You are on page 1of 24

STRATEGI BERINVESTASI DI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN 1.

Latar Belakang Masalah

Setelah deraan krisis multidimensi yang dialami oleh bangsa Indonesia, kita selalu berupaya untuk meningkatkan pertumbuhan di berbagai hal. Dari segi pertumbuhan ekonomi, investasi adalah titik awal dari kesempatan untuk tumbuh. Dalam investasi dibutuhkan kejelian dan kepekaan terhadap apa yang dijadikan objek investasi. Dalam investasi, semua investor pasti menginginkan keuntungan yang besar dengan risiko yang relatif rendah atas investasi yang ia lakukan. Salah satu cara untuk mencapainya adalah dengan melakukan analisis-analisis atau peramalan-peramalan. Investasi di pasar modal, investor harus memiliki data yang konfrehensif tentang apa yang dijadikan objek investasi, sekaligus pengetahuan dan serangkaian kemungkinan keputusan yang diambil dengan mempertimbangkan risiko yang kecil. Ada tiga karakter perilaku para investor terhadap risiko, Karakter tersebut antara lain 1). Pengambil risiko (Risk seeker) 2). Penghindar risiko (Risk averter) dan 3). Acuh terhadap risiko (Indefferent). ( Weston, Fred and Thomas, Copeland). Dari ketiga karakter tersebut, karakter kedua sering terjadi dikarenakan pada hakikatnya investor adalah bukan makhluk sosial yang selalu mau rugi karena harus menanggung risiko. Oleh karena itu, investasi sangat sensitif terhadap perubahanperubahan yang bersifat global. Hal ini dicontohkan pada saat krisis ekonomi mulai tahun 1998 sampai sekarang ini. yang mana ada keterkaitan antara situasi dengan perilaku investor dalam meresponnya, dan ini wajar karena secara rasional investor harus pandai membaca peluang dan ancaman sebelum memutuskan investasinya terutama pertimbangan risiko yang dihadapi, dalam hal ini investor harus menyadari bahwa investasi yang dilakukan untuk mendapatkan return

mengandung

konsekuensi

adanya

risiko.

Mereka

secara

pasti

sebenarnya tidak tahu seberapa besar hasil yang akan diperoleh dari investasi yang dilakukan. Untuk masalah investasi, suatu negara biasanya menyediakan pasar modal atau bursa efek beserta institusi pendukungnya. Pasar modal merupakan wahana yang mempertemukan pihak yang membutuhkan dana dengan pihak yang menyediakan dana sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh lembaga profesi yang berkaitan dengan efek dan sekuritas. Produk yang diperjual belikan adalah sahamsaham atau efek-efek perusahaan yang telah listing di Bursa Efek kepada masyarakat pemilik Pada dasarnya kegiatan investasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu investasi riil dan investasi finansial. Kedua investasi tersebut mengacu ke masa depan dalammemperhitungkan return on investment (ROI). Seperti diketahui masa depan adalah suatuyang tidak pasti dan ketidakpastian berarti suatu risiko dalam berbagai tingkatan tertentu.Walaupun mengandung risiko masa depan juga menjanjikan sesuatu yang lebih baik darimasa sekarang, sehingga banyak orang mau melakukan investasi. Kunci utama untuk berhasil dalam melakukan investasi di bursa efek adalah berkaitan dengan pemilihan strategi yang tepat agar investasi yang akan dilakukan memberikan hasil yang optimal. 2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah strategi apa yang harus diambil/diterapkan oleh para pemodal dalam melakukan investasi dananya di bursa Efek Jakarta (BEJ), agar hasil yang diperoleh optimal? 3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam tulisan ini adalah untuk memberikan penjelasan mengenai berbagai strategi investasi yang dapat digunakan masyarakat pada umumnya dan para investor pada

khususnya dalam menginvestasikan dananya di bursa efek.

4.

Manfaat Penelitian

1) Bagi para investor, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahanpertimbangan dalam melakukan investasi saham di bursa efek. 2) Bagi Mahasiswa, penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan dan pandangan lebih jauh tentang strategi investasi di bursa efek dan akhirnya dapat digunakan untuk membantu dalam menganalisis sekuritas.

BAB II ISI I. TINJAUAN PUSTAKA 1) Menurut R.L Hagin (1979) ada 5 jenis risiko yang dihadapi pemodal dalam menganalisis investasi yaitu: 1. Interest rate risk adalah variasi dalam pendapatan yang disebabkan oleh adanya perubahan dalam tingkat suku bunga pasar. Jenis risiko ini biasanya muncul dalam Investasi menghasilkan current income, yang bunga obligasi dan dividen saham. NilaiN relatif dari jenisjenis pendapatan tersebut akan bervariasi dengan pergerakan yang timbul dalam tingkat suku pasar. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya saham adalah nilai sekarang (present value) dari pendapatan suku dalam seperti dari Bestial bunga nilai sebagai komponen discount rate dalam perhitungan saham dan tingkat suku bunga pasar yang digunakan nilai sekarang saham. Sehingga fluktuasi dalam tingkat suku bunga berjalan akan mempengaruhi pendapatan investasi. 2. Liquidity risk merupakan risiko yang berhubungan dengan menjadi uang kas.

3. purchasing power risk merupakan risiko yang berhubungan dengan adanya inflasi.Dengan adanya inflasi, maka nilai secara riil akan lebih kecil dibandingkandengan nilai nominalnya. 4. Business risk merupakan risiko yang berhubungan dengan prospek bisnis untuk dari perusahaan (emiten) yang dalam mengeluarkan lingkungan saham. terus Keberhasilan perusahaan tergantung dari kemampuan manajemen mengendalikan perusahaan yang berubah. Sehingga kalau misalnya perusahaan gagal dalam bisnisnya, pemodal akan ikut merasakan dampaknya. 5. Investment risk merupakan risiko yang berhubungan dinamika permintaan dan penawaran sekuritas, fluktuasi harga sekuritas dan harapannya terhadap prospek perusahaan.

