You are on page 1of 18

PENGANTAR FARMAKOLOGI

OLEH: FARADINA ROSA PSIK. INTERNASIONAL/III

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA PALEMBANG

KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Pengantar Farmakologi. Makalah ini disusun berdasarkan tugas individu yang diberikan oleh Ibu Dra. Hj. Kisdaryeti, APT. MARS sebagai dosen pengajar dari mata kuliah Farmakologi. Saya berharap makalah ini tidak hanya sebatas kewajiban akan tugas farmakologi namun juga dapat bermanfaat bagi pembaca terutama rekan-rekan mahasiswa. Seperti kata peribahasa Tak ada gading yang tak retak, maka dari itu saya menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak sekali terdapat kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan guna perbaikan tugas-tugas berikutnya.

Palembang, 11 Agustus 2011

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Tujuan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengantar Farmakologi 2.2. Farmakokinetik 2.2.1 Absorpsi 2.2.2 Distribusi 2.2.3 Metabolisme 2.2.4 Ekskresi 2.3. Farmakodinamik 3 5 5 6 6 7 8 1 1 . i .. ii

2.4. Beberapa Istilah Khusus Farmakologi 9 2.5. Pengembangan dan Penilaian Obat 9 2.6. Regulasi Obat BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan 3.2. Saran Daftar Pustaka 14 14 15 12

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Secara bahasa, Farmakologi berasal dari bahasa Yunani, (pharmakon:obat ; logos:ilmu). Farmakologi ialah ilmu yang mempelajari tentang obat-obatan serta interaksi obat tersebut di dalam tubuh. Sedangkan obat itu sendiri ialah zat bioaktif yang mampu mempengaruhi serta menimbulkan efek pada organisme hidup. Perlu diketahui, perkembangan obat itu sendiri sudah ada sejak zaman Yunani Kuno dan mengalami perkembangan terus-menerus hingga saat ini. Farmakologi sebagai ilmu, berfokus pada 2 sub ilmu, yaitu Farmakokinetika (ilmu yang mempelajari nasib obat dalam tubuh dengan proses absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi) dan Farmakodinamika (ilmu yang mempelajari tentang pengaruh obat terhadap jaringan tubuh). Sebagai ilmu obat-obatan, farmakologi tidak lepas dari peran para medis. Termasuk peran perawat dalam memberikan obat kepada pasien. Maka dari itu akan fatal akibatnya jika seorang para medis tidak memahami ilmu ini.

1.2

Tujuan

Tujuan mempelajari farmakologi banyak sekali, terutama bagi profesi keperawatan agar dapat mengetahui jenis obat, dosis obat, serta efek obat terhadap tubuh pasien.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Pengantar Farmakologi

Dalam arti luas Farmakologi ialah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap sel hidup, lewat proses kimia khususnya lewat reseptor. Dalam ilmu kedokteran senyawa tersebut disebut obat, dan lebih menekankan pengetahuan yang mendasari manfaat dan risiko penggunaan obat. Karena itu farmakologi dikatakan sebagai seni menimbang (the art of weighing). Tanpa pengetahuan farmakologi yang baik, seorang dokter bisa membahayakan pasien, karena tidak ada pengetahan mengenai obat dengan baik. Hanya dengan penggunaan yang cermat, obat akan bermanfaat tanpa efek samping yang mengganggu. Penggunaan obat untuk maksud sosial, keagamaan atau pengobatan agaknya telah ada sejak pra-peradaban. Diduga bahwa nenek moyang kita sudah memanfaatkan tumbuhan dan substansi lain sebagai obat, mungkin 5000 tahun yang lalu. Diantara resep yang terekam, terdapat peninggalan dari orang Samaria. Mereka ini mengembara di sungai Tigris dan Euphrate 5000 tahun yang lau. Diantara resep-resep itu yang masih ada, terlihat adanya penggunaan garam sampai akar-akaran, bijibijian, kulit pohon, dan lain-lain. Bila dilihat dari sudut manfaat pengobatannya, resep-resep itu tidak ada artinya, atau bahkan tidak masuk akal. Misalnya ada resep orang Mesir Kuno untuk mengobati

