You are on page 1of 7

MERGER DAN AKUISISI

Pertumbuhan (growth) menurut pengertian ekonomi perusahaan adalah peningkatan aktivitas atau besarnya suatu perusahaan. Laju pertumbuhan ini diukur berdasarkan besarnya kenaikan volume penjualan, laba usaha, dan jumlah harta. Pertumbuhan dapat terjadi akibat hasil usaha perusahaan sendiri (internal growth), misalnya karena peningkatan volume penjualan dan jumlah laba usaha. Tetapi, pertumbuhan dapat juga terjadi sebagai akibat penggabungan usaha (external growth) yang di dalam literatur sering disebut merger, konsolidasi, dan holding company. Penggabungan usaha sering dilakukan melalui akuisisi eksternal atau akuisisi internal. Penggabungan usaha ini dilakukan dengan cara tunai atau dilakukan dengan pengalihan harta atau ditukarkan dengan saham. Perluasan atau expansi bisnis diperlukan oleh suatu perusahaan untuk mencapai efisiensi, menjadi lebih kompetitif, serta untuk meningkatkan keuntungan atau profit perusahaan. Ekspansi bisnis dapat dilakukan dalam beberapa metode, yakni :

1. Merger atau penggabungan Merger adalah penggabungan dari dua atau lebih perusahaan menjadi satu kesatuan yang terpadu. Perusahaan yang dominan dibanding dengan perusahaan yang lain akan tetap mempertahankan identitasnya, sedangkan yang lemah akan mengaburkan identitas yang dimilikinya. Sebelum merger dilaksanakan, biasanya beberapa persyaratan yang diajukan oleh masing-masing perusahaan disahkan oleh manajemen yang bersangkutan. Perjanjian penggabungan perusahaan harus sesuai dengan dan disahkan oleh instansi atau pengusaha yang berwenang. Dalam Kep.Men No.637/KMK.04/1994 merger disebut dengan istilah penggabungan usaha yang didefinisikan sebagai Penggabungan dari dua badan usaha

atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha dan melalui dari badan usaha lainnya yang menggabung. Hak dan kewajiban perpajakan badan usaha yang di bubarkan dialihkan kepada perusahaan yang lain, namun hak dan kewajiban perpajakan badan usaha yang dibubarkan harus terlebih dahulu di selesaikan. Berdasarkan ketentuan perpajakan, subjek pajak badan berakhir setelah penyelesaian pembubaran (likuidasi). Karena itu, NPWP perusahaan yang dibubarkan harus diminta untuk dihapuskan dari administrasi Kantor Pelayanan Pajak. Karena penggabungan dalam merger dilakukan dengan pembubaran salah satu badan, maka kompensasi kerugian tidak diperkenankan dalam merger. Misalnya, suatu badan yang menguntungkan mengambil alih perusahaan yang rugi, penggabungan ini tidak dapat mengurangi Penghasilan Kena Pajaknya. Kompensasi kerugian semacam ini tidak diperkenankan dalam ketentuan perpajakan di Indonesia. Ketentuan ini sesuai dengan Kep.Men No.637/KMK.04/1994 tersebut. Merger dapat dilakukan dengan cara: a. Pembelian Aktiva PT A membeli dengan tunai aktiva milik PT B. PT A tidak mengambil alih badan usaha PT B secara keseluruhan, hanya aktiva atau merk dagangnya. Penggabungan seperti ini mengakibatkan PT B menjadi kosong dan struktur permodalannya tidak lagi memiliki sumber daya, sehingga perusahaan tidak mempunyai aktivitas lagi. Bila keadaan seperti ini terus berlanjut maka PT B akan mati dengan sendirinya, kecuali jika pemegang saham PT B menghendaki lain. Hak dan kewajiban PT B tidak beralih kepada PT A. Demikian pula segala urusan pembubaran termasuk hal-hal yang menyangkut hak dan kewajiban perpajakan

