dengan perhitungan dari rumah ke kantor, tapi tunjangan bensin diberikan untuk
perjalanan dinas. Jadi yang sifatnya umum, tunjangan transport, makan, kesehatan,
pengobatan, maternity sampai anak ketiga, kaca mata, duka, nikah itu berdasarkan
golongan, tapi yang berhubungan dengan operasional pekerjaan sehari-hari,
diberikan berdasarkan jabatan.

Dengan sistem remunerasi yang demikian, dikatakan Swandajani, karyawan relatif


cukup puas. Hal ini tercermin dengan hasil Employee Opinion Survey (EOS) yang
diadakan setiap tahunnya.

Praktik Renumerasi Perusahaan 5

No. 11 - Februari 2005

Industri shopping center di Indonesia belakangan ini berkembang cukup pesat. Tak
heran jika tingkat permintaan karyawan shopping center pun ikut meningkat.
Menurut Budi Putranto, increase salary untuk shopping center lebih dari 10% di
seluruh Indonesia. "Industri ini tidak bisa dibandingkan dengan industri otomotif,
perbankan, atau industri lainnya. Namun melihat increase salary tersebut, hal ini
sudah bagus," ujar Budi yang menjabat sebagai HR Manager Mal Ciputra.

Untuk meningkatkan motivasi dan kinerja karyawan shopping center, setiap shooping
center memiliki strategi masing-masing, khususnya dalam hal remunerasi. Ini juga
bertujuan agar turn over karyawan tidak terlalu tinggi dalam waktu yang singkat.
Meski di Indonesia sendiri belum pernah dilakukan survei khusus untuk shopping
center oleh konsultan independen dalam hal remunerasi, namun diakui Budi bahwa
survei yang dilakukan oleh beberapa konsultan independen terhadap industri lain di
tanah air sudah bisa dijadikan referensi bagi industri shopping center.

"Saya sendiri ambil sekitar 85%-90% dari hasil survei-survei yang ada. Memang jauh
jika dibandingkan dengan industri lain seperti perbankan. Tapi setidaknya tidak
terlalu rendah," ujar pria yang pernah bekerja di sebuah perusahaan otomotif di
Indonesia.

Sistem remunerasi yang diberlakukan di Mal Ciputra, menurutnya berdasarkan


standar tingkatan golongan yaitu general increase, performance increase dan
promotion increase.Tingkatannya ini juga berfungsi untuk menghitung kenaikan gaji
karyawan di Mal Ciputra. Untuk general increase, kenaikan gaji karyawan sesuai
dengan inflasi yang terjadi di Indonesia Jika inflasi tahun ini mencapai 6,5%, maka
gaji karyawan akan ditambahkan dengan minimal 6,5%.

Untuk performance increase atau performance appraisal,dinilai berdasarkan


kualifikasi kinerja karyawan yaitu poor, very poor, average, good dan very good.
Kelima penilaian ini diberikan untuk menilai empat dari lima level, operator, leader,
supervisor, officer dan manager. Sementara untuk level manager ke atas, penilaian
dilakukan oleh kantor pusat, Ciputra Group di kawasan Dr. Satrio, Kuningan, Jakarta.
Sedangkan promotion increase, adalah bila seseorang dipromosikan untuk satu
jabatan atau posisi yang lebih tinggi, maka karyawan tersebut akan mendapat
tarnbahan lagi.

Khusus untuk level leader dan supervisor, Budi mengakui banwa pihaknya mencoba
untuk menata ulang remunerasi karyawannya sehingga selisih pendapatan yang
mereka terima bisa lebih baik dari sebelumnya. "Saya berharap, mereka punya
jenjang yang lebih tinggi, karena untuk level supervisor ke bawah, ada over time atau
uang lembur sehingga selisih gajinya tidak terlalu ]auh," tukasnya antusias.
Sebelumnya, Budi mengaku hahwa level officer sedikit ketinggalan dalam hal
remunerasi. "Tahun lalu, saya mengusahakan bertambah @ 5%-7,5%," akunya. Jika
secara general seluruh karyawan mengalami kenaikan gaji sekitar 12%, maka untuk
level officer, mereka bisa naik hingga 17%. Hal ini dilakukan selama dua tahun
berturut-turut sehingga bisa lebih kompetitif.

Sejauh ini, karyawan Mal Ciputra yang jumlahnya mencapai 500 orang menerima
bersih gaji setiap bulan lebih dari Rp1,2 juta untuk level supervisor ke bawah, dan di
atas Rp 5 juta untuk level asisten manager. Cash yang mereka terima sudah
termasuk gaji pokok, uang makan, dan uang transport.

Sedangkan benefit atau tunjangan yang mereka terima bisa bervariasi, tergantung
level mereka. Untuk level operator sampai supervisor, benefit yang mereka terima
adalah umum seperti tunjangan kesehatan, dana pensiun, bahkan fasilitas kredit
rumah di Group Ciputra dengan bantuan uang muka yang relatif lebih murah, bagi
mereka yang telah bekerja lebih dari tiga tahun. Sementara untuk level senior officer
ke atas, selain fasilitas rumah, juga ada fasilitas seperti allowance car, berupa
tunjangan untuk mencicil kendaraan yang bisa dipakai setiap hari kerja.

Pihak HRD juga mencoba menerapkan sistem manajemen balanced score card dalam
dua tahun ini dan juga telah melakukan survei karyawan untuk mengetahui tingkat
kepuasan karyawan Mal Ciputra. "Kajian kami, kami perlu melakukan survei dari segi
kepuasan karyawan, baik hubungan atasan bawahan, remunerasi dan sebagainya.
Dari sisi kompensasi, diketahui bahwa tingkat kepuasan karyawan hanya mencapai
35%," ujarnya lagi.

Uraian teratas dari hasil survei tersebut adalah kepercayaan terhadap atasan 80%,
disusul lingkungan kerja 75%. "Tingkat kepuasan karyawan terhadap gaji memang
berada di urutan terakhir. Tapi saya kira ini relatif. Dari aspek lain, seperti lingkungan
kerja, hubungan atasan bawahan, pelayanan terhadap SDM, tingkat kepuasannya
hampir di atas 60%," katanya saat ditemui HC.

Survei yang dilakukan tiap tahun ini selain untuk mengetahui tingkat kepuasan
karyawan, juga untuk mengetahui saran dan keluhan karyawan terhadap kinerja
HRD. Sebagai contoh, untuk tahun 2004 kemarin, banyak karyawan yang
menginginkan agar hubungan atasan bawahan bisa lebih ditingkatkan. "Makanya
kami lakukan lebih gencar program konseling," tutur Budi menjawab pertanyaan.

Namun, saat ditanya apakah perlu untuk melakukan perbaikan dalam hal
kompensasi, Budi mengakui hal itu agak sulit. "Sebenarnya ini relatif, karena
berapapun yang diberikan, setiap orang akan mengatakan kurang puas. Kecuali kalau
surveinya kami lakukan lebih spesifik yaitu orang per orang, barulah hasil surveinya
kelihatan. Mungkin kalau baru naik gaji, langsung kami survei, karyawan baru bilang
puas," katanya sambil tersenyum.

Kendati demikian, pihak Mal Ciputra menambahkan anggaran dana kurang lebih
12,5% dari total pengeluaran perusahaan dalam hal remunerasi untuk tahun ini.
Pertimbangannya, lanjutnya, berdasarkan inflasi yang mencapai 6,5%, ditambah
sekitar 2%, khusus karyawan yang dinilai rata-rata. Setelah itu baru ditambahkan
dengan aspek lain seperti kinerja dan promosi. "Itu masih rata-rata, jadi ada
karyawan yang naiknya di bawah 12,5%, ada pula yang di atas, bahkan bisa sampai
20% setiap tahunnya," lontar Budi. Ia juga menambahkan bahwa kenaikan gaji
karyawan diberlakukan akhir Februari 2005 ini karena bonus karyawan yang
diberikan sebelum kenaikan gaji tersebut.

Praktik Renumerasi Perusahaan 4

No. 11 - Februari 2005

Hasil survey gaji yang dilakukan konsultan independen seperti Watson Wyatt dan
Mercer Consulting sangat penting bagi perusahaan yang ada di Indonesia, terutama
oleh PT.Excelcomindo Pratama, sebuah perusahaan jasa telekomunikasi seluler
terkemuka di Indonesia. Survey gaji yang dilakukan tahun 2004 lalu kepada sekitar
13 perusahaan telekomunikasi di Indonesia di antaranya adalah Telkom, Satelindo,
Telkomsel, Motorola, Ericsson, dan Excelcomindo sendiri digunakan sebagai
benchmark tahun 2005 ini, terutama dalam hal renumerasi dan kompensasi
karyawan Excelcomindo.

Menurut Marwan O.Baasir, General Manager Human Capital Management


PT.Excelcomindo Pratama, hasil survey itu untuk mengetahui prosentase kenaikan
gaji karyawan Excelcomindo dengan karyawan kompetiter masih relevan atau tidak.
Dari hasil survey Watson Wyatt, diketahui overall market sebesar 12,24%, sedangkan
hasil survey Mercer Consulting 11,96%. Overall salary increase Excelcomindo tahun
2004 adalah 12,76%, Consumer Plan Index inflasi Watson lebih rendah dari Mercer
5,5%, dan GDP sebesar 4,87%. "Tahun lalu malah GDP sekitar 16-17%."
Jika pasar menentukan sekitar 11,96% kenaikannya, maka Excelcomindo akan
menetapkan sebesar 12,98% untuk level staf. Diakuinya, kenaikan ini masih relevan.
Sedangkan untuk top level, kisarannya antara 10-13%. "Kenaikan untuk setiap level
berbeda-beda karena gaji mereka pun tidak sama," akunya saat ditemui HC di ruang
kerjanya.

Kenaikan gaji setiap tahun dibutuhkan karyawan mengingat inflasi di Indonesia


sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan karyawan. "Kami perlu mengantisipasi
inflasi sehingga tidak merasa dirugikan. Inflasi kemarin diukur sekitar 6,2%. Tahu-
tahu BBM naik. Otomatis inflasi pun ikut naik. Siapa pun tidak akan bisa
menduganya," tutur pria berdarah Arab ini antusias.

Setelah tahu kenaikan gaji di pasar sekian persen, maka Marwan menempatkan di
matriks untuk mengetahui posisi Excelcomindo ada di mana. Apakah di P75 pasar,
P50 atau P25. Excelcomindo akan menempatkan mediannya, kemudian menaikkan
sedikit tinggi dari hasil survey untuk mengantisipasi inflasi. "Pasar itu dipengaruhi
oleh inflasi, faktor ekonomi, daya beli, dan sebagainya. Inilah yang menyebabkan
kami menaikkan posisi kami di mana. Kami tempatkan di PO60-P75, berarti masih
ada dua perusahaan di atas Excelcomindo."

Excelcomindo membagi dua golongan atau kelompok karyawan, assess dan non-
assess. Untuk karyawan yang masuk dalam kelompok non-assess seperti teknisi,
admin hingga staf, kinerjanya akan diukur setiap tahun. Semua hasil kegiatan
karyawan dipantau, apakah berkontribusi kepada perusahaan atau tidak. Setiap
karyawan membuat performance plan, dan pada akhir tahun akan ada performance
review, penilaian semua hasil kegiatannya. "Kinerjanya tercapai atau tidak," jelas
Marwan. Rencana kerja yang dipersiapkan setiap tahun sekali dan tetap dipantau dua
kali untuk setiap tahunnya.

Tetapi untuk karyawan yang gajinya di luar struktur atau berada di kelompok non-
assess, bukan berarti tidak ada penghargaan perusahaan dalam bentuk lumpsum
atau one-time cash. "Itu juga mesti kami lihat jika nilainya bagus, kendati gajinya
sudah sangat tinggi. Inflasi kan juga berpengaruh buat orang tersebut. Tidak fair jika
tidak mendapatkan apa-apa," ia berujar panjang lebar. Misalnya, karyawan tersebut
akan dapat cash di awal tahun dari hasil perkalian antara gaji pokok dengan kenaikan
2% dan dikali 12 bulan. "Karyawan itu gajinya tetap, tidak ada kenaikan gaji.
Tunjangan hari rayanya juga tetap. Dia hanya diberi sekali dan di muka."

Meski Excelcomindo menentukan setiap tahun akan ada kenaikan gaji bagi karyawan,
tapi tidak setiap karyawan bisa mendapatkannya. Jika karyawan kinerjanya tidak
baik, dia tidak akan menerima bonus. Ini berlaku untuk semua level, termasuk untuk
non-assess atau top level.

Perusahaan yang berada di kawasan Mega Kuningan ini juga tidak melihat
renumerasi karyawan dan kenaikan gaji berdasarkan senioritas. Ada manajer yang
harusnya sudah naik posisi karena secara skill bagus walau secara pengalaman
masih kurang. Bahkan, di perusahaan, ternyata orang ini cukup kompeten dibanding
orang yang sudah pengalaman.

"Misalnya si X nilainya 3,6, mendekati nilai 4. Itu sudah sangat tinggi. Value orang ini
harus kami perhatikan. Jadi, bisa saja di X lebih cepat naik posisi ketimbang mereka
yang sudah pengalaman puluhan tahun. Biasanya karyawan diukur berdasarkan 3P,
yaitu position, people atau potential dan performance. Perusahaan juga hanya
memberikan penghargaan jika karyawan nilai antara 3-4. Dulu, nilai kami masih beri
kenaikan. Sekarang tidak lagi."

Saat ini, kisaran gaji karyawan Excelcomindo mulai dari teknisi, admin dan level staf,
antara Rp 800 ribu sampai Rp 6 juta per bulan. Sedangkan untuk level supervisor
hingga GM, kisarannya antara Rp 3,2 juta-Rp 30 juta per bulan. "Kami sedang
mengukur dan merevisi terhadap pasar karena posisi tertentu gajinya sudah terlalu
tinggi. Ini berguna untuk mengukur kinerja dan bernegosiasi saat orang itu mulai
bekerja."

Benefit yang diberikan Excelcomindo adalah kesehatan dan pension plan. Limitnya
berbeda-beda di setiap level. Jika dulu digunakan pola reimbursement untuk rawat
jalan dan rawat inap, maka insya Allah beberapa bulan lagi pola ini sudah tidak
digunakan lagi. Bekerja sama dengan provider perusahaan asuransi, polanya kini
sudah berubah. Kini, karyawan jika ingin rawat jalan atau rawat inap, hanya tinggal
menggunakan kartu, mengisi formulir jika mereka tidak berobat di rumah sakit
provider. "Pokoknya karyawan tidak perlu keluarkan uang selama dalam jaringan
provider tersebut."

Bahkan, jika penyakit yang diderita karyawan dan keluarga dapat menyebabkan
kematian, seperti penyakit jantung, paru-paru, kanker, lumpuh, maka perusahaan
akan memberikan kemudahan dengan tidak memberikan limit sesuai dengan
penjelasan medis dari rumah sakit di mana pasien dirawat.

Perubahan yang dilakukan adalah dibedakannya limit tunjangan kesehatan antara


karyawan yang masih sendiri dengan karyawan yang sudah berkeluarga. Umumnya,
untuk tunjangan kesehatan, adalah satu kali gaji pokok. "September 2004 kemarin
perusahaan melakukan perubahan kebijakan. Yang single tetap, namun yang
berkeluarga atau memiliki tanggungan dinaikkan mengingat jumlah orang dalam
satu keluarga karyawan berbeda-beda. Ini berlaku untuk rawat inap," tutur pria yang
baru masuk ke divisi HDC Excelcomindo enam bulan lalu, setelah sebelumnya di
divisi commercial. Sedangkan untuk rawat jalan tidak mengalami perubahan.

Di samping Jamsostek, Excelcomindo juga memberikan dana pensiun kepada


karyawan. Menurut aryawan. Menurut Marwan, kontribusi antara perusahaan dan
karyawan adalah 70:30 dari gaji bersih. "Kami ingin memberikan benefit lebih kepada
karyawan. Makanya karyawan juga kami berikan aliowance ponsel per dua tahun
sekali, sesuai dengan budaya kami yaitu komunikasi atau team work," katanya.
Setiap karyawan sesuai dengan posisi mereka, akan mendapatkan allowance antara
Rpljuta - Rp4juta. Bahkan karyawan juga mendapat pulsa gratis setiap bulan yang
kisarannya mulai dari Rp150-Rp650 ribu per bulan.

Bahkan untuk level staf sampai supervisor, perusahaan menyediakan car allowance
atau tunjangan transport. Besarnya berbeda-beda, antara Rp500 ribu-Rp7 juta per
bulan. "Terserah karyawan mau mobil mereka apa, perusahaan tidak mau ambil
pusing, biar karyawan saja yang pusing," gelak Marwan setengah bercanda. Ini baru
benefit langsung yang diberikan perusahaan.

Benefit tidak langsung yang diberikan perusahaan adalah training. Setiap karyawan
diwajibkan mengikuti training selama 10 hari setiap tahunnya. "Kalau keahlian
karyawan naik, maka perusahaan ini akan lebih efisien karena empowerment jalan,"
imbuh penggemar masakan soto dan ikan bakar. Ditambahkan, jenjang karir juga
akan dilihat oleh karyawan. "Ini yang utama buat karyawan dimana pun ia bekerja
karena mereka nanti akan sekian lama bekerja akan mendapatkan posisi yang tinggi.
Jadi mereka bisa bekerja dengan baik."

