You are on page 1of 22

Virus Campak : Sejarah, Komplikasi dan Kasus

by yusri on June 7, 2011 Virus Campak / Virus Rubella adalah adalah virus RNA beruntai tunggal, dari keluarga Paramyxovirus, dari genus Morbillivirus. Virus campak hanya menginfeksi manusia, dimana virus campak ini tidak aktif oleh panas, cahaya, pH asam, eter, dan tripsin (enzim). Ini memiliki waktu kelangsungan hidup singkat di udara, atau pada benda dan permukaan.

Vaksin Campak Efektif Mengurangi Siklus Epidemi


Referensi untuk campak dapat ditemukan sejauh abad ke-7 Masehi, bahkan penyakit tersebut telah diuraikan oleh Rhazes (filsuf Persia dan dokter), pada abad 10 Masehi, sebagai penyakit yang lebih ditakuti cacar. Tapi semua itu berubah pada tahun 1963, saat vaksin campak dan imunisasi campak ditemukan. Sebelum tahun 1963, hampir semua orang terjangkit dengan virus campak. Lebih dari setengah populasi menderita campak pada saat mereka berumur 6 tahun dan 90 persen mempunyai penyakit ini pada saat mereka berumur 15 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa lebih banyak infeksi virus campak yang terjadi daripada yang dilaporkan, namun setelah vaksin campak tersedia jumlah infeksi campak turun 99 persen, dan siklus epidemi berkurang drastis.

Mekanisme Virus Campak/ Virus Rubella Menular dan Komplikasinya


Virus campak berada dalam lendir di hidung dan tenggorokan orang yang terinfeksi. Penularan campak dapat terjadi ketika bersin atau batuk. Lendir yang terinfeksi dapat mendarat di hidung orang lain atau tenggorokan ketika mereka bernapas atau memasukkan jari-jari mereka di dalam mulut atau hidung setelah menyentuh permukaan yang terinfeksi. Virus tetap aktif dan menular pada permukaan yang terinfeksi sampai 2 jam. Transmisi campak terjadi begitu mudah kepada siapa pun yang tidak di imunisasi campak. Sebagian besar orang yang terinfeksi virus campak / virus rubella sembuh, tetapi komplikasi campak tidak boleh dianggap sepele. Sekitar 6 hingga 20 persen orang yang terkena penyakit akan mengembangkan komplikasi campak. Campak menyebabkan infeksi telinga pada hampir 1 dari setiap 10 anak yang mendapatkan infeksi virus campak. Sebanyak 1 dari 20 anak dengan

campak mendapat pneumonia, dan sekitar 1 anak di setiap 1.000 yang mendapatkan campak akan mengembangkan ensefalitis.

Virus Influenza
by admin on June 6, 2011 Virus Influenza merupakan virus yang sangat menular, menyebar dengan mudah dari orang ke orang, terutama ketika orang yang terinfeksi batuk atau bersin. Virus influenza merupakan penyebab influenza (flu). Virus influenza berbentuk bulat, tetapi juga bisa berbentuk memanjang atau tidak teratur. Di dalam virus influenza ada delapan segmen RNA -untai tunggal (asam ribonukleat)- yang mengandung instruksi genetik untuk membuat salinan baru dari virus. Fitur yang paling mencolok dari virus influenza adalah lapisan yang terproyeksi dari permukaannya, yang pertama adalah protein hemagglutinin (HA), yang memungkinkan virus (berbentuk) untuk sel dan memulai infeksi, yang lain adalah protein yang disebut neuraminidase (NA), yang memungkinkan virus baru terbentuk untuk keluar dari sel inang.

Jenis Virus Influenza


Virus influenza diklasifikasikan sebagai tipe A, B, atau C berdasarkan komposisi protein mereka. Tipe A virus ditemukan dalam berbagai jenis hewan seperti bebek, ayam, babi, paus, termasuk manusia. Tipe B beredar secara luas pada manusia. Tipe C telah ditemukan pada manusia, babi, dan anjing menyebabkan infeksi saluran pernapasan ringan, tetapi tidak memicu epidemi. Tipe influenza A adalah yang paling menakutkan dari tiga, itu diyakini bertanggung jawab atas wabah global tahun 1918, 1957 dan 1968. Virus influenza tipe A dibagi lagi menjadi dua kelompok berdasarkan protein permukaan, HA dan NA. Para ilmuwan telah ditandai 16 subtipe HA dan 9 NA subtipe dari virus influenza. Tipe A subtipe dari virus influenza diklasifikasikan oleh sistem penamaan yang meliputi tempat ketegangan kali ditemukan, sejumlah identifikasi laboratorium, tahun penemuan, jenis HA dan NA yang dimilikinya. Di alam, virus influenza ditemukan pada unggas air liar, seperti bebek dan burung pantai. Flu telah bertahan dalam burung selama jutaan tahun dan biasanya tidak menyakiti mereka. Namun vaksin influenza sering bermutasi dengan mudah bisa melompat sebagai penghalang spesies dari burung liar untuk bebek piaraan dan kemudian ke ayam. Babi dapat terinfeksi influenza yang mirip bentuk influenza yang menginfeksi manusia.

