You are on page 1of 10

Mata Kuliah Koordianator M.

K Kelas Tema Paper TUGAS PAPER

: AGAMA : P. Bone Bin Ola, Pr : A Kelompok 1 : Kerukunan Beragama Indonesia: dulu dan sekarang dalam perbandingan.

Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama Di Indonesia Dan Peran Pemerintah Di Dalamnya

Disusun oleh : Fernando Hengkelare (09061030)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE MANADO 2011

PENDAHULUAN
Negara Indonesia adalah termasuk Negara yang penduduknya majemuk dalam suku, adat, budaya dan agama. Kemajemukan dalam hal agama terjadi karena masuknya agama-agama besar ke Indonesia yang diawali oleh agama Hindu dan Buddha, kemudian Islam, Katolik dan (Kristen) Protestan. Perkembangan agama-agama tersebut telah menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang beragama, dimana kehidupan beragama, dimana kehidupan keagamaan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia. Perjuangan bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari belenggu penjajah, sangat dipengaruhi antara lain oleh motivasi agama. Selain itu inspirasi dan aspirasi keagamaan tercemin dalam rumusan Pancasila dan UUD 1945. Proses penyebaran dan perkembangan agama-agama di Indonesia berlangsung dalam suatu rentangan waktu yang cukup panjang sehingga terjadi kerukunan beragama antara yang satu dengan yang lainnya. Upaya mewujudkan kerukunan hidup beragama tersebut tidak lepas dari peranan Pemerintah Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA
A. PERGAULAN ANTAR PARA PENGANUT AGAMA YANG BERBEDA. Dalam pergaulan antar umat beragama, sering muncul sikap: 1. Apologetis Apologetis berasal dari kata Yunani apo yang berarti dari, jauh dari, dan logos yang berarti kata, pikiran, alasan. Apologos berarti pembelaan. Sikap apologetis adalah sikap membela agama yang dianut. 2. Polemis Polemis berasal dari kata Yunani polemos yang berarti perang. Sikap polemis menciptakan senjata untuk mengalahkan para penganut agama lain dan melumpuhkan kegiatan mereka. Senjata itu dapat berupa media tertulis (edaran, bulletin, majalah, surat kabar), audio (radio, pita kaset), audio-visual (tv,film) di mana isi iman dan ajaran agama yang dianut orang lain dibeberkan untuk di cari kelemahan dan kemudian diserang. 3. Persaingan Pertemuan antarpara penganut agama yang berbeda dapat menciptakan persaingan keagamaan (religious competition). Persaingan dan kekerasan keagamaan itu muncul bila para penganut agama bersifat fanatik dan membuat agamanya menjadi mutlak, absolute. 4. Toleransi Toleransi berasal dari kata Latin tolerare yang berarti menanggung, membiarkan dan menderita. Sikap toleransi adalah sikap lunak, membiarkan dan member keleluasan kepada penganut agma lain. 5. Dialog Dialog berasal dari kata Yunani dialogos yang berarti pembicaraan dan perbincangan. Dalam dialog para penganut agama yang berbeda bertemu dan mengadakan pembahasan bersama untuk saling mencari pengertian dan pemahaman. Tujuannya adalah bersama-sama mencari kebenaran universal yang dapat dalam agama masing-masing. Landasannya adalah saling menghargai dan kesediaan untuk belajar satu sama lain.