Dengan adanya perbaikan sana-sini dalam sistem remunerasi yang diberikan


perusahaan setiap tahun, tak heran jika tingkat kepuasan karyawan Excelcomindo
berdasarkan hasil survei Mercer dan Watson Wyatt ada di 70-80%. "Sekali lagi saya
tekankan bahwa untuk kepuasan karyawan, tidak hanya berdasarkan gaji pokok
semata, tapi juga ada hal-hal lain seperti benefit atau tunjangan, jenjang karir,
training, hubungan atasan dengan bawahan, dan masih banyak lagi," tegas Marwan.

Praktik Renumerasi Perusahaan 3

No. 11 - Februari 2005

PT. Medco E & P Indonesia, sebuah perusahaan perminyakan swasta nasional di


Indonesia menerapkan sistem renumerasi berdasarkan dua hal, kompetensi dan
kontribusi. Menurut PM Susbandono, Vice President Human Resources Medco E & P
Indonesia, kompetensi relatif melekat di pekerja. "Jika saya smart, maka tahun
berikutnya saya tetap smart atau bahkan lebih smart," ujarnya.

Ini yang membedakan dengan kontribusi karena kontribusi atau kinerja - biasanya -
diukur per tahun. Jika tahun ini kontribusi pekerja bagus, tahun depan belum tentu.
"Ini sangat situasional. Dan hal ini yang ingin dihargai Medco secara berbeda."
Karyawan dengan kompetensi seperti pendidikan, pengalaman, keahlian yang tinggi,
belum tentu bisa memberikan kontribusi yang tinggi pula. Seseorang yang expert,
berpengalaman, tapi karena jarang masuk kerja atau malas kerja, maka
kontribusinya rendah.

Kompetensi pekerja dihargai dengan base salary atau upah pokok, sedangkan
kontribusi dihargai dalam bentuk penghargaan per tahun yang nilainya tergantung
dari tingkat kontribusi pekerja Medco setiap tahun. "Saya berusaha untuk tidak
menggunakan kata bonus. Karena banyak orang mengartikan bonus itu sebagai
hadiah," Susbandono menjelaskan. Sebagai contoh, seseorang membeli mobil, ia
akan mendapat bonus radio tape atau AC. Artinya, orang tersebut tidak melakukan
apa-apa tapi dapat bonus. Sementara penghargaan adalah sesuatu yang 'dicatat'
karena seseorang mengkontribusikan sesuatu kepada perusahaan.

Kontribusi dan kompetensi ini, lanjut Susbandono, diturunkan kepada karyawan


dengan acuan pay for position, pay for person, dan pay for performance. Pay for
position, setiap karyawan Medco akan dibayar berdasar posisi atau jabatan.
Sedangkan pay for person diartikan sebagai dibayar karena kompetensi, sementara
pay for performance diartikan sebagai dibayar karena kontribusi. Semakin tinggi
posisi karyawan, yang akan diukur lebih berat kepada pay for person dan pay for
performance. "Sedangkan level menengah ke bawah, lebih berat ke pendidikan,
keahlian, dan pengalamannya plus kontribusi orang tersebut. Untuk pekerja baru,
dilihat latar belakang pendidikan, seperti, kalau dia itu lulusan universitas, maka
akan dibayar lebih tinggi dari karyawan yang hanya lulusan SMU atau D3," ungkap
penggemar mobil Toyota Camry ini.

Selain 12 bulan gaji, Medco juga memberikan THR atau biasa disebut gaji ke-13, gaji
ke 15,5 yang diistilahkan sebagai uang cuti dan penghargaan prestasi yang besarnya
tergantung kinerja perusahaan tahun berjalan. "Kami memang sedikit berbeda
dengan perusahaan lain, terutama dalam hal penghargaan." Khusus untuk kontribusi,
diberikan ke karyawan setiap akhir tahun. "Besarnya berbeda-beda, tergantung
besarnya kontribusi pekerja," paparnya panjang lebar.

Di samping upah pokok, karyawan Medco juga mendapatkan benefit dan tunjangan
seperti transport allowance atau tunjangan transport dan housing allowance.
Dikatakan Susbandono lebih lanjut, tunjangan transport biasanya dikaitkan dengan
uang transport dari rumah ke kantor. Sedangkan housing allowance sifatnya lebih
untuk utilities seperti biaya listrik, biaya telepon dan sebagainya. Semuanya dibayar
berbeda untuk setiap grade. "Di Medco, kami terbagi beberapa tingkatan, yaitu 1-5
untuk nonstaf, 6-14 untuk staf, dan ada unclassified untuk VP ke atas. Posisi manajer
di kami biasanya ada di kelas 11 sampai 14," akunya. Fasilitas yang lain adalah
kesehatan untuk karyawan dan keluarga dan car allowance untuk posisi manajer ke
atas.

Untuk memacu kinerja karyawan, Medco juga mengikuti kebijakan perusahaan


lainnya dengan menaikkan pendapatan karyawan setiap tahun. Medco
menghitungnya berdasarkan total paket. Maksudnya, berapa biaya yang harus
dibayar perusahaan kepada masing-masing pekerja. "Ini karena kami punya faktor
PAP, Penghargaan Atas Pengabdian," tuturnya menjelaskan. Faktor PAP tersebut
semacam uang pensiun. THR, bonus, dan Jamsostek, dasarnya, jika upah pokok
karyawan naik, otomatis uang pensiun, Jamsostek, dan THR ikut naik. Kenaikan
tersebut tidak standar, sesuai dengan rumusnya.

Hal lain yang dilihat dalam kenaikan tersebut adalah berdasarkan take home pay
pekerja. Jika dia membawa pulang uang Rp 10 juta. Maka perusahaan akan
mengusahakan kenaikan take home pay paling tidak untuk menutup inflasi.

Perusahaan yang sebagian sahamnya dimiliki oleh keluarga Panigoro ini juga
menggunakan hasil survey konsultan independen seperti Watson Wyatt dan Mercer
sebagai acuan dalam menentukan renumerasi khususnya take home pay karyawan di
Medco. Perusahaan yang mempunyai karyawan sebanyak 1.309 orang dengan 240
posisi ini menetapkan sebanyak sembilan perusahaan, yang menjadi competitor, baik
perusahaan minyak asing maupun swasta nasional. "Sejauh ini kami ingin berada di
tengah, tidak di nomor satu atau nomor 10," ucapnya lagi.

Medco juga menggunakan jasa konsultan Dunamis untuk melakukan survey tingkat
kepuasan karyawan. Employees Opinion Survey (EOS) ini dilaksanakan setiap empat
tahun sekali. "Ini pekerjaan yang mahal dan memerlukan effort yang tinggi karena
semua karyawan Medco disurvei, termasuk karyawan Medco di Kalimantan dan
Sumatera, makanya kami adakan empat tahun sekali," aku Susbandono. "Hasil
survey tersebut," lanjutnya, "cukup memuaskan." Tingkat kepuasan pekerja terhadap
budaya perusahaan menempati urutan teratas . "Medco itu perusahaan nasional,
tidak ada tenaga asing. Makanya, pekerja menganggap mereka berada di kampung
sendiri. Sehingga, ketika kami harus berhubungan dengan konsultan asing, relasi
kami menjadi tidak biasa karena kami terbiasa dengan orang Indonesia."

Sedangkan tingkat kepuasan pekerja terhadap renumerasi sekitar 67%, disusul


kontribusi. "Memang banyak pula hal yang harus diperbaiki seperti komunikasi,
penilaian kinerja dan delegasi ke bawah yang masih kurang. Tapi bertahap akan kami
perbaiki sehingga kepuasan pekerja bisa meningkat," kata Susbandono mengakhiri
perbincangan.

Praktik Renumerasi Perusahaan 2


No. 11 - Februari 2005

Sistem penggajian yang diberlakukan di PT. Caltex Pasific Indonesia (CPI) berdasarkan
total renumerasi. Penerapan ini baru dilakukan tahun 2004 lalu. Sebelumnya, CPI
menerapkan gaji pokok atau cash semata. Responnya, jelas berbagai macam.
Menurut Iwan Djalinus, General Manager Human Resources CPI, tentunya setiap
perubahan yang terjadi, reaksinya macam-macam. Ada yang suka, ada yang tidak.
"Ukurannya susah. Bagi kami, 10 pegawai CPI keluar sudah tergolong banyak.
Padahal kalau dilihat dari jumlah pegawai kami yang mencapai 5.225 orang dan turn
over ratio paling hanya 0,5%."

Total renumerasi yang diberikan kepada pegawai CPI harus kompetitif dengan
kompetiter CPI. "Kami membandingkannya dengan perusahaan sejenis dan besar,
tidak dengan skala kecil. Dengan begitu, pegawai CPI akan merasa, oke, saya bekerja
di perusahaan besar, saya bandingkan dengan teman saya yang kerja di perusahaan
besar. Berapa gajinya, berapa total renumerasinya, barulah mereka berpikir,
oh..lumayan," kata Iwan menjelaskan hal ini.

CPI sendiri menganut asas pay for performance, pembayaran berdasar kinerja. Jadi,
pegawai diberikan apresiasi berdasarkan kinerja. Seorang pegawai bisa saja bekerja
selama 20-30 tahun, tapi jika kinerjanya kurang, maka akan dibayar sesuai dengan
kinerja pegawai. Namun kalau ada pegawai baru dengan kinerja baik, diakui Iwan,
CPI sudah pasti akan membayar dalam jumlah besar, sesuai dengan kinerja pegawai
baru tersebut. "Banyak pegawai yang belum lama bekerja di CPI gajinya lebih besar
dari saya. Itu bisa terjadi," aku Iwan antusias.

Senada dengan Iwan, Dwianugerah Hariadi, Manajer HR Business Relation CPI,


menambahkan bahwa CPI mempunyai set up renumerasi kompetitif objektif, artinya,
posisi atau jabatan seseorang di CPI tidak mencerminkan apa-apa. "Mau jabatannya
manajer atau supervisor, bagi kami yang dilihat adalah tugas yang dia emban dan
seberapa besar tanggung jawab yang dia miliki," tegas Hari, sapaan akrabnya.
Penilaian kinerja pegawai selain untuk penentuan renumerasi juga bertujuan untuk
promosi atau kenaikan jabatan.

Menurutnya, ada kelas-kelas tertentu bagi masing-masing pegawai untuk


menentukan renumerasi pegawai. Jika kinerja pegawai bagus, maka pegawai
tersebut akan dibayar 100% bahkan lebih dari set up renumerasi kompetitif objektif.
CPI pegawai yang berada di kelas 1-10 dan kelompok dua untuk pegawai di kelas 10-
30. Untuk pegawai yang masih baru, biasanya akan mendapat gaji pokok sebesar
80% sesuai dengan kelas masing-masing.

Selain gaji pokok, benefit yang diberikan pegawai CPI di antaranya adalah tunjangan
perumahan, tunjangan transport, tunjangan kesehatan, dan lainnya. Tunjangan
perumahan pegawai, misalnya. Untuk pegawai kelas 10-15, kisarannya antara Rp
370.000�- Rp 880.000, untuk daerah Sumatera dan Jakarta. Tunjangan perumahan
ini diberikan maksimal 45 kali gaji pokok dan berlaku di seluruh level. Selain
tunjangan rumah, CPI juga menyediakan bantuan untuk pembelian rumah yang
harus dikembalikan ke perusahaan. Setiap bulan, gaji pegawai akan dipotong sekitar
25% hingga bantuan tersebut lunas.

Tunjangan transport pegawai diberikan berdasarkan kelompok pegawai dan jika ada
kenaikan BBM. "Kami membagi beberapa kelompok khusus untuk tunjangan
transport," ujar Iwan. Kelompok nonstaf dan semi staf seperti lead teknisi, jika ia
lembur, maka akan dibayar upah lemburnya, dan kelompok staf yang lembur namun
tidak dibayar. "Kelompok staf tidak dibayar lemburannya karena dianggap sudah
menjadi bagian dari pekerjaan atau tanggung jawabnya, " Iwan menukaskan.
Tunjangan transport berkisar Rp 401.500�- Rp 847.000 untuk daerah Sumatera /
Batam dan Jakarta. Tunjangan makan akan diberikan jika pegawai bekerja di
lingkungan remote area. Sedangkan ponsel dan kartu perdana diberikan kepada
pegawai yang memang dibutuhkan untuk komunikasi. "Kami tidak memandang
jabatan, siapapun pegawai yang memang diperlukan untuk itu, maka kami akan
berikan," imbuhnya kembali.

Untuk tunjangan kesehatan, mencakup rawat jalan, rawat inap, kacamata, gigi dan
persalinan. Khusus untuk pulau Sumatera, pegawai dan keluarganya bila sakit bisa
langsung dibawa ke rumah sakit milik CPI. Sementara untuk pegawai yang bekerja di
Jakarta, mereka bisa menuju rumah sakit umum rekomendasi CPI. CPI juga
memberikan tunjangan kecelakaan kerja bagi pegawai, tunjangan hari tua atau
pensiun dan tunjangan kematian akibat kecelakaan kerja. Khusus untuk tunjangan
kematian, pihak CPI memberikan sebanyak 72 kali gaji pegawai tersebut.

Bahkan, CPI juga memberikan beberapa komponen seperti rest & relax untuk
pegawai yang berada di kelas 22 ke atas. "Pegawai dan anggota keluarganya bisa
berlibur sesuai dengan besarnya uang yang mereka terima," jelasnya. Namun, bukan
berarti pegawai yang berada di kelas 22 ke bawah tidak mendapat komponen dari
perusahaan. "Untuk kelas 22 ke bawah, pegawai akan mendapat total cash sebanyak
15 kali setiap tahunnya, sedangkan level 22 ke atas hanya mendapat 14 kali gaji,"
jelas Hari, yang diperkirakan membawa pulang cash antara Rp 182 juta�- Rp 308
juta per tahun. Sementara untuk level direktur, diperkirakan total cash-nya berkisar
Rp 420 juta - Rp 840 juta per tahun.

Itu untuk tahun 2004. Sementara untuk tahun 2005, Iwan hanya memberikan kisaran
kenaikan gaji pegawai CPI sekitar 9�- 11%. "Semuanya tergantung inflasi dan kinerja
pegawai masing-masing. Kami bilang total kenaikan gaji adalah 9%, berarti pegawai
kami ada yang naiknya 4%, ada yang 5%. Semuanya tergantung kinerjanya,"
ungkapnya. Kenaikan gaji pegawai CPI menurut Iwan dilakukan berdasarkan hasil
survey Watson Wyatt akhir 2004 lalu kepada sekitar 22 perusahaan perminyakan di
Indonesia. CPI sendiri harus mengeluarkan kocek yang tidak sedikit, yaitu sekitar
US.000.

Puaskah pegawai CPI dengan renumerasi mereka? Iwan mengakui bahwa tingkat
kepuasan kerja pegawai, kendati berbeda-beda, namun tidak semata berdasarkan
uang atau gaji yang mereka terima. Ia menilai, environment dan treatment juga tidak
kalah penting. Adakala, seseorang loyal dan betah bekerja di suatu tempat karena
atasannya sangat menghargai pekerjaan bawahannya. "Itu sangat berharga,
ketimbang gaji tinggi tapi dihina terus oleh atasan," Iwan berujar. Namun, ia
menegaskan bahwa sekarang ini loyalitas tidak begitu penting. "Yang penting kinerja
dan bagaimana cara memacu kinerja. Seseorang yang mendapat rumah mewah,
pasti ia ingin dapat barang mewah lainnya. Ini tidak akan ada cukupnya."

Praktik Renumerasi Perusahaan 1

No. 11 - Februari 2005

Trimegah Securities, perusahaan yang bergerak di bidang surat-surat berharga pasar


modal dan saham. Perusahaan ini memiliki empat pilar bisnis yaitu penjaminan
saham atau obligasi, melakukan konsultasi, sebagai pialang dan reksadana. Ada
berbagai sistem yang digunakan perusahaan, baik perusahaan besar, kecil dan
menengah, untuk menentukan tingkat kenaikan gaji karyawan yang seringkali
dilakukan di awal tahun.

Diakui Bambang Widyastomo, HR And GA Division Head PT. Trimegah Securities,


bahwa selama bertahun-tahun perusahaan ini belum memiliki sistem yang baik
mengenai kenaikan gaji. "Sebelumnya kami belum mempunyai sistem yang jelas.
Kami lebih memakai sistem senioritas," ujar Bambang.

Namun kini menurut Bambang, sejak tahun 2002, Trimegah Securities membuat
semua penggajian sesuai dengan kinerjanya masing-masing karyawan. hal ini
berlaku bagi semua karyawan baik di back office maupun di front office. Disamping
itu juga disesuaikan dengan nilai-nilai yang berlaku di perusahaan. Dengan kata lain,
perusahaan ini menggunakan merit system.

Menurut Bambang, latar belakang perusahaan ini menggunakan merit system adalah
karena dua tahun belakang Trimegah Securities tidak mempunyai sistem. Semuanya
banyak berdasarkan senioritas dan kedekatan. Penggunaan merit system di sini juga
melalui tahapan-tahapan. Pada tahun-tahun pertama perusahaan ini mencoba
menerapkan keadilan di dalam organisasi, lalu semakin digiatkan dan pada akhirnya
mulai digunakan data dari evaluasi kinerja karyawan.