2) Menurut Sri Handaru Yuliati, Handoyo Prasetyo dan Fandy Tjiptono


dalam buku mereka yang berjudul Manajemen Portofolio dan Analisis Investasi mengemukakan : Investasi dapat diartikan sebagai cara penanaman modal, baik langsung maupun tidak langsung, yang bertujuan untuk mendapatkan manfaat (keuntungan) tertentu sebagai hasil penanaman modal tersebut (21 : 23) 3) Menurut Suad Husnan (2001:17) menyatakan bahwa proses investasi menunjukan bagaimana investor seharusnya melakukan investasi dalam sekuritas yaitu sekuritas apa yang akan dipilih dan berapa banyak investasi tersebut dilakukan. 4) Menurut Perroux, sebagai pioneer arsitek daerah, konsep leading polarized industry development dalam pengembangan

memiliki keterkaitan yang erat dengan sektor kegiatan ekonomi lainnya di daerah; sehingga dapat mendorong pola pembangunan yang terpolarisasi di dalam wilayah suatu daerah. Industri andalan ini biasanya berbentuk industri yang berorientasikan ekspor, seperti LNG untuk Aceh, minyak bumi dan kelapa sawit untuk Riau, pariwisata dan perhotelan untuk Bali, tekstil untuk Jawa Barat dan perbankan/lembaga keuangan untuk DKI Jakarta.

5) Menurut analisis yang dilakukan oleh Brodjonegoro (1999), Daerah


Aceh memiliki dua industri andalan masing-masing industri yang

menghasilkan produk minyak bumi dan pupuk, dengan RCA index di atas satu. Sayangnya ada kendala keterbatasan cadangan minyak dan besarnya komponen impor bahan baku pupuk yang jika akan dikembangkan Propinsi lainnya. lebih lanjut menjadi terbatas sustainabilitynya. Demikian proses analisis seperti ini dapat dilanjutkan untuk Daerah

6) Niles M Hansen (1967,1968) dan DF Darwent (1969). Keterkaitan


growth center dan perekonomian daerah pernah banyak terjadi di banyak kawasan sebagaimana dilaporkan oleh Brian Berry (1969) dan Gordon Cameron (1970); walaupun sebenarnya banyak juga kasus-kasus kegagalan seperti terjadi di Malaysia, Amerika Latin, dan bahkan di Indonesia seperti di kawasan industri Makassar, Cirebon dan Semarang. 7) Jika industri yang berorientasikan ekspor atau suatu leading industry dan dapat pula kawasan industri atau pelabuhan/airport menjadi cukup berkembang sehingga dapat menciptakan pasar untuk produkproduk lanjutan , baik ke hulu maupun ke hilir, dan atau kegiatan tersebut telah cukup untuk menghasilkan external localization economies untuk industri-industri yang terkait, maka strategy pengembangan ancillary industry sudah dapat dicoba untuk dilaksanakan (Moriarty ,1980) II. PEMBAHASAN Investasi adalah setiap wahana dimana dana ditempatkan dengan harapan dapat memelihara dan atau menghasilkan hasil yang positif. Disamping rasa aman para investor perlu memperoleh keyakinan dan kepercayaan bahwa mereka dilayani berdasarkan profesionalisme dengan norma etika yang tinggi untuk itu para investor harus mendapatkan informasi yang mereka butuhkan, yang merupakan salah satu syarat menuju terciptanya pasar efek yang efisien

Menurut Sri Handaru Yuliati, Handoyo Prasetyo dan Fandy Tjiptono dalam buku mereka yang berjudul Manajemen Portofolio dan Analisis Investasi mengemukakan : Investasi dapat diartikan sebagai cara penanaman modal, baik langsung maupun tidak langsung, yang bertujuan sebagai untuk hasil mendapatkan manfaat (keuntungan) tertentu

penanaman modal tersebut (21 : 23) Namun, tujuan investor atau manajemen investasi dalam melakukan (rate of kegiatan return) investasi adalah memaksimalkan pendapatan tingkat investor keuntungan atau menaikkan nilai investasi awal. Tingkat keuntungan adalah persentase total dibandingkan dengan investasi awal yang diperoleh selama periode investasi Menurut Suad Husnan (2001:17) menyatakan bahwa proses investasi menunjukan bagaimana investor seharusnya melakukan investasi dalam sekuritas yaitu sekuritas apa yang akan dipilih dan berapa banyak investasi tersebut dilakukan. A. Risiko dan Ketidakpastian Pemodal ( investor) tidak dapat dipisahkan dengan harapan mendapatkan incomedi masa yang akan datang. Masa yang akan datang selalu penuh ketidakpastian, sehingga pemodal perlu membuat perkiraan atau prediksi. Untuk dapat membuat prediksi di masa yang akan datang diperlukan pengetahuan tertentu untukmenganalisis datadata ekonomi keuangan masa sekarang dan masa yang akan datang. Atas dasar itu dibuatlah keputusan investasi di mana pendapatan yang belum tentu sesuai dengan apa yang diharapkan, inilah yang menimbulkan risiko bagi pemodal. Pemodal yang akan menanamkan dananya pada saham, obligasi, deposito atau investasi lainnya harus mengetahui risiko yang akan timbul pada investasi tersebut. Para investor menyadari investasi yang dilakukan untuk mendapatkan return mengandung konsekuensi adanya risiko. Mereka secara pasti sebenarnya tidak tahu seberapa besar hasil yang akan

diperoleh dari investasi yang dilakukan. Namun demikian mereka dapat memperkirakan berapa keuntungan yang diharapkan dan seberapa besar kemungkinan hasil yang sebenarnya nanti akan menyimpang dari yang diharapkan. Upaya melakukan diversifikasi dapat diwujudkan dengan cara mengombinasikan berbagai pilihan saham dalam investasinya. Portofolio tersebut dilakukan untuk mengurangi risiko. Melalui portofolio saham mereka berusaha memaksimalkan keuntungan yang diharapkan dari investasi dengan tingkat risiko tertentu atau berusaha meminimalkan risiko untuk sasaran tingkat keuntungan tertentu. Dalam melaksanakan investasi, pemodal dihadapkan oleh

