Professional Documents
Culture Documents
a. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat). Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machstaat). b. Sistem Konstitusionil Pemerintahan berdasarkan atas Sistem Konstitusi (Hukum Dasar), tidak bersifat Absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Berdasarkan 2 istilah Rechstaat dan sistem konstitusi, maka jelaslah bahwa demokrasi yang menjadi dasar dari UndangUndang Dasar 1945, ialah demokrasi konstitusionil. Di samping itu corak khas demokrasi Indonesia, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dimuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar. Dengan demikian demokrasi Indonesia mengandung arti di samping nilai umum, dituntut nilai-nilai khusus seperti nilai-nilai yang memberikan pedoman tingkah laku manusia Indonesia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesama manusia, tanah air dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah dan masyarakat, usaha dan krida manusia dalam mengolah lingkungan hidup. Pengertian lain dari demokrasi Indonesia adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (demokrasi pancasila). Pengertian tersebut pada dasarnya merujuk kepada ucapan Abraham Lincoln, mantan presiden Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa demokrasi suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, berarti pula demokrasi adalah suatu bentuk kekuasaan dari oleh untuk rakyat. Menurut konsep demokrasi, kekuasaan menyiratkan arti politik dan pemerintahan, sedangkan rakyat beserta warga masyarakat didefinisikan sebagai warga negara. Kenyataannya, baik dari segi konsep maupun praktik, demos menyiratkan makna diskriminatif. Demos bukan untuk rakyat keseluruhan, tetapi populus tertentu, yaitu mereka yang berdasarkan tradisi atau kesepakatan formal memiliki hak preogratif forarytif dalam
proses pengambilan/pembuatan keputusan menyangkut urusan publik atau menjadi wakil terpilih, wakil terpilih juga tidak mampu mewakili aspirasi yang memilihnya. (Idris Israil, 2005:51) Secara ringkas, demokrasi Pancasila memiliki beberapa pengertian sebagai berikut: a. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung unsur-unsur berkesadaran religius, berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur, berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan. b. Dalam demokrasi Pancasila, sistem pengorganisasian negara dilakukan oleh rakyat sendiri atau dengan persetujuan rakyat. c. Dalam demokrasi Pancasila kebebasan individu tidak bersifat mutlak, tetapi harus diselaraskan dengan tanggung jawab sosial. d. Dalam demokrasi Pancasila, keuniversalan cita-cita demokrasi dipadukan dengan cita-cita hidup bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat kekeluargaan, sehingga tidak ada dominasi mayoritas atau minoritas.
Adapun prinsip pokok demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut: (Demokrasi Pancasila ) 1. Pemerintahan berdasarkan hukum: dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan: a. b. c. 2. 3. 4. Indonesia ialah negara berdasarkan hukum (rechtstaat) dan tidak berdasarkan Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat Kekuasaan yang tertinggi berada di tangan MPR. kekuasaan belaka (machtstaat). absolutisme (kekuasaan tidak terbatas). Perlindungan terhadap hak asasi manusia. Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah. Peradilan yang merdeka berarti badan peradilan (kehakiman) merupakan badan
yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lain contoh Presiden, BPK, DPR, DPA atau lainnya. 5. 6. 7. 8. 9. 10. adanya partai politik dan organisasi sosial politik karena berfungsi Untuk Pelaksanaan Pemilihan Umum. Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR (pasal 1 Keseimbangan antara hak dan kewajiban. Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita Nasional. menyalurkan aspirasi rakyat.
melalui wakil-wakil rakyat. Tidak menghendaki adanya demonstrasi dan pemogokan karena merugikan semua pihak. 8. 9. 10. 11. 12. Tidak menganut sistem monopartai. Pemilu dilaksanakan secara luber. Mengandung sistem mengambang. Tidak kenal adanya diktator mayoritas dan tirani minoritas. Mendahulukan kepentingan rakyat atau kepentingan umum.
4.
Landasan formil dari periode Republik Indonesia III ialah Pancasila, UUD45 serta Ketetapan-ketetapan MPRS. Sedangkan sistem pemerintahan demokrasi Pancasila menurut prinsip-prinsip yang terkandung di dalam Batang Tubuh UUD 1945 berdasarkan tujuh sendi pokok, yaitu sebagai berikut: 1) Indonesia ialah negara yang berdasarkan hokum Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machsstaat). Hal ini mengandung arti bahwa baik pemerintah maupun lembaga-lembaga negara lainnya dalam melaksanakan tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan tindakannya bagi rakyat harus ada landasan hukumnya.