berada ditangan pemegang saham PT B. Penjualan harta oleh PT B kepada PT A dalam perpajakan diperlakukan sebagai harta dari pemakaian. Ditinjau dari aspek perpajakan, penggabungan ini dimaksudkan agar pemegang saham tidak dikenakan pajak atas keuntungan penjualan saham. b. Pembelian Saham Biasa Saham PT B dibeli oleh PT A, setelah itu PT B dibubarkan untuk digabungkan ke PT A. Apabila harga saham yang dibayarkan oleh PT A kepada pemegang saham PT B lebih tinggi dari nilai buku, keuntungan ini yang dikenal sebagai capital gain, merupakan objek pajak penghasilan. Sekalipun sekarang saham PT B sepenuhnya adalah milik PT A, tidak berarti kedua perusahaan tersebut kini menjadi satu wajib pajak badan. Kedua badan tersebut masing-masing tetap mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sampai salah satu dibubarkan. c. Menukarkan Saham dengan Aktiva PT A membeli aktiva atau merk dagang PT B dan membayarnya dengan saham PT A. Dengan demikian,pemegang saham PT B juga menjadi pemilik saham PT A. Setelah itu, PT B dibubarkan oleh pemegang sahamnya yang juga sebagai pemegang saham PT A. Masalah perpajakan dalam transaksi tukar menukar seperti ini menimbulkan persoalan yang sedikit lebih rumit. Perlu dicatat bahwa pemegang saham sebagai pemilik merupakan wajib pajak yang terpisah dari badan usahanya. Dalam kasus ini pemegang saham PT B sebagai wajib pajak pribadi menerima saham PT A sebagai pengganti aktiva PT B yang diambil alih. Padahal aktiva tersebut adalah milik PT B yang merupakan wajib pajak badan tersendiri. Dengan kata lain, pemegang saham PT B telah menerima pembayaran

berupa saham PT A yang seharusnya menjadi hak PT B, sedangkan PT B tidak menerima pembayaran atas pengalihan hartanya kepada PT A. Merger dengan cara tukar menukar saham dengan aktiva dapat disalahgunakan untuk menyeludupkan pajak. Contohnya dalam kasus ini, pemegang saham PT B dapat menghilangkan jejak penerimaannya dengan penggabungan usaha seperti ini. d. Tukar-menukar Saham dengan Saham PT B diambil alih oleh PT A dengan menukarkan sahamnya dengan saham pemilik PT B. Dalam tukar menukar ini ada kemungkinan pemilik PT B memperoleh keuntungan. Keuntungan yang diperoleh pemilik PT B dari tukar menukar merupakan objek PPh. Setelah PT B sepenuhnya menjadi milik PT A, perusahaan itu dibubarkan untuk digabungkan dengan PT A.

Jenis-jenis merger : a. Merger Vertikal Perusahaan masih dalam satu industri tetapi beda level atau tingkat operasional. Contoh: Restoran cepat saji menggabungkan diri dengan perusahaan peternakan ayam. Perusahaan pemintalan benang merger dengan perusahaan kain, perusahaan ban merger dengan perusahaan mobil. b. Merger Horisontal Perusahaan dalam satu industri membeli perusahaan di level operasi yang sama. Contoh pabrik komputer gabung dengan pabrik komputer, merger antara dua perusahaan roti, merger perusahaan sepatu.

c. Merger Konglomerasi Tidak ada hubungan industri pada perusahaan yang diakuisisi. Bertujuan untuk meningkatkan profit perusahaan dari berbagai sumber atau unit bisnis. Merger antara berbagai perusahaan yang menghasilkan berbagai produk yang berbedabeda dan tidak ada kaitannya, misalnya perusahaan sepatu merger dengan perusahaan elektronik, atau perusahaan mobil merger dengan perusahaan makanan. Tujuan utama konglomerasi adalah untuk mencapai pertumbuhan badan usaha dengan cepat dan mendapatkan hasil yang lebih baik. Caranya ialah saling bertukar saham antara perusahaan yang disatukan. Contoh: perusahaan pengobatan alternatif bergabung dengan perusahaan operator telepon seluler nirkabel. 2. Akuisisi Akuisisi adalah pembelian suatu perusahaan oleh perusahaan lain atau oleh kelompok investor. Akuisisi sering digunakan untuk menjaga ketersediaan pasokan bahan baku atau jaminan produk akan diserap oleh pasar. Contoh: Aqua diakuisisi oleh Danone, Pizza Hut oleh Coca-Cola, dan lain-lain.

