You are on page 1of 10

C.

Statistika dan Teori Peluang Sebagai Sarana Berpikir llmiah

Statistik berasal dari bahwa latin, yaitu status yang berarti Negara yang memiliki persamaan arti dengan state dalam bahasa Inggris yang berarti negara atau untuk menyatakan hal-hal yang berhubungan dengan ketatanegaraan. Pada awalnya statistik hanya berkaitan dengan sekumpulan angka mengenai penduduk suatu daerah atau negara dan pendapatan masyarakat.Pada mulanya kata statistik diartikan sebagai kumpulan bahan keterangan (data) baik yang berwujud angka maupun yang bukan angka, yang mempunyai arti penting dan kegunaan yang besar bagi negara. Statistika merupakan sekumpulan metode untuk membuat keputusan dalam bidang keilmuan yang melalui pengujian-pengujian yang berdasarkan kaidah-kaidah statistik. Bagi masyarakat awam kurang terbiasa dengan istilah statistika, sehingga perkataan statistik biasanya mengandung konotasi berhadapan dengan deretan angka-angka yang menyulitkan, tidak mengenakan, dan bahkan merasa bingung untuk membedakan antara matematika dan statistik. Berkenaan dengan pernyataan di atas, memang statistik merupakan diskripsi dalam bentuk angka-angka dari aspek kuantitatif suatu masalah, suatu benda yang menampilkan fakta dalam bentuk hitungan atau pengukuran. Statistika merupakan salah satu sarana berpikir ilmiah yang dapat menentukan sebagai sarana berpikir untuk memproses pengetahuan secara ilmiah. Dalam fungsinya sebagai alat metode ilmiah, maka statistika membantu melakukan generalisasi atau menarik kesimpulan umum tentang sifat suatu peristiwa secara lebih pasti, yaitu terhindar dari faktor kebetulan. Dalam penelitian terdapat keadaan dimana kita harus menarik kesimpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat individual. Jika kita akan meliput kasus-kasus sebagai keseluruhan populasi tanpa statistika, sepertinya hal tersebut tidak mungkin untuk dilakukan. Di sinilah letak keunggulan statistika, sehingga peneliti merasa beruntung karena terbuka jalan keluar. Dengan statistika dapat ditarik kesimpulan yang bersifat umum dengan membatasi pengamatan hanya kepada sebagian dari populasi yang bersangkutan. Untuk itu tersedia teknik pengambilan sampel sesuai dengan persyaratan metode ilmiah. Adalah benar bahwa dengan pengamatan seluruh populasi secara sensus akan diperoleh pengetahuan dengan kebenaran ilmiah yang sangat teliti menuju kebenaran yang mutlak. Akan tetapi dengan adanya statistika, penggunan sampel menjadi efisien dan ekonomis, yang didukung pula oleh teori keilmuan yang tidak menganut pencapaian pencapaian pengetahuan yang bersifat absolut. Namun yang penting adalah bahwa dari sampel populasi yang terbatas, diperoleh kebenaran ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan berkat persyaratan metode

ilmiahnya terpenuhi. Adapun kunci keunggulan statistika sebagai sarana berpikir ilmiah berupa alat metode ilmiah terletak pada konsep peluang yang mendasari teori statistika. Dengan semikian, penarikan kesimpulan yang bersifat umum mempunyai peluang untuk benar dan tingkat peluang kebenaranya itu dapat dihitung secara pasti. Statistika juga memberi kemampuan untuk menguji peluang kebenaran kausal di mana terlibat dua atau lebih variabel. Teori peluang sebenarnya merupakan cabang dari matematika, sedangkan statistika sendiri adalah merupakan disiplin ilmu yang mandiri. Statistika terapan meliputi teknik penarikan kesimpulan, mengambil sampel dari populasi, menghitung peluang dan sebagainya. Dengan demikian, maka siklus empiris metode ilmiah tercapai secara lengkap dengan dikuasainya statistika untuk menarik kesimpulan ilmiah yang sah. Hal ini berati pula bahwa matematika sebagai sarana penalaran deduktif pada tempatnya diimbangi secara sepadan dengan statistika sebagai sarana penalaran induktif, sehingga terjadi proses berpikir ilmiah yang utuh dan tangguh, sebagai alat metode ilmiah yang ampuh untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum secara sah. Pada dasarnya cabang-cabang ilmu tersebut berkembang dari 2 cabang utama, yakni filsafat alam yang kemudian menjadi rumpun ilmu-ilmu alam (natural sciences) dan filsafat moral yang kemudian berkembang kedalam cabang ilmu-ilmu sosial (social sciences). Selanjutnya ilmu-ilmu alam membagi diri menjadi 2 kelompok lagi, yakni ilmu alam (physical sciences) dan ilmu hayat (biological sciences).

