You are on page 1of 18

Kesultanan Ternate

Ngara Lamo, gerbang Istana Sultan Ternate di tahun 1930-an Kerajaan Gapi atau yang kemudian lebih dikenal sebagai Kesultanan Ternate (mengikuti nama ibukotanya) adalah salah satu dari 4 kerajaan Islam di Maluku dan merupakan salah satu kerajaan Islam tertua di Nusantara. Didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada 1257. Kesultanan Ternate memiliki peran penting di kawasan timur Nusantara antara abad ke-13 hingga abad ke17. Kesultanan Ternate menikmati kegemilangan di paruh abad ke -16 berkat perdagangan rempah-rempah dan kekuatan militernya. Di masa jaya kekuasaannya membentang mencakup wilayah Maluku, Sulawesi utara, timur dan tengah, bagian selatan kepulauan Filipina hingga sejauh Kepulauan Marshall di pasifik.

Daftar isi

1 Asal Usul 2 Organisasi kerajaan 3 Moloku Kie Raha 4 Kedatangan Islam 5 Kedatangan Portugal dan perang saudara 6 Pengusiran Portugal 7 Kedatangan Belanda 8 Perlawanan rakyat Maluku dan kejatuhan Ternate 9 Warisan Ternate 10 Daftar Sultan Ternate 11 Catatan kaki o 11.1 Daftar pustaka

Asal Usul

Pulau Gapi (kini Ternate) mulai ramai di awal abad ke-13, penduduk Ternate awal merupakan warga eksodus dari Halmahera. Awalnya di Ternate terdapat 4 kampung yang masing - masing dikepalai oleh seorang momole (kepala marga), merekalah yang pertama tama mengadakan hubungan dengan para pedagang yang datang dari segala penjuru mencari rempah rempah. Penduduk Ternate semakin heterogen dengan bermukimnya pedagang Arab, Jawa, Melayu dan Tionghoa. Oleh karena aktivitas perdagangan yang semakin ramai ditambah ancaman yang sering datang dari para perompak maka atas prakarsa momole Guna pemimpin Tobona diadakan musyawarah untuk membentuk suatu organisasi yang lebih kuat dan mengangkat seorang pemimpin tunggal sebagai raja. Tahun 1257 momole Ciko pemimpin Sampalu terpilih dan diangkat sebagai Kolano (raja) pertama dengan gelar Baab Mashur Malamo (1257-1272). Kerajaan Gapi berpusat di kampung Ternate, yang dalam perkembangan selanjutnya semakin besar dan ramai sehingga oleh penduduk disebut juga sebagai Gam Lamo atau kampung besar (belakangan orang menyebut Gam Lamo dengan Gamalama). Semakin besar dan populernya Kota Ternate, sehingga kemudian orang lebih suka mengatakan kerajaan Ternate daripada kerajaan Gapi. Di bawah pimpinan beberapa generasi penguasa berikutnya, Ternate berkembang dari sebuah kerajaan yang hanya berwilayahkan sebuah pulau kecil menjadi kerajaan yang berpengaruh dan terbesar di bagian timur Indonesia khususnya Maluku.

Organisasi kerajaan
Di masa masa awal suku Ternate dipimpin oleh para momole. Setelah membentuk kerajaan jabatan pimpinan dipegang seorang raja yang disebut Kolano. Mulai pertengahan abad ke-15, Islam diadopsi secara total oleh kerajaan dan penerapan syariat Islam diberlakukan. Sultan Zainal Abidin meninggalkan gelar Kolano dan menggantinya dengan gelar Sultan. Para ulama menjadi figur penting dalam kerajaan. Setelah Sultan sebagai pemimpin tertinggi, ada jabatan Jogugu (perdana menteri) dan Fala Raha sebagai para penasihat. Fala Raha atau Empat Rumah adalah empat klan bangsawan yang menjadi tulang punggung kesultanan sebagai representasi para momole di masa lalu, masing masing dikepalai seorang Kimalaha. Mereka antara lain ; Marasaoli, Tomagola, Tomaito dan Tamadi. Pejabat pejabat tinggi kesultanan umumnya berasal dari klan klan ini. Bila seorang sultan tak memiliki pewaris maka penerusnya dipilih dari salah satu klan. Selanjutnya ada jabatan jabatan lain Bobato Nyagimoi se Tufkange (Dewan 18), Sabua Raha, Kapita Lau, Salahakan, Sangaji dll. Untuk lebih jelasnya lihat Struktur organisasi kesultanan Ternate.

Moloku Kie Raha


Selain Ternate, di Maluku juga terdapat paling tidak 5 kerajaan lain yang memiliki pengaruh. Tidore, Jailolo, Bacan, Obi dan Loloda. Kerajaan kerajaan ini merupakan saingan Ternate memperebutkan hegemoni di Maluku. Berkat perdagangan rempah Ternate menikmati pertumbuhan ekonomi yang mengesankan, dan untuk memperkuat hegemoninya di Maluku, Ternate mulai melakukan ekspansi. Hal ini menimbulkan antipati dan memperbesar kecemburuan kerajaan lain di Maluku, mereka memandang Ternate sebagai musuh bersama

hingga memicu terjadinya perang. Demi menghentikan konflik yang berlarut larut, raja Ternate ke-7 Kolano Cili Aiya atau disebut juga Kolano Sida Arif Malamo (1322-1331) mengundang raja raja Maluku yang lain untuk berdamai dan bermusyawarah membentuk persekutuan. Persekutuan ini kemudian dikenal sebagai Persekutan Moti atau Motir Verbond. Butir penting dari pertemuan ini selain terjalinnya persekutuan adalah penyeragaman bentuk kelembagaan kerajaan di Maluku. Oleh karena pertemuan ini dihadiri 4 raja Maluku yang terkuat maka disebut juga sebagai persekutuan Moloku Kie Raha (Empat Gunung Maluku).

Kedatangan Islam
Tak ada sumber yang jelas mengenai kapan awal kedatangan Islam di Maluku khususnya Ternate. Namun diperkirakan sejak awal berdirinya kerajaan Ternate masyarakat Ternate telah mengenal Islam mengingat banyaknya pedagang Arab yang telah bermukim di Ternate kala itu. Beberapa raja awal Ternate sudah menggunakan nama bernuansa Islam namun kepastian mereka maupun keluarga kerajaan memeluk Islam masih diperdebatkan. Hanya dapat dipastikan bahwa keluarga kerajaan Ternate resmi memeluk Islam pertengahan abad ke-15. Kolano Marhum (1465-1486), penguasa Ternate ke-18 adalah raja pertama yang diketahui memeluk Islam bersama seluruh kerabat dan pejabat istana. Pengganti Kolano Marhum adalah puteranya, Zainal Abidin (1486-1500). Beberapa langkah yang diambil Sultan Zainal Abidin adalah meninggalkan gelar Kolano dan menggantinya dengan Sultan, Islam diakui sebagai agama resmi kerajaan, syariat Islam diberlakukan, membentuk lembaga kerajaan sesuai hukum Islam dengan melibatkan para ulama. Langkah-langkahnya ini kemudian diikuti kerajaan lain di Maluku secara total, hampir tanpa perubahan. Ia juga mendirikan madrasah yang pertama di Ternate. Sultan Zainal Abidin pernah memperdalam ajaran Islam dengan berguru pada Sunan Giri di pulau Jawa, disana beliau dikenal sebagai "Sultan Bualawa" (Sultan Cengkih).