Influenza Sejarah dan Penyebabnya

by admin on June 6, 2011 Influenza biasa disebut flu, adalah penyakit yang disebabkan oleh virus RNA yang menginfeksi saluran pernafasan banyak hewan, burung, dan manusia. Pada kebanyakan orang, hasil infeksi pada orang akan menyebabkan gejala umum seperti demam, batuk, sakit kepala, dan lelah. Beberapa orang juga dapat mengembangkan sakit tenggorokan, mual, muntah, dan diare. Mayoritas individu memiliki gejala selama sekitar satu hingga dua minggu kemudian sembuh tanpa masalah. Namun dibandingkan dengan sebagian besar infeksi virus pernapasan lainnya, infeksi influenza dapat menyebabkan penyakit yang lebih parah dengan angka kematian (tingkat kematian) sekitar 0,1% dari orang yang terinfeksi virus. Haemophilus influenza adalah bakteri yang salah dianggap penyebab influenza sampai virus itu ditunjukkan sebagai penyebab pada tahun 1933. Bakteri ini dapat menyebabkan infeksi paruparu pada bayi dan anak-anak, dan kadang-kadang menyebabkan telinga, mata, sinus, sendi, dan beberapa infeksi lain, tetapi tidak menyebabkan flu.

Penyebab Virus Influenza Berdasarkan Tipe


Virus influenza yang menjadi penyebab dibagi menjadi tiga jenis, yang ditunjuk A, B, dan C. Influenza tipe A dan B bertanggung jawab atas wabah penyakit pernafasan yang terjadi hampir setiap musim dingin atau musim hujan dan sering dikaitkan dengan tingkat peningkatan rawat inap dan kematian. Influenza tipe C berbeda dari tipe A dan B dalam beberapa hal penting. Tipe C biasanya menyebabkan infeksi baik penyakit pernafasan sangat ringan atau tanpa gejala sama sekali, tetapi tidak menyebabkan epidemi dan tidak memiliki dampak kesehatan masyarakat parah influenza tipe A dan B. Upaya untuk mengendalikan dampak influenza ditujukan untuk jenis A dan B. Virus influenza terus berubah dari waktu ke waktu, biasanya dengan mutasi (perubahan RNA virus). Hal ini mengubah konstanta sering memungkinkan virus untuk menghindari sistem kekebalan tubuh (manusia, burung, dan hewan lainnya) sehingga host rentan terhadap infeksi virus influenza berubah sepanjang hidup. Proses ini bekerja sebagai berikut: host terinfeksi virus influenza mengembangkan antibodi terhadap virus karena host tidak mengenali penyakit influenza sebagai masalah sampai infeksi ini berjalan dengan baik. Antibodi yang pertama kali dikembangkan mungkin dalam beberapa kasus memberikan perlindungan parsial terhadap infeksi dengan virus influenza yang baru.

Flu burung
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Belum Diperiksa Wikipedia Indonesia tidak dapat bertanggung jawab dan tidak bisa menjamin bahwa informasi kedokteran yang diberikan di halaman ini adalah benar.
Mintalah pendapat dari tenaga medis yang profesional sebelum melakukan pengobatan.

Flu

Influenza Virus Flu burung Flu babi Flu musiman Riset Vaksin Perawatan Pandemik

Flu burung (bahasa Inggris: avian influenza) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus yang biasanya menjangkiti burung dan mamalia.

Daftar isi
[sembunyikan]

1 Sumber penularan 2 Cara penularan 3 Gejala dan perawatan 4 Kasus penyebaran 5 Awal wabah 6 Lihat pula 7 Referensi dan pranala luar

[sunting] Sumber penularan

Penyebab flu burung adalah virus influenza tipe A yang menyebar antar unggas. Virus ini kemudian ditemukan mampu pula menyebar ke spesies lain seperti babi, kucing, anjing, harimau, dan manusia. Virus influenza tipe A memiliki beberapa subtipe yang ditandai adanya Hemagglutinin (H) dan Neuramidase (N). Ada 9 varian H dan 14 varian N. Virus flu burung yang sedang berjangkit saat ini adalah subtipe H5N1 yang memiliki waktu inkubasi selama 3-5 hari.

[sunting] Cara penularan

Citra mikrograf virus flu burung dalam tahap akhir.[1]

Burung liar dan unggas domestikasi (ternak) dapat menjadi sumber penyebar H5N1. Di Asia Tenggara kebanyakan kasus flu burung terjadi pada jalur transportasi atau peternakan unggas alih-alih jalur migrasi burung liar. Virus ini dapat menular melalui udara ataupun kontak melalui makanan, minuman, dan sentuhan. Namun demikian, virus ini akan mati dalam suhu yang tinggi. Oleh karena itu daging, telur, dan hewan harus dimasak dengan matang untuk menghindari penularan. Kebersihan diri perlu dijaga pula dengan mencuci tangan dengan antiseptik. Kebersihan tubuh dan pakaian juga perlu dijaga. Virus dapat bertahan hidup pada suhu dingin. Bahan makanan yang didinginkan atau dibekukan dapat menyimpan virus. Tangan harus dicuci sebelum dan setelah memasak atau menyentuh bahan makanan mentah. Unggas sebaiknya tidak dipelihara di dalam rumah atau ruangan tempat tinggal. Peternakan harus dijauhkan dari perumahan untuk mengurangi risiko penularan. Tidak selamanya jika tertular virus akan menimbulkan sakit. Namun demikian, hal ini dapat membahayakan di kemudian hari karena virus selalu bermutasi sehingga memiliki potensi patogen pada suatu saat. Oleh karena itu, jika ditemukan hewan atau burung yang mati mendadak pihak otoritas akan membuat dugaan adanya flu burung. Untuk mencegah penularan,

hewan lain di sekitar daerah yang berkasus flu burung perlu dimusnahkan.dan dicegah penyebarannya

[sunting] Gejala dan perawatan


Gejala umum yang dapat terjadi adalah demam tinggi, keluhan pernafasan dan (mungkin) perut. Replikasi virus dalam tubuh dapat berjalan cepat sehingga pasien perlu segera mendapatkan perhatian medis. Penanganan medis maupun pemberian obat dilakukan oleh petugas medis yang berwenang. Obat-obatan yang biasa diberikan adalah penurun panas dan anti virus. Di antara antivirus yang dapat digunakan adalah jenis yang menghambat replikasi dari neuramidase (neuramidase inhibitor), antara lain Oseltamivir (Tamiflu) dan Zanamivir. Masing-masing dari antivirus tersebut memiliki efek samping dan perlu diberikan dalam waktu tertentu sehingga diperlukan opini dokter.

