You are on page 1of 8

MAKALAH AGAMA ISLAM TENTANG IJAZ ALQURAN

02 Mei 2008 Tinggalkan sebuah Komentar by eidelweis in MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Created : Abd. Rohim School : Pasca STAIN Cirebon Editor : anakciremai.blogspot.com MUQODIMAH Pada kesempatan ini penulis akan mengemukakan bahasan tentang salah satu cabang pokok bahasan Ulumul Quran di antara cabang pokok bahasan Ulumul Quran adalah sebagai berikut: Ilmu Adab Tilawat Al-Quran, Ilmu tajwid, Ilmu Muwathim An Nuzul, Ilmu Towarih An Nuzul, Ilmu Ashab An Nuzul, Ilmu Qiroat, Ilmu Ghaib Al-Quran, Ilmu Irab Al-Quran, Ilmu Wiyahwa An Nazhair, Ilmu Marifat Al Muhkam Wa Al-Mutasyabih, Ilmu Nasik wa Al Mansuk, ilmu Badaiu Al-Quran, ilmu Ijaz Al-Quran, Ilmu Tawasub Ayat Al-Quran, Ilmu Aqsam Al-Quran, Amtsal Al-Quran, Ilmu Jadal Al-Quran. Dari kesekian ilmu-ilmu Al-Quran penulis akan mencoba mengemukakan bahasan tentang Ijaz Al-Quran A.Pengertian Ijaz Al-Quran Kata ijaz diambil dari kata kerja ajaza-ijaza yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak mampu. Ini sejalan dengan firman Allah SWT yang berbunyi. 31 :) ) Artinya: Mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini (QS. Al Maidah (5): 31) Lebih jauh Al-Qaththan mendefinisikan Ijaz dengan: . Artinya: Memperlihatkan kebenaran Nabi SAW. atas pengakuan kerasulannya, dengan cara membuktikan kelemahan orang Arab dan generasi sesudahnya untuk menandingi kemukjizatan Al-Quran. Pelakunya (yang melemahkan) dinamai mujiz. Bila kemampuannya melemahkan pihak lain amat menonjol sehingga mampu membungkam lawan, ia dinamai mujizat. Tambahan ta marbhuthah pada akhir kata itu mengandung makna mubalighah (superlatif). Mukjizat didefinisikan oleh pakar agama Islam, antara lain sebagai suatu hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seorang yang mengaku Nabi, sebagai bukti kenabiannya sebagai tantangan bagi orang ragu, untuk melakukan atau mendatangkan hal serupa, tetapi tidak melayani tantangan itu. Dengan redaksi yang berbeda, mukjizat didefinisikan pula

sebagai suatu yang luar biasa yang diperlihatkan Allah SWT. Melalui para Nabi dan RasulNya, sebagai bukti atas kebenaran pengakuan kenabian dan kerasulannya. Atau Manna AlQhathan mendefinisikannya demikian: . Artinya: Suatu kejadian yang keluar dari kebiasaan, disertai dengan unsur tantangan, dan tidak akan dapat ditandingi. Unsur-unsur mukjizat, sebagaimana dijelaskan oleh Quraish Shihab, adalah: 1.Hal atau peristiwa yang luar biasa Peristiwa-peristiwa alam, yang terlihat sehari-hari, walaupun menakjubkan, tidak dinamai mukjizat. Hal ini karena peristiwa tersebut merupakan suatu yang biasa. Yang dimaksud dengan luar biasa adalah sesuatu yang berbeda di luar jangkauan sebab akibat yang hukumhukumnya diketahui secara umum. Demikian pula dengan hipnotis dan sihir, misalnya sekilas tampak ajaib atau luar biasa, karena dapat dipelajari, tidak termasuk dalam pengertian luar biasa dalam definisi di atas. 2.Terjadi atau dipaparkan oleh seseorang yang mengaku Nabi. Hal-hal di luar kebiasaan tidak mustahil terjadi pada diri siapapun. Apabila keluarbiasaan tersebut bukan dari seorang yang mengaku Nabi, hal itu tidak dinamai mukjizat. Demikian pula sesuatu yang luar biasa pada diri seseorang yang kelak bakal menjadi Nabi ini pun tidak dinamai mukjizat, melainkan irhash. Keluarbiasaan itu terjadi pada diri seseorang yang taat dan dicintai Allah, tetapi inipun tidak disebut mukjizat, melainkan karamah atau