adanya beberapa risiko antara lain: 1. Risiko finansial, yaitu risiko yang diderita oleh pemodal sebagai akibat dari ketidakmampuan emiten memenuhi kewajiban pembayaran dividen/bunga serta pokok investasi. 2. Risiko pasar, yaitu risiko akibat menurunnya harga pasar secara substansial baik keseluruhan saham maupun saham tertentu akibat perubahan tingkat inflasi ekonomi. Keuangan manajemen perusahaan negara. Perubahan atau kebijaksanaan pemerintah. 3. Risiko psikologis, yaitu risiko bagi pemodal yaitu bertindak secara emosional dalam menghadapi harga saham berdasarkan optimisme dan pesimisme dapat mengakibatkan kenaikan atau penurunan harga saham. Sedangkan menurut R.L Hagin (1979) ada 5 jenis risiko yang dihadapi pemodal dalam menganalisis investasi yaitu: 1. Interest rate risk adalah variasi dalam pendapatan yang disebabkan oleh adanya perubahan dalam tingkat suku bunga pasar. Jenis risiko ini biasanya muncul dalam Investasi menghasilkan current income, yang bunga obligasi dan dividen saham. NilaiN relatif dari jenis-jenis pendapatan tersebut akan bervariasi dengan pergerakan yang timbul dalam tingkat suku pasar. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya saham adalah nilai sekarang (present value) dari pendapatan suku

dalam seperti dari Bestial bunga nilai sebagai komponen discount rate dalam perhitungan saham dan tingkat suku bunga pasar yang digunakan nilai sekarang saham. Sehingga fluktuasi dalam tingkat suku bunga berjalan akan mempengaruhi pendapatan investasi. 2. Liquidity risk merupakan risiko yang berhubungan dengan menjadi uang kas. 3. purchasing power risk merupakan risiko yang berhubungan dengan adanya inflasi.Dengan adanya inflasi, maka nilai secara riil akan lebih kecil dibandingkandengan nilai nominalnya. 4. Business risk merupakan risiko yang berhubungan dengan prospek bisnis untuk dari perusahaan (emiten) yang dalam mengeluarkan lingkungan saham. terus Keberhasilan perusahaan tergantung dari kemampuan manajemen mengendalikan perusahaan yang berubah. Sehingga kalau misalnya perusahaan gagal dalam bisnisnya, pemodal akan ikut merasakan dampaknya. 5. Investment risk merupakan risiko yang berhubungan dinamika permintaan dan penawaran sekuritas, fluktuasi harga sekuritas dan harapannya terhadap prospek perusahaan. B. Determinasi Investasi Setiap keputusan investasi melibatkan lima unsur pokok yang dapat disebut determinasi investasi. Dalam setiap proses pengambilan keputusan investasi, unsur-unsur tersebut akan muncul, apakah secara eksplisit atau implisit. disadari atau tidak, diolah secara sistematis atau tidak. Kelima unsur-unsur tersebut adalah: 1. Kondisi Pemodal (investor) Kondisi pemodal meliputi kondisi keuangannya dan sikap terhadap urutan risiko. Proses psikologis seorang akan pemodal. digunakan sandang, Dalam untuk papan, mengalokasikan dana yang dimilikinya, pada umumnya mengikuti urutyang sama. Penghasilan dasar pertama memenuhi kebutuhan seperti pangan,

kesehatan, pendidikan dan rekreasi. Lapisan penghasilan yang berikut diatasnya akan digunakan untuk core investment, yaitu investasi dengan tingkat keamanan yang tinggi dan tingkat keuntungan yang

terukur. Seandainya seorang pemodal miliki tingkat pendapatan yang lebih tinggi lagi, baru ia bisa mengarahkan dananya untuk investasi yang lebih agresif, yaitu investasi dengan tingkat risiko yang lebih tinggi dan potensi pendapatan yang lebih tinggi pula. Sikap seseorang terhadap risiko dipengaruhi oleh kondisi keuangan. Apakah seseoran bersifat berani menghadapi risiko (risk seeker), netral (risk neutral) atau menghindari risiko (risk Averter), selain ditentukan oleh umur dan tempramen, juga ditentukan oleh jumlah dana yang ia miliki. 2. Motif Investasi Unsur yang kedua adalah motif investasi. Pemodal pada umumnya memiliki motif investasi yang tidak tunggal. Namun intensitas motif-motif seperti keamanan, pertumbuhan, pendapatan, fasilitas pajak dan spekulasi, berbeda dari pemodal yang satu dengan pemodal yang lain. 3. Media Investasi Media investasi sebagai unsur yang ketiga menyodorkan pilihan antara real assets dan financial assets. Berkembangnya perekonomian, cenderung menggeser objek investasi dari real assets seperti tanah dan emas ke arah financial assets baik di pasar uang maupun di pasar modal. Saham sebagai objek investasi utama di pasar modal memiliki berbagai karakteristik yang memungkinkan seorang pemodal mempunyai pilihan yang tepat. Untuk menyebut sebagian karakteristik tersebut, seorang pemodal dapat memilih blue chips stock, yang merupakan saham dari perusahaan yang besar atau ia lebih memilih Growth stocks, yang merupakan saham perusahaan yang berkembang dan tingkat pertumbuhan lebih cepat dari trend ekonomi umumnya ditandai oleh pemasaran yang agresit, R & D oriented, Flow back ratio yang tinggi, dividend yield lebih rendah serta price earning ratio yang tinggi. Seorang pemodal yang lebih spekulatif mungkin memilih cylical stocks. Perusahaan yang bergerak di bidang real eatate, automotive, konstruksi dan eletronik pada umumnya berfluktuasi bersama siklus ekonomi. Apabila kondisi perekonomian membaik, maka penampilan perusahaan akan membaik juga dan dengan demikian harga saham diharapkan akan menjadi baik. Sedangkan seorang pemodal yang konvensional mungkin akan