Perusahaan ini menggunakan sistem c/ean wage, di mana perusahaan memperoleh


gaji saja tanpa tunjangan makan dan transportasi, kecuali orang tersebut menduduki
jabatan struktural. Pada jabatan struktural ini seseorang mendapat tunjangan
jabatan. Yang termasuk dalam jabatan struktural adalah manajer ke atas. Selain
jabatan struktural, juga ada posisi yang padat dengan nilai bisnis. Posisi ini juga
mendapatkan tunjangan jabatan.

Gaji terendah yang diberikan untuk karyawan dengan pendidikan sarjana berkisar
antara 2 juta hingga 2,5 juta dan yang paling tinggi mencapai 20-21 juta. Dengan
sistem yang demikian, ada juga karyawan yang melakukan protes. Namun menurut
Bambang, hal itu tidak menjadi masalah, karena semua kebijakan sudah
diberitahukan sejak awal. Namun perusahaan juga memberikan tunjangan untuk
jalan dinas. Untuk operasional di Jakarta juga disediakan mobil operasional, dengan
supir. Jadi karyawan tidak akan keluar biaya lagi.

Untuk direksi sendiri, penggajian dilakukan melalui proses tahunan, yaitu


berdasarkan kola saja. Maksudnya adalah berdasarkan hasil investasi tahun lalu.
Untuk direksi dan level tertentu diberikan benefit, perusahaan memberikan Car
Ownership Program berupa subsidi untuk membeli mobil. Selain mendapatkan
tunjangan jabatan dan juga mendapatkan tunjangan kesehatan, termasuk kehamilan
sampai tiga anak. Untuk kesehatan dan kehamilan ini semua karyawan dapat,
plafonnya dua kali gaji pertahun.

Menurut Bambang, sulit untuk mengukur gaji karyawan PT. Trimegah Securities
secara keseluruhan, karena mengandung variabel yang cukup besar. Secara umum
karyawan mendapat gaji sebanyak 14 kali selama satu tahun, termasuk tunjangan
hari raya dan bonus yang jumlahnya tergantung dengan pencapaian perusahaan.
Bonus yang diterima seluruh karyawan tersebut, diakui Bambang, seringkali
mencapai 9-10 kali gaji.

Memasuki tahun 2005, PT. Trimegah Securities telah menyediakan anggaran untuk
kenaikan gaji karyawannya. Dengan jumlah karyawan sekitar 310 orang, total
anggaran yang disediakan mencapai 12-14%.
Dalam sebuah perusahaan seringkali terjadi kesenjangan antara top management
dengan karyawan biasa. Hal demikian juga terjadi di perusahaan yang terletak di
kawasan pusat bisnis di Jakarta ini. PT. Trimegah Securities bergerak di bidang yang
mengandalkan manusia sebagai aset utamanya. Oleh karena itu semakin ahli
seseorang, maka dia akan semakin berharga. Dan perusahaan ini tidak segan-segan
untuk membayar mahal.

Praktik Renumerasi, Komponen Variabel Meningkat

No. 11 - Februari 2005

Banyak perusahaan yang mulai menerapkan sistem penggajian semi-clean wages


dan clean wages. Juga meningkatkan komponen pendapatan variabel dalam total
renumerasi. Seberapa cepat tren itu bakal terjadi? Apa dampaknya bagi karyawan
maupun perusahaan?

Mobil-mobil bagus dan model baru makin meramaikan jalanan kota Jakarta dan kota-
kota besar lainnya di Indonesia sehingga jalan raya sering macet. Di Jakarta,
kemacetan itu bahkan tidak mengenal jam dari hari. Salah satu faktor yang
mempercepat pertambahan mobil baru tersebut adalah fasilitas kendaraan dinas dan
kepemilikan kendaraan (Car Ownership Program / COP) oleh perusahaan yang
semakin hari semakin meluas diterapkan di perusahaan menengah ke atas di
Indonesia. Fasilitas COP diberikan terutama untuk level manajer ke atas.

Fasilitas COP memang sangat meringankan beban karyawan untuk bisa memiliki
mobil sendiri. Selain untuk membantu mobilitas pejabat yang menerimanya, fasilitas
ini juga diharapkan meningkatkan gengsi perusahaan. Kalau ke mana-mana manajer
dan eksekutif perusahaan memakai mobil bagus, maka citra perusahaan juga
meningkat.

Betapa tidak. Astra, misalnya, memberikan fasilitas COP untuk golongan IV A sampai
D sebesar 70%, sisanya dibayar karyawan. Fasilitas COP ini dicicil selama 4 tahun.
Setelah mobil lunas atau yang bersangkutan naik pangkat, fasilitas kepemilikan baru
langsung tersedia. Dengan demikian, dalam siklus paling lambat 4-5 tahun,
seseorang dengan golongan IV A sampai D bisa memiliki mobil baru. Untuk level IV E
ke atas, Astra memberikan subsidi hingga Rp 5 juta - tergantung golongannya�-
yang ditambahkan ke dalam gaji bulanan.

Sebagai perusahaan yang disebut-sebut mini-Astra, Adira Finance juga memberikan


subsidi pemilikan mobil sebesar 70% dengan cara mencicil. Merek mobil yang dibeli
diserahkan kepada karyawan. "Kami hanya memberikan plafonnya saja," ungkap
Swandajani Gunadi, HRD & GA Division Head Adira. Di luar itu, untuk jabatan-jabatan
tertentu yang membutuhkan operasional tinggi, disediakan mobil perusahaan. "Mobil
itu juga bisa dimiliki yang bersangkutan setelah sekian tahun," tambahnya.

PT. Trimegah Securities, salah satu perusahaan sekuritas terkemuka, memberikan


COP untuk direksi dan level-level tertentu, khususnya bagi mereka yang
kontribusinya sangat besar bagi perusahaan. Sayangnya, HR & GA Division Head
Trimegah Bambang Widyastomo, menolak menyebutkan COP perusahaan secara
lebih rinci.

Mayoritas perusahaan menengah - besar menyediakan fasilitas mobil perusahaan


bagi para eksekutifnya, terutama untuk kenyamanan si eksekutif maupun gengsi
perusahaan. Seperti PT. Hewlett-Packard Indonesia, jajaran manajemen puncak
mereka mendapatkan fasilitas kantor BMW seri-7 terbaru yang bergengsi. Sedangkan
jajaran manajemen puncak bank-bank pemerintah macam Bank Mandiri, BRI, dan
Bank BNI memperoleh fasilitas sedan Mercedes. Beberapa BUMN memberikan
fasilitas sedan kelas atas lain untuk para eksekutifnya, termasuk Toyota Crown
terbaru. Rata-rata harga mobil tersebut di atas Rp 500 juta.

COP dan mobil perusahaan hanya satu dari sedemikian banyak benefit yang
diberikan perusahaan. Menurut survey Watson Wyatt, 58% peserta survey
menyatakan memiliki COP, sedangkan 61% menyatakan memberikan tunjangan
kendaraan (car allowance).

Hampir seluruh perusahaan peserta survey memberikan tunjangan kesehatan dalam


berbagai bentuk. Seluruhnya menyediakan fasilitas rawat inap bervariasi menurut
golongan jabatan / pangkat, sebanyak 98% menyediakan program rawat jalan, 93%
menyediakan perawatan khusus gigi, 90% menanggung biaya persalinan, 86%
mengganti pembelian kacamata, dan 63% perusahaan menyediakan fasilitas
pemeriksaan kesehatan tahunan.

Belakangan ini banyak perusahaan yang juga menyediakan tunjangan komunikasi


selular untuk memudahkan komunikasi demi kepentingan perusahaan. Perusahaan
selular Excelcomindo bahkan memberikan tunjangan pembelian ponsel baru setiap 2
tahun sekali sesuai posisi dan kinerjanya. Besarnya berkisar antara Rp 1 juta hingga
Rp 4 juta. Tunjangan itu di luar biaya pulsa yang besarnya Rp 150 ribu hingga Rp 650
ribu per bulan.

Kemudian 71% perusahaan menyediakan asuransi jiwa dan cacat total, di luar
asuransi tenaga kerja. Kelompok Astra bahkan menyediakan pula asuransi kematian
dengan ikut mengiur 0,3% dari gaji pokok. Sebanyak 54% perusahaan menyediakan
program pensiun, baik melalui Jamsostek maupun ikut dengan perusahaan pengelola
dana pensiun (Dana Pensiun Lembaga Keuangan / DPLK). Program DPLK banyak juga
dipilih oleh orang-orang yang berencana untuk pensiun muda.

Benefit kartu kredit yang diberikan oleh 47% perusahaan, yang biasanya diberikan
kepada para eksekutif mereka dengan limit tertentu. Maklum, mereka harus sering
melobi dan mentraktir rekanan bisnis atau pejabat. Begitu pula Keanggotaan Klub,
diberikan 41% perusahaan. Sebanyak 29% menyediakan fasilitas pinjaman untuk
perumahan.

Yang menarik, 90% perusahaan mengaku memberikan bonus variabel yang


umumnya dikaitkan dengan kinerja yang bersangkutan. Bonus variabel merupakan
insentif individual / tim yang diberikan atas kinerja dalam pencapaian target /
menjalankan perusahaan. Bonus semacam ini sangat banyak diterapkan di bidang
penjualan dan pemasaran. Ada perusahaan yang menggabungkan bonus tahunan
dengan bonus variabel tersebut, namun sejatinya bonus tahunan maupun bonus
variabel sesuatu yang berbeda - kendati sama-sama berdasarkan kinerja.

Bonus tahunan sangat ditentukan oleh kinerja financial perusahaan yang kemudian
dibagikan kepada karyawan tidak sama rata menurut golongan pangkat, tetapi
didasarkan kepada kinerja yang bersangkutan. Dalam hal ini, hasil penilaian kinerja
(Performance Appraisal) sangat menentukan besaran bonus yang diterima karyawan.

Sedikitnya ada 16 jenis benefit yang lazim diberikan perusahaan menengah -besar
kepada karyawan dan manajemen, menurut survey Watson Wyatt. Ada perusahaan
yang memberikan jenis benefit yang lebih banyak dari itu. Telkom misalnya, yang
merinci hingga 20 jenis benefit. Bisa dibayangkan betapa panjangnya daftar slip gaji
orang-orang Telkom bila semua tunjangan itu diterakan. Terbayang pula kerumitan
administrasi gaji yang harus ditangani perusahaan.

Bercermin dari hal itu, perusahaan cenderung menyederhanakan tunjangan-


tunjangan tersebut sehingga komponen gaji tinggal gaji pokok plus sejumlah
transportasi, kesehatan, asuransi, dan makan. Istilahnya semi-clean wages. Seperti
yang diterapkan oleh PT. Hewlett-Packard Indonesia. "Kami menghindari adanya
banyak allowances. Pokoknya kami anggap sudah memenuhi semua unsur benefit,"
tegas Setya Rahardi, Direktur HR.

Konsep semi-clean wages mengarah kepada penerapan konsep clean wages, yang
mulai diterapkan oleh banyak perusahaan, baik perusahaan lokal maupun
perusahaan asing. Langkah ini akan lebih memudahkan pengadministrasian dan
manajemen renumerasi dengan tidak mengurangi renumerasi karyawan. Maklum,
jenis benefit di Indonesia tergolong banyak, dan tidak semuanya lazim diterapkan di
dunia bisnis internasional. Lagipula, renumerasi yang terlalu rinci secara psikologis
menunjukkan ketidakpercayaan terhadap kemampuan karyawan mengelola
perusahaan.

Tren menuju clean wages itu juga diwarnai dengan meningkatnya komponen variabel
dalam total renumerasi dibandingkan masa silam. Perbandingan gaji tetap (pokok)
dan gaji variabel memang belum seperti di negara maju yang besarnya hampir
berimbang, tetapi sejumlah perusahaan mulai meningkatkan porsi gaji variabel
dalam renumerasi. Penentuan porsi gaji variabel ditentukan oleh jabatan dan jenis
pekerjaan. Karyawan yang lebih banyak bekerja di kantor atau level staf, komponen
gaji terbesarnya adalah gaji tetap. Mereka yang berada di posisi manajemen atau
menjabat di bidang pemasaran memiliki komponen gaji variabel yang cukup
signifikan.

Meningkatnya porsi gaji variabel ini merangsang penerimanya untuk meningkatkan


kinerja, dan dari sisi perusahaan dianggap tidak memberatkan. Gaji variabel ini lebih
pas disebut bonus / insentif kinerja, dan dari sisi perusahaan dianggap insentif
kinerja dan harus dibedakan dengan tunjangan / benefit. Dalam daftar benefit versi
Watson Wyatt, gaji variabel itu kurang lebih sama dengan bonus variabel. Dihitung
setahun, jumlah gaji variabel itu bisa mulai kurang dari 1 bulan gaji hingga lebih dari
4 bulan gaji dalam setahun.

Hasil survey Watson Wyatt menunjukkan mayoritas perusahaan memberikan gaji


variabel sebesar 1-2 bulan gaji pokok dalam setahun : 38% perusahaan untuk level
manajemen dan 46% untuk level non-manajemen. Perusahaan yang memberikan gaji
variabel 2,1 hingga 3 bulan gaji pokok mencapai 22% untuk level manajemen dan
18% untuk level non-manajemen. Sedangkan perusahaan yang memberikan gaji
variabel lebih dari 4 bulan gaji pokok berjumlah 20% untuk level manajemen dan
11% untuk level non-manajemen.

Dewasa ini, sebagian besar perusahaan menggabungkan gaji variabel ini dengan
bonus tahunan. Karyawan yang berkontribusi maksimal bisa mendapatkan bonus
tahunan 5 kali gaji pokok di Medco yang dibagikan awal tahun. Bonus ini diistilahkan
VP HR PT.Medco E & P Indonesia PM Susbandono, pay for contribution. Jika dihitung,
karyawan Medco bisa menerima hampir 20 bulan gaji setahun (gaji dasar 12 kali,
THR 1 kali, gaji ke-14 uang cuti, gaji 14,5 plus bonus).
Berbeda dengan tren itu, Adira Finance justru berencanan meningkatkan porsi gaji
tetap dibandingkan gaji variabel mulai tahun ini. Selama ini, porsi gaji tetap 60%-
65% dari pendapatan setahun, sehingga porsi gaji variabel sebesar itu jarang yang
menerapkan, dan sebagian perusahaan malah menerapkan konsep clean wage.
"Kami harus menyesuaikan dengan pasar, walaupun harus dilakukan secara
bertahap. Karena harus diakui sistem renumerasi yang diterapkan selama ini cukup
mendongkrak kinerja perusahaan dan individu," ujar HR & GA Division Head itu.

Salah satu kendala bila porsi gaji variabel terlalu besar adalah daya tarik renumerasi
perusahaan kalah bersaing untuk memperebutkan orang terbaik di pasar. Sebab,
cukup banyak profesional yang maunya yang pasti-pasti aja. Secara keseluruhan,
Adira menerapkan strategi renumerasi level manajer dan supervisor. Adira berusaha
di atas pasar ; sedangkan untuk level karyawan biasa kalau tidak lebih, minimal
sama dengan pasar.

Pada dasarnya, ada tiga cara dalam menentukan gaji yang banyak diterapkan
perusahaan. Pertama, berdasarkan kinerja (merit system) atau dikenal juga dengan
pay for performance. Kedua, berdasarkan lama bekerja dan posisi (fine base) atau
dikenal juga dengan pay for position. Ketiga, berdasarkan keahlian dan kompetensi
(competency base).

Dari tiga cara itu, yang paling kuno adalah cara kedua, karena orang dibayar karena
posisinya. Tidak peduli apakah orang itu berprestasi atau tidak. Cara pertama dan
ketiga juga memiliki kelemahan, meskipun dinilai lebih baik dan adil untuk berbagai
pihak : karyawan, pemegang saham, dan manajemen. Cara pertama menitikberatkan
pada penilaian kinerja pada masa lampau sehingga belum tentu mendorong dan
menjamin kenaikan kinerja di masa depan. Namun berdasarkan konsep past behavior
is the best predictor of the future, karyawan yang berkinerja tinggi di masa lalu
cenderung akan terus berprestasi di masa depan. Positifnya, cara pertama ini,
motivasi karyawan untuk meningkatkan kinerja atau mencapai target cukup kuat.

Cara ketiga memiliki prospek yang baik sejalan dengan berkembangnya praktik
manajemen HR berbasis kompetensi di perusahaan-perusahaan terkemuka. Orang
dihargai karena kompetensinya. Kelemahannya, orang tidak terpacu memacu
kinerjanya terutama jika merasa kompetensinya sangat dibutuhkan perusahaan dan
biaya pengembangan kompetensi yang lumayan besar.

Sadar akan plus minus ketiga cara tersebut, pada akhirnya perusahaan
mengkombinasikan dua atau lebih cara tersebut dalam menetapkan renumerasi.
Tetap ada perusahaan yang masih menerapkan cara kedua, khususnya untuk jabatan
yang lebih tinggi. Posisi sebagai eksekutif perusahaan tentu harus diganjar dengan
penghasilan yang lebih besar.