kebutaan yang antara lain terdiri atascampuran mata babi, antimon dan madu. Campuran ini harus dituang ke dalam telinga pasien. Orang Mesir yang botak dinasehati memakai campuran lemak singa, lemak kuda nil, lemak buaya, lemak kucing, lemak ular, Memang ada kemungkinan secara farmakologi dapat dibenarkan. Orang Mesir Kuno mengobati buta senja dengan memakai hati sapi, dipanggang dan digerus. Buta senja memang disebabkan oleh kekurangan vitamin A dan vitamin A banyak terdapat di dalam hati. Contoh lain, ekstrak akar pohon tertentu, dipakai untuk mengobati cacing gelang, ternyata mengandung zat pembunuh cacing yang kuat. Banyak obat yang ada sekarang ini sudah ada sejak dahulu. Antibiotika, yang berasal dari sejenis jamur, umumnya dianggap sebagai obat modern. Akan tetapi orang Cina sudah mengobati bisul dengan ramuan jamur sekitar tahun 2500 Sebelum Masehi. Orang Yunani memakai ekstrak kulit pohon tertentu untuk mengobati pasien yang demam. Ternyata aspirin erat kaitannya dengan ekstrak ini. Baru pada pertengahan abad ke-19 usaha dibidang obat maju pesat, terutama di Amerika Serikat. Namun obat-obat yang dipasarkan waktu itusebagian besar tidak bermanfaat, meskipun tidak berbahaya. Perlu diingat bahwa tujuan dari pemberian obat adalah untuk membantu proses penyembuhan alami tubuh. Obat yang kini beredar berasal dari pelbagai sumber, sperti tumbuh-tumbuhan, hewan, mineral, bakteri dan substensi sinetis. Kebanyakan obat modern adalah sinetis, artinya dirakit di laboratorium. Sebagian besar obat modern sekarang ini ditemukan dalam kurun waktu 50 tahun terakhir ini.

Sebelum sebuah obat dapat dipasarkan, obat itu harus lulus uji coba dulu, mula-mula uji laboratorium pada hewan, kemudian uji klinis (pada sukarelawan). Obat didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk mencegah, mengobati, mendiagnosis penyakit atau gangguan, atau menimbulkan suatu kondisi tertentu. Farmakologi sebagai ilmu berbeda dari ilmu lain, secara umum farmakologi erat kaitannya dengan ilmu dasar maupun ilmu klinik. Jadi, farmakologi ialah ilmu yang mengintegrasikan ilmu kedokteran dasar, dan menjembatani ilmu preklinik dan ilmu klinik. Farmakologi mempunyai keterekaitan khusus dengan Farmasi, yaitu ilmu mengenai cara membuat, memformulasi, meyimpan, dan menyediakan obat. Farmakognosi termasuk ilmu farmasi yang menyangkut cara pengenalan tanaman dan bahan-bahan lain sebagai sumber obat dari alam. Farmakologi terutama terfokus pada 2 subdisiplin, yaitu farmakokinetik dan farmakodinamik. Farmakonetik adalah ilmu yang mempelajari tentang perjalanan obat dalam tubuh, yang melalui proses Absorbsi, Distribusi, Metabolisme, Ekskresi. Farmakodinamik menyangkut pengaruh obat terhadap sel hidup, organ atau makhluk, secara keseluruhan berhbungan erat dengan fisiologi, biokimia, dan patologi. Farmakoterapi berhubungan dengan penggunaan obat di klinik, dan sekarang berkembang menjadi farmakologi klinik. farmakologi klinik.

