You are on page 1of 118

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan Anak Usia Dini merupakan salah satu dari Pendidikan Luar Sekolah, yang mana pendidikan tersebut diberikan kepada anak sebelum masa sekolah dasar yang diwajibkan oleh negara Republik Indonesia (SD dan SMP) mulai usia kelahiran, sampai 5 tahun, maka salah satu hal yang paling menarik perhatian adalah sebagai pendidik harus dapat memahami secara lebih baik tentang kemampuan-kemampuan dan kecakapan anak. Banyak orang dewasa yang gagal memahami anak kecil sebagai mahluk yang mempunyai kecerdasan, dalam kemampuan belajar, penemuan terbaru dalam hal dunia pendidikan pada saat ini sedang hangat-hangatnya membahas dan meneliti tentang pendidikan anak usia dini, mulai dari proses sampai pada hasil akhir dari pendidikan usia dini. Perlu ditekankan bahwa pendidikan anak usia dini sangatlah berbeda dengan pendidikan anak usia remaja dan usia dewasa, bahkan berhasil tidaknya pendidikan anak remaja maupun dewasa terletak pada pendidikan usia dini. Usia di bawah lima tahun (balita) adalah usia yang paling kritis atau paling menentukan dalam pembentukan karakter dan kepribadian seseorang. Termasuk juga pengembangan intelegensi hampir seluruhnya terjadi pada usia di bawah lima tahun. Kalau seseorang sudah terlanjur menjadi pencuri atau penjahat, maka pendidikan Universitas bagi orang tersebut boleh dikatakan tidak berarti apa-apa. Sebagaimana halnya sebatang pohon bambu, setelah tua susah dibengkokkan.
1

Anak-anak pada usia di bawah lima tahun memiliki intelegensi laten (potential intelegence) yang luar biasa. Namun pada umumnya para orangtua dan guru hanya bisa mengajarkan sedikit hal pada anak-anak. Sesungguhnya anakanak usia muda tidak complicated (ruwet) dalam belajar, tetapi orangtua atau guru yang bermasalah. Pada umumnya orang tua selalu menyalahkan anak-anak apabila tingkah laku mereka tidak seperti yang diinginkan. Hal ini lebih banyak disebabkan karena jiwa kurangnya anak, pengetahuan sering dan pemahaman terhadap dengan

perkembangan

sehingga

memperlakukannya

tidak/kurang tepat. Anak-anak memiliki rasa ingin tahu yang luar biasa dan kemampuan untuk menyerap informasi sangat tinggi. Kebanyakan orang tidak mengenali dan memahami kemampuan magic yang ada pada anak-anak. Mereka hanya bisa berkata, Saya tahu anak-anak belajar lebih cepat, tetapi mereka tidak tahu seberapa cepat anak-anak bisa belajar. Karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan orang tua dan guru-guru maka potensi luar biasa yang ada pada setiap anak sebagian besar tersia-siakan. Penelitian di bidang neurologi yang dilakukan Benyamin S. Bloom, seorang ahli pendidikan dari Universitas Chicago, Amerika Serikat, Penelitian tersebut mengemukakan bahwa pertumbuhan sel jaringan otak pada anak usia 0 4 tahun mencapai 50%, hingga usia 8 tahun mencapai 80%. Artinya bila pada usia tersebut otak anak tidak mendapatkan rangsangan yang maksimal maka otak anak tidak akan berkembang secara optimal. Pada dasawarsa kedua yaitu usia 18 tahun perkembangan jaringan otak telah mencapai 100%.