Ghina Vindry
Jumat, 17 Juni 2011
Virus polio Ilm

1. Definisi

Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, mengifeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralisis). Penyakit ini menyerang sistem syaraf dan dapat menyebabkan kelumpuhan bahkan kematian dalam hitungan beberapa jam.

Virus polio (poliomyelitis) sangat menular dan tak bisa disembuhkan. Virus ini menyerang seluruh tubuh (termasuk otot dan sistem saraf) dan bisa menyebabkan kelemahan otot yang sifatnya permanen dan kelumpuhan total dalam hitungan jam saja. Bahkan sekitar 10-15 persen mereka yang terkena polio akhirnya meninggal karena yang diserang adalah otot pernapasannya. 2. Mengenal penyakit polio Stadium akut ditandai dengan suhu tubuh meningkat, jarang terjadi lebih dari 10 hari, kadang disertai sakit kepala dan muntah. Kelumpuhan terjadi dalam seminggu permulaan sakit. Laboraturium rujukan global di Mumbai, India, mengkonfirmasikan bahwa isolat virus yang dikirim dari Sukabumi, Jawa Barat, adalah polio liar (wild poliovirus) tipe 1. Dalam situs polio eradication yang bisa diakses di situs Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) disebutkan, virus yang ditemukan pada bayi berusia 18 bulan itu berasal dari Afrika Barat Karena itu, dunia kesehatan Indonesia dikejutkan munculnya kembali penyakit polio. Kali terakhir pada 1995, Laboratorium Biofarma, Balai Penelitian dan Pengembangan Depkes, dan Balai Laboratorium Kesehatan Surabaya menemukan tujuh penderita polio di Malang, Cilacap, Medan, Palembang, dan Probolinggo. Penyebab penyakit itu adalah virus polio yang terdiri atas tiga strain, yaitu strain 1 (brunhilde), strain 2 (lanzig), dan strain 3 (leon). Strain 1 seperti yang ditemukan di Sukabumi paling paralitogenik atau paling ganas dan sering menyebabkan kejadian luar biasa (wabah), sedangkan strain 2 paling jinak. Virus polio termasuk genus enteroviorus, famili picornavirus. Bentuk virus itu icosahedral, tanpa sampul (envelope) dengan genom RNA, single stranded messenger molecule. Single stranded RNA membentuk hampir 30% bagian virion dan sisanya terdiri atas 4 protein besar (VP1-4) dan satu protein kecil (Vpg). Gejala Klinik penyakit polio pada manusia sangat jelas. Sebagian besar (90%) infeksi virus polio menyebabkan inapparent infection, sedangkan 5% menampilkan gejala abortive infection, 1% nonparalytic, dan sisanya menunjukkan tanda klinik paralitik. Bagi penderita dengan tanda klinik paralitik, 30% akan sembuh, 30% menunjukkan kelumpuhan ringan, 30% menunjukkan kelumpuhan berat, dan 10% menunjukkan gejala berat serta bisa menimbulkan kematian. Masa inkubasi biasanya 3-35 hari. Penderita sebelum ditemukannya vaksin terutama berusia di bawah 5 tahun. Setelah adanya perbaikan sanitasi serta penemuan vaksin, usia penderita bergeser pada kelompok anak usia di atas 5 tahun. 3. Jenis Polio Pada 5% mereka yang terinfeksi virus polio, akan mengalami viremia mayor. Viremia ini dikaitkan dengan apa yang disebut poliomielitis abortif. Dari mereka yang mengalami viremia mayor ini, ada yang

kemudian menunjukkan gejala dan tanda invasi virus polio pada sistem syaraf pusat. Invasi virus polio pada syaraf pusat dapat menyebabkan meningitis aseptik non paralitik dan poliomielitis paralitik. Polio non-paralisis Polio non-paralisis menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu, dan sensitif. Terjadi kram otot pada leher dan punggung, otot terasa lembek jika disentuh. Polio paralitik Poliomielitis paralitik tidak disertai perubahan sensasi atau kognisi. Berdasarkan manifestasi spesifiknya, poliomielitis paralitik dapat dibagi menjadi poliomielitis spinal, poliomielitis bulbar, dan poliomielitis bulbospinal.

