You are on page 1of 4

1.

Pengertian Saham Jika kita akan membicarakan gadai saham, perlu kiranya ditetapkan terlebih dahulu saham apa yang digadaikan itu. Yang dimaksud dengan saham di sini adalah saham suatu perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia yang sekarang berlaku, yakni Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang berlaku sejak tanggal 16 Agustus 2007 (selanjutnya disebut UPT 2007). UPT 2007 hanya mengenal saham atas nama. Sebelum berlakunya UPT 2007, suatu perseroan terbatas yang didirikan menurut undang-undang yang berlaku di Republik Indonesia diperkenankan mengeluarkan saham atas nama dan saham atas unjuk. Namun, jelas dalam Pasal 48 UPT 2007 ditetapkan bahwa saham yang dapat dikeluarkan oleh perseroan terbatas yang didirikan menurut UPT 2007 (selanjutnya disebut Perseroan) adalah hanya saham atas nama pemiliknya. Oleh karena itu, logis bahwa dalam Pasal 50 UPT 2007, Perseroan diwajibkan menyelenggarakan dan menyimpan Daftar Pemegang Saham (selanjutnya disebut DPS) dan Daftar Khusus.

2. Tentang Klasifikasi Saham Walaupun menurut UPT 2007 hanya ada saham atas nama, Pasal 53 UPT 2007 menetapkan bahwa dalam Anggaran Dasar Perseroan dapat ditetapkan lebih dari satu klasifikasi saham, dan jika ada lebih dari satu klasifikasi saham, salah satu di antaranya harus ditetapkan sebagai saham biasa. Saham biasa adalah saham yang memberi hak kepada pemegangnya untuk mengeluarkan suara dan ikut serta mengambil keputusan dalam Rapat Umum Pemegang Saham mengenai segala hal yang berkaitan dengan pengurusan Perseroan, dan berhak menerima dividen yang dibagikan serta menerima sisa kekayaan hasil likuidasi. Ayat (2) dan ayat (3) Pasal 60 UPT 2007 mengatur tentang Gadai Saham. Ayat (2) Pasal 60 tersebut dengan jelas memungkinkan saham suatu Perseroan diagunkan dengan Gadai atau Jaminan Fidusia, sepanjang tidak ditentukan lain dalam Anggaran Dasar Perseroan.

Pada praktiknya, dalam perjanjian gadai, pemberi gadai disyaratkan untuk memberi kuasa kepada pemegang gadai, untuk atas nama pemberi gadai saham, menghadiri dan mengeluarkan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan berkaitan selama utang belum dibayar lunas. Ini merupakan proteksi bagi pemegang gadai.

3. Gadai Pada Pasal 1150 KUH Perdata ditentukan apa yang dimaksud dengan gadai, yaitu sebagai berikut. Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang yang berutang atau oleh seorang lain yang bertindak atas nama orang yang berutang, dan yang memberikan kewenangan kepada yang berpiutang untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada pihak yang berpiutang lainnya; kecuali,

biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang tersebut setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan. a. Ciri-Ciri Gadai Ciri-ciri gadai adalah sebagai berikut. 1) Berdasarkan Pasal 1150 KUH Perdata, gadai adalah accessoir pada perjanjian utang-piutang yang dijaminnya; berakhirnya perjanjian utang-piutang mengakibatkan berakhirnya perjanjian gadai yang berkaitan. 2) Hak gadai bersifat kebendaan dan mengikuti benda gadai (droit de suite) karenanya pemegang gadai berhak menuntut haknya atas benda yang digadaikan dalam tangan siapa pun benda itu berada dan pemegang gadai berhak menjual benda yang digadaikan jika debitor cidera janji. 3) Pemegang gadai berkedudukan preferen, yang berarti harus didahulukan di antara para kreditor lainnya, dan untuk didahulukan dalam penerimaan pembayaran tagihannya dari hasil penjualan benda yang digadaikan, kecuali jika ditentukan lain oleh Undang-Undang. Misalnya, pembayaran biaya lelang dan biaya untuk menyelamatkan barang gadai, tagihan pajak negara harus didahulukan (Pasal 1133 jo. Pasal 1137 jo. 1150 KUH Perdata). 4) Pemegang gadai berkedudukan sebagai separatis, yaitu pemegang gadai dapat mengeksekusi hak gadainya seolah-olah debitor tidak dinyatakan pailit. Hak eksekusi tersebut dapat ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari setelah keputusan kepailitan debitor diucapkan (Pasal 55 ayat (1) dan Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang). 5) Menurut Pasal 1160 KUH Perdata, jika utang yang dijamin dengan gadai dibayar untuk sebagian, hak gadai tidak hapus untuk sebagian. Di halaman 131, buku karangan J. Satrio S.H., Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan Tahun 2002, ditulis: Setiap hutang (dan setiap bagian dari hutang) menindih setiap bagian maupun seluruh benda jaminan sebagai satu kesatuan, bukan sebagai benda berdiri sendirisendiri, sekalipun benda jaminannya dapat dibagi-bagi. 6) Menurut Pasal 1150 dan Pasal 1152 KUH Perdata, benda yang dijaminkan harus dilepaskan dari kekuasaan pemiliknya dan harus diserahkan dalam kekuasaan kreditor atau pihak ketiga yang disetujui kreditor, debitor dan pemberi gadai. Ini adalah syarat pokok gadai.