Cara pertama dan ketiga merupakan kombinasi metode terbaik di dalam menyusun
renumerasi. Yang satu melihat kepada kinerja masa lampau, sedangkan yang lain
mendorong peningkatan kinerja di masa depan. Penerapan salah satu atau kombinasi
dari kedua cara itu memungkinkan orang yang usianya lebih muda mendapatkan
penghasilan lebih besar daripada pejabat senior. Promosi orang-orang kompeten juga
berjalan lebih cepat. "Kompetensi orang yang begitu tinggi mengharuskan kami
memperhatikan nilai orang tersebut," tutur Marwan Baasir, GM Human Capital
Management Excelcomindo menilai karyawan berdasarkan 3P (Potential, Position,
Performance).
Mencari sistem renumerasi terbaik untuk kepentingan pegawai dan pemilik adalah
perjalanan panjang yang tak akan pernah berhenti. Perubahan, modifikasi, dan
pengulangan sistem renumerasi akan selalu terjadi di negara sedang berkembang
macam Indonesia. Semuanya menuju titik ekuilibrium baru, meski titik ekuilibrium
tidaklah abadi.

PT Schering Indonesia: Jangan Sepelekan Hal Kecil

No. 11 - Februari 2005

Manusia bukanlah sebuah angka yang bisa dikalkulasikan dengan mudah. Karena itu,
dalam mengatur manusia, PT Schering Indonesia memperlakukan karyawannya
dengan cara manusiawi.

Aturan ketenagakerjaan yang ada di Indonesia pada dasarnya semua bertujuan


sama, melindungi karyawan atua pekerja. Namun, aturan ini dianggap terlalu
memihak pekerja sehingga pengusaha merasa tidak ada keseimbangan. Menurut
Moeryanti Soegino, HR Manager PT Schering Indonesia, persoalan yang sering
muncul, adalah bagi perusahaan yang menganggap karyawannya adalah aset
perusahaan, perusahaan akan merasa dirugikan dengan adanya undang-undang (UU)
seperti UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Misalnya, karyawan jika
melakukan pelanggaran, apabila pelanggarannya tersebut tidak termasuk
pelanggaran berat, maka untuk mem-PHK karyawan tersebut, perusahaan harus
mengeluarkan pesangon yang cukup besar. "Masa mereka sudah melakukan
kesalahan dan merugikan, namun perusahaan harus mengeluarkan pesangon juga,"
keluh Moeryanti.

Manajemen Schering sempat keki saat terjadi beberapa kasus ketika harus
melakukan tindakan terhadap karyawannya, "Kalau kami berikan pesangon sesuai
yang UU untuk karyawan yang melakukan kesalahan, ini akan jadi preseden buat
yang lain," kata Moeryanti yang menyayangkan pula ada karyawan yang
memanfaatkan aturan ketenagakerjaan tersebut, agar mendapatkan pesangon. Hal
ini biasanya terjadi di level bawah karena level bawah sangat sensitif jika
menyangkut masalah keuangan. Sementara untuk level menengah ke atas, biasanya
mereka masih memikirkan nama baik atau profesionalitas mereka. Jadi, jangan heran
jika banyak perusahaan yang melakukan outsourcing untuk menghindari masalah-
masalah semacam ini atau investor asing enggan untk berinvestasi di Indonesia.

Karena itu, Schering berusaha memperjelasnya dalam membuat kesepakatan kerja


dengan karyawan. Melalui Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang selalu direview dua
tahun sekali, PKB ini mengatur tentang hubungan antara karyawan dengan
perusahaan, sesuai dengan UU yang berlaku. Kesepakatan dalam PKB tidak boleh di
bawah yang ditetapkan oleh peraturan. "Contohnya, untuk THR karyawan, minimal
sama dengan ketentuan yaitu satu bulan gaji. Di atas itu, boleh saja, tidak boleh
dibawahnya," jelas Moeryanti.

Buat manajemen Schering, rumusnya adalah setiap persoalan dengan karyawan


harus diselesaikan sejak persoalan tersebut masih kecil. Kalau tidak segera ditangani
dengan serius, lanjutnya, maka persoalan akan menjadi besar.

"Saya selalu katakan, jangan sepelekan hal-hal kecil. Kita bisa lihat demo-demo yang
terjadi di Indonesia yang dilakukan karyawan di sebuah perusahaan. Biasanya karena
masalah mereka berawal dari masalah yang kecil," jawabnya panjang lebar. Selisih
gaji sekecil apaun, bahkan hanya Rp. 5000 saja, jelas akan membuat karyawan lain
cemburu dan menjadi masalah besar jika tidak segera diatasi. "Mungkin buat level
menengah ke atas, ini bukan masalah besar. Tapi buat mereka di level bawah, ini
urusan mati dan hidup," imbuh Moeryanti.

Contoh lain adalah fasilitas. Jika karyawan satu dapat fasilitas A, sedangkan
temannya dapat fasilitas A dan B, maka karyawan yang hanya dapat fasilitas satu
akan mempermasalahkan hal ini. Karena itu akan lebih baik jika manajemen
perusahaan serius menyikapi hal ini. Sebelum membuat peraturan perusahaan,
harus dipikirkan masak-masak baik buruknya. "Jangan asal buat. Saat diprotes oleh
karyawan, selalu berdalih bahwa hal ini sudah benar sesuai aturan, atau dengan
alasan-alasan yang dibuat-buat." Memang ada yang keputusan yang dibuatnya benar
karena sudah sesuai peraturan, tapi rasa kemanusiaan harus dimunculkan. "Kita
jangan menafikkan bahwa manusia mempunyai perasaan," tukasnya. Perusahaan
juga tidak bisa mengglobalkan manusia sehingga dianggap sebagai angka-angka.

Pergantian Panitia Penyelesaian Perburuhan Pusat/ Daerah (P4P/D) menjadi


Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) dinilai Moeryanti adalah perubahan yang terlalu
terburu-buru. "Saya belum bisa memastikan apakah PHI ini akan berjalan baik karena
prosesnya masih berlangsung," kata Moeryanti yang berharap semuanya bisa
berjalan dengan lebih baik. Namun, ia menegaskan bahwa selain aturan
ketenagakerjaan yang diperbaiki, sistem dan sumber daya manusia (SDM) yang ada
juga harus diperbaiki jika akan diterapkan di Indonesia. "Percuma saja jika penjaga
UU korupsi sehingga menguntungkan salah satu pihak," katanya. Walau UU-nya
bagus tapi penjaganya tidak bagus, semua akan menjadi sia-sia. "Akan lebih bagus
jika UU-nya biasa saja, tapi penjaga UU-nya yang bagus."

Survei, Agar Tak Kalah Bersaing

No. 11 - Februari 2005

Perebutan manusia handal adalah pekerjaan paling menantang dalam sejarah


kehidupan korporasi. Untuk mendapatkan dan meretensi orang-orang terbaik, data
hasil survey gaji sangat diperlukan. Ternyata, membaca hasil survey rumit juga.

Survey gaji bagi sebagian perusahaan mungkin dianggap mubazir. Maklum, untuk
mendapatkan hasil survey gaji, perusahaan harus merogoh kocek US.000 - US.000
(tergantung dari jumlah karyawan dan jenis industri). Jelas tidak murah bagi
perusahaan yang belum merasakan manfaat dari hasil survey gaji. Tidak demikian
halnya bagi perusahaan-perusahaan profesional yang tidak ingin tersingkir dari
ladang pertempuran dan, kalau bisa, memimpin di pasar. Survey kompensasi dan
benefit merupakan harga mati.

"Hasil survey gaji sangat berguna sebagai acuan dalam menetapkan renumerasi,"
tukas P.M. Susbandono, Vice President HR PT. Medco E & P Indonesia. Survey gaji
memberikan gambaran tentang situasi dan kondisi kompensasi dan benefit
(renumerasi) perusahaan pesaing. Informasi pasar itu menjadi dasar penentuan di
mana posisi renumerasi perusahaan di antara para pesaing.

Pada dasarnya, menurut Direktur HR PT. Hewlett-Packard Indonesia Setya Rahardi,


survey gaji atau sering juga disebut sebagai Total Renumeration Survey adalah upaya
untuk membandingkan posisi kompensasi dan benefit sebuah perusahaan dengan
praktik yang terjadi di pasar dunia kerja. Dalam hal ini pasar dunia kerja bisa berarti
perusahaan sejenis, perusahaan dalam industri yang sama, maupun perusahaan-
perusahaan lain yang menjadi target benchmark. Pertanyaan yang hendak dijawab
dari survey ini, lanjutnya, adalah apakah kebijakan dan posisi renumerasi perusahaan
cukup kompetitif dibandingkan pasar.

Lalu, kenapa perusahaan harus waspada dengan renumerasi? Seperti telah


disinggung di tulisan terdahulu, renumerasi penting untuk mendapatkan (attraction)
dan mempertahankan (retention) karyawan terbaik. Jangan sampai mereka pindah ke
perusahaan lain. Apalagi jika perusahaan lain itu adalah pesaing sejati.

Sebuah survey yang dilakukan Watson Wyatt dengan nama Strategic Rewards 2000,
menjelaskan bahwa program reward yang paling efektif untuk rekrutmen para
bintang adalah dengan membayar di atas harga pasar (72%). Program reward
lainnya adalah pemberian bonus (51%), insentif grup (47%), insentif proyek /
kegiatan (40%) dan seterusnya. Sementara untuk tujuan retensi, memberikan gaji di
atas harga pasar juga merupakan program reward paling efektif (69%), disusul oleh
tunjangan cuti dan sebagainya.

Survey gaji adalah alat terbaik untuk mengetahui "harga pasar" tersebut. Perusahaan
harus memiliki renumerasi yang kompetitif terhadap harga pasar itu. Pentingnya
survey gaji menyebabkan perusahaan ikut serta dalam survey gaji yang
diselenggarakan konsultan. Perusahaan konsultan yang paling banyak dipakai adalah
Watson Wyatt. Dulu juga ada Hey Management, namun belakangan ini Hey yang
pindah kantor ke Singapura tidak banyak mempublikasikan hasil survey gaji mereka.

Perusahaan besar macam PT. Astra International Tbk. juga melaksanakan survey gaji
sendiri selain memakai data hasil survey Watson Wyatt. Peserta survey gaji itu
adalah beberapa perusahaan kelompok Astra dan non-Astra yang ikut secara
sukarela. Hasil dari survey tersebut dibagikan secara gratis kepada para peserta.
Pelaksanaan survey sendiri cukup ribet, karenanya perusahaan lebih suka memakai
jasa konsultan independen.

Perusahaan sekelas Medco merasa tidak cukup hanya mengandalkan survey gaji
yang dilakukan Watson Wyatt. Sebagai perusahaan minyak dan gas bumi (migas),
Medco juga membeli data survey IICS dari Watson Wyatt, yang khusus merekam
renumerasi perusahaan migas. Selain itu, Medco juga memanfaatkan data survey
oleh konsultan Mercer.

Seperti halnya survey-survey lainnya, kredibilitas hasil survey gaji ditentukan oleh
kualitas data yang diperoleh, metode analisa dan pengolahan data, dan pada
akhirnya kredibilitas dari konsultan pelaksana survey. Dalam survey gaji, kualitas
data survey sangat ditentukan oleh kualitas data renumerasi yang disampaikan oleh
peserta survey, yakni perusahaan-perusahaan yang kelak justru akan memakai hasil
survey tersebut. Jadi, perusahaan dalam survey berperam ganda : sebagai peserta
survey yang memasok data renumerasi perusahaan mereka sekaligus sebagai
pemakai data hasil survey tersebut.

Bilamana data yang disampaika peserta survey bukan data sesungguhnya, maka
kualitas hasil survey tentu akan bias. Bagaimana pun, papar Setya Rahardi, konsultan
juga tidak bisa mengintervensi data yang disajikan peserta survey. Kemungkinan
seperti itu bisa saja terjadi. Dengan alasan tertentu, kadang-kadang perusahaan
peserta survey tidak memberikan data renumerasi mereka secara apa adanya.

Ibarat pepatah, garbage in, garbage out, maka kualitas hasil survey layak
dipertanyakan. Karena perusahaan membutuhkan data yang sesungguhnya, maka
seyogyanya perusahaan peserta survey juga memberikan data renumerasi yang
sesungguhnya.

Kalaupun kualits data sudah cukup baik, maka faktor berikutnya yang menentukan
adalah metode pengolahan dan analisa data. Salah satu faktor yang kritis adalah
bagaimana proses job matching dilakukan, yaitu tahapan di mana peserta survey
dibantu konsultan melakukan job evaluation.

Selanjutnya adalah mentabulasikan dalam sebuah tabel kesetaraan jabatan-jabatan


yang diikutsertakan perusahaan dalam survey dengan daftar posisi yang disusun
menjadi benchmark oleh konsultan. Misalnya, apakah lingkup pekerjaan (job content)
seorang Vice President di sebuah bank asing sama dengan Division Head pada bank
lokal. Atau seorang Sales Manager pada perusahaan A dengan General Manager
pada perusahaan B. Jika lingkup pekerjaan keduanya sama atau hampir sama, maka
jabatan-jabatan tersebut setara sehinggga layak diperbandingkan.

Kritisnya job matching, tutur Setya Rahardi, mengharuskan peserta survey harus
bersungguh-sungguh dalam membuat kesetaraan jabatan yang diikutsertakan dalam
survey. Maklum, penamaan dan penggolongan jabatan di setiap perusahaan tidak
sama. Tantangan berikutnya yang harus diantisipasi perusahaan konsultan adalah
mempertimbangkan juga aspek besar-kecilnya organisasi perusahaan. Seorang
Direktur Pemasaran dari perusahaan beromset Rp 50 miliar tidak setara dengan
Direktur Pemasaran perusahaan beromset Rp 1 triliun. Barangkali, Direktur
Pemasaran itu hanya setara dengan Manajer Pemasaran di perusahaan terakhir.

Perusahaan konsultan berusaha memasukkan lebih banyak faktor dan dimensi lain
untuk menyempurnakan penggolongan jabatan tersebut. Umpamanya dengan
memasukkan faktor risiko jabatan dalam membuat kesetaraan jabatan. Ada pula
yang menghitung dampak / kontribusi jabatan terhadap kinerja bisnis dan beberapa
indikator bisnis lainnya. Maka, hasilnya menjadi rumit. Kerumitan itu semakin
menjadi-jadi karena konsultan menambahkan dimensi lain untuk menilai sebuah
jabatan, seperti position / job class. Menurut Setya Rahardi, model ini menyebabkan
jabatan yang tidak sejenis masuk ke dalam kelompok jabatan yang setara.
Umpamanya, Manajer Keuangan masuk ke dalam kelompok gaji yang sama dengan
Manajer Pemasaran, Manajer Teknologi Informasi, dan seterusnya.

"Nah, kalau sudah begini, eksekutif perusahaan pasti berkerut keningnya membaca
hasil laporan survey," ungkapnya. Padahal, yang dibutuhkan eksekutif perusahaan
adalah jawaban langsung dan sederhana. Misalnya, apakah Manajer Keuangan
dibayar lebih tinggi atau lebih rendah dari Manajer Keuangan di pasar. "Bukan
dengan jawaban penuh metodologi, yang membuat pusing tujuh keliling," tambah
Setya Rahardi. Kerumitan tersebut membuat perusahaan butuh tenaga spesialis
untuk menterjemahkan laporan survey gaji tersebut, yaitu Compensation and Benefit
Specialist.

Apa pun kerumitan yang terjadi, survey gaji tetap dibutuhkan oleh perusahaan
karena manfaatnya yang besar bagi upaya mendapatkan dan meretensi karyawan
terbaik. Bahkan, perusahaan terkemuka tidak berhenti dengan survey gaji. Sejumlah
perusahaan kemudian mengkombinasikan dan menindaklanjuti survey gaji dengan
survey kepuasan karyawan dalam bekerja, yang sering disebut Employee Satisfaction
Survey (ESS) atau Employee Opinion Survey (EOS). Pasalnya, pemberian renumerasi
kompetitif sesungguhnya bertujuan untuk meningkatkan kepuasan karyawan dalam
bekerja.
Medco menyewa konsultan Dunamis untuk melaksanakan EOS dengan biaya sekitar
US.000. Survey ini lebih mahal karena dilakukan kepada semua pegawai Medco 1.309
orang dari semua posisi di semua lapangan, termasuk di Kalimantan dan Sumatera.
"Makanya, effort-nya sangat berat," tegas P.M. Susbandono.

Adira Finance setiap tahun mengadakan EOS, salah satunya mengenai kompensasi
dan benefit perusahaan. Hasilnya, menurut HRD & GA Division Head Swandajani
Gunadi, menjadi indikasi dan pertimbangan untuk menentukan renumerasi.
Bagaimana hasil survey terakhir? Dari skala 1-5, kami mendapatkan angka 3,1. "Bisa
dikatakan karyawan cukup puas," jawabnya. Sebagai perusahaan yang dibangun oleh
mantan eksekutif Astra, Adira banyak mengadopsi sistem manajemen Astra sehingga
tingkat kepuasan karyawan tergolong cukup tinggi.

Mal Ciputra mencoba melakukan sendiri ESS yang dimulai sejak akhir 2004. Survey
ini, menurut Manajer HR Mal Ciputra Budi Putranto, diusahakan untuk bisa terlaksana
setiap tahun. Hasil survey akhir 2004 dari segi kompensasi, hanya 35% karyawan
yang merasa puas. Tingkat kepuasan ini memang relatif, karena kecenderungan
manusia akan selalu merasa tidak puas. "Mungkin kalau disurvei begitu habis
kenaikan gaji, mayoritas akan bilang puas," ungkapnya sambil tersenyum.