Polio paralisis spinal Faktor yang mempengaruhi terjadinya poliomielitis spinal belum diketahui secara pasti. Hanya saja, diduga aktivitas fisik dan injeksi intramuskular ketika fase klinis minor berperan penting (itulah kenapa, dahulu ketika angka kejadian infeksi polio masih tinggi, ada yang berpendapat bahwa anak panas tidak boleh disuntik, karena siapa tahu panasnya disebabkan oleh infeksi virus polio). Poliomielitis spinal diawali dengan mialgia (nyeri otot), spasme otot (kontraksi otot yang tidak sadar dan abnormal), kemudian diikuti dengan penurunan kekuatan otot asimetris, terutama anggota gerak bawah dan menjadi maksimal setelah 48 jam. Hal ini disebabkan destruksi sel saraf motorik (bagian tanduk depan sistem syaraf tulang belakang), yang diikuti dengan denervasi otot skeletal yang disarafinya.Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot tungkai. Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari satu penderita dari 200 penderita akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering ditemukan terjadi pada kaki. Setelah virus polio menyerang usus, virus ini akan diserap oleh pembulu darah kapiler pada dinding usus dan diangkut seluruh tubuh. Virus Polio menyerang saraf tulang belakang dan syaraf motorik yang mengontrol gerakan fisik. Pada periode inilah muncul gejala seperti flu. Namun, pada penderita yang tidak memiliki kekebalan atau belum divaksinasi, virus ini biasanya akan menyerang seluruh bagian batang saraf tulang belakang dan batang otak. Infeksi ini akan mempengaruhi sistem saraf pusat dan menyebar sepanjang serabut saraf. Seiring dengan berkembang biaknya virus dalam sistem saraf pusat, virus akan menghancurkan syaraf motorik. Syaraf motorik tidak memiliki kemampuan regenerasi dan otot yang berhubungan dengannya tidak akan bereaksi terhadap perintah dari sistem saraf pusat. Kelumpuhan pada kaki menyebabkan tungkai menjadi lemas -- kondisi ini disebut acute flaccid paralysis (AFP). Infeksi parah pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada toraks (dada) dan abdomen (perut), disebut quadriplegia.

Polio bulbar

Poliomielitis bulbar (bagian dari batang otak) biasanya hanya disertai gangguan minimal pada otot gerak bawah. Biasanya terjadi pada anak, dan sering ditemukan pada mereka yang tonsil dan adenoidnya (amandel) sudah diambil (itulah kenapa jika sedang terjadi wabah polio operasi pengambilan amandel sebaiknya ditunda). Poliomielitis bulbar mempunyai angka kematian yang tinggi, karena gangguan vasomotor seperti hipertensi, hipotensi, kolaps sirkulasi (shock), disfungsi autonom, disfagia (kesulitan menelan), disfonia (kesulitan bersuara) dan kegagalan pernafasan. Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga batang otak ikut terserang. Batang otak mengandung syaraf motorik yang mengatur pernapasan dan saraf kranial, yang mengirim sinyal ke berbagai syaraf yang mengontrol pergerakan bola mata; saraf trigeminal dan saraf muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot muka; saraf auditori yang mengatur pendengaran; saraf glossofaringeal yang membantu proses menelan dan berbagai fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher.

Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan kematian. Lima hingga sepuluh persen penderita yang menderita polio bulbar akan meninggal ketika otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja. Kematian biasanya terjadi setelah terjadi kerusakan pada saraf kranial yang bertugas mengirim 'perintah bernapas' ke paru-paru. Penderita juga dapat meninggal karena kerusakan pada fungsi penelanan; korban dapat 'tenggelam' dalam sekresinya sendiri kecuali dilakukan penyedotan atau diberi perlakuan trakeostomi untuk menyedot cairan yang disekresikan sebelum masuk ke dalam paruparu. Namun trakesotomi juga sulit dilakukan apabila penderita telah menggunakan 'paru-paru besi' (iron lung). Alat ini membantu paru-paru yang lemah dengan cara menambah dan mengurangi tekanan udara di dalam tabung. Kalau tekanan udara ditambah, paru-paru akan mengempis, kalau tekanan udara dikurangi, paru-paru akan mengembang. Dengan demikian udara terpompa keluar masuk paru-paru. Infeksi yang jauh lebih parah pada otak dapat menyebabkan koma dan kematian.

Tingkat kematian karena polio bulbar berkisar 25-75% tergantung usia penderita. Hingga saat ini, mereka yang bertahan hidup dari polio jenis ini harus hidup dengan paru-paru besi atau alat bantu pernapasan. Polio bulbar dan spinal sering menyerang bersamaan dan merupakan sub kelas dari polio paralisis. Polio paralisis tidak bersifat permanen. Penderita yang sembuh dapat memiliki fungsi tubuh yang mendekati normal.

Polio bulbospinal Poliomielitis bulbospinal terjadi karena invasi virus polio pada batang otak dan sistem syaraf tulang belakang. Selain itu virus polio juga dapat menyebabkan ensefalitis (radang otak) akut.

4. Tipe Virus Polio Penyakit polio atau poliomielitis paralitik sudah dikenal sejak akhir abad 18, bahkan mungkin sejak jaman Mesir kuno. Penyakit ini disebabkan oleh virus polio, anggota genus Enterovirus, famili Picornaviridae. Sampai sekarang telah diisolasi 3 strain virus polio yaitu : Tipe 1 (Brunhilde), Virus ini relatif tahan terhadap hampir semua desinfektan (etanol, isopropanol, lisol, amonium kuartener, dll) dan yang paling ganas (paralitogenik) dan sering menyebabkan kejadian luar biasa atau wabah. Virus ini tidak memiliki amplop lemak sehingga tahan terhadap pelarut lemak termasuk eter dan kloroform. Virus ini dapat diinaktifasi oleh formaldehid, glutaraldehid, asam kuat, sodium hipoklorit, dan klorin. Virus polio menjadi inaktif dengan pemanasan di atas 42 derajat Celcius. Selain itu, pengeringan dan ultraviolet juga dapat menghilangkan aktivitas virus polio. Tipe 2 (Lanzig) adalah tipe yang paling jinak. Tipe 3 (Leon) 5. Mekanisme Penyebaran Virus Polio ditularkan terutama dari manusia ke manusia, terutama pada fase akut, bersamaan dengan tingginya titer virus polio di faring dan feses. Virus polio diduga dapat menyebar melalui saluran pernafasan karena sekresi pernafasan merupakan material yang terbukti infeksius untuk virus entero lainnya. Meskipun begitu, jalur pernafasan belum terbukti menjadi jalur penularan untuk virus polio. Transmisi oral biasanya mempunyai peranan yang dominan pada penyebaran virus polio di negara berkembang, sedangkan penularan secara fekal-oral paling banyak terjadi di daerah miskin. Makanan dan minuman dapat terkontaminasi melalui lalat atau karena higienis yang rendah. Sumber penularan lain yang mungkin berperan adalah tanah dan air yang terkontaminasi material feses, persawahan yang diberi pupuk feses manusia, dan irigasi yang dengan air yang telah terkontaminasi virus polio. Penularan virus polio terutama melalui jalur fekal-oral dan membutuhkan kontak yang erat. Prevalensi infeksi tertinggi terjadi pada mereka yang tinggal serumah dengan penderita. Biasanya bila salah satu anggota keluarga terinfeksi, maka yang lain juga terinfeksi. Kontaminasi tinja pada jari tangan, alat tulis, mainan anak, makanan dan minuman, merupakan sumber utama infeksi. Virus masuk melalui mulut dan hidung lalu berkembang biak di dalam tenggorokan dan saluran pencernaan atau usus. Selanjutnya, diserap dan disebarkan melalui sistem pembuluh darah dan pembuluh getah bening. Virus ditularkan infeksi droplet dari oral-faring (mulut dan tenggorokan) atau tinja penderita infeksi. Penularan terutama terjadi langsung dari manusia ke manusia melalui fekal-oral (dari tinja ke mulut) atau yang agak jarang melalui oral-oral (dari mulut ke mulut). Fekal-oral berarti minuman atau

