You are on page 1of 26

DAFTAR ISI DAFTAR ISI . 1 BAB I PENDAHULUAN .....

2
Pengetian Hakikat Pembelajaran . 4

Jenis-Jenis Pembelajaran . 5
Jenis Pembelajaran berdasarkan Pendekatan ... 9

Tinjauan dan Unsur-unsur Dinamis Pembelajaran .. 11


Strategi Pembelajaran 19

KESIMPULAN . 25 DAFTAR PUSTAKA ... 26

BAB I
PENDAHULUAN
Ditinjau dari prosesnya pendidikan adalah komunikasi dalam arti kata bahwa dalam proses tersebut terlibat dua komponen yang terdiri atas manusia, yakni pengajar sebagai komunikator dan pelajar sebagai komunikan. Lazimnya pada tingkatan bawah dan menengah pengajar itu disebut guru, sedangkan pelajar disebut dengan murid; pada tingkatan tinggi pengajar dinamakan dengan dosen, sedangkan pelajar dinamakan dengan mahasiswa. Pada tingkatan apapun proses komunikasi antara pelajar dan pengajar itu pada hakekatnya sama saja. Perbedaannya hanyalah pada jenis pesan serta kualitas yang disampaikan oleh si pengajar kepada di pelajar. Perbedaan komunikasi dan pendidikan terletak pada tujuannya atau efek yang diharapkan. Ditinjau dari efek yang diharapkan itu, tujuan komunikasi sifatnya umum, sedangkan tujuan pendidikan sifatnya khusus. Kekhususan inilah yang dalam proses komunikasi melahirkan istilah-istilah khusus seperti penerangan, propaganda, indoktrinasi, agitasi dan pendidikan. Tujuan pendidikan adalah khas atau khusus, yaitu meningkatkan pengetahuan seseorang mengenai suatu hal sehingga ia menguasainya. Jelas perbedaannya dengan tujuan penerangan, propaganda, indoktrinasi dan agitasi sebagaimana disinggung di atas. Tujuan pendidikan akan tercapai jika prosesnya komunikatif. Dalam pendidikan, terdapat proses pembelajaran. Pembelajaran ialah membelajarakan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar yang merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Mengajar sendiri adalah mengorganisasikan aktivitas siswa dalam arti yang luas. Sedangkan belajar adalah kegiatan individu memperoleh pengetahuan, prilaku, dan keterampilan dengan cara mengolah bahan belajar.

BAB II
HAKIKAT PEMBELAJARAN Pengertian dan ciri-ciri pembelajaran Pembelajaran atau mengajar adalah upaya guru untuk mengubah tingkah laku siswa. Hal ini disebabkan karena pembelajaran adalah upaya guru untuk supaya siswa mau belajar. Sedangkan belajar adalah perubahan tingkah laku siswa. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa mengajar bukan upaya guru untuk menyampaikan bahan, tetapi bagaimana siswa dapat mempelajari bahan sesuai dengan tujuan.Dengan demikian maka mengajar haruslah mengatur lingkungan agar terjadi proses belajar mengajar dengan baik. Dari pengertian tersebut mengajar mempunyai dua arti, yaitu: menyampaikan pengetahuan kepada siswa dan membimbing siswa. Sedangkan proses pembelajaran Menurut Corey (1986: 195) adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkan laku tertentu dalam kondisi- kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu. Dua arti belajar di atas menunjukkan bahwa pelajaran lebih bersifat pupil-centered, dan guru berperan sebagai meneger of learning. Hal ini membedakan dengan mengajar dalam arti menanamkan pengetahuan, yang biasanya pelajaran bersifat teacher-centered. Mengajar yang berarti menanam pengetahuan, tujuannya adalah penguasaan pengetahuan anak. Hal di atas berbeda dengan pengertian belajar: suatu aktivitas mengatur dan mengorganisasi lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses belajar. Perbedaan itu ditunjukkan pada mengajar di sini adalah usaha dari pihak guru untuk mengatur lingkungan, sehingga terbentuk suasana yang sebaik-baiknya bagi anak untuk belajar. Artinya yang belajar adalah anak itu sendiri dan berkat kegiatannya sendiri, sedangkan guru hanya dapat membimbing anak. Uraian di atas memberikan batasan-batasan yang benar mengenai belajar yaitu: Mengajar adalah membimbing aktivitas anak. Artinya yang belajar adalah anak sendiri, sedangkan tugas guru adalah mengatur lingkungan dan 3

membimbing aktivitas anak. Mengajar berarti membimbing pengalaman anak. Pengalaman adalah proses dan hasil interaksi anak dengan lingkungan. Jadi interaksi dengan lingkungan itulah yang dinamakan belajar. Dari pengalaman, anak memperoleh pengertian-pengertian, sikap, penghargaan, kebiasaan, kecakapan, dan lain sebagainya. Lingkungan jauh lebih luas dibandingkan dengan buku dan kata-kata guru. Seluruh lingkungan anak adalah sumber belajar, untuk itu pelajaran hendaknya dihubungkan dengan kehidupan anak dalam lingkungannya. Mengajar berarti membantu anak berkembang dan menyesuaikan diri kepada lingkungan. Artinya mengajar adalah mengantarkan anak agar bakatnya berkembang. Sedangkan membantu anak untuk supaya dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dapat diupayakann dengan memberikan pelajaran yang berfungsi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini agar lebih sanggup mengatasi masalah-masalah dalam kehidupannya. Dengan upaya tersebut diharapkan anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, termasuk lingkungan sosialnya. Ia harus belajar berpikir, merasa, dan berbuat sesuai dengan norma-norma lingkungan. Seluruh rangkaian penjelasan tentang mengajar di atas menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan mengajar di sini adalah juga termasuk di dalamnya mendidik. Jadi bukan saja mentransfer pengetahuan, tetapi juga membimbing ke arah norma yang benar. Atau dapat dikatakan bahwa mengajar atau pembelajaran adalah aktivitas mengatur lingkungan, sehingga terjadi proses belajar. Untuk itu dalam pembelajaran perlu adanya komponen-komponen pendukung dengan tujuan supaya proses pembelajaran berjalan dengan baik. Komponen pembelajaran secara garis besar terdiri dari; tujuan, bahan, metode dan media pembelajaran dan penilaian. Dalam pelaksanaan pembelajaran, disamping memperhatikan ke 5 komponen dasar di atas ternyata masih harus dipertimbangkan pula lingkungan untuk membentuk situasi yang menyenangkan di dalam pembelajaran. Dan perlu pula memperhatikan dari pelaku belajar (siswa) dan pelaku pembelajaran (guru). Dari sini dapat ditunjukkan ciri-ciri pembelajaran, yaitu: Adanya tujuan. Adanya bahan yang sesuai dengan tujuan.