B. KERUKUNAN HIDUP BERAGAMA DI INDONESIA 1. Kerukunan Hidup Beragama Di Kalangan Umat Islam. a. Kerukunan Intern Umat Islam. Akibat Indonesia berada dibawah pemerintahan penjajah selama tiga abad, timbul dan membekas kepincangan segala aspek kehidupan masyarakat dan bangsa termasuk kehidupan beragama. Saat masa penjajahan upaya dalam menciptakan persaudaraan dilingkungan umat Islam selalu mendapat rintangan dari penjajah. Pada tahun 1921 berlangsung Kongres umat islam di solo dengan motif persaudaraan/kerukunan intern umat islam, disusul dengan kongres di tahun-tahun kemudian. Atas kesepakatan para pemuka agama islam dan dengan lampu hijau dari pemerintah indonesia, berdirilah MUI pada tanggal 1975 setelah kemerdekaan diraih dari tangan penjajah. b. Kerukunan Ekstern Antara Umat Islam Dengan Umat Beragama Lain. Dalam upaya mengalang kerukunan hidup antar umat beragama telah dilangsungkan konferensi antar umat beragama, November 1967 di Jakarta. Dan pada tanggal 30 Juni 1980 terbentuk Wadah Musyawarah antar umat beragama terdiri dari 5 Majelis Agama Yaitu MUI, PGI, KWI, PARISADA Hindu Dharma dan WALUBI Faktor yang mendukung terciptanya kerukunan antar umat beragama adalah sifat bangsa Indonesia yang ramah, bersahabat, bergotong-royong, pemaaf dan luwes sedangkan Faktor yang menghambat adalah perbedaan sosial, ekonomi, budaya yang menimbulkan ketidakserasian, meningkat menjadi protes, pembangkangan hingga pemberontakan. 2. Kerukunan Hidup Beragama Di Kalangan Umat (Kristen) Protestan. a. Kerukunan intern umat (Kristen) Protestan. Kerukunan intern di kalangan umat (Kristen) Protestan pada umunya tidaklah mengalami permasalahan yang amat serius. Mengenai kehidupan intern umat Kristen upaya penguatan kesadaran kebersamaan telah mendorong umat (Kristen) Protestan melihat dirinya tidak semata-mata sebagai anggota-anggota dari gereja-gereja yang memiliki kepelbagaian dalam latar belakang sejarah pertumbuhan, tradisi, budaya, dsb, tetapi 4

sebagai sesama saudara seiman yang satu dalam melakukan pelayanan, pembinaan kesadaran religious yang dilakukan umat (Kristen) Protestan antara lain mengarah pada penampakan bersama, keterbukaan serta kesediaan untuk terus berinteraksi dalam segala bentuk dan cara. b. Kerukunan Ekstern Antar Umat (Kristen) Protestan Dengan Umat Beragama Lain. Kerukunan yang dicita-citakan bukanlah sekedar rukun-rukunan, melainkan kerukunan yang benar-benar otentik dan dinamis. Kerukunan otentik yaitu kerukunan yang didasarkan dan berlandaskan pada ajaran agama masing-masing. Kerukunan yang dinamis, yang dimaksudkan bukan sekedar kerukunan yang berdasarkan kesediaan untuk menerima eksistensi yang lain dalam suasana hidup bersama tapi tanpa saling menyapa. Melainkan kerukunan yang didorong oleh kesadaran bahwa, walaupun berbeda, semua kelompok agama mempunyai tugas dan tanggung jawab bersama, yaitu mengusahakan kesejahteraan lahir batin yang sebesar-besarnya bagi semua orang (bukan hanya umatnya sendiri). 3. Kerukunan Hidup Beragama Di Kalangan Umat Katolik. a. Kerukunan Intern Umat Katolik. Dalam gereja Katolik dapat dibedakan antara lembaga teritorial dan kategorial. Lembaga teritorial terpokok adalah keuskupan. Di Indonesia kerukunan antara keuskupan satu dengan yang lainnya dijaga melalui kerjasama reksa pengabdian dalam satu provinsi gerejawi. Dalam hal itu, Indonesia dibagi menjadi beberapa provinsi Gerejawi: Medan, Jakarta, Semarang, Pontianak, Ujung Pandang, Ende, Merauke-Jayapura. Masingmasing uskup mandiri dalam wilayahnya tetapi mengkoordinasikan pengabdiannya dengan kawan-kawan seprovinsi. Pada lingkup lembaga kategorial usaha kerukunan dilakukan dengan mewajibkan setiap tarekat dan lembaga pelayanan awam maupun biarawan/wati untuk menyesuaikan langkah pengabdiannya dengan kebijakan keuskupan. Masalah kerukunan yang kadang kala muncul diakibatkan oleh kepentingan perorangan dalam organisasi atau adanya orang yang sering disebut radikal. 5