Perlakuan Akuntansi atas Merger atau Akuisisi


1. Metode Penyatuan Kepentingan Asumsi yang digunakan dalam metode penyatuan kepentingan adalah memandang penggabungan usaha sebagai penyatuan pemilikan antara dua perusahaan. Dengan demikian, dalam merger tidak timbul dasar baru mengenai pertanggung jawaban. Neraca perusahaan perusahaan yang bergabung disatukan dengan menambahkan masing

masing aktiva dan utang serta laba yang ditahan tanpa dilakukan penilaian kembali. Dasar nilai yang digunakan atas pengalihan harta dalam rangka penggabungan usaha adalah nilai buku. Karena itu, dalam neraca perusahaan merger tidak timbul goodwill. Penggunaan nilai buku atas pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha tidak diperkenankan dalam ketentuan fiskal, kecuali terhadap wajib pajak yang bergerak dalam bidang perbankkan dan wajib pajak yang hendak menjual sahamnya di bursa efek (Kep.Men.No.637/KMK.04/1994). 2. Metode Pembelian Metode pembelian memandang penggabungan usaha sebagai perusahaan, sama halnya seperti pembelian aktiva. Dengan demikian merger mengakibatkan perubahan kepemilikan sehingga seluruh aktiva dan tang perusahaan harus dicatat berdasarkan nilai wajarnya atau harga pasarnya. Selisih tersebut dengan jumlah utang dibayarkan harus dicatat sebagai goodwill. Karena aktiva yang dialihkan dinilai berdasarkan harga pasar, selisih antara harga pasar dengan nilai sisa buku merupakan penghasilan kena pajak. Sebab aktiva tersebut telah dinilai kembali, jadwal penyusutan aktiva harus disusun kembali. Sebagai konsekuensinya biaya penyusutan menjadi lebih besar.

Perlakuan Pajak atas Pengalihan Harta dalam Rangka Akuisisi


Ketentuan perpajakan baik atas pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan atau pemekaran usaha (akuisisi) diatur dalam Pasal 10 Ayat (3) UU No.7 Tahun 1983 UU No.10 Tahun 1994. Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambil alihan usaha, adalah jumlah yang seharusnya di keluarkan atau di terima berdasarkan harga pasar kecuali ditetapkan oleh

Menteri Keuangan. Pasal 10 ayat 3 tersebut dijelaskan lebih lanjut dalam memory penjelasannya yaitu: Pada prinsipnya apabila terjadi pengalihan harta, penilaian harta yang dialihkan dilakukan berdasarkan harga pasar. Pengalihan tersebut dapat dilakukan dalam rangka

pengembangan usaha berupa penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha. Selain itu, pengalihan tersebut dapat dilakukan pula dalam rangka likuidasi usaha atau sebab lainnya. Selisih antara harga pasar dengan nilai sisa buku harta ysng dialihkan merupakan penghasilan yang dikenakan pajak. Ada dua nilai yang dpat digunakan atas pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambil alihan usaha, yaitu berdasarkan harga pasar dan nilai buku. Penggunaan nilai buku dapat dilakukan berdasarkan pengecualian yang diatur sesuai dengan undang-undang dan ditindak lanjuti dengan Kep.Men No.637/KMK.04/1994. Yaitu pemberian pengecualian khusus kepada hanya dua golongan wajib pajak, yaitu: a) Wajib pajak yang bergerak dalam bidang perbankan. b) Wajib pajak yang menjual sahamnya di bursa.

You might also like