Persamaan kedudukan dalam hukum bagi semua warga negara harus tercermin di dalamnya. 2) Indonesia menganut sistem konstitusional
Pemerintah berdasarkan sistem konstitusional (hukum dasar) dan tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang mutlak tidak terbatas). Sistem konstitusional ini lebih menegaskan bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugasnya dikendalikan atau dibatasi oleh ketentuan konstitusi, di samping oleh ketentuan-ketentuan hukum lainnya yang merupakan pokok konstitusional, seperti TAP MPR dan Undangundang. 3) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pemegang kekuasaan negara
yang tertinggi. Seperti telah disebutkan dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 pada halaman terdahulu, bahwa (kekuasaan negara tertinggi) ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Dengan demikian, MPR adalah lembaga negara tertinggi sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi MPR mempunyai tugas pokok, yaitu: a. Menetapkan UUD. b. Menetapkan GBHN. c. Memilih dan mengangkat presiden dan wakil presiden Wewenang MPR, yaitu: a. b. c. d. e. Membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara lain, Meminta pertanggungjawaban presiden/mandataris mengenai pelaksanaan Melaksanakan pemilihan dan selanjutnya mengangkat Presiden dan Wakil Mencabut mandat dan memberhentikan presiden dalam masa jabatannya apabila sungguh-sungguh melanggar haluan negara dan UUD. Mengubah undang-undang. seperti penetapan GBHN yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Presiden. GBHN. Presiden. presiden/mandataris
4)
Permusyawaratan Rakyat (MPR) Di bawah MPR, presiden ialah penyelenggara pemerintah negara tertinggi. Presiden selain diangkat oleh majelis juga harus tunduk dan bertanggung jawab kepada majelis. Presiden adalah Mandataris MPR yang wajib menjalankan putusan-putusan MPR. 5) Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi DPR mengawasi pelaksanaan mandat (kekuasaan pemerintah) yang dipegang oleh presiden dan DPR harus saling bekerja sama dalam pembentukan undang-undang termasuk APBN. Untuk mengesahkan undang-undang, presiden harus mendapat persetujuan dari DPR. Hak DPR di bidang legislative ialah hak inisiatif, hak amandemen, dan hak budget. Hak DPR di bidang pengawasan meliputi: a. Hak tanya/bertanya kepada pemerintah. b. Hak interpelasi, yaitu meminta penjelasan atau keterangan kepada pemerintah. c. Hak Mosi (percaya/tidak percaya) kepada pemerintah. d. Hak Angket, yaitu hak untuk menyelidiki sesuatu hal. e. Hak Petisi, yaitu hak mengajukan usul/saran kepada pemerintah. 6) Menteri Negara adalah pembantu presiden, Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR Presiden memiliki wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan menteri negara. Menteri ini tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi kepada presiden. Berdasarkan hal tersebut, berarti sistem kabinet kita adalah kabinet kepresidenan/presidensil. Kedudukan Menteri Negara bertanggung jawab kepada presiden, tetapi mereka bukan pegawai tinggi biasa, menteri ini menjalankan kekuasaan pemerintah dalam prakteknya berada di bawah koordinasi presiden.
7)
Kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi ia bukan diktator, artinya kekuasaan tidak tak terbatas. Ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR. Kedudukan DPR kuat karena tidak dapat dibubarkan oleh presiden dan semua anggota DPR merangkap menjadi anggota MPR. DPR sejajar dengan presiden.
Dasar1945,yang berarti menegakkan kembali azas negara-negara hukum dimana kepastian hukum dirasakan oleh segenap warga negara, dimana hakhak azasi manusia baik dalam aspek kolektif, maupun dalam aspek perseorangan dijamin, dan dimana penyalahgunaan kekuasaan, dapat dihindarkan secara institusionil. Dalam rangka ini harus diupayakan supaya lembaga-lembaga negara dan tata kerja orde baru dilepaskan dari ikatan pribadi dan lebih diperlembagakan ( depersonalization, institusionalization ). 2. 3. Sosialisme Indonesia yang berarti masyarakat adil dan makmur. Clan revolusioner untuk menyelesaikan revolusi , yang cukup kuat untuk
mendorong Indonesia ke arah kemajuan sosial dan ekonomi sesuai dengan tuntutan-tuntutan abad ke-20. b. Bidang Ekonomi Demokrasi ekonomi sesuai dengan azas-azas yang menjiwai ketentuanketentuan mengenai ekonomi dalam Undang-undang Dasar 1945 yang pada hakekatnya, berarti kehidupan yang layak bagi semua warga negara, yang antara lain mencakup : 1. 2. 3. Pengawasan oleh rakyat terhadap penggunaan kekayaan dan keuangan Negara. Koperasi. Pengakuan atas hak milik perorangan dan kepastian hukum dalam penggunaannya.
