Professional Documents
Culture Documents
TUGAS AKHIR Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Keperawatan
HALAMAN PERSETUJUAN
TUGAS AKHIR
PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN TERHADAP PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN KELUARGA PASIEN DENGAN CEDERA KEPALA (SEDANG-BERAT) DI RUANG 13 (AKUT) RUMAH SAKIT UMUM Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
Menyetujui :
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. dr. Sumarno, DMM, SpMK NIP. 130 809 130
HALAMAN PENGESAHAN
TUGAS AKHIR PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN TERHADAP PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN KELUARGA PASIEN DENGAN CEDERA KEPALA (SEDANG-BERAT) DI RUANG 13 (AKUT) RUMAH SAKIT UMUM Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
Oleh: MEDICAL SHOCKER NIM: 0610722044 Telah diuji pada Hari : Kamis Tanggal : 31 Januari 2008 Dan dinyatakan lulus oleh :
Penguji I
Penguji II
Penguji III
Prof. Dr. dr. Sumarno, DMM, SpMK NIP. 130 809 130
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan petunjuk dan hidayah -Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul " Pengaruh Penyuluhan Kesehatan terhadap penurunan tingkat kecemasan pada keluarga pasien dengan cedera Cedera Kepala (sedang-berat) di Ruang 13 (Akut) RSU Dr. Saiful Anwar Malang". Ketertarikan penulis akan penelitian ini didasari oleh keinginan penulis untuk mengetahui tingkat pengetahuan keluarga terhadap tingkat kecemasan dengan pasien cedera kepala. Salah satunya dengan memberikan penyuluhan kesehatan kepada keluarga pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap penurunan tingkat kecemasan pada keluarga pasien dengan cedera Cedera Kepala (sedang-berat). Dengan selesainya Tugas Akhir ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. dr. Samsul Islam, SpMK, M.Kes, sebagai dekan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang. 2. dr. Subandi, M.Kes, DHAK, sebagai Ketua Jurusan Ilmu Keperawatan Universitas Brawijaya Malang. 3. Prof. Dr. dr. Sumarno, DMM, SpMK sebagai pembimbing pertama yang
telah memberikan bimbingan dan arahan, sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini. 4. M. Fathoni.S.Kep,Ns, sebagai pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan dan arahan, sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini.
6. Direktur RSU Dr. Saiful Anwar Malang yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melaksanakan studi pendahuluan dan penelitian. 7. Segenap anggota Tim Pengelola Tugas Akhir Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya yang telah membantu terselesainya penulisan penelitian ini. 8. Segenap anggota Tim Pengelola Tugas Akhir RSU Dr. Saiful Anwar yang telah membentu terselesainya penulisan penelitian ini. 9. Seluruh perawat Ruang 13 (Akut) RSU Dr.Saiful Anwar Malang yang telah membantu terselesainya penelitian ini. 10. Ayah dan Bundaku tercinta yang telah memberikan segalanya untukku.
11. Sahabat-sahabatku
(Ayu,
Etik,
Elok)
yang
telah
menemani
&
membantuku menjalani kuliah di Malang, terima kasih kalian semua merupakan sesuatu yang paling berharga bagiku YOU ARE THE BEST .
12. Teman-teman PSIK-B 2006 dan semua pihak yang telah membantu dan
selalu memberi suport dalam menyelesaikan penulisan penelitian ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa penulisan penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif bagi kesempurnaan penelitian selanjutnya. Akhirnya, membutuhkan. Malang, Januari 2008 semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi yang
Penulis
ABSTRAK MEDICAL SHOCKER, 2008. Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Terhadap penurunan Tingkat Kecemasan Keluarga Pasien dengan Cedera Kepala (Sedang-Berat) di Ruang 13 (Akut) RSU Dr. Saiful Anwar Malang.Tugas Akhir, Jurusan Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Pembimbing: (1). Prof. Dr. dr. Sumarno, DMM,SPMK ; (2). M. Fathoni.S.Kep, Ns. Cedera kepala merupakan kasus paling sering di ruang gawat darurat rumah sakit dan merupakan penyebab utama rawat inap. Keluarga pasien bisa masuk keadaan ansietas berat, menyangkal, marah, penyesalan, dan berduka. Personel keperawatan dapat memperjelas informasi pada keluarga tentang kondisi pasien dengan memberikan penyuluhan kesehatan untuk memberi dukungan, menambah pengalaman dan pengetahuan sehingga dapat mengurangi stress dan kecemasan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui adakah pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan dan penurunan tingkat kecemasan keluarga pasien dengan cedera kepala (sedang-berat di ruang 13 (Akut) RSU Dr. Saiful Anwar Malang. Desain penelitian quasi eksperimen dengan non randomized control group pretest posttest Jumlah populasi sebanyak 264 orang, dengan teknik purposive sampling, dan jumlah sampel 30 responden yang dibagi dua kelompok yaitu kelompok kontrol dan perlakuan. Penelitian menggunakan alat ukur kuisioner dan observasi GCS (Glasgow Coma Scale). Teknik analisa menggunakan Uji Wilcoxon dan Uji Mann-Whitney. Hasil uji Wilcoxon menunjukkan nilai Z hitung untuk Tingkat Pengetahuan -3.228 (p=0.001 < 0.05) dan untuk Tingkat Kecemasan -3.217 (p)=0.001 <0.05). Sedangkan Uji MannWhitney menunjukkan nilai signifikansi untuk tingkat pengetahuan 0, 000 dan tingkat kecemasan 0, 000 yang berada di bawah alpha 0,05, sehingga Ho ditolak. Kesimpulan dari penelitian ini ada pengaruh penyuluhan kesehatan pada keluarga terhadap tingkat pengetahuan dan penurunan tingkat kecemasan keluarga pasien dengan cedera kepala (sedang-Berat).
Keluarga,
Penyuluhan Kesehatan,
Tingkat
ABSTRACT MEDICAL SHOCKER, 2008. The Effect of Health Education With Reduce the Familys Anxiety Level With (Medium Severe) Head- Injured Clients in Room 13 (Acute) of RSU Dr. Saiful Anwar Malang. Final Task, Nursing Departement of Brawijaya University. Advisor:1). Prof.Dr.dr. Sumarno, DMM, SpMK ; 2). M. Fathoni. S.Kep, Ners. Head injury is one of most cases in intensive care unit and it is the main cause of hospitalization. Patients family may be in severe anxiety, denial, anger, deep regret, sorrows, and reconsiliation. The family need information to help them mobilize. Nursing personels can clarity information abaut patients condition by giving health instruction and support for them to increase their experience, to develop and knowledge for reducing stress and anxiety. Objective of the research is to know the effect of health education with knowledge level and reduce the familys anxiety level with (medium severe) head- injured clients in room 13 of RSU Dr. Saiful Anwar Malang. Research design uses quasy experiment methode with non randomized control group pre test - post test The number of population is 264, with purposive sampling technique, and the number of sample are 30 respondents deside in two group abaut control group and treatment group. The measurement instrument is questionnaire and GCS (Glasgow Coma Scale). Analysis technique used is Wilcoxon Test and Mann- Whitney Test. Based on the result of Wlcoxon Test, it shows that Z calculated score for knowledge level is 3,228 ( =0,001< 0,05) and that of for Anxiety Level is 3,217 with significance (p=0,001< 0,005). Based on Mann-Withney Test, it shows that significance level for Knowledge Level 0,000 and for Anxiety Level 0,000 is below alpha 0,005, so H0 refused. Conclusion of the research is can be influence health education with knowledge level and reduce the familys anxiety level with (medium severe) head- injured clients.
DAFTAR ISI
Halaman Judul .................................................................................................... Halaman Persetujuan........................................................................... Halaman Pengesahan.......................................................................... Kata Pengantar..................................................................................... Abstrak................................................................................................. Abstract................................................................................................ Daftar Isi............................................................................................... Daftar Tabel.......................................................................................... Dafta Gambar....................................................................................... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang....................................................................... 1.2 Rumusan Masalah................................................................. 1.3 Tujuan Penelitian................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian................................................................. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Tingkat Pengetahuan................................................ 2.1.1 Definisi Pengetahuan.................................................... 2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan......... 2.2 Konsep Pendidikan Kesehatan.............................................. 2.2.1 Definisi Pendidikan kesehatan...................................... 2.2.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan....................................... 2.2.3 Metode Dalam Pendidikan Kesehatan.......................... 2.2.4 Macam-macam Alat Peraga Pendidikan Kesehatan..... 2.3 Konsep Keluarga................................................................... 2.3.1 Definisi Keluarga........................................................... 2.3.2 Fungsi Keluarga............................................................ 2.4 Konsep Cedera Kepala.......................................................... 2.4.1 Definisi Cedera Kepala.................................................. 2.4.2 Etiologi.......................................................................... 2.4.3 Klasifikasi...................................................................... 2.4.4 Penatalaksanaan.......................................................... 2.4.5 Klasifikasi Tingkat Kesadaran....................................... 2.4.6 Perawatan Pasien Cedera Kepala di Ruang Perawatan 2.4.7 Perawatan Penderita Tidak Sadar................................. 7 7 8 10 10 12 12 17 20 20 21 22 22 22 23 28 28 31 32 1 3 4 5 i ii iii iv vi vii viii xi xii
2.4.8 Prognosis...................................................................... 2.5 Konsep Kecemasan............................................................... 2.5.1 Definisi Kecemasan...................................................... 2.5.2 Klasifikasi Tingkat Kecemasan...................................... 2.5.3 Rentang Respon Kecemasan....................................... 2.5.4 Respon Terhadap Kecemasan...................................... 2.5.5 Faktor Predisposisi........................................................ 2.5.6 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan.......... 2.6 Pengaruh Penyuluhan kesehatan terhadap penurunan tingkat kecemasan keluarga pasien dengan cedera kepala BAB III KERANGKA TEORI, KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konsep.................................................................. 3.2 Hipotesis Penelitian............................................................... BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian................................................................... 4.1.1 Alur Kerja...................................................................... 4.2 Poulasi dan Sampel.............................................................. 4.2.1 Populasi........................................................................ 4.2.2 Sampel dan Sampling................................................... 4.2.2.1 Sampel.................................................................... 4.2.2.2 Sampling................................................................. 4.2.2.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi..................................... 4.3 Variabel Penelitian................................................................ 4.4.1 Variabel Bebas............................................................. 4.4.2 Variabe Tergantung ..................................................... 4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian.................................................. 4.5 Bahan dan Alat/Instrumen Penelitian..................................... 4.6 Definisi Operasional.............................................................. 4.7 Prosedur Penelitian/Pegumpulan Data.................................. 4.7.1 Uji Validitas dan Uji Reabilitas...................................... 4.7.1.1 Uji Validitas............................................................. 4.7.1.2 Uji Reabilitas........................................................... 4.8 Analisa Data.......................................................................... 4.9 Penyajian Data....................................................................... 4.10 Etika Penelitian .................................................................. 4.10.1 Informed Concenmt..................................................... 4.10.2 Ananimity.................................................................... 4.10.3 Confidentiality.............................................................. 4.10.4 Righ to Self Detemination............................................ BAB V HASIL DAN ANALISA DATA 5.1 Hasil penelitian....................................................................... 5.1.1 Gambaran Umum ......................................................... 5.1.1.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur................ 5.1.1.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin. .
34 35 35 36 37 38 39 41 42
45 46
47 48 49 49 49 49 49 50 51 51 51 51 51 52 53 54 54 54 54 63 63 63 63 63 63
64 64 65 66
5.1.1.3 Distribusi Responden Berdasarkan Status Hubungan 5.1.1.4 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan 5.1.1.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan........ 5.1.2 Hasil Data Variabel....................................................... 5.1.2.1 Data Tingkat Pengetahuan keluarga....................... 5.1.2.2 Data Tingkat Kecemasan........................................ 5.2 Hubungan Antar Variabel....................................................... 5.2.1 Hubungan Antara tingkat pengetahuan melalui PENKES dengan tingkat kecemasan pada Pre Test.................... 5.2.2 Hubungan Antara tingkat pengetahuan melalui PENKES dengan Tingkat Kecemasan Pada Post Test.................
67 68 69 70 71 72 73 74 75
BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Pembahasan.......................................................................... 6.2 Keterbatasan Penelitian......................................................... BAB VI PENUTUP 7.1 Kesimpulan............................................................................ 7.2 Saran..................................................................................... DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 91 92 80 90
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Glasgow Coma Scale............................................................ Tabel 2. Respon Kecemasan............................................................... Tabel 3. Definisi Operasional............................................................... Tabel 4. Data tingkat pengetahuan keluarga tentang cedera kepala sebelum (pre test) dan sesudah (post test)............................ Tabel 5 . Data Tingkat kecemasan pada keluarga tentang cedera kepala sebelum (pre test) dan sesudah (post test)............................ dan penilaian kecemasan(pre test)........................................ Tabel 7. Data Crosstabs Pendidikan Kesehatan cedera kepala (post test) dan penilaian kecemasan (post test)...................................... Tabel 8. Hasil uji Wilcoxon perbedaan diantara kelompok kontrol dan perlakuan yang dibandingkan (pre test dan post test)........... Tabel 9. Hasil uji Mann Whitney tentang perbedaan diantara dua sampel bebas yaitu kelompok Kontrol dan perlakuan............ 78 77 75 72 74 Tabel 6. Data Crosstabs tingkat pengetahuan tentang cedera kepala (pre test) 71 30 38 52
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Kerangka Teori, Konsep..................................................... Gambar 2. Alur Kerja............................................................................ Gambar 3. Diagram Pie Distribusi responden berdasarkan status umur pada kelompok kontrol............................................... Gambar 4. Diagram Pie Distribusi responden berdasarkan status umur pada kelompok perlakuan......................................... Gambar 5. Diagram Pie Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin pada kelompok kontrol........................................... Gambar 6.Diagram Pie Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin pada kelompok perlakuan...................................... Gambar 7. Diagram Distribusi responden berdasarkan status hubungan keluarga dengan klien pada kelompok kontrol. . . Gambar 8. Diagram Distribusi responden berdasarkan status hubungan keluarga dengan klien pada kelompok perlakuan Gambar 9. Diagram Pie Distribusi responden penyuluhan berdasarkan tingkat pendidikan pada kelompok kontrol........................ Gambar 10. Diagram Pie Distribusi responden penyuluhan berdasarkan tingkat pendidikan pada kelompok perlakuan.................... Gambar 11. Diagram Pie Distribusi responden berdasarkan pekerjaan pada kelompok kontrol..................................................... Gambar 12. Diagram Pie Distribusi responden berdasarkan pekerjaan pada kelompok perlakuan................................................. 70 69 69 68 68 67 66 66 65 65 45 48
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan selalu
mengharapkan rumah sakit sebagai penyedia pelayanan kesehatan termasuk tenaga medis yang menanganinya mampu memberikan penanganan yang cepat, tepat dan aman, serta dapat di akses secara mudah untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang dibutuhkan. Salah satunya adalah penanganan kegawatdarutratan untuk mencegah kecacatan dan kematian. Cedera kepala merupakan salah satu kasus yang penting dan relatif sering ditemukan di UGD, dan merupakan salah satu penyebab utama rawat inap. Diharapkan dengan penangan yang cepat dan akurat dapat menekan mortalitas dan morbiditasnya. (http://ihqn.or.id/files/resourcemodule /Buku Arida.pdf). Berdasarkan data dari Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang pasien cedera kepala yang masuk ruang rawat inap pada bulan Januari Agustus 2007 yaitu cedera kepala ringan sebanyak 609 orang, cedera kepala sedang sebanyak 392 orang, dan cedera kepala berat sebanyak 123 orang. Cedera kepala yang serius dapat menyebabkan penurunan kesadaran atau tingkah laku yang menghambat kembalinya mereka dalam kehidupan
normal dan stres yang lama bagi keluarga karena penurunan fisik dan emosi pasien, hasil yang tidak dapat diprediksi dan perubahan hubungan keluarga (Brunner & Suddarth, 2002 ). Keluarga dari pasien tidak sadar bisa saja masuk dalam keadaan kritis yang tibatiba dan menjalani proses ansietas berat, menyangkal, marah, penyesalan yang dalam, berduka, dan rekonsilasi. Keluarga merupakan bagian vital dalam mengembalikan kesehatan klien dan membutuhkan informasi yang sama banyaknya dengan klien. Untuk membantu anggota keluarga memobilisasi kapasitas mereka sendiri, personel keperawatan dapat menguatkan dan memperjelas informasi tentang kondisi pasien dan memungkinkan keluarga dilibatkan dalam perawatan. (Brunner & Suddarth, 2002 : 2229). Dalam kasus dimana terjadi cedera serius, peran keluarga untuk memberikan dukungan pada klien dapat ditumbuhkan melalui pengajaran sehingga menambah pengetahuan, sikap dan ketrampilan pengalaman tertentu. Keluarga yang kurang pengetahuan membutuhkan penyuluhan kesehatan yang difokuskan pada area yang dibutuhkan. Keluarga pasien dengan koping tidak efektif yang berhubungan dengan ketakutan tentang diagnosa medis
membutuhkan penyuluhan sebagai metoda intervensi keperawatan (Perry & Potter, 2005 : 209). Penyuluhan mendorong keluarga untuk meneliti ketersediaan alternatif dan untuk memutuskan pilihan mana yang bermanfaat dan sesuai. Ketika keluarga mampu untuk meneliti alternatif, mereka dapat mengembangkan rasa kontrol dan mampu untuk menangani stres lebih baik (Perry & Potter, 2005: 209). Dalam sistem perawatan kesehatan sekarang ini, terdapat penekanan untuk memberikan pendidikan kesehatan berkualitas. Perawat harus meyakinkan
bahwa klien, keluarga dan masyarakat menerima informasi yang diberikan untuk mempertahankan kesehatan yang optimal (Perry & Potter, 2005 : 336-338). Pendidikan kesehatan identik dengan penyuluhan kesehatan, karena keduanya berorientasi kepada perubahan perilaku. Penyuluhan merupakan komunikasi dua arah yang ditujukan kepada keluarga penderita khususnya untuk membantu pelayanan penderita sebagai consumer yang sedang dirawat dirumah sakit (Narendra, 2005 :179). Penyuluhan kesehatan merupakan kerja sama antara petugas kesehatan dengan keluarga penderita dalam setting rumah sakit yang menguntungkan, karena penderita dan keluarganya merupakan captive audience yang baik (mudah termotivasi) dan diharapkan dapat terjadi komunikasi yang mudah dan baik antara petugas kesehatan (provider) dan konsumennya. Tujuan penyuluhan kesehatan adalah untuk menghilangkan ketakutan dan kekhawatiran keluarga, menginformasikan kepada keluarga sehingga menambah pengetahuan tentang masalah dan prognosis penderita, serta menjawab keragua-raguan keluarga (Narendra,2005). Berdasarkan kasus diatas maka peneliti ingin meneliti tentang sejauh mana pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap penurunan tingkat kecemasan keluarga pasien dengan cedera kepala (sedang-berat) yang mengalami penurunan kesadaran.