b. Hubungan Antara Umat Katolik Dengan Umat Bergama Lain. Banyak umat Katolik yang bekerjasama dengan lembaga-lembaga agama lain, baik (Kristen) Protestan maupun Muslim. Tidak sedikitpula kawan-kawan yang beragama lain yang membantu secara sangat konstruktif lembaga-lembaga katolik. Kehadiran putera/putri Islam dalam lembaga-lemaga pendidikan, kesehatan, dan sosial Katolik merupakan ungkapan kerukunan umat beragama. 4. Kerukunan Hidup Beragama Di Kalangan Umat Hindu. a. Kerukunan Intern Umat Hindu Meningkatkan ketakwaan dan pemahaman umat akan ajaran agama merupakan usaha mendasar yang terus menerus digalangkan oleh umat Hindu melalui Dharma Wacana (kutbah agama), Dharma Tula (diskusi agama), Dharma Gita (mengembangkan lagu-lagu kerohanian), dan Dharma Yatra yaitu perjalanan suci mengunjungi tempat-tempat suci untuk melakukan dharma sadhana atau kebaktian kepada Tuhan Yang Maha Esa. b. Kerukunan Ekstern Antar Umat Hindu Dengan Umat Beragama Lain. Umat Hindu di Indonesia sebagian terbesar berasal dari satu stok suku bangsa yang disebut Proto dan Deutro Melayu atau Melayu Polinesia dan Melanesia, sama dengan sebagian terbesar dari umat Islam, Nasrani dan lain-lainnya yang leluhurnya juga berasal sari Proto dan Deutro Melayu atau Melayu Polinesia dan Melanesia. Tradisi, adat, kebiasaan, temperaman budaya, bahasa dan sebagainya banyak persamaannya antara satu suku pribumi dengan suku pribumi yang lain di Indonesia. Unsurunsur persamaan itu merupakan salah satu kekuatan beragama yang semakin mapan, sehat dan dinamais. Demikian juga kultur atau tempramen suku bangsa Melayu yang suka damai, toleran dan bersifat merangkul, merupakaan kekayaan yang turut menunjang terbinanya kerukunan beragama antar umat Bergama di Indonesia. 5. Kerukunan Hidup Beragama Di Kalangan Umat Buddha a. Kerukunan Intern Umat Buddha

Pada awal tahun 60-70an telah banyak terdapat umat Buddha yang terhimpun dalam berbagai organisasi. Organisasi berkembang sejalan dengan perkembangan umat Buddha. Organisasi ini diperlukan untuk dapat melakukan kebaktian dan kegiatan keagamaan lainnya diperlukan izin lebih dahulu dari pejabat pemerintah setempat. Organisasi Buddhis merupakan organisasi yang mencangkup segi sosial kemasyarakatan dan kerohanian lebih mencolok. b. Kerukunan Ekstern Antara Umat Buddha Dengan Umat Beragama Lain. Faktor pendukung kerukanan antara umat Buddha dengan penganut agama lain adalah belum pernah terjadi aksi kekerasan, seperti perang agma di Indonesia maupun di Luar Negeri. Faktor pendukung lainnya adalah kesediaan secara bersama-sama memajukan nilai-nilai moral, mempersiapkan diri secara mental dalam menghadapi dampak negative era moderinisasi dan industrialisis. Faktor-faktor pengambat kerukunan adalah kadang-muncul penyakit Mayoritas di daerah-daerah, misalnya sukarnya untuk mendirikan tempat Ibadah, dan lain-lain.