Adanya metode dan media pembelajaran. Adanya penilaian. Adanya situasi yang subur. Adanya guru yang melaksanakan pembelajaran. Adanya siswa yang melaksanakan belajar.

Jenis-jenis Pembelajaran o Jenis belajar berdasarkan cara mengorganisasi siswa Jenis pembelajaran dapat ditentukan dari cara mengorganisasi siswa ataupun dari pendekatan pembelajarannya. Berdasarkan cara mengorganisasi siswa, ada 3 cara yang dapat dilakukan guru dalam mengelola siswa, supaya pembelajaran berjalan efektif dan efisien. Tiga cara tersebut adalah pembelajaran secara individual, pembelajaran secara kelompok dan pembelajaran klasikal.

Pembelajaran secara individual Pembelajaran secara individual adalah kegiatan pembelajaran yang menitik beratkan pada bantuan dan bimbingan belajar kepada masingmasing individu. Pemberian bantuan dan bimbingan secara individual dapat dilakukan pada pembelajaran individual ataupun pembelajaran klasikal. Pembelajaran individual dalam pembelajaran individual dengan cara guru memberi bantuan pada masing-masing pribadi, sedangkan bantuan individual dalam pembelajaran klasikan dengan cara guru memberi bantuan individu secara umum. Contohnya misalnya siswa diminta untuk membaca dalam hati pada pokok bahasan tertentu. Tujuan pembelajaran individual adalah memberi kesempatan dan keleluasaan siswa untuk belajar berdasarkan kemampuan sendiri. Kedudukan siswa dalam pembelajaran individual adalah keleluasaan belajar berdasarkan kemampuan sendiri. Kebebasan menggunakan waktu belajar. Keleluasaan dalam mengontrol kegiatan, kecepatan, dan intensitas belajar dalam rangka mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan. Siswa melakukan penilaian sendiri atas hasil belajar. Siswa dapat memiliki kesempatan untuk menyusun program belajar

sendiri. Kedudukan guru dalam pembelajaran individual adalah membantu dalam perencanaan kegiatan belajar, dengan cara antara lain membantu menetapkan tujuan belajar, membuat program sesuai dengan kemampuan siswa, merencanakan pelaksanaan belajar, dan membantu siswa untuk melihat kemajuan. Dalam kegiatan ini guru berperanan sebagai penasihat atau pembimbing. Pengorganisasian kegiatan belajar. Dalam pengorganisasian ini guru berperan sebagai pengatur dan memonitor semua kegiatan dengan cara: (1) memberi orientasi umum sehubungan dengan belajar topik tertentu, (2) membuat variasi belajar supaya tidak menimbulkan kebosanan, (3) mengkoordinasikan kegiatan dengan memperhatikan kemajuan, materi, dan sumber, (4) membagi perhatian pada sejumlah siswa, menurut tugas dan kebutuhan siswa, (5) memberi balikan terhadap setiap siswa, dan (6) mengakhiri kegiatan belajar dalam suatu unjuk hasil belajar. Penciptaan pendekatan terbuka antara guru dan siswa bertujuan untuk menimbulkan perasaan bebas dalam belajar. Dilakukan dengan cara antara lain: (1) membuat hubungan akrab dan peka terhadap kebutuhan siswa, (2) mendengarkan secara simpatik terhadap segala ungkapan jiwa siswa, (3) tanggap dan memberi reaksi positip terhadap siswa, (4) membina suasana aman sehingga siswa bebas mengemukakan pendapat. Fasilitator yang mempermudah belajar, dengan tujuan untuk mempermudah proses belajar. Cara yang dapat dilakukan antara lain:

(1) membimbing siswa belajar, (2) menyedia media dan sumber belajar, (3) memberi penguatan belajar, (4) menjadi teman dalam mengevaluasi keberhasilan, (5) memberi kesempatan siswa untuk memperbaiki diri. Kelemahan pembelajaran individual adalah bila jumlah siswa banyak maka pembelajaran ini kurang efisien, karena akan melelahkan guru.Tidak semua bidang studi atau pokok bahasan sesuai diorganisasi dengan pembelajaran ini.Pembelajaran ini dapat efektif bila disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan siswa. Tujuan pembelajaran dibuat dan dimengerti siswa. Prosedur dan cara kerja dimengerti siswa. Pembelajaran secara kelompok Pembelajaran kelompok adalah pembelajaran dengan cara kelas dibagi menjadi beberapa kelompok, antara 3-8 orang. Penekanan pembelajaran ini pada peningkatan kemampuan individu sebagai anggota kelompok. Tujuan pembelajaran kelompok adalah memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah secara rasional. Mengembangkan sikap sosial dan bergotong royong. Tiap anggota mempunyai tanggung jawab terhadap kelompok.Mengembangkan kemampuan memimpin. Kedudukan siswa dalam kelompok adalah tiap siswa merasa sadar diri sebagai anggota kelompok.Tiap siswa merasa diri memiliki tujuan bersama berupa tujuan kelompok. Memiliki rasa saling membutuhkan dan saling tergantung. Ada interaksi dan komunikasi antar anggota. Ada tindakan bersama sebagai perwujudan tanggung jawab kelompok. Pada peran guru dalam pembelajaran kelompok adalah pembentukan kelompok. Pertimbangan dalam pembentukan kelompok adalah tujuan yang akan diperoleh siswa dalam kelompok, latar belakang pengalaman siswa, minat atau pusat perhatian siswa.

