You are on page 1of 5

Pannavaro Profil Bhante Pannavaro

Beliau merupakan tokoh yang terkemuka dalam linkungan


Buddhis. Disamping memegang Ketua Umum Sangha
Theravada Indonesia, beberapa jabatan masih berada
dipundaknya. Antara lain: Ketua Vihara Mendut, Magelang
dan anggota eksekutif World Buddhist Sangha Council.
Bahkan masih punya waktu untuk aktif sebagai pembicara,
baik di lingkungan Buddhis maupun non Buddhis.

Bhikkhu berperawakan tenang dan lembut ini lahir di Blora


22 Juni 1954. Pernah kuliah di Fakultas Psikologi UGM
pada tahun 1972-1974. Kemudian di Fakultas Filsafat satu
tahun, 1975. Pada tahun 1987, 1990 dan dua kali pada
tahun 1991 mendapat upadhi (penganugerahan gelar
kehormatan) dari Sangha di Sri Langka atas jasanya
membina umat Buddha Indonesia dan menjalin hubungan
erat dengan Sangha di Sri Lanka.

Gelar kehormatannya yaikni: “Sanghanayaka Dhammakitti Sri Saddhammacariya,


Sasanavamsalankara Sasanasobhana Pacavana Visarada, Saddhammakitti Siri
Nanasamvara, Siri Sugatasasanalankara Kittidhara Gana Pamokkhacariya, Silarupa Sobhita
Vissa Kittidhara”.

Dalam kesibukannya dalam perayaan Kathina 2537/1993 penulis berkesempatan


mewawancarainya. Berikut ini petikan wawancara denga Y.M Bhikkhu Sri Pannavaro
Sanghanayaka, di ruang perpustakaan Narada di Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya.

(Tanya) Latar belakang pendidikan tinggi Bhante dari Psikologi, bagaimana ceritanya memilih
Fakultas Psikologi?

(Jawab) Saya pernah kuliah di Fakultas Psikologi tahun 1972-1974, kemudian pernah di
fakultas filsafat satu tahun yaitu 1975. Waktu di Fakultas Psikologi dekannya Prof. Dr.
Masrun di UGM, Yogyakarta. Saya mulai tertarik dan timbil keinginan untuk
melepaskan keduniawian menjadi samanera pada umur 16 tahun. Waktu itu orang tua
saya agak sulit mengizinkan karena pengetahuan agama Buddha mereka minim
sekali. Mereka mengatakan mengapa harus menjadi Bhikkhu? Mungkin dianggap
sekedar menjaga Vihara, melayani orang sembahyang, makan diberi orang lain.
Tetapi alasan itu belum kuat. Maka orang tua mengatakan selesaikan dulu pendidikan
SMAnya. Sayapun menurut nasehat dan setelah lulus SMA, saya ajukan kembali
permohonan menjadi Bhikkhu, orang tua mengatakan masih belum cukup. Kemudian
saya memikirkan apa pendidikan lanjut yang saya pilih. Ada yang mengusulkan kuliah
di psikologi saja. Ini akan banyak membantu dalam menghadapi masyarakat.
Kebetulan waktu itu psikologi di UGM belum favorit seperti sekarang. Kuliah satu
tahun saya ajukan keingina saja, orang tua mengatakan belum cukup, kuliah satu
tahun dapat apa. Dau tahun kuliah, orang tua mengatakan masih belum cukup. Nah,
pada tahun ketiga saya ajukan lagi dengan mengatakan keinginan orang tua sudah
saya ikuti. Lulus SMA harus kuliah sudah saya jalankan, sekarang gantian. Akhirnya
orang tua mengizinkan tapi, ada tapinya.. kuliah harus dilanjutkan terus. Lalu saya
mendaftar di Fakultas Filsafat, kuliah dengan memakai jubah samanera. Namun saya
tidak bisa ikut aktif karena harus memberi ceramah Dharma. Dulu saya berpikir
mengapa orang tua menghalangi, sebab tujuan saya kan baik. Pandangan tentang
kebahagiaan tidak sama, kalau seorang anak bahagia dalam kehidupan masyarakat,