kerahmatannya. Bahkan, karamah ini bisa dimiliki oleh seseorang yang durhaka kepada-Nya, yang terakhir dinamai ihanah (penghinaan) atau Istidraj (rangsangan untuk lebih durhaka lagi). Bertitik tolak dari kayakinan umat Islam bahwa Nabi Muhammad SAW. adalah Nabi terakhir, maka jelaslah bahwa tidak mungkin lagi terjadi suatu mukjizat sepeninggalannya. Namun, ini bukan berarti bahwa keluarbiasaan tidak dapat terjadi dewasa ini. 3.Mendukung tantangan terhadap mereka yang meragukan kenabian Tentu saja ini harus bersamaan dengan pengakuannya sebagai Nabi, bukan sebelum dan sesudahnya. Di saat ini, tantangan tersebut harus pula merupakan sesuatu yang berjalan dengan ucapan sang Nabi. Kalau misalnya ia berkata, batu ini dapat bicara, tetapi ketika batu itu berbicara, dikatakannya bahwa Sang penantang berbohong, maka keluarbiasaan ini bukan mukjizat, tetapi ihanah atau istidraj 4.Tantangan tersebut tidak mampu atau gagal dilayani Bila yang ditantang berhasil melakukan hal serupa, ini berarti bahwa pengakuan sang penantang tidak terbukti. Perlu digarisbawahi di sini bahwa kandungan tantangan harus benar-benar dipahami oleh yang ditantang. Untuk membuktikan kegagalan mereka, aspek kemukjizatan tiap-tiap Nabi sesuai dengan bidang keahlian umatnya. B.Dasar Dan Urgensi Pembahasan Ijaz Al-Quran 1.Dasar Pembahasan Ijaz Al-Quran Di antara faktor yang mendasari urgensi pembahasan Ijaz Al-Quran adalah kenyataan bahwa persoalan ini merupakan salah satu di antara cabang-cabang pokok bahasan ulumul Al-Quran (ilmu tafsir). 2.Urgensi pembahasan Ijaz Al-Quran Urgensi pembahasan Ijaz Al-Quran dapat dilihat dari dua tataran: 1.Tataran Teologis Mempelajari Ijaz Al-Quran akan semakin menambah keimanan seseorang muslim. Bahkan, tidak jarang pula orang masuk Islam tatkala sudah mengetahui Ijaz Al-Quran. Terutama

ketika isyarat-isyarat ilmiah, yang merupakan salah satu aspek Ijaz Al-Quran, sudah dapat dibuktikan. 2.Tataran Akademis Mempelajari Ijaz Al-Quran akan semakin memperkaya khazanah keilmuan keislaman, khususnya berkaitan dengan ulum Al-Quran (ilmu tafsir) C.Bukti Historis Kegagalan Menandingi Al-Quran Al-Quran digunakan oleh Nabi Muhammad SAW untuk menantang orang-orang pada masanya dan generasi sesudahnya yang tidak mempercayai kebenaran Al-Quran sebagai firman Allah (bukan ciptaan Muhammad) dan risalah serta ajaran yang dibawanya. Terhadap mereka, sungguhpun memiliki tingkat fashahah dan balaghah yang tinggi di bidang bahasa Arab, Nabi memintanya untuk menandingi Al-Quran dalam tiga tahapan: 1.Mendatangkan semisal Al-Quran secara keseluruhan, sebagaimana dijelaskan pada surat Al-Isra (17) ayat 88: 88 :) ) Artinya: Katakanlah, Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian lain. (Al-Isra (17): 88) 2.Mendatangkan satu surat yang menyamai surat-surat yang ada dalam Al-Quran, sebagaimana dijelaskan oleh surat Al-Baqarah (2) ayat 23: ) 23 : . ) Artinya: Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al-Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kami orang-orang yang benar (QS. Al Baqarah (2): 23) Sejarah telah membuktikan bahwa orang-orang Arab ternyata gagal menandingi Al-Quran. Inilah beberapa catatan sejarah yang memperlihatkan kegagalan itu: 1.Pemimpin Quraisy pernah mengutus Abu Al-Walid, seorang sastrawan ulung yang tiada bandingannya untuk membuat sesuatu yang mirip dengan Al-Quran ketika Abu Al-Walid berhadapan dengan Rasulullah SAW. Yang membaca surat Fushilat, ia tercengang mendengar kehalusan dan keindahan gaya bahasa Al-Quran dan ia pun kembali pada kaumnya dengan tangan hampa. 