Kedatangan Portugal dan perang saudara


Di masa pemerintahan Sultan Bayanullah (1500-1521), Ternate semakin berkembang, rakyatnya diwajibkan berpakaian secara islami, teknik pembuatan perahu dan senjata yang diperoleh dari orang Arab dan Turki digunakan untuk memperkuat pasukan Ternate. Di masa ini pula datang orang Eropa pertama di Maluku, Loedwijk de Bartomo (Ludovico Varthema) tahun 1506. Tahun 1512 Portugal untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di Ternate dibawah pimpinan Fransisco Serrao, atas persetujuan Sultan, Portugal diizinkan mendirikan pos dagang di Ternate. Portugal datang bukan semata mata untuk berdagang melainkan untuk menguasai perdagangan rempah rempah Pala dan Cengkih di Maluku. Untuk itu terlebih dulu mereka harus menaklukkan Ternate. Sultan Bayanullah wafat meninggalkan pewaris - pewaris yang masih sangat belia. Janda sultan, permaisuri Nukila dan Pangeran Taruwese, adik almarhum sultan bertindak sebagai wali. Permaisuri Nukila yang asal Tidore bermaksud menyatukan Ternate dan Tidore dibawah satu mahkota yakni salah satu dari kedua puteranya, pangeran Hidayat (kelak Sultan Dayalu) dan pangeran Abu Hayat (kelak Sultan Abu Hayat II). Sementara pangeran Tarruwese menginginkan tahta bagi dirinya sendiri. Portugal memanfaatkan kesempatan ini dan mengadu domba keduanya hingga pecah perang saudara. Kubu permaisuri Nukila didukung Tidore sedangkan pangeran Taruwese didukung Portugal. Setelah meraih kemenangan pangeran

Taruwese justru dikhianati dan dibunuh Portugal. Gubernur Portugal bertindak sebagai penasihat kerajaan dan dengan pengaruh yang dimiliki berhasil membujuk dewan kerajaan untuk mengangkat pangeran Tabariji sebagai sultan. Tetapi ketika Sultan Tabariji mulai menunjukkan sikap bermusuhan, ia difitnah dan dibuang ke Goa India. Disana ia dipaksa Portugal untuk menandatangani perjanjian menjadikan Ternate sebagai kerajaan Kristen dan vasal kerajaan Portugal, namun perjanjian itu ditolak mentah-mentah Sultan Khairun (1534-1570).

Pengusiran Portugal
Perlakuan Portugal terhadap saudara saudaranya membuat Sultan Khairun geram dan bertekad mengusir Portugal dari Maluku. Tindak tanduk bangsa barat yang satu ini juga menimbulkan kemarahan rakyat yang akhirnya berdiri di belakang sultan Khairun. Sejak masa sultan Bayanullah, Ternate telah menjadi salah satu dari tiga kesultanan terkuat dan pusat Islam utama di Nusantara abad ke-16 selain Aceh dan Demak setelah kejatuhan kesultanan Malaka tahun 1511. Ketiganya membentuk Aliansi Tiga untuk membendung sepak terjang Portugal di Nusantara. Tak ingin menjadi Malaka kedua, sultan Khairun mengobarkan perang pengusiran Portugal. Kedudukan Portugal kala itu sudah sangat kuat, selain memiliki benteng dan kantong kekuatan di seluruh Maluku mereka juga memiliki sekutu sekutu suku pribumi yang bisa dikerahkan untuk menghadang Ternate. Dengan adanya Aceh dan Demak yang terus mengancam kedudukan Portugal di Malaka, Portugal di Maluku kesulitan mendapat bala bantuan hingga terpaksa memohon damai kepada sultan Khairun. Secara licik Gubernur Portugal, Lopez de Mesquita mengundang Sultan Khairun ke meja perundingan dan akhirnya dengan kejam membunuh Sultan yang datang tanpa pengawalnya. Pembunuhan Sultan Khairun semakin mendorong rakyat Ternate untuk menyingkirkan Portugal, bahkan seluruh Maluku kini mendukung kepemimpinan dan perjuangan Sultan Baabullah (1570-1583), pos-pos Portugal di seluruh Maluku dan wilayah timur Indonesia digempur, setelah peperangan selama 5 tahun, akhirnya Portugal meninggalkan Maluku untuk selamanya tahun 1575. Kemenangan rakyat Ternate ini merupakan kemenangan pertama putera-putera nusantara atas kekuatan barat. Dibawah pimpinan Sultan Baabullah, Ternate mencapai puncak kejayaan, wilayah membentang dari Sulawesi Utara dan Tengah di bagian barat hingga kepulauan Marshall dibagian timur, dari Philipina (Selatan) dibagian utara hingga kepulauan Nusa Tenggara dibagian selatan. Sultan Baabullah dijuluki penguasa 72 pulau yang semuanya berpenghuni (sejarawan Belanda, Valentijn menuturkan secara rinci nama-nama ke-72 pulau tersebut) hingga menjadikan kesultanan Ternate sebagai kerajaan islam terbesar di Indonesia timur, disamping Aceh dan Demak yang menguasai wilayah barat dan tengah nusantara kala itu. Periode keemasaan tiga kesultanan ini selama abad 14 dan 15 entah sengaja atau tidak dikesampingkan dalam sejarah bangsa ini padahal mereka adalah pilar pertama yang membendung kolonialisme barat.