b. Gadai Saham Pasal 1153 KUH Perdata menentukan bahwa Hak gadai atas benda-benda bergerak yang tak bertubuh, kecuali surat-surat tunjuk atau surat-surat bawa, diletakkan dengan pemberitahuan perihal penggadaiannya kepada orang terhadap siapa hak yang digadaikan itu harus dilaksanakan. Oleh orang ini, tentang hal pemberitahuan tersebut serta tentang izinnya si pemberi gadai dapat diminta suatu bukti tertulis. Dalam hubungan ini, perlu diperhatikan Pasal 60 UPT 2007 yang pada dasarnya berbunyi sebagai berikut.

1) Saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 UPT 2007 kepada pemiliknya. 2) Saham dapat diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia sepanjang tidak ditentukan lain dalam Anggaran Dasar. 3) Gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang telah didaftarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, wajib dicatat dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 UPT 2007. 4) Hak suara atas saham yang diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia tetap berada pada pemegang saham.

c. Kreditor/Pemegang Gadai Dilarang secara Otomatis Menjadi Pemilik Barang yang Digadaikan jika Debitor Cidera Janji Pasal 1154 KUH Perdata berbunyi Jika yang berutang atau pemberi gadai tidak memenuhi kewajibannya, maka yang berpiutang tidak diperkenankan memiliki barang yang digadaikan. Semua janji yang bertentangan dengan ketentuan ini adalah batal. Jadi, Pasal 1154 KUH Perdata melarang bahwa dalam perjanjian gadai dicantumkan jika debitor/pemberi gadai cidera janji, kreditor secara otomatis/langsung menjadi pemilik benda yang digadaikan itu. Namun, Kreditor tidak dilarang untuk membeli benda yang digadaikan, asal melalui prosedur eksekusi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, misalnya baca Pasal 1155 dan 1156 KUH Perdata. Pembelian demikian menurut hemat penulis, tidak bertentangan dengan Pasal 1154 KUH Perdata karena dalam hal ini, kreditor tidak otomatis menjadi pemilik benda yang digadaikan.

B. Eksekusi Gadai Saham


Dalam membicarakan eksekusi gadai saham, kita harus memperhatikan ketentuan tentang pemindahan hak atas saham Perseroan yang tercantum berturut-turut dalam Pasal 55, 56, 57, 58, dan Pasal 59 UPT 2007 sehingga tidak menjumpai kendala ketika melakukan eksekusi gadai saham yang bersangkutan.

2. Arti Gadai, Saham, dan Gadai Saham


Saham pada dasarnya merupakan benda bergerak. Oleh karena itu, saham juga memberikan hak kebendaan, yaitu dapat memberikan kenikmatan langsung terhadap suatu benda dan dapat dipertahankan kepada semua orang. Saham juga dapat dijadikan jaminan atau agunan atas suatu hutang, di mana dalam konstruksi hukum perdata dikenal dengan istilah gadai saham. Gadai merupakan salah satu bentuk pembebanan terhadap benda milik debitur yang meminjam dana di perbankan. Objek gadai, berdasarkan ketentuan Pasal 1150 KUH Perdata, gadai dapat dibebankan atas barang bergerak yang berwujud maupun yang tidak berwujud. Syarat sahnya gadai berdasarkan ketentuan Pasal 1152 KUH Perdata adalah benda yang menjadi objek gadai harus dilepaskan dari kekuasaan debitur (inbezitstelling) dan penguasaannya diserahkan kepada kreditur atau pihak ketiga.

Hal inilah yang menyebabkan gadai terhadap benda bergerak berwujud menjadi kalah populer dibandingkan gadai saham (benda bergerak tidak berwujud). Di samping penjelasan tersebut, perihal saham yang dapat dijadikan jaminan kebendaan pun telah diatur. Pasal 61 Undang-Undang Pasar Modal mengatur bahwa saham yang diperdagangkan pada bursa efek dapat juga dijadikan sebagai jaminan atas suatu hutang, yaitu apabila saham yang termaksud ditempatkan pada suatu penitipan kolektif. Kemudian, kebolehan ini juga diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 24/32/KEP/DIR tertanggal 12 Agustus 1991 dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 24/1/UKU/ tertanggal 12 Agustus 1991.

You might also like