4.
2. Musyawarah Nasional III Persahi : The Rule of Law, Desember 1966 Azas negara hukum Pancasila mengandung prinsip: a. Pengakuan dan perlindungan hak azasi yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi, kultural dan pendidikan. b. Peradilan yang bebas dan tidak memihak, tidak terpengaruh oleh sesuatu kekuasaan/kekuatan lain apapun. c. Jaminan kepastian hukum dalam semua persoalan. Yang dimaksudkan kepastian hukum yaitu jaminan bahwa ketentuan hukumnya dapat dipahami, dapat dilaksanakan dan aman dalam melaksanakannya. 3. Symposium Hak-hak Azasi Manusia, Juni 1967 Demokrasi Pancasila, dalam arti demokrasi yang bentuk-bentuk penerapannya sesuai dengan kenyataan-kenyataan dan cita-cita yang terdapat dalam masyarakat kita, setelah sebagai akibat rezim Nasakom sangat menderita dan menjadi kabur, lebih memerlukan pembinaan daripada pembatasan sehingga menjadi suatu political culture yang penuh vitalitas. Berhubung dengan keharusan kita di tahun-tahun mendatang untuk
mengembangkan a rapidly expanding economy, maka diperlukan juga secara mutlak pembebasan dinamika yang terdapat dalam masyarakat dari kekuatan-kekuatan yang mendukung Pancasila. Oleh karena itu diperlukan kebebasan berpolitik sebesar mungkin. Persoalan hak-hak azasi manusia dalam kehidupan kepartaian untuk tahuntahun mendatang harus ditinjau dalam rangka keharusan kita untuk mencapai keseimbangan yang wajar di antara 3 hal, yaitu: a. Adanya pemerintah yang mempunyai cukup kekuasaan dan kewibawaan. b. Adanya kebebasan yang sebesar-besarnya. c. Perlunya untuk membina suatu rapidly expanding economy.
Pemilu kedua diselenggarakan pada 2 Mei 1977. Pada pemilu tahun 1977 terjadi penyederhanaan kontestan, yaitu diikuti tiga peserta saja. a. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan fusi dari NU, PSII, Parmusi,dan Perti. b. Golongan Karya (Golkar). c. Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang mempakan fusi dari PNI, Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik, Murba, dan IPKI. Pemilihan umum di masa pemerintahan Orde Baru dari waktu ke waktu, pada satu sisi memang membawa negara kepada suatu kehidupan yang lebih baik dari pada kondisi sebelumnya. Adapun kemajuan yang telah dicapai pemerintahan Orde Baru sebagai hasil pelaksanaan pembangunan sejak tahun 1969 - 1997 antara lain adalah: a. naiknya produksi dan jasa di segala bidang. b. naiknya pendapatan dan kemakmuran sebagian rakyat Indonesia. c. meningkatnya kemampuan negara dalam menghimpun dana, baik dari dalam maupun dari luar negeri, seperti pajak, cukai, ekspor migas dan non-migas. d. semakin bertambahnya sarana-sarana pendidikan, kesehatan, olahraga, ibadah, ekonomi, perumahan, dan Iain-lain. Bahkan atas beberapa keberhasilan menjalankan pembangunan di Indonesia, MPR kemudian memberikan predikat kepada Presiden Soeharto sebagai Bapak Pembangunan Nasional. Namun, menjelang pertengahan tahun 1997 kemajuan di berbagai bidang itu seperti tidak bermakna apa-apa. Bangsa Indonesia dilanda krisis teramat berat yang bermula dari krisis moneter, berupa turunnya nilai mata uang rupiah terhadap dolar. Krisis moneter ini kemudian berkembang menjadi krisis ekonomi sehingga mempengaruhi segala aspek kehidupan masyarakat, seperti politik, ekonomi, dan sosial. Tatanan ekonomi, rusak berat, pengangguran meluas, dan kemiskinan merajalela. Dampak krisis ini berbuntut pada timbulnya krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah Orde Baru. Dalam kondisi seperti itu, muncullah gerakan reformasi yang berawal dari rasa keprihatinan moral yang sangat mendalam atas berbagai krisis yang terjadi di Indonesia. Gerakan reformasi ini dipelopori oleh kalangan mahasiswa dan kaum cendekiawan. Mereka mendapat dukungan dari berbagai lapisan masyarakat yang bersimpati terhadap reformasi. Figur yang dianggap banyak mempengaruhi bergulirnya roda reformasi ialah Prof. Dr. Amien Rais M.A. la dengan berani memaparkan berbagai kelemahan dan penyelewengan elit birokrasi Orde Baru dan segelintir manusia yang memonopoli sumber daya alam dan sektor ekonomi Indonesia. la juga berhasil menyadarkan masyarakat akan pentingnya suksesi (pergantian kekuasaan) terhadap pemerintahan Soeharto yang telah bercokol selama 32 tahun.