2.Musailamah bin Habib Al Kadzdzab yang mengaku sebagai Nabi juga pernah berusaha mengubah sesuatu yang mirip dengan ayat-ayat Al-Quran. Ia mengaku bahwa dirinyapun mempunyai Al-Quran yang diturunkan dari langit dan dibawa oleh Malaikat yang bernama Rahman. Di antara gubahan-gubahannya yang dimaksudkan untuk mendandingi Al-Quran itu adalah antara lain: . Artinya: Hai katak, anak dari dua katak. Bersihkan apa saja yang akan engkau bersihkan, bagian atas engkau di air dan bagian bawah engkau di tanah. Ketika itu pula, ia merobek-robek apa saja yang telah ia kumpulkan dan merasa malu tampil di depan khalayak ramai. Setelah peristiwa itu ia mengucapkan kata-katanya yang masyhur:

Artinya: Demi Allah, siapapun yang tidak akan mampu mendatangkan yang sama dengan AlQuran. D.Mukjizat Al-Quran Berupa Gaya Bahasa Susunan gaya bahasa Al-Quran tidak sama dengan gaya bahasa karya manusia yang dikenal masyarakat Arab saat itu. Al-Quran tidaklah berbentuk syair, tidak pula berbentuk puisi. Sehubungan dengan itu, Quraish Shihab menjelaskan bahwa ciri-ciri gaya bahasa Al-Quran dapat dilihat pada tiga point: 1.Susunan Kata dan Kalimat Al-Quran Poin ini menyangkut: a.Nada dan langgamnya yang unik Ayat-ayat Al-Quran walaupun sebagaimana telah ditegaskan Allah bukan syair atau puisi, tetapi terasa dan terdengar mempunyai keunikan dalam irama dan ritmenya. Hal itu diakui pula oleh cendekiawan Inggris, Marmaduke Pickhall, dalam The Meaning of Glorious Quran. Pickhall berkata, Al-Quran mempunyai simfoni yang tiada taranya sehingga nadanadanya dapat menggerakan manusia untuk menangis dan bersuka cita. Hal ini karena huruf dari kata-kata dalam Al-Quran melahirkan keserasian bunyi dan kumpulan kata-kata itu melahirkan keserasian irama. Bacalah misalnya, Surat An-Nazilat (79): 1-4 4-1 :) . . . .) b.Singkat dan padat Contohnya simaklah surat Al-Baqarah (2) ayat 212 212 :) . ) Ayat ini dapat berarti: 1.Allah memberikan rezeki kepada siapa yang dikehendaki tanpa ada yang berhak mempertanyakan mengapa Dia memperluas rezeki seseorang dan mempersempit yang lain. 2.Allah memberikan rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa memperhitungkan pemberian itu (karena Dia Maha Kaya, sama dengan seorang yang tidak memperdulikan pengeluarannya) 3.Allah memberikan rizki kepada seseorang yang tidak menduga rezeki tersebut 4.Allah memberikan rezeki kepada seseorang tanpa menghitung terlebih dahulu secara detil amal-amal orang itu. 5.Allah memberikan rezeki kepada seseorang dalam jumlah yang amat banyak sehingga yang bersangkutan tidak mampu menghitungnya. c.Memuaskan Para Pemikir dan Orang Awam Seorang awam akan merasa puas karena memahami ayat-ayat Al-Quran sesuai dengan keterbatasannya. Akan tetapi, ayat yang sama dapat dipahami dengan luas oleh filosof alam pengertian baru yang tidak terjangkau oleh orang awam. d.Memuaskan Akal dan Jiwa Manusia memiliki daya pikir dan daya rasa atau akal dan kalbu. Daya pikirnya memberikan argumentasi-argumentasi guna mendukung pandangannya, sedangkan daya kalbu mengantarkannya untuk mengekspresikan keindahan ayat-ayat Al-Quran dan mengembangkan imajinasinya. Dalam berbahasa, kedua daya tersebut sukar dipadamkan pada saat yang sama. Namun, Al-Quran mampu menggabungkan keduanya pada saat yang bersamaan. e.Keindahan dan Ketepatan Maknanya Sebagai contoh, pada surat Az-Zumar (39) terdapat uraian tentang orang-orang kafir dan mukmin yang diantar oleh para Malaikat ke neraka dan surga. Bacalah ayat-ayat berikut:

) 71 : . ) Artinya: Orang-orang kafir dibawa ke neraka Jahanam berombong-rombong. Sehingga apabila mereka sampai ke neraka itu dibukakanlah pintu-pintunya dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya, Apakah belum pernah datang kepadamu Rasul-Rasul di antaramu yang membacakan kepadamu ayat-ayat Tuhan E.Perbedaan Pendapat Tentang Aspek-Aspek Kemukjizatan Al-Quran Pada ulama telah berbeda pendapat ketika menjelaskan aspek-aspek kemukjizatan Al-Quran. Perbedaan pendapat ini dapat dilihat pada uraian berikut: 1.Menurut Golongan Sharfah Hingga menjelang abad 3 H., term Ijaz masih dipahami oleh para ulama sebagai keunikan Al-Quran yang tidak dapat ditiru oleh siapapun. Namun berkat pengaruh Al-Jahiz, seorang tokoh Mutazilah, term itu lebih dispesifikasikan pada gaya retorika Al-Quran. pada perkembangan selanjutnya, seorang tokoh Mutazilah lainnya, yakni Abu Ishaq An Nazhzham (w. 231 H.), dan tokoh Syiah, yakni Al-Murtadha, berpendapat bahwa kemukjizatan Al-Quran itu disebabkan karena adanya sharfah (pemalingan), yakni Allah sebagaimana didefinisikan An-Nazhzham telah memalingkan manusia untuk menantang AlQuran dengan cara menciptakan kelemahan padanya sehingga tidak dapat mendatangkan sesuatu yang sama dengan Al-Quran. Seandainya Allah tidak memalingkan manusia, demikian kata An-Nazhzham, niscaya manusia mampu menandingi Al-Quran. Adapun AlMurtadha menjelaskan bahwa Allah telah mencabut ilmu yang dibutuhkan dalam bertanding. Pandangan seperti ini mendapat dukungan pula dari tokoh Mutazilah lainnya, seperti Hisyam Al-Fuwatiti (w. 218 H) Abbad bin Ibn Hazm Al-Andalusi (dari golongan Azh-Zhahiri). Ibnu Hazm lebih jauh berpendapat bahwa ketika berfirman, Allah memberikan daya yang melemahkan manusia untuk menandingi Al-Quran. Sementara itu, Ali bin Isa Ar-Rummani melihat lebih jauh lagi, yakni bahwa Allah telah mengalihkan perhatian umat manusia sehingga mereka tidak mempunyai keinginan untuk menyusun suatu karya untuk menandingi Al-Quran. Membuat orang tidak tertarik melakukan rivalitas terhadap kitab suci ini merupakan suatu yang luar biasa. Pendapat tokoh-tokoh besar Mutazilah itu tidak terlepas dari penghargaan mereka terhadap kemampuan akal manusia. Akan tetapi, pendapat mereka kemudian dikritik oleh para ulama di luar Mutazilah, dan juga sebagian ulama Mutazilah sendiri yang melihat kemukjizatan Al-Quran dari sudut ajarannya, ilustrasi, dan kebahasaannya. Pada ulama membantah paham sharfah tersebut, mereka menjelaskan bahwa paham itu telah menuduh Tuhan menantang seseorang untuk berbicara, tetapi Dia memotong atau melemahkan lidah orang itu terlebih dahulu. Padahal jika dirunut dari latar belakang teks-teks tentang tahaddi (tatanan) Al-Quran, jelaslah bahwa kaum kafir Quraisy pada waktu saat itu merasa mampu mendatangkan kitab serupa Al-Quran meskipun kenyataannya mereka tidak berdaya atau tidak berhasil. Pandangan sharfah ini, kata mereka, mengimplikasikan pandangan bahwa sebenarnya kemukjizatan Al-Quran bukan karena esensi (dzat)-nya, tetapi karena ada faktor lain, yakni pemalingan potensi manusia oleh Tuhan. Dengan kata lain, paham ini menjelaskan bahwa Al-Quran bukan mujiz bi dzatihi tetapi mujiz bi ghairihi. Secara rinci Az-Zakarsyi mengemukakan kelemahan argumentasi An-Nazhzham dan ArRummani sebagai berikut: a.Firman Allah pada surat Al-Isra (17) ayat 88 memperlihatkan kelemahan bangsa Arab menyusun karya besar yang sejajar dengan Al-Quran. Dan kalau Allah yang melarang mereka, maka mujiz (kelemahan) itu bukan Al-Quran, tetapi justru Allah sendiri. Padahal