2.2

Farmakokinetik

Farmakokinetik atau kinetika obat nasib obat dalam tubuh atau efek tubuh terhadap obat. Armakokinetik mencakup 4 proses absorpsi (A), distribusi (D), metabolisme (M), dan ekskresi(E)

2.2.1

Absorpsi

Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam darah. Bergantung pada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah saluran cerna (,ulut sampai dengan rectum), kulit, paru, otot, dan lain-lain. Yang terpenting adalah cara pemberian obat peroral, dengan cara ini tempat absorpsi utama adalah usus halus karena memiliki permukaan absorpsi yang sangat luas, yakni 200 m2 (panjang 280 cm, diameter 4cm, disertai dengan vili dan mikrovili). Pemberian obat di bawah lidah hanya untuk obat yang sangat larut dalam lemak, karena luas permukaan absorpsinya sangat kecil, sehingga obat harus melarut dan diabsorpsi dengan sangat cepat, misalnya nitrogliserin. Pada pemberian obat melalui rectal, misalnya untuk pasien yang tidak sadar atau muntah, hanya 50% darah dari rectum yang melaui vena porta, sehingga eliminasi lintas pertam,a oleh hati juga hanya 50%. Akan tetapi, absorpsi obat melalui muksa rectum sering kali tidak teratur dan tidak lengkap, dan banyak obat menyebabkan iritasi mukosa rectum. Absorpsi sebagian besar obat secara difusi pasif, maka sebagai barier absorpsi adalah membran sel epitel saluran cerna, yang seperti halnya semua membrane di sel tubuh

kita merupakan lipid bilayer. Dengan demikian agar dapat melintasi membran sel tersebut, molekul obat harus mempunyai kelarutan lemak. Kecepatan difusi berbanding lurus dengan derajat kelarutan lemak molekul obat.

2.2.2

Distribusi

Dalam darah obat akan diikat oleh protein plasma dengan berbagai ikatan lemah (ikatan hidrofobik, van der Waals, hydrogen dan ionik) Obat yang terikat pada protein plasma akan dibawa oleh darah ke seluruh tubuh. Obat bebas akan keluar ke jaringan: ke tempat kerja obat, ke jaringan tempat depotnya, ke hati (dimana obat mengalami metabolisme menjadi metabolit yang dikeluarkan melalui empedu atau masuk kembali ke darah), dan ke ginjal (dimana obat metabolitnya di ekskresikan ke urine). Di jaringan, obat yang larut air akan tetap berada diluar sel (di cairan interstisial), sedangkan obat yang larut lemak akan berdifusi melintasi membran sel dan masuk ke dalam sel, tetapi karena perbedaan pH di dalam sel (pH=7) dan di luar sel (pH=7,4), maka obat-obat asam lebih banyak di luar sel dan obat-obat basa lebih banyak di dalam sel.

2.2.3

Metabolisme

Metabolisme obat terutama terjadi di hati, yakni di membrane endoplasmic reticulum (mikrosom) dan di cytosol. Tempat metabolisme yang lain (ekstrahepatik) adalah:

dinding usus, ginjal, paru, darah, otak, dan kulit, juga di lumen kolon (oleh flora usus). Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang nonpolar (larut lemak) menjadi polar (larut air) agar dapat di ekskresi melalui ginjal atau empedu. Dengan perubahan ini obat aktif umumnya diubah menjadi inaktif, tapi sebagian berubah menjadi lebih aktif (jika asalnya prodrug), kurang aktif, atau menjadi toksik. Reaksi metabolisme yang terpenting adalah oksidasi oleh enzim cytochrome P450 (CYP), yang disebut juga enzim mono-oksigenase, atau MFO (mixed-function oxidase), dalam endoplasmic reticulum (mikrosom) hati. Ada sekitar 50 jenis isoenzim CYP yang aktif pada manusia, tetapi hanya beberapa yang beberapa yang penting untuk metabolisme obat.