makanan yang tercemar virus polio yang berasal dari tinja penderita masuk ke mulut manusia sehat lainnya. Sementara itu, oral-oral adalah penyebaran dari air liur penderita yang masuk ke mulut manusia sehat lainnya. Penularan virus terjadi secara langsung melalui beberapa cara, yaitu: * fekal-oral (dari tinja ke mulut) Maksudnya, melalui minuman atau makanan yang tercemar virus polio yang berasal dari tinja penderita lalu masuk ke mulut orang yang sehat. Penularan virus polio terutama melalui jalur fekal-oral dan membutuhkan kontak yang erat. Prevalensi infeksi tertinggi terjadi pada mereka yang tinggal serumah dengan penderita. Biasanya bila salah satu anggota keluarga terinfeksi, maka yang lain juga terinfeksi. Kontaminasi tinja pada jari tangan, alat tulis, mainan anak, makanan dan minuman, merupakan sumber utama infeksi * oral-oral (dari mulut ke mulut) Yaitu melalui percikan ludah atau air liur penderita yang masuk ke mulut orang sehat lainnya. Sebenarnya, kondisi suhu yang tinggi dapat cepat mematikan virus. Sebaliknya, pada keadaan beku atau suhu yang rendah justru virus dapat bertahan hidup bertahun-tahun. Ketahanan virus ini di dalam tanah dan air sangat bergantung pada kelembapan suhu dan adanya mikroba lain. Virus ini dapat bertahan lama pada air limbah dan air permukaan, bahkan dapat sampai berkilo-kilometer dari sumber penularan. Meskipun cara penularan utama adalah akibat tercemarnya lingkungan oleh virus polio dari penderita yang terinfeksi, namun virus ini sebenarnya hidup di lingkungan yang terbatas. Nah, salah satu inang atau mahluk hidup perantaranya adalah manusia. Faktor yang mempengaruhi penyebaran virus adalah kepadatan penduduk, tingkat higienis, kualitas air, dan fasilitas pengolahan limbah. Di area dengan sanitasi yang bagus dan air minum yang tidak terkontaminasi, rute transmisi lainnya mungkin penting. Bahan yang dianggap infeksius untuk virus polio adalah feses dan sekresi pernafasan dari pasien yang terinfeksi virus polio atau yang menerima OPV (Oral Poliovirus Vaccine) dan produk laboratorium yang digunakan untuk percobaan dengan menggunakan virus polio. Bahan yang dianggap berpotensi infeksius adalah feses dan sekresi faring yang dikumpulkan untuk tujuan apapun dari daerah yang masih terdapat virus polio liar. Darah, serum dan cairan serebrospinal tidak diklasifikasikan infeksius untuk virus polio. Globalisasi telah membuat pengendalian penyebaran virus menjadi lebih sukar. Mobilitas penduduk negara endemis ke berbagai negara membuat virus dengan cepat menyebar. Poliomyelitis atau yang lebih dikenal dengan Polio merupakan penyakit yang sangat menular diakibatkan oleh virus polio. Penyakit ini menyerang sistem syaraf dan dapat menyebabkan kelumpuhan bahkan kematian dalam hitungan beberapa jam. Virus polio yang secara ilmiah dikenal sebagai virus polio liar atau Wild Polio Virus/WPV memasuki tubuh manusia melalui mulut dengan perantaraan

makanan yang telah terkontaminasi tinja dari orang yang sudah terjangkit polio. Dari sini nampak jelas pentingya menjaga kebersihan lingkungan khususnya pengolahan makanan agar tidak terkontaminasi dengan tinja ataupun kotoran lain yang membawa berbagai macam agen penyakit.