Perencanaan tugas kelompok. Yang perlu diperhatikan dalam perencanaan adalah untuk menentukan bentuk tugas. Tugas yang diberikan dalam kelompok ada dua macam, yaitu: (1) dengan paralel, (2) dengan komplementer. Tugas kelompok paralel berarti semua kelompok mempunyai tugas yang sama. Sedangkan tugas komplementer bearti masing-masing kelompok mempunyai tugas yang berbeda. Tujuannya untuk saling melengkapi dalam pemecahan masalah pelaksanaan. Tugas guru dalam tugas kelompok antara lain: (1) memberi informasi umum tentang pelaksanaan diskusi, (2) saat siswa berdiskusi tugas guru sebagai fasilitator, (3) pada akhir diskusi guru berperanan sebagai evaluator terhadap hasil diskusi. Evaluasi hasil belajar kelompok. Pembelajaran secara klasikal Pembelajaran klasikal yaitu pembelajaran yang dilaksnakan secara klasikal atau diikuti siswa dalam jumlah berkisar antara 1- 45 orang. Karena guru harus menghadapi siswa dengan jumlah banyak, maka dalam pembelajaran klasikal diperlukan pelaksanaan dua kegiatan sekaligus, yaitu pengelolaan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Pengelolaan pembelajaran adalah kegiatan untuk melaksanakan desain instruksional, sedangkan pengelolaan kelas adalah penciptaan kondisi yang memungkinkan terselenggaranya kegiatan belajar dengan baik. Sedangkan pengelolaan kelas biasanya dilakukan karena adanya masalah disaat pembelajaran, di mana sumber masalah tersebut antara lain dari kondisi tempat belajar ataupun dari siswa yang terlibat dalam pembelajaran. Contoh sumber masalah dari kondisi tempat belajar misalnya ruang kotor, kursi rusak, papan tulis kotor, dan lain sebaginya. Sedangkan sumber dari siswa dapat secara individu ataupun kelompok. Kelebihan pembelajaran ini adalah efisien dan murah. Sedangkan kelemahannya adalah kurang dapat memperhatikan kebutuhan individual. Kelemahan ini dapat diatasi dengan memberikan pembelajaraan individual dalam pembelajaran klasikal. Tindakan pembelajaran kelas antara lain: Penyususunan desain instruksional. Melaksanakan tindakan-tindakan antara lain: Penciptaa tertib belajar di kelas. Penciptaan suasana senang dalam belajar.

Pemusatan perhatian pada bahan ajar. Mengikut sertakan siswa aktif belajar. Pengorganisasian belajar sesuai kondisi siswa. 1. Jenis Pembelajaran berdasarkan Pendekatan

Pendekatan Konsep Pendekatan konsep merupakan pendekatan yang mementingkan hasil daripada proses perolehan hasil. Untuk itu pendekatan ini terkesan hanya merupakan pemberian informasi, sehingga hasilnya kurang bermakna dan bertahan lama. Bagaimanapun pendekatan ini masih pula dibutuhkan dalam pembelajaran, karena tidak mungkin semua pokok bahasan dapat digunakan pendekatan keterampilan proses. Hal ini disebabkan karena jenis bahan atau mungkin waktu yang tidak memungkinkan dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses semua. Hanya saja perlu digali bagaimana penerapan pendekatan konsep ini dapat digunakan semaksimal mungkin di dalam pembelajaran. 2. Pendekatan Keterampilan Proses Pendekatan keterampilan proses merupakan pendekatan yang

mengembangkan keterampilan memproseskan pemerolehan, sehingga siswa mampu menemukan dan mengembangkan secara bebas dan kreatif fakta dan konsep serta mengaitkannya dengan sikap dan nilai yang diperlukan. Hal ini dapat dilakukan karena pendekatan keterampilan proses dilakukan sebagaimana layaknya ilmuwan menemukan pengetahuan (menggunakan langkah-langkah metode ilmiah), sehingga kevalidannya dapat diandalkan. Keterampilan proses ini tidak saja mementingkan hasil, tetapi juga memperhatikan proses mendapatkan hasil. Dengan melaksanakan pendekatan ketarmpila proses berarti siswa terlibat seccara aktif dalam kegiatan pengamatan, dan menemukan sendiri konsep dan prinsip, sehingga materi belajar mudah dikuasai oleh siswa. Dengan mengetahui proses diharapkan dapat merangsang daya cipta untuk menemukan sesuatu, dan pada akhirnya dapat membentuk manusia yang berkualitas, yaitu manusia yang kreatif, mampu memecahkan persoalanpersoalan aktual dalam kehidupan, dan mampu mengambil keputusan yang 9

menjangkau

masa

depan.

