You are on page 1of 4

AKHLAK ISLAMI Istilah akhlak merupakan istilah bahasa Arab.

Kata akhlak merupakan kata jamak dari bentuk tunggal khuluk, yang pengertin umumnya: perilaku, baik itu perilaku terpuji maupun tercela. Kata akhlak jika di uraikan secara bahasa berasal dari rangkaian hurufhuruf kha-la-qa, jika digabungkan (khalaqa) berarti menciptakan. Ini mengingatkan kita pada kata al-khaliq yaitu Allah SWT. Dan kata makhluk, yaitu seuruh alam yang Allah ciptakan, maka kata akhlaq tidak bisa dipisahkan dengan al-khaliq (Allah) dan makhluk (baca: hamba). Akhlaq berarti sebuah perilaku yang muatannya menghubungkan antara hamba dengan Allah SWT; sang khaliq. Adapun Pengertian Akhlak secara Istilah yang dikemukakan oleh imam Ghazali adalah sebagai berikut : Khuluk/ Akhlak adalah kondisi jiwa yang telah tertanam kuat, yang darinya terlahir sikap amal cara mudah tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan. Hal senada di ungkapkan oleh Abu bakar Jabir El-jazairi (1997 : 337), bahwa apabila jiwa ini dididik untuk mengutamakan kemuliaan dan kebenaran, mencintai kebajikan, menyukai kebaikan, dilatih untuk mencintai kebaikan dan membenci kejelekan maka dengan mudah akan lahir darinya perbuatan-perbuatan yang baik dan tidak sulit baginya untuk melakukan apa yang disebut akhlak baik. Di tengah masyarakat, kita sering mendapatkan orang yang berperilaku kasar, menyakiti hati orang lain, menipu dan lain-lain perilaku buruk yang bertentangan dengan nilai-nilai moral Islam. Kita mengatakan bahwa perilaku itu adalah perilaku yang tidak Islami atau jahili. Sebaiknya, kita juga sering mendapatkan seorang yang berperilaku lembut, bijak, dan secara umum sejalan dengan nilai-nilai Islam, lalu kita menyebutnya bahwa orang itu yang berakhlak Islami. Dengan kata lain, perilaku atau akhlak sesungguhnya merupakan aktualisasi dari prinsip nilai atau keyakinan dari seseorang. Namun demikian, sering orang tertipu dengan hanya melihat perilaku baik secara lahir. Adakalanya seseorang berperilaku demikian terpuji dan tampak sangat Islami. Akan tetapi beberapa waktu kemudian diketahui bahwa perilaku yang dirunjukan itu hanyalah sebuah taktik dan strategi belaka untuk mendapatkan simpati orang lain, agar mudah melakukan kejahatan yang tidak mereka duga. Bahkan kita terkadang menjumpai orang yang berperilaku baik, namun begitu orang lain tidak menyebut dan memuji-mujinya maka ia tampak kecewa dan berubah sikap, tidak istiqamah lagi dengan kebaikannya itu. Atau boleh jadi seseorang berbuat baik secara lahiriyah, namun ketika orang yang mendapatkan kebaikan darinya tidak membalas dengan sesuatu yang menyenangkan maka ia berbalik memusuhi. Dengan demikian tidak semua perilaku yang secara lahiriyah tampak Islami bisa serta merta disebut akhlak Islam. Maka dari itu, kita perlu mengetahui bagaimana, bagaimana sebuah akhlak atau perilaku bisa disebut sebagai Islami atau terpuji dalam Islam. Definisi akhlak oleh imam Ghazali di atas menggambarkan sebuah akhlak secara umum. Untuk menjadi Islami, maka iman harus mendasarinya. Karena sebuah amal secara umum bisa