Virus yang telah masuk melalui mulut akan melewati jalur pencernaan hingga sampai di usus. Virus yang telah berada di dalam usus dapat berkembang biak yang pada gilirannaya akan dikeluarkan kembali oleh orang yang terjangkit melalui tinjanya. Tinja tersebut yang sangat berpotensi menjadi sumber penularan virus kepada orang lain. Virus polio hanya menyerang primata, termasuk manusia. Virus polio masuk melalui saluran cerna. Setelah masuk, virus akan bereplikasi (memperbanyak diri). Sampai saat ini belum diketahui secara pasti, tipe sel dan tempat spesifik yang digunakan virus ini untuk bereplikasi pertama kalinya. Hanya saja, virus ini dapat diisolasi dari jaringan limfe di saluran cerna, sehingga diduga tempat replikasi pertama virus tersebut adalah di jaringan limfe saluran cerna terutama bercak Peyer dan tonsil. Meskipun begitu, tidak jelas apakah virus polio memang bereplikasi di tempat tersebut atau hanya terserap oleh jaringan limfe setelah bereplikasi di sel epitel saluran cerna. Fase ini berlangsung 3-10 hari, dapat sampai 3 minggu. Virus polio pada fase ini dapat ditemukan di ludah dan feses, dan berperan dalam proses penularan. Setelah memperbanyak diri di jaringan limfe saluran cerna, virus polio akan menyebar melalui darah (viremia) untuk menuju sistem retikuloendotelial lainnya, termasuk diantaranya nodus limfe, sunsum tulang, hati, dan limpa, dan mungkin ke tempat lainnya seperti jaringan lemak coklat dan otot. Sebagian besar dari mereka yang terinfeksi virus polio tidak menunjukkan gejala apapun, atau menunjukkan gejala yang disebut poliomielitis abortif (ada yang menyebutnya fase klinis minor dari infeksi virus polio). Gejalanya mirip infeksi virus pada umumnya, yaitu demam, nyeri tenggorokan, gangguan saluran cerna (mual, muntah, rasa tidak enak di perut, konstipasi atau mungkin diare), dan atau gejala yang menyerupai influenza, ditandai dengan sakit kepala, mialgia (nyeri otot), dan badan terasa lemas. Sebagian besar dari mereka yang terinfeksi dapat mengatasi infeksi yang terjadi sebelum timbul viremia yang kedua. Sekitar 5% dari mereka yang terinfeksi, setelah perbanyakan virus di sistem retikuloendotelial dan tempat lainnya, akan terjadi penyebaran virus di darah (viremia) yang kedua. Meskipun sistem saraf pusat (mungkin) dapat terserang ketika viremia pertama, namun mayoritas terjadi setelah viremia kedua (Di sini poin utama pentingnya vaksinasi polio. Penjelasan lebih detail di artikel yang akan datang). Infeksi virus polio pada sistem syaraf pusat dapat menyebabkan penyakit meningitis (radang selaput otak) aseptik (tidak disertai infeksi bakteri) non-paralitik atau dapat berupa poliomielitis paralitik (paralitik = kehilangan kemampuan untuk bergerak/lumpuh, sebagian atau total). Infeksi pada sistem syaraf pusat inilah yang ditakutkan pada infeksi virus polio. Mekanisme virus polio menginfeksi sistem syaraf pusat masih belum diketahui secara pasti. Ada 3 hipotesis, yang pertama, virus polio menginfeksi sistem syaraf pusat melalui transport axon (sel syaraf

panjang yang menghantarkan signal syaraf) dengan arah yang berlawanan (signal syaraf bergerak dari sistem syaraf pusat ke otot, virus bergerak dari otot ke sistem syaraf pusat). Hipotesis kedua adalah virus menembus sawar darah otak, independen dari keberadaan reseptor seluler untuk virus polio (CD155). Dan hipotesis ketiga, virus polio diimpor ke sistem syaraf pusat melalui sel makrofag (mekanisme kuda Trojan). Sampai saat ini, mayoritas bukti ilmiah mendukung hipotesis yang pertama.

6. Gejala Polio Tanda penyakit polio pada manusia sangat jelas. Sebagian besar (90%) infeksi virus polio menyebabkan inapparent infection, sedangkan 5% menampilkan gejala abortive infection, 1% nonparalytic, dan sisanya menunjukkan tanda klinik paralitik. Bagi penderita dengan tanda klinik paralitik, 30% akan sembuh, 30% menunjukkan kelumpuhan ringan, 30% menunjukkan kelumpuhan berat, dan 10% menunjukkan gejala berat serta bisa menimbulkan kematian. Masa inkubasi biasanya 3-35 hari. Penderita sebelum ditemukannya vaksin terutama berusia di bawah 5 tahun. Setelah adanya perbaikan sanitasi serta penemuan vaksin, usia penderita bergeser pada kelompok anak usia di atas 5 tahun.

Gejala polio antara lain: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Demam Rasa lelah Sakit kepala Muntah-muntah Rasa kaku pada leher Rasa sakit pada kaki atau tangan

Masa inkubasi virus polio biasanya berkisar 3-35 hari. Gejala umum serangannya adalah pengidap mendadak lumpuh pada salah satu anggota gerak setelah demam selama 2-5 hari. Berikut fase-fase infeksi virus tersebut: * stadium akut

Yaitu fase sejak adanya gejala klinis hingga 2 minggu. Ditandai dengan suhu tubuh yang meningkat. Kadang disertai sakit kepala dan muntah-muntah. Kelumpuhan terjadi dalam seminggu permulaan sakit. Kelumpuhan terjadi akibat kerusakan sel-sel motor neuron di bagian tulang belakang (medula spinalis) lantaran invasi virus. Kelumpuhan ini bersifat asimetris sehingga cenderung menimbulkan gangguan bentuk tubuh (deformitas) yang menetap atau bahkan menjadi lebih berat. Kelumpuhan yang terjadi sebagian besar pada tungkai kaki (78,6%), sedangkan 41,4% pada lengan. Kelumpuhan ini berlangsung bertahap sampai sekitar 2 bulan sejak awal sakit. *stadium subakut Yaitu fase 2 minggu sampai 2 bulan. Ditandai dengan menghilangnya demam dalam waktu 24 jam atau kadang suhu tidak terlalu tinggi. Kadang disertai kekakuan otot dan nyeri otot ringan. Terjadi kelumpuhan anggota gerak yang layuh dan biasanya salah satu sisi saja. *stadium convalescent Yaitu fase pada 2 bulan sampai dengan 2 tahun. Ditandai dengan pulihnya kekuatan otot yang sebelumnya lemah. Sekitar 50-70 persen fungsi otot pulih dalam waktu 6-9 bulan setelah fase akut. Selanjutnya setelah 2 tahun diperkirakan tidak terjadi lagi pemulihan kekuatan otot.