Kedatangan Belanda
Sepeninggal Sultan Baabullah Ternate mulai melemah, Spanyol yang telah bersatu dengan Portugal tahun 1580 mencoba menguasai kembali Maluku dengan menyerang Ternate. Dengan kekuatan baru Spanyol memperkuat kedudukannya di Filipina, Ternate pun menjalin aliansi

dengan Mindanao untuk menghalau Spanyol namun gagal bahkan sultan Said Barakati berhasil ditawan Spanyol dan dibuang ke Manila. Kekalahan demi kekalahan yang diderita memaksa Ternate meminta bantuan Belanda tahun 1603. Ternate akhirnya sukses menahan Spanyol namun dengan imbalan yang amat mahal. Belanda akhirnya secara perlahan-lahan menguasai Ternate, tanggal 26 Juni 1607 Sultan Ternate menandatangani kontrak monopoli VOC di Maluku sebagai imbalan bantuan Belanda melawan Spanyol. Di tahun 1607 pula Belanda membangun benteng Oranje di Ternate yang merupakan benteng pertama mereka di nusantara. Sejak awal hubungan yang tidak sehat dan tidak seimbang antara Belanda dan Ternate menimbulkan ketidakpuasan para penguasa dan bangsawan Ternate. Diantaranya adalah pangeran Hidayat (15?? - 1624), Raja muda Ambon yang juga merupakan mantan wali raja Ternate ini memimpin oposisi yang menentang kedudukan sultan dan Belanda. Ia mengabaikan perjanjian monopoli dagang Belanda dengan menjual rempah rempah kepada pedagang Jawa dan Makassar.

Perlawanan rakyat Maluku dan kejatuhan Ternate


Semakin lama cengkeraman dan pengaruh Belanda pada sultan sultan Ternate semakin kuat, Belanda dengan leluasa mengeluarkan peraturan yang merugikan rakyat lewat perintah sultan, sikap Belanda yang kurang ajar dan sikap sultan yang cenderung manut menimbulkan kekecewaan semua kalangan. Sepanjang abad ke-17, setidaknya ada 4 pemberontakan yang dikobarkan bangsawan Ternate dan rakyat Maluku.

Tahun 1635, demi memudahkan pengawasan dan mengatrol harga rempah yang merosot Belanda memutuskan melakukan penebangan besar besaran pohon cengkeh dan pala di seluruh Maluku atau yang lebih dikenal sebagai Hongi Tochten, akibatnya rakyat mengobarkan perlawanan. Tahun 1641, dipimpin oleh raja muda Ambon Salahakan Luhu, puluhan ribu pasukan gabungan Ternate Hitu Makassar menggempur berbagai kedudukan Belanda di Maluku Tengah. Salahakan Luhu kemudian berhasil ditangkap dan dieksekusi mati bersama seluruh keluarganya tanggal 16 Juni 1643. Perjuangan lalu dilanjutkan oleh saudara ipar Luhu, kapita Hitu Kakiali dan Tolukabessi hingga 1646. Tahun 1650, para bangsawan Ternate mengobarkan perlawanan di Ternate dan Ambon, pemberontakan ini dipicu sikap Sultan Mandarsyah (1648-1650,1655-1675) yang terlampau akrab dan dianggap cenderung menuruti kemauan Belanda. Para bangsawan berkomplot untuk menurunkan Mandarsyah. Tiga di antara pemberontak yang utama adalah trio pangeran Saidi, Majira dan Kalumata. Pangeran Saidi adalah seorang Kapita Laut atau panglima tertinggi pasukan Ternate, pangeran Majira adalah raja muda Ambon sementara pangeran Kalumata adalah adik sultan Mandarsyah. Saidi dan Majira memimpin pemberontakan di Maluku tengah sementara pangeran Kalumata bergabung dengan raja Gowa sultan Hasanuddin di Makassar. Mereka bahkan sempat berhasil menurunkan sultan Mandarsyah dari tahta dan mengangkat Sultan Manilha (16501655) namun berkat bantuan Belanda kedudukan Mandarsyah kembali dipulihkan. Setelah 5 tahun pemberontakan Saidi cs berhasil dipadamkan. Pangeran Saidi disiksa secara kejam hingga mati sementara pangeran Majira dan Kalumata menerima pengampunan Sultan dan hidup dalam pengasingan.

Sultan Muhammad Nurul Islam atau yang lebih dikenal dengan nama Sultan Sibori (1675 1691) merasa gerah dengan tindak tanduk Belanda yang semena - mena. Ia kemudian menjalin persekutuan dengan Datuk Abdulrahman penguasa Mindanao, namun upayanya untuk menggalang kekuatan kurang maksimal karena daerah daerah strategis yang bisa diandalkan untuk basis perlawanan terlanjur jatuh ke tangan Belanda oleh berbagai perjanjian yang dibuat para pendahulunya. Ia kalah dan terpaksa menyingkir ke Jailolo. Tanggal 7 Juli 1683 Sultan Sibori terpaksa menandatangani perjanjian yang intinya menjadikan Ternate sebagai kerajaan dependen Belanda. Perjanjian ini mengakhiri masa Ternate sebagai negara berdaulat.

Meski telah kehilangan kekuasaan mereka beberapa Sultan Ternate berikutnya tetap berjuang mengeluarkan Ternate dari cengkeraman Belanda. Dengan kemampuan yang terbatas karena selalu diawasi mereka hanya mampu menyokong perjuangan rakyatnya secara diam diam. Yang terakhir tahun 1914 Sultan Haji Muhammad Usman Syah (1896-1927) menggerakkan perlawanan rakyat di wilayah wilayah kekuasaannya, bermula di wilayah Banggai dibawah pimpinan Hairuddin Tomagola namun gagal. Di Jailolo rakyat Tudowongi, Tuwada dan Kao dibawah pimpinan Kapita Banau berhasil menimbulkan kerugian di pihak Belanda, banyak prajurit Belanda yang tewas termasuk Coentroleur Belanda Agerbeek, markas mereka diobrak abrik. Akan tetapi karena keunggulan militer serta persenjataan yang lebih lengkap dimiliki Belanda perlawanan tersebut berhasil dipatahkan, kapita Banau ditangkap dan dijatuhi hukuman gantung. Sultan Haji Muhammad Usman Syah terbukti terlibat dalam pemberontakan ini oleh karenanya berdasarkan keputusan pemerintah Hindia Belanda, tanggal 23 September 1915 no. 47, sultan Haji Muhammad Usman Syah dicopot dari jabatan sultan dan seluruh hartanya disita, beliau dibuang ke Bandung tahun 1915 dan meninggal disana tahun 1927. Pasca penurunan sultan Haji Muhammad Usman Syah jabatan sultan sempat lowong selama 14 tahun dan pemerintahan adat dijalankan oleh Jogugu serta dewan kesultanan. Sempat muncul keinginan pemerintah Hindia Belanda untuk menghapus kesultanan Ternate namun niat itu urung dilaksanakan karena khawatir akan reaksi keras yang bisa memicu pemberontakan baru sementara Ternate berada jauh dari pusat pemerintahan Belanda di Batavia. Dalam usianya yang kini memasuki usia ke-750 tahun, Kesultanan Ternate masih tetap bertahan meskipun hanya tinggal simbol belaka. Jabatan sultan sebagai pemimpin Ternate ke-49 kini dipegang oleh sultan Drs. H. Mudaffar Sjah, BcHk. (Mudaffar II) yang dinobatkan tahun 1986.