1. Sejarah Perkembangan Statistika Sekitar tahun 1645, Chevalier de Mere, seorang ahli matematika amatir, mengajukan beberapa permasalahan mengenai judi kepada seorang ahli matematika Prancis Blaise Pascal (1623-1662).Tertarik dengan permasalahan yang berlatar belakang teori ini dan kemudian mengadakan korespondensi dengan ahli matematika Prancis lainnya Piere de Fermat (1601 1665 ), dan keduanya mengembangkan cikal bakal teori peluang. Peluang yang merupakan dasar dari teori statistika, merupakan konsep baru yang tidak dikenal dalam pemikiran Yunani kuno, Romawi bahkan Eropa dalam abad pertengahan. Teori mengenai kombinasi bilangan sudah terdapat dalam aljabar yang di kembangkan sarjana muslim namun bukan dalam lingkup teori peluang. Begitu dasar-dasar peluang ini dirumuskan maka dengan cepat bidang telaahan ini berkembang. Statistika berakar dari teori peluang, Descartes, ketika mempelajari hukum di

Universitas Poitiers antara tahun 1612 sampai 1616, juga bergaul dengan teman-teman yang suka berjudi. Sedangkan, pendeta Thomas Bayes pada tahun 1763 mengembangkan teori peluang subyektif berdasarkan kepercayaan seseorang akan terjadinya suatu kejadian. Teori ini berkembang menjadi cabang khusus dalam statestika sebagai pelengkap teori peluang yang bersifat subyektif. Peluang yang merupakan dasar dari teori statistika, merupakan konsep yang tidak dikenal dalam pemikiran Yunani Kuno, Romawi, bahkan Eropa pada abad pertengahan. Sedangkan teori mengenai kombinasi bilangan sudah terdapat dalam aljabar yang dikembangkan sarjana Muslim, namun bukan dalam lingkup teori peluang 2. Logika dan Statistika Menurut Bakry, 1996) dalam rangka penelaahan sarana berpikir ilmiah ini, logika dan statistika yang sebagai sarana induktif hanya akan dibahas secara umum saja, yakni pola induksi imiah dan penyimpulan kausal yang merupakan sebab akibat induktif. Penalaran induktif dalam bidang ilmiah yang bertitik tolak pada sejumlah hal khusus untuk sampai pada suatu rumusan umum sebagai hukum ilmiah, maka secara berurutan sebagai proses penalaran dapatlah disusun sebagai berikut: 1. Observasi dan eksperimen. Langkah pertama adalah mengumpulkan fakta-fakta khusus. Metode khusus yang digunakan adalah observasi (pengamatan) dan eksperimen. Observasi harus dikerjakan seteliti mungkin, eksperirnentasi terjadi untuk membuat atau mengganti objek atau hal-hal yang harus dipelajari. Observasi pendahuluan dalam sesuatu hal yang baru mungkin hanya sekedar bersifat penjajagan untuk membatasi persoalannya, tetapi dibalik tahap elementer ini observasi tersebut diberi petunjuk oleh sesuatu teori atau sekumpulan pengetahuan dalam bidangnya sehingga observasi dan eksperimennya bersifat selektif. Observasi ini disertai juga dengan penggolongan yang merupakan satu langkah di luamya. 2. Hipotesis ilmiah. Langkah kedua dalam induksi ialah perumusan hipotesis. Hipotesis ialah suatu dalil sementara yang diajukan berdasarkan pengetahuan yang terkumpul sebagai petunjuk bagi penelitian lebih lanjut. Hipotesis ilmiah yang dimaksudkan ialah dalil sementara atas dasar observasi dan penggolongan yang didukung oleh pengetahuan ilmiah. Hipotesis ilmiah harus memenuhi syarat sebagai berikut: (a) Hipotesis harus dapat diuji kebenarannya dengan cara membandingkan dengan fakta