Perkembangan

selanjutnya

pendekatan

keterampilan proses yang perlu di terapkan terutama dalam pembelajaran IPA adalah pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM). Berikut akan dibicarakan pendekatan STM. 3. Pendekatan Expository Pada pendekatan expository guru cenderung memberikan informasi yang berupa teori, generalisasi, hukum atau dalil beserta bukti-bukti yang mendukung. Sedangkan siswa hanya menerima saja informasi yang diberikan oleh guru. Pengajaran telah diolah oleh guru, sehingga siap disampaikan kepada siswa, dan siswa diharapkan belajar dari informasi yang diterimanya itu. 4. Pendekatan Discovery Discovery atau penemuan adalah proses mental yang dicirikan dengan siswa dapat mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Proses mental itu misalnya mengamati, menjelaskan, mengelompokkan, membuat kesimpulan, dan sebaginya. Inqury atau penyelidikan mengandung proses mental yang lebih tinggi, misalnya merumuskan problem, merancang eksperimen, melaksanakan eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis data, membuat kesimpulan, dan lain sebagainya. Dari sini dapat dilihat bahwa inquiry ini selaras dengan teori belajar yang ditemukan oleh Brunner. Menurut Brunner discovery learning adalah merupakan belajar dengan menemukan sendiri menggunakan prinsip belajar induktif, yaitu dari khusus ke yang umum. Sumber munculnya discovery learning ini adalah teori belajar Piaget, yaitu anak harus berperan secara aktif di dalam kelas. 5. Pendekatan Humanistik Suatu pendekatan yang berpusat pada siswa (Student centered). Pendekatan ini mengutamakan perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai bagian integral dari proses belajar. Hal ini dapat

10

terlaksana apabila kesejahteraan mental dan emosional siswa dipandang sebagai sentral pendidikan. Prioritasnya adalah pengalaman belajar yang diarahkan terhadap tanggapan minat, kebutuhan, dan kemampuan siswa. 6. Pendekatan Rekonstruksionalisme Suatu pendekatan yang menfokuskan pada masalah-masalah pendting yang dihadapi masyarakat. Untuk itu pendekatan ini juga disebut pendekatan rekonstruksi sosisal. Pendekatan ini dibagi menjadi dua, yaitu Rekonstruksionalisme Konservatif. Pendekatan ini ditujukan kepada peningkatan mutu kehidupan individu maupun masyarakat dengan mencari penyelesaian masalah-masalah yang paling mendesak yang dihadapi masyarakat. Rekonstruksionalisme Radikal Pendekatan ini mempunyai tujuan untuk menrombak tata sosial yang ada dan membangun struktur sosial baru. Tujuan dan Unsur-unsur Dinamis Pembelajaran 1. Tujuan Pembelajaran Tujuan pembelajaran yang biasanya disebut tujuan instruksional merupakan tujuan yang akan dicapai setelah pembelajaran selesai dilakukan. Tujuan instruksional ini dibedakan menjadi dua, yaitu tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus. Tujuan instruksional umum (TIU) telah tersedia di dalam kurikulum, sedangkan tujuan instruksional khusus (TIK) merupakan hasil perencanaan dan perumusan guru, dimana merupakan penjabaran dari tujuan instruksional umum. TIU menggunakan kata kerja yang bersifat umum, dan memuat lebih dari satu pengertian, misalnya mengenal, mengerti, memahami, sehingga sulit diukur keberhasilannya atau dievaluasi. Sedangkan TIK menggunakan kata kerja yang bersifat operasional, dapat dikerjakan, yang memuat hanya satu pengertian, sehingga mudah diukur keberhasilannya atau dievaluasi. Secara lengkap hierarki tujuan pembelajaran itu adalah sebagai berikut tujuan Pendidikan Nasional. Tujuan pembelajaran pada jangka panjang sebenarnya akan mencapai pada tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional didasarkan pada falsafah negara atau way of life nya bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Citra tujuan pendidikan nasional adalah terbentuknya manusia pancasila yang utuh dan bertanggungjawab terhadap 11

kesejahteraan masyarakat dan tanah air melalui pembangunan nasional. Jadi tujuan pendidikan seluruh lembaga pendidikan di Indonesia baik formal maupun non formal mengarah pada tujuan pendidikan nasional tersebut. Dan tujuan pendidikan nasional tersebut akan terwujud dengan dijabarkannya ke dalam tujuan institusional. Atau dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan nasional merupakan pedoman umum bagi pelaksanaan pendidikan dalam jenis dan jenjang pendidikan. Tujuan pendidikan nasional ini tercantum dalam Undang-Undang RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab II, Pasal 4, yang berbunyi: Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantab dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan kurikuler adalah tujuan-tujuan yang akan dicapai oleh atau melalui tiap bidang studi. Atau dapat disebut juga tujuan bidang studi, misalnya tujuan sejarah, biologi, kimia, dan lain sebaginya. Tujuan kurikuler ini akan dicapai melalui tujuan instruksional atau tujuan pembelajaran. Tujuan instruksional adalah tujuan yang pencapaiannya dibebankan pada tiap pokok bahasan. Selanjutnya akan dibahas lebih rinci di bagian lain pada bab ini juga. Rangkaian tujuan pembelajarn di atas mengandung harapan apabila rangkaian tujuan instruksional berhasil, maka akan berhasil pula tujuan institusionalnya, yang pada akhirnya akat tercapai tujuan pendidikan nasional. Secara teoritis memang penjabaran secara struktural tujuan di atas dapat dipertanggungjawabkan, namun pelaksanaannya sangat sulit. Belum tentu pencapaian tujuan instruksional akan diikuti tercapainya tujuan kurikuler, dan seterusnya. Tujuan tersebut dapat dicapai apabila di dalam pembelajaran berhasil mencapai dua hasil yang diharapkan dari pembelajaran, yaitu damak pengajaran dan dampak pengiring. Dampak pengajaran adalah hasil yang dapat diukur (tujuan instruksional khusus), dan dampak pengiring, yaitu terapan pengetahuan dan kemampuan di bidang lain.