Pada awal tahun 1998 keadaan negara semakin tidak menentu dan krisis ekonomi tak ditemukan titik terang penyelesaiannya. Akibatnya, aksi mahasiswa pun menjadi semakin marak yang menuntut pengunduran diri Presiden Soeharto. Bentrokan dengan aparat tidak terhindarkan lagi sehingga muncul Tragedi Trisakti yang menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti pada 12Mei 1998. Tragedi Trisakti menimbulkan luapan kemarahan masyarakat. tidak terbendung lagi. Puncaknya, terjadilah kerusuhan di beberapa tempat di Jakarta. Aksi penjarahan, pembakaran, dan perusakan oleh massa terjadi secara tidak terkendali. Di lain pihak, ribuan mahasiswa segera berduyun-duyun mendatangi gedung DPR/MPR dan sekaligus mendudukinya. Menyikapi hal itu, para pimpinan MPR meminta agar presiden secara arif dan bijaksana mengundurkan diridari jabatannya. Pada tanggal 21 Mei 1998 pukul 09.00 WIB di Gedung Istana Merdeka Presiden Soeharto menyatakan mengundurkan diri dari jabatan presiden. Dengan demikian,berakhirlah masa kekuasaan Pemerintahan Orde Baru selama 32 tahun.
Pada awal pemerintahan orde baru partai politik dan media massa di beri kebebasan untuk melancarkan kritik dengan mengungkapkan realita di dalam masyarakat. Namun sejak dibentuknya format yang baru dituangkan dalam UU No. 15 tahun 1969 tentang Pemilu dan UU No. 16 tahun 1969 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD menggiring masyarakat Indonesia kea rah otoritarian. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pengisian seperti anggota MPR dan seperlima anggota DPR dilakukan melalui pengangkatan secara langsung oleh Presiden tanpa melalui Pemilu. Hal ini dimaksudkan agar terjadi stabilitas politik yang pada gilirannya akan menciptakan stabilitas keamanan sebagai prasyarat untuk melaksanakan pembangunan ekonomi yang tidak ditangani secara serius pada masa demokrasi terpimpin. Kemenangan Golkar pada pemilu tahun 1971 mengurangi oposisi terhadap pemerintah di kalangan sipil, karena golkar sangat dominant, sementara partai-partai lain berada di bawah control pemerintah. Kemenangan Golkar ini mengantarkan Golkar menjadi partai hegemonic yang kemudian bersama ABRI dan birokrasi menjadikan dirinya sebagai tumpuan utama rezim orde baru untuk mendominasi semua proses social dan politik. Pada tahun 1973 pemerintah melaksanakan penggabungan sembilan partai peserta pemilu tahun 1971 menjadi dua partai. Partai-partai yang berhaluan Islam menjadi partai persatuan pembangunan (PPP) dan partai-partai nasionalis dan Kristen melebur ke dalam partai Demokrasi Indonesia (PDI). Penggabungan partai ini mengakibatkan merosotnya perolehan suara kedua partai pada pemilu tahun 1977, sementara Golkar mendominasi perolehan suara, dominasi golkar terus berjlanjut hingga kemenangan terbesarnya pada pemilu 1997. Selama orde baru, pilar-pilar demokrasi seperti partai politik, lembaga perwakilan rakyat, dan media massa berada pada kondisi lemah dan selalu dibayangi oleh mekanisme reccal, sementara partai politik tidak mempunyai otonomi internal. Media massa selalu dibayang-bayangi pencabutan surat izin usaha penerbitan pers (SIUPP).