disebut secara Islami jika memenuhi dua syarat: dilakukan karena Allah dan tidak bertentangan dengan ajaran Allah. Sebuah akhlak yang Islami berarti juga perilaku yang didorong oleh iman dan keluar dari jiwa seorang mukmin. Dengan kata lain, sebuah akhlak disebut Islami maka harus memenuhi syarat-syarat berikut: 1. Kondisi jiwa yang tertanam kuat Ini berkaitan dengan nilai-nilai atau prinsip yang telah secara kukuh tertanam dalam jiwa sesesorang. Jika pelakunya adakah seorang Muslim maka nilai-nilai yang tertanam adalah nilai Islam, yang berasaskan keimanan dam ketakwaan depada Allah SWT. 2. Melahirkan sikap amal Mungkin ada sementara orang yang tidak beriman tetapi menunjukan beberapa perilaku yang baik dan terpuji, atau ada pula beberapa orang yang dikenal sebagai Muslim ternyata menunjukan perilaku yang tercela. Kita bisa mengatakan untuk yang pertama, bahwa kebaikan memang diakui oleh semua orang dan fitrah yang bersih pasti mengakuinya, apapun keyakinan agamanya. (Wahid Ahmadi, 2004 : 13) Akhlak dalam banyak kebudayaan selain Islam ditentukan oleh kondisikondisi setempat dan karenanya dapat berubah. Dari berbagai kebutuhan yang terulang muncullah kebiasaan-kebiasaan individu dan adat istiadat kelompok, tetapi hasil-hasil ini merupakan konsekwensi yang tidak pernah disadari dan tidak diduga sebelumnya ataupun diharapkan. Akhlak dan adat istiadat Islami bukan hal tidak sadar. Mereka berasal dari dua sumber utama, yaitu al-Quran dan Sunnah, perbuatan, perkataan dan perintah tidak langsung kehendak Nabi, dan oleh karena itu, dalam pengertian yang sangat tepat merupakan wahyu iIlahi. Kelahiran Islam di Semenanjung Arabia menandai datangnya suatu era, alam fikiran, dan pendidikan baru. Tujuan utama Islam, baik ditinjau dari aspek agama, risalah, maupun filsafat, ialah memberi manusia petunjuk dan pendidikan baru yang dasar, esensi, serta isinya berbeda dari pola-pola yang digunakan masyarakat Arab jahiliyah selama berabad-abad. Islam tidak muncul di dalam ruang hampa, tetapi di tengah-tengah kondisi sosial yang penuh dengan pertentangan antar lapisan sosial, kejumudan berfikir dan kekacauan alam fikiran, terutama mengenai hubungan antara individu dan penciptanya. Kondisi tersebut berdampak pada tingkah laku sehari-hari individu serta aspek-aspek kehidupan material dan mental masyarkat jahiliyah. Dengan kata lain, Islam pada esensinya merupakan pendidikan baru bagi masyarakat jahiliyah. Pendidikan tersebut pada gilirannya membuat masyarakat Islam menjadi masyarakat terdidik yang secara sadar dengan fikiran terbuka, kebijaksanaan, dan pelajaran yang baik mampu melepaskan diri dari faktor-faktor penyebab keterbelakangan, kemudian berupaya membangun kebudayaan yang memberi landasan kekuatan dan kemajuan bagi diri mereka sendiri dan masyarakat sekitar. Islam dengan dua sumber yaitu Al-Quran dan As-Sunnah yang menjadi pegangan dalam menentukan segala urusan dunia dan akhirat. Kedua sumber itulah yang menjadi sumber akhlak Islamiah. Prinsip-prinsip dan kaidah ilmu akhlak Islam semuanya didasarkan kepada wahyu yang bersifat mutlak dan tepat neraca timbangannya.