yang diamati. (b) Hipotesis harus terbuka dan dapat meramalkan bagi pengembangan konsekuensinya. (c) Hipotesis harus runtut dengan dalil-dalil atau prinsip-pririsip yang sudah dianggap benar. (d) Hipotesis harus dapat menjelaskan fakta-fakta yang dipersoalkan. 3. Verifikasi dan pengukuhan. Langkah ketiga dalam penalaran induktif ialah mengadakan

verifikasi. Hipotesis adalah sekedar perumusan dalil sementara yang harus dibuktikan atau diterapkan terhadap fakta-fakta alau juga diperbandingkan dengan fakta-fakta lain untuk diambil kesimpulan umum. Statistika mampu memberikan secara kuantitatif. Tngkat ketelitian dari kesimpulan yang ditarik tersebut, makin banyak bahan bukti yang diambil maka makin tinggi pula tingkat ketelitian kesimpulan tersebut. Demikian sebaliknya makin sedikit bahan bukti yang mendukungnya semakin rendah pula tingkat ketelitiannya. Menverifikasi adalah membuktikan bahwa hipotesis ini adalah dalil yang sebenarnya. Ini juga mencakup generalisasi, untuk menemukan hukum atau dalil umum sehingga hipotesis tersebut menjadi suatu teori. 4. Teori dan hukum ilmiah. Hasil terakhir yang diharapkan dalam induksi ilmiah ialah untuk sampai pada hukum ilmiah. Persoalan yang dihadapi oleh induksi ialah untuk sampai pada suatu dasar yang logik bagi generalisasi dengan tidak mungkinnya semua hal diamati, atau dengan kata lain untuk menentukan pembenaran yang logik bagi penyimpulan berdasarkan beberapa hal untuk diterapkan bagi semua hal. Untuk diterapkan bagi semua hal ini harus merupakan suatu hukum ilmiah yang derajatnya dengan hipotesis adalah lebih tinggi. Suatu hipotesis dapat dipandang sebagai yang paling awal atau paling rendah di dalam urut-urutan derajatnya. Bila bahan-bahan bukti yang mendukung telah terkumpul, maka hipotesis itu kemudian dapat memperoleb derajat sebuah teori, dan bila teori itu saling berhubungan secara sistematis dan dapat menerangkan setiap peristiwa yang diajukannya hanya sebagai contoh, maka teori itu dapat dipandang sebagai hukum ilmiah (Herbert l_ Searles, 1956).

3. Teori Peluang Peluang diperlukan untuk mengetahui ukuran atau derajat ketidakpastian suatu peristiwa. Di dalam statistik, peluang dipakai antara lain terkait dengan cara pengambilan sampel dari suatu populasi. Mengundi dengan sebuah mata uang logam atau sebuah dadu, membaca temperatur dengan termometer tiap hari, menghitung barang rusak yang dihasilkan tiap hari, mencatat banyak kendaraan yang melalui pertigaan jalan tertentu setiap jam, dan masih banyak contoh yang lain, merupakan eksperimen yang dapat diulangi. Semua hasil yang mungkin terjadi bisa dicatat. Segala bagian yang mungkin didapat dari hasil ini dinamakan peristiwa.