ayat yang menantang mereka menyusun karya yang sejajar dengan Al-Quran, bukan untuk menandingi kebesaran Tuhan. b.Masyarakat Arab pada saat itu mungkin saja mampu membuat karya spesifik yang pembahasannya sama dengan Al-Quran, tetapi mereka mengalami kesukaran untuk menandingi isi dan ilustrasinya c.Al-Quran mengemukakan hal-hal gaib yang akan terjadi pada masa yang akan datang dalam kehidupan ini, di samping berita-berita alam akhirat yang akan dialami manusia kelak. Segala yang dikemukakan Al-Quran tersebut kemudian terbukti dalam perjalanan hidup manusia ini. Misalnya, Allah memberikan dalam surat An-Nur (24) ayat 55 bahwa umat Islam akan menjadi adikuasa di dunia ini. Hal itu benar-benar telah terjadi ketika dinasti Abbasiyah berada dalam masa kejayaannya dan ketika muncul tiga kerajaan besar, yaitu Mughal di India, Safawi di Persia, dan Turki Usmani di Turki antara abad 15-17 M. AlQuran juga memberitahukan pada surat Ar-Rum (30) ayat 1-2 bahwa Kerajaan Romawi Timur akan hancur. Ini terbukti pada abad ke 14 M., Pasca Abbasiyah, pada masa kekuasaan Turki Utsmani d.Al-Quran mengemukakan kisah-kisah lama yang tidak terangkat dalam cerita-cerita Arab, seperti kisah Nabi Nuh, Nabi Luth, dan Nabi Harun, serta kisah Nabi lain dan perlawanan masyarakatnya terhadap dakwah mereka dan akibat-akibat perlawanan tersebut. Beberapa karakter inilah yang memperkuat alasan bahwa kemukjizatan Al-Quran bukan terletak pada kekuasaan Allah, tetapi justru Al-Quran sendiri yang memiliki kekuatan yang sedemikian rupa sehingga masyarakat Arab tidak mampu menciptakan karya yang setara. Oleh sebab itu, pernyataan, orang-orang Mutazilah yang menyetarakan Al-Quran dengan buku Ad-Dirar dan At-Talamiyah karya ibnu Al-Muqaffa adalah pernyataan yang sangat keliru dan sesat. Kedua karya tersebut, menurut Al-Baqilani, amat jauh dibandingkan dengan Al-Quran dari segi isi, ilustrasi dan pembahasannya. 2.Menurut Imam Fakhruddin Aspek kemukjizatan Al-Quran terletak kepada kefasihan, keunikan redaksi, dan kesempurnaannya dari segala bentuk cacat. Sementara itu, menurut Az-Zamlakani, aspek kemukjizatan terletak pada penyusunan yang spesifik. 3.Menurut ibnu Athiyyah Aspek kemukjizatan Al-Quran yang benar dan yang dianut oleh mayoritas ulama diantaranya Al-Haddad- terletak pada runtutannya, makna-maknanya yang dalam, dan katakatanya yang fasih. Hal tersebut karena Al-Quran merupakan firman Allah Dzat Yang Maha Mengetahui. Al-Quran sungguh diliputi oleh pengetahuan-Nya. Bila urutan-urutan ayatnya dicermati, tampaklah keserasian antara satu ayat dengan ayat yang mengiringinya. Serasi pula antara makna satu ayat dengan ayat yang mengiringinya. Begitulah yang terdapat pada AlQuran, mulai dari pembuka sampai penutupnya. Manusia diliputi oleh kebodohan dan kealpaan sehingga tidak mungkin dapat melakukan hal yang menyerupai Al-Quran. 4.Menurut Sebagian Ulama Sebagian ulama berpendapat bahwa segi kemukjizatan Al-Quran terkandung dalam AlQuran itu sendiri, yaitu susunan yang tersendiri dan berbeda dengan bentuk puisi orang Arab maupun bentuk prosanya, baik dalam permulaan, suku kalimatnya maupun dalam pengutuasinya 5.Menurut Sebagian Ulama Lagi Sebagian ulama lain berpendapat bahwa segi kemukjizatan itu terkandung dalam kata-