memilih defensive stocks, yaitu saham dari perusahaan yang bertahan, atau bahkan seringkali di atas rata-rata pada saat resesi. 4. Model dan teknik Analisis Ada dua potensi keuntungan dari investasi di Bursa Efek, yaitu dividen dan capital gain. Dividen perusahaan sangat berkaitan dengan performance perusahaan, sedangkan capital gain tidak begitu dipengaruhi oleh performance perusahaan. Unsur spekulasi sangat berperan dalam jual-beli saham. Pendapatan dari selisih penjualan saham dapat saja bernilai negatif, jika harga jual saham di bawah harga belinya (capital loss), sedangkan pendapatan dividen tidak bisa negatif. Ada dua cara untuk merealisasikan potensi keuntungan di atas, yaitu: 1) membeli efek yang dalam jangka panjang menunjukkan performance yang lebih baik dari sekian banyak alternatif yang ada di pasar modal. 2) membeli efek pada saat harganya murah dan menjual setelah harganya naik. Kedua cara tersebut di atas sungguh sebuah formulasi yang sederhana, tetapi tak mudah untuk dilaksanakan. Usaha konkrit untuk menerjemahkan formulasi itu ke dalam suatu model analisis yang sistematis, melahirkan dua aliran dalam disiplin securities analysis, yaitu: fundamental analysis dan technical analysis. Fundamental analysis mempunyai anggapan bahwa setiap pemodal adalah makhluk rasional. Karena itu, seorang fundamentalis memcoba mempelajari hubungan antara harga saham dengan kondisi perusahaan. Alasannya adalah bahwa nilai saham mewakili nilai perusahaan, tidak hanya nilai intrinsik suatu saat tetapi juga adalah harapan kemampuan perusahaan dalam meningkatkan kesejahteraan pemegang saham di masa yang akan datang. Ada berbagai model yang populer dalam fundamental analysis, antara lain: a. Pendekatan Price Earning Ratio (PER). PER dapat dihitung dengan membagi harga saham pada suatu saat dengan Earning per share (EPS) suatu periode tertentu.

10

Harga Saham PER = Expected Earning per share Jadi Apabila EPS suatu perusahaan adalah Rp 1.000,- dan harga sahamnya Rp 20.000,-, maka PER = 20 X. Tidak ada suatu standar yang pasti berapa PER yang wajar bagi suatu saham. Sebagian pemodal mengambil perbandingan dengan PER dari perusahaan sejenis. Pemodal yang konvensional sering menetapkan PER maksimum dengan menggunakan angka dari minimum required rate of return (tingkat keuntungan minimal yang diharapkan). Apabila pemodal mempunyai rate of return sebesar 10%, maka PER maksimum adalah 1/10% = 10 X b. Pendekatan Dividen Yield. Pada pendekatan ini harga saham dihitung dengan cara: Ekspektasi dividen per saham (EDP) Harga Saham = Yield Jadi apabila EDP adalah Rp 150,- dan yield yang di inginkan adalah 5% pertahun, maka: 750 Harga saham = `5% = Rp 15.000,c. Pendekatan Net Assets Value Pendekatan ini menghitung nilai buku suatu saham yang menggambarkan nilai klaim atas fisik perusahaan, dengan formula sebagai berikut: Nilai Assets Nilai Buku = Jumlah Saham Beredar

11

Jadi kalau nilai asset bersih suatu perusahaan adalah Rp 100 milyar, dan jumlah saham yang beredar 25 juta lembar saham. maka nilai buku saham tersebut adalah Rp 4.000,- per lembar saham. Beberapa pialang di Bursa Efek Jakarta memiliki patokan bahwa harga saham maksimum tidak boleh melebihi tiga kali nilai buku. Technical Analysis sebagai aliran yang kedua, menyatakan bahwa pemodal adalah makhluk yang irrasional. Bursa pada dasarnya adalah cerminan mass behavior. Seorang individu yang bergabung kedalam suatu massa, bukan hanya sekedar kehilangan rasionalitasnya tetapi juga seringkali melebur identitas pribadinya kedalam identitas kolektif. Harga saham sebagai dan komoditas perdagangan, Pada tentu dipengaruhi oleh permintaan penawaran. gilirannya

permintaan dan penawaran merupakan manifestasi dari kondisi psikologis pemodal. Para teknikalis menggugat bahwa kalau harga saham dipengaruhi semata-mata oleh kondisi perusahaan, kenapa harga saham berubah setiap saat padahal kondisi perusahaan dan prospeknya belum tentu berubah. Pada kondisi yang ekstrim seorang pemodal tidak memerlukan informasi mengenai perusahaan. Sepanjang pemodaL membeli saham pada saat harganya rendah dan menjual saham pada saat harganya tinggi, maka pemodal tersebut akan memperoleh keuntungan. Salah satu model yang populer pada technical analysis adalah apa yang disebut support level and resistance level. Model ini pada intinya menggambarkan bahwa harga saham selalu akan berfluktuasi naik dan turun. Hal yang pasti adalah naik dan turunnya harga ada batasnya (batas atas dan batas bawah). Jika pada periode tertentu harga-harga saham tiba-tiba turun, maka situasi ini akan mendorong para pemegang saham untuk ramal-ramal menjual sahamnya. Akibatnya terjadi over supply yang mengakibatkan downward pressure. Dan harga akan terus turun, hingga mencapai suatu titik yang disebut support level. Pada titik ini para pemodal mulai merasa bahwa harga saham sudah cukup rendah untuk dibeli dan akhirnya banyak pemodal yang mulai membeli saham dan situasi mass behaviour akan mendorong