Hal 1 dari 5
Pannavaro Profil Bhante Pannavaro

orang tua ikut bahagia. Tapi kalau kebahagiaan spiritual, apakah orang tua tidak ikut
bahagia! Mengapa orang tua menunda-nunda? Tetapi sekarang saya justru berterima
kasih kepada orang tua terutama kepada ibu bahwa dengan dorongan beliau dapat
memberikan manfaat besar. Bukan hanya manfaat pengetahuan bertambah tetapi
manfaat di dalam kegiatan pengabdian saya. Pengetahuan itu sangat membantu
sekali dalam menghadapi masyarakat. Bagaimana bergaul dengan mereka dan
membawakan Dharma. Minimal kita harus memiliki modal yakni pengetahuan umum
untuk mengerti kehidupan.

(Tanya) Apa dan siapa yang menggerakkan Bhante untuk menjadi anggota Sangha?

(Jawab) Sejak di SD, saya sudah menyukai hal-hal yang bersifat keagamaan, saya mengenal
agama Buddha bukan dari Bhikkhu atau pandita tapi justru dari guru sejarah di SMP.
Guru sejarah dunia menjelaskan tentang agama Buddha, dan tentang kehidupan
Pangeran Siddharta. Saya pertama kali mendengar penjelasan tersebut, timbul kesan
yang sangat mendalam. Sistematis sekali ajaran agama Buddha, jelas sekali
persoalan ini, munculnya persoalan dan menunjukkan jalan berunsur delapan,
sebagai jalan pemecahan persoalan. Jelas sekali…. Ini persoalannya, ini sebabnya
dan ini jalan pemecahannya, mudah menangkap. Saya mula tertarik. Suatu Minggu
sore saya diajak adik saya untuk ikut kebaktian. Saat itulah saya mengenal agama
Buddha secara formal. Membaca paritta, mendengar ceramah. Pada waktu saya di
SMA, untuk pertama kali saya mengenal Bhikkhu Narada Mahathera. Bhikkhu Narada
Mahathera mempunyai metode ceramah yang baik terutama terhadap anak-anak.
Beliau biasanya bercerita lalu mengajukan pertanyaan dan siapa yang dapat
menjawab dapat hadiah. Suatu ketika beliau bertanya “Sang Buddha sudah tidak ada
di dunia ini, bagaimana cara untuk melihat Buddha?” Saya bisa menjawabnya karena
pernah mendengar sabda Sang Buddha sendiri bahwa siapa yang melihat Dharma,
dia akan melihat Buddha. Lalu saya mendapatkan hadiah dan beliau mengatakan,
“:Semoga kamu menjadi Bhikkhu yang baik untuk bangsamu”. Kejadian tersebut
ketika saya berumur 17 tahun. Saya berpikir mendengar ucapan: Jadi Bhikkhu?”. Ah
tidak ada keinginan sama sekali! Tapi satu tahun kemudian timbul keinginan menjadi
Bhikkhu.

Pertama kali timbul dalam pikiran saya adalah menjadi Bhikkhu itu hidupnya
sederhana, kehidupan Bhikkhu tidak sulit seperti apa yang dipikirkan orang. Makan
diberikan, pakaian hanya beberapa potong, tetapi bermanfaat bagi orang banyak
seperti Bhante Narada itu. Suatu ciri-ciri yangluhur, sejak itu saya banyak bertemu
dengan Bhikkhu. Saya menyadari bahwa kebahagiaan dunia tidak ada yang kekal,
contoh: lulus sarjana, diwisuda, senang. Tapi senang itu bisa bertahan hanya
beberapa lama? Kita harus memikirkan kerja! Setelah dapat kerja eh…nggak puas
dan sebagainya. Kejenuhan, kejengkelan, kemarahan, kesenangan, tidak ada yang
kekal.