Apabila melihat pembahasan bidang akhlak Islamiah sebagai satu ilmu berdasarkan kepada dua sumber yang mutlak ini, dapatlah didefinisikan sebagai berikut: Satu ilmu yang membahas tata nilai, hukum-hukum dan prinsip-prinsip tertentu untuk mengenal sifat-sifat keutamaan untuk dihayati dan diamalkan dan mengenal sifat-sifat tercela untuk dijauhi dengan tujuan membersihkan jiwa berdasarkan wahyu Ilahi untuk mencapai keridhaan Allah SWT. Akhlak juga dapat di rumuskan sebagai satu sifat atau sikap kepribadian yang melahirkan perbuatan manusia dalam usaha membentuk kehidupan yang sempurna berdasarkan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan Allah. SWT. Dengan kata lain, akhlak ialah suatu sistem yang menilai perbuatan lahir dan batin manusia baik secara individu, kelompok dan masyarakat. dalam interaksi antara manusia dengan Allah, manusia dengan sesama manusia, manusia dengan hewan, dengan malaikat, dengan jin dan juga dengan alam sekitar. Adapun konsep Islam tentang dasar pendidikan akhlak adalah sebagai berikut: a) Pandangan Islam tentang hakikat pendidikan akhlak bersifat mendalam dan menyeluruh, tidak terikat pada pada suatu pandangan tertentu dan tidak bertentangan dengan teori atau filsafat pendidikan manapun. b) Dalam dasar akhlaki pendidikan Islam terlihat arah pandang yang komprehensif, mencakup semua aspek positif perkembangan integral: Intelektual, spiritual, fisik, dan aspek-aspek perkembangan lainnya. c) Konsep tersebut menghendaki penggunaan segala metode dan sarana pendidikan: tidak terpusat pada satu metode atau sarana tertentu, tidak pula mengutamakan sebagian atas sebagian yang lain. Sehubungan dengan akhlak Islami, Drs. Sahilun A. Nasir menyebutkan bahwa akhlak Islami berkisar pada: Tujuan hidup setiap Muslim, ialah menghambakan dirinya kepada Allah untuk mencapai keridhaan-Nya, hidup sejahtera lahir dan batin, dalam kehidupan masa kini dan masa yang akan datang. Dengan keyakinannya terhadap kebenaran wahyu Allah dan Sunnah Rasul-Nya, membawa konsekwensi logis, sebagai standar dan pedoman utama bagi setiap moral muslim. Ia memberi sangsi terhadap moral dalam kecintaan dan kekuatannya kepada Allah SWT. tanpa perasaan adanya tekanan-tekanan dari luar. Keyakinannya akan hari kemudian/ pembalasan, mendorong manusia berbuat baik dan berusaha menjadi manusia sebaik mungkin, dengan segala pengabdiannya kepada Allah. Islam bukan moral yang baru yang bertentangan dengan ajaran jiwa Islam, berasaskan dari al-Quran dan al-Hadits, diinterpretasikan oleh para ulama mujtahid. Ajaran akhlak Islam meliputi segala segi hidup dan kehidupan manusia berdasarkan asas kebaikan dan bebas dari segala kejahatan. Islam tidak hanya mengajarkan tetapi menegakannya, dengan janji dan sangsi Ilahi yang maha adil. Tuntunan moral sesuai dengan bisikan hati nurani, yang menurut kodratnya cenderung kepada kebaikan dan benci pada keburukan. Jika kita bertanya kepada seseorang mengapa dia beribadah, maka jawabannya bisa beragam, dan keragaman itu juga sekaligus mencerminkan

tingkat penghayatannya tentang Islam. Mungkin ada yang menjawab: untuk menggugurkan kewajiban. Ada pula yang menjawab: untuk memenuhi perintah Allah ada lagi yang mungkin menjawab: untuk menentramkan jiwa. Dan ada pula yang menjawab: untuk membangun kepribadian dan membersihkan jiwa. Jawaban diatas semua benar, namun jawaban terakhir yang menunjukan kematangan penghayatan, sehingga ia bisa merasakan bahwa ibadah memang bukan sembarang memenuhi kewajiban, namun lebih dari itu adalah media untuk mengolah dan mengasah jiwa. Seseorang disebut 'abid atau orang yang ahli ibadah, bukan sematamata berdasarkan berapa lama ia berada di masjid, berapa banyak halaman ia membaca Al-Qur'an tiap hari, berapa kali juga berumrah atau berhaji? Namun juga didasarkan pada ukuran sejauh mana pengaruh ibadah pada dirinya. Apa yang dapat dilihat dan dirasakan pada perilaku atau sikap hidupnya. Dalam istilah Islam, kata yang menunjuk perilaku atau sikap fisik seseorang ada beberapa. Yang paling masyur adalah "akhlak", lalu ada pula "adab", juga "suluk". Akhlak biasanya diartikan perilaku, adab maknanya etika,sedangkan suluk sama dengan akhlak, namun istilah ini lebih banyak dipakai oleh kalangan sufi. Sebagian ulama, ketika berbicara tentang perilaku Islam, ada yang tidak memisahkan antara berbagai istilah ini. Bagi mereka, akhlak adalah adab, juga etika. Muhammad Abdullah Draz dalam bukunya Dustur Al-akhlak Fi AlIslam menyatukan antara akhlak dengan adab. Maka wilayah pembahasan akhlak yang di kupas dalam buku ini menyangkut seluruh perilaku dan etika manusia, baik kepada Allah SWT. maupun kepada sesama. Namun ada sebagian ulama yang membuat garis perbedaan antara berbagai istilah ini. Mereka membedakan antara Akhlak dengan Etika. Dalam buku Minhaj Al-Muslim, Syaikh Abu Bakar Al-Jazairi membuat sub tema pembahasan akhlak terpisah dari adab. Ia melihat bahwa akhlak menyangkut kondisi internal atau suasana batin seseorang sebagai individu. Sedangkan adab lebih berbicara tentang sikap dalam berhubungan dengan pihak lain. Maka beliau hanya memasukan tawakkal sebagai akhlak kepada Allah SWT. tidak memasukan hal lain seperti taqwa.

You might also like