12

terjadinya pemodal

permintaan yang merasa

yang

tinggi,

sehingga

harga

saham

akan mulai

melonjak sampai pada ressistance level (batas atas). Pada titik ini dapat merealisasikankeuntungannya menjual saham-sahamnya. 5. Strategi Investasi Perkembangan investasi dalam saham adalah fluktuatif dan spekulatif, karena secara empiris, investasi dalam saham di pasar modal sering masuk pada kondisi ketidakpastian karena mengikuti variabelvariabel ekonomi yang bersifat makro, seperti : perkembangan stabilitas politik atau keamanan berinvestasi, perkembangan tingkat suku bunga dan tingkat inflasi serta pertumbuhan ekonomi. Ketidakpastian itu dalam teori risiko dalam portofolio disebut risiko yang sistematik. Alternatif dihadapi investor, untuk adalah dapat mengurangi ketidakpastian investasi. yang melakukan strategi Strategi

investasi yang disarankan adalah membuat portofolio saham. Meskipun demikian, return yang diperoleh investor masih memiliki ketidakpastian karena risiko sistematik merupakan risiko yang ditimbulkan oleh faktor makro ekonomi yang tidak bisa diramalkan secara pasti.

1) Strategi

untuk

menarik

minat

Investor

dalam

Berinvestasi

a. Strategi Pengembangan Leading/ Key Industry


Strategi pengembangan industri andalan merupakan strategi pembangunan daerah yang paling favorit untuk dilaksanakan. Industri andalan yang akan dikembangkan biasanya merupakan kegiatan usaha atau industri di daerah yang memiliki keunggulan daya saing dibandingkan dengan kegiatan sejenis di daerah pesaing lainnya. Menurut Perroux, sebagai pioneer arsitek konsep polarized development dalam pengembangan daerah, leading industry memiliki keterkaitan yang erat dengan sektor kegiatan ekonomi lainnya di

13

daerah;

sehingga

dapat

mendorong

pola

pembangunan

yang

terpolarisasi di dalam wilayah suatu daerah. Industri andalan ini biasanya berbentuk industri yang berorientasikan ekspor, seperti LNG untuk Aceh, minyak bumi dan kelapa sawit untuk Riau, pariwisata dan perhotelan untuk Bali, tekstil untuk Jawa Barat dan perbankan/lembaga keuangan untuk DKI Jakarta. Industri andalan yang dikembangkan di daerah diharapkan akan mendorong proses pertumbuhan ekonomi daerah, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan sumber pendapatan di daerah tersebut baik dalam bentuk pendapatan perusahaan dan rumah tangga maupun pendapatan dari pajak daerah. Salah satu metode untuk menyeleksi industri andalan yang memiliki daya saing adalah dengan revealed comparative advantage(RCA). Menurut analisis yang dilakukan oleh Brodjonegoro (1999), Daerah Aceh memiliki dua industri andalan masing-masing industri yang menghasilkan produk minyak bumi dan pupuk, dengan RCA index di atas satu. Sayangnya ada kendala keterbatasan cadangan minyak dan besarnya komponen impor bahan baku pupuk yang jika akan dikembangkan lebih lanjut menjadi terbatas sustainabilitynya. Demikian proses analisis seperti ini dapat dilanjutkan untuk Daerah Propinsi lainnya.. Keunggulan daya saing industri andalan dapat dipertahankan sepanjang industri tersebut dapat mendorong terbentuknya berbagai penghematan eksternal (external economies), antara lain dengan mengembangkan lebih lanjut industri hilir dan industri-industri penunjang. Agar proses ini dapat terlaksana Pemerintah Daerah dapat memberikan berbagai kemudahan dan sistem insentif investasi yang merangsang agar industri andalan ini dapat berkembang.. Pemberian sistem insentif tersebut perlu dikaitkan dengan kemampuan industri ini melakukan kegiatan R&D dan inovasi agar proses multiplier terhadap perekonomian daerah dapat terus dipelihara dalam jangka panjang. Industri kunci yang telah mature perlu segera dicarikan penggantinya, mengingat kemunduran dalam perkembangan penjualannya dapat

14

mempengaruhi kinerja keuangan daerah. Sebaiknya suatu daerah tidak mengandalkan hanya pada satu industri kunci, seperti halnya Sumbar dengan PT Semen Padangnya dan Irian Barat dengan PT Freeport Indonesianya. Tetapi sebaliknya pilihan industri kunci ini jangan terlalu banyak mengingat kemampuan daya serap yang terbatas dari perekonomian lokal dalam mensupply tenaga kerja trampil dan dalam penyediaan sarana/prasarana. Kelemahan utama dari strategi pembangunan leading industry ini adalah ancaman terhadap kemungkinan terpolarisasinya pembangunan daerah hanya pada wilayah core yang terbatas. Hal ini sudah terbukti dengan kehadiran PT Caltex di Dumai, PT Freeport Indonesia di wilayah Irian Jaya dan mega proyek lainnya di pelosok daerah Indonesia.

b. Strategy Growth Center


Strategi growth center pernah populer dikalangan arsitek pembangunan kota pada tahun 1960 dan 1970. Strategi ini antara lain menekankan pentingnya program penyediaan fasilitas kota atau infrastruktur untuk suatu kawasan industri pada lokasi atau tempat strategik (ports, transit site, intersection dekat dengan lokasi growth center). Para perintis model strategi pembangunan daerah ini antara lain adalah Hirschman (1958), Lyod Rodwin (1963), dan Friedmann (l966). Doktrin growth center ini kemudian berkembang pesat , sebagaimana dibahas oleh Niles M Hansen (1967,1968) dan DF Darwent (1969). Keterkaitan growth center dan perekonomian daerah pernah banyak terjadi di banyak kawasan sebagaimana dilaporkan oleh Brian Berry (1969) dan Gordon Cameron (1970); walaupun sebenarnya banyak juga kasus-kasus kegagalan seperti terjadi di Malaysia, Amerika Latin, dan bahkan di Indonesia seperti di kawasan industri Makassar, Cirebon dan Semarang.