Di sisi lain, tingkat kepuasan karyawan terhadap lingkungan kerja, hubungan atasan-
bawahan, dan pelayanan terhadap sumber daya manusia jauh lebih baik. Tingkat
kepuasan karyawan tertinggi adalah dari sisi kepercayaan atasan terhadap bawahan,
yang mencapai 85%. Disusul oleh lingkungan kerja 75%.

Kesimpulannya, bila perusahaan Anda tidak bisa jor-joran memberikan gaji terbesar,
masih banyak faktor lain yang bisa digenjot untuk meningkatkan daya tarik
perusahaan di mata karyawan terbaik, yang berada di dalam maupun di luar
perusahaan.

Survei dan Tren Gaji 2005

No. 11 - Februari 2005

Survey gaji terbaru dari Watson Wyatt memperlihatkan tahun ini masih terjadi
kenaikan gaji di perusahaan menengah besar. Besarnya kenaikan gaji di Indonesia
masih tergolong tinggi di Asia, meskipun besarnya pertambahan gaji cenderung
menurun. Sejauh mana dampak kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) terhadap
kenaikan gaji 2005?

Bakal naikkah gaji tahun ini selalu menjadi teka teki menarik di kalangan karyawan
perusahaan ketika memasuki tahun baru. Bahkan di beberapa perusahaan, teka teki
ini menjadi ajang "pertaruhan" kecil-kecilan. Ini dimungkinkan karena informasi
kenaikan gaji biasanya disimpan rapih oleh bagian HR (Human Resources) maupun
manajemen perusahaan.

Tak seorang pun, tentu, yang tidak menginginkan kenaikan gaji. Pada perusahaan
menengah - besar, kenaikan gaji tahunan sudah menjadi semacam ritual tahunan
yang paling ditunggu. Kendati berbagai survey tentang kepuasan bekerja tidak selalu
menempatkan gaji sebagai faktor pemberi kepuasan terbesar dalam bekerja. "Faktor
gaji itu penting, tetapi bukan yang paling penting. Sebab, berapapun gaji dinaikkan,
tetap saja akan merasa kurang," ungkap Budi Putranto, Manajer HR Mal Ciputra.
Survey kepuasan bekerja yang dilakukan bagian HR Mal Ciputra menunjukkan faktor
kepercayaan terhadap atasan menempati posisi teratas, disusul oleh lingkungan
kerja. Faktor gaji justru menempati urutan terakhir. Iwan H. Djalinus, Direktur HR PT.
Caltex Pasific Indonesia, mengatakan hal serupa. "Kepuasan bekerja tidak melulu
terkait dengan uang. Tetapi, lingkungan pekerjaan, tantangan pekerjaan, statement
lingkungan maupun atasan, itu semua sangat mempengaruhi. "

Toh, tak dapat dipungkiri, gaji menjadi magnet bagi setiap orang dalam melihat
setiap pekerjaan maupun posisi, baik untuk tujuan rekrutmen (attraction) maupun
retensi (retention). Di era human capital, di mana manusia adalah aset terpenting,
maka orang-orang terbaik adalah aset yang harus dijaga, jangan sampai dia
meninggalkan perusahaan; apalagi pindah kepada pesaing.

Sebuah survey yang dilakukan Watson Wyatt dengan nama Strategic Rewards 2000,
program reward yang paling efektif untuk rekrutmen para bintang adalah dengan
membayar di atas harga pasar (72%). Program reward lain adalah pemberian bonus
(51%), insentif grup (47%), insentif proyek / kegiatan (40%), dan seterusnya.
Sementara untuk tujuan retensi, memberikan gaji di atas harga pasar juga
merupakan program reward paling efektif, disusul oleh tunjangan cuti dan
sebagainya.

Merujuk pada angka-angka di atas, maka wajar bila perusahaan menengah�- besar
harus terus memantau "harga pasar" untuk melihat daya saing kompensasi dan
benefit (renumerasi) perusahaan terhadap perusahaan pesaing. "Setiap tahun kami
harus mengetahui posisi kami dibandingkan perusahaan sejenis di pasar. Apakah
kami akan mengadakan perbaikan ke dalam (sistem renumerasi), tergantung dari
hasil survey tersebut," ujar Setya Rahadi, Direktur HR PT. Hewlett-Packard (HP)
Indonesia.

Hasil survey Watson Wyatt terbaru tentang renumerasi di Indonesia memberikan


gambaran menarik tentang tren renumerasi tahun 2005. Survey ini, seperti
ditegaskan Presiden Direktur PT. Watson Wyatt Indonesia, Lilis Halim, CCP, GRP,
memang lebih menggambarkan kondisi pada perusahaan menengah dan besar
karena peserta survey memang hanya perusahaan menengah dan besar. "Karena
merekalah yang telah memiliki sistem manajemen yang mapan dan lebih terbuka,"
katanya.

Meskipun gambaran yang dihasilkan survey ini lebih fokus kepada perusahaan
menengah�- besar, namun hasil survey ini tetap bisa menjadi referensi dan
benchmarking bagi perusahaan kecil. Misalnya menetapkan besaran gaji 50%-75%
dari median hasil survey (sementara perusahaan menengah - besar biasanya
memakai patokan median market). Paling tidak, bila menginginkan figur berkualitas
tertentu dari pasar untuk membantu mengembangkan perusahaan, perusahaan kecil
bisa memberikan penawaran yang kompetitif bagi si kandidat.

Secara keseluruhan, hasil survey gaji Watson Wyatt menunjukkan bahwa kenaikan
gaji pada tahun 2004 di perusahaan Indonesia mencapai 11,48%. Angka ini
menunjukkan tren penurunan sejak tahun 2000, yang pernah mencapai kenaikan
tertinggi 17,50%. Tren penurunan pertumbuhan gaji ini sesuatu yang wajar karena
laju inflasi di Indonesia yang bergerak turun pasca krisis ekonomi.

Indonesia adalah negara yang mencatat kenaikan gaji tertinggi kedua di Asia setelah
India. Tahun 2004, pertumbuhan gaji India mencapai 12,00% dan Indonesia 11,48%.
Bandingkan dengan negara-negara sangat maju macam Jepang yang hanya
mencatat pertumbuhan gaji 2,40%, Australia 4,80%, atau Hongkong yang hanya
0,50%.

Tingginya laju kenaikan gaji di perusahaan Indonesia tidak selaras dengan


pertumbuhan ekonomi (Gross Domestic Product / GDP) di mana pertumbuhan GDP
Indonesia 2004 hanya 4,80%. Jauh tertinggal dari India (6,20%), Malaysia (6,30%),
atau bahkan China (9,00%).

Gambaran kenaikan gaji 2005 diperkirakan tidak berbeda dengan kondisi 2004.
Kenaikan gaji di Indonesia diperkirakan 12,23%, hanya kalah dari India yang 12,50%.
Sedangkan kenaikan gaji di sejumlah negara maju, macam Jepang, Australia,
Hongkong, dan Taiwan masing-masing hanya 3,00%, 4,00%,1,40%, dan 3,80%. Laju
pertumbuhan ekonomi (GDP) Indonesia 2005 hanya 5,00%, masih kalah dari India
(6,00%), China (7,90%), Malaysia (5,60%), dan Thailand (6,70%).

Repotnya, laju inflasi Indonesia diramalkan masih yang paling tinggi di kawasan ini,
yaitu 6,50%. Bandingkan dengan, misalnya, Jepang (0,00%), India (5,00%), Malaysia
(1,70%), Hongkong (1,10%), Australia (2,70%), atau Taiwan (1,50%).

Menurut Lilis Halim, pertumbuhan gaji di Indonesia yang masih double digit (10% ke
atas) lebih karena kebiasaan saja karena laju inflasi di Indonesia selama ini selalu
mendekati angka 10%. Laju inflasi Indonesia 2004 memang turun menjadi 5,50% ,
tetapi tetap saja laju inflasi itu paling tinggi di negara-negara Asia yang disurvei. "Jadi
walaupun sekarang , inflasi di Indonesia berusaha ditekan, tetap saja, karena
kebiasaan menaikkan gaji selalu dilakukan," paparnya.

Upaya keras Indonesia untuk menekan laju inflasi ke angka single digit semestinya
direspons perusahaan di masa datang untuk menyesuaikan laju kenaikan gaji di
angka single digit (bila tidak ada faktor force majeur macam kenaikan Bahan Bakar
Minyak / BBM dan kebijakan sejenis lainnya). Dengan demikian, laju kenaikan gaji di
Indonesia tidak lagi extremely high di kawasan ini. Lilis mengingatkan, penurunan
laju kenaikan gaji itu tidak bisa dilakukan dengan cepat, dan harus bertahap.

Dalam keadaan normal, tren penurunan laju pertumbuhan gaji juga akan terjadi pada
tahun 2005. Namun adanya rencana pemerintah menaikkan harga BBM membuat
laju penurunan kenaikan gaji itu tertahan. Watson Wyatt memperkirakan, secara
keseluruhan, gaji pada tahun 2005 bakal mencapai 12,23%. Angka ini memang
bukan angka aktual, karena angka aktualnya tidak pernah bisa diketahui. "Biasanya,
tidak jauh dari perkiraan hasil survey," kata Lilis.

Di negara dengan ekonomi yang belum begitu maju macam Indonesia, faktor
kebijakan pemerintah masih sangat mempengaruhi laju kenaikan gaji di perusahaan.
Apa saja kebijakan yang mendorong laju inflasi otomatis berdampak pada kenaikan
harga-harga ataupun biaya hidup. Rencana pemerintah untuk menaikkan harga
premium secara signifikan 2005 jelas sebuah kenaikan yang tinggi dan berpengaruh
besar terhadap harga-harga. Inflasi akan menggerogoti penghasilan karyawan.

Kenaikan BBM tersebut memang akan mengurangi nilai subsidi BBM yang mencapai
Rp 70 triliun per tahun, tetapi belum menghilangkan subsidi itu sama sekali. Selama
subsidi itu masih tetap ada, maka selama itu pula faktor eksternal - berupa kebijakan
penyesuaian harga BBM oleh pemerintah - akan mempengaruhi laju kenaikan gaji
perusahaan di Indonesia.
Sayang, Watson Wyatt berkeberatan mengungkapkan pertumbuhan gaji menurut
industri karena asas confidentiality. Tahun 2003-2004, industri yang mencatat
kenaikan gaji tertinggi adalah industri teknologi informasi dan telekomunikasi
(14,95%), disusul oleh industri barang konsumer (13,96%), farmasi (13,07%),
perbankan lokal (12,32%), dan industri lainnya. Tahun 2005 diperkirakan industri
yang lagi naik daun adalah industri perbankan lokal, industri produk konsumer,
industri telekomunikasi, dan industri perbankan asing.

Kenaikan gaji yang cukup signifikan pada perbankan lokal dalam beberapa tahun
terakhir terkait dengan selesainya proses restrukturisasi perbankan nasional.
"Saatnya sekarang mereka maju, dan hal itu membutuhkan tenaga yang handal,"
lanjut Lilis, sambil menambahkan, "Sekarang mereka mau merekrut tenaga baru
sehingga butuh umpan yang besar. Kalau dulu katakanlah mereka menahan diri,
sekarang mereka harus memperbaiki diri."

Naiknya tawaran gaji oleh perbankan lokal otomatis mempengaruhi pula industri
perbankan asing. Umpan lebih menarik dari bank lokal menyebabkan banyak bankir
asing pindah ke bank nasional. Salah satunya Elwin Karyadi, mantan eksekutif ABN
Amro, yang pindah ke Bank Niaga. Untuk mempertahankan eksekutif dan untuk
mendapatkan eksekutif yang bagus dari pasar, tidak ada jalan lain bagi bank asing
selain juga menaikkan paket renumerasi di bank mereka.

Industri barang konsumer - secara rata-rata�- bertumbuh bagus di Indonesia karena


populasi Indonesia yang sangat besar dan terus meningkat. Pertumbuhan ini
mengimbas pada renumerasi mereka. Beberapa tahun terakhir, pertumbuhan gaji di
industri ini relatif baik. Begitu pula industri telekomunikasi, khususnya industri
selular, yang terus bertumbuh dengan baik. Ekspansi bisnis industri seluler dan
masuknya investor asing dalam kepemilikan sejumlah operator seluler nasional
membuahkan agresivitas di pasar.

Industri distribusi yang sempat naik daun 2002-2003 tahun ini diperkirakan tergolong
biasa-biasa saja. Begitu pula industri teknologi informasi dan lainnya. Kenaikan gaji di
industri-industri ini diramalkan tidak setinggi beberapa industri terdahulu.

Total Penghasilan Tunai di Berbagai Industri

No. 11 - Februari 2005

Hasil survey Watson Wyatt atas kondisi 2004, kenaikan gaji terbesar dinikmati oleh
golongan staf / supervisor (11,82%), sementara posisi klerek hanya (11,69%), non-
klerek (11,66%), manajemen (11,36%), dan posisi manajemen puncak (10,80%).
Secara rata-rata untuk setiap level, gaji bertumbuh 11,48% tahun 2004.

Tahun 2005, diperkirakan pertumbuhan tertinggi dinikmati oleh posisi klerek


(12,45%), disusul oleh manajemen (12,37%), staf / supervisor (12,37%), non-klerek
(12,35%), dan manajemen puncak (11,39%). Secara keseluruhan, pertumbuhan gaji
2005 diperkirakan 12,23%.

Dari fakta 2004 dan prediksi 2005, tampaknya keadilan belum terlalu memihak
karyawan level bawah. Kenaikan gaji karyawan klerek dan non-klerek bukan hanya
tidak berbeda signifikan dengan posisi yang lebih tinggi, tetapi juga tidak selalu
mencatat pertumbuhan tertinggi. Seharusnya, kenaikan gaji terbesar dilakukan oleh
karyawan level bawah karena sejatinya gaji mereka relatif kecil. Padahal, mereka
adalah orang pertama yang terkena dampak negatif dari kenaikan laju inflasi. Seperti
telah disinggung sebelumnya, gaji mereka paling rentan digerogoti oleh laju inflasi.

Lilis Halim melihat faktor supply dan demand terhadap level manajemen puncak
menjadi penyebab masih tingginya laju kenaikan gaji level-level tersebut.
Terbatasnya ketersediaan tenaga manajemen dan manajemen puncak di Indonesia
menyebabkan pasaran mereka masih tinggi sehingga harus diganjar dengan
kenaikan gaji yang masih tinggi. Secara persentase kenaikan gaji karyawan level atas
itu tidak berbeda jauh dengan karyawan level bawah, bisa dibayangkan betapa
njomplangnya perbedaan kenaikan gaji antara level atas dengan level bawah dalam
jumlah absolut (nilai rupiah).

Survey Watson Wyatt menunjukkan data median market penghasilan tunai dari posisi
klerek per tahun di industri konsumer adalah Rp 40,140 juta, di bank asing Rp 84,268
juta, di bank lokal Rp 57,482 juta, di lembaga pembiayaan Rp 40,563 juta, dan di
industri teknologi informasi (TI) Rp 49,099 juta. Total penghasilan tunai ini terdiri dari
gaji pokok, dana tunai yang dijanjikan (THR, uang cuti, dan sejenisnya), tunjangan
tetap, dan bonus variabel.

Untuk level staf (officer), median market total penghasilan tunai per tahun berkisar
antara Rp 57,596 juta (industri pembiayaan) hingga Rp 119,054 juta (perbankan
lokal). Di level manajemen, kisaran penghasilan tunai per tahun mulai dari Rp
176,479 juta (industri pembiayaan) hingga Rp 290,612 juta (perbankan asing).
Selanjutnya, untuk level manajemen puncak, total penghasilan tunai per tahun di
industri pembiayaan adalah Rp 307,087 juta, industri konsumer Rp 359,772 juta,
industri TI Rp 456,685 juta, perbankan asing Rp 586,271 juta, dan perbankan lokal Rp
610,415 juta.

Sekali lagi, data penghasilan tunai ini adalah data median market sehingga sangat
mungkin penghasilan tunai tersebut di atas maupun di bawah angka itu�- kendati
secara statistik jumlahnya sangat kecil. Sayangnya, survey tidak menjelaskan data
tentang penghasilan tunai karyawan level bawah (non-klerek).

Kenyataan ini sangat berbeda dengan apa yang terjadi di negara-negara yang
ekonominya sudah maju atau matang. Pertumbuhan gaji terbesar secara relatif
dinikmati oleh karyawan level bawah, dan pertumbuhan terkecil dinikmati oleh level
manajemen dan manajemen puncak.

Kapankah ketidakadilan ini berakhir?

Salary Survey: Seberapa Bermanfaat?

No. 09 - Tahun 2004

Seberapa besar Salary Survey seharga rata-rata US$ 3,000 itu dapat diakui
kredibilitasnya? Pada dasarnya Salary Survey�- untuk item survey yang lebih
komprehensif, sering disebut juga sebagai Total Remuneration Survey - adalah upaya
untuk membandingkan posisi compensation & benefits sebuah perusahaan dengan
praktek yang terjadi di pasar dunia kerja.

Dalam hal ini pasar dunia kerja bisa berarti perusahaan sejenis, perusahaan dalam
industri yang sama, maupun perusahaan-perusahaan lain yang menjadi target
benchmark. Pada dasarnya, pertanyaan yang hendak dijawab adalah, "Apakah policy
dan posisi remunerasi perusahaan saya cukup kompetitif dibandingkan pasar?"
Disamping itu hasil survey juga bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan lain yang
lebih mendalam, misalnya apakah perusahaan sudah memberikan paket remunerasi
yang pantas untuk posisi Secretary, Marketing Manager atau jabatan-jabatan lain,
dibandingkan perusahaan-perusahaan lain.