12

2. Unsur-unsur Dinamis Pembelajaran Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses pembelajaran dinamakan unsur-unsur dinamis pembelajaran. Sama halnya dengan unsur dinamis belajar, maka nnsur dinamis pembelajaran juga dapat mendukung (berpengaruh positif) atau sebaliknya menjadi penghambat (berpengaruh negatif). Faktor internal yang berpengaruh dalam proses pembelajaran dapat dibedakan menjadi faktor fisiologis dan psikologis. Faktor fisiologis misalnya pendengaran, penglihatan, dan kondisi fisik. Sedangkan faktor psikologis, misalnya kecedasan, motivasi, perhatian, berpikir, dan ingatan. Bedanya dengan faktor dinamis belajar di atas adalah internal yang dimaksud di dalam pembelajaran adalah dari segi guru (pelaku pembelajaran). Faktor eksternal belajar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor lingkungan pembelajar dan sistem instruksional. Lingkungan belajar dapat dibedakan menjadi lingkungan dalam sekolah dan dan lingkungan luar sekolah. Sedangkan sistem instruksional antara lain kurikulum, bahan ajar, metode, media, dan evaluasi. Penjelasannya sama dengan faktor dinamis belajar di atas. Teori teori atau pendekatan reduksionisme sangat banyak dikemukakan didalam khazanah ilmu pendidikan. Dalam hal ini akan dibicarakan berbagai pendekatan reduksionisme sebagai berikut : Pendekatan Pedagogis atau Pedagogisme

Pendekatan Fisolofis atau Filosofisme Pnedekatan Religius atau Religionisme Pendekatan Psikologis atau Psikologisme Pendekatan Negativis atau negativisme Pendekatan Sosiologis atau Sosilogisme. 1. Pendekatan Pedagogisme

13

Pandangan pedagogisme ini memang mempunyai segi segi yang positif yang sangat menghormati perkembangan anak, namun juga mempunyai berbagai kelemahan karena anak seakan akan disolasikan dari kehidupan bersama didalam masyarakat. Pedagogisme melahirkan child centered education yang cenderung bahwa anak hidup didalam suatu masyarakat tertentu dan mempunyai cita cita hidup bersama yang tertentu pula. Memang child centered education tersebut antara lain merupakan reaksi terhadap pendidikan yang tidak melihat hakikat anak sebagai makhluk manusia yang hidup didalam dunianya sendiri sehingga perlu memperoleh perlakuan perlakuan khusus didalam proses mendewasakannya. 2. Pendekatan Fisiolofis Pendekatan fisolofis atau fisiolofisme mengenai pendidikan antara lain bertitik tolak dari pertentangan mengenai hakikat manusia dan hakikat anak. Anak manusia mempunyai hakikatnya sendiri dan berbeda dengan hakikat orang dewasa, anak bukanlah orang dewasa didalam bentuknya yang kecil. Anak mempuyai nilai nilainya sendiri yang akan berkembang menuju kepada nilai nilai seperti orang dewasa, oleh sebab itu proses pendewasaan anak bertitik tolak dari anak sebagai anak manusia yang mempunyai tingkat tingkat perkembangannya sendiri. Pandangan ini sudah mulai ditinggalkan oleh karena ternyata manusia tidak pernah akan berhenti untuk memperoleh pendidikan, selain itu manusia itu akan terus menerus berkembang selama dia hidup. Dengan demikian pandangan bahwa pendidikan berakhir ketika manusia itu dewasa tidak relevan lagi di dalam dunia informasi dewasa ini dan pendidikan berlaku untuk seumur hidup. 3. Pendekatan Religius Pendekatan religius mengenai hakikat pendidikan menekankan kepada pendidikan untuk mempersiapkan peserta didik bagi kehidupannya diakhirat, oleh sebab itu pendidikan agama manjadi yang sentral dalam proses pendidikan. Proses pendidikan yang mempunyai citra religius ini 14

dikenal dalam semua kebudayaan baik di Barat maupun di Timur. Namun demikian kemajuan ilmu pengetahuan yang sekuler tidak menjawab terhadap kehidupan yang bermoral, jangan jangan pendidikan yang sekuler telah ikut memicu berbagai pihak berbagai peperangan serta kemunduran moral manusia dewasa ini. Di pihak lain kehidupan modern bukan hanya menuntut manusia manusia yang religius dan bermoral tetapi juga kehidupan yang menuntut penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan untuk memerangi kemiskinan dan kemunduran hidup. Pendidikan hendaknya berfungsi bukan hanya untuk kehidupan akhirat tetapi juga untuk meningkatkan mutu kehidupan duniawi yang aman dan adil. 4. Pendekatan Psikologis Psikologisme cenderung mereduksi ilmu pendidikan menjadi ilmu proses belajar dan mengajar, dengan sendiriny pendekatan tersebut lebih memperkuat lagi pandangan pedagogisme seperti yang telah dijelaskan. Hal tersebut telah mempersempit pandangan para pendidik seakan akan ilmu pendidikan terbatas pada ilmu mengajar saja, dan oleh sebab mengajar merupakan suatu tugas yang setua dengan manusia itu sendiri maka profesi pendidik mendapat penghargaan kurang dari profesi profesi lainnya. 5. Pendekatan Negativis Pendekatan negativis atau negativisme didalam urainan ini diambil dari pendapat filosof Bertrand Russel didalm bukunya yang terkenal Education and Social Order. Menurut beliau ada tiga teori yang sifatmya negatif yaitu : 1) Teori yang menyatakan bahwa tugas pendidikan ialah menjaga pertumbuhan anak, didalam pertumbuhan itu perlu disingkirkan hal hal yang dapat merusak atau yang sifatnya negatif terhadap pertumbuhan itu. 2) Ialah yang melihat pendidikan sebagai usaha mangembangkan kepribadian pesert didik atau dengan kata lain membudayakan