Warisan Ternate
Imperium nusantara timur yang dipimpin Ternate memang telah runtuh sejak pertengahan abad ke-17 namun pengaruh Ternate sebagai kerajaan dengan sejarah yang panjang masih terus terasa hingga berabad kemudian. Ternate memiliki andil yang sangat besar dalam kebudayaan nusantara bagian timur khususnya Sulawesi (utara dan pesisir timur) dan Maluku. Pengaruh itu mencakup agama, adat istiadat dan bahasa. Sebagai kerajaan pertama yang memeluk Islam Ternate memiliki peran yang besar dalam upaya pengislaman dan pengenalan syariat-syariat Islam di wilayah timur nusantara dan bagian selatan Filipina. Bentuk organisasi kesultanan serta penerapan syariat Islam yang diperkenalkan pertama kali oleh sultan Zainal Abidin menjadi standar yang diikuti semua kerajaan di Maluku hampir

tanpa perubahan yang berarti. Keberhasilan rakyat Ternate dibawah sultan Baabullah dalam mengusir Portugal tahun 1575 merupakan kemenangan pertama pribumi nusantara atas kekuatan barat, oleh karenanya almarhum Buya Hamka bahkan memuji kemenangan rakyat Ternate ini telah menunda penjajahan barat atas bumi nusantara selama 100 tahun sekaligus memperkokoh kedudukan Islam, dan sekiranya rakyat Ternate gagal niscaya wilayah timur Indonesia akan menjadi pusat kristen seperti halnya Filipina. Kedudukan Ternate sebagai kerajaan yang berpengaruh turut pula mengangkat derajat Bahasa Ternate sebagai bahasa pergaulan di berbagai wilayah yang berada dibawah pengaruhnya. Prof E.K.W. Masinambow dalam tulisannya; Bahasa Ternate dalam konteks bahasa - bahasa Austronesia dan Non Austronesia mengemukakan bahwa bahasa Ternate memiliki dampak terbesar terhadap bahasa Melayu yang digunakan masyarakat timur Indonesia. Sebanyak 46% kosakata bahasa Melayu di Manado diambil dari bahasa Ternate. Bahasa Melayu Ternate ini kini digunakan luas di Indonesia Timur terutama Sulawesi Utara, pesisir timur Sulawesi Tengah dan Selatan, Maluku dan Papua dengan dialek yang berbeda beda. Dua naskah Melayu tertua di dunia adalah naskah surat sultan Ternate Abu Hayat II kepada Raja Portugal tanggal 27 April dan 8 November 1521 yang saat ini masih tersimpan di museum Lisabon Portugal.

Daftar Sultan Ternate


Berikut merupakan daftar nama Sultan Ternate:[1] 1. Kaicil Mashur Malamo atau Kaicili Tsyuka (1257-1277) 2. Kaicil Jamin atau Cili Kadarat (1277-1284) 3. Kaicil Kamalu atau Abu Sahid (1284-1298) 4. Kaicil Bakuku (1298-1304) 5. Kaicil Nagarah Malamo (1304-1317) 6. Kaicil Patsarangah Malamo (1317-1322) 7. Kaicil Sidang Arif Malamo (1322-1331) 8. Kaicil Paji Malamo (1331-1332) 9. Kaicil Sah Alam (1332-1343) 10. Kaicil Tulu Malamo (1343-1347) 11. Kaicil Kie Mabiji (1347-1350) 12. Kaicil Ngolo Macayah (1350-1357) 13. Kaicil Mamole (1357-1359) 14. Kaicil Gapi Malamo (1359-1372) 15. Kaicil Gapi Baguna atau Gapi Baguna I (1372-1377) 16. Kaicil Kamalu (1377-1432) 17. Kaicil Sia atau Gapi Baguna II (1432-1465) 18. Kaicil Gapi Baguna atau Marhum (1465-1486
Sejarah pemerintahan di Ternate diawali pada tahun 1257 pada masa terbentuknya kerajaan Moloku di bawah kekuasaan BAAB Mansur Malamo. Berdasarkan Zelf Bestuur Regeling 1938. Ternate merupakan bagian dari 4 (empat) Swapraja di Daerah Maluku Utara disaping Tidore, Jailolo dan Bacan.

Pada masa kesultanan Ternate, struktur Pemerintahan telah tergambar dengan jelas di mana dalam kesultanan dibagi atas beberapa Distrik .Setiap Distrik dikepalai oleh seorang Distrik Hoofd yang membawahi beberapa Ender Distrik Setiap Ender Distrik dikepalai oleh seorang Ender Distri Hoofd. Dalam mekanisme penyelenggaraan pemerinta pada saat itu seorang Distrik Hoofd dan Ender Distrik Hoofd diangkat dan diberhentikan oleh Sultan. Rakyat mengenal sebutan-sebutan tersebut dengan Sangadji yang membawahi kampung-kampung dengan Mahimo sebagai kepalanya. F. S. A. de CLERCQ dalam bukunya BIJDRAGEN TOT DE KENNIS DER RESIDENTIE TERNATE terdapat 3 fase pemerintahan dengan dimasa kerajaan Ternate yaitu : 1257 1486 , berdirinya Kerajaan Kerajaan dengan beberapa Kepala Pemerintahan Kerajaan tertentu di Ternate dan Tidore Belanda 1486 1817 , masuknya Agama Islam dan tampilnya Sultan pertama sampai berakhirnya Pemerintah sementara Inggris 1817 1888 , peralihan kekuasaan

Fase Pemerintahan tahun 12571486 , berdirinya Kerajaan- Kerajaan dengan beberapa Kepala kepala Pemerintahan di Ternate
Kaicil MASHUR MALAMO 1257 1277 adalah pemimpin Kerajaan Kaicil JAMIN , 1272 1284 Kaicil KAMALU , 1284 1298 Kaicil BAKUKU , 1284 1304 Pada masa Pemerintahannya, pusat pemerintahan kerajaan dipindahkan ke Foramadiahe Kaicil NGARA MALAMO , 1304 1317 Kempat Kerajaan Maluku menyetujui suatu Kaicil PATSARANGAH MALAMO , 1317 1322 Kaicil SIDANG ARIF MALAMO, 1322 1331 Jawa dan Arab berdiam di Ternate. Kaicil PAJIMALAMO, 13321332 Kaicil SAH Ternate Kaicil TULU MALAMO ,1343 1347 Perjanjian Moti dibatalkan. Kaicil KIE MABIJI , 1347 1350 Kaicil NGOLO MACAHAYA ,1350 1357 Kaicil MAMOLO , 1357 1372 Kaicil GAPI MALAMO I , 1359 1372 ALAM , 1332 1343 Ia memasukkan Pulau Makian di bawah kekuasaan Kerajaan Perserikatan berdasarkan persekutuan Moti ( Moti Verbond ).Pada masa ini banyak orang pertama dengan

menggunakan titel Kolano. bertempat tinggal di Sampalu, Gamlamo Tua.