KUALITAS SURVEY

Persoalannya, seberapa kredibelkah hasil sebuah salary survey? Seperti halnya


sebuah survey dalam pengertian yang kita kenal, kredibilitas hasil salary survey
pertama ditentukan oleh kualitas data yang diperoleh; kedua tergantung kepada
metode analisa dan pengolahan data yang dilakukan oleh konsultan survey itu
sendiri. Berbicara mengenai kualitas data, maka yang paling bertanggungjawab
adalah peserta survey, karena bagaimana pun konsultan tidak bisa membuat analisa
yang baik apabila data yang diberikan peserta survey adalah bukan data yang
sesungguhnya (manipulated data).

Kadang-kadang dengan alasan tertentu perusahaan peserta survey tidak me-release


data remunerasi mereka secara apa adanya. Apabila data yang dikirimkan sampah
maka hasilnya pun sudah barang tentu sampah. Sebaliknya, kalaupun data sudah
cukup baik sedangkan metode pengolahan serta analisa datanya kurang pas, tentu
hasilnya juga akan tidak begitu baik pula. Secara statistik memang ada beberapa
kaidah dan "ritual" yang biasa dilakukan dalam sebuah Salary Survey. Celakanya,
karena begitu complicated-nya "ritual" itu sehingga justru menjadikan laporan hasil
survey yang tidak begitu mudah dicerna dan malah menimbulkan intrepretasi salah
bagi ekesekutif penerima laporan. Bagaimana "ritual" konsultan dalam
mengumpulkan data serta mengolahnya sehingga menghasilkan laporan akhir yang
berharga kurang lebih US$ 3,000 itu?

JOB MATCHING

Pertama-tama yang biasanya dilakukan dalam sebuah sebuah salary survey adalah
proses Job Matching, yaitu tahapan dimana para peserta Salary Survey dengan
dibantu konsultan survey melakukan Job Evaluation dan kemudian ditabulasikan
dalam sebuah tabel yang akan mengkorelasikan kesetaraan jabatan-jabatan yang
perusahaan sertakan dalam salary survey dengan daftar position benchmark dari
konsultan. Sebagai contoh, dengan memperhatikan deskripsi job content dari jabatan
Sales Area Manager dari konsultan, maka apabila jabatan District Sales Manager
perusahaan A dan jabatan Teritory Sales Manager perusahaan B paling tidak 75%
match, maka jabatan-jabatan itu setara dan layak untuk diperbandingkan.

Tahap ini, sangat kritikal bagi para peserta survey karena dalam tahap ini peserta
survey harus sungguh-sungguh memperhatikan apakah jabatan-jabatan yang
diikutsertakan dalam survey dibandingkan dengan posisi yang setara. Sudah pasti
kalau job matching ini tidak pas, hasilnya pun bisa diduga akan memberikan
kesimpulan yang salah. Job Title yang sama belum tentu merupakan jaminan isi
pekerjaan yang sama, sehingga layak disandingkan dalam survey. Jabatan Marketing
Manager misalnya, ada perusahaan tertentu yang semata-mata memberikan lingkup
pekerjaan bagi jabatan itu pada fungsi-fungsi Marketing Communication, Program
Marketing dan Marketing Intelligent. Tetapi ada sementara perusahaan yang
memasukkan unsur Product Marketing atau bahkan fungsi Sales.

'Kericuhan' lain juga mungkin terjadi dalam tahapan Job Matching ini. Terutama
apabila konsultan mengandalkan kelayakan job content, tidak memperhitungkan
aspek size of bussiness atau organisazation size di dalam membandingkan posisi
tertentu antar peserta survey. Argumentasinya, Marketing Manager perusahaan
dengan ukuran revenue diatas 200 juta dolar setahun plus jumlah karyawan lebih
2,000 orang tentu tidak sebanding dengan jabatan sama di perusahaan sekelas 50
juta dolar setahun dengan jumlah karyawan kurang dari 30 orang. Maka kemudian
muncul metode evaluasi jabatan yang lebih kompleks.

Beberapa konsultan menambahkan faktor atau dimensi lain dalam melakukan job
matching, meliputi impact dan contribution jabatan tertentu terhadap bisnis,
communication, innovation dan kompetensi yang dibutuhkan untuk jabatan tersebut.
Ada pula yang menambahkan faktor resiko jabatan dalam melakukan job matching.
Nah kalau sudah begini, pembandingan posisi yang semula sangat simple dengan
melihat job content, sekarang menjadi lebih kompleks dengan penambahan dimensi-
dimensi lain tersebut. Jangan heran kalau kemudian posisi Marketing Manager di atas
akan didrop dari survey report dengan alasan bahwa untuk jabatan itu hasil Job
Matching tidak memenuhi kuorum secara statistik untuk diolah. Padahal semua
perserta survey mengirimkan data untuk jabatan itu. Ya begitulah resikonya.

POSITION CLASS

Yang lebih seru, dalam membuat analisa market, beberapa konsultan menggunakan
angka position class atau job class untuk menentukan "nilai" jabatan tertentu untuk
pengelompokan data dan analisa data survey. Model ini memungkinkan suatu posisi
atau jabatan masuk dalam satu kelompok position class tertentu bersama-sama
dengan jabatan lain yang tidak "sejenis". Jadi pembandingan jabatan secara apple to
apple tidak menjadi faktor pertimbangan yang utama lagi. Misalnya, jabatan
Secretary dengan skor nilai jabatan 850 dan Programme dengan nilai skor 900 akan
masuk ke dalam dalam position class sama dengan range skor nilai jabatannya
antara 750 sampai 900.

Sehingga, dalam menganalisa hasil survey nantinya, peserta survey harus benar-
benar sadar bahwa dalam position class yang sama sesungguhnya akan terdiri dari
beragam jabatan. Misalnya dinyatakan bahwa median market gaji pokok untuk
position class "Y" adalah 20 juta rupiah, maka meskipun Finance Manager kita masuk
dalam kelas ini, angka itu belum tentu mencerminkan angka pasar uang
sesungguhnya jabatan Finance Manager. Kenapa? Karena mungkin di position class
"Y" itu terdiri dari beberapa jabatan lain yang se- "nilai" dengan posisi Finance
Manager misalnya HR Manager, Marketing Manager, General Affair Manager, IT
Manager dan seterusnya tergantung hasil job evaluationnya.

BUTUH PENTERJEMAH

Nah, kalau sudah begini, eksekutif perusahaan pasti berkerut keningnya, karena yang
diharapkan dari laporan sebuah survey adalah jawaban langsung dan sederhana,
"Apakah Finance Manager saya dibayar lebih rendah atau lebih tinggi dari Finance
Manager dipasar?" misalnya, bukan dengan jawaban penuh metodologi yang
membuat pusing tujuh keliling. Layaknya sebuah buku kuno primbon, laporan Salary
Survey itu pun butuh penterjemah seorang Compensation & Benefits (C&B)
Specialist. Tak heran kalau eksekutif kebih suka menggunakan referensi majalah yang
mengulas peringkat gaji atau justru omongan mulut ke mulut sesama eksekutif,
bukannya membaca laporan survey dari si konsultan.

Pengalaman saya mengikuti survey dari tahun ke tahun dari banyak konsultan yang
berbeda memang menunjukkan bahwa masih ada banyak item survey yang
membutuhkan kecermatan dalam membaca, terutama karena begitu banyak
catatancatatan kaki dari sang konsultan. Bukan hanya menyangkut, kenapa data
market nggak bisa di-generate seperti kasus Marketing Manager di atas, atau kenapa
yang dinobatkan sebangai angka pasar adalah "median market" bukan "rata-rata
market", atau kenapa laporan benefits harus dalam bentuk valuation, tidak bisa
dalam bentuk deskripsi. Dan masih segudang catatan kaki yang lain.

Kalau tidak mau direpotkan dengan segala macam catatan kaki dan kekagetan lain
sewaktu membaca laporan salary survey, maka ada baiknya HR Manager Anda
mencari terobosan kreatif dengan menggalang sesama komunitas HR dalam industri
yang sama (paling tidak) untuk mensponsori bersama serta melakukan survey yang
sungguh-sungguh sesuai dengan kebutuhan. Atau, sering-seringlah mereka kumpul
untuk saling ber-'hai-hai' sehingga walaupun sesungguhnya mereka saling
berkompetisi, dalam batas-batas tertentu mereka bisa saling memperoleh pengertian
yang lebih baik, daripada mengandalkan laporan yang penuh dengan catatan kaki.

*) SETYA RAHADI, Human Resources Director, pada salah satu perusahaan


multinasional di Jakarta.

Sumber: Majalah Human Capital No. 04 | Tahun 2004

Menguak Rahasia Sistem Remunerasi Perusahaan Idaman

No. 01 - Maret 2004

Gaji pokok hanya salah satu elemen remunerasi di perusahaan-perusahaan


terkemuka. Di luar gaji pokok, masih banyak elemen kompensasi tunai dan non-tunai
lain yang bisa diperoleh. Belakangan, ada kecenderungan perusahaan untuk
memberikan gaji dan benefit itu dalam bentuk paket saja (cleanwage). Kenapa?

Sistem remunerasi pada perusahaan besar selain lebih besar nilainya juga lebih
terstruktur ketimbang perusahaan kecil. Begitu pula antara perusahaan multinasional
dengan perusahaan nasional�- walaupun yang terakhir ini perbedaan nilainya kian
menyempit. Umumnya perusahaan-perusahaan yang bagus menerapkan konsep
kompensasi total, yang terdiri dari kategori tunai (cash), tunai tak langsung (indirect
cash), dan kompensasi non-tunai/ benefit (non-cash/benefit).

Dalam kategori tunai, selain gaji pokok termasuk pula di dalamnya tunjangan dan
bonus atau insentif. Gaji pokok adalah gaji kotor sebelum dipotong pajak, iuran
pensiun, dan iuran tunjangan hari tua (THT/Jamsostek). Umumnya perusahaan besar
memberikan 13 kali gaji dalam setahun (termasuk 1 bulan gaji tunjangan hari raya).
Bentuk-bentuk tunjangan yang diberikan perusahaan juga cukup beragam, mulai dari
tunjangan transportasi, kendaraan operasional (company car), biaya ponsel, makan,
hingga lembur. Pemberian kendaraan kantor pun banyak jenisnya: ada yang
perawatannya ditanggung kantor, ada yang ditanggung karyawan. Ada pula
kendaraan kantor tanpa sopir dan dengan sopir.

Grup Astra, misalnya, memberikan tunjangan transpor untuk golongan I hingga III
(non-sarjana) sebesar Rp 12.350 per hari. Mereka mendapat fasilitas pembelian
motor Honda tanpa bunga yang dicicil 48 bulan (4 tahun). Selain itu, ada tunjangan
makan Rp 6.000 per hari hingga golongan VI, dan Rp 20.000 per hari untuk golongan
VII. Bila harus makan di luar karena urusan dinas, tunjangan makan lebih tinggi.
Khusus untuk golongan I-III yang bekerja lembur, perusahaan memberikan uang
lembur.

Pemberian bonus atau insentif dilakukan perusahaan berdasarkan kinerja bisnis


perusahaan dan kinerja perorangan. Ukuran kinerja bisnis pun macam-macam,
tergantung kebijakan perusahaan. Bonus bisa berdasarkan porsi tetap tertentu dari
laba bersih perusahaan, tetapi umumnya bonus diberikan atas dasar pertumbuhan
laba bersih, pertumbuhan laba operasional bersih, dan lainnya. Jika terdapat
pertumbuhan ada indikator kinerja bisnis dibandingkan tahun lalu, maka nilai bonus
tahun ini ditambahkan atau dikurangkan (bila laju pertumbuhannya menurun)
sebesar selisihnya dengan pertumbuhan tahun lalu. Katakanlah, nilai bonus total
tahun lalu ratarata 3 bulan gaji per karyawan. Maka nilai bonus tahun ini naik 5% jika
selisih pertumbuhan laba tahun ini dengan tahun lalu adalah 5%; begitu pula
sebaliknya. Cara lain, murni menetapkan pertumbuhan (pengurangan) bonus dengan
besarnya pertumbuhan (penurunan) laju pertumbuhan laba atau laba bersih tahun ini
(dibandingkan tahun lalu).

Porsi total bonus perusahaan yang telah ditetapkan manajemen itu dibagikan kepada
karyawan tidak sama rata, tetapi berdasarkan kinerja masing-masing individu. Setiap
perusahaan besar memiliki system baku untuk menilai kinerja setiap individu karena
sistem imbalannya menerapkan meritokrasi (merrit based bueracracy). Karyawan
dengan golongan dan masa kerja yang sama belum tentu mendapatkan bonus yang
sama karena kinerja bisnis individunya tidak sama. Dengan memasukkan nilai bonus,
karyawan sejumlah perusahaan besar bisa memperoleh gaji 16-17 kali setahun.

Kompensasi tunai tak langsung bisa berupa pemberian opsi saham dan bentuk-
bentuk lain seperti dana pensiun, asuransi kecelakaan kerja, asuransi kematian,
asuransi hari tua (melalui program Asuransi Tenaga Kerja). Sejumlah perusahaan
memberikan pula asuransi jiwa khusus, di mana preminya dibayar penuh oleh
perusahaan.

Pemberian opsi saham mulai banyak diterapkan perusahaan publik di Indonesia


sejalan dengan adanya ketentuan Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal) untuk
mengalokasikan 5% saham kepada karyawan. Insentif berupa saham ini umumnya
masih diberikan secara terbatas, terutama untuk level manajemen madya ke atas.
Namun, pemberian saham itu tidaklah gratis�- seperti umumnya terjadi di
Amerika�- melainkan atas dasar harga patokan tertentu sesuai aturan Bapepam.
Keuntungan akan diraih penerima dari selisih harga beli dengan harga jual setelah
melewati fasting period (fase di mana saham tersebut tidak diperbolehkan untuk
dijual atau exercise).

Penerapan opsi saham semacam ini memang belum seperti ESOP (Employee Stock
Ownership Plan), apalagi pemberian opsi saham berbasis luas (Broadbased Stock
Option Grants) yang dilakukan kebanyakan perusahaan Amerika. Kedua sistem
tersebut diberlakukan sebagai bagian dari paket pensiun karyawan, sementara di
perusahaan Indonesia opsi saham dimanfaatkan penerimanya untuk meraih
keuntungan jangka relatif pendek akibat adanya selisih harga saham jual-beli. Tidak
menentunya harga saham perusahaan�- dan cenderung turun�- menyebabkan
insentif saham ini belakangan kurang menarik bagi karyawan.

Masalah ini mungkin tidak dihadapi sejumlah manajer-eksekutif yang bekerja di


perusahaan asing di Indonesia karena mereka mendapatkan saham perusahaan
induknya di luar negeri melalui ESOP. PT Coca-Cola Amatil Indonesia (CCAI) termasuk
yang menerapkan program seperti ini, seperti ditegaskan Chairman PT CCAI
Mugijanto. Orang-orang tertentu di CCAI memang berhak memperoleh saham Coca-
Cola Amatil Australia, induk perusahaan CCAI yang tercatat di Bursa Saham Australia.
"Pemberian saham ini dimaksudkan sebagai insentif jangka panjang bagi karyawan
untuk setia bersama perusahaan," tukasnya.

KOMPENSASI NON-TUNAI (BENEFIT)

Di luar bentuk kompensasi tunai tadi (langsung atau tak langsung), perusahaan juga
memberikan kompensasi bukan tunai (sering disebut benefit). Termasuk dalam
kategori ini fasilitas kesehatan (rawat inap, rawat jalan, melahirkan, kacamata, gigi,
dan pemeriksaan kesehatan), hak cuti, kepemilikan kendaraan, subsidi pinjaman,
keanggotaan klub/olahraga, dan training. Kendati kompensasi ini disebut bukan
tunai, namun dalam setiap survei gaji, nilai kompensasi non-tunai ini bisa
dikonversikan ke dalam bentuk tunai sehingga diperoleh nilai total remunerasi dari
sebuah perusahaan. Perusahaan konsultan seperti Wyatt dan Hey memiliki keahlian
dalam mengkonversi nilai non-tunai itu menjadi nilai tunai.

Tunjangan kesehatan berperan penting dalam memberikan rasa aman kepada


karyawan dalam bekerja. Baik berupa rawat jalan (outpatient) maupun rawat inap
(inpatient). Besarnya tunjangan kesehatan rawat jalan bervariasi antar perusahaan.
Jamaknya perusahaan membuat plafon biaya kesehatan setiap tahunnya dan
membedakannya antara karyawan lajang dengan bukan lajang. Penetapan plafon
didasarkan pada beberapa hal, seperti sekian kali gaji pokok ataupun atas dasar
angka tertentu yang ditetapkan perusahaan. Sebagian perusahaan membatasi
hingga anak kedua, tetapi ada juga yang membebaskannya untuk seluruh keluarga
selama masih dalam batas plafon itu.

Fasilitas rawat inap disesuaikan dengan golongan atau jabatan masing-masing


karyawan. Selain biaya rumah sakit per malam, perusahaan besar juga menanggung
seluruh biaya pengobatan yang timbul.