2.2.4

Ekskresi

Organ terpenting untuk eksresi obat adalah ginjal. Obat di ekskresi melalui ginjal dalam bentuk utuh maupun bentuk metabolitnya. Ekskresi dalam bentuk utuh atau bentuk aktif merupakan cara eliminasi obat melalui ginjal. Eksresi melalui ginjal melibatkan 3 proses, yaknifiltrasi glomerulus, sekresi aktif di tubulus proksimal, dan reasorbsi pasif disepanjang tubulus. Fungsi ginjal mengalami kematangan pada usia 6-12 bulan, dan setelah dewasa, menurun 1% per tahun. Ekskresi melalui ginjal akan berkurang jika terdapat gangguan fungsi ginjal. Lain halya dengan pengurangan fungsi hati yang tidak dapat dihitung, pengurangan fungsi

ginjal dapat dihitung berdasarkan pengurangan klirens kreatinin. Dengan demikian, pengurangan dosis obat pada gangguan fungsi ginjal dapat dihitung. Ekskresi obat yang kedua penting adalah melalui empedu ke dalam usus dan keluar bersama feses. Ekskresi melaui paru terutama untuk eliminasi gas anestetik umum. Ekskresi dalam ASI, saliva, keringat, dan air mata secara kuantatif tidak penting. Ekskresi ini bergantung terutama pada difusi pasif dari bentuk nonion yang larut lemak melaui sel epitel kelenjar dan pada pH. Ekskresi dalam ASI meskipun sedikit, penting artinya karena dapat menimbulkan efek samping pada bayi yang menyusu pada ibunya. ASI lebih asam daripada plasma, maka lebih banyak obat-obat basa dan lebih sedikit obat-obat asam terdapat dalam ASI daripada dalam plasma. Ekskresi dalam saliva: kadar obat dalam saliva sama dengan kadar obat bebas dalam plasma, maka saliva dapat digunakan untuk mengukur kadar obat jika sukar untuk memperoleh darah. Ekskresi ke rambut dan kulit: mempunyai kepentinga forensik.

2.3

Farmakodinamik

Farmakodinamik ialah subdisipin farmakologi yang mempelajari efek biokimiawi dan fisiologi obat, serta mekanisme kerjanya. Tujuan mempelajari mekanisme kerja obat ialah untuk meneliti efek utama obat, mengetahui interaksi obat dengan sel, dan mengetahui urutan peristiwa serta sprektum efek dan respons yang terjadi. Pengetahuan yang baik mengenai hal ini merupakan dasar terapi rasional dan berguna dalam sintesis obat baru.

2.4

Beberapa Istilah Khusus Farmakologi

SPESIFISITAS dan SELEKTIFITAS Suatu obat dikatan spesifik jika kerjanya terbatas pada satu jenis redeptor, dan dikatakan selektif jika menghasilkan hanya satu efek pada dosis rendah dan efek lain baru timbul pada dosis yang lebih tinggi. Selektifitas obat dinyatakan sebagai hubungan antara dosis terapi dan dosis obat yag menimbulkan efek toksik. Hubungan ini disebut juga indeks terapi atau batas keamanan obat (margin of safety). Indeks terapi anya berlaku untuk satu efek terapi, maka obat yang mempunyai beberapa efek terapi juga mempunyai beberapa efek terapi. Misalnya aspirin, indeks terapinya sebagai analgesic lebih besar dibandingkan dengan indeks terapinya sebagai antireumatik, karena dosis antireumatik dosisnya lebih besar daripada dosis analgesic. Meskipun perbandingan dosis untuk efek terapi dan efek toksik ini sangat berguna untuk suatu obat, data demikian sulit diperoleh dari penelitian klinik. Umumnya dalam uji klinik, selektivitas obat dinyatakan secara tidak langsung, yakni sebagai (1). Pola dan insidens efek samping yang ditimbulkan obat dalam dosis terapi, dan (2). Persentase pasien yang menghentikan obat atau m,enurunkan dosis obat akibat efek samping.