Sedangkan rakyat tidak diperkenankan menyelenggarakan aktivitas social politik tanpa izin dari pemerintah. Praktis tidak muncul kekuatan civil society yang mampu melakukan control dan menjadi kekuatan penyeimbang bagi kekuasaan pemerintah yang sangat dominant. Praktis demokrasi pancasila pada masa ini tidak berjalan sesuai dengan yang dicita-citakan, bahkan cenderung ke arah otoriatianisme atau kediktatoran. Kegagalan tiga partai besar dalam perannya sebagai lembaga control terhadap jalannya pemerintahan dan tidak berfungsinya check and balance, akibat terpolanya politik kompromistis dari elite politik, akhirnya demoktrasi yang sebenarnya tidak jalan. Demokrasi menjadi semu. DPR tidak mencerminkan wakil rakyat yang sesungguhnya. Terjadi kolusi, korupsi, dan nepotisme di segala bidang kehidupan, karena kekuasaan cenderung ke arah oligarki. Hal ini mengakibatkan terjadinya krisis kepercayaan, menghancurkan nilai-nilai kejujuran, keadilan, etika politik, moral, hukum dasar-dasar demokrasi dan sendi-sendi keagamaan. Khususnya di bidang politik direspon oleh masyarakat melalui kelompok-kelompok penekan (pressure group) yang mengadakan berbagai macam unjuk rasa yang dipelopori oleh para pelajar, mahasiswa, dosen, dan praktisi, LSM dan politisi. Gelombang demontrasi yang menyuarakan reformasi semakin kuat dan semakin meluas. Akhirnya Presiden Soeharto menyerahkan kekuasaan kepada wakilnya B.J Habibie. Periode Demokrasi Pancasila tahun 1998 (Orde Reformasi) Kebijaksanaan pemerintah pada periode reformasi memberi ruang gerak lebih luas terhadap hak-hak untuk mengeluarkan pendapat dan berorganisasi baik organisasi kemasyarakatan maupun organisasi politik. Organisasi kemasyarakatan dan partai-partai politik mulai tumbuh bermunculan lagi. Legislative dan partai politik mulai memiliki keberanian untuk menyatakan pendapatnya terhadap eksekutif, sehingga hubungan antara eksekutif dan legislative cenderung lebih seimbang dan proporsional. Lembaga tertinggi Negara yaitu MPR berani mengambil langkah-langkah politik melalui pelaksanaan siding tahunan dengan menuntut laporan kemajuan kerja semua lembaga tinggi Negara dengan puncaknya mengamandemen UUD 1945.
Media diberi kebebasan dalam melakukan tugas jurnalistiknya secara proporsional tanpa ada rasa ketakutan untuk dicabut SIUPP-nya. Wartawan diberi kebebasan membentuk organisasi profesinya. Namun, kadang kala kita melihat adanya nuansa kebablasan dalam penggunaan kebebasan tersebut. Para demonstran sering mengeluarkan kata-kata kotor dan menghina pihak yang didemo, seolah pihak yang didemo tidak memiliki martabat dan harga diri. Masa kadang kala bertindak melampaui batas hingga melanggar hukum. Media massa kadang kala memberitakan dan menayangkan hal-hal yang tidak sesuai dengan norma kesusilaan dan kesopnan. Pembatasan jabatan presiden hanya dua kali jabatan dan dipilih oleh rakyat melalui melalui pemilu. Dibentuknya dewan perwakilan rakyat daerah (DPD) untuk mengakomodasi aspirasi daerah. Dalam perjalanan era reformasi yang telah 8 (delapan tahun, arah, visi dan misi serta agenda-agenda reformasi yang dicanangkan belum terpenuhi. Masih banyak tatanan politik, ekonomi, hukum, pendidikan yang belum sesuai harapan masyarakat luas. Namun demikian, energi reformasi dan pengawasan masyarakat yang menggiring berbagai perubahan social diharapkan dapat membawa Indonesia menjadi Negara demokratis. Dalam upaya pengembangan demokrasi pancasila pada dasarnya adalah bagaimana mengikutsertakan seluruh komponen bangsa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Aturan permainan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara diatur secara melembaga. Hal ini berarti bawa keinginan-keinginan rakyat tersebut disalurkan baik melalui lembaga lembaga Negara (suprastruktur) maupun melalui organisasi politik, organisasi kemasyarakatan dan lainnya (infrastruktur). Demokratsi pancasila tidak hanya dalam arti sempit yang meliputi demokrasi di bidang pemerintahan atau politik saja, tetapi demokrasi dalam arti luas yang meliputi segala bidang kehidupan baik politik, ekonomi, social.
DAFTAR PUSTAKA
http://klikbelajar.com/pelajaran-sekolah/pelajaran-sejarah/kehidupan-politik-diera-orde-baru/
http://sobatbaru.blogspot.com/2008/11/periode-demokrasi-pancasila-eraorde_02.html