*stadium kronik Yaitu lebih dari 2 tahun sejak gejala awal penyakit biasanya menunjukkan kekuatan otot yang mencapai tingkat menetap dan kelumpuhan otot yang terjadi sudah bersifat permanen. 7. Pencegahan Polio Hingga saat ini belum ditemukan cara pengobatan penyakit polio. Yang paling efektif hanyalah pencegahan dengan cara imunisasi. Dalam World Health Assembly 1988 yang diikuti sebagian besar negara di dunia, dibuat kesepakatan untuk melakukan eradikasi polio (Erapo) tahun 2000. Artinya, dunia bebas polio pada 2000. Program Erapo pertama yang dilakukan adalah melakukan imunisasi tinggi dan menyeluruh. Kemudian, diikuti Pekan Imunisasi Nasional yang dilakukan Depkes 1995, 1996, dan 1997. Imunisasi polio yang harus diberikan sesuai rekomendasi WHO adalah sejak lahir sebanyak 4 kali dengan interval 6-8 minggu. Kemudian, diulang usia 1,5 tahun, dan 15 tahun. Upaya ketiga adalah survailance accute flaccid paralysis atau penemuan penderita yang dicurigai lumpuh layuh pada usia di bawah 15 tahun. Mereka harus diperiksa tinjanya untuk memastikan karena polio atau bukan. Tindakan lain adalah melakukan mopping-up. Yakni, pemberian vaksinasi massal di daerah yang ditemukan penderita polio terhadap anak usia di bawah lima tahun tanpa melihat status imunisasi polio sebelumnya.

Ada beberapa langkah upaya pencegahan penyebaran penyakit polio ini, di antaranya adalah: * Eradikasi Polio Dalam World Health Assembly tahun 1988 yang diikuti oleh sebagian besar negara di seluruh penjuru dunia dibuat kesepakatan untuk melakukan Eradikasi Polio (ERAPO) tahun 2000, artinya dunia bebas polio tahun 2000. Program ERAPO yang pertama dilakukan adalah dengan melakukan cakupan imunisasi yang menyeluruh. * PIN (Pekan Imunisasi Nasional) Selanjutnya, pemerintah mengadakan PIN pada tahun 1995, 1996 dan 1997. Imunisasi polio yang harus diberikan sesuai dengan rekomendasi WHO yaitu diberikan sejak lahir sebanyak 4 kali dengan interval 6-8 minggu. Kemudian diulang pada saat usia 1,5 tahun; 5 tahun; dan usia 15 tahun. Upaya imunisasi yang berulang ini tentu takkan menimbulkan dampak negatif. Bahkan merupakan satu-satunya program yang efisien dan efektif dalam pencegahan penyakit polio. * Survailance Acute Flaccid Paralysis Yaitu mencari penderita yang dicurigai lumpuh layuh pada usia di bawah 15 tahun. Mereka harus diperiksa tinjanya untuk memastikan apakah karena polio atau bukan. Berbagai kasus yang diduga infeksi polio harus benar-benar diperiksa di laboratorium karena bisa saja kelumpuhan yang terjadi bukan karena polio. * Mopping Up Artinya tindakan vaksinasi massal terhadap anak usia di bawah 5 tahun di daerah ditemukannya penderita polio tanpa melihat status imunisasi polio sebelumnya. Tampaknya di era globalisasi dimana mobilitas penduduk antarnegara sangat tinggi dan cepat, muncul kesulitan dalam mengendalikan penyebaran virus ini. Selain pencegahan dengan vaksinasi polio tentu harus disertai dengan peningkatan sanitasi lingkungan dan sanitasi perorangan. Penggunaan jamban keluarga, air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan, serta memelihara kebersihan makanan merupakan upaya pencegahan dan mengurangi risiko penularan virus polio yang kembali mengkhawatirkan ini. Menjadi salah satu keprihatinan dunia bahwa kecacatan akibat polio menetap tak bisa disembuhkan. Penyembuhan yang bisa dilakukan sedikit sekali alias tidak ada obat untuk menyembuhkan polio. Namun, sebenarnya orang tua tak perlu panik jika bayi dan anaknya telah memperoleh vaksinasi polio lengkap.

8. Sindroma Paska Polio


Setelah mengalami serangan poliomielitis akut, bagi mereka yang dapat bertahan hidup, akan memasuki fase penyembuhan atau fase stabil. Pada beberapa pasien ditemukan adanya gangguan