Kondisi tersebut memperkuat keinginan saya. Dengan menyadari ini bathin kita akan
tenang. Mengenai siapa yang menggerakan saya menjadi anggota Sangha itu, sulit….
sebagai seorang Buddhis apalagi kita mengerti Dharma, suatu perisitwa terjadi karena
banyak faktor. Tidak bisa kita mengatakan menjadi Bhikkhu itukan panggilan! Siapa
yang memanggil? Kalau tak mau pikir panjang memang itulah jawabannya.

Ada cerita begini: Ada seorang Bhikkhu yang sebelumnya dikenalk dengan panggial
OM, Liem, kerja di bank, tidak punya anak, ada angkat anak. Suka membantu vihara,
mengantar para Bhikkhu, pengertian Dharma cukup.Kita selalu menggoda, ayo om
jadi Bhikkhu saja, jawabnya, “ah… tunggu pensiun dulu”. Setelah pensiun kita tanya
lagi, “Sudah pensiun tunggu apa lagi”. Jawabannya, “Tunggu anak angkat saya lulus”.
Anak angkat sudah lulus kita goda lagi. Eh… katanya mau urus istri dulu, Istri
meninggal dunia, anak lulus sekolah, nah alasan apa lagi. Suatu hari om ikut

Hal 2 dari 5
Pannavaro Profil Bhante Pannavaro

rombongan ke Thailand. Eh kopernya ketinggalan dan hilang di airport. Sampai di


vihara baru ketahuan kopernya tidak dibawa! Untung paspor dan uang sedikit ada,
pakaian tinggal yang dikenakannya. Nah, kami mengatakan kepada dia: “Om
sekarang waktunya jadi Bhikkhu” Dari peristiwa ini tidak bisa dikatakan im tersebut
jadi Bhikkhu karena kopernya hilang. Koper hilang hanya salah satu faktor karena
banyak orang yang kopernya hilang tapi tidak ingin jadi Bhikkhu. Kemudian isterinya
meninggal; salah satu faktor juga; sudah pensiun; salah satu faktirl mempunyai
pengertia Dharma; salah satu faktor; kita sering menggoda juga salah satu faktor. Dari
cerita sederhana ini ada enam faktor, semuanya mempengaruhi dan saling
mendukung. Jadi bukan satu faktor menghasilakn kejadian, namun banyak sekali
faktor. Contoh lain pisang goreng, terbentuknya pisang goreng karena ada pisang,
ada tepung, ada gula, ada mingyuaknya, ada penggorengan, dan ada orang dan
kehendak orang lain untuk menggorengnya. Jadi menurut Dharma, yang memanggil
itu adalah kondisi-kondisi. Logika ini sulit untuk menjelaskan kepada mereka yang
tidak mempunyai dasar intelektual.

(Tanya) Bhante, kita ingin mengetahui apa arti nama Bhante yakni Pannavaro? Siapa yang
memberi nama tersebut?

(jawab) Ah… pemberian nama itu kan supaya tidak membinggungkan satu dengan yang lain.
Kalau semua namanya sama tentu membingungkan (kami tertawa mendengar
jawaban Bhante). Saya pernah omong-omong dengan Bhiksu Prajnavira (pimpinan
Majalah Buddhis Indonesia). Panna adalah bahasa Pali kalau Sansekertanya adalah
Prajna. Varo menjadi Vara, jadi dengan Bhiksu Prajnavira bedanya hanya huruf i.
Panna atau Prajna adalah Bijaksana, Varo berarti mulia. Sedangkan yang memberi
nama dalam tradisi kebhikkhuan adalah upajjhaya saya yaitu Y.M Somdet
Nanasamvara di Bangkok.

(Tanya) Lalu siapakah guru pembimbing Dharma Bhante?


(jawab) Bhante Vin, tetapi saya tidak selalu tinggal bersamanya. Saya juga belajar dari banyak
Bhikkhu.

(Tanya) Sabda Sang Buddha yang paling berkesan bagi Bhante?