Adakah
pengaruh
penyuluhan
kesehatan
terhadap
tingkat
pengetahuan dan penurunan tingkat kecemasan keluarga pasien dengan cedera kepala (sedang-berat)?
kecemasan
1.3 Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah pengaruh
penyuluhan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan dan penurunan tingkat kecemasan keluarga pasien dengan cedera kepala (sedang-berat).
1.3.2
1.
pengetahuan keluarga pasien dengan cedera kepala sebelum diberikan penyuluhan kesehatan
2.
Mengidentifikasi
tingkat
pengetahuan keluarga pasien dengan cedera kepala sesudah diberikan penyuluhan kesehatan
3.
Mengidentifikasi
perbedaan
tingkat pengetahuan keluarga pasien dengan cedera kepala yang diberi penyuluhan kesehatan dan keluarga pasien dengan cedera kepala yang tidak diberi penyuluhan kesehatan
4.
Mengidentifikasi tingkat kecemasan keluarga pasien dengan cedera kepala diberikan penyuluhan kesehatan.
penurunan sebelum
5.
Mengidentifikasi
penurunan
tingkat kecemasan keluarga pasien dengan cedera kepala sesudah diberikan penyuluhan kesehatan.
6.
Mengidentifikasi
perbedaan
penurunan tingkat kecemasan pada keluarga pasien dengan cedera kepala yang diberi penyuluhan kesehatan dan keluarga pasien dengan cedera kepala yang tidak diberi penyuluhan kesehatan.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Rumah Sakit Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi berarti bagi rumah sakit yaitu program PKMRS (Penyuluhan Kesehatan Masyarakat di Rumah Sakit) dalam pengembangan pelayanan keperawatan secara holistik, khususnya pada perawatan pasien cedera kepala dan
keluarganya.
1.4.2
Bagi Peneliti Meningkatkan pemahaman tentang pengaruh penyuluhan kesehatan pada keluarga yang mengalami kecemasan dengan klien cedera kepala yang mengalami penurunan kesadaran di rumah sakit.
1.4.3
Bagi Perawat Meningkatkan tampilan (performance) perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dan pendidikan kesehatan atau penyuluhan yang berfokus pada pemenuhan kebutuhan keluarga dengan klien cedera kepala yang menghadapi kecemasan.
1.4.4
Bagi Masyarakat dan Keluarga Menambah masukan pengetahuan, motivasi keluarga dan masyarakat tentang kecemasan dalam menghadapi kondisi klien.
2.1 KONSEP PENGETAHUAN 2.1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu: (Notoatmodjo, 2003).
1. Tahu (Know).
Adalah mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalamnya adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik terhadap suatu bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah, kata kerja untuk mengukurnya antara: menyebutkan, menguraikan,
2. Memahami (Comprehension).
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar obyek yang diketahui, dan dapat merngintepretasikan materi tersebut secara benar.
3. Aplikasi (Aplication).
Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya (riil).
4. Analisis (Analysis).
Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu subyek kedalam suatu komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitanya satu sama lain. 5. Sintesis Sintesis menunjuk suatu kemampuan untuk meletakan atau
6. Evaluasi (Evaluation).
Evaluasi menunjukkan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian ini berdasarkan
suatu kriteria yang ditentukan atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
2.1.2 Faktor yang mempengaruhi Pengetahuan Faktor yang mempengaruhi pengetahuan dibedakan menjadi 2 yaitu : faktor internal dan faktor eksternal (Notoatmodjo, 2003). A. 1) Faktor Internal Pengalaman Menurut Notoatmodjo (2003), bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan dan pengalaman, itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, sehingga semakin banyak
pengalaman yang dimiliki seseorang, informasi yang didapatkan akan semakin baik. 2) Umur Menurut Huclok (1998) yang dikutip oleh Nursalam (2001), bahwa semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya. 3) Pendidikan Menurut Notoatmodjo (2003), konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan kearah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok dan masyarakat. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana
diharapkan
adanya
pendidikan
maka
akan
semakin
luas
pula
pengetahuannya. B. 1) Faktor Eksternal Pengaruh orang lain Orang lain disekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi pengetahuan seseorang. Seseorang yang kita anggap penting, seseorang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah dan pendapat kita, seseorang yang tidak kita kecewakan atau seseorang yang berati khusus bagi kita, akan mempengaruhi kita.
2)
Media Massa. Sebagai sarana komunikasi, bernagai bentuk media masa seperti televisi, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Dalam
penyampaian informasi, media masa membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. 3) Pengaruh Kebudayaan Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pengetahuan. Kebudayaan telah mewarnai sikap masyarakat, karenanya kebudayaan pulalah yang memberi corak pengalaman asuhannya. 4) Informasi individu-individu yang menjadi anggota kelompok
Adanya informasi baru mengenai suatu hal memberi landasan kognitif baru. Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam menilai suatu hal.
2.2 .KONSEP PEYULUHAN KESEHATAN 2.2.1 Definisi Peyuluhan Kesehatan Penyuluhan kesehatan menurut Azrul Azwar dalam Effendi (2000 : 232) adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara memberikan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak hanya sadar, tahu, dan mengerti tapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan. Menurut Departeman Kesehatan Penyuluhan kesehatan adalah
gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan dimana individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat secara keseluruhan, ingin hidup sehat, tahu bagaimana caranya dan melakukan apa yang bisa dilakukan secara perseorangan maupun secara kelompok (Effendi, 2000 : 233). Penyuluhan kesehatan adalah suatu metoda implementasi yang digunakan untuk menyajikan prinsip, prosedur, dan teknik yang tepat tentang perawatan kesehatan untuk menginformasikan status kesehatan klien
(Perry&Potter, 2005: 210). Penyuluhan kesehatan yang baik, selain terencana dengan baik, juga harus dapat dievaluasi dan dapat dilakukan oleh semua petugas kesehatan (baik medik maupun non/medik) sesuai dengan kompetensinya masing masing.
Penyuluhan kesehatan ditujukan pada seseorang atau kelompok, agar berperilaku sehat serta menerapkan cara hidup sehat, sebagai bagian dari cara hidupnya sehari-hari atas kesadarannya dan kemampuannya sendiri (Narendra, 2005 : 179). Dari beberapa definisi yang dikemukakan diatas, pada kesimpulannya penyuluhan kesehatan merupakan proses perubahan perilaku secara terencana pada diri individu, kelompok, atau masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat. Dengan demikian penyuluhan kesehatan merupakan usaha/kegiatan untuk membantu individu, kelompok, dan masyarakat dalam meningkatkan kemampuan baik pengetahuan, sikap, maupun ketrampilan untuk mencapai hidup sehat secara optimal (Suliha, 2002). 2.2.2 Tujuan Peyuluhan Kesehatan Jika dilihat dari pengertian diatas, tujuan dari pemberian pendidikan kesehatan adalah : 1. Tercapainya perubahan-perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam membina dan memelihara perilaku kesehatan, serta berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan yang optimal. 2. Terbentuknya perilaku sehat pada individu sesuai dengan konsep hidup sehat baik secara fisik, mental dan sosial sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian. 3. Merubah perilaku perorangan dan atau masyarakat dalam bidang kesehatan (Nazrul Effendi, 2000 : 233).
1. Metode Ceramah Ceramah adalah pidato yang disampaikan oleh seseorang pembicara didepan sekelompok pengunjung. Ceramah pada hakikatnya adalah proses transfer informasi dari pengajar kepada sasaran belajar. Dalam proses transfer informasi ada tiga elemen yang penting, yang pengajar, materi pengajar, dan sasaran belajar. (Suliha, 2002). Penggunaan metode:
Metode ceramah digunakan pada sifat sasaran berikut, sasaran belajar mempunyai perhatian yang selektif, sasaran belajar mempunyai lingkup pergantian yang terbatas, sasaran belajar memerlukan informasi yang kategoris atau sistematis, sasaran belajar perlu menyimpan informasi, sasaran belajar perlu menggunakan informasi yang diterima. a. b. c. d. e. Keunggulan metode ceramah : Dapat digunakan pada orang dewasa Penggunaan waktu yang efisien Dapat dipakai pada kelompok yang besar Tidak terlalu banyak melipatkan alat bantu pengajaran Dapat dipakai untuk memberi pengantar pada pelajaran
atau suatu kegiatan. 2. Diskusi kelompok Metode Diskusi Kelompok adalah percakapan yang direncanakan atau
dipersiapkan di antara tiga orang atau lebih tentang topik tertentu dengan seseorang pemimpin. Penggunaan metode :
Metode diskusi kelompok digunakan bila sasaran pendidikan kesehatan, diharapkan: a. b. dihadapi c. d. berbicara e. untuk dibahas a. pendapat b. kesatuan c. d. 3. Metode panel Panel adalah pembicaraan yang sudah direncanakan di depan Dapat memperluas pandangan atau wawasan Membantu mengembangkan kepemimpinan Merupakan pendekatan yang demokratis, mendorong rasa Keunggulan metode kelompok : Memberi kemungkinan untuk saling mengemukakan Agar problem kesehatan yang dihadapi lebih menarik Mengharapkan suasana informal Diperoleh pendapat dari orang-orang yang tidak suka Dapat saling menguntungkan Dapat mengenal dan mengolah problem kesehatan yang
pengunjung tentang sebuah topik dan diperlukan tiga panelis atau lebih serta diperlukan seorang pemimpin. (Suliha, 2002). a. Metode panel digunakan : Pada waktu mengemukakan pendapat yang berbeda
b. persyaratan
c.
dalam kelompok
d.
verbal dalam diskusi. a. b. c. d. 4. Keunggulan metode panel : Dapat membangkitkan pemikiran Dapat mengemukakan pandangan yang berbeda-beda Mendorong untuk melakukan analisis Memberdayakan orang yang berpotensi Metode Forum Panel Forum panel adalah panel yang didalamnya pengunjung berpartisipasi dalam diskusi. (Suliha, 2002). a. Penggunaan forum panel : Jika ingin menggabungkan penyajian topik / materi dengan
reaksi pengunjung b. pada diskusi c. d. a. b. c. Jika tersedia waktu yang cukup Jika pengunjung mengajukan yang berbeda-beda Keunggulan metode forum panel : Memungkinkan setiap anggota berpartisipasi Memungkinkan peserta menyatakan reaksinya Membuat peserta mendengar dengan penuh perhatian Jika anggota kelompok diharapkan memberikan reaksi
d. 5.
Permainan peran adalah pemeran sebuah situasi dalam kehidupan manusia dengan tanpa diadakan latihan, dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk dipakai sebagai bahan analisa oleh kelompok. (Suliha, 2002). a. b. tersebut c. d. Pada waktu membantu peserta memahami suatu masalah Jika akan mengubah sikap, pengaruh emosi dapat Metode permainan peran digunakan apabila : Peserta perlu mengetahui pandangan yang berlawanan Peserta mempunyai kemampuan untuk melakukan metode
membantu dalam penyajian masalah. a. b. c. d. e. f. pikiran orang lain g. Membangkitkan semangat untuk pemecahan masalah. Keunggulan metode permainan peran : Segera dapat perhatian Dapat dipakai pada kelompok besar dan kecil Membantu anggota untuk menganalisa situasi Menambah rasa percaya diri peserta Membantu anggota menyelami masalah Membantu anggota mendapat pengalaman yang ada
6.
Metode symposium
Symposium adalah serangkaian pidato pendek di depan pengunjung dengan seorang pemimpin. Pidato-pidato tersebut mengemukakan aspek-aspek yang berbeda dari topik tertentu. (Suliha, 2002). a. topik tertentu b. c. d. e. a. b. singkat c. d. lebih menarik e. 7. Dapat direncakan jauh-jauh hari. Metode demonstrasi Metode demonstrasi adalah metode pembelajaran yang menyajikan suara prosedur atau tugas, cara menggunakan alat, dan cara berinteraksi. Demonstrasi dapat dilakukan secara langsung atau menggunakan media, seperti radio dan film. (Suliha, 2002). Metode demonstrasi digunakan : Menyoroti hasil Pergantian pembicara menambah variasi dan menjadikan Pada kelompok besar Kelompok itu membutuhkan keterangan ringkas Jika tidak memerlukan reaksi pengunjung Ketika pokok pembicaraan sudah ditentukan Keunggulan metode simposium adalah : Dapat dipakai pada kelompok besar maupun kecil Dapat mengemukakan banyak informasi dalam waktu Metode symposium digunakan : Untuk mengemukakan aspek-aspek yang berbeda dari
a. benar b. c. d. e.
Apabila tersedia alat-alat peraga Bila tersedia tenaga pengajar yang terampil Membandingkan sesuatu cara dengan cara yang lain Untuk mengetahui serta melihat kebenaran sesuatu, bila
berhubungan dengan mengatur sesuatu, dan proses mengerjakan atau menggunakan sesuatu. a. Keunggulan metode demonstrasi adalah : Dapat membuat proses pembelajaran menjadi lebih jelas
dan lebih konkret. b. c. d. e. Dapat menghindari verbalisme Lebih mudah memahami sesuatu Lebih menarik Peserta didik dirangsang untuk mengamati Menyesuaikan teori dengan kenyataan dan dapt
f.
melakukan sendiri (rekomendasi) 2.2.4 Macam-macam alat peraga dalam peyuluhan kesehatan 1. Papan pengumuman Papan yang berukuran biasa yang dapat ditempelkan untuk
menempelkan informasi kesehatan. Papan pengumaman dapat menempelkan gambar-gambar yang mengandung informasi kesehatan, tulisan-tulisan tentang prosedur pelayanan kesehatan dan sebagainya. (Effendi, 2000). a. Kenggulan : Dapat dibuat sendiri sesuai dengan keinginan
b.
untuk membaca informasi yang disajikan sesuai dengan urutan d. Dapat mengajak pembaca untuk mengetahui sesuatu
e.
tentang sesuatu yang telah di informasikan. 2. Poster Poster adalah pesan yang singkat dalam bentuk gambar, dengan tujuan untuk mempengaruhi seseorang atau kelompok agar tertarik pada obyek materi yang di informasikan. (Effendi, 2000). a. Keunggulan : Poster sebaiknya ditempelkan diruang
tunggu puskesmas atau ruang pemerikasaan secara menarik b. Dapat digunakan untuk alat bantu dalam
kelompok dalam suatu kesempatan tertentu. 3. Leaflet Leaflet adalah selembar kertas yang berisi tulisan cetak tentang suatu masalah khususunya untuk suatu tujuan tertentu. (Effendi, 2000). a. b. Keunggulan : Dapat disimpan lama, bila lupa dapat dibuka Dapat diakai sebagai bahan rujukan
c. d. e.
Jangkauan jauh dan dapat membantu jangkauan media lain Jika perlu dapat dicetak ulang. Dapat dipakai sebagai bahan diskusi untuk kesempatan berbeda.
1.
tulisan cetak biasanya diselingi dengan gambar 2. 3. 4. Flash card Flash card adalah beberapa kertas/kartu yang berisi suatu masalah atau program tertentu. Biasanya tulisan terletak dibalik gambar yang ada pada gambar depan. (Effendi, 2000). a. dibawa kemana-mana b. digunakan untuk bahan pendidikan kesehatan Dapat Keunggulan : Dapat Harus dapat dibaca sekali pandang Ukuran biasanya 20 X 30 cm
c.
Dapat
membantu penyuluh yang kurang mampu bicara ada materi/ tulisan yang ada dihalaman belakang. 5. Flip chart Plip chart adalah beberapa cart yang telah disusun berurutan dan berisi tulisan dengan gambar-gambar yang telah disatukan dengan ikatan atau ring spiral pada bagian pinggir sisi atas.Biasanya jumlah chart lebih dari 12 lembar,
berukuran poster lebih besar atau lebih kecil. Dan biasanya memakai kertas tebal (Effendi, 2000).