Contoh: Eksperimen mencatat banyak kendaraan yang melalui sebuah tikungan X setiap jam. Hasilnya bisa didapat 0, 1, 2, 3, buah kendaraan setiap jam yang melalui tikungan

X. Beberapa peristiwa yang didapat misalnya: tidak ada kendaraan selama satu jam, lebih dari tiga kendaraan selama satu jam, ada 6 kendaraan dalam satu jam, dsb. Simbol untuk menyetakan peristiwa misalnya dengan huruf besar A, B, C, .baik disertai indeks atu tidak. Misal: A berarti tidak ada kendaraan yang melalui tikungan dalam satu jam. B berarti ada 10 kendaraan yang melalui tikungan dalam satu jam, dsb.

Definisi: Dua peristiwa atau lebih dinamakan saling ekslusif jika terjadinya peristiwa yang satu mencegah terjadinya yang lain.

Contoh: 1. Jika E menyatakan suatu peristiwa terjadi, maka E digunakan untuk menyatakan peristiwa itu tidak terjadi. Peristiwa-peristiwa E dan E jelas saling eksklusif. 2. Jika E menyatakan barang yang dihasilkan rusak, maka E digunakan untuk menyatakan barang yang dihasilkan tidak rusak. Dua peristiwa E dan E jelas saling eksklusif. 3. Jika muka G dan muka H digunakan untuk menyatakan dua sisi dari mata uang logam yang homogin, maka bila dilakukan pengundian dengan mata uang logam tersebut muka antara muka G dan muka H tidak akan pernah muncul secara bersamaan. Muka G dan muka H merupakan dua peristiwa yang saling ekslusif. 4. Sebuah dadu dengan muka 6 memiliki muka satu (1 titik), muka dua (2 titik), muka tiga, , muka enam. Bila dilakukan pengundian dengan dadu akan tampak hanya ada satu muka yang menghadap ke atas. Dalam hal ini akan didapat enam peristiwa yang saling eksklusif.

Definisi: Jika peristiwa E dapat terjadi sebanyak n kali di antara N peristiwa yang saling eksklusif dan masing-masing terjadi dengan kesempatan yang sama, maka peluang peristiwa E terjadi adalah n/N dan dinyatakan dengan P(E) = n/N.

Contoh: 1. Pengundian dengan mata uang logam yang homogen dengan muka G dan muka H untuk menyatakan kedua sisinya. Jika E = muka G di atas, maka P(E) = P(muka G di atas) = dan P(E) = P(H) =

2. Pengundian dengan sebuah dadu yang homogen menghasilkan 6 peristiwa. Untuk E = muka 4 di atas, maka P(E) = P(muka 4 di atas) = 1/6. Dengan cara yang sama dapat diperoleh untuk P(E) = P(muka 1 di atas) = 1/6, P(E) = P(muka 2 di atas) = 1/6, P(E) = P(muka di atas) = 1/6. 3. Sebuah kotak berisi 20 kelereng yang identik kecuali warnanya. Di dalam kotak tersebut terdapat 5 kelereng warna merah, 12 warna kuning, dan sisanya warna hijau. Jika kelereng dalam kotak di aduk-aduk dan diambil secara acak dengan mata tertutup (setelah diambil dikembalikan lagi), maka peluang mengambil kelereng berwarna merah P(Merah) = 5/20 = , peluang mengambil kelereng berwarna kuning P(Kuning) = 12/20 = 3/5, dan peluang mengambil kelereng berwarna hijau P(Hijau) = 3/20.

Berdasar rumus peluang dan beberapa contoh tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa P(E)= 0 bila n = 0 dan P(E) = 1 bila n = N. Secara matematika dituliskan 0 P(E) 1. Jika E menyatakan bukan peristiwa E, maka berarti jika P(E) = n/N maka P(E) = 1 P(E). Hal itu berarti P(E) + P(E) = 1.

Contoh: 1. Jika peluang muncul muka 6 pada pengundian dengan dadu adalah P(E) = P(6) = 1/6 maka peluang muncul bukan muka 6 adalah P(E) = P(bukan muka enam) = 1 1/6 = 5/6. 2. Jika peluang mendapat hadiah adalah P(Hadiah) = 0,61, maka peluang tidak mendapat hadiah adalah P(Tidak dapat hadiah) = 1- 0,61 = 0,39.