(jawab) Tergantung konteksnya. Ajaran Sang Buddha pertama kali adalah tentang jangan
berbuat jahat, kemudian tambahkah kebajikan dengan berbuat hal-hal yang
membantu, meringankan penderitaan orang lain. Yang membuat saya kagum sekali
adalah Sang Buddha tidak berhenti disitu saja. Lebih lanjut Sang Buddha mengatakan
sesungguhnya “aku” yang berbuat baik itu tidak ada, yang ada hanya kebaikan.
Contohnya: aku menulis, tidak logis karena tanpa adanya alat tulis atau tempat
menulis, apa yang ditulis? Aku berbuat baik dengan berkhotbah, tidak logis, karena
tanpa adanya orang yang mendengarkan, bagaimana saya bisa disebut berbuat baik?
Jadi sesungguhnya semua yang ada merupakan perpaduan dari unsur-unsur, tidak
ada yang inti yang berdiri sendiri. Untuk bahasa pergaulan dalam masyarakat boleh
memakai kata “aku”, namun untuk kepentingan spiritual kita harus sadar bahwa tiak
ada “aku”. Itulah yang membuat saya kagumakan Dharma. Apabila kita menyadari
maka akan menurunkan kecongkakan, kesombongan, ketinggian hati dan
meningkatkan pikiran suci.

(Tanya) Bhante dikenal sebagai salah seorang openceramah Dharma yang bisa berceramah
memukau perhatian pendengarnya. Dari mana ketrampilan berceramah itu?

(jawab) Ah, itukan kata umat Buddha agar saya tidak bosen memberikan ceramah Dharma,
itukan tik umat saja. (kami kembali ketawa) Begini, saya tidak pernah belajar khusus
tentang teknik ceramah. Saya senang memperhatikan [araBhikkhu berkhotbah.
Dengan demikian saya berusaha untuk membuat nilai sendiri. Kemudian sebelum

Hal 3 dari 5
Pannavaro Profil Bhante Pannavaro

kotbah saya harus sudah membuat persiapan tentang sistematika. Itu penting sekali.
Mulai dari pendahuluan misalnya memnyampaikan pujian, terima kasih atas perhatian
pendengar, lalu masuk materi yang disampaikan, apa Dharma yang akan diberikan
dan terakhir membuat kesimpulan. Sistematika itu sangat penting, tanpa sistematika
apayang harus kita bicarakan kehilangan arah, ruwet. Hal penting lainnya: seorang
pembicara harus yakin apa yang dia bicarakan. Mau tidak mau harus banyak
membaca Saya selalu menngatakan hal tersebut kepada para Bhikkhu.

(Tanya) Filisofi hidup Bhante?

(Jawab) Semakin banyak kita melakukan sesuatu bagi orang banyak, kita akan semakin
merasa hidup ini berarti. Kalau kehadiran saya bisa bermanfaat untuk bukan hanya
puluhan tapi banyak orang, misalnya: saya diundang khotbah Dharma di TV maka
saya merasa saya muncul didunia ini tidak sia-sia. Jadi berbuatlah semakin lebar lagi,
berbuatlah yang bermanfaat untuk semua makhluk. Tiada yang lebih indah pada
kesadaran bahwa hidup kita harus berguna bagi orang banyak.

(Tanya) Bhante, kami ingin mengetahui pandangan Bhante mengenai perkembangan agama
Buddha untuk masa datang di Indonesia?

(Jawab) Agama Buddha akan berkembang pesat di Indonesia. Namun, hendaknya jangan
melihat agama Buddha itu di dalam bentuk yang formal artinya diukur dari banyaknya
umat yang datang ke vihara. Agama Buddha akan berkembang dalam nilai-nilai
Dharma artinya Dharma dapat dijumpai dimana-mana. Yang membuat dia menjadi
Buddhis bukan upacaranya, ritualnya. Jika ada orang yang bukan Buddhis tapi
berpikiran Buddhis, itulah sikap orang Buddhis.

(Tanya) Mengenai sekte Mahayana?