2.3. KONSEP KELUARGA 2.3.1 Definisi Keluarga Menurut Departemen Kesehatan RI (1988) Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Menurut Salvicion dan Aracelis Maglaya (1989) Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan meraka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi atau satu sama lain, dan didalam perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan. Dalam Friedman (1998), Bugess menyatakan bahwa keluarga terdiri dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah dan ikatan adopsi. Para anggota keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah tangga, atau jika mereka hidup secara terpisah, mereka tetap menganggap rumah tangga tersebut sebagai rumah mereka. Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dalam peran-peran sosial keluarga seperti : suamiistri, ayah dan ibu, anak laki-laki dan perempuan, saudara dan saudari. Keluarga
sama-sama menggunakan kultur yang sama, yaitu kultur yang diambil dari masyarakat dengan beberapa ciri unik tersendiri.
2.3.2 Fungsi Keluarga Ada lima (5) fungsi keluarga (Friedman,1998 : 100) yaitu : 1. Fungsi afektif Merupakan fungsi pemeliharaan kepribadian berguna untuk stabilitas kepribadian kaum dewasa, memenuhi kebutuhan-kebutuhan para anggota keluarga. 2. Sosialisasi dan fungsi penempatan sosial Merupakan sosialisasi primer anak-anak yang bertujuan untuk membuat mereka menjadi anggota masyarakat yang produktif dan juga sebagai penganugerahan status anggota keluarga. 3. Fungsi reproduktif Untuk menjaga kelangsungan generasi dan juga untuk keberlangsungan hidup masyarakat. 4. Fungsi ekonomis Untuk mengadakan sumber-sumber ekonomi yang memadai dan pengalokasian sumber-sumber tersebut secara efektif. 5. Fungsi perawatan kesehatan
Untuk pengadaan kebutuhan-kebutuhan fisik dipenuhi oleh orang tua dengan menyediakan pangan, papan, sandang dan perlindungan dari bahaya. Perawatan kesehatan dan praktik-praktik sehat (yang mempengaruhi status kesehatan anggota keluarga secara individual) merupakan bagian yang paling relevan dari fungsi keluarga bagi perawatan keluarga.
2.4 KONSEP CEDERA KEPALA 2.4.1 Definisi Cedera Kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang diseratai atau tanpa disertai perdarahan interstitiel dalam subtansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Sudarsono, 1997). Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan
kecelakaan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Disamping penanganan dilokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan pelaksanaan dan prognosis selanjutnya (Mansjoer, 2000 : 3). Tindakan resusitasi, anamnesis dan pemeriksaan fisis umum serta neurologis harus dilakukan secara serentak. Pendekatan yang sistematis dapat mengurangi kemungkinan terlewatinya evaluasi unsur vital. (Mansjoer, 2000 : 3).
Kecelakaan saat menyeberang jalan Jatuh dari ketinggian Tertimpa benda (ranting pohon, kayu, dll) Kecelakaan olah raga Korban kekerasan
7.
Cedera kepala umumnya terjadi pada usia dewasa muda antara usia 1544 tahun dengan rata-rata usia 30 tahun. Laki-laki dua kali lebih banyak dari wanita. Kecelakaan sepeda motor yang berhubungan dengan cedera kepala berat, sering dijumpai pada usia 15-24 tahun, sedangkan pada anak-anak penyebab tersering karena jatuh dan cedera kepala yang dialami biasanya tidak begitu berat. (Iskandar, 2002).
2.4.3 Klasifikasi 2.4.3.1 Berdasarkankan keparahannya cedera kepala dibagi menjadi : 1. Cedera kepala ringan Penderita sadar dan orientasi baik tanpa kelainan neurologis yang berarti (GCS 14-15). Mungkin terdapat sakit kepala, mual, muntah, dapat juga terjadi post traumatik amnesia (suatu keadaan dimana pasien lupa akan kejadian setelah suatu cedera kepala) (Iskandar, 2002). Indikasi rawat pasien cedera kepala ringan :
a. Post traumatik amnesia lebih dari 1 jam. b. Riwayat pingsan lebih dari 15 menit.
c. Pada observasi terjadi penurunan kesadaran d. Sakit kepala yang tidak dapat diatasi dengan analgesik biasa e. Disertai intoksikasi alkohol maupun obat-obatan. f. Disertai fraktur tulang kepala
2.
Cedera kepala sedang Pasien terlihat gelisah atau mengantuk, kadang - kadang masih dapat
mengikuti perintah sederhana, dengan atau tanpa defisit neurologis (GCS 9 -13). Penanganan : Di unit gawat darurat rumah sakit para penderita harus menjalani primary survey yang sesuai mencakup :
a. Airway dengan kontrol C Spine b. Breathing dengan ventilasi yang adekuat c. Circulation dengan kontrol terhadap perdarahan d. Disability dengan pemeriksaan neurologis e. Exposure dengan pencegahan hipotermia
Pada setiap tahap ini secara stimultan akan dilakukan upaya resusitasi yang adekuat. Setelah pasien stabil, akan dilakukan secondary survey untuk merencanakan tindakan definitif, jika pasien tidak membutuhkan tindakan tindakan operasi, maka pasien dirawat diruangan. Selama perawatan diruangan :
a.
pertama, setiap1 jam untuk 6 jam kedua, dan setiap 2 jam untuk
seterusnya. Setelah 24 jam penderita dievaluasi setiap 4 jam sampai penderita sadar penuh.
b.
gangguan neurologis. c. Sedapat mungkin dipasang monitor tekanan intrakranial jika ada
indikasi kuat.
d.
kalau perlu satu tahun setelah cedera. Pertahankan istirahat baring tanpa bantal selama 1-2 minggu dan obat-obatan diteruskan sesuai kebutuhan. ( http://puskesmaspalaran.wordpress.com). 3. Cedera kepala berat Pasien tidak dapat lagi mengikuti perintah sederhana, karena kesadaran yang menurun, dengan atau tanpa defisit neurologis ( GCS 8). a. Bebaskan jalan napas dan berikan bantuan nafas bila perlu.
Bersihkan jalan nafas, lakukan chin lift dan jaw thrust manuver Indikasi intubasi karena : Tidak mampu mempertahankan ventilasi yang adekuat
kesadaran. Jika usaha nafas dinilai kurang, dapat di bantu dengan ventilator.
mOsm/L), kecuali pada pasien hipovolemik syok dan dehidrasi berat, dapat diberikan lebih dulu ringer laktat. Pertahankan euvolemik sampai hypervolemik ringan.
d. Nilai tingkat kesadaran penderita, apakah ada tanda-tanda lateralisasi. e. Tentukan dan stabilisasi cedera ekstrakranial f. Cegah dan atasi secondary insult, seperti :
Hipotensi
Hipoksia Cerebral iskemik TIK Vasospasme
2.4.3.2 Berdasarkan Morfologinya dibagi menjadi : 1. Fraktur tulang tengkorak Fraktur tulang tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak disebabkan oleh trauma. Ini dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak. Adanya fraktur tulang tengkorak biasanya dapat menimbulkan dampak tekanan yang kuat (Brunner & Suddarth, 2002 : 2210). Fraktur tulang tengkorak terjadi dalam berbagai bentuk. Fraktur linier merupakan hal yang paling banyak terjadi disebabkan oleh pemberian kekuatan melebihi luas area secara realtif dari tengkorak. Fraktur tengkorak basiler mungkin terbatas hanya pada dasar tengkorak atau terjadi berkaitan dengan fraktur tulang cranial, seperti bagian tulang frontal atau temporal.
Patah tulang tengkorak merupakan suatu retakan pada tulang tengkorak. Patah tulang tengkorak bisa melukai arteri dan vena, yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga di sekeliling jaringan otak. Patah tulang di dasar tengkorak bisa merobek meningens (selaput otak). Cairan serebrospinal (cairan yang beredar diantara otak dan meningens) bisa merembes ke hidung atau telinga. (www.medicastore.com).
2. Lesi Intra Kranial Hematoma epidural Hematoma epidural adalah suatu akumulasi darah pada ruang antara tulang tengkorak bagian dalam dan lapisan meningen paling luar dura. Hal ini terjadi karena patah tulang tengkorak telah merobek arteri. Darah di dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi sehingga lebih cepat memancar. Tanda dan gejala klasik terdiri dari penurunan kesadaran ringan pada waktu terjadi benturan dengan pemulihan secara perlahan-lahan. Selanjutnya bisa terjadi peningkatan kebingungan, rasa ngantuk, kelumpuhan, pingsan dan koma ( Hudak, 1996). Diagnosis dini sangat penting dan biasanya tergantung kepada CT Scan darurat. Hematoma epidural diatasi sesegera mungkin dengan membuat lubang di dalam tulang tengkorak untuk mengalirkan kelebihan darah, juga dilakukan pencarian dan penyumbatan sumber perdarahan. (www.medicastore.com). Hematoma subdural. Hematoma subdural adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar otak. Hematoma subdural sering terjadi pada vena dan merupakan akibat putusnya pembuluh darah kecil yang menjembatani ruang subdural.
Hasil pemeriksaan CT Scan dan MRI bisa menunjukkan adanya genangan darah. Pasien dengan hematoma subdural akut menunjukkan gejala dalam 24 jam sampai 48 jam setelah cedera. Manifestasi ini dari perluasan lesi dan peningkatan TIK dengan cepat memerlukan intervensi darurat. Gejala umum meliputi sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, dan kadang-kadang disfasia. (Hudak, 1996 : 228-229).
Hemoragi ini biasanya terjadi pada cedera kepala dimana tekanan mendesak ke kepala sampai daerah kecil (cedera peluru, cedera tumpul). Pada perdarahan intraserebral bisa terjadi defisit neurologik yang diikuti oleh sakit kepala (Brunner & Suddarth, 2002 : 2213). 2.4.4 Penatalaksanaan Individu dengan cedera kepala diasumsikan mengalami cedera medula servikal. Oleh karenanya terdapat tata cara tertentu untuk penanganannya,yaitu : 1. Dari tempat cedera , pasien dipindahkan dengan papan dimana kepala dan leher dipertahankan sejajar 2. Traksi ringan harus dipertahankan pada kepala 3. Kolar servikal dipasang dan dipertahankan sampai pemeriksaan sinar X medula servikal didapatkan (Brunner & Suddarth, 2002). 2.4.5 Klasifikasi tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran atau responsivitas dikaji secara teratur karena perubahan pada tingkat kesadaran mendahului semua perubahan tanda vital dan neurologik lain.
a.
Kompos mentis (GCS 14 -15) Suatu keadaan sadar penuh atau kesadaran yang normal
b.
Somnolent (GCS 13 -11) Suatu keadaan mengantuk dan kesadaran dapat pulih penuh bila dirangsang. Somnolen disebut juga letargi atau obtundasi. Somnolen ditandai dengan mudahnya klien dibangunkan, mampu memberi jawaban verbal dan menangkis rangsang nyeri.
c.
Sopor atau Stupor (GCS 8 -10) Suatu keadan dengan rasa ngantuk yang dalam. Klien masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, singkat dan masih terlihat gerakan spontan. Dengan rangsang nyeri klien tidak dapat dibangunkan sempurna. Reaksi terhadap perintah tidak konsisten dan samar. Tidak dapat diperoleh jawaban verbal dari klien. Gerak motorik untuk menangkis rangsang nyeri masih baik.
d.
Koma ringan atau semi koma (GCS 5 -7) Pada keadaan ini, tidak ada respon terhadap rangsang verbal. Reflek (kornea, pupil dan sebagainya) masih baik. Gerakan terutama timbul sebagai respon terhadap rangsang nyeri. Reaksi terhadap rangsang nyeri tidak terorganisasi, merupakan jawaban dibangunkan. primitif. Klien sama sekali tidak dapat
e.
Tidak ada gerakan spontan. Tidak ada jawaban sama sekali terhadap rangsang nyeri yang bagaimanapun kuatnya. (Lumbatobing, 1998). Untuk melihat tingkat kesadaran klien digunakan Glasgow Coma Scale (GCS), yaitu suatu skala untuk menilai secara kuantitatif tingkat kesadaran seseorang dan kelainan neurologis yang terjadi. Ada tiga aspek yang dinilai, yaitu reaksi membuka mata (eye opening), reaksi berbicara (verbal respons), dan reaksi gerakan lengan serta tungkai (motor respons). (www.temp.co.id/medika /arsip/072002/pus-1.htm).
GLASGOW COMA SCALE (GCS) Respon a. Membuka mata Spontan Terhadap bicara (Suruh pasien membuka mata) Dengan rangsang nyeri (Tekan pada saraf supraorbita atau kuku) Tidak ada reaksi (Dengan rangsang nyeri pasien tidak membuka mata) b. Respon verbal (bicara) Baik dan tidak ada disorientasi (Dapat menjawab dengan kalimat yang baik dan tahu dimana ia berada) Kacau (confused) (Dapat bicara dengan kalimat, namun ada disorientasi waktu dan tempat) Tidak tepat (Dapat mengucapkan kata-kata, namun tidak berupa kalimat dan tidak tepat) Mengerang (Tidak mengucapkan kata, hanya suara mengerang) Tidak ada jawaban Nilai 4 3 2 1
5 4 3 2 1
c. Respon motorik (gerakan) Menurut perintah (Misalnya : suruh pasien angkat tangan) Mengetahui lokasi nyeri (Berikan rangsang nyeri, misalnya menekan dengan jari pada supraorbita. Bila oleh rasa nyeri pasien mengangkat tangannya sampai melewati dagu untuk maksud menapis rangsang tersebut berarti ia dapat mengetahui lokasi nyeri) Reaksi menghindar Reaksi Fleksi (dekortikasi) (Berikan rangsang nyeri, misalnya menekan dengan objek keras, seperti bolpoint, pada jari kuku. Bila sebagai jawaban siku memfleksi, terdapat reaksi fleksi terhadap nyeri (fleksi pada pergelangan tangan mungkin ada atau tidak ada) Reaksi ekstensi (deserebrasi) (Dengan rangsang nyeri tersebut diatas terjadi ekstensi pada siku. Ini selalu disertai fleksi spastik pada pergelangan tangan) Tidak ada reaksi (Lumbatobing, 1998). Tabel 1. Glasgow Coma Scale (GCS) 2.4.6 Perawatan Pasien Cedera Kepala Di Ruang Perawatan
6 5
4 3
Dokter dan paramedis yang bertugas di ruangan harus memahami, bahwa observasi terhadap penderita cedera kepala ringan-sedang di rungan sangat penting. Observasi terutama di tujukan untuk menilai adanya perubahan yang menandakan suatu hematoma intrakranial yang berkembang. Namun jangan dilupakan bahwa penderita cedera kepala sering disertai dengan trauma yang lain (multiple injury) sehingga observasi hendaknya bersifat menyeluruh. Obesrvasi terutama dilakukan pada 24 jam pertama sejak trauma atau sampai GCS mencapai 15. Pasien dengan fraktur cranium sebaiknya diobservasi selama 24 jam. Observasi yang dimaksud sebagai berikut :
a. Tanda vital, antara lain : tekanan darah, nadi, frekuensi napas, suhu. Jika
terjadi peningkatan tekanan darah yang disertai dengan penurunan frekuansi nadi dan GCS, hati-hati dengan proses intrakranial yang berkembang.
Perubahan tersebut bermakna jika perubahan nadi 20x menit dan perubahan tekanan darah 20mmHg. Perubahan yang demikian ini harus diwaspadai sebagai cushing s phenomena, yang lain, seperti : - Sakit kepala yang tidak dapat diatasi dengan analgetik biasa - Muntah-muntah yang tidak dapat diatasi dengan antiemetik b. Tanda-tanda neurologis, antara lain :
GCS, sebaiknya dinilai oleh orang yang sama dan bermakna jika
perubahan GCS 2.
( Iskandar, 2004 : 79). 2.4.7 Perawatan penderita tidak sadar Penderita tidak sadar membutuhkan lebih banyak perhatian dan perawatan dalam beberapa hal antara lain : a. Jalan napas Mulut dan gigi harus senantiasa dibersihkan palins sedikit 2 kali sehari Jika penderita diintubasi, pipa endotrachea harus dibersihkan secara rutin, sebaiknya setiap hari. Jika penderita membutuhkan bantuan napas lebih dari 1 minggu dan diperkirakan akan membutuhkan dalam waktu cukup lama, maka dilakukan trakeostomi. Trakeostomi memudahkan untuk perlindungan jalan napas jangka panjang dan pulmonary toilet lebih mudah. Tetapi harus diingat trakeostomi mengandung resiko seperti striktur trakea, obtruksi mekanik,
tercabutnya kanul trakea yang sudah terpasang sehingga hal tersebut dapat menyebabkan obstruksi jalan napas yang tiba-tiba. ( Iskandar, 2004 : 81). b. Mata
Mata harus dilindungi. Dapat diberikan salep mata atau tetes mata tetrasiklin, lalu mata ditutupi dengan plester. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya keratitis karena pemaparan yang terus menerus. ( Iskandar, 2004 : 81). c. Keseimbangan cairan
Lakukan pengawasan terhadap cairan yang masuk dan keluar, serta perkiraan IWL (Insenssible Water Loss) yang sesuai dengan keadaan pasien. ( Iskandar, 2004 : 81).
d.