Kaicil GAPI BAGUNA I , 1372 1377 Putra tertuanya kawin dengan Putri Kerajaan Jailolo dan dengan demikian menjadi ahli waris Kerajaan ini. Kaicili KAMALU 1377 1432 Kaicil SIN ( GAPI BAGUNA II ) 1432 1465 Kaicil MARHOEM 1465 1486 Putranya adalah Sultan ZAINAL ABIDIN.

1486 1817 , masuknya Agama Islam dan tampilnya Sultan pertama Pemerintah

sampai

berakhirnya

sementara Inggris

1486

ZAINAL ABIDIN, Sultan Ternate pertama. Ia pergi ke Jawa berguru dan memperoleh ajaran Agama Islam dari Sunan Giri. Menurut beberapa sumber, ia wafat ketika dalam perjalanan pulang, sedangkan sumber lain mengatakan bahwa ia memerintah hingga akhir abad 15. 1500

KAICIL LELIATUR Sultan Ternate yang ke II. Ia mewajibkan seluruh kaula Kerajaan berpakaian yang pantas dan harus menikah menurut hukum Islam.. 1535

KAICIL HAJOER atau HAIRUN, Sultan Ternate ke-3. Dalam daftar Raja Raja Arab, Ia tercatat memerintah dari tahun 1538 1565. Penulis Portugis menyebutkan Aciro. 1570

SULTAN HAIRUN, atas perintah Wali Negeri de Mesquita dibunuh dalam Benteng oleh Portugis. BABULLAH DATU SAH, Sultan Ternate ke 4. Babullah disebut sebagai Penguasa 72 Pulau, walaupun di Ternate sendiri sebutan ini tidak dikenal.Dibawah kekuasaan Sultan ini, Kerajaan Kerajaan Ternate membentang : Di bagian Selatan sampai Bima Di bagian Barat sampai Makassar Di bagian Timur sampai Banda Di bagian Utara sampai Mindanao. 1584

SAIFUDDIN, Sultan Ternate ke 5. Dilahirkan sekitar tahun 1563 dan tinggal dengan Ayahnya di Benteng Gamlamo. 1607

KORNELIS MATELIEF DE JONGE, tiba di Ternate dan membangun Benteng di tempat bernamaMalajoe ( Fort Oranje ). Pada 26 Juni Ia mengadakan perjanjian dengan Mudaffar bahwa untuk bantuannya melawan Spanyol, Ia memperoleh monopoli perdagangan rempah rempah.Menurut catatan Valentijn ( I B hal. 224 ) bahwa pada 1610, Mudaffar dinobatkan sebagai Sultan Ternate ke 6.Gerard Gerardzoon Van Der Buis diangkat sebagai Ketua suatu Dewan yang terdiri dari 8 orang untuk mendampinginya 1627 Sultan Mudaffar Wafat. Kaicil Hamzah, Sultan Ternate ke 7 1648

MANDARSYAH, Sultan Ternate ke-8 1675 . .

KAICIL SIBORI Amsterdam, Sultan Ternate ke-9.Menurut Van Der Crab, Sultan ini memerintah hingga tahun 1691, tetapi menurut Valentijnhanya sampai 1910. Pada tahun 1675, Ia mengurus seorang Duta ke Batavia, dan dengan Duta ini Pemerintah Tertinggi Belanda mengadakan perjanjian tanggal 7 Januari 1676 dan pada 12 Oktober. 1692

KAICIL TOLOKO, Sultan Ternate ke-10.Menurut Van Der Crab, titel Sultan ini adalah : Said Fathullah. Sultan ini berkuasa hingga 1714. ). 1751 1714 .

RAJALAUT, Sultan Ternate ke-11 Sultan ini berkuasa sampai tahun 1751 (1165 H

KAICIL OUTHOORN INSAH, Sultan Ternate ke-12. Setahun kemudian (1 7 5 2 ) terjadi penyatuan Makian dan Kesultanan Ternate ( Perjanjian 4 juni ) 1754

SAHMARDAN, Sultan Ternate ke13. 14 15 1777 . 1763 . .

ZWAARDEKROON, Sultan Ternate ke-

KAICIL ARUNSAH, Sultan Ternate ke-

., Sultan Ternate ke 16 17. 18. 1807 1801 1796

Sarka atau Sarkan, Sultan Ternate ke-

MOHAMMAD YASIN, Sultan Ternate ke-

MOHAMMAD ALI, Sultan Ternate ke-19.Perjanjian Belanda dengan Sultan ini ditandatangani di Benteng Oranye, tanggal 16 Mei 1807. Butir dan pasal 14 perjanjian berbunyi : Sultan dan Pembesar Pembesar Kerajaan berjanji akan tetap setia, pada pelindung mereka, Kompeni Hindia Timur Belanda ( Nederland Indische Companie ) dan setiap tahun akan mengirim 2 budak laki-laki, 2 budak perempuan, 10 ekor burung Kakatua dan 10 ekor burung Nuri berkepala merah.Perjanjian ini pada akhirnya tidak di tepati Ternate.Pemerintah Belanda memperoleh berita, bahwa pada 1806 di Negeri Belanda, Republik Bataaf di Negara itu telah bertukar dengan Kekaisaran Perancis.

Fase 1945 sampai dengan 1958 , sesudah Masa Penjajahan

Pada akhir masa penjajahan Ternate tetap merupakan ibu kota Keresidenan yaitu Keresidenan Maluku Utara dalam kurun waktu 1945 s/d 1959 yang berturut-turut dipimpin oleh : Residen Iskandar Muhammad Djabir Sjah ( 1945 1950 ): Residen Zainal Abidin Sjah.( 1950 1956 ) dan Residen D. M. Usman Sjah ( 1956 1959 ) Perkembangan struktur pemerintahan yang terjadi di awall masa kemerdekaan ini, ikut merubah struktur pemerintahan di daerah Maluku bagian utara . Perkembangan struktur pemerintahan secara nasional turut mempengaruhi sistim pemerintahan di Ternate ketika dikeluarkannya Undang-Undang nomor : 49, Tahun 1950 tentang pembentukan negara Indonesia Timur (NIT) di mana saat itu Maluku dibagi menjadi 2 Daerah yaitu Maluku Utara dan Maluku Selatan. Kemudian Undang-Undang No.5 1957 tentang Pokok pemerintahan Daerah mulai diberlakukan Prinsip Otonomi riil dan atasan dasar Undang-undang dimaksud dikeluarkan Undang-undang No. 23 Tahun 1957 sebagai dasar pembentukan Daerah otonom Maluku Utara yang kemudian di kokohkan dengan undang-undang No. 60 Tahun 1958 dimana kota Ternate merupakan pusat pemerintahan Daerah tingkat II Maluku Utara . Lintasan perjalanan sejarah dan pergeseran sistim serta fungsi pemerintahan di Daerah pada saat itu bersama pula dengan kedudukan kota Ternate menjadi sebuah kota otonom karena disamakan dengan kota Praja lainnya yang dipimpin oleh seorang Walikota dan disamping Walikota terdapat sebuah dewan yang dinamakan Dewan Kota. Status Kotapraja Ternate, sejak proklamasi sampai dengan tahun 1958, masing-masing dipimpin oleh beberapa orang Walikota yang antara lain : M.A.M SOLEMAN , Do USMAN SYARIFUDDIN , HIN DIAO dan J.A. WESPLAT