15

Strategi growth center telah banyak berhasil di Indonesia antara lain dengan dibangunnya kawasan Pulau Batam (BIDA, 2000) dan kawasan industri di Pulogadung-Jakarta. Keberhasilan pengembangan Pulau Batam adalah karena lokasinya yang strategis dekat dengan tranfer-points perdagangan antar negara di Singapura, dan memanfaatkan pengembangan ancillary industries yang memiliki keterkaitan dengan leading industry elektronika di negara tetangga. Banyaknya obyek wisata baru yang dikembangkan turut pula mendorong keberhasilan tersebut, disamping tentunya hasil kerja keras dari para pimpinan puncak manajemen pengelola kawasan Batam. Sedangkan untuk kawasan industri Pulogadung pada saat ini sedang menghadapi permasalahan struktural karena meningkatnya external diseconomies dan urbanization diseconomies dari kota Jakarta, khususnya di sekitar lokasi kawasan tersebut. Pada saat ini konsep pengembangan ekonomi daerah melalui pendekatan growth center telah berkembang dengan sangat pesat dan diujicobakan di berbagai tempat strategis di dunia. Kawasan Silicon Valley telah dikembangkan sedemikian rupa dan dihubungkan dengan pemanfaatan aglomerasi dalam industri terkait dalam industri komputer, chips, dan elektronik (Scott, 1990). Hal yang serupa banyak dilakukan di negara maju kawasan industri otomotif di Jepang; North Carolina Research Triangle Park yang memanfaatkan kedekatan terhadap lokasi tiga universitas besar masing masing University of North Carolina at Chapel Hill, North Carolina State University dan Duke University menjadi lokasi favorit untuk riset di bidang kedokteran, obat-obatan dan penyakit kanker; British Science Park di Inggris walaupun manfaatnya masih sedang dikaji ulang (Gower, 1995); proyek high-tech corridor dari PM Mahatir di Kuala Lumpur dan yang paling akhir rencana pengembangan lokasi ex- lapangan terbang Kemayoran sebagai cyber-city merupakan contoh-contoh pengembangan strategi investasi growth center abad ke 21.

c. . Strategi Pengembangan Ancillary Industry

16

Jika industri yang berorientasikan ekspor atau suatu leading industry dan dapat pula kawasan industri atau pelabuhan/airport menjadi cukup berkembang sehingga dapat menciptakan pasar untuk produk-produk lanjutan , baik ke hulu maupun ke hilir, dan atau kegiatan tersebut telah cukup untuk menghasilkan external localization economies untuk industri-industri yang terkait, maka strategy pengembangan ancillary industry sudah dapat dicoba untuk dilaksanakan (Moriarty ,1980). Ancillary industry tertarik untuk datang ke suatu daerah karena penghematan ongkos angkut, seperti halnya dalam kasus dimana baik leading dan ancillary industry menggunakan bahan baku atau produk intermediate yang sama dalam proses produksi mereka. Hal ini banyak kita jumpai pada industri kertas semen, bahan baku cat, karoseri kendaraan, percetakan dan sebagainya. Alasan lainnya adalah karena labor pool, yaitu industri ancillary berlokasi dekat dengan leading industry karena dapat dengan mudah menggunakan tanaga kerja dengan ketrampilan dan pengetahuan yang sama dengan upah yang relatif rendah. Selanjutnya kehadiran ancillary industry ini dapat menciptakan external localization economies di wilayah tersebut, antara lain perusahaan-perusahaan komunikasi. sekaligus Seluruh yang kegiatan ekspor kapasitas memberikan ini dapat jasa pemeliharaan, tumbuh daerah, daerah pelayanan bisnis, jasa profesi dan pengiriman/pengangkutan dan mendorong di pendapatan berkembangnya kegiatan dan perekonomian

menambah

penerimaan

Contoh terbaik dalam sukses strategi investasi ini dijumpai dalam pengembangan industri semiconductor di kompleks produksi SiliconValley, produksi Los Angeles (Scott, di 1987). areal Beberapa tersebut produksi pengamatan telah atas keberhasilan strategi ini dapat disimpulkan sebagai berikut: (a) semiconductor di sekitar mendorong dapat menjamurnya kelahiran para pemasok bahan baku maupun para subkontraktor kompleks sehingga

17

menciptakan

agglomeration

economies,

(b)

kompleks

ini

juga

merupakan daya tarik untuk datangnya industri pengguna peralatan semiconductor, seperti pengusaha manufaktur komputer dan televisi. Kepesatan pengembangan kompleks produksi ini sayangnya tidak diantisipasi oleh Pemerintah Daerah dalam hal penyediaan labor dan perumahan serta cara-cara menanggulangi kerusakan lingkungan hidup, sehingga pada saat ini terjadi ancaman naiknya agglomeration diseconomies. Kemajuan pesat aplikasi strategi ini banyak dijumpai di

beberapa tempat sekitar lapangan terbang yang menghubungkan akses kota-kota di dunia dengan mudah, cepat dan murah. Kasarda (1999) baru-baru ini mengamati kecenderungan perusahaanperusahaan klas dunia yang bersaing menurut waktu (time-based competition) banyak memindahkan lokasi usahanya disekitar lokasi tempat lapangan terbang Dulles airport, Dallas-Fort International airport, Memphis International airport, Chicagos OHare airport dan lapangan-lapangan terbang internasional lainnya. Lokasi airport disamping memberikan akses pasar dunia juga pada saat yang sama dapat diperoleh penghematan agglomeration karena kehadiran jasa profesional dalam bidang konsultan, iklan, hukum, pengolahan data, akuntansi dan auditing, dan jasa public relations.