2.5

Pengembangan dan Penilaian Obat

PENGUJIAN pada HEWAN COBA Sebelum calon obat baru ini dapat dicobakan pada manuia, dibutuhkan waktu beberapa tahun untuk meneliti sifat farmakodinamikdan farmakokinetik serta efek

toksikya pada hewan coba. Dalam studi farmakokinetik ini tercakup juga pengembangan teknik analisis untuk mengukur kadar senyawa tersebut dan metabolitnya dalam cairan biologik. Semuanya ini diperlukan untuk memperkirakan dosis efektif dan memperkecil risiko penelitian pada manusia. Studi toksikologi pada hewan umumnya dilakukan dalam 3 tahap, masing-masing pada 2-3 spesies hewan coba. Penelitian toksisitas akut bertujuan mencari besarnya dosis tunggal yang membunuh 50% dari sekelompok hean coba (LD50). Pada tahap ini sekaligus diamati gejala toksik dan perubahan patologi organ pada hewan yang bersangutan. Penelitian toksisitas jangka panjang bertujuan meneliti efek toksik pada hewan coba setelah pemberian obat ini secara teratur dalam jangka panjang dan dengan cara pemberian seperti pada pasien nantinya. Lama pemberian bergantung pada lama pemakaian nantinya pada pasien. Di sini diamati fungsi dan patologi organnya. Penelitian toksisitas khusus meliputi penelitian terhadap sistem reproduksi termasuk teratogenisitas, uji karsinogenisitas, dan mutagenisitas, serta uji ketergantungan.

PENGUJIAN PADA MANUSIA (UJI KLINIK) Pada dasarnya uji klinik memastikan efikasi, keamanan, dan gambaran efek samping yang sering timbul pada manusia akibat pemberian suatu obat. Uji klinik ini terdiri dari uji fase I sampai IV. UJI KLINIK FASE I. Fase ini merupakan pengujian suatu obat baru untuk pertama kalinya pada manusia. Yang diteliti disini ialah keamanan dan tolerabilitas obat,

bukan efikasinya, maka dilakukan pada sukarelawan sehat, kecuali untuk obat yang toksik (mialnya sitotatik), dilakukan pada pasien karena alasan etik. UJI KLINIK FASE II. Pada fase ini obat dicobakan untuk pertama kalinya pada pasien yang kelak akan diobati dengan obat ini. Tujuannya ialah melihat apakah obat ini memiliki efek terapi. Fase II ini dilaksanakan oleh dokter ahli farmakologi klinik dan dokter ahli klinik dalam bidang yang bersangkutan. Mereka harus ikut berperan dalam membuat protokol penelitian yang harus diikuti dengan ketat. UJI KLINIK FASE III. Uji klinik fase III ditujikan untuk memastikan efikasi terapi dari obat baru dan untuk mengetahui kedudukannya dibandingkan dengan obat standar. Uji klinik ini sekaligus akan menjawab pertanyaan mengenai (1) efeknya jika digunakan secara luas dan diberikan oleh para dokter yang kurang ahli; (2) efek samping lain yang belum terlihat pada fase II; dan (3) dampak penggunaannya pada pasien yang tidak diseleksi secara ketat. UJI KLINIK FASE IV. Fase ini sering disebut postmarketing drug surveillance karena merupakan pengamatan terhadap obat yang telah dipasarkan. Fase ini bertujuan menentukan pola penggunaan obat di masyarakat serta pola efektifitas dan keamanannya pada penggunaan yang sebenarnya. Survei ini tidak terikat pada protokol penelitian; tidak ada ketentuan tentang pemilihan pasien, besarnya dosis, dan lamanya pemberian obat. Pada fase ini kepatuhan pasien makan obat merupakan masalah.