Fase Pemerintahan Kota Administratif Ternate

1982 1999

Pada masa pemerintahan Kecamatan Kotapraja Ternate, dalam perkembangannya telah menunjukan ciri-ciri perkotaan dan memenuhi ukuran baku untuk ditingkatkan status menjadi Kota Administratif . Hal ini menjadi perhatian pemerintah pusat sehingga pada tahun 1976 mengirimkan team departemen dalam Negeri untuk mengadakan serangkaian survei ke kota Ternate dalam rangka pengumpulan data Rencana Kota seluruh Indonesia. Sebagai kelanjutannya pada tanggal 24 Maret 1980, diadakan serangkaian penelitian oleh pejabat Direktorat Pengembangan Perkotaan Departemen Dalam Negeri (Ir. Kesmet) untuk melihat sampai sejauh mana kemungkinan kecamatan Kotapraja Ternate ditingkatkan statusnya menjadi Kota Administratif Ternate. Hasil penelitian tersebut diatas dituangkan dalam Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 135/1953/PUOD tanggal 20 Mei 1980 tentang peningkatan status Kotapraja Ternate menjadi Kota Administratif Ternate. Berdasarkan hasil penelitian tersebut oleh Bupati Kdh. Tingkat II Maluku Utara

mengusulkan kepada Menteri Dalam Negeri dalam bentuk Surat Keputusan No. KPTS 48/8-1/1980 tanggal 3 Juli 1980 tentang Pembentukan Kota Administratif Ternate, dan diperkuat dengan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Daerah Tingkat II Maluku Utara No. 1/KPTS/DPRD/MU/1980 tanggal 8 Juli 1980. Dari serangkaian proses tersebut di atas maka oleh pemerintahan RI mengeluarkan Peraturan Pemerintahan No.45 tahun 1981 tanggal 3 Desember 1981 tentang Pembentukan Kota Administratif Ternate (Lembaran Negara No.64 tahun 1981) Akhirnya pada tanggal 11 Maret 1982 kota Administratisf Ternate diresmikan statusnya menjadi Kota Administratif Ternate oleh Mendagri (Bapak Amir Machmud) . Kota Administratif Ternate pernah dijabat oleh beberapa orang Walikota yaitu : Tahun 1982 -1991 Walikota Drs. Thaib Armaiyn Tahun 1991 -1995 Walikota Drs.M. Hasan Tahun 1995 -1999 Walikota Drs. Syamsir Andili

Fase Pemerintahan Daerah Otonom Kota Ternate

27 April 1999 s/d sekarang

Kota Administratif Ternate pada masa kepemimpinan Walikota Drs. Syamsir Andili mengalami perkembangan pesat di berbagai bidang .. maka tepatnya pada tanggal 7 Desember 1996 oleh Walikota Ternate Drs. Syamsir Andili mengajukan Proposal berjudul Peningkatan Status Kota Administratif

Ternate menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Ternate yang disampaikan kepada Bupati Kdh. Tingkat II
Maluku Utara yang saat itu dijabat oleh Bapak Kol. Inf.Abdullah Assagaf mendapat tanggapan positif dan dukungan dari berbagai pihak.Setelah melalui serangkaian penelitian dan ekspose baik oleh Pemerintah Kota , Tim Peneliti dari Propinsi Maluku, maupun dari Departemen Dalam Negeri akhirnya melahirkan Undang Undang RI. Nomor 11 tahun 1999 tanggal 22 April 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Ternate dan diresmikan pada tanggal 27 April 1999 di Jakarta oleh Menteri Dalam Negeri RI. Atas nama Presiden RI. Sekaligus melantik Bapak Drs. Syamsir Andili sebagai Penjabat Walikotamadya Kdh. Tingkat II Ternate. Konsekwensi ini telah menggiring Kota Ternate pada kemandirian berpemerintahan yang terpisah dari Kabupaten induknya ( Ma-luku Utara ) , maka pada tanggal 20 Mei 1999 telah dilaksanakan penandatanganan Berita Acara Penyerahan Wilayah dari Bupati Kdh. Tingkat II Malu ku Utara Abdullah Assagaf kepada Walikotamadya Kdh. Tingkat II Ternate Drs.Syamsir Andili disaksikan Gubernur Maluku A.Latuconsiha bertempat di Halaman Upacara kantor Walikota Ternate.