Merencanakan Dan Menerapkan Strategi Kompensasi Dan Benefit

No. 01 - Maret 2004

Selaraskan strategi kompensasi perusahaan dengan visi, misi, strategi bisnis, dan
strategi Human Resources (HR) perusahaan anda. Strategi kompensasi sangat perlu
diselaraskan dengan Visi, Misi, Business Strategy, dan Human Resources Strategy
perusahaan anda. Perlu disadari bersama bahwa strategi kompensasi bukanlah
tanggung jawab dari bagian sumber daya manusia tetapi juga merupakan tanggung
jawab dari manajemen perusahaan terutama di level CEO dan Direktur.

Perhatikan aspek kesetaraan internal dan daya saing eksternal. Tujuan dasar dari
pemberian kompensasi dan benefit adalah untuk memberikan imbal jasa dari suatu
pekerjaan/jasa yang dilakukan oleh pekerja kepada pemberi kerja (perusahaan).
Untuk itu faktor kesetaraan internal (internal equity) dan faktor daya saing
perusahaan (external competitiveness) menjadi sangat penting untuk senantiasa
dijaga.

Berpartisipasilah dalam salary survey yang sesuai. Banyak lembaga salary survey
yang ada di Indonesia tetapi pilihlah lembaga yang tepat sesuai dengan jenis industri
Anda dan juga perusahaan peserta yang akan berpartisipasi di dalam survey. Perlu
dipertimbangkan reputasi lembaga survey tersebut dengan melihat track record,
independensi, peserta survey yang sesuai dengan memperhatikan hal-hal berkaitan
data jumlah asset, besaran operasionalnya (biaya dan jumlah cakupan cabang),
jumlah pegawainya, dan yang paling penting apakah benchmark pekerjaan yang
dijadikan sample sesuai dengan kebutuhan perusahaan Anda.

Kompensasi adalah suatu senjata yang ampuh untuk mencapai sasaran-sasaran


bisnis. Tentukanlah dengan jelas filosofi strategi kompensasi Anda dengan
memperhatikan dan menyelaraskan terhadap kebutuhan bisnis Anda. Bicarakan
filosofi ini dengan seluruh jajaran manajemen Anda seperti hal-hal apa yang ingin
ditumbuhkembangkan di perusahaan Anda, apakah perusahaan Anda ingin
menghargai perilaku tertentu (service excellence, cost efficiency, innovation, risk
awareness, integrity, sales egressiveness, dan lain-lain), atau Anda ingin
menumbuhkan suatu kompetensi tertentu misalnya kedalaman pengetahuan
mengenai layanan dan produk-produk tertentu, atau Anda ingin melakukan retensi
terhadap top talent Anda? Kejelasan filosofi sangat penting untuk dapat mencapai
tujuan-tujuan bisnis Anda.

Kegiatan-kegiatan menajemen kompensasi adalah merupakan rantai aktifitas yang


sangat berkaitan erat dengan kegiatan human resources lainnya seperti kegiatan
penilaian kinerja. Harus disadari bahwa kualitas manajemen kompensasi yang baik
tidak akan dapat tercapai tanpa suatu manajemen penilaian kinerja yang berkualitas.
Untuk itu Anda perlu melakukan penilaian kinerja dengan sungguh sungguh dan
terkontrol dengan baik.

Rencanakanlah kompensasi Anda dengan sebaik-baiknya. Perencanaan kompensasi


yang baik perlu memperhatikan faktor-faktor cash dan non-cash serta
memperhatikan kemampuan anggaran perusahaan Anda dengan perhitungan yang
terinci dengan baik. Aspek-aspek perpajakan, prediksi biaya-biaya yang terkait
(lembur, Jamsostek, pajak, dan dana pensiun) akan sangat berpengaruh terhadap
keseluruhan total biaya dialokasikan bagi kegiatan sumber daya manusia.

Lakukanlah komunikasi mengenai manajemen kompensasi dengan baik dan


transparan. Pada akhirnya suatu sistem manajemen kompensasi yang baik haruslah
disertai suatu proses komunikasi yang baik yang dapat dipahami oleh seluruh
karyawan di perusahaan. Oleh sebab itu sangat penting untuk selalu melakukan
komunikasi yang konsiten dan transparan kepada seluruh karyawan mengenai
maksud-maksud penyelenggaraan program kompensasi. Pemberian gambaran yang
menyeluruh mengenai gambaran total kompensasi yang diterima oleh karyawan baik
cash maupun non cash sangatlah penting untuk dimengerti oleh karyawan. Dalam
cakupan yang lebih maju penyediaan fasilitas hot-line dan employee service center
sangatlah dianjurkan untuk dapat menjawab setiap pertanyaan karyawan

Seberapa Hebat Sistem Remunerasi Mereka?

No. 01 - Maret 2004

PT Astra International Tbk.

Di deretan perusahaan besar Indonesia, PT Astra International Tbk. dan anak-anak


perusahaannya termasuk paling diidamkan banyak lulusan perguruan tinggi. Sejak
awal, Grup Astra memang menempatkan sumberdaya manusia sebagai modal utama
perusahaan. Itu sebabnya, sistem remunerasi Astra dari waktu ke waktu terus
disempurnakan dan dibuat semakin kompetitif. Gaji tunai Astra yang selama ini
disebut-sebut tidak sehebat perusahaan besar lainnya kini sudah menjadi berita basi.
Sedangkan citra Astra yang sangat kuat dalam bonus kinerja kini terus
dipertahankan. Alhasil, sudahlah gaji cukup besar, bonusnya pun tetap besar selama
kinerja bisnis Astra dan kinerja individu bagus.

Sejauh ini, tingkat ke luar-masuk (turnover) Astra relatif rendah, yang menunjukkan
sistem remunerasi mereka cukup kompetitif. Kalaupun ada staf yang ke luar karena
tergiur imbalan dari perusahaan lain, biasanya cukup banyak yang kembali lagi ke
Astra. Selama ada posisi, mereka yang ke luar secara baik-baik biasanya diterima
kembali di Astra. Lebih senang lagi Astra jika karyawan itu berkembang cepat di luar
Astra dalam hal wawasan dan kompetensi sehingga kembali membawa pengetahuan
dan pengalaman baru yang bisa menjadi masukan bagi Astra.

Banyaknya karyawan yang ke luar kembali lagi ke Astra menimbulkan guyonan 5K


tentang Astra, yaitu kagum, kaget, kecewa, ke luar, dan kembali. Biasanya karyawan
baru melihat Astra dengan kagum, masuk ke dalamnya agak kaget karena gaji yang
diperoleh tidak sebesar namanya, lama-lama kecewa, lantas memutuskan ke luar,
dan setelah mereguk dunia bebas kembali lagi ke Astra. "Terbukti Astra tetap lebih
baik," canda Julius Aslan. Slogan 5K itu agaknya kini kurang tepat terhadap Astra,
karena perusahaan secara kontinu terus memperbaiki sistem remunerasinya, dan
menjadi salah perusahaan terbaik di jajaran perusahaan besar di Indonesia.

Astra membuat sistem kepangkatan berjenjang untuk seluruh karyawannya, dari


golongan I hingga golongan VII. Golongan IIII merupakan golongan untuk karyawan
non-sarjana, dan golongan IV ke atas untuk sarjana ke atas. Masing-masing golongan
memiliki struktur gaji dan benefit tersendiri yang tertuang dalam Pedoman
Pemberian Hak dan Kewajiban Karyawan PT Astra International Tbk.

Dalam menetapkan sistem remunerasi, tutur Chief HR Astra Julius Aslan, Astra
menggunakan 2 filosofi dasar. Pertama, haruslah internally fair. Setiap orang dengan
golongan yang sama dan prestasi yang sama, diharapkan pendapatannya juga sama.
Kedua, externally competitive. Harus kompetitif dibandingkan perusahaan lainnya.
Untuk kompetitif, Astra melakukan survei gaji sendiri maupun dengan menggunakan
data konsultan. "Hasil survei gaji itu sangat membantu memperjelas daya saing
sistem remunerasi Astra," ungkapnya. Sistem remunerasi Astra berlaku untuk
perusahaan induk (PT Astra International Tbk.) dan diterapkan pula di seluruh anak
perusahaan Astra sesuai kemampuan masing-masing. Ada anak perusahaan yang
menerapkan remunerasi hanya 75% dari remunerasi Astra. Itu tidak masalah, karena
yang paling tahu kemampuan perusahaan adalah manajemen masing-masing anak
perusahaan.

Selain gaji pokok, berikut adalah bentuk-bentuk kompensasi lainnya yang diberikan
perusahaan:

TUNJANGAN

• Transpor (bruto per hari): Rp 12.350 untuk golongan I-III dan Rp 18.500 untuk
golongan IVA-D. Golongan di atas itu tidak mendapat tunjangan transpor
tetapi memperoleh fasilitas pemilikan mobil.�
• Fasilitas pinjaman motor/mobil: sepeda motor Honda untuk golongan I-IVD;
mobil untuk IVE ke atas (mulai dari Rp 95 juta hingga Rp 425 juta menurut
golongan). Motor dan mobil dicicil selama 48 bulan atau 4 tahun. Untuk
golongan IVA-D sebesar 70% dari cicilan dibayar perusahaan. Golongan IVE ke
atas diberikan subsidi mulai dari Rp 1,108 juta per bulan hingga Rp 4,958 juta
per bulan, yang ditambahkan ke dalam gaji.
• Biaya operasi motor/kendaraan: hanya diberikan untuk golongan IVA-D (Rp
185.000 per bulan) ke atas (hingga Rp 2,159 juta untuk golongan VII B).�
• Makan (natura): Rp 6.000 per hari untuk golongan I hingga VID, dan Rp
20.000 untuk golongan VII�
• Makan dinas luar: Rp 9.000 untuk golongan I-III, Rp 10.500 untuk golongan IV;
aktual untuk golongan V ke atas�
• Kesehatan (bruto/tahun): mulai dari Rp 1,3 juta hingga maksimal Rp 11,0 juta,
di luar biaya kacamata dan pemeriksaan kesehatan.�
• Lembur (khusus golongan I-III): jam lembur x (gaji pokok+tunjangan
makan+transport)�
• Hari raya (bruto): 1 x gaji pokok�
• Bonus (bruto): kebijaksanaan perusahaan, tergantung kinerja perusahaan dan
individu Pensiun: iuran sebesar 3,2% x gaji pokok (maksimum gaji pokok
terkena Rp 10 juta/ bulan). Diberikan secara bulanan setelah usia pensiun 55
tahun.�
• Astek: perusahaan mengiur 0,24% untuk asuransi kecelakaan kerja, 0,30%
untuk asuransi kematian, 3,7% untuk asuransi hari tua. Kewajiban karyawan
untuk tunjangan hari tua adalah 2% x gaji pokok. Asuransi: perusahaan
membayar premi asuransi jiwa karena cacat total dan kematian selama 24
jam akibat apapun, kecuali karena bunuh diri atau tindakan kriminalitas�
• Rawan Inap: RS rujukan St Carolus, mulai Rp 160.000/malam (gol. IIA) hingga
Rp 575.000/malam (gol. VI ke atas). Fasilitas seperti itu juga tersedia untuk
melahirkan. Cuti: 12 hari kerja dipotong cuti massal per tahun; cuti tidak
dibayar (maksimal 22 hari kerja). Cuti 5 tahunan 22 hari kerja dengan
tunjangan 1 bulan gaji + gaji bulan berjalan.�
• Training: Terdiri dari pengembangan kepemimpinan; pengembangan budaya
kerja; dan program training setiap divisi.

PERMATABANK

Sebagai hasil merger dari 5 bank, dengan sistem jabatan dan kompensasi berbeda-
beda, urusan remunerasi di PermataBank tentu tidak mudah. Menghadapi kondisi ini,
PermataBank memutuskan tidak akan melakukan penurunan gaji karyawan,
meskipun level jabatannya bisa turun. Dalam struktur baru organisasi PermataBank,
bank menerima semua karyawan berdasarkan jabatannya di bank peserta merger.
Pengelompokan jabatan dilakukan tetapi belum terlalu detil. Misalnya, ada bank yang
menyebut jabatan General Manager (GM) yang setara dengan jabatan Division Head
di bank lain. Mereka dikelompokkan menjadi satu. Hal seperti ini berjalan 6 bulan
awal.

Setelah organisasi mulai jalan, dan beban serta kemampuan masing-masing orang
mulai kelihatan, PermataBank mulai melakukan job grading (penyusunan golongan
kepangkatan). Proyek job grading ini diselenggarakan oleh konsultan Hewitt sejak
November 2002 dan selesai Maret 2003. "Pada bulan April 2003, barulah hasil job
grading itu kami implementasikan," ujar N. Krisbiyanto, GM HR PermataBank.

Dari job grading itu disusun struktur organisasi baru, di mana berbagai jabatan
dengan istilah beraneka ragam sebelumnya disusutkan dan dikelompokkan secara
rapi. Karena kebijakan PermataBank tidak mengambil seluruh hal yang bagus (dalam
hal remunerasi) dari bank peserta merger, termasuk soal gaji, maka pada setiap level
jabatan, deviasi gaji masih cukup lebar. Gaji kotor seorang teller bisa bervariasi
antara Rp 1,5 juta hingga Rp 2,5 juta per bulan.

Untuk mengatasi ini, PermataBank menyusun standar gaji dengan cara membentuk
skala gaji untuk setiap level jabatan - terendah hingga tertinggi. Penyusunan skala
gaji ini dilakukan dengan memanfaatkan hasil survei gaji (total remunerasi) yang
diselenggarakan Wyatt ataupun Hey. Bank dengan asset sekitar Rp 28 triliun
melakukan benchmark terhadap remunerasi pada 10 bank terbesar nasional. Survei
itu diselenggarakan hingga Desember 2002, dan setelah diolah 3 bulan, bulan Maret
hasilnya ke luar dan PermataBank langsung mengadakan penyesuaian gaji di bulan
yang sama, namun berlaku mundur sejak 1 Januari 2003.

Cara penyesuaian gaji yang dilakukan cukup unik. Mereka yang bergaji terbesar
dalam sebuah skala gaji, tidak mendapatkan penyesuaian gaji. Penyesuaian hanya
dilakukan bagi karyawan dengan gaji yang masih di luar skala gaji, sehingga masuk
ke dalam garis tengah (median) skala gaji. Juga bagi karyawan dengan gaji di bagian
bawah dari skala gaji, disesuaikan menuju garis tengah. Target PermataBank minimal
mencapai 50 persental dari skala gaji itu. Dengan sendirinya, kenaikan gaji karyawan
PermataBank tidak merata, bahkan ada yang tidak naik sama sekali bila gaji yang
diperoleh sudah berada di bagian puncak kisaran gaji.

Di antara 10 bank besar di Indonesia, besarnya remunerasi PermataBank diposisikan


bukan di barisan paling top. "Maklum, kami bank baru yang harus dikelola secara
efisien. Posisi kami 75% dari remunerasi bank paling top," tegas N. Krisbiyanto. Posisi
ini naik 15% dibandingkan remunerasi PermataBank di awal merger. Total bujet
remunerasi PermataBank kini sekitar Rp 400 miliar per tahun.

Gaji karyawan PermataBank rata-rata 14 kali setahun, termasuk 1 x tunjangan hari


raya dan 1 x tunjangan akhir tahun. Dalam memberikan remunerasi, PermataBank
sepenuhnya mendasarkannya pada prestasi atau kinerja karyawan. Semakin tinggi
prestasi atau kinerja seseorang, semakin besar pula remunerasinya.

Selain gaji pokok, bonus, tunjangan kesehatan (rawat inap dan rawat jalan), Astek,
dan dana pensiun, layaknya bank-bank papan atas lainnya, PermataBank juga
memberikan pinjaman bersubsidi untuk keperluan pembelian rumah, mobil, maupun
untuk kebutuhan darurat. Subsidi diberikan terhadap bunga pinjaman di mana
karyawan peminjam cukup membayar 6% per tahun, selebihnya - �yakni 15% bila
bunga pinjaman 21% per tahun - dibayar perusahaan. Angka ini lebih tinggi dari Bank
Niaga yang hanya membebani karyawan dengan bunga 3% sisanya disubsidi
perusahaan.

Fasilitas ini hanya bisa diperoleh karyawan yang memenuhi syarat, yakni bekerja
minimal 3 tahun dan memiliki kolateral minimal 90% dari pinjaman - sama seperti
peminjam lainnya. Seluruh dokumen kredit, juga kolateral, disimpan di PermataBank.
Ketentuan ini sesuai dengan regulasi BI yang akan mengaudit seluruh pinjaman bank.
Dana pinjaman hanya bisa digunakan untuk membeli rumah pertama, mobil, atau
keperluan darurat, dan tidak bisa digunakan untuk tujuan lain. Kalau ketahuan
menyalahgunakan pinjaman, PermataBank akan mengambil tindakan terhadap si
peminjam. Lama pelunasan pinjaman diserahkan kepada peminjam atau atas dasar
kesepakatan dengan pihak bank. Yang pasti, cicilan pinjaman plus bunganya tidak
boleh melebihi 1/3 dari total gaji peminjam. Pemotongan dilakukan secara otomatis
oleh PermataBank langsung dari gaji yang bersangkutan.
Seluruh cicilan itu harus dilunasi pada saat karyawan berhenti atau pindah kerja ke
perusahaan lain. Bila tetap bermasalah, pihak bank memasukkannya ke bagian
collection seperti layaknya peminjam biasa. Tidak semua karyawan PermataBank
memanfaatkan fasilitas itu. "Hanya 70%," katanya, sambil menambahkan, "Permata-
Bank bakal segera menerapkan system penggajian cleanwage."