15

individu. Pandangan ini di anggap sebagai pandangan yang negatif oleh karena didalam mengembangkan kepribadian anak implisif melindungi dari hal hal yang negatif yang menghalangi perkembangan kepribadiannya. 3) Proses pendidikan adalah melatih peserta didik menjadi warga negara yang berguna. Pandangan ini berarti menghindarkan peserta didik dari hal hal yang mengakibatkan dia itu menjadi warga negara yang tidak berguna bagi masyarakatnya, pandangan ini tidak realistis oleh sebab seseorang didalam masyarakat akan menghadapi kenyataan hidup bermasyarakat yang penuh dengan hal hal yang positif maupun yang negatif. Pandangan pandangan negatif tersebut memang membawa proses pendidikan kepada suatu proses yang defensif atau protektif, dengan demikian tidak akan membawa peserta didik kepada pengambilan keputusan untuk berdiri sendiri dan bertanggung jawab. Oleh sebab itu proses pendidikan bukanlah suatu proses yang protektif tetapi yang memberikan kesempatan yang seluas luasnya untuk belajar berdiri sendiri dan mengambil keputusan sendiri secara moral. 6. Pendekatan Sosiologis Pandangan sosiologisme mengenai hakikat pendidikan terdapat versi yang bermacam macam, pada prinsipnya pandangan ini meletakkan hakikat pendiddikan kepada keperluan hidup bersama dalam masyarakat. Pandangan sosiologisme cenderung berlawanan arah dengan pedagogisme, titik tolak dari pandangan ini prioritas kepada kebutuhan masyarakat dan bukan kepada kebutuhan individu. 7. Pendekatan Holistik Integratif Pendekatan pendekatan reduksionisme melihat proses pendidikan, peserta didik dan keseluruhan perbuatan pendidikan termasuk lembaga lembaga pendidikan telah menampilkan pandangan pandangan ontologis maupun metafisis tertentu mangenai hakikat pendidikan. Pandangan pandangan tersebut tidak menampilkan hakikat pendidikan secara utuh tetapi sepihak berdasarkan sudut pandangan yang digunakan. 16

Berdasarkan pengetahuan kita mengenai pendekatan reduksionisme terhadap hakikat khakikat pendidikan maka dapatlah dirumuskan suatu pengertian operasional mengenai hakikat pendidikan sebagai berikut : Hakikat pendidikan adalah suatu proses menumbuhkembangkan eksistensi peserta didik yang memasyarakat, membudaya, dalam tata kehidupan yang berdimensi lokal, nasional dan global. Rumusan operasional mengenai hakikat pendidikan tersebut diatas mempunyai komponen komponen sebagai berikut: Pendidikan merupakan suatu proses berkesinambungan 1. Pendidikan merupakan suatu proses berkesinambungan. Proses

tersebut berimplikasikan bahwa di dalam peserta-didik terdapat kemampuan-kemampuan yang immanen sebagai makhluk yang hidup di dalam suatu masyarakat. Proses pendidikan yang berkesinambungan berarti bahwa manusia tidak pernah akan selesai. Pendidikan tidak berhenti ketika peserta-didik menjadi dewasa tetapi akan terus-menerus berkembang selama terdapat interaksi antara manusia dengan lingkungan sesama manusia serta dengan lingkungan alamnya

2.

Proses pendidikan berarti menumbuhkembangkan eksistensi

manusia. Hal ini berarti eksistensi atau keberadaan manusia adalah suatu keberadaan interaktif. Tidak dapat kita bayangkan apabila interaksi manusia dilumpuhkan. Interaksi tersebut bukan hanya interaksi dengan sesama manusia tetapi juga dengan alam dan dunia ide termasuk dengan Tuhannya.Tanggung jawab manusia yang ditumbuhkembangkan melalui proses pendidikan bukan hanya mempunyai dimensi lokal tetapi juga berdimensi nasional dan global. 3. Eksistensi manusia yang memasyarakat. Proses pendidikan adalah

proses mewujudkan eksistensi manusia yang memasyarakat. Lembagalembaga pendidikan adalah prana sosial masyarakat yang ditugaskan untuk melaksankaan proses pendidikan secara sistematis. Dengan kata lain, tujuan atau visi pendidikan adalah kongruen dengan visi masyarakat 17

di mana pendidikan itu berada. Karena proses pendidikan mengandalkan nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat maka dengan sendirinya proses pendidikan adalah penghayatan dan perwujudan nilai-nilai tersebut. Nilai-nilai tersebut adalah nilai-nilai yang hidup maupun karena inovasi nilai-nilai baru, 4. Proses pendidikan dalam masyarakat yang membudaya. Inti dari

kehidupan bermasyarakat adalah nilai-nilai. Nilai-nilai tersebut (perlu dihayati, dilestarikan, dikembangkan dan dilaksanakan oleh seluruh anggota masyarakatnya. Keseluruhan proses tersebut, adalah kebudayaan Di mana ada kebudayaan di situ ada pendidikan. Di mana ada pendidikan di situ ada kebudayaan. 5. Proses bermasyarakat dan membudaya mempunyai dimensi waktu

dan ruang. Dengan dimensi waktu, proses tersebut mempunyai aspek historistas, kekinian dan visi masa depan. Aspek historitas, berarti bawah suatu masyarakat telah berkembang di dalam proses waktu, yang menyejarah, berarti bahwa kekuatan-kekuatan historis telah menumpukj dan berasimilasi di dalam suatu proses kebudayaan. Proses pendidikan adalah proses pembudayaan, dan proses pembudayaan adalah proses pendidikan. Menggugurkan pendidikan dari proses pembudayaan merupakan alienasi dari hakikat manusia dan dengan demikian alienasi dari proses humanisasi. Alienasi proses pendidikan dari kebudayaan berarti menjauhkan pendidikan dari perwujudan nilai-nilai moral di dalam kehidupan manusia 6. Manusia berpendidikan dan manusia berbudaya. Manusia yang

berpendidikan adalah sama artinya dengar. manusia yang berbudaya. Rumusan ini benar karena lahir dari pengertian bahwa pendidikan adalah aspek dari kebudayaan. Dengan demikian scoring yang lelah berkembang sesuai dengan kebudayaannya adalah juga seseorang yang telah memperoleh pendidikan yang bertujuan yang sama dengan perkembangan priadi di dalam kebudayaan di mana pendidikan itu berlangsung.