Peristiwa-peristiwa yang saling eksklusif dihubungkan dengan kata ATAU . Untuk itu berlaku aturan: Jika k buah peristiwa E1, E2, E3, , Ek, saling eksklusif, maka peluang untuk terjadinya E1 atau E2, atau atau Ek sama dengan jumlah peluang tiap peristiwa. P(E1 atau E2 atau atau Ek) = P(E1 + E2 + E3 + + Ek).

Contoh: 1. Sebuah kotak berisi 10 kelereng merah, 18 kelereng hijau, dan 22 kelereng kuning. Kecuali warna, lain-lainnya identik. Bila semua kelereng dimasukkan ke dalam kotak dan diaduk-aduk, maka berapakah peluang warna merah atau hijau yang terambil dari kotak jika kelereng diambil secara acak dengan mata tertutup? Jawab: Misal A = mengambil warna merah

B = mengambil warna kuning C = mengambil warna hijau P(A) = 10/(10+18+22) = 0,2 P(B) = 18/(10+18+22) = 0,36 P(C) = 22/(10+18+22) = 0,44 Ketiga peristiwa di atas adalah saling eksklusif, sehingga berlaku: P(A atau C) = P(A) + P(C) = 0,2 + 0,44 = 0,64 Hal itu berarti jika pengambilan kelereng dilakukan dalam jangka waktu lama, maka 64 dari setiap 100 kali mengambil akan terambil kelereng warna merah atau kuning. Statistika merupakan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk menarik kesimpulan secara induktif berdasarkan peluang tersebut. Dasar dan teori statistika adalah teori peluang. Teori peluang merupakan cabang dari matematika sedangkan statistika sendiri merupakan disiplin tersendiri. Menurut bidang pengkajiannya statistika dapat kita bedakan sebagai statistika teoretis dan statistika terapan. Statistika teoretis merupakan pengetahuan yang mengkaji dasar-dasar teori statistika, dimulai dari teori penarikan contoh, distribusi, penaksiran dan peluang. Statistika terapan merupakan penggunaan statistika teoretis yang disesuaikan dengan bidang tempat penerapannya. Di sini diterapkan atau dipraktekkan teknik-teknik penarikan kesimpulan seperti bagaimana cara mengambil sebagian populasi sebagai contoh, bagaimana cara menghitung rentangan kekeliruan dan tingkat peluang, bagaimana menghitung harga rata-rata dan sebagainya. Kegiatan ilmiah memerlukan penelitian untuk menguji hipotesis yang diajukan. Penelitian pada dasarnya merupakan pengamatan dalam alam empiris apakah hipotesis tersebut memang didukung oleh fakta-fakta. Jika umpamanya kita mempunyai hipotesis bahwa orang muda suka musik pop namun tidak musik keroncong maka kita harus melakukan pengujian untuk memperdebatkan bahwa hipotesis tersebut benar, dengan jalan mengumpulkan fakta mengenai kesukaan musik orang-orang muda. Tentu saja kita tidak bisa mengadakan wawancara dengan seluruh orang muda dan untuk itu statistika terapan memberikan jalan bagaimana memilih sebagian dari orang muda tersebut sebagai contoh yang representif dan obycktif dari keseluruhan populasi orang muda tcrsebut. Demikian juga statislika memberikan jalan bagaimana kita menarik kcsimpulan yang bcrsifat umum dari contoh tersebul dengan tingkat peluang dan kekeliruannya. Jelaslah kiranya bahwa tanpa mcnguasai statistika adalah tak mungkin untuk dapat menarik kesimpulan induktif dengan sah.. Bahwa penguasaan statistika mutlak diperlukan untuk dapat berpikir ilmiah dengan sah

sering sekali dilupakan orang. Berpikir logis secara deduktif sering sekali dikacaukan dengan berpikir logis secara induktif. Kekacauan logika inilah yang menyebabkan kurang berkembangnya ilmu di negara kita. Kita cenderung untuk berpikir logis cara deduktif dan menerapkan prosedur yang sama untuk kesimpulan induktif. Dalam hipotesis terdahulu mengenai kesukaan musik orang muda tidak jarang kita langsung menarik kesimpulan berdasarkan wawancara kita dengan beberapa orang muda yang kebetutan kita kenal. Prosedur penarikan kesimpulan yang subyektif ini, yang bersumber pada kekacauan penggunaan logika induktif dan deduktif, merupakan salah satu penghalang kemajuan ilmu, sebab kesimpulan yang ditarik adalah tidak sah. Kesimpulan seperti ini sukar untuk diterima sebagai premis untuk berpikir selanjutnya.