A. LETAK KERAJAAN

Secara geografis kerajaan Ternate dan Tidore terletak di Kepulauan Maluku, antara Sulawesi dan Papua. Letak tersebut sangat strategis dan penting dalam dunia perdagangan masa itu. Pada masa itu, kepulauan Maluku merupakan penghasil rempah-rempah terbesar sehingga dijuluki sebagai The Spicy Island. Rempah-rempah menjadi komoditas utama dalam dunia perdagangan pada saat itu, sehingga setiap pedagang maupun bangsa-bangsa yang datang dan bertujuan ke sana. Melewati rute perdagangan tersebut agama Islam meluas ke Maluku, seperti Ambon, Ternate, dan Tidore. Keadaan seperti ini telah mempengaruhi aspek-aspek kehidupan masyarakatnya, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Pada abad ke 14 Masehi, di Maluku Utara telah berdiri 4 kerajaan yaitu Jailolo,Ternate, Tidore, dan Bacan. Masing-masing kerajaan dipimpin oleh seorang kolano. Keempat kerajaan tersebut berasal dari satu keturunan, yaitu JAFAR SADIK, seorang bangsa Arab keturunan Nabi Muhammad saw. Kemajuan Ternate membuat iri kerajaan lainnya. Beberapa kali keempat kerajaan tersebut terlibat perang memperebutkan hegemoni rempah-rempah. Namun, akhirnya mereka dapat mengakhirinya dalam perundingan di Pulau Motir. Dalam persetujan Motir ditetapkan Ternate menjadi kerajaan pertama, Jailolo kedua, Tidore yang ketiga, dan Bacan yang keempat. Kerajaan- kerajaan di Maluku sangat akrab menjalin hubungan ekonomi dengan pedagang Jawa sejak zaman Majapahit. Pedagang Maluku sering mengunjungi bandar seperti Surabaya, Gresik, dan Tuban. Sebaliknya, pedagang Jawa datang ke Maluku untuk membeli rempah-rempah. Hubungan kedua belah pihak ini sangat berpengaruh terhadap proses penyebaran agama islam di Indonesia. Sejak abad ke-13, Maluku sudah ramai dikunjungi oleh pedagang-pedagang Islam dari Jawa dan Melayu. Seiring dengan ramainya perdagangan, berdatangan pula para mubaligh dari Jawa Timur untuk mengajarkan agama Islam.Salah seorang mubaligh yang berjasa menyiarkan agama islam di Maluku ialah Sunan Giri dari Gresik, Jawa Timur. Kerajaan Ternate merupakan kerajaan yang mendapatkan pengaruh Islam dari para pedagang Jawa dan Melayu. Pusat pemerintahan Ternate terdapat di Sampalu. Raja ternate yang pertama ialah Sultan Zainal Abidin (1486-1500). Raja Ternate yang terkenal ialah Sultan Harun. Hasil utama Ternate waktu itu ialah cengkeh dan pala. B. KEHIDUPAN POLITIK Di kepulauan Maluku terdapat kerajaan kecil, diantaranya kerajaan ternate sebagai pemimpin Uli Lima yaitu persekutuan lima bersaudara. Uli Siwa yang berarti persekutuan sembilan bersaudara. Ketika bangsa Portugis masuk, Portugis langsung memihak dan membantu Ternate, Hal ini dikarenakan Portugis mengira Ternate lebih kuat. Begitu pula bangsa Spanyol memihak Tidore akhirnya terjadilah peperangan antara dua bangsa kulit, untuk menyelesaikan, Paus turun tangan dan menciptakan perjanjian Saragosa. Dalam perjanjian tersebut bangsa Spanyol harus meninggalkan Maluku dan pindah ke Filipina, sedangkan Portugis tetap berada di Maluku. Untuk dapat memperkuat kedudukannya, portugis mendirikan sebuah benteng yang di beri nama Benteng Santo Paulo. Namun tindakan Portugis semakin lama di benci oleh rakyat dan para penjabat kerajaan Ternate. Oleh karena itu Sultan Hairun secara terang-terangan menentang

politik monopoli dari bangsa Portugis. Sultan Baabullah (Putra Sultan Hairun) bangkit menentang Portugis. Tahun 1575 M Portugis dapat dikalahkan dan meninggalkan benteng. C. KEHIDUPAN EKONOMI Tanah di kepulauan Maluku itu subur dan diliputi hutan rimba yang banyak memberikan hasil diantaranya cengkeh dan di kepulauan Banda banyak menghasilkan pala. Pada abad ke 12 M permintaan rempah-rempah meningkat, sehingga cengkeh merupakan komoditi yang penting. Pesatnya perkembangan perdagangan keluar Maluku mengakibatkan terbentuknya persekutuan. Selain itu mata pencaharian perikanan turut mendukung perekonomian masyarakat. D. KEHIDUPAN SOSIAL Kedatangan bangsa Portugis di kepulauan Maluku bertujuan untuk menjalin perdagangan dan mendapatkan rempah-rempah. Bangsa Portugis juga ingin mengembangkan agama Katholik. Dalam 1534 M, agama Katholik telah mempunyai pijakan yang kuat di Halmahera, Ternate, dan Ambon, berkat kegiatan Fransiskus Xaverius. Seperti sudah diketahui, bahwa sebagian dari daerah maluku terutama Ternate sebagai pusatnya, sudah masuk agama islam. Oleh karena itu, tidak jarang perbedaan agama ini dimanfaatkan oleh orang-orang Portugis untuk memancing pertentangan antara para pemeluk agama itu. Dan bila pertentangan sudah terjadi maka pertentangan akan diperuncing lagi dengan campur tangannya orang-orang Portugis dalam bidang pemerintahan, sehingga seakan-akan merekalah yang berkuasa. Setelah masuknya kompeni Belanda di Maluku, semua orang yang sudah memeluk agama Katholik harus berganti agama menjadi Protestan. Hal ini menimbulkan masalah-masalah sosial yang sangat besar dalam kehidupan rakyat dan semakin tertekannya kehidupan rakyat. Keadaan ini menimbulkan amarah yang luar biasa dari rakyat Maluku kepada kompeni Belanda. Di Bawah pimpinan Sultan Ternate, perang umum berkobar, namun perlawanan tersebut dapat dipadamkan oleh kompeni Belanda. Kehidupan rakyat Maluku pada zaman kompeni Belanda sangat memprihatinkan sehingga muncul gerakan menentang Kompeni Belanda. E. KEHIDUPAN BUDAYA Rakyat Maluku, yang didominasi oleh aktivitas perekonomian tampaknya tidak begitu banyak mempunyai kesempatan untuk menghasilkan karya-karya dalam bentuk kebudayaan. Jenis-jenis kebudayaan rakyat Maluku tidak begitu banyak kita ketahui sejak dari zaman berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam seperti Ternate dan Tidore.

Kerajaan Ternate dan Tidore: Kerajaan Ternate dan Tidore


Kerajaan Ternate dan Tidore terletak di sebelah barat Pulau Halmahera, Maluku Utara. Wilayah kekuasaan kedua kerajaan ini meliputi Kepulauan Maluku dan sebagian Papua. Tanah Maluku yang kaya akan rempah-rempah menjadikannya terkenal di dunia Internasional dengan sebutan Spice Island. Pada abad ke 12 M, Permintaan akan cengkeh dan Pala dari negara Eropa meningkat pesat. Hal ini menyebabkan dibukannya perkebunan di daerah Pulau Buru, Seram dan Ambon. Dengan adanya kepentingan atas penguasa perdagangan terjadilah

persekutuan daerah antara kerajaan. Persekutuan-persekutuan tersebut adalah Uli Lima (Persekutuan Lima). Yaitu persekutuan antara lima saudara yang dipimpin oleh Ternate (yang meliputi Obi, Bacan, Seram dan Ambon, serta Uli Siwa (persekutuan Sembilan) yaitu persekutuan antara sembilan bersaudara yang wilayahnya meliputi Pulau Tidore, Makyan, Jahilolo atau Halmahera dan pulau-pulau di daerah itu sampai Papua. Antara kedua persekutuan tersebut telah terjadi persaingan yang sangat tajam. Hal ini terjadi setelah para pedagang Eropa datang ke Maluku. Pada tahun 1512, bangsa Portugis datang ke Ternate, sedangkan tahun 1521 bansa Spanyol datang ke Tidore. Setelah 10 tahun berada di Kerajaan Ternate, bangsa Portugis mendirikan Benteng yang diberi nama Sao Paolo. Menurut Portugis , benteng tersebut berguna untuk melindungi Ternate dari Kerajaan Tidore. Namun hal tersebut hanyalah taktik Portugis agar mereka dapat tetap berdagang dan menguasai Ternate. Pembangunan Benteng Soa Paolo mendapat perlawanan dan salah seorang yang menantang kehadiran kekuasaan militer Portugis tersebut yaitu Sultan Hairun. Beliau berkuasa di kerajaan Ternate sejak tahun 1559. Sultan tidak ingin perekonomian dan pemerintahan kerajaan di kuasai oleh bangsa lain dan pendirian benteng tersebut dianggap menunjukkan niat buruk Portugis atas Ternate.
Halaman 1/2
(c) 2011 Webmaster <indopedia@gunadarma.ac.id> URL: http://indopedia.gunadarma.ac.id/content/146/5553/id/kerajaan-ternate-dan-tidore.html