18

7.

Mencari Konsep Manusia Indonesia. Sebagaimana sulitnya kita

menggambarkan mengenai bentuk rupa kebudayaan nasional Indonesia maka begitu pula sulitnya kita merumuskan konsep manusia Indonesia yanr jelas dan dapat disepakati oieh semua orang. Kesulitan tersebut disebabkan karena bukan saja masyarakat dan bangsa Indonesia yang bhinneka tetapi juga karena manusia itu sendiri bersifat multi dimensional. Hanyala manusialah makhluk yagn menyerajarah. Oleh sebab itu manusia akan terus menerus berkembang selama keberadaannya di dunia ini. 8. Pengembangan Manusia Indonesia Seutuhnya. Apabila kita melihat

rumusan pakar-pakar tersebut di atas yang tentunya masing-masing dilihat dari dimensi tertentu, dan belum dilihat manusia saeabagai multi dimensional, maka ada kebutuhan untuk melihat manusia itu sebagai keseluruhan. Maka lahirlah suatu tantangan yang ingin merumuskan pendidikan itu sebagai aktivitas untuk pembangunan manusia seutuhnya. Konsep pengembangan manusia seutuhnya muncul untuk mengimbangi konsep pendidikan yang mengarah kepada spesialisasi yagn sempit. Seorang spesialis yang sempit tidak melihat keahliannya itu di dalam keselurhan pola kehidupan yang menyeluruh. Strategi Pembelajaran Menurut E. Mulyasa (2003) mengetengahkan lima model pembelajaran yaitu: A. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning) Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning) atau biasa disingkat CTL merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan nyata, sehingga peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan seharihari. Dalam pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang

19

memadai. Guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hapalan, tetapi mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik belajar. Dengan mengutip pemikiran Zahorik, E. Mulyasa (2003) mengemukakan lima elemen yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual, yaitu : 1. Pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik 2. Pembelajaran dimulai dari keseluruhan (global) menuju bagian-bagiannya secara khusus (dari umum ke khusus) 3. Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, dengan cara: (a) menyusun konsep sementara; (b) melakukan sharing untuk memperoleh masukan dan tanggapan dari orang lain; dan (c) merevisi dan mengembangkan konsep. 4. Pembelajaran ditekankan pada upaya mempraktekan secara langsung apa-apa yang dipelajari. 5. Adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran dan pengembangan pengetahuan yang dipelajari. B. Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning) Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning) merupakan model pembelajaran dengan melibatkan peserta didik secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Dengan meminjam pemikiran Knowles, (E.Mulyasa,2003) menyebutkan indikator pembelajaran partsipatif, yaitu : (1) adanya keterlibatan emosional dan mental peserta didik; (2) adanya kesediaan peserta didik untuk memberikan kontribusi dalam pencapaian tujuan; (3) dalam kegiatan belajar terdapat hal yang menguntungkan peserta didik. Pengembangan pembelajaran partisipatif dilakukan dengan prosedur berikut: 1. Menciptakan suasana yang mendorong peserta didik siap belajar. 2. Membantu peserta didik menyusun kelompok, agar siap belajar dan membelajarkan

20

3. Membantu peserta didik untuk mendiagnosis dan menemukan kebutuhan belajarnya. 4. Membantu peserta didik menyusun tujuan belajar. 5. Membantu peserta didik merancang pola-pola pengalaman belajar. 6. Membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar. 7. Membantu peserta didik melakukan evaluasi diri terhadap proses dan hasil belajar. C. Belajar Tuntas (Mastery Learning) Belajar tuntas berasumsi bahwa di dalam kondisi yang tepat semua peserta didik mampu belajar dengan baik, dan memperoleh hasil yang maksimal terhadap seluruh materi yang dipelajari. Agar semua peserta didik memperoleh hasil belajar secara maksimal, pembelajaran harus dilaksanakan dengan sistematis. Kesistematisan akan tercermin dari strategi pembelajaran yang dilaksanakan, terutama dalam mengorganisir tujuan dan bahan belajar, melaksanakan evaluasi dan memberikan bimbingan terhadap peserta didik yang gagal mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan pembelajaran harus diorganisir secara spesifik untuk memudahkan pengecekan hasil belajar, bahan perlu dijabarkan menjadi satuan-satuan belajar tertentu,dan penguasaan bahan yang lengkap untuk semua tujuan setiap satuan belajar dituntut dari para peserta didik sebelum proses belajar melangkah pada tahap berikutnya. Strategi belajar tuntas dapat dibedakan dari pengajaran non belajar tuntas dalam hal berikut : (1) pelaksanaan tes secara teratur untuk memperoleh balikan terhadap bahan yang diajarkan sebagai alat untuk mendiagnosa kemajuan (diagnostic progress test); (2) peserta didik baru dapat melangkah pada pelajaran berikutnya setelah ia benar-benar menguasai bahan pelajaran sebelumnya sesuai dengan patokan yang ditentukan; dan (3) pelayanan bimbingan dan konseling terhadap peserta didik yang gagal mencapai taraf penguasaan penuh, melalui pengajaran remedial (pengajaran korektif). Strategi belajar tuntas dikembangkan oleh Bloom, meliputi tiga bagian, yaitu: (1) mengidentifikasi pra-kondisi; (2) mengembangkan prosedur operasional dan hasil belajar; dan (3c) implementasi dalam pembelajaran klasikal dengan memberikan bumbu untuk menyesuaikan dengan kemampuan individual, yang meliputi : (1) corrective techniqueyaitu semacam pengajaran remedial, yang dilakukan 21