PermataBank secara bertahap menghapus fasilitas kendaraan kantor. Kendaraan


dinas kini hanya ada di sejumlah cabang luar Jakarta, yang pemakaiannya diatur
secara ketat. Hanya untuk urusan dinas, dan tidak boleh untuk urusan pribadi.

Survei Gaji Tren Gaji 2004

No. 01 - Maret 2004

Survei terbaru tentang gaji memberikan gambaran besarnya gaji yang diperoleh
karyawan, manajer, dan eksekutif di berbagai jenis industri. Terbukti, besarnya gaji
manajer dan eksekutif Indonesia semakin kompetitif. Bagaimana sebaiknya kebijakan
perusahaan memberikan kompensasi? Bakal naikkah gaji karyawan tahun ini?

Apa yang membuat seseorang berlomba bekerja di perusahaan besar? Alasan


pertama pasti karena gajinya gede dan fasilitasnya oke. Baru disusul oleh berbagai
alasan lainnya, seperti karirnya jelas, fasilitas trainingnya bagus, lingkungan kerjanya
enak, dan seterusnya. Tapi, tunggu dulu. Jangan berharap orang yang
berkemampuan rata-rata atau kurang bisa mendapatkan posisi di perusahaan besar.
Karena dipastikan gaji dan fasilitas yang menarik itu hanya bisa dinikmati orang-
orang terbaik saja. Bagi yang tergolong berkemampuan biasa-biasa saja (mediocre),
mereka harus mencari kerja di perusahaan lain.

Begitulah. Gaji dan fasilitas atau compensation and benefit merupakan alat
perusahaan untuk mendapatkan dan mempertahankan talenta terbaik. Selain itu,
gaji dan fasilitas penting untuk meningkatkan kinerja karyawan. Perusahaan yang
hebat selalu mengaitkan gaji dan fasilitas dengan kinerja karyawan (link rewards to
performance). Makin tinggi kinerja karyawan, makin tinggi penghasilannya dan makin
besar peluang untuk dipromosikan. Begitu pula sebaliknya.

Pentingnya sistem kompensasi dan benefit (sering juga disebut sistem remunerasi)
menyebabkan perusahaan besar selalu menjaga agar sistem remunerasi yang
mereka terapkan bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar lainnya, baik di
industri sejenis maupun di industri berbeda. Maklum, persaingan untuk jabatan
tertentu tidak hanya terjadi antara jabatan yang sama di perusahaan sejenis, tetapi
juga dengan perusahaan di industri berbeda. Jangan sampai mereka menawarkan
sistem remunerasi yang kalah bersaing dengan perusahaan lain. Kalau itu terjadi,
karyawan atau eksekutif yang begitu berharga buat perusahaan bisa hengkang ke
perusahaan lain. Sehingga kinerja perusahaan terancam.

Agar selalu bisa bersaing, perusahaan besar menggunakan hasil survei gaji (salary
survey), baik yang dilaksanakan sendiri maupun dilaksanakan oleh konsultan
independen terkemuka macam Watson Wyatt, Hey Management, dan Hewitt. Dari
survei gaji tersebut perusahaan bisa mengetahui perkembangan remunerasi di pasar
dan menjadi dasar dalam penyusunan sistem remunerasi mereka. PT Astra
International Tbk., holding company dari Grup Astra, melakukan survei gaji sendiri
setiap 2 tahun sekali di samping juga menggunakan hasil survei gaji dari PT Watson
Wyatt Purbajaga. Menurut Julius Aslan, Chief HR Astra, perusahaannya melakukan
survey gaji dengan partisipan sejumlah anak perusahaan Grup Astra dan sekitar 10
perusahaan non-Astra.

Perusahaan-perusahaan non-Astra mau mengikuti survei gaji ini karena hasilnya juga
akan dibagikan kepada mereka. Namun, akhir-akhir ini jumlah partisipan non-Astra
yang mau ikut survei cenderung menurun. "Kami tidak tahu kenapa terjadi
penurunan minat tersebut," tukasnya. Karena pengolahan hasil survei gaji itu juga
ribet sehingga menyita waktu dan tenaga, rencananya mulai 2004 Grup Astra
sepenuhnya mengandalkan hasil survei dari konsultan independen, di mana mereka
juga selama ini ikut.

PT Watson Wyatt Purbajaga merupakan salah satu konsultan independen yang secara
rutin melakukan survei gaji di Indonesia. Setiap tahunnya, tutur Presiden Direktur PT.
Watson Wyatt Purbajaga Lilis Halim, CCP., GRP., perusahaannya melakukan survei
gaji di berbagai industri utama 3 kali, yaitu bulan April, Juli, dan Oktober. Biasanya
perusahaan menaikkan gaji bulan Januari, namun ada juga yang menaikkan gaji pada
bulan April dan Juli. Sehingga kenaikan gaji bulan Januari juga masuk dalam survei
Wyatt. Sedangkan survei pada bulan Oktober digunakan untuk memperbarui data
gaji sepanjang tahun. "Dengan 3 kali survei ini, kami benar-benar mendapatkan
gambaran sebenarnya dari gaji perusahaan setahun penuh," tegas Lilis.

Survei gaji yang dilakukan Wyatt sangat komprehensif dan detil. Industri yang
disurvei sangat beragam karena masing-masing industri memiliki kebijakan
remunerasi berbeda. Wyatt juga membedakan antara perusahaan nasional maupun
perusahaan multinasional (MNC). Hasil survei dikeluarkan Wyatt sesuai kepentingan.
Ada perusahaan yang butuh total remunerasi, termasuk nilai tunai (cash) dari bonus,
aneka tunjangan, dan benefit lain yang diperoleh. Ada pula perusahaan yang hanya
butuh nilai tunai gaji saja. Agar datanya sangat handal, maka Wyatt benar-benar
memilah jenjang jabatan di setiap perusahaan dan menyelaraskannya dengan
jabatan sejenis di perusahaan lain. Misalnya, profesi sekretaris. "Kami bedakan
antara sekretaris eksekutif, sekretaris senior, dan sekretaris yunior," tambahnya.

Perusahaan-perusahaan yang menjadi peserta survei Wyatt bersifat sukarela.


Jumlahnya sangat tergantung dari kondisi industri masing-masing. Peserta survei gaji
perbankan multinasional, umpamanya, berjumlah 9 bank dari 10 bank asing yang
ada di Indonesia. Satu bank asing yang tidak ikut survei 2003 hanya Bankok Bank.
Tetapi, di industri-industri lain, pesertanya bisa mencapai 16 perusahaan. Para
peserta survei otomatis mendapatkan hasil dan analisis survei itu gratis. Sementara
bagi perusahaan yang bukan peserta survei, harus membayar US.000 untuk
mendapatkan hasil survei tersebut.

Adanya hasil survei itu, diakui Executive Director Compliance & Risk Management
Bank Niaga C. Heru Budiargo, sangat membantu perusahaannya dalam memantau
perkembangan pasar dan mengevaluasi posisi Bank Niaga di antara sesama
perusahaan besar lainnya. "Kami selalu menjaga agar masuk dalam 3 bank pemberi
remunerasi terbaik di Indonesia," tukas Direktur yang juga membawahi Human
Resources (HR) Bank Niaga itu. Hasilnya, Bank Niaga termasuk salah satu
perusahaan idaman bagi banyak lulusan terbaik universitas terkemuka.

Soal target remunerasi ini, menurut GM HR PermataBank N. Krisbiyanto, sangat


tergantung dari kemampuan dan level daya saing terhadap pesaing. Sebagai bank
baru hasil merger 5 bank, PermataBank dengan asset sekitar Rp 28 triliun
menjadikan remunerasi 10 bank-bank nasional terbesar sebagai dasar strategi.
"Remunerasi kami berada di atas garis tengah survei gaji paling top di perbankan
nasional," tuturnya, sambil menambahkan, "Angkanya sekitar 75% dari remunerasi
bank paling top."

Julius Aslan dari Astra mengatakan, sistem remunerasi Astra cukup bersaing dengan
perusahaan-perusahaan asing maupun nasional. Astra hanya kalah dari perusahaan
asing macam Citibank atau Unilever. "Kami bukan yang terbaik, tetapi termasuk
papan atas lah," kata insinyur elektro yang belakangan tertarik dengan HR
Management. Dengan sistem remunerasi yang kompetitif itu, Astra berhasil
mendapatkan talenta berprestasi dari perguruan tinggi terkemuka. "Mungkin bukan
yang teratas, tetapi masih tergolong 10 besar," tambahnya.

GAMBARAN MENARIK

Survei gaji terbaru yang dilakukan Wyatt memberikan banyak gambaran menarik.
Pertama, pertumbuhan gaji di berbagai level jabatan relatif stabil beberapa tahun
terakhir. Kenaikan gaji terjadi karena perusahaan harus melakukan penyesuaian
akibat kenaikan inflasi dan biaya-biaya (regular increase). Secara rata-rata di semua
industri, kenaikan gaji tahun 2003 (dibandingkan 2002) berkisar antara 9,8% sampai
17,0%. Kedua, kenaikan gaji level manajemen di tahun-tahun terakhir lebih tinggi
daripada level non-manajemen. Sebelumnya, kenaikan gaji level manajemen
biasanya lebih rendah dibandingkan level staf atau karyawan. Hal ini, menurut Lilis,
karena permintaan terhadap manajemen atas lebih tinggi dibandingkan level di
bawahnya.

Ketiga, industri yang mencatat kenaikan gaji paling tinggi 2003 adalah bidang
distribusi. Ini berkaitan dengan kinerja bisnis produk consumer yang mencatat
pertumbuhan lebih baik dibandingkan dengan industri lainnya. Waktu awal krisis
ekonomi, tingkat remunerasi bidang distribusi sempat anjlok, namun pemulihannya
cukup cepat.

Keempat, perbedaan gaji antara perusahaan besar nasional dan perusahaan asing
untuk level yang sama semakin mengecil. Namun, untuk level bawah, gaji karyawan
perusahaan asing lebih tinggi 20-30% dari gaji level yang sama di perusahaan
nasional. Lilis menilai hal ini terkait dengan standar gaji awal perusahaan asing yang
lebih tinggi sehingga kalaupun ada kenaikan UMP (Upah Minimum Propinsi) mereka
tetap tenang-tenang saja. Sebagai contoh, gaji tenaga teller Citibank bisa mencapai
Rp 2,5 juta per bulan, sedangkan gaji teller bank nasional mungkin hanya Rp 1,5 juta.
Angka-angka ini perolehan kotor, sebelum dipotong pajak, iuran pensiun, dan
sebagainya. Lebih tingginya gaji terendah di perusahaan asing menyebabkan
perbedaan gaji tertinggi dan terendah di perusahaan asing tidak sebesar di
perusahaan lokal.

Lantas, bagaimana tren kenaikan gaji di perusahaan-perusahaan besar Indonesia


tahun 2004? "Kenaikan tetap ada, namun tidak bakal besar, sekitar 9,70% hingga
14,95% lebih," prediksi Lilis. Kenaikan ini lebih untuk mengakomodasikan laju inflasi
yang diperkirakan bisa di bawah 5%. Apalagi, Indonesia dihadapkan pada agenda
Pemilu, sehingga perusahaan cenderung bertindak konservatif. "Walau optimistis,
pengusaha juga bersikap hati-hati, termasuk dalam mengatur pengeluaran,"
sambungnya.

Hasil survei Wyatt menunjukkan, industri yang bakal menaikkan gaji terbesar tahun
2004 adalah bidang teknologi informasi/telekomunikasi (14,95%), disusul oleh
industri produk konsumer (13,96%), perbankan lokal (12,32%), dan industri lainnya.
Industri yang bakal paling kecil menaikkan gaji tahun 2004 adalah industri konstruksi,
karena pertumbuhan bisnis konstruksi tahun ini yang diramalkan sangat lemah.

Astra sendiri, menurut Julius Aslan, menaikkan gaji tahun 2004 sekitar 9% hingga
11%. Kenaikan gaji terbesar dinikmati golongan bawah (I hingga III) sebesar 11%,
dan makin mengecil terhadap golongan yang makin tinggi. Lain lagi dengan
PermataBank. Tahun lalu, terhitung sejak Januari 2003, PermataBank melakukan
penyesuaian gaji berdasarkan kajian job grading dari Hewitt. Job grading ini
diperlukan karena cukup bervariasinya gaji dari karyawan yang berasal dari 5 bank
pembentuk PermataBank. Setelah itu, PermataBank menyusun standar skala gaji
untuk setiap posisi berdasarkan survei gaji dari Wyatt dan Hey.

Dari skala gaji itu, PermataBank menarik garis tengah, yang menjadi acuan
penyesuaian gaji karyawan. Gaji karyawan yang berada di bawah garis tengah
dinaikkan ke garis tengah tahun lalu. Sehingga, kata N. Krisbiyanto, ada karyawan
yang mendapatkan kenaikan gaji tinggi. Sementara karyawan yang sudah
mendapatkan gaji tinggi dalam skala gaji itu tidak mendapatkan kenaikan gaji.
"Prinsip kami memang tidak boleh menurunkan gaji karyawan dari gaji yang mereka
peroleh dari bank asal merger," ungkapnya. Secara umum, total kenaikan gaji 2003
terjadi 15% dengan total pengeluaran untuk remunerasi sekitar Rp 400 miliar.
Kenaikan gaji tahun 2004 masih terfokus pada penyesuaian gaji terhadap skala gaji
yang telah disusun.

Tren kenaikan gaji tahun 2004 di atas tidak otomatis diikuti oleh perusahaan
menengah ke bawah. Juga perusahaan menengah ke atas yang tidak menjadi peserta
survei. Kondisi bisnis dan kemampuan keuangan setiap perusahaan tidaklah sama.
Perusahaan menengah-kecil, misalnya, mungkin belum terlalu memikirkan soal
kenaikan gaji tahun ini, karena masih berjuang untuk memantapkan eksistensi bisnis
perusahaan. "Boro-boro menaikkan gaji, untuk membayar gaji yang ada saja kami
masih sering keteter," ujar Santoso, seorang pengusaha menengah di bidang
garmen. Perusahaan besar yang masih menghadapi beban pinjaman yang besar dan
bisnis yang menurun tentu sulit berpacu dengan yang lain. Memang, tidak semua
perusahaan seberuntung perusahaan besar peserta survei Wyatt.

Idealnya, seluruh perusahaan menaikkan gaji setiap tahunnya, khususnya untuk


mengatasi dampak dari kenaikan inflasi. Kenaikan gaji sebesar laju inflasi saja
sebenarnya bukanlah sebuah kenaikan gaji riil. Kenaikan gaji sebesar laju inflasi
hanya mengamankan gaji yang sudah ada dari kenaikan harga-harga. Sebab, inflasi
akan menggerogoti penghasilan karyawan. Pemikiran ini yang mendorong
pemerintah untuk meminta dunia usaha selalu menyesuaikan gaji karyawan melalui
peninjauan ulang terhadap UMP (Upah Minimum Propinsi) setiap tahunnya.

Perusahaan yang kurang memberi perhatian terhadap kesejahteraan karyawan


dipastikan akan kehilangan orang-orang terbaiknya dan terancam masa depan
usahanya. Di era knowledge economy atau creativity economy saat ini, sumberdaya
manusia muncul sebagai modal utama perusahaan, di atas modal-modal lainnya.
Modal dalam bentuk uang penting, tetapi bukanlah yang terpenting. Sumberdaya
manusia yang handal, profesional, dan terpercaya dengan mudah mendapatkan uang
untuk modal perusahaan. Dalam kondisi seperti ini, manakah yang lebih penting
uang atau sumberdaya manusia sebagai modal usaha?

Tak sulit untuk memberikan jawaban atas pertanyaan ini. Kita telah memasuki era
human capital atau human edge, di mana peran sumberdaya manusia handal sangat
sentral bagi kesuksesan perusahaan jangka pendek, menengah, dan panjang. Oleh
sebab itu, jangan sia-siakan karyawan Anda!

Bahkan, seorang super kreatif dan orang paling kaya di dunia macam William 'Bill'
Gates, pendiri dan Chairman Microsoft Corp. mengakui dahsyatnya dampak dari
human capital itu. "Ajaklah 20 orang terbaik kami untuk hengkang, dan saya bisa
mengatakan bahwa Microsoft akan menjadi perusahaan yang tidak penting alias
biasa-biasa saja." Dengan orang- orang terbaik, Microsoft berhasil mempertahankan
pasarnya dari gempuran hebat para pesaing di berbagai ladang pertempuran.
Pendapatan mereka terus tumbuh, dan itu tercermin dari nilai kapitalisasi pasar
(harga pasar) Microsoft yang terus meroket - kini sekitar US0 miliar. Nilai itu 3 kali
jumlah utang luar negeri Indonesia yang tercatat sekitar US5 miliar.

Orang-orang terbaik adalah asset atau modal utama perusahaan untuk bersaing
hingga kapan pun. Wajar, kalau perusahaan besar dan unggul selalu mencari talenta
terbaik untuk bergabung dan memberikan sistem remunerasi yang sangat kompetitif
agar para bintang korporasi itu tidak hengkang ke perusahaan lain, apalagi kepada
competitor.

You might also like