Kateter urin
Penggunaan Foley kateter sebaiknya diganti setiap minggu, dilakukan pemeriksaan urin rutin secara berkala terutama jika penderita demam. Jika penderita tidak buang air besar setelah seminggu, lakukan klisma. ( Iskandar, 2004 : 81). e. Nutrisi Pemberian nutrisi harus sudah dimulai dalam 72 jam pertama sejak cedera kepala. Jika waktu pengosongan lambung (gastric emptying time) masih panjang (4 jam) maka sebaiknya diberikan nutrisi perparenteral. Pada tahap awal nutrisi enteral, dapat diberikan 30 cc/jam melalui NGT atau OGT, lalu dievaluasi setiap 4 jam, jika terdapat residu lebih dari 125 cc, maka penderita sementara dipuasakan dan intake kalori sepenuhnya melaluai
perenteral. Tetapi jika pemberian nutrisi enteral ditoleransi dengan baik, jumlah yang diberikan dapat ditinggalkan 15-25 cc / jam setiap 12-24 jam. Kalori yang dibutuhkan pada penderita cedera kepala tanpa induksi koma dapat mencapai 140 % dari kebutuhan energi basal (BEE : basal energy expenditure), sedangkanpada penderita induksi koma, kebutuhan energinya mencapai 100 % dari BEE. Komposisi kandungan protein yang diberikan lebih kurang 15 % dari total kalori yang diberikan ( Iskandar, 2004 : 81).
f. Bagian tubuh yang mengalami tekanan harus diistirahatkan secara bergantiganti, misalnya dengan miring kiri miring kanan, atau dengan menggunakan handscoon yang diisi air dan diletakkan dibawah bagian tubuh yang mengalami tekanan misalnya tumit kaki, siku, dan lain-lain. (Iskandar, 2004: 82). 2.4.8. Prognosis. Cedera kepala bisa menyebabkan kematian atau penderita bisa mengalami penyembuhan total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan beratnya kerusakan otak yang terjadi. Berbagai fungsi otak dapat dijalankan oleh beberapa area, sehingga area yang tidak mengalami kerusakan bisa menggantikan fungsi dari area lainnya yang mengalami kerusakan. Tetapi semakin tua umur penderita, maka kemampuan otak untuk menggantikan fungsi satu sama lainnya, semakin berkurang. Kemampuan berbahasa pada anak kecil dijalankan oleh beberapa area di otak, sedangkan pada dewasa sudah dipusatkan pada satu area. Jika hemisfer kiri mengalami kerusakan hebat sebelum usia 8 tahun, maka hemisfer kanan bisa mengambil alih fungsi bahasa. Kerusakan area bahasa pada masa dewasa lebih cenderung menyebabkan
kelainan yang menetap. Beberapa fungsi (misalnya penglihatan serta pergerakan lengan dan tungkai) dikendalikan oleh area khusus pada salah satu sisi otak. Kerusakan pada area ini biasanya menyebabkan kelainan yang menetap. Dampak dari kerusakan ini bisa diminimalkan dengan menjalani terapi rehabilitasi. Penderita cedera kepala berat kadang mengalami amnesia dan tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesadaran. Jika kesadaran telah kembali pada minggu pertama, maka biasanya ingatan penderita akan pulih kembali. (www.medicastore.com).
2.5 KONSEP KECEMASAN 2.5.1 Definisi Kecemasan Kecemasan merupakan sinyal yang menyadarkan seseorang, akan adanya bahaya yang akan mengancam dan kemungkinan seseorang mengambil tindakan guna mengatasi ancaman tersebut. Secara subyektif, kecemasan merupakan perasaan yang tidak menyenangkan dan tidak nyaman, sehingga perasaan tersebut inginnya secepatnya secepat-cepatnya dihalau. Secara obyektif, kecemasan merupakan suatu pola psikobiologik yang mempunyai fungsi pemberitahuan (alarm) akan adanya bahaya, sehingga membutuhkan perencanaan tindakan yang efektif dalam bentuk usaha penyesuaian diri terhadap trauma psikik, psikis dan juga konflik (Ayub, Sani : OTC DIGEST, 2006)
Kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari. Kecemasan merupakan pengalaman subyektif dari individu dan tidak dapat diobservasi secara langsung serta merupakan suatu keadaan emosi tanpa obyek yang spesifik. Kecemasan adalah respons emosi tanpa obyek yang spesifik yang secara subyektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal. Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya. (Suliswati, 2005). Kecemasan adalah suatu keadaan dimana individu/kelompok mengalami perasaan yang sulit (ketakutan) dan aktivitas sistem saraf otonom dalam berespon terhadap ketidakjelasan, ancaman tidak spesifik (Carpenito, 2000). Kecemasan merupakan satu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir disertai dengan gejala somatik yang menandakan suatu kegiatan berlebihan dari Susunan Saraf Autonomik (SSA) Kecemasan merupakan gejala yang umum tetapi non- spesifik yang sering merupakan satu fungsi emosi. Kecemasan yang patologik biasanya merupakan kondisi yang melampaui batas normal terhadap satu ancaman yang sungguh-sungguh atau mal-adaptif. (Kaplan & Sadock, 1998). Kecemasan adalah suatu keadaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan yang disertai dengan tanda somatic yang menyatakan terjadinya hiperaktivitas sistem saraf otonom. Kecemasan adalah gejala yang tidak spesifik yang sering ditemukan dan sering kali merupakan suatu emosi yang normal (Kusuma Wijaya, 1997).
Kecemasan
dapat
meningkatkan
atau
menurunkan
kemampuan
seseorang untuk memberikan perhatian (Perry & Potter, 2005). Kecemasan berbeda dengan rasa takut, karakteristik rasa takut adalah adanya obyek/sumber yang spesifik dan dapat diidentifikasikan serta dapat dijelaskan oleh individu. Rasa takut terbentuk dari proses kognitif yang melibatkan penilaian intelektual terhadap stimulus yang mengancam. Ketakutan disebabkan oleh hal yang bersifat fisik dan psikologis (Suliswati, 2005). 2.5.2 Klasifikasi Tingkat Kecemasan Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Menurut Peplau ( Suliswati, 2005) ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yaitu : 1. Kecemasan Ringan Dihubungkan dengan ketegangan yang dialami sehari-hari. Individu masih waspada serta lapang persepsinya meluas, menajamkan indra. Dapat memotifasi individu untuk belajar dan mampu memecahkan masalah secara efektif dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas. 2. Kecemasan Sedang Individu terfokus hanya pada pikiran yang menjadi perhatiannya, terjadi penyempitan lapangan persepsi, masih dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang lain. 3. Kecemasan Berat Lapangan persepsi individu sangat sempit. Pusat perhatiannya pada detil yang kecil (spesifik) dan tidak dapat berfikir tentang hal-hal lain. Seluruh perilaku dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan dan perlu banyak perintah / arahan untuk terfokus pada area lain.
4. Panik Individu kehilangan kendali diri dan detil perhatian hilang. Karena hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah.Terjadi peningkatan aktivitas motorik, berkurangnya kemampuan berhubungan dengan orang lain, penyimpagan persepsi dan hilangnya pikiran rasional, tidak mampu berfungsi secara efektif. Biasanya disertai dengan disorganisasi kepribadian.
Respon adaptif
Respon maladatif
Antisipasi
Ringan
sedang
Berat
Panik
2.5.4Sumber : Stuart & Sundeen, 1998). ( Respon Terhadap Kecemasan 1. Respon Fisiologis. Tabel 2 . Respon Kecemasan Sistem Tubuh Kardiovaskuler Respon Palpitasi Jantung berdebar Tekanan darah meninggi Rasa mau pingsan Pingsan Tekanan darah menurun Denyut nadi menurun Napas cepat Napas pendek Tekanan pada dada Napas dangkal Pembengkakan pada tenggorok Sensasi tercekik Terengah-engah Reflek meningkat
Pernapasan
Neuromuskuler
Gastrointestinal
Reflek kejutan Mata berkedip-kedip Insomnia Tremor Rigiditas Gelisah Wajah tegang Kelemahan umum Kaki goyah Gerakan yang janggal Kehilangan nafsu makan Menolak makanan Rasa tidak nyaman pada abdomen Mual Rasa terbakar pada jantung Diare Tidak dapat menahan kencing Sering berkemih Wajah kemerahan Berkeringat setempat (telapak tangan) Gatal Rasa panas dan dingin pada kulit Wajah pucat Berkeringat seluruh tubuh
(Sumber : Stuart & sundeen,1998) 2. Respon Psikologis Kecemasan dapat mempengaruhi aspek interpersonal maupun personal. Kecemasan tinggi akan mempengaruhi koordinasi dan gerak reflek. Kesulitan mendengarkan akan mengganggu hubungan dengan orang lain. Kecemasan dapat membuat individu menarik diri dan menurunkan katerlibatan dengan orang lain. (Suliswati, 2005). 3. Respon Kognitif Kecemasan dapat mempengaruhi kemampuan berfikir baik proses pikir maupun isi pikir, diantaranya adalah tidak mampu memperhatikan, konsentrasi menurun, mudah lupa, menurunya lapangan persepsi, bingung. (Suliswati, 2005). 4. Respon Afektif
Secara afektif klien akan mengekspresikan dalam bentuk kebingungan dan curiga terhadap kecemasan. (Suliswati, 2005). 2.5.5 Faktor Predisposisi 1. Teori Psikoanalitik Dalam pandangan psikoanalitik kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif seseorang, sedangkan superego
mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang, ego atau aku berfungsi menengahi tuntutan-tuntutan dari dua elemen yang bertentangan tersebut, dan fungsi kecemasan adalah
mengingatkan ego tentang sesuatu bahaya yang perlu dihindari. 2. Teori interpersonal Menurut pandangan interpersonal kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga berhubungan dengan trauma pada masa pertumbuhan seperti perpisahan dan kehilangan menyebabkan seseorang tidak berdaya. Orang dengan harga diri rendah biasanya sangat mudah untuk mengalami kecemasan berat. 3. Teori Perilaku Menurut pandangan perilaku kecemasan merupakan produk frustasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pakar perilaku lain menganggap kecemasan sebagai suatu dorongan untuk belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan. Pakar tentang pembelajaran meyakini bahwa individu yang terbiasa dalam kehidupan dirinya diharapkan pada ketakutan yang berlebihan lebih sering menunjukkan kecemasan pada kehidupan selanjutnya.
4. Teori Keluarga Kajian keluarga menunjukkan gangguan kecemasan merupakan hal yang biasa ditemui dalam suatu keluarga. Ada tumpang tindih antara gangguan kecemasan dan depresi. 5. Teori Biologik Kajian biologi menenjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk biodiazepines. Reseptor ini mungkin membantu mengatur kecemasan. Penghambat asam amino Butirik Gamma Neuroregulator (GABA) juga mungkin memainkan peranan utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan kecemasan, sebagaimana halnya dengan endorphin. Selain itu, telah dibuktikan bahwa kesehatan umum seseorang mempunyai akibat nyata sebagai faktor predisposisi terhadap kecemasan. Kecemasan mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stresor (Stuart &sundeen,1998). 2.5.6 Menurut Carpenito (2000) faktorfaktor yang mempengaruhi
kecemasan adalah : 1. Situasi (personal, lingkungan ) Berhubungan dengan nyata/merasa terganggu pada integritas biologis sekunder terhadap serangan, prosedur invasif dan penyakit. Adanya perubahan nyata/merasakan adanya perubahan lingkungan sekunder terhadap perawatan di Rumah Sakit. 2. Maturasional Tingkat maturasi individu akan mempengaruhi tingkat kecemasan. Pada bayi kecemasan lebih disebabkan karena perpisahan, lingkungan atau orang yang tidak dikenal dan perubahan hubungan dalam kelompok sebaya.
Kecemasan pada remaja mayoritas disebabkan oleh perkembangan seksual. Pada dewasa berhubungan dengan ancaman konsep diri, sedangkan pada lansia kecemasan berhubungan dengan kehilangan fungsi. 3. Tingkat Pendidikan Bila dilihat dari tingkat pendidikan seseorang semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin mudah dalam memperoleh penyesuaian diri terhadap stresor. Penyesuaian diri terhadap stresor tersebut erat kaitannya dengan pemahaman seseorang terhadap pemberian informasi yang tepat mengenai stressor. Individu yang berpendidikan tinggi akan mempunyai koping yang lebih baik dari pada yang berpendidikan rendah sehingga dapat mengeliminir kecemasan yang terjadi. 4. Karakteristik Stimulus Intensitas stresor Lama stresor Jumlah Stresor 5. Karakteristik Individu Makna stresor bagi individu Sumber yang dapat dimanfaatkan dan respon koping Status kesehatan individu.
fisiologik. Ketika klien mengalami penyakit berat dan mendadak, operasi besar, atau trauma fisik maka keperawatan kesehatan akut menjadi suatu pelayanan yang penting. Perawatan akut biasanya diberikan dalam ruang kedaruratan, unit bedah dan unit perawatan intensif di rumah sakit. Cedera kepala merupakan salah satu kasus yang paling sering dijumpai di ruang gawat darurat rumah sakit, pada kasus ini biasanya terjadi penurunan kesadaran (Perry Potter, 2005 : 84). Keluarga dari pasien tidak sadar bisa saja masuk dalam keadaan kritis yang tibatiba dan menjalani proses ansietas berat, menyangkal, marah, penyesalan yang dalam, berduka, dan rekonsilasi. Untuk membantu anggota keluarga memobilisasi kapasitas mereka sendiri, personel keperawatan dapat menguatkan dan memperjelas informasi tentang kondisi pasien dan
memungkinkan keluarga dilibatkan dalam perawatan. (Brunner & Suddarth, 2002 : 2229). Keluarga harus disiapkan untuk pengalaman mereka dalam unit perawatan kritis. Kondisi pasien, kewaspadaan, kesadaran dan penampilannya harus diuraikan dalam istilah yang dapat diterima oleh tingkat pemahaman keluarga ( Hudak, 1997). Intervensi yang dilakukan untuk anggota keluarga adalah dengan memberikan informasi yang jujur dan memberi dukungan yang terus menerus kepada mereka untuk siap menetapkan tujuan bersama jangka pendek. Pendidikan kesehatan pada keluarga untuk mengatasi perasaan yang luar biasa karena kehilangan dan ketidakberdayaan dan memberikan bimbingan untuk penalaksanaan yang tepat. Dukungan kelompok diberikan untuk memberikan forum untuk saling berbagi persoalan dan pengalaman, mengembangkan wawasan, menambah pengetahuan serta memberikan informasi dalam
mempertahankan
harapan
yang
realistik
dan
yang
diharapkan
(Brunner&Suddarth, 2002 :2219). Pemberian informasi mengenai prosedur akan membantu membentuk imajinasi realistis atas apa yang harus diantisipasi menghadapi pemeriksaan atau prosedur yang tidak biasa dijalani yang menyebabkan timbulnya ansietas. Teknik pemberian informasi diantaranya adalah penyuluhan kesehatan yang mendorong keluarga untuk meneliti ketersediaan alternatif dan untuk
memutuskan pilihan mana yang bermanfaat dan sesuai, sehingga mereka dapat mengembangkan rasa kontrol dan mampu untuk mengatasi stres lebih baik (Perry Potter, 2005 :209). Keluarga merupakan bagian vital dalam mengembalikan kesehatan klien dan membutuhkan informasi yang sama banyaknya dengan klien. Pada keluarga yang kurang pengetahuan membutuhkan penyuluhan kesehatan yang
difokuskan pada area yang dibutuhkan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan adanya pendidikan maka akan semakin luas pula pengetahuannya. Keluarga pasien dengan koping tidak efektif yang berhubungan dengan ketakutan tentang diagnosa medis membutuhkan
penyuluhan sebagai metoda intervensi keperawatan. Penyuluhan merupakan suatu metoda implementasi yang digunakan untuk menyajikan prinsip, prosedur, dan teknik yang tepat tentang kondisi pasien (Perry Potter, 2005). Ketika deskripsi perawat secara akurat sesuai dengan pengalaman sesungguhnya akan mampu secara lebih efektif mengatasi stress karena prosedur dan terapi. Pengetahuan terhadap sesuatu akan sedikit menimbulkan rasa takut daripada tidak tahu apapun (Perry & Potter, 2005 : 359).
3.1 Kerangka Konsep luka cedera kepala Ringan Sedang Berat Penurunan tingkat kesadaran GCS CKS 9-13 GCS CKB 8
lintas -
Pendidikan kesehatan penyuluhan diskusi kelompok panel forum panel permainan peran symposium demonstrasi Keluarga
Pengetahuan dipengaruhi : Faktor internal: -pengalaman -pendidikan -Umur Faktor eksternal -pengaruh orang lain yang dianggap penting -Media masa -kebudayaan -informasi
Gambar 1. Kerangka Teori, Konsep dan Hipotesis 3.2. Hipotesis H0 : 1) Tidak ada perbedaan penyuluhan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan keluarga pasien dengan cedera kepala (sedang-berat). 2). Tidak ada perbedaan penyuluhan kesehatan terhadap penurunan tingkat kecemasan keluarga pasien dengan cedera kepala (sedang-berat). H1 : 1) Ada perbedaan penyuluhan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan keluarga pasien dengan cedera kepala (sedang-berat).
2). Ada perbedaan penyuluhan kesehatan terhadap penurunan tingkat kecemasan keluarga pasien dengan cedera kepala (sedang-berat).