d. Kepastian Hukum dan Kebijakan Insentif


Salah satu faktor yang terpenting dalam upaya menarik investor ke daerah adalah adanya jaminan kepastian hukum dalam menjalankan usaha. Pengalaman selama masa orde Baru, Pemerintah kurang berhasil dalam memberikan jaminan bahwa peraturan yang telah ditetapkan dalam kegiatan investasi dan usaha akan tetap dipegang walaupun sistem pemerintahan berubah. Jaminan ini sangat diminta oleh para investor maupun calon investor dalam kegiatan investasi yang jangka waktu pengembalian modal yang ditanamnya cukup lama. Hal ini dapat kita jumpai dalam kegiatan investasi di

18

bidang eksplorasi minyak bumi dan hasil tambang, industri berat, perkebunan, kawasan industri, apartemen dan gedung bertingkat, serta kegiatan-kegiatan high-tech industries. 2) Strategi Investasi di Bursa Efek Jakarta Kunci utama untuk sukses dalam investasi di bursa efek adalah pemilihan strategi yang tepat agar investasi yang dilakukan memberikan basil yang optimal Beberapa strategi yang dapat digunakan oleh para pemodal dalam melakukan investasi di bursa efek antara lain adalah: a) Beli di pasar perdana, jual begitu masuk pasar sekunder Para pemburu agio di Bursa Efek Jakarta berkeyakinan bahwa harga akan naik begitu suatu emisi saham dicatatkan di bursa. Keyakinan itu bukan saja dilandasi oleh data fundamental yang up to date dan akurat yang dimuat dalam prospektus pada saat emisi, tetapi juga karena underwriter Biasanya tidak akan membiarkan harga jatuh pada minggu pertama pasar sekunder. Harga penawaran merupakan hasil negosiasi emiten dengan penjamin emisi. Jadi harga di pasar perdana pada tahap awal pencatatan saham menyangkut secara langsung reputasi underwriter. Sebagai ilustrasi yang mendukung sepenuhnya keyakinan tersebut adalah dari 5 emisi saham selama periode tahun 1988-1989, selama minggu pertama di bursa selama minggu pertama di bursa mengalami kenaikan harga rata-rata 14,81%. Kenaikan tertinggi dialami oleh saham PT. Delta Djakarta sebesar 140,12%, sedangkan yang terendah adalah saham PT. Jakarta International Hotel sebesar 10,43%. b) Beli dan Simpan Pemodal yang yakin bahwa suatu perusahaan akan berkembang dalam jangka panjang, baik karena perusahaan tersebut berada pada growing sector industry atau karena sifat usaha dan produknya yang strategis, dapat melakukan strategi beli dan simpan. Saham perusahaan IBM pada awal tahun 70-an masih berharga $ 40 di New York Stock

19

Exchange (NYSE). Ekstensifikasi pemakaian komputer sampai akhir pada awal tahun 70-an telah menaikkan saham IBM menjadi $ 600 pada akhir tahun 1973. Di Bursa Efek Jakarta, seorang pemodal yang membeli saham di pasar perdana dan menyimpannya sampai akhir 1988, akan memperoleh laba rata-rata 27% pertahun. Contoh yang lebih ekstrim, pemodal yang membeli saham PT. Richardson Visks Indonesia pada pasar perdana Pebruari 1980 pada harga Rp. 3000,- dan menyimpan 1988, nilai kekayaannya meningkat hampir dua puluh kali lipat dalam kurun waktu Sembilan tahun. c) Strategi Berpindah Pemodal yang lebih spekulatif cenderung berpindah dari saham yang satu ke saham yang lain dengan memanfaatkan perbedaan siklus harga individual. Strategi ini mengharuskan pemodal mengikuti gerakan pasar dari dekat setiap saat. Dengan memanfaatkan yang aktif, tecnical pemodal information, khususnya pada saham-saham

berpindah dari satu saham yang diperkirakan harganya akan turun ke saham yang diperkirakan harganya akan naik. Di Bursa Efek Jakarta, saham-saham yang aktif adalah saham yang dapat dibeli oleh pemodal asing. Saham yang boleh dibeli oleh pemodal asing adalah saham dari perusahaan yang modal disetornya mayoritas (yaitu 51% atau lebih) dimiliki oleh pemodal Indonesia. d) Pilih Saham yang Tidur Mass media cenderung diskriminatif terhadap saham perusahaan yang tidak aktif, terutama perusahaan kecil. Demikian juga para analis. Kecenderungan ini bisa dimengerti karena saham perusahaan yang tidak aktif, tidak menyangkut minat dan kepentingan orang banyak. Saham yang tidak mendapat perhatian masyarakat pemodal, merupakan saham yang tidur dan cenderung undervalued. Pemodal yang sabar dapat memilih strategi into Kesabaran sangat dibutuhkan di sini karena mungkin diperlukan waktu yang cukup lama sampai masyarakat menyadari adanya potensi keuntungan pada saham tersebut. Di Bursa Efek Jakarta, beberapa saham yang tidak bisa dibeli

20

oleh pemodal asing cenderung menjadi saham yang tidur. Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan perbandingan antara saham perusahaan PT. Delta Djakarta dan saham PT. Multi Bintang. Kedua perusahaan tersebut sama-sama bergerak di bidang produksi minuman dan sahamnya sama-sama memiliki nilai nominal Rp. 1000,-. Dari laporan keuangan tiga tahun terakhir kita bisa melihat bahwa PT. Multi Bintang miliki keunggulan dalam banyak hal seperti besarnya laba, laba per saham (EPS) dan dividen Per saham Namun karena saham PT. Delta Djakarta dapat situasi yang terbalik. Pada hari Jum'at tanggal 4 dibeli oleh pemodal asing, catatan harga saham menunjukkan Agustus 1989, saham PT. Delta tercatat Djakarta harga Rp. 9.800,- sedangkan saham PT. Multi Bintang hanya sebesar Rp. 5.000,-. e) Kosentrasi Pada Industri Sebagian pemodal memusatkan perhatiannya pada perkembangan industri tertentu. Mungkin karena ia lebih mengetahui kondisi, mekanisme kerja dari perusahaan yang berada pada industri tersebut, trend industri dan sebagainya. Strategi investasi dengan demikian adalah memilih saham yang terbaik pada industri tersebut, Statistik dari berbagai modal di mancanegara membuktikan bahwa perusahaan besar yang bergerak di bidang utilities seperti ATT. Merupakan Indonesia, perusahaan sektor yang pertumbuhannya agrobisnis Paling jasa stabil. Di industri tekstil, dan keuangan