memberikan pengajaran terhadap tujuan yang gagal dicapai peserta didik, dengan prosedur dan metode yang berbeda dari sebelumnya; dan (2) memberikan tambahan waktu kepada peserta didik yang membutuhkan (sebelum menguasai bahan secara tuntas). D. Pembelajaran dengan Modul (Modular Instruction) Modul adalah suatu proses pembelajaran mengenai suatu satuan bahasan tertentu yang disusun secara sistematis, operasional dan terarah untuk digunakan oleh peserta didik, disertai dengan pedoman penggunaannya untuk para guru. Pembelajaran dengan sistem modul memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Setiap modul harus memberikan informasi dan petunjuk pelaksanaan yang jelas tentang apa yang harus dilakukan oleh peserta didik, bagaimana melakukan, dan sumber belajar apa yang harus digunakan. 2. Modul meripakan pembelajaran individual, sehingga mengupayakan untuk melibatkan sebanyak mungkin karakteristik peserta didik. Dalam setiap modul harus : (1) memungkinkan peserta didik mengalami kemajuan belajar sesuai dengan kemampuannya; (2) memungkinkan peserta didik mengukur kemajuan belajar yang telah diperoleh; dan (3) memfokuskan peserta didik pada tujuan pembelajaran yang spesifik dan dapat diukur. 3. Pengalaman belajar dalam modul disediakan untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran seefektif dan seefisien mungkin, serta memungkinkan peserta didik untuk melakukan pembelajaran secara aktif, tidak sekedar membaca dan mendengar tapi lebih dari itu, modul memberikan kesempatan untuk bermain peran (role playing), simulasi dan berdiskusi. 4. Materi pembelajaran disajikan secara logis dan sistematis, sehingga peserta didik dapat menngetahui kapan dia memulai dan mengakhiri suatu modul, serta tidak menimbulkan pertanyaaan mengenai apa yang harus dilakukan atau dipelajari. 5. Setiap modul memiliki mekanisme untuk mengukur pencapaian tujuan belajar peserta didik, terutama untuk memberikan umpan balik bagi peserta didik dalam mencapai ketuntasan belajar. 22

Pada umumnya pembelajaran dengan sistem modul akan melibatkan beberapa komponen, diantaranya : (1) lembar kegiatan peserta didik; (2) lembar kerja; (3) kunci lembar kerja; (4) lembar soal; (5) lembar jawaban dan (6) kunci jawaban. Tugas utama guru dalam pembelajaran sistem modul adalah mengorganisasikan dan mengatur proses belajar, antara lain : (1) menyiapkan situasi pembelajaran yang kondusif; (2) membantu peserta didik yang mengalami kesulitan dalam memahami isi modul atau pelaksanaan tugas; (3) melaksanakan penelitian terhadap setiap peserta didik. E. Pembelajaran Inkuiri Pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Joyce (Gulo, 2005) mengemukakan kondisi- kondisi umum yang merupakan syarat bagi timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa, yaitu : (1) aspek sosial di dalam kelas dan suasana bebas-terbuka dan permisif yang mengundang siswa berdiskusi; (2) berfokus pada hipotesis yang perlu diuji kebenarannya; dan (3) penggunaan fakta sebagai evidensi dan di dalam proses pembelajaran dibicarakan validitas dan reliabilitas tentang fakta, sebagaimana lazimnya dalam pengujian hipotesis, Proses inkuiri dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: 1. Merumuskan masalah; kemampuan yang dituntut adalah : (a) kesadaran terhadap masalah; (b) melihat pentingnya masalah dan (c) merumuskan masalah. 2. Mengembangkan hipotesis; kemampuan yang dituntut dalam mengembangkan hipotesis ini adalah : (a) menguji dan menggolongkan data yang dapat diperoleh; (b) melihat dan merumuskan hubungan yang ada secara logis; dan merumuskan hipotesis. 3. Menguji jawaban tentatif; kemampuan yang dituntut adalah : (a) merakit peristiwa, terdiri dari : mengidentifikasi peristiwa yang dibutuhkan, mengumpulkan data, dan mengevaluasi data; (b) menyusun data, terdiri dari :

23

mentranslasikan data, menginterpretasikan data dan mengkasifikasikan data.; (c) analisis data, terdiri dari : melihat hubungan, mencatat persamaan dan perbedaan, dan mengidentifikasikan trend, sekuensi, dan keteraturan. 4. Menarik kesimpulan; kemampuan yang dituntut adalah: (a) mencari pola dan makna hubungan; dan (b) merumuskan kesimpulan 5. Menerapkan kesimpulan dan generalisasi Guru dalam mengembangkan sikap inkuiri di kelas mempunyai peranan sebagai konselor, konsultan, teman yang kritis dan fasilitator. Ia harus dapat membimbing dan merefleksikan pengalaman kelompok, serta memberi kemudahan bagi kerja kelompok.

24

PENUTUP
Kesimpulan
Pembelajaran atau mengajar adalah upaya guru untuk mengubah tingkah laku siswa. Hal ini disebabkan karena pembelajaran adalah upaya guru untuk supaya siswa mau belajar. Sedangkan belajar adalah perubahan tingkah laku siswa. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa mengajar bukan upaya guru untuk menyampaikan bahan, tetapi bagaimana siswa dapat mempelajari bahan sesuai dengan tujuan. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses pembelajaran dinamakan unsur-unsur dinamis

pembelajaran. Sama halnya dengan unsur dinamis belajar, maka nnsur dinamis pembelajaran juga dapat mendukung (berpengaruh positif) atau sebaliknya menjadi penghambat (berpengaruh negatif). Faktor internal yang berpengaruh dalam proses pembelajaran dapat dibedakan menjadi faktor fisiologis dan psikologis.

Faktor eksternal belajar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor lingkungan pembelajar dan sistem instruksional.

25

Daftar Pustaka

Udin S. Winataputra, dkk. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka Sagala Syaiful. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/032007/03/99forumguru.html

26

You might also like