Kerajaan Ternate dan Tidore: Kerajaan Ternate dan Tidore


Ketidak setujuan Sultan Hairun terhadap Portugis tidak berbentuk kekerasan, sebaliknya Sultan Haitun bersedia berunding dengan Portugis di Benteng Sao Paolo. Ternyata niat baik Sultan Hairun dimanfaatkan Portugis untuk menahannya di benteng tersebut. Keesokan harinya Sultan Hairun telah terbunuh hal ini terjadi pada tahun 1570. Wafatnya Sultan Hairun menyebabkan kebencian rakyat Maluku semakin besar. Sultan Baabullah yang menjadi Raja Ternate berikutnya dan memimpin perang melawan Portugis. Usaha ini menampakkan hasil pada tahun 1575, setelah Portugis berhasil dipukul mundur dan pergi meninggalkan bentengnya di Ternate. Bangsa Portugis bergerak ke Selatan dan Menaklukan Timor pada tahun 1578. Sultan Baabullah kemudian memperluas kekuasaannya hingga Maluku, Sulawesi, Papua, Mindano dan Bima. Keberhasilan

pemerintahannya membuat Sultan Baabullah mendapat julukan Tuan dari Tujuh Pulau Dua Pulau.

LETAK KERAJAAN Secara geografis kerajaan ternate dan tidore terletak di Kepulauan Maluku, antara sulawesi dan irian jaya letak terletak tersebut sangat strategis dan penting dalam dunia perdagangan masa itu. Pada masa itu, kepulauan maluku merupakan penghasil rempah-rempah terbesar sehingga di juluki sebagai The Spicy Island. Rempah-rempah menjadi komoditas utama dalam dunia perdagangan pada saat itu, sehingga setiap pedagang maupun bangsa-bangsa yang datang dan bertujuan ke sana, melewati rute perdagangan tersebut agama islam meluas ke maluku, seperti Ambon, ternate, dan tidore. Keadaan seperti ini, telah mempengaruhi aspek-aspek kehidupan masyarakatnya, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. A. KEHIDUPAN POLITIK Di kepulauan maluku terdapat kerajaan kecil, diantaranya kerajaan ternate sebagai pemimpin Uli Lima yaitu persekutuan lima bersaudara. Uli Siwa yang berarti persekutuan sembilan bersaudara. Ketika bangsa portugis masuk, portugis langsung memihak dan membantu ternate, hal ini dikarenakan portugis mengira ternate lebih kuat. Begitu pula bangsa spanyol memihak tidore akhirnya terjadilah peperangan antara dua bangsa kulit, untuk menyelesaikan, Paus turun tangan dan menciptakan perjanjian saragosa. Dalam perjanjian tersebut bangsa spanyol harus meninggalkan maluku dan pindah ke Filipina, sedangkan Portugis tetap berada di maluku.

Sultan Hairun

Untuk dapat memperkuat kedudukannya, portugis mendirikan sebuah benteng yang di beri nama Benteng Santo Paulo. Namun tindakan portugis semakin lama di benci oleh rakyat dan para penjabat kerajaan ternate. Oleh karena itu sultan hairun secara terang-terangan menentang politik monopoli dari bangsa portugis.

Sultan Baabullah

Sultan baabullah (Putra Sultan Hairun) bangkit menentang portugis. Tahun 1575 M Portugis dapat dikalahkan dan meninggalkan benteng. B. KEHIDUPAN EKONOMI Tanah di Kepulauan maluku itu subur dan diliputi hutan rimba yang banyak memberikan hasil diantaranya cengkeh dan di kepulauan Banda banyak menghasilkan pala. Pada abad ke 12 M permintaan rempah-rempah meningkat, sehingga cengkeh merupakan komoditi yang penting. Pesatnya perkembangan perdagangan keluar dari maluku mengakibatkan terbentuknya persekutuan. Selain itu mata pencaharian perikanan turut mendukung perekonomian masyarakat. C. KEHIDUPAN SOSIAL Kedatangan bangsa portugis di kepulauan Maluku bertujuan untuk menjalin perdagangan dan mendapatkan rempah-rempah. Bangsa Portugis juga ingin mengembangkan agama katholik. Dalam 1534 M, agama Katholik telah mempunyai pijakan yang kuat di Halmahera, Ternate, dan

Ambon, berkat kegiatan Fransiskus Xaverius. Seperti sudah diketahui, bahwa sebagian dari daerah maluku terutama Ternate sebagai pusatnya, sudah masuk agama islam. Oleh karena itu, tidak jarang perbedaan agama ini dimanfaatkan oleh orang-orang Portugis untuk memancing pertentangan antara para pemeluk agama itu. Dan bila pertentangan sudah terjadi maka pertentangan akan diperuncing lagi dengan campur tangannya orang-orang Portugis dalam bidang pemerintahan, sehingga seakan-akan merekalah yang berkuasa. Setelah masuknya kompeni Belanda di Maluku, semua orang yang sudah memeluk agama Katholik harus berganti agama menjadi Protestan. Hal ini menimbulkan masalah-masalah sosial yang sangat besar dalam kehidupan rakyat dan semakin tertekannya kehidupan rakyat. Keadaan ini menimbulkan amarah yang luar biasa dari rakyat Maluku kepada kompeni Belanda. Di Bawah pimpinan Sultan Ternate, perang umum berkobar, namun perlawanan tersebut dapat dipadamkan oleh kompeni Belanda. Kehidupan rakyat Maluku pada zaman kompeni Belanda sangat memprihatinkan sehingga muncul gerakan menentang Kompeni Belanda. D. KEHIDUPAN BUDAYA Rakyat Maluku, yang didominasi oleh aktivitas perekonomian tampaknya tidak begitu banyak mempunyai kesempatan untuk menghasilkan karya-karya dalam bentuk kebudayaan. Jenis-jenis kebudayaan rakyat Maluku tidak begitu banyak kita ketahui sejak dari zaman berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam seperti Ternate dan Tidore.

You might also like