D. Teknologi Informasi dan Komunikasi sebagai sarana berpikir ilmiah 1. Pengertian Information Communications Technologies (ICT). a. Informasi Menurut Budi Sutedjo (2002:168) dan Rahayuningsih, Rochaety, Yanti,

(2006:4). Informasi merupakan pemrosesan data yang diperoleh dari setiap elemen sistem menjadi bentuk yang mudah dipahami dan merupakan pengetahuan yang relevan dan dibutuhkan, dimana Informasi itu sendiri merupakan pernyataan yang menjelaskan suatu peristiwa sehingga manusia dapat membedakan antara satu dengan yang lainnya

b. Teknologi Informasi Menurut (Main, 2008) TI dapat diartikan sebagai teknologi yang digunakan untuk menyimpan, menghasilkan, mengolah serta menyebarkan informasi. Teknologi Informasi atau IT (Information Technology) merupakan mata rantai dari

perkembangan SI (Sistem Informasi). Kalau dilihat dari susunan kata, yakni kata teknologi dan informasi, maka teknologi informasi dapat diartikan sebagai hasil rekayasa manusia terhadap proses penyampaian informasi dari pengirim ke penerima.

c. Information Communications Technologies (ICT) Definisi secara umum menurut Fitrihana (2007), ICT adalah sistem atau teknologi yang dapat mereduksi batasan ruang dan waktu untuk mengambil, memindahkan, menganalisis, menyajikan, menyimpan dan menyampaikan informasi data menjadi sebuah informasi.

Menurut Hariyadi (1993: 253) dalam Ardroni, teknologi informasi diberi batasan sebagai teknologi pengadaan, pengolahan, penyimpanan, dan penyebaran berbagai jenis informasi dengan memanfaatkan komputer dan telekomunikasi yang lahir karena adanya dorongan-dorongan kuat untuk menciptakan teknologi baru yang dapat mengatasi kelambatan manusia mengolah informasi. Pada zaman sekarang ini patut dijadikan salah satu sarana berfikir ilmiah adalah alat telekomunikasi seperti halnya komputer, karena didalam komputer semua dapat diakses, dan semua dijawab dan semuanya ada, sesuai dengan apa yang kita inginkan. Jadi jika komputer dimasukan kedalam katregori ini maka wajar-wajar saja.

DAFTAR PUSTAKA

Ardoni, (2005), Teknologi Informasi: Kesiapan Pustakawan Memanfaatkannya, Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi, Vol.1, No.2, USU Repository, halaman 32. Bakry, Noor. Ms. 1996. Filsafat Ilmu. Yogyakarta.Liberty. Fitrihana, Noor. 2007. ICT dan Perubahan Sosial. http://batikyogya.wordpress.com/author/batikyogya. Diakses pada tanggal 12 Oktober 2011 Mahmudin.2011. Pemanfaatan ICT (Information and Communication Technology) Di Perpustakaan. Diakses pada tanggal 12 Oktober 2011 http://www.google.co.id.teori peluang (doc). Main, Abdul M, (2008) Teknologi Informasi dalam Sitem Jaringan Perpustakaan Perguran Tinggi, IAIN Sunan Ampel Surabaya Rachman, M. 2006. Filsafat Ilmu. Semarang. UPT MKU UNNES. Rochaeti, E., Rahayuningsih, Pontjorini dan Yanti,G.P., (2006), Sistem Informasi Manajemen Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara Suriasumantri, J.S. 2007. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta. Pustaka Sinar Harapan. Sumarna, C. 2008. Filsafat Ilmu. Bandung. Mulia Press

You might also like