4.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian merupakan hasil akhir dari satu tahap keputusan yang dibuat oleh peneliti berhubungan dengan bagaimana penelitian tersebut untuk bisa diterapkan (Nursalam, 2003). Desain penelitian ini menggunakan metode quasi eksperimen dengan non randomized control group pretest posttest yaitu desain dengan satu kelompok perlakuan dengan adanya pengukuran awal,
kemudian pemberian perlakuan dan pengukuran setelah pemberian perlakuan dengan kelompok kontrol ( Sugiyono, 2006). Penelitian ini terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Kelompok perlakuan adalah kelompok yang mendapatkan perlakuan berupa penyuluhan kesehatan tentang cedera kepala. Dan kelompok kontrol yaitu kelompok yang tidak mendapatkan perlakuan. Pola penelitian ini adalah : P : O1 K : O3 Ketrangan : P K O1 O2 O3 O4 X 4.1.1 Alur Kerja Populasi: keluarga pasien cedera kepala (sedang berat) di ruang 13 (akut) RSSA Malang. : kelompok perlakuan : kelompok kontrol : observasi sebelum perlakuan pada kelompok perlakuan : observasi sesudah perlakuan pada kelompok perlakuan : observasi kelompok kontrol : observasi kelompok kontrol : perlakuan. X O4 O2
Kelompok Kontrol
Kelompok Perlakuan
Post test tingkat pengetahuan Pre test tingkat pengetahuan Tidak diberi penyuluhan Post test tingkat pengetahuan Pemberian Penyuluhan Observasi : Quasi eksperimen dan tingkat kecemasan kesehatan dan tingkat kecemasan kesehatan
Pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap penurunan tingkat kecemasan keluarga pasien dengan cedera kepala (sedang-berat). Penyajian
Kesimpulan 4.2 Populasi dan Sampel 4.2.1 Populasi Gambar 2. Alur Kerja
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Arikunto, 2002 : 108). Pada penelitian ini populasinya adalah semua klien dengan cedera kepala dan keluarganya di ruang 13 (Akut) RSU Dr. Saiful Anwar Malang. Dari data didapatkan populasi pasien cedera kepala sedang-berat yang masuk ruang 13 (Akut) RSU Dr.Saiful Anwar Malang pada bulan Januari sampai Agustus 2007 sebanyak 264 orang. 4.2.2 Sampel dan Sampling 4.2.2.1 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan dilakukan penelitian (Arikunto, 2002 : 109). Sampel pada penelitian ini adalah anggota keluarga pasien dengan cedera kepala sedang-berat yang sesuai dengan kriteria inklusi di ruang 13 (Akut) RSU Dr. Saiful Anwar Malang. 4.2.2.2 Sampling Sampling adalah proses menyeleksi populasi yang dapat mewakili populasi yang ada (Nursalam, 2003 : 95). Teknik sampling merupakan cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benarbenar sesuai dengan keseluruhan subyek penelitian. Pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik penetapan sampel dengan cara memilih diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki oleh peneliti ( tujuan/masalah dalam penelitian ), sehingga sample tersebut dapat mewakili populasi yang telah dikenal sebelumnya. ( Nursalam, 2003 : 98). Pada pengambilan sampel peneliti mengambil sampel yaitu yang sesuai dengan kriteria inklusi. 4.2.2.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 4.2.2.3.1 Dalam penelitian ini yang menjadi kriteria inklusi yaitu : Data klien
1.
(Akut) RSU Dr. Saiful Anwar Malang. 2. penurunan kesadaran Klien cedera kepala sedang-berat dengan
keluarga
Data
sampel
atau
a. Keadaan Airway, Breathing, Circulation sudah stabil . b. Klien dengan keadaan hemodinamik sudah stabil, walaupun tanpa
kenaikan GCS, yaitu : - Tekanan darah 100/90 - 120/80 mmHg - Suhu 36,5 0 C 37 0 C - Respirasi rate 15-24 x / menit - Nadi normal (70-85 x / menit). 3. Keluarga klien yang tidak mengalami kecemasan.
Penelitian dilaksanakan di ruang 13 (Akut) RSU Dr. Saiful Anwar Malang pada tanggal 2 sampai 10 Januari 2008.
4.5 Bahan dan Alat/ Instrument Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat/instrumen kuisioner dan observasi data medis tingkat kesadaran klien yaitu dengan GCS (Glasgow Coma Scale).
Ordinal
sadar,tahu,da mengerti tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan.
interpretasi Baik:76-100% Cukup:5675% Kurang:4055% Tidak baik<40% Kemudian dikode : tidak baik=1 kurang=2 cukup =3 baik=4 Untuk observasinya catatan medis diinterpretasik an: Sedang:GCS 9-13 Berat:GCS 8 Tidak ada cemas : < 6 Ringan : 6-14 Sedang :1527 Berat : > 27 Kemudian dikode ; -Tidak cemas=1 -Cemas ringan=2 -Cemas sedang=3 -Cemas berat=4
2. Hasil pemeriksaan catatan medis tentang cedera kepala sedangberat yaitu GCS (Glasgow Coma Scale) Kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya.
Tingkat kecemasan keluarga dengan kriteria : -Tidak cemas -Cemas ringan -Cemas sedang -Cemas berat
Ordinal
diberikan sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan kesehatan. Sedangkan observasi untuk tingkat kecemasan dengan memberikan standart kuisioner HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale) kepada keluarga klien untuk diisi dengan memberikan tanda chek ( ) sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan kesehatan. Sebelum dilakukan pengumpulan data, peneliti menawarkan kepada responden yaitu keluarga tentang ketersediannya menjadi responden. Kemudian diberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan dilakukan penelitian. Selain itu peneiti juga memperoleh data dari pemeriksaan medis klien (data sekunder). Pengumpulan data ini bersumber dari catatan medis yang telah ada pada catatan medis klien. Pada penelitian ini data sekunder diperoleh dari hasil dokumentasi medis tentang tingkat kesadaran klien yaitu GCS (Glasgow Coma Scala) klien. Setelah data terkumpul, kemudian dilakukan koding yaitu dengan memberi tanda untuk memudahkan peneliti dalam mengenali datanya dan kemudian ditabulasi untuk mempermudah pengolahan datanya. Kemudian dianalisa dalam komputer menggunakan SPSS for Windows 12.
4.7.1
4.7.1.1 Uji Validitas Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat
kevalidan atau sesuatu kesalahan sesuatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah.
4.7.1.2 Uji Reabilitas Menunjukkan pada pada satu pengertian bahwa sesuatu instrumen
cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data karena instument tersebut sudah baik. 4.8 Analisa Data Teknik analisa yang digunakan peneliti adalah Uji bertanda Wilcoxon Match Pairs Test , yaitu uji yang di gunakan untuk menguji hipotesis komparatif dua sampel yang datanya berbentuk ordinal (Sugiono, 2006) dan Uji MannWhitney.
1.
Uji Wilcoxon Uji Wilcoxon merupakan salah satu alat uji dua sampel berpasangan
(diberikan dua perlakuan yang berbeda) yang digunakan untuk mengetahui terdapat perbedaan antara dua buah sampel berpasangan yang diteliti. (Santoso, S : 2003; 118). Proses perhitungan Wilcoxon adalah sebagai berikut:
a.
Kedua data dari kelompok pre dan post , kemudian diurutkan dari
yang terkecil sampai yang terbesar (Wilcoxon menggunakan rangking dari selisih data).
post test yang bernilai negatif, dalam artian angka post test lebih kecil dari pre test.
yang bernilai positif, dalam artian angka post test lebih besar dari pre test.
TIES atau data pre test dan post test yang bernilai sama.
b.
Mean Rank atau rata-rata nilai yang positif saja. Angka sama yang menghasilkan selisih bernilai 0, dibuang dan
Dimana: T= selisih nilai terkecil N =jumlah sampel Dimana nilai Z hitung tersebut akan dibandingkan dengan Z tabel. d. Hipotesis:
Ho : Tidak ada perbedaan diantara dua kondisi yang dibandingkan (pre dan post). H1 : Ada perbedaan diantara dua kondisi yang dibandingkan (pre dan post). e. Proses pengambilan keputusan:
Untuk tingkat kepercayaan 95% (=0.05) dan uji dua sisi, ketentuannya apabila Z
hitung
nilai P) > alpha 0.05, maka Ho diterima, artinya tidak ada perbedaan diantara dua kondisi yang dibandingkan (pre dan post). Sebaliknya jika Z
hitung
>Z
tabel
alpha 0.05, maka Ho ditolak, artinya ada perbedaan diantara dua kondisi yang dibandingkan (pre test dan post test).
2.
Uji Mann-Whitney
Uji Mann-Whitney merupakan salah satu alat uji dua sampel bebas yang digunakan dalam praktek untuk mengetahui terdapat perbedaan antara dua buah sampel bebas yang diamati. Bebas atau independen berarti dua sampel tersebut tidak tergantung satu dengan yang lain. (Santoso, 2003; 118). Proses perhitungan Mann-Whitney adalah sebagai berikut: Kedua data dari kelompok Kontrol dan Perlakuan digabung,
Rangking dengan angka yang sama dilakukan dengan nilai rata-rata. Setelah itu dilakukan penjumlahan angka rangking untuk kelompok
kontrol dan Perlakuan yang sama berdasarkan nomor rangking yang telah didapat. Kemudian mencari nilai U untuk masing-masing variabel pada
kelompok Kontrol dan Perlakuan dengan rumus: 1 U = n1.n2 + [ nx ( nx +1) Rx ] 2 dimana: n1 n2 = jumlah variabel kelompok KONTROL = jumlah variabel kelompok Perlakuan
Z =
Dimana nilai Z hitung tersebut akan dibandingkan dengan Z tabel. Hipotesis: Ho : Tidak ada perbedaan PENKES dan Kecemasan antara kelompok KONTROL dan Perlakuan. H1 : Ada perbedaan PENKES dan Kecemasan antara kelompok KONTROL dan Perlakuan. Proses pengambilan keputusan: Untuk tingkat kepercayaan 95% (=0.05) dan uji dua sisi, ketentuannya apabila Z
hitung
<Z
tabel
atau nilai p) > alpha 0.05, maka Ho diterima, artinya tidak ada perbedaan PENKES dan Kecemasan antara kelompok KONTROL dan Perlakuan. Sebaliknya jika Z
hitung
> Z
tabel
(signifikansi atau nilai p) < alpha 0.05, maka Ho ditolak, artinya ada perbedaan PENKES dan Kecemasan antara kelompok KONTROL dan Perlakuan.
Untuk memberi nilai pada variabel independen diperoleh perhitungan sebagai berikut : Semua data yang terkumpul melalui kuesioner kemudian ditabulasi dan dikelompokkan sesuai variabelnya. Pengolahan datanya dengan cara pemberian skore 1 pada jawaban benar dan skore 0 untuk jawaban salah, hal ini berlaku untuk semua jawaban kemudian dilakukan penilaian dengan menjumlah skore yang didapat dan dibandingkan dengan skore tertinggi, lalu dikalikan 100% ( Arikonto, 1998 ).
Sp N= Sm X 100%
Keterangan : N : Nilai yang didapat Sp : Skore yang didapat Sm : Skore maksimal Hasil prosentase dari setiap variabel diinterpretasikan dengan kriteria sebagai berikut : 76 100% 56 75% 41 55% < 41% : Baik : Cukup : Kurang : Tidak baik
( Arikunto, 1998: 246 ) Untuk memberi nilai pada variabel dependen diperoleh perhitungan sebagai berikut : Instrumen mengukur skala kecemasan adalah Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) yaitu mengukur aspek kognitif dan afektif yang meliputi (Nursalam, 2003):
1) Perasaan cemas, ditandai dengan : Firasat buruk Takut akan pikiran sendiri Mudah tersinggung
5) Gangguan kecerdasan ditandai oleh : Sukar konsentrasi Daya ingat buruk Sering bingung
6) Perasaan depresi ditandai oleh : Kehilangan minat Sedih Bangun dini hari Kurangnya kesenangan pada hobi Perasaan berubah sepanjang hari 7) Gejala somatik ditandai oleh : Nyeri pada otot Kaku Kedutan otot Gigi gemeretak Suara tidak stabil 8) Gejala Sensorik ditandai oleh : Telinga berdenging Penglihatan kabur Muka merah dan pucat Merasa lemah Perasaan ditusuk-tusuk 9) Gejala Kardiovaskuler ditandai oleh : Denyut nadi cepat Berdebar-debar Nyeri dada Denyut nadi mengeras Rasa lemas seperti mau pingsan Detak jantung hilang sekejap
13) Gejala Otonom ditandai oleh : Mulut kering Muka merah kering Mudah berkeringat
Pusing, sakit kepala Bulu - bulu berdiri 14) Perilaku sewaktu wawancara, ditandai oleh : Gelisah Tidak terang Mengerutkan dahi atau kening Tonus / ketegangan otot meningkat Nafas pendek dan cepat Muka merah Cara penilaian :
(tidak ada gejala sama sekali) (1 dari gejala yang ada) (separuh dari gejala yang ada) (lebih dari separuh gejala yang ada) (Semua gejala ada)
Penilaian hasil yaitu dengan menjumlahkan nilai skor item 1 sampai dengan 14 dengan ketentuan sebagai berikut : Skor kurang dari 6 Skor 6 sampai dengan 14 Skor 15 sampai dengan 27 Skor lebih dari 27 4.9 Penyajian data Hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk tabel dan diagram batang lalu diimplementasikan. = tidak ada kecemasan = kecemasan ringan = kecemasan sedang = kecemasan berat
4.10
Etika Penelitian
5.1
Hasil penelitian Pada penelitian ini responden yang terjangkau sebanyak 30 responden,
dikarenakan adanya keterbatasan waktu pada saat penelitian. Di dalam hasil penelitian ini akan diuraikan tentang gambaran umum lokasi penelitian, karakteristik responden dan pengelolaan keluarga klien cedera kepala , yaitu sebagai berikut : 5.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di ruang 13 (Akut) RSU Dr.Saiful Anwar Malang. Jumlah responden adalah salah satu anggota keluarga klien cedera kepala sedang-berat yang sesuai dengan kriteria inklusi saat pengambilan data pada tanggal 2 10 Januari 2008 berjumlah 30 responden. Dimana 30 responden terbagi dalam 2 kelompok yaitu 1). Kelompok kontrol (kelompok yang tidak diberikan penyuluhan kesehatan tentang cedera kepala yang terdiri dari pre test dan post test, 2). Kelompok perlakuan atau yang mendapat perlakuan yaitu penyuluhan kesehatan tentang cedera kepala yang terdiri dari pre test dan post test. Karakteristik demografi responden sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan kesehatan pada keluarga akan diuraikan berdasarkan umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan dan hubungan anggota keluarga dengan klien.
Gambar 3.
Diagram Pie Distribusi responden berdasarkan status umur pada kelompok kontrol di ruang 13 (Akut) RSU Dr.Saiful Anwar Malang pada bulan januari 2008.
Berdasarkan gambar di atas, responden kelompok kontrol yang berumur 25-35 tahun yaitu 4 orang (26.7 %); umur 36-45 tahun yaitu 8 orang (53,3 %); sedangkan yang berumur > 45 tahun yaitu 3 orang (20,0 %). Kelompok Perlakuan
Gambar 4. Diagram Pie Distribusi responden berdasarkan status umur pada kelompok perlakuan di ruang 13 (Akut) RSU Dr.Saiful Anwar Malang pada bulan januari 2008.
Berdasarkan gambar di atas, responden kelompok perlakuan yang berumur 25-35 tahun yaitu 9 orang (60%); umur 36-45 tahun yaitu 5 orang (33,3
%); sedangkan yang berumur > 45 tahun yaitu 1 orang (6,6 %). 5.1.1.1 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin Kelompok Kontrol
Gambar 5. Diagram Pie Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin pada kelompok kontrol di ruang 13 (Akut) RSU Dr.Saiful Anwar Malang pada bulan januari 2008. Berdasarkan gambar di atas, responden berjenis kelamin laki-laki
sebanyak 10 orang (66,67 %%) dan yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 5 orang (33,33 %). Kelompok Perlakuan
4 Perempuan Laki-laki 11
Gambar 6. Diagram Pie Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin pada kelompok perlakuan di ruang 13 (Akut) RSU Dr.Saiful Anwar Malang pada bulan januari 2008. Berdasarkan gambar di atas, responden berjenis kelamin laki-laki
orang (73,3 %). 5.1.1.2 Distribusi Responden berdasarkan status hubungan keluarga dengan klien. Kelompok Kontrol
Gambar 7.
Diagram Distribusi responden berdasarkan status hubungan keluarga dengan klien pada kelompok kontrol di ruang 13 (Akut) RSU Dr.Saiful Anwar Malang pada bulan januari 2008.
Berdasarkan gambar di atas, responden sebagian besar berstatus sebagai Ayah sebanyak 3 orang (20%), Ibu sebanyak 3 orang (20%), Suami sebanyak 2 orang (13,3%), Istri sebanyak 3 orang (20%), Anak sebanyak 2 orang (13,3%), Saudara kandung sebanyak 2 orang (13,3%).
Kelompok Perlakuan
Gambar 8.
Diagram Distribusi responden berdasarkan status hubungan keluarga dengan klien pada kelompok perlakuan di ruang 13 (Akut) RSU Dr.Saiful Anwar Malang pada bulan januari 2008.
Berdasarkan gambar di atas, responden sebagian besar berstatus sebagai Ayah sebanyak 1 orang (6,7%), Ibu sebanyak 5 orang (33,33%), Suami sebanyak 0 orang (0%), Istri sebanyak 5 orang (33,33%), Anak sebanyak 2 orang (13,33%), Saudara kandung sebanyak 3 orang (20%). 5.1.1.3 Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan Kelompok Kontrol
7 8
SLTP SMU
Gambar 9.
Diagram
Pie
Distribusi
responden
penyuluhan
berdasarkan tingkat pendidikan pada kelompok kontrol di ruang 13 (Akut) RSU dr.Saiful Anwar Malang pada bulan januari 2008. Berdasarkan gambar di atas, responden berjenis tingkat pendidikan yaitu
SLTP sebanyak 8 orang (53,33 %%) dan yang SMU berjumlah 7 orang (46,67 %). Kelompok Perlakuan
6 9
SLTP SMU
Gambar 10. Diagram Pie Distribusi responden penyuluhan berdasarkan tingkat pendidikan pada kelompok perlakuan di ruang 13 (Akut) RSU dr.Saiful Anwar Malang pada bulan januari 2008. Berdasarkan gambar di atas, responden berjenis tingkat pendidikan
yaitu SLTP sebanyak 9 orang (60 %%) dan yang SMU berjumlah 6 orang (40 %). 5.1.1.4 Distribusi responden berdasarkan pekerjaan. kelompok kontrol
Wirasw asta 15
Gambar 11.