katanya yang jelas, redaksinya yang bernilai sastra dan susunannya yang indah. Nilai sastra yang terkandung dalam Al-Quran itu sangat tinggi dan tidak ada bandingannya. 6.Menurut Ash-Sahabuni Ash-Shabuni mengemukakan segi-segi kemukjizatan Al-Quran seperti sebagai berikut: a.Susunannya yang indah dan berbeda dengan karya-karya yang ada dalam bahasa orangorang Arab b.Adanya uslub (style) yang berbeda dengan uslub-uslub bahasa Arab c.Sifat keagungannya yang tak memungkinkan seseorang untuk mendatangkan yang serupa dengannya d.Bentuk undang-undang di dalamnya sangat rinci dan sempurna melebihi undang-undang buatan manusia. e.Mengabarkan hal-hal gaib yang tidak dapat diketahui, kecuali melalui wahyu f.Uraiannya tidak bertentangan dengan pengetahuan umum yang dipastikan kebenarannya g.Janji dan ancaman yang dikabarkan benar-benar terjadi h.Memenuhi segala kebutuhan manusia i.Berpengaruh bagi hati pengikutnya dan orang-orang yang memusuhinya 7.Menurut Quraish Shihab Quraish Shihab memandang segi-segi kemukjizatan Al-Quran dalam tiga aspek, yaitu: a.Aspek keindahan dan ketelitian redaksi-redaksinya Dalam Al-Quran dijumpai sekian banyak contoh tentang keseimbangan yang serasi antara kata-kata yang digunakan yaitu: 1.Keseimbangan antara jumlah kata dan anonimnya 2.Keseimbangan jumlah bilangan kata dengan sinonimnya/makna yang dikandungnya 3.Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan jumlah yang menunjukan akibatnya 4.Di samping keseimbangan tersebut, juga keseimbangan khusus lainnya b.Berita tentang hal-hal yang gaib Sebagaimana ulama mengatakan bahwa sebagian mukjizat Al-Quran itu adalah berita gaib. Salah satu contohnya adalah Firaun, yang mengejar-ngejar Nabi Musa. Hal ini, diceritakan dalam surat Yunus (10) ayat 92: . Artinya Maka pada hari Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami. KESIMPULAN Dari makalah dapat di ambil kesimpulan bahwa Al-Quran ini adalah Mukjizat terbesar yang diberikan Allah kepada Nabi Muhammad SAW. Kita tahu bahwa setiap Nabi diutus Allah selalu dibekali mukjizat untuk meyakinkan manusia yang ragu dan tidak percaya terhadap pesan atau misi yang dibawa oleh Nabi. Mukjizat ini selalu dikaitkan dengan perkembangan dan keahlian masyarakat yang dihadapi tiap-tiap Nabi, setiap mukjizat bersifat menantang baik secara tegas maupun tidak, oleh karena itu tantangan tersebut harus dimengerti oleh orang-orang yang ditantangnya itulah sebabnya jenis mukjizat yang diberikan kepada para Nabi selalu disesuaikan dengan keahlian masyarakat yang dihadapinya dengan tujuan sebagai pukulan yang mematikan bagi masyarakat yang ditantang tersebut.

Demikianlah dalam hal ini penulis akhiri makalah ini tak lupa mohon maaf kepada semua pihak, kritik dan saran penulis harapkan demi perbaikan penulisan makalah ini selanjutnya. DAFTAR PUSTAKA Aceh Abu Bakar. Sejarah Al-Quran. Ramadhani, Solo.1989 Ash Shiddiqy TM Hasby, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran, Bulan Bintang Jakarta. 1994 Baldan nasrudin. Metodologi Penafsiran Al-Quran. Pustaka pelajar, Yogyakarta. 1998 Ismail Muhammad Bokar. Dirosat fi Ulum Al-Quran, Dar Al-Manar, Kairo 1991 Marjuki Kamaludin, Ulum Al-Quran. Rosda Karya, Bandung. 1992 Munawar Said Agil Husain. Al-Ijaz Al-Quran Dan Metodologi Tafsir. Rafiqi Mustofa Shadiq. Al-Ijaz Al-Quran. Dar Al-Kitab. Al-Arabi, Beriut. 1990. Drs. Rosihan Anwar, M.Ag, Ilmu Tafsir. Pustaka Setia, Bandung. 2000 Drs. Rosihan Anwar, M.Ag, Ulumul Quran. Pustaka Setia, Bandung. 2000

You might also like