(Jawab) Saya melihat setiap sekte dalam agama Buddha itu mempunyai basic yang sama,
tidak ada perbedaan yang mendasar. Adanya berbagai sekte ini justru membuat
agama Buddha kaya. Kalau tidak berkesesuaian pandangan itu wajar, jangan
ditanggapi dengan permusuhan, kita harus menghadapi dengan sabar. Siapa yang
mengajari kita sabar? Tidak lain adalah mereka yang menentang, memusuhi dan tidak
menyenangi kita. Dan kalau pikiran kita sempit (ego besar) maka akan beranggapan
hanya agamaku yang benar. Kalau lebih sempit lagi (ego lebih besar) hanya sekteku
yang benar, diluar sekteku semuanya salah. Kalau lebih sempitlagi (ego lebih besar
lagi) maka viharaku yang benar, diluar viharaku adalah tidak benar. Lebih besar lagi
ego, hanya diriku yang benar, diluar diriku tidak benar.

(Tanya) Ide yang pernah dihasilakn Bhante dan diterapkan sampai sekarang?
(Jawab) Ah, saya hanya membantu saja semua kegiatan. Keinginan saya adalah meneruskan,
meningkatkan, dan mengembangan ajaran Buddha untuk banyak orang.

(Tanya) Dalam kesibukan Bhante, apakah menyediakan waktu khusus konsultasi dengan
umat? Dan hobby Bhante?

(Jawab) Tidak, saya tidak pernah menyediakan waktu khusus untuk konsultasi. Kalau
kebetulan saya ada di tempat ya silakan. Kalau hobby, sekarang ini hal-hal yang
berhubungan dengan arkeologi (misalnya ukiran di candi-candi) yang menarik
perhatian saya.

(Tanya) Ada kalanya orang berpikir negatif terhadap sesuatu hal walaupun belum tentu
kejadiannya sesuai dengan apa yang dipikirkan.Contoh: seorang ibu memikirkan yang
bukan-bukan ketika anak atau suaminya sampai jam 11 malam belum pulang padahal
biasanya jam 6 sore sudah ada dirumah. Mohon penjelasan Bhante mengenai proses

Hal 4 dari 5
Pannavaro Profil Bhante Pannavaro

kejadiannya bentuk pikiran negatif tersebut!

(Jawab) Kalau seorang ibu mengkhawatirkan anaknya pulang malam itu wajar, karena
tanggung jawab dan kasih sayang. Tapi itu tidak bijaksana bila ia tidak memberikan
pengertian pada anak. Bukan zamannya lagi seorang anak itu tidak boleh ini, tidak
boleh itu. Oleh karenanya anak harus diberi bekal kuat yakni agama itulah yang
menjadi filter bagi anak tersebut. Orang tua jarang ada yang berpikir, apakah anak
saya sudah diberi pendidikan agama? Inilah pokok masalahnya.

(Tanya)Dan proses bentuk pikiran yang menyebabkan orang menjadi rendah diri? Misalnya
karena merasatidak punya uang atau teman, lalu tidak berani ke vihara?

(Jawab) Mengenai rendah diri harus dilihat unsur apa yang menyebabkannya.Mungkin ada
yang minder ke vihara karena viharanya kurang bagus atau dari dirinya sendiri. Jadi
kita mesti meneliti apa penyebabnya. Kita tidak dapat mengatakan kalau kejadian ini
penyebabnya pasti ini. Banyak faktor yang mempengaruhinya.

(Tanya)Pertanyaa terakhir, kesan Bhante terhadap Majalah Buddhis Indonesia?

(Jawab) Menarik, tidak kering akan ilustrasi gambarnya.Umat Buddha perlu memiliki majalah
seperti ini.

(Tanya) Pesan Bhante untuk mereka yang menamakan dirinya pengurus vihara?

(Jawab) Harus ulet, punyailah ketekunan, jadikan kesempatan pengabdian ini untuk
menambah kebajikan. Kebajikan dan kedewasaan.

Link : http://www.geocities.com/Athens/Crete/6468/profil2.html

Hal 5 dari 5

You might also like