2.6

Regulasi Obat

Obat merupakan bahan yang diregulasi oleh pemerintah, dalam hal ini Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Segala pengaturan pembuatan, pelabelan, distribusi, dan penjualannya diatur oleh badan ini, melalui undang-undang dan peraturan. Tujuan regulasi ialah melindungi konsumen dan efek merugikan karena kualitas atau keamanannya. Sayangnya pengamanan undang-undang dan peraturan di negara kita masih lemah sehingga tujuan seringkali tidak tercapai. Di Indonesia obat yang beredar dikelompokkan dalam 5 kelompok: Obat daftar G (bahasa Belanda: Gevaarliijk, yang artinya berbahaya) yang seharusnya hanya dapat diperoleh melalui resep dokter. Obat ini dianggap tidalk aman, atau penyakit yang menjadi indikasi obat tidak mudah didiagnosis oleh awam. Obat golongan ini bertanda dot merah. Obat daftar O (dari kata Opium) yakni golongan opiat, yang diawasisecara ketat untuk membatasi penyalahgunaannya. Obat daftar W (bahasa Belanda: Waarschuwig, yang artinya peringatan) yakni obat bebas terbatas, penjualannya dibatasi hanya di apotik atau depot obat berijin; bertanda dot biru. Obat bebas yang boleh dijual dimana saja, diberi tanda dot hijau. Obat tradisional yakni obat yang mengandung tanaman obat herbal, ditandai dengan tanda khusus. Ada 3 kategori obat tradisional di Indonesia: (1) jamu yaitu herbal yang masih berbentuk simplisia; (2) herbal terstandar yang bahan bakunya

mempunyai standar tertentu; dan (3) fitofarmaka yaitu herbal terstandar yang sudah melalui uji klinik. Badan Pengawasan Obat dan Makanan masih meregulasi bahan-bahan lainnya, yaitu suplemen makanan yang mengandung vitamin dan mineral yang ditujukan untuk mencegah kekurangan vitamin dan mineral; makanan yang dikemas; dan alat kesehatan. Bahan yang disebut pangan fungsional ialah makanan yang dianggap berfungsi menjaga kesehatan antara lain, serat, omega 3, dan omega 6. Obat wajib apotik yaitu obat daftar G yang boleh diberikan oleh apoteker pada pasien yang sebelumnya telah mendapatnya dari dokter; biasanya untuk penggunaan obat jangka panjang atau pada kondisi tertentu.

BAB III PENUTUP

3.1

Kesimpulan

Farmakologi adalah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap sel hidup, lewat proses kimia khususnya lewat reseptor. Farmakologi mempunyai keterekaitan khusus dengan Farmasi, yaitu ilmu mengenai cara membuat, memformulasi, meyimpan, dan menyediakan obat. Farmakologi terfokus pada 2 subdisiplin, yaitu farmakokinetik dan farmakodinamik. Farmakokinetik atau kinetika obat nasib obat dalam tubuh atau efek tubuh terhadap obat. Armakokinetik mencakup 4 proses absorpsi (A), distribusi (D), metabolisme (M), dan ekskresi(E). Farmakodinamik ialah subdisipin farmakologi yang mempelajari efek biokimiawi dan fisiologi obat, serta mekanisme kerjanya.

3.2

Saran

Diharapkan untuk pembaca terutama mahasiswa yang mengambil jurusan di bidang kesehatan dapat mengerti dan memahami tentang jenis obat, dosis obat, serta efek obat terhadap tubuh pasien itu sendiri sehingga dapat membantu mahasiswa dalam proses pengobatan pasien dan dengan secara tidak langsung dapat mengurangi kesalahan dalam proses proses keperawatan nantinya.

Daftar Pustaka

Gan, Sulistia. 2009. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI http://sridana.wordpress.com/2008/08/17/3/ http://irwanfarmasi.blogspot.com/2009/05/pengantar-farmakologikeperawatan_29.html Gan, Sulistia. 2009. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

You might also like