Diagram
Pie
Distribusi responden
berdasarkan
pekerjaan pada kelompok kontrol di ruang 13 (Akut) RSU dr.Saiful Anwar Malang pada bulan januari 2008. Berdasarkan gambar di atas, semua responden bekerja swasta yaitu 15
14 1
Gambar 12.
Diagram Pie Distribusi responden berdasarkan pekerjaan pada kelompok perlakuan di ruang 13 (Akut) RSU dr.Saiful Anwar Malang pada bulan januari 2008.
Berdasarkan gambar di atas, responden sebagian besar wirasasta yaitu berjumlah 14 orang (93,33 %), sedangkan yang paling sedikit adalah bekerja sebagai perangkat desa yaitu berjumlah 1 orang (6,67%). 5.1.2 Data Variabel Penelitian
Data variabel penelitian ini meliputi, data penerapan sebelum (pre test) dan sesudah (post test) dilakukan penyuluhan kesehatan dan tingkat kecemasan pada keluarga yang dilakukan pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.
4 6 4 1 15
Pre test
3 5 6 1 15
Post test
Kelompok perlakuan
6 4 4 1 15
0 0 5 10 15
Tabel. 4 Tabel data pengetahuan keluarga pasien tentang cedera kepala tentang cedera kepala sebelum (pre test) dan sesudah (post test) dilakukan penyuluhan kesehatan di ruang 13 (Akut) RSU Dr. Saiful Anwar Malang pada bulan Januari 2008.
Kelompok kontrol adalah kelompok yang tidak mendapatkan penyuluhan kesehatan. Kelompok perlakuan adalah kelompok yang mendapatkan penyuluhan kesehatan.
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui sebelum (pre test) dan sesudah (post test) penyuluhan kesehatan pada keluarga terdapat perbaikan tingkat
pengetahuan yang ditunjukkan dengan perubahan yang berarti pada semua kriteria. Pada kelompok kontrol data pre test diperoleh bahwa tingkat pengetahuan dengan kriteria tidak baik sebanyak 4 orang (26,7%) dan post test sebanyak 3 orang (20,0 %); kurang pada pre test sebanyak 6 orang (40,0 %) dan post test 5 orang (33,3 %), cukup pada pre test sebanyak 4 orang (26,7 %) dan post test sebanyak 6 orang (40,0 %), baik pada pre test sebanyak 1 orang (6,7 %) dan pada post test sebanyak 1 orang (6,7 %). Pada kelompok perlakuan data pre test diperoleh tingkat pengetahuan
dengan kriteria tidak baik sebanyak 6 orang (40,0%) dan post test sebanyak 0 orang (0 %); kurang pada pre test 4 orang (26,6 %) dan post test 0 orang (0 %), cukup pada pre test sebanyak 4 orang (26,7 %) dan post test sebanyak 5 orang (33,3 %), baik pada pre test sebanyak 1 orang (6,7 %) dan pada post test 10 orang (67,7 %). 5.1.2.2 Data Tingkat Kecemasan. Kelompok kontrol Pre test % Post test 2 13,3 3 13 86,7 12 0 0 0 0 0 0 15 100 15 Kelompok perlakuan Pre test % Post test 5 33,3 0 10 66,7 5 0 0 10 0 0 0 15 100 15
Kriteria Cemas berat Cemas sedang Cemas ringan Tidak cemas Jumlah Kriteria Cemas berat Cemas sedang Cemas ringan Tidak cemas Jumlah
Tabel. 5 Tabel data Tingkat kecemasan pada keluarga sebelum (pre test) dan sesudah (post test) dilakukan penyuluhan kesehatan di ruang 13 (Akut) RSU Dr. Saiful Anwar Malang pada bulan Januari 2008.
Keterangan: Kelompok kontrol adalah kelompok yang tidak mendapatkan penyuluhan kesehatan. Kelompok perlakuan adalah kelompok yang mendapatkan penyuluhan kesehatan.
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui sebelum (pre test) dan sesudah (post test) diberikan penyuluhan kesehatan pada keluarga pasien terdapat
berarti pada semua kriteria terutama kelompok perlakuan (diberi penyuluhan kesehatan). Pada kelompok kontrol data pre test diperoleh bahwa kriteria cemas berat sebanyak 2 orang (13,3%) dan pada saat post test sebanyak 3 orang (20,0 %), cemas sedang pada pre test sebanyak 13 (86,7 %) dan post test sebanyak 12 orang (80,0 %), cemas ringan pada pre test dan post test sebanyak 0 orang (0 %), dan tidak cemas pada pre test dan post test sebanyak 0 orang (0 %). Pada kelompok perlakuan data pre test diperoleh bahwa kriteria cemas berat sebanyak 5 orang (13,3%) dan pada post test sebanyak 0 orang (0 %), cemas sedang pada pre test sebanyak 10 (67,7 %) dan post test sebanyak 5 orang (33,3 %), cemas ringan pada pre test sebanyak 0 orang (0 %) dan post test 10 orang (67,7 %), dan tidak cemas pada pre test dan post test sebanyak 0 orang (0 %).
5.2 Hubungan Antar Variabel. Data variabel penelitian meliputi, data tingkat pengetahuan sebelum (pre test) dan sesudah (post test) diberikan penyuluhan kesehatan terhadap tingkat kecemasan pada keluarga yang dilakukan pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.
5.2.1 Hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga melalui penyuluhan kesehatan pasien dengan penurunan tingkat kecemasan keluarga pada pre test.
PENKES Cedera Kepala (Pre test) * Penilaian Kecemasan (Pre test) * Kelompok Crosstabulation Penilaian Kecemasan (Pre test) Cemas sedang Cemas berat 4 26.7% 5 1 33.3% 6.7% 3 1 20.0% 6.7% 1 6.7% 13 2 86.7% 13.3% 6 40.0% 2 2 13.3% 13.3% 1 3 6.7% 20.0% 1 6.7% 10 5 66.7% 33.3%
Kelompok Kontrol
Total 4 26.7% 6 40.0% 4 26.7% 1 6.7% 15 100.0% 6 40.0% 4 26.7% 4 26.7% 1 6.7% 15 100.0%
Total Perlakuan PENKES Cedera Kepala (Pre test) Tidak baik Kurang Cukup Baik Total
Count % of Total Count % of Total Count % of Total Count % of Total Count % of Total Count % of Total Count % of Total Count % of Total Count % of Total Count % of Total
Tabel. 6 Data Crosstabs tingkat pengetahuankeluarga tentang cedera kepala (pre test) dan penilaian kecemasan(pre test).
Keterangan : PENKES : Penyuluhan kesehatan untuk data tingkat pengetahuan. kelompok kontrol adalah kelompok yang tidak mendapatkan penyuluhan kesehatan. Kelompok perlakuan adalah kelompok yang mendapatkan penyuluhan kesehatan.
Berdasarkan pada hasil tabel silang (crosstabs) di atas terlihat bahwa tingkat pengetahuan keluarga pada kelompok kontrol saat pre test yang tergolong tidak baik sehingga menyebabkan cemas sedang ada sebanyak 4 orang (26,7%). Untuk kriteria kurang sehingga menyebabkan cemas sedang ada sebanyak 5 orang (33,3%), bahkan 6.,% cemas berat. Untuk kriteria cukup sehingga menyebabkan cemas sedang ada sebanyak 3 orang (20%), bahkan 6,7% cemas berat. Kemudian untuk kriteria baik sehingga menyebabkan cemas sedang ada sebanyak 1 orang (6,7%).
Selanjutnya tingkat pengetahuan keluarga pada kelompok perlakuan saat pre test yang tergolong tidak baik sehingga menyebabkan cemas sedang ada sebanyak 2 orang (13,3%), dan 6.7% mengalami cemas berat. Untuk kriteria kurang sehingga menyebabkan cemas sedang ada sebanyak 5 orang (33.,%). Untuk kriteria cukup sehingga menyebabkan cemas sedang ada sebanyak 4 orang (26,7%), bahkan 13,3% cemas berat. Kemudian untuk kriteria baik sehingga menyebabkan cemas sedang ada sebanyak 1 orang (6,7%).
5.2.2 Hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga melalui penyuluhan kesehatan pasien dengan penurunan tingkat kecemasan keluarga pada post test.
PENKES Cedera Kepala (post test) * Penilaian Kecemasan (post test) * Kelompok Crosstabulation Penilaian Kecemasan (post test) Cemas Cemas ringan sedang Cemas berat 2 1 13.3% 6.7% 5 33.3% 4 2 26.7% 13.3% 1 6.7% 12 3 80.0% 20.0% 2 3 13.3% 20.0% 8 2 53.3% 13.3% 10 5 66.7% 33.3%
Kelompok Kontrol
Total Perlakuan PENKES Cedera Kepala (post test) Total Cukup Baik
Count % of Total Count % of Total Count % of Total Count % of Total Count % of Total Count % of Total Count % of Total Count % of Total
Tabel. 7
Data Crosstabs tingkat pengetahuan keluarga tentang cedera kepala (post test) dan penilaian kecemasan(post test).
Keterangan : PENKES : Penyuluhan kesehatan untuk data tingkat pengetahuan. kelompok kontrol adalah kelompok yang tidak mendapatkan penyuluhan kesehatan. Kelompok perlakuan adalah kelompok yang mendapatkan penyuluhan kesehatan.
Dari hasil tabel silang (crosstabs) di atas terlihat bahwa untuk tingkat pengetahuan keluarga pada kelompok kontrol saat post test yang tergolong tidak baik sehingga menyebabkan cemas sedang ada sebanyak 2 orang (13,3%) dan cemas berat ada sebanyak 1 orang (20,0 %). Untuk kriteria kurang sehingga menyebabkan cemas sedang ada sebanyak 5 orang (33,3%). Untuk kriteria cukup sehingga menyebabkan cemas sedang ada sebanyak 4 orang (26,7%), bahkan ada 2 orang (6,7%) cemas berat. Kemudian untuk kriteria baik sehingga menyebabkan cemas sedang ada sebanyak 1 orang (6,7%). Selanjutnya tingkat pengetahuan keluarga pada kelompok perlakuan saat post test yang tergolong tidak baik sebanyak 0 orang (0 %). Untuk kriteria kurang sebanyak 0 orang (0 %). Untuk kriteria cukup sehingga menyebabkan cemas sedang ada sebanyak 3 orang (20,0%) dan sebanyak 2 orang (13,3%) cemas ringan. Kemudian untuk kriteria baik sehingga menyebabkan cemas sedang ada sebanyak 5 orang (13,3 %) dan sebanyak 8 orang (67,7%) cemas ringan. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kelompok kontrol dan kelompok perlakuan didapatkan tidak terjadi perubahan dalam pengetahuan dan tingkat kecemasannya sebelum (pre test) diberikan penyuluhan kesehatan. Sedangkan pada kelompok perlakuan didapatkan perubahan dalam tingkat pengetahuan dan penurunan tingkat kecemasan sesudah (post test) diberikan penyuluhan kesehatan. Jadi dari keduanya dapat simpulkan dengan uji analisis Wilcoxon yang merupakan salah satu uji nonparametrik untuk mengetahui perbedaan diantara dua buah sampel berpasangan (pada kontrol dan
perlakuan diantara dua kondisi yang dibandingkan (pre test dan post test)) dengan hasil pengujian sebagai berikut :
Variabel Tingkat Pengetahuan Tentang Cedera Kepala KONTROL (pre dan post) Penilaian Kecemasan KONTROL (pre dan post) Tingkat Pengetahuan Tentang Cedera Kepala PERLAKUAN (pre dan post) Penilaian Kecemasan PERLAKUAN (pre dan post) Z hitung -1.342 -1.0 -3.228 -3.217 Signifikansi (P-Value) 0.180 0.317 0.001 0.001 Keputusan Tidak berbeda signifikan Tidak berbeda signifikan berbeda signifikan berbeda signifikan
Tabel. 8 Hasil uji Wilcoxon perbedaan diantara kelompok kontrol dan perlakuan yang dibandingkan (pre test dan post test).
Keterangan : Kelompok kontrol adalah kelompok yang tidak mendapatkan pendidikan kesehatan. Kelompok perlakuan adalah kelompok yang mendapatkan pendidikan kesehatan.
Berdasarkan hasil uji diatas, untuk perbedaan tingkat pengetahuan keluarga tentang cedera kepala dan penilaian Kecemasan pada kelompok kontrol diantara dua kondisi yang dibandingkan (pre test dan post test), ternyata menunjukkan nilai Z hitung untuk Tingkat Pengetahuan Keluarga sebesar -1.342 (p=0.180 > 0.05) dan untuk Penilaian Kecemasan sebesar -1.0 (dengan signifikansi (p)=0.317 >0.05). Sehingga Ho diterima dan dapat diartikan bahwa tidak ada perbedaan Penyuluhan Kesehatan tentang cedera kepala pada keluarga dan penilaian kecemasan yang signifikan pada kelompok kontrol. Sedangkan pada kelompok perlakuan menunjukkan nilai Z hitung untuk Tingkat Pengetahuan Keluarga sebesar -3.228 (p=0.001 < 0.05) dan untuk Penilaian Kecemasan sebesar -3.217 (dengan signifikansi (p)=0.001 <0.05). Sehingga Ho ditolak dan dapat diartikan bahwa ada perbedaan Tingkat Pengetahuan Keluarga tentang cedera kepala pada keluarga dan penilaian
kecemasan yang signifikan pada kelompok perlakuan, Hal ini menunjukkan bahwa pemberian perlakuan Penyuluhan Kesehatan tentang cedera kepala lebih memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap penurunan tingkat
kecemasan keluarga pasien di ruang akut 13 RSU.dr.Saiful Anwar Malang daripada sebelum (pre test) diberi Penyuluhan Kesehatan . Selanjutnya hasil penelitian tingkat pengetahuan keluarga tentang cedera kepala pada keluarga dan Kecemasan antara kelompok Kontrol dan Perlakuan, maka dari hasil kuantifikasi data tersebut dapat diolah dan dianalisis untuk mengetahui adanya perbedaan tingkat pengetahuan keluarga tentang cedera kepala dan Kecemasan antara kelompok Kontrol dan Perlakuan. Salah satu uji nonparametrik untuk mengetahui perbedaan diantara dua buah sampel bebas adalah dengan uji Mann Whitney, dengan hasil pengujian sebagai berikut:
MannTingkat Pengetahuan Keluarga saat Pre test antara kelompok KONTROL dan PERLAKUAN Penilaian Kecemasan saat Pre test antara kelompok KONTROL dan PERLAKUAN Tingkat Pengetahuan Keluarga saat Post test antara kelompok KONTROL dan PERLAKUAN Penilaian Kecemasan saat Post test antara kelompok KONTROL dan PERLAKUAN Z Signifikansi (P-Value) 0.512 0.775 0.000 0.000 Keputusan Tidak berbeda signifikan Tidak berbeda signifikan berbeda signifikan berbeda signifikan
Tabel 9. Hasil uji Mann Whitney tentang perbedaan diantara dua buah sampel bebas yaitu kelompok Kontrol dan Perlakuan.
Keterangan : kelompok kontrol adalah kelompok yang tidak mendapatkan penyuluhan kesehatan Kelompok perlakuan adalah kelompok yang mendapatkan penyuluhan kesehatan.
Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney pada tabel diatas, dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan keluarga dan penilaian kecemasan saat Pre test antara kelompok Kontrol dan Perlakuan menunjukkan nilai signifikansi sebesar
0.512 dan 0.775 yang berada di atas alpha 0.05, Hal ini berarti tingkat pengetahuan keluarga melalui penyuluhan kesehatan dan penilaian kecemasan saat Pre test antara kelompok Kontrol dan Perlakuan tersebut tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Tingkat pengetahuan keluarga melalui penyuluhan kesehatan dan
Penilaian Kecemasan saat post test antara kelompok Kontrol dan Perlakuan menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0.000 dan 0.000 yang berada di bawah alpha 0.05, sehingga Ho ditolak dan dapat diartikan bahwa ada pengaruh atau perbedaan tingkat pengetahuan keluarga melalui penyuluhan kesehatan cedera kepala dan penilaian kecemasan yang signifikan pada kelompok perlakuan. Hal ini berarti tingkat pengetahuan keluarga melalui penyuluhan kesehatan saat post test antara kelompok Kontrol dan Perlakuan tersebut terdapat perbedaan yang signifikan dan lebih memberikan pengaruh yang lebih baik pada penurunan tingkat kecemasan keluarga pasien di ruang akut 13 daripada yang tidak diberi penyuluhan kesehatan (kelompok kontrol).
BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Pembahasan Pada bab ini akan membahas tentang hasi penelitian mengenai Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Keluarga pasien cedera kepala (sedang-berat) di Ruang 13 (Akut) RSU Dr.Saiful Anwar Malang. Hasil penelitian berdasarkan umur (Gambar 3) kelompok kontrol yang berumur 25-35 tahun yaitu 4 orang (26.7 %); umur 36-45 tahun yaitu 8 orang (53,3 %); sedangkan yang berumur > 45 tahun yaitu 3 orang (20,0 %). Sedangkan kelompok perlakuan (Gambar 4) yang berumur 25-35 tahun yaitu 9 orang (60%); umur 36-45 tahun yaitu 5 orang (33,3 %); sedangkan yang berumur > 45 tahun yaitu 1 orang (6,6 %). Menurut Huclock yang dikutip oleh Nursalam (2003) bahwa semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya. Didukung oleh teori yang dinyatakan Notoadmodjo (1997) bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan, dan pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, sehingga semakin banyak pengalaman yang dimiliki seseorang, informasi yang didapatkan akan semakin baik ( Notoadmodjo ,1997). Dari Hasil penelitian berdasarkan jenis kelamin (Gambar 5) pada kelompok kontrol didapatkan yang laki-laki sebanyak 10 orang (66,67 %) dan yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 5 orang (33,33 %). Pada kelompok perlakuan (Gambar 6) yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 4 orang (26,7
%) dan yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 11 orang (73,3 %). Untuk data berdasarkan status hubungan keluarga dengan klien pada kelompok kontrol (Gambar 7) yang berstatus sebagai Ayah sebanyak 3 orang (20%), Ibu sebanyak 3 orang (20%), Suami sebanyak 2 orang (13,3%), Istri sebanyak 3 orang (20%), Anak sebanyak 2 orang (13,3%), Saudara kandung sebanyak 2 orang (13,3%). Pada kelompok perlakuan (Gambar 8) yang berstatus sebagai Ayah sebanyak 1 orang (6,7%), Ibu sebanyak 5 orang (33,33%), Suami sebanyak 0 orang (0%), Istri sebanyak 5 orang (33,33%), Anak sebanyak 2 orang (13,33%), Saudara kandung sebanyak 3 orang (20%). Dalam hal ini keluarga merupakan orang yang paling berpengaruh dalam kehidupan. Menurut Friedman (1992) fungsi keluarga berfokus pada pemberian dukungan psikologis kepada anggota keluarga selama siklus kehidupan. Keluarga memiliki struktur dan cara untuk berfungsi yang berhubungan erat dan berinteraksi satu sama lain. Pola hubungan membentuk kekuatan dan struktur peran dalam keluarga. Struktur mungkin menambah atau mengurangi
kemampuan keluarga dalam berespon terhadap stres (Perry & Potter, 2005:625). Berdasarkan responden bekerja pekerjaan pada kelompok kontrol (gambar 11) semua swasta yaitu 15 orang (100 %). Pada kelompok
(93,33 %), sedangkan yang paling sedikit adalah bekerja sebagai perangkat desa yaitu berjumlah 1 orang (6,67%). Dalam hal ini pekerjaan berhubungan dengan stabilitas ekonomi pada keluarga. Stabilitas ekonomi dapat meningkatkan akses keluarga pada pelayanan kesehatan yang adekuat, menciptakan lebih banyak kesempatan untuk pendidikan dan menurunkan stres (Perry & Potter, 2005:625).
Hasil penelitian berdasarkan tingkat pendidikan pada kelompok kontrol (Gambar 9) tingkat pendidikan SLTP sebanyak 8 orang (53,33 %) dan yang SMU berjumlah 7 orang (46,67 %). Pada kelompok perlakuan (Gambar 10) responden yang berjenis tingkat SLTP sebanyak 9 orang (60 %) dan yang SMU berjumlah 6 orang (40 %). Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan dipengaruhi oleh pendidikan, jadi pengetahuan erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan dengan adanya pendidikan maka akan semakin mudah menerima informasi sehingga semakin banyak pengetahuan yang dimiliki. Menurut teori lain menyatakan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin mudah dalam memperoleh penyesuaian diri terhadap stresor. Penyesuaian diri terhadap stresor tersebut erat kaitannya dengan pemahaman seseorang terhadap pemberian informasi yang tepat mengenai stressor. Individu yang berpendidikan tinggi akan mempunyai koping yang lebih baik dari pada yang berpendidikan rendah sehingga dapat mengeliminir kecemasan yang terjadi (Carpenito, 2000). Dari hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa responden yang memiliki latar belakang pendidikan yang lebih tinggi dalam hal ini adalah tingkat SMU sebanyak 7 orang (46,67 %) pada kelompok kontrol dan 6 orang (40 %) pada kelompok perlakuan mendapatkan skor yang lebih baik, meskipun pada umumnya responden yang ada dalam penelitian ini sebagaian besar adalah dengan latar belakang pendidikan setingkat SLTP yaitu sebanyak 8 orang
(53,33 %) pada kelompok kontrol dan sebanyak 9 orang (60 %) pada kelompok perlakuan mendapatkan skor dengan kriteria cukup, meskipun ada beberapa juga yang mendapatkan skor dengan kriteria baik tetapi adapula yang mendapatkan skor kurang bahkan mendapatkan skor tidak baik. Hal ini bisa
dipengaruhi juga oleh adanya informasi yang didapatkan keluarga klien selama berhubungan dengan para petugas kesehatan selama berada dirumah sakit atau ruang rawat inap. Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa sebelum (pre test) diberikan penyuluhan kesehatan (Tabel 4) pada kelompok kontrol data pre test diperoleh bahwa tingkat pengetahuan dengan kriteria tidak baik sebanyak 4 orang (26,7%); kurang sebanyak 6 orang (40,0 %), cukup sebanyak 4 orang (26,7 %), baik sebanyak 1 orang (6,7 %) Pada kelompok perlakuan data pre test diperoleh tingkat pengetahuan dengan kriteria tidak baik sebanyak 6 orang (40,0%) dan post test sebanyak 0 orang (0 %); kurang pada pre test 4 orang (26,6 %) dan post test 0 orang (0 %), cukup pada pre test sebanyak 4 orang (26,7 %) dan post test sebanyak 5 orang (33,3 %), baik pada pre test sebanyak 1 orang (6,7 %) dan pada post test 10 orang (67,7 %). Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa sesudah (post test) diberikan penyuluhan kesehatan (Tabel 4) pada kelompok perlakuan diperoleh tingkat pengetahuan dengan kriteria tidak baik sebanyak 0 orang (0 %); kurang 0 orang (0 %), cukup sebanyak 5 orang (33,3 %), baik sebanyak 10 orang (67,7 %). Sedangkan hasil obsevasi pada kelompok kontrol (yang tidak diberikan penyuluhan kesehatan) diperoleh bahwa tingkat pengetahuan dengan kriteria tidak baik sebanyak 3 orang (20,0 %); kurang 5 orang (33,3 %), cukup sebanyak 6 orang (40,0 %), baik 1 orang (6,7 %).
Dari uraian diatas maka dapat dianalisis dengan uji analisis Wilcoxon (Tabel 8) untuk mengetahui perbedaan diantara dua buah sampel berpasangan (pada kontrol dan perlakuan diantara dua kondisi yang dibandingkan (pre test
dan post test)) dengan hasil pengujian pada kelompok kontrol menunjukkan nilai Z hitung untuk tingkat pengetahuan keluarga sebesar -1.342 (p=0.180 > 0.05). Sedangkan pada kelompok perlakuan menunjukkan nilai Z hitung untuk Tingkat Pengetahuan sebesar -3.228 (p=0.001 < 0.05). Sehingga Ho ditolak dan diartikan bahwa ada perbedaan tingkat pengetahuan keluarga tentang cedera kepala pada keluarga kelompok kontrol (yang tidak diberi penyuluhan kesehatan) dan kelompok perlakuan (yang diberi penyuluhan kesehatan). Sedangkan untuk mengetahui adanya perbedaan tingkat pengetahuan keluarga antara kelompok Kontrol dan Perlakuan, salah satunya dengan uji Mann Whitney (Tabel 9) yang menunjukkan sebelum (pre test) diberikan penyuluhan kesehatan antara kelompok Kontrol dan Perlakuan menunjukkan nilai signifikansi Z hitung sebesar -0,655 (p=0.512 > 0.05). Sedangkan sesudah (post test) diberikan penyuluhan kesehatan menunjukkan Z hitung sebesar -4,012 (p=0,000 > 0.05). Sehingga Ho ditolak dan diartikan bahwa ada perbedaan tingkat pengetahuan keluarga kelompok kontrol (yang tidak diberi penyuluhan kesehatan) dan kelompok perlakuan (yang diberi penyuluhan kesehatan). Berdasarkan hasil penelitian diketahui sebelum (pre test) diberikan penyuluhan kesehatan pada keluarga pasien untuk tingkat kecemasan (Tabel 5) pada kelompok kontrol diperoleh bahwa kriteria cemas berat sebanyak 2 orang (13,3%), cemas sedang sebanyak 13 (86,7 %), cemas ringan sebanyak 0 orang (0 %), dan tidak cemas 0 orang (0 %). Sedangkan pada kelompok perlakuan diperoleh bahwa kriteria cemas berat sebanyak 5 orang (13,3%), cemas sedang sebanyak 10 (67,7 %), cemas ringan sebanyak 0 orang (0 %), dan tidak cemas sebanyak 0 orang (0 %).
Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa sesudah (post test) diberikan penyuluhan kesehatan (Tabel 5) pada kelompok perlakuan diperoleh bahwa kriteria cemas berat sebanyak 0 orang (0 %), cemas sedang sebanyak 5 orang (33,3 %), cemas ringan 10 orang (67,7 %), dan tidak cemas 0 orang (0 %). Sedangkan hasil observasi kelompok kontrol (yang tidak mendapatkan penyuluhan kesehatan) diperoleh bahwa kriteria cemas berat sebanyak 2 orang (13,3%), cemas sedang sebanyak 12 orang (80,0 %), cemas ringan 0 orang (0 %), dan tidak cemas 0 orang (0 %). Dari uraian diatas maka dapat dianalisis dengan uji analisis Wilcoxon (Tabel 8) untuk mengetahui perbedaan diantara dua buah sampel berpasangan (pada kontrol dan perlakuan diantara dua kondisi yang dibandingkan (pre test dan post test)) dengan hasil pengujian pada kelompok kontrol untuk tingkat kecemasan nilai Z hitung menunjukkan sebesar -1.0 (dengan signifikansi (p)=0.317 >0.05). Sedangkan pada kelompok perlakuan menunjukkan nilai Z hitung sebesar -3.217 (dengan signifikansi (p)=0.001 <0.05). Sehingga Ho ditolak artinya bahwa ada perbedaan tingkat kecemasan keluarga pasien pada kelompok kontrol (yang tidak diberi penyuluhan kesehatan) dan kelompok perlakuan (yang diberi penyuluhan kesehatan). Sedangkan untuk mengetahui adanya perbedaan tingkat kecemasan keluarga antara kelompok Kontrol dan Perlakuan, salah satunya dengan uji Mann-Whitney (Tabel 9) yang menunjukkan sebelum (pre test) diberikan penyuluhan kesehatan menunjukkan nilai signifikansi Z hitung sebesar 0.775 yang berada di atas alpha 0.05 dan pada saat sesudah (post test) diberikan penyuluhan kesehatan menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0.000 dan 0.000 yang berada di bawah alpha 0.05, sehingga Ho ditolak artinya bahwa ada
perbedaan tingkat kecemasan pada pada kelompok kontrol (yang tidak diberi penyuluhan kesehatan) dan kelompok perlakuan (yang diberi penyuluhan kesehatan). Hasil penelitian dapat diuraikan (Tabel 6) untuk tingkat pengetahuan melalui penyuluhan kesehatan pada kelompok kontrol saat pre test yang tergolong tidak baik sehingga menyebabkan cemas sedang ada sebanyak 4 orang (26,7%). Untuk kriteria kurang sehingga menyebabkan cemas sedang ada sebanyak 5 orang (33,3%), bahkan 6.,% cemas berat. Untuk kriteria cukup sehingga menyebabkan cemas sedang ada sebanyak 3 orang (20%), bahkan 6,7% cemas berat. Kemudian untuk kriteria baik sehingga menyebabkan cemas sedang ada sebanyak 1 orang (6,7%). Selanjutnya untuk tingkat pengetahuan melalui penyuluhan kesehatan pada kelompok perlakuan saat pre test (Tabel 6) yang tergolong tidak baik sehingga menyebabkan cemas sedang ada sebanyak 2 orang (13,3%), dan 6.7% mengalami cemas berat. Untuk kriteria kurang sehingga menyebabkan cemas sedang ada sebanyak 5 orang (33.,%). Untuk kriteria cukup sehingga menyebabkan cemas sedang ada sebanyak 4 orang (26,7%), bahkan 13,3% cemas berat. Kemudian untuk kriteria baik sehingga menyebabkan cemas sedang ada sebanyak 1 orang (6,7%). Berdasarkan uraian diatas secara umum semua responden (keluarga
klien) pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan sebelum diberikan penyuluhan kesehatan menunjukkan kecemasan. Secara teoritis digambarkan bahwa kecemasan merupakan penilaian emosional terhadap suatu stimulus yang mengancam (Suliswati, 2005). Sifat penilaian yang bersifat emosional itulah maka derajad kecemasan yang timbul dalam individu dapat berbeda-beda
walaupun menghadapi situasi yang serupa. Kecemasan juga merupakan hal yang umum terjadi pada hospitalisasi, karena ketidaktahuan konsekuensi dari pembedahan serta takut akan prosedur pembedahan dan perawatan, dimana individu merasa mengalami ancaman terhadap integrits diri, harga diri dan identitas. (Chitty, 1997). Sedangkan hasil penelitian dapat diuraikan (Tabel 7) bahwa tingkat pengetahuan keluarga melalui Penyuluhan Kesehatan pada kelompok kontrol saat post test yang tergolong tidak baik sehingga menyebabkan cemas sedang ada sebanyak 2 orang (13,3%) dan cemas berat ada sebanyak 1 orang (20,0 %). Untuk kriteria kurang sehingga menyebabkan cemas sedang ada sebanyak 5 orang (33,3%). Untuk kriteria cukup sehingga menyebabkan cemas sedang ada sebanyak 4 orang (26,7%), bahkan ada 2 orang (6,7%) cemas berat. Kemudian untuk kriteria baik sehingga menyebabkan cemas sedang ada sebanyak 1 orang (6,7%). Dari data diatas menunujukkan bahwa tidak ada pebedaan secara signifikan antara pre test dan post test. Selanjutnya tingkat pengetahuan keluarga melalui Penyuluhan Kesehatan pada kelompok perlakuan saat post test yang tergolong tidak baik sebanyak 0 orang (0 %). Untuk kriteria kurang sebanyak 0 orang (0 %). Untuk kriteria cukup sehingga menyebabkan cemas sedang ada sebanyak 3 orang (20,0%) dan sebanyak 2 orang (13,3%) cemas ringan. Kemudian untuk kriteria baik sehingga menyebabkan cemas sedang ada sebanyak 5 orang (13,3 %) dan sebanyak 8 orang (67,7%) cemas ringan. Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa pada kelompok kontrol (yang tidak mendapatkan penyuluhan kesehatan) tidak terjadi perubahan yang signifikan terhadap tingkat pengetahuan dan penurunan tingkat kecemasannya.
Sedangkan pada kelompok perlakuan didapatkan perubahan pada tingkat pengetahuan dan penurunan tingkat kecemasan sesudah diberikan penyuluhan kesehatan . Keluarga merupakan bagian vital dalam mengembalikan kesehatan klien dan membutuhkan informasi yang sama banyaknya dengan klien. Dalam kasus dimana terjadi cedera serius, peran keluarga untuk memberikan dukungan pada klien dapat ditumbuhkan melalui pengajaran sehingga menambah pengetahuan baru, sikap dan ketrampilan pengalaman tertentu. (Perry & Potter, 2005). Dalam sistem perawatan kesehatan, terdapat penekanan untuk
memberikan penyuluhan kesehatan berkualitas. Perawat harus meyakinkan bahwa klien, keluarga dan masyarakat menerima informasi yang diberikan untuk mempertahankan kesehatan yang optimal (Perry & Potter, 2005 : 336). Berdasarkan hasil tersebut diatas memang tujuan dilakukan Penyuluhan kesehatan ini untuk mengidentifikasi tingkat pengetahuan dan tingkat kecemasan pada keluarga klien dengan cedera kepala (sedang-berat) dengan harapan mereka mengetahui apa yang terjadi pada keluarganya yang sedang dalam proses perawatan di rumah sakit sehingga dapat membantu mekanisme koping yang positif pada keluarga sehingga dapat menurunkan kecemasan. Bentuk pendekatan yang dilakukan oleh peneliti adalah penyuluhan kesehatan sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai secara optimal. Penyuluhan kesehatan adalah suatu metoda implementasi yang digunakan untuk menyajikan prinsip, prosedur, dan teknik yang tepat tentang perawatan kesehatan untuk menginformasikan status kesehatan klien. Sebagai tanggung jawab keperawatan, penyuluhan kesehatan diimplementasikan pada semua
lingkup keperawatan kesehatan, seperti di unit perawatan akut, perawatan dirumah, dan lingkungan di komunitas (Perry&Potter, 2005: 210). Menurut Azrul Azwar Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara memberikan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak hanya sadar, tahu, dan mengerti tapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan ( Effendi , 2000). Secara teoritik dapat diterangkan bahwa adanya berbagai tindakan keperawatan merupakan bentuk dukungan profesional dan dukungan sosial yang dapat memberikan pengaruh baik fisik maupun psikologis sehingga seseorang akan merasa lebih aman dan akhirnya kecemasan dapat menurun (Lonquis & Weiss, 1997). Selain itu juga karena kecemasan lebih merupakan pengalaman psikologis dan lebih sering timbul karena ketidaktahuan tentang konsekuensi pembedahan dan prosedur bedah itu sendiri (Chitty, 1997). Kecemasan sebagai bentuk stress dan ancaman yang berada di luar kontrol individu, maka individu harus memiliki sumber yang cukup untuk mengatasi masalah. Dalam keadaan cemas maka diperlukan suatu dukungan dan pemberian informasi untuk menjelaskan keadaan yang terjadi. Pemberian informasi mengenai prosedur akan bermakna dan membantu anggota keluarga sehingga memiliki perasaan kontrol dan mengurangi stress. Pengetahuan terhadap sesuatu akan sedikit menimbulkan rasa takut daripada tidak tahu apapun (Perry & Potter, 2005 : 359).