merupakan sektor yang tingkat hanya tahun-tahun terakhir ini. Sahamsaham di Bursa Efek Jakarta yang tercatat sama sekali Belum representative mewakili industri. Namun dengan semakin melakukan banyaknya perusahaan yang go public, maka akan semakin banyak instrumen yang dipilih. f) Belilah Pasar Strategi ini mungkin tidak tepat untuk disebut sebagai suatu strategi. Pemodal yang tidak mampu atau tidak sempat melakukan analisis cenderung mempercayakan investasinya pada trend pasar. Seorang pemodal dikatakan melakukan strategi buying the market,

21

apabila ia membagi dananya secara relatif proporsional ke dalam saham-saham yang ada di pasar. Pengertian pasar di sini tidak harus identik dengan seluruh saham yang tercatat, tetapi dapat berupa saham yang tergabung dalam down average atau 500 Standar & Poor dan semacamnya. Strategi seperti ini hasilnya gampang dimonitor. Apabila trendpasar menunjukkan kenaikan, maka ia akan memperoleh laba pada tingkat rata-rata pasar. Sebaliknya apabila trend pasar menunjukkan penurunan, maka ia akan menderita kerugian, juga pada tingkat ratarata pasar. g) Mutual Fund/Unit Trust Strategi yang lebih aman bagi pemodal yang belum berpengalaman adalah mempercayakan dananya kepada lembaga profesional yang disebut investment trust. Investment trust akan melakukan diversifikasi investasi untuk mencapai tujuan dari pembentukan dana. Intensitas tujuan dari suatu dana bisa berbeda, namun secara umum setiap usaha pembentukan well diversified portfolio secara eksplisit bertujua memaksimumkan keuntungan pada tingkat risiko tertentu atau meminimumkan risiko dengan tingkat keuntungan yang relatif stabil. Di Indonesia, satu-satunya investment trust yang beroperasi saat ini adalah PT. Danareksa. PT.Danareksa telah memasarkan tiga jenis sertifikat, yaitu: 1. Unit Pendapatan Unit ini sebagian besar didukung oleh obligasi, karena itu unsur stabilitas pendapatan dan keamanan menjadi motif utama. 2. Unit Umum Jenis ini mencoba mengkombinasikan unsur pendapatan dan pertumbuhan. Didukung oleh saham-saham dan money market instruments, dana ini membayar dividen yang tetap secara berkala, namun pemodal masih bisa mengharapkan potensi pertumbuhan. 3. Unit Saham Jenis ini baru diperkenalkan pertama kali pada akhir Juni 1989 yang lalu. Motif utamanya adalah memaksimumkan pertumbuhan. Karena itu unit saham di dukung oleh saham-saham yang menurut

22

manajer dana (PT. Danareksa) akan mengalami pertumbuhan paling baik.

BAB III PENUTUP KESIMPULAN DAN SARAN Analisis investasi memang bukan suatu disiplin yang eksak. Dalam menyimak perkembangan suatu perekonomian selalu ada faktor yang uncontrollable dan unpredictable. Tidak ada seorang pemodalpun mekanisme yang pasar, terus tidak menerus terkecuali memperoleh di Bursa laba Efek. dari Pada suatu tahap

perkembangan saat ini, gerak pasar sekunder sangat ditentukan oleh animo dan antusiasme pemodal asing. Dalam hubungan ini perlu dicatat bahwa pada saat permulaan masuknya pemodal asing, maka pemodal domestik (dalam negeri) akan memperoleh laba. Namun dana asing yang masuk ke pasar modal adalah dana yang paling volatile. Secepat ia masuk secepat itu pula ia keluar apabila suatu pasar tidak lagi menjanjikan potensi keuntungan. Jardine Flaming sebagai pengelola Indonesia Fund, Banque Indosuez pengelola Malacca Fund, dan Fund-Fund yang lain, tidak henti-hentinya melakukan riset untuk mencari new emerging markets sebagai objek investasi mereka. Perpindahan yang cepat dari satu emerging market ke yang lainnya dapat membuat suatu bursa efek melambung dan yang lainnya akan mengalami collapse. Beberapa negara telah menelan pil pahit dari mekanisme tersebut. Oleh karena itu, pengembangan pasar modal adalah proses edukasi jangka panjang yang menyangkut semua aspek yang terlibat dalam mekanismenya. Dibidang dari syarat-syarat yang diperlukan. Alternatif untuk dapat mengurangi ketidakpastian yang dihadapi investor, adalah melakukan strategi investasi. Strategi investasi yang analisis efek, kita baru memulai. Ketekunan, kesabaran dan disiplin merupakan sebagian

23

disarankan adalah membuat portofolio saham. Meskipun demikian, return yang diperoleh investor masih memiliki ketidakpastian karena risiko sistematik merupakan risiko yang ditimbulkan oleh faktor makro ekonomi yang tidak bisa diramalkan secara pasti DAFTAR PUSTAKA REFERENSI

Hasan Zein Mahmud, 1989, "Strategi Investasi Di Bursa Efek Jakarta",


Manajemen & Usahawan Indonesia.

Marzuki Usman, dkk., 1990, ABC Pasar Modal Indonesia, Lembaga


Pengembangan Perbankan Indonesia dan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia, Jakarta.

Pandji Anoraga dan Ninik Widiyanti, 1992, Pasar Modal : Keberadaan


dan Manfaatnya bagi Pembangunan, Edisi Pertama, PT. Rineka Cipta, Jakarta. Suad Husnan, 1993, Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas, Edisi Pertama, UPP - AMP YKPN, Yogyakarta. Puji Oktaviani 017131505

24

You might also like