aktivitas sehari-hari, mobilitas, alat gerak atas dan kapasitas pernafasan dalam jarak waktu yang lama (bertahun-tahun) setelah terkena poliomielitis paralitik. Sindroma ini sering disebut sindroma paska polio. Keberadaan sindroma paska polio di dunia klinis sendiri masih menjadi perdebatan. Ada kelompok yang mendukung ada pula yang menolaknya. Syarat untuk dapat disebut sindroma paska polio adalah gejala dan tanda yang baru muncul tersebut tidak disertai kelainan ortopedik, neurologikal, pernafasan, atau penyakit klinis sistemik. Faktor yang berkaitan dengan terjadinya sindroma paska polio adalah onset (saat muncul gejala pertama kali) setelah periode stabil yang panjang, ada riwayat poliomielitis akut waktu usia muda, ada gangguan anggota gerak-batang otak-atau pernafasan berat ketika terkena polio akut, penyembuhan yang tidak sempurna yang disertai disabilitas sisa, dan aktivitas fisik berat dalam fase stabil tersebut. Sindroma ini dapat berupa nyeri di sendi, tulang dan otot, kelemahan, kram, fasikulasi otot, penyusutan massa otot, dan gangguan fungsional (gangguan aktivitas sehari-hari, mobilitas, anggota gerak atas dan pernafasan). Komplikasi ortopedik sering ditemukan dan merefleksikan stress abnormal yang berkepanjangan karena deformasi skeletal dan kelemahan otot. Abnormalitas meliputi deformitas fleksi yang terfiksasi, hiperekstensi atau instabilitas ke samping pada lutut atau pinggul, instabilitas progresif pada sendi, osteoporosis, patah tulang, osteoarthrosis, dan skoliosis. Spondilosis servikal akan bermanifestasi sebagai nyeri leher, dan gangguan sensorik pada beberapa pasien. Efek penyakit polio pada pertumbuhan sangat penting. Polio yang terjadi sebelum masa cepat pertumbuhan biasanya menyebabkan skoliosis progresif dan pemendekan anggota gerak, yang berakumulasi menjadi retardasi pertumbuhan. Gangguan pernafasan tampak sebagai hipoventilasi nokturnal progresif dan mungkin berkaitan dengan deformitas dinding dada, skoliosis progresif, atau faktor lain yang memberikan stress pada sistem pernafasan. Komplikasi neurologik dapat dikarenakan deformitas skeletal dan penggunaan alat bantu gerak yang meningkatkan resiko terjadinya penjepitan syaraf tepi.

9. Respon Imun Terhadap Infeksi Virus Polio


Respon imun/kekebalan alami memegang peranan penting dalam penentuan trofisme jaringan dan patogenitas virus polio. Pada tikus transgenik CD155, jaringan non syaraf yang tidak menjadi target replikasi untuk virus polio menunjukkan peningkatan aktivitas gen yang distimulasi oleh interferon dan respon interferonnya lebih cepat dibandingkan jaringan syaraf. Hal ini menimbulkan dugaan adanya peran penting interferon dalam melindungi jaringan non syaraf tersebut. Ketika tikus transgenik CD155 tersebut di-knock out interferon alfa-beta-nya, titer virus polio di jaringan non syaraf meningkat dan terjadi peningkatan frekuensi paralisis dibandingkan dengan tikus transgenik CD155 liar Respon sistem kekebalan humoral berperan penting dalam perlindungan dan kekebalan jangka panjang. Antibodi yang dihasilkan setelah infeksi polio virus liar, atau setelah vaksinasi dengan vaksin polio oral (OPV/oral poliovirus vaccine. Ada yang menyebutnya vaksin polio hidup) atau IPV (inactivated polio vaccine, atau ada yang menyebutnya vaksin polio mati) dapat mencegah terjadinya poliomielitis

karena mencegah terjadinya viremia, sehingga mencegah infeksi pada sistem syaraf pusat. Dibandingkan IPV, infeksi virus polio liar atau vaksin polio oral akan menghasilkan produksi IgG sirkulasi yang lebih banyak dan juga sekresi IgA di usus halus. Akibatnya dosis yang dibutuhkan oleh virus polio untuk melakukan re-infeksi akan mengalami peningkatan. Selain itu, jika terjadi re-infeksi, jumlah dan durasi pengeluaran virus polio di tinja akan menurun. Jumlah dan durasi pengeluaran virus polio di tinja ini berperan besar dalam proses penyebaran virus polio. Makin banyak dan makin lama virus polio dikeluarkan via tinja oleh si penderita, maka resiko penyebarannya akan semakin besar. Selain respon sistem kekebalan humoral, sistem kekebalan seluler mungkin juga berperan besar dalam menghadapi infeksi virus polio. Secara teoritik, sel T CD4+ membantu sel B dalam respon kekebalan humoral. Sel T sitolitik mungkin mempunyai peranan dalam proses pembersihan virus secara langsung dengan cara melisiskan sel yang terinfeksi virus. Sel T gamma atau delta dan sel NK (yang merupakan bagian dari respon kekebalan alami) mungkin berperan dalam respon kekebalan adaptif sel T. Diposkan oleh Ghina Vindry di 05:27 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Label: Ilmu Pengetahuan Alam 0 komentar: Poskan Komentar Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda Langgan: Poskan Komentar (Atom)

Translatter
Google Translate

visitor
Free Hit Counter

Lencana Facebook
Ghina Si Juteq

Buat Lencana Anda

Kategori

Ilmu Pengetahuan Alam (2) Motivasi (1) Umum (2)

Arsip Blog

2011 (5) o Juni (4) Sistem Pencernaan Ruminansia Virus polio Tahukah Kamu????

Motivasi Diri-Mu April (1)

Widget Animasi

Widget Animasi

<a href="http://www5.shoutmix.com/?juteq">View shoutbox</a> ShoutMix chat widget

Jam My Music

Music Playlist at MixPod.com

Mengenai Saya

Ghina Vindry Palu, Sul-Teng, Indonesia

Ga ada yang istimewa tentang saya... Saya anak pertama dari dua bersaudara.. Teman2 biasa manggil saya dengan nama gina.. untuk lebih lanjutnya liat di facebook aku aja.... :) Lihat profil lengkapku

Pengikut
Template Picture Window. Diberdayakan oleh Blogger.

You might also like