C. PERAN PEMERINTAH DALAM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI INDONESIA. 1. Sebelum Kemerdekaan (Pemerintahan Penjajah) Dalam sejarah kehidupan keagamaan di Indonesia diakui pernah terjadi ketegangan atau friksi, namun masih dalam batas-batas kewajaran sebagai dinamaika dalam hubungan pergaulan atau interaksi antar umat beragama. Salah satu penyebab terjadinya ketegangan atau konflik dalam kehidupan beragama adalah akibat politik pecah belah (devide et impera) penjajah. Dalam usaha politik tersebut pihak penjajah sering memanfaatkan perbedaan agama atau pahaman agama untuk menumbuhkan atau mempertajam konflikkonflik dikalangan bangsa Indonesia yang sedang berjuang menentang pemerintahan kolonial. 2. Sesudah Kemerdekaan. Suasana ketegangan dan pertentangan dalam kehidupan beragama yang akarnya telah ditanamkan oleh penjajah terbawa pula kedalam alam 7

kemerdekaan. Dari segi Pemerintah, upaya pembinaan kerukunan hidup telah dimulai sejak tahun 1965, dengan ditetapkannnya Penpres Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama yang kemudian dikukuhkan menjadi UU No 5 Tahun 1969. Pada zaman pemerintahan Orde Baru, Pemerintah senantiasa

memprakarsai berbagai kegiatan guna mengatasi ketegangan dalam kehidupan beragama, agar kerukunan hidup beragama selalu tercipta, demi persatuan dan kesatuan bangsa serta pembangunan. Maka dibentuklah Majelis-Majelis Agama pada waktu itu yaitu Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 1975 dan Perwalian Umat Buddha Indonesia (WALUBI) pada 1979. Sebelum itu telah terbentuk Majelis Agung Waligerja Indonesia (MAWI) bagi umat Katolik pada tahun 1950an yang kemudian pada 1985 menjadi Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Dewan Gereja-Gereja di Indonesia (DGI) bagi umat (Kristen) Protestan pada 1950, yang kemudian menjadi Persekutuan GerejaGerja di Indonesia (PGI) pada 1984 serta Parisada Hindu Dharma Pusat (PHDP) bagi umat hindu pada 1959; yang kemudian menjadi Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) pada 1986. Dengan tekad dan usaha bersama Majelis-Majelis Agama dan Pemerintah berupaya mengatasi faktor-faktor penghambat kerukunan hidup beragama dan mengembangkan faktor-faktor yang mendukungnya.

PENUTUP
Kerukunan umat beragama adalah suatu bentuk sosialisasi yang damai dan tercipta berkat adanya toleransi agama. Toleransi agama adalah suatu sikap saling pengertian dan menghargai tanpa adanya diskriminasi dalam hal apapun, khususnya dalam masalah agama. Kerukunan umat beragama adalah hal yang sangat penting untuk mencapai sebuah kesejahteraan hidup di negeri ini. Indonesia memiliki keragaman yang begitu banyak. Tak hanya masalah adat istiadat atau budaya seni, tapi juga termasuk agama. Walaupun mayoritas penduduk Indonesia memeluk agama Islam, ada beberapa agama lain yang juga dianut penduduk ini: (Kristen) Protestan, Katolik, Hindu, dan Buddha. Setiap agama tentu punya aturan masing-masing dalam beribadah. Namun perbedaan ini bukanlah alasan untuk berpecah belah. Oleh karna itu, marilah sebagai satu saudara dalam tanah air yang sama, kita bekerjasama dengan Pemerintah menjaga kerukunan umat beragama di Indonesia agar negara ini tetap menjadi satu kesatuan yang utuh, aman dan sejahtera.

DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mursyid. 1999. Studi Agama-Agama Di Perguruan Tinggi: Bingkai SosioKultural Kehidupan Hidup Antar Umat Beragama Di Indonesia Seri 3. Jakarta: Departemen Agama RI. BPPA. 1991. Pengkajian Dan Pengembangan Kerukunan Hidup Beragama Di Indonesia. Jakarta: Departemen Agama RI. Dhavamony, Mariasusai. 1997. Phenomenology Of Religion. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hardjana, AM. 1993. Penghayatan Agama: Yang Otentik Dan Tidak Otentik. Jakarta: Penerbit Kanisius. Lefebure, Leo D. 2003. Pernyataan Allah, Agama Dan Kekerasan. Jakarta: Gunung Mulia.

10

You might also like