Peneliti menyadari bahwa pelaksanaan penelitian ini masih banyak kekurangan, hal ini disebabkan karena :
terbatasnya dana penelitian terbatasnya waktu penelitian tidak semua responden bisa membaca kuesioner sehingga peneliti harus membacakannya.
BAB VII PENUTUP 7. 1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan, maka secara umum dapat kesimpulan sebagai berikut : Ada pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan dan penurunan tingkat kecemasan keluarga pasien dengan cedera kepala (sedangberat). Dan dengan kesimpulan khusus sebagai berikut :
1.
Hasil
penelitian
tingkat
pengetahuan sebelum diberikan penyuluhan kesehatan menunjukkan hasil baik sebesar 6,7%.
2.
Hasil
penelitian
didapatkan
bahwa setelah diberikan penyuluhan kesehatan terdapat peningkatan pada tingkat pengetahuan yaitu sebagian besar baik 67.7 %. 3. Hasil penelitian didapatkan ada perbedaan tingkat pengetahuan pada keluarga yang diberi penyuluhan kesehatan dan yang tidak diberikan penyuluhan kesehatan yang menunjukkan perbaikan atau peningkatan yang signifikan.
4.
Hasil
penelitian
didapatkan
bahwa sebelum diberikan penyuluhan kesehatan menunjukkan kriteria cemas berat 13,3%, cemas sedang 67,7 %, cemas ringan 0 %.
5.
Hasil
penelitian
didapatkan
tingkat kecemasan dengan kriteria cemas berat 0 %, cemas sedang 33,3 %, cemas ringan 67,7 %.
6.
Hasil penelitian didapatkan ada perbedaan penurunan tingkat kecemasan pada keluarga yang diberi penyuluhan kesehatan dan keluarga yang tidak diberikan penyuluhan kesehatan.
Diharapkan
pihak
rumah
sakit
atau
petugas
kesehatan dapat meningkatkan program PKMRS (Penyuluhan Kesehatan Masyarakat di Rumah Sakit) dalam pengembangan pelayanan keperawatan secara holistik, khususnya pada perawatan pasien cedera kepala untuk meningkatkan pengetahuan, pengalaman dan pengembangan wawasan pada keluarga klien cedera kepala.
Diharapkan
pihak
rumah
sakit
dan
petugas
kesehatan sebaiknya lebih meningkatkan hubungan dengan keluarga pasien terutama dalam pengadaan PROTAP tentang pemberian penyuluhan kesehatan khususnya untuk keluarga pasien cedera kepala, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan memberikan informasi yang membangun bagi klien, keluarga maupun masyarakat. 7.2.2 Bagi peneliti yang akan datang. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan bisa menjadikan penelitian ini sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya sebagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan tentang dunia kesehatan di masyarakat pada
umumnya dan untuk keluarga klien cedera kepala khususnya dengan tujuan menghasilkan penelitian yang lebih bermanfaat bagi masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi revisi V. Jakarta : Rineka Cipta. Bruner & Suddath. 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal - Bedah.Jakarta : EGC Carpenito, Lynda Juall. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis Edisi 6. Jakarta : EGC. Chitty, Kay K. (1997). Professional Nursing, Concepts and Challenge, 2nd edition, W.B Saunders Co, Philadelphia Dilantas Babinkam, Mabes POLRI. Jumlah Kejadian Kecelakaan Lalu Lintas Dan Ratio Korban Luka dan Meninggal Terhadap Jumlah Penduduk Menurut Provinsi Tahun 2002. Diakses tanggal : 31-5-2007 Jam 16.21 WIB (http://www.bank data.depkes.go.id/profil/web%202002/lamp%20125.htm) Effendi, Drs.Nasrul. 2000. Dasar-Dasar keperawatan Kesehatan Masyarakat Edisi 2.Jakarta : EGC. Friedman, Marilyn M.1998. Keperawatan Keluarga: Teori dan Praktek Edisi 3.Jakarta: EGC. Hudak, Carolyn M. 1997. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik Vol. 1. Jakarta : EGC. Hudak, Carolyn M. 1996. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik Vol.2. Jakarta : EGC Ibrahim,.Ayub Sani. 2006. Mengantisipasi Gangguan Cemas. Jakarta : OTC DIGEST Edisi 2 Tahun I. Japardi, Iskandar. 2002. Majalah Kedokteran Nusantara : Cedera Kepala. Medan : FK. Universitas Sumatra Utara. Japardi, Iskandar. 2004. Cedera Kepala. Jakarta : PT. BHUANA ILMU POPULER. Kaplan & Sadock. 1998. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Jakarta : Widya Medika Kusuma, DR.Wijaya. 1997. Kedaruratan Psikiatrik dalam Praktek. Jakarta : ofessional Books. Lumbatobing,S.M..1998. Neurologi Klinik : Pemerikasaan Fisik dan Mental. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI.
Lonnquist, Linne E & Weiss, Gregory L (1997) The Sociology of Health, Healing and Illness, 2nd edition, Prentice-Hall, New Jersey Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius Narendra, B Moersintowarti. 2005. Buku Ajar II Tumbuh Kembang Anak dan Remaja Edisi pertama. Jakarta : CV.SAGUNG SETO. Notoatmodjo S. 1997. Dasar-Dasar Perilaku Pendidikan Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. 2003. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Oetami, Arida. Pedoman Pelayanan Gawat Darutat : Diakses tanggal 14-92007 Jam 12.17 WIB. (http://ihqn.or.id/files/resourcemodule/@42931d979d88/1121313366-BukuArida.pdf). Perry & Potter. 2005. Fundamental Keperawatan ; Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta :EGC Santoso,S. 2003. Buku Statistik Non Parametrik. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media Komputindo. Singarimbun, M. 1995. Metode Penelitian Survei. Edisi revisi. Cetakan ke-2. Jakarta:PT Pustaka LP3ES Indonesia. Sudarsono, Ratna Sitorus. 1997. Kumpulan Makalah Keperawatan Neurologi. Jakarta : Disampaikan dalam rangka kursus penyegaran keperawatan neurology diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 22-26 september 1997. Sugiyono. 2006. Statistika untuk Penelitian. Bandung : CV ALFABETA Suliha, Uha. 2002. Pendidikan Kesehatan dalam Keperawatan. Jakarta : EGC. Suliswati, 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC. Stuart & Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3. Jakarta ; EGC Wijanarka & Dwiphrahasto.2005. Implementasi Clinical Governance: Pengembangan Indikator Klinik Cedera Kepala Di Instalasi Gawat Darurat. (http://www.jmpkonline.net/files/osagus.pdf ). Diakses 31-5-2007 Jam 10.42 WIB. http://puskesmaspalaran.wordpress.com). Trauma capitis. Diakses tanggal 18-92007 jam 16.45
www.medicastrore.com. Otak dan Syaraf. Diakses tanggal 31-5-2007 Jam 10.07 WIB http:// www.temp.co.id /medika / arsip / 072002 / pus-1.htm. Al Fauzi, Asra. Penanganan Cedera Kepala di Puskesmas . Diakses tanggal : 31-5-2007 Jam 16.46 WIB
TIM ETIKA PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA KETERANGAN KELAIAKAN ETIK PENELITIAN (ETHICAL CLEARENCE) No. 102 /PEPK/ XII /2007 Setelah Tim Etika Penelitian Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya mempelajari dengan seksama rancangan penelitian yang diusulkan: Judul : Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Keluarga Pasien dengan Cedera Kepala (Sedang-Berat) di Ruang 13 RSU Dr.Saiful Anwar Malang. Peneliti NIM Unit/Lembaga Tempat Penelitian : MEDICAL SHOCKER : 0610722044 : Jurusan Ilmu Keperawatan : Ruang 13 (ruang akut) RSU Dr. Saiful Anwar Malang Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang
Maka dengan ini dinyatakan bahwa penelitian tersebut telah memenuhi atau layak etik. Malang, An. Ketua Koordinator Divisi I (Mahasiswa SI-FKUB)
Dr. dr. Teguh Wahju Sardjono, DTM&H, MSc, SpPark NIP. 130 809 100
Lampiran 3
Para keluarga pasien dengan cedera kepala di ruang 13 (Akut) di RSU Dr. Saiful Anwar Malang Yang Terhormat. Nama saya MEDICAL SHOCKER Mahasiswa Jurusan Keperawatan Fakultas Kedoteran Universitas Brawijaya Malang. Saya akan melakukan penelitian dengan judul Pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap penurunan tingkat kecemasan keluarga pasien dengan cedera kepala (sedang - berat) di ruang 13 (Akut) Dr. Saiful Anwar Malang. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk Menambah masukan informasii dan pengetahuan, motivasi keluarga dan masyarakat tentang kecemasan dalam menghadapi kondisi klien dengan penurunan kesadaran dengan memberikan pendidikan kesehatan. Untuk keperluan diatas saya mohon kesediaannya untuk mengisi kuesioner (lembar pertanyaan) dan menanda tangani persetujuan yang telah disediakan. Sejujur - jujurnya atau apa adanya sesuai yang Bapak / Ibu / Saudara / Saudari alami (rasakan). Saya menjamin kerahasiaan pendapat dan identitas Bapak / Ibu / Saudara / Saudari. Untuk itu saya mohon agar tidak mencantumkan nama. Informasi yang Bapak / Ibu / Saudara / Saudari berikan dipergunakan sebagai wahana untuk mengembangkan mutu pelayanan keperawatan, tidak akan dipergunakan untuk maksud lain. Atas partisipasi Bapak / Ibu terima kasih. / Saudara / Saudari saya mengucapkan
Lampiran 4
SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN/SUBJEK PENELITIAN Saya telah mendapat penjelasan dengan baik mengenai tujuan dan manfaat penelitian yang berjudul Pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap penurunan tingkat kecemasan keluarga pasien dengan cedera kepala (sedang berat) di Ruang 13 RSU Dr.Saiful Anwar Malang . Saya mengerti bahwa saya akan diminta untuk mengisi kuesioner dan saya akan diobservasi peneliti dengan diberikan penyuluhan kesehatan dan diobservasi pada satu hari berikutnya. Saya mengerti bahwa catatan mengenai data penelitian ini akan dirahasiakan, dan kerahasiaan ini akan dijamin. Informasi mengenai identitas saya tidak akan ditulis pada instrumen penelitian dan akan disimpan secara terpisah di tempat terkunci. Saya mengerti bahwa saya berhak menolak untuk berperan serta dalam penelitian ini atau mengundurkan diri dari penelitian setiap saat tanpa adanya sanksi atau kehilangan hak hak saya. Saya telah diberi kesempatan untuk bertanya mengenai penelitian ini atau mengenai peran serta saya dalam penelitian ini, dan telah dijawab serta dijelaskan secara memuaskan. Saya secara sukarela dan sadar bersedia berperan serta dalam penelitian ini dengan menandatangani Surat Persetujuan Menjadi Responden/Subjek Penelitian.
Lampiran 5
SURAT PERSETUJUAN PENELITIAN Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama ( Inisial) : ..... Umur/Jenis Kelamin : tahun, Laki-laki/Perempuan * ) Alamat : . . Untuk Istri Suami Anak Orang Tua Lainnya . Nama Pasien ( Inisial) : ... Umur/Jenis Kelamin : .tahun, Laki-laki/Perempuan *) Alamat : .. Ruangan : Dengan ini menyatakan sesungguhnya telah Memberikan Persetujuan Penelitian Data Medik. . Saya menyatakan telah memberikan persetujuan penggunaan data medik saya/keluarga saya sebagai penelitian.
Saksi 1
Saksi 2
Lampiran 6
PENGANTAR KUESIONER Judul Penelitian : Pengaruh Penyuluhan Kesehatan terhadap penurunan tingkat kecemasan keluarga pasien dengan cedera kepala (sedang - berat) di Ruang 13(Akut) RSU Dr.Saiful Anwar Malang. Peneliti : MEDICAL SHOCKER (Nomor telepon yang dapat dihubungi bila ada pertanyaan 0341-552526 atau 080334827781) Pembimbing : 1. Prof. Dr. dr. Sumarno, DMM, SpMK 2. M. Fathoni, S. Kep, Ns Saudara-Saudara Yang Terhormat, Saya adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan - Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang. Dalam rangka untuk menyelesaikan Tugas Akhir, saya bermaksud mengadakan penelitian dengan judul Pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap penurunan tingkat kecemasan keluarga pasien dengan cedera kepala (sedang - berat)di Ruang 13(Akut) RSU Dr.Saiful Anwar Malang. Saya berkeyakinan bahwa penelitian ini memiliki manfaat yang luas, baik untuk Rumah Sakit, Perawat, Penderita dan Keluarga khususnya bagi profesi keperawatan dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan. Apabila saudara bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian saya ini, silahkan saudara menandatangani persetujuan menjadi subjek penelitian. Atas kesediaan dan kerjasamanya saya ucapkan terimakasih.
Januari 2008
Peneliti
Lampiran 7 Prof. Dr. dr. Sumarno, DMM, SpMK SHOCKER NIP. 130 809 130 0610722044
MEDICAL NIM
LEMBAR PERTANYAAN
Umur Pekerjaan Hubungan dengan klien : : :
Jawablah pertanyaan dibawah ini sesuai dengan yang anda yakini dengan cara menyilang (X) pada jawaban yang benar. 1. Apa yang dimaksud cedera kepala diseratai atau tanpa disertai perdarahan dalam subtansi otak tanpa diikuti terputusnya pertahanan jaringan otak. B. Suatu trauma yang terjadi di leher dengan perdarahan yang banyak C. Suatu trauma pada kepala yang disebabkan oleh benda yang sangat lunak dan lentur D. Suatu trauma yang terjadi di kepala yang tidak mengakibatkan perdarahan dan tidak berbahaya. 2. KECUALI : A. Kecelakan sepeda motor B. Kecelakaan mobil C. Terjatuh dari tempat yang tinggi D. Kebakar api 3. KECUALI : A. Gelisah B. Mengantuk C. Pasien sadar penuh D. Bisa mengikuti perintah sederhana 4. bisa terjadi : Pada penderita cedera kepala sedang-berat Sebutkan ciri-ciri cedera kepala sedang, Cedera kepala disebabkan karena,
A. Cedera Kepala adalah suatu gangguan / traumatik dari fungsi otak yang
5. Cedera kepala bisa disertai dengan : A. Keracunan alkohol dan obat-obatan B. Mengantuk C. Mengigau D. Tidur 6. Gelisah, mengantuk dengan atau tanpa gangguan kesadaran merupakan ciriciri dari : A. Cedera kepala sedang B. Cedera kepala ringan C. Pusing D. Stress 7. Keadaan penurunan kesadaran/koma merupakan ciri-ciri dari : A. Cedera kepala berat B. Cedera kepala ringan C. Tidur D. Cedera kepala sedang 8. Penaganan korban cedera, yaitu ; A. Kepala ditempatkan pada tempat yang sejajar B. Diberi bantal yang tinggi C. Didudukkan D. Dimiringkan 9. Ciri-ciri koma adalah : A. Gerakan spontan/langsung B. Pasien bisa berbicara dengan baik C. Tidak ada gerakan spontan D. Pasien bisa merasakan nyeri 10. Penderita cedera kepala yang tidak sadar membutuhkan perawatan antara lain, KECUALI :
A. Mulut dan gigi harus senantiasa dibersihkan paling sedikit 2 kali sehari oleh petugas/perawat B. Mata harus dilindungi dan dapat diberikan salep mata atau tetes mata yaitu tetrasiklin, lalu mata ditutupi dengan plester/kapas oleh petugas/perawat C. Bagian tubuh yang mengalami tekanan harus diistirahatkan secara berganti-ganti, misalnya dengan miring kiri miring kanan dibawah bagian tubuh yang mengalami tekanan misalnya tumit kaki, siku, dan lain-lain yang dilakukan oleh petugas/perawat D. Pasien harus dimandikan dikamar mandI 11. Yang harus diperhatikan pada pasien setelah pulang dari rumah adalah : A. Sukar dibangunkan dan susah bicara B. Sering capek C. Keseleo D. Bicara lancar 12. Sukar bangun, sukar bicara, pusing, muntah, setelah pulang dari rumah sakit, maka harusnya klien dibawa : A. Dibawa ke UGD rumah sakit B. Ke apotik C. Ke dukun D. Ke paranormal 13. Pasien cedera kepala harus kontrol setiap :
LEMBAR PERTANYAAN Umur Pendidikan Pekerjaan Hubungan Dengan Klien : : : : yang anda alami,
Jawablah pertanyaan dibawah ini sesuai dengan keadaan dengan memberi tanda () pada setiap point-nya.
4. Apakah anda mengalami gangguan tidur atau sulit tidur, ditandai oleh :
Sukar memulai tidur Terbangun malam hari Tidak pulas Mimpi buruk Mimpi yang menakutkan
6. Apakah anda merasa depresi / bingung saat ini yang ditandai oleh :
Kehilangan minat Sedih Bangun dini hari Kurangnya kesenangan pada hobi Perasaan berubah sepanjang hari
Rasa lemas seperti mau pingsan Detak jantung lemah / hilang sekejap
14
pakah saat Perilaku sewaktu wawancara, ditandai oleh : Gelisah Tidak tenang Mengerutkan dahi atau kening
Otot tegang / kaku Nafas pendek dan cepat (terengah-engah) Muka merah