Oleh sebab itu masa kanak-kanak dari usia 0 - 8 tahun disebut masa emas (Golden Age) yang hanya terjadi satu kali dalam perkembangan kehidupan manusia sehingga sangatlah penting untuk merangsang pertumbuhan otak anak dengan memberikan perhatian terhadap kesehatan anak, penyediaan gizi yang cukup, dan pelayanan pendidikan. Data memperlihatkan bahwa layanan pendidikan anak usia dini di Indonesia masih termasuk sangat memprihatinkan. Sampai dengan tahun 2001, jumlah anak usia 0 - 6 tahun di Indonesia yang telah mendapatkan layanan pendidikan baru sekitar 28% (7.347.240 anak). Khusus untuk anak usia 4 - 6 tahun, masih terdapat sekitar 10,2 juta (83,8%) yang belum mendapatkan layanan pendidikan. Masih banyaknya jumlah anak usia dini yang belum mendapatkan layanan pendidikan tersebut disebabkan terbatasnya jumlah lembaga yang memberikan layanan pendidikan bagi anak usia dini. Bermain menjadi sangat penting untuk ditelaah ketika pendidikan anak usia dini dibicarakan. Bermain dengan anak usia dini semisal pemain sepak bola dengan stadionnya. Para ahli memandang bahwa melalui bermain anak dapat menguasai banyak skil, konsep fisik dan sosial serta intelektual dasar. Isenberg dan Quisenberry (1988) menyatakan bahwa bermain adalah perilaku dinamis aktif, dan konstruktif yang merupakan bagian penting dan integral dari masa kanak-kanak, balita hingga masa remaja. Vigotsky (1962) meyakini bahwa permainan adalah suatu setting yang sangat bagus bagi pekembangan kognitif. Ia tertarik khususnya pada aspek-aspek simbolis dan khayalan suatu permainan, sebagaimana ketika seorang anak menirukan tongkat sebagai kuda dan mengendarai tongkat seolah-olah seekor kuda.

Jenis bermain dalam latar sekolah dapat digambarkan sebagai sesuatu yang kontinu mulai dari bermain bebas hingga bermain yang dipandu. Jenis bermain tersebut secara terperinci adalah sebagai berikut: (1). Bermain bebas, yaitu bermain yang memberi banyak pilihan kepada anak untuk memilih dan menggunakan materi yang diinginkan; (2). Bermain dipandu, bermain yang materinya telah dipilih guru agar anak menemukan konsep-konsep tertentu; (3). Bermain diarahkan yaitu bermain atas instruksi guru seperti menyanyikan lagu dan lain-lain. Bermain memiliki karakteristik; (1). Aktivitas yang termotivasi secara personal; (2). Aktif (tidak pasif); (3). Sering beresifat nonliteral (berpura-pura); (4). Tidak memiliki tujuan ekstrinsik (tujuan dari perintah orang); (5). Tidak memiliki aturan-aturan ekstrinsik (tekanan dari luar); (6). Pemain memberikan makna pada bermain. Bermain berkontribusi pada perkembangan kognitif, sosial, emosional dan fisik anak yaitu: (1). Pada perkembangan kognitif dimaksudkan sebagai suatu peningkatan dalam simpanan dasar pengetahuan anak yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman-pengalaman dengan benda-benda dan manusia. (2). Pada peningkatan dan sosial dan emosional anak-anak terdorong keluar dari pola-pola berpikir egosentris. Mereka dirangsang untuk mempertimbangkan titik-titik pandang teman bermain mereka.(3). Pada perkembangan fisik mereka dapat terlatih skill gerak halus dan gerak berat (kasar). Peran guru dalam bermain pada latar kelas sangatlah penting. Bjorkland (1978) mengurutkan peran tersebut sebagai pengamat, penjelas, model, evaluator

dan perencana bermain. Bermain yang dimaksud baik bermain indoor (di dalam ruangan) ataupun outdoor (di luar ruangan). Agar dapat menjadi produktif, bermain outdoor membutuhkan perencanaan, observasi dan evaluasi yang berdasarkan pada bermain indoor. Semua anak dapat diuntungkan ketika guru memberikan materi-materi yang tepat dan mendorong mereka untuk

mengeksplorasi apa yang dapat mereka lakukan dengan tubuh mereka. Oleh karenanya guru harus benar-benar memahami kondisi setiap anak yang normal atau yang berkebutuhan khusus. Bagi guru pendidikan anak usia dini tugas dan kewajiban sebagaimana menjadi pendidik merupakan amanat yang harus diterima oleh guru atas dasar pilihannya untuk memangku jabatan guru. Amanat tersebut wajib dilakukan dengan penuh tanggung jawab. Dari uraian di atas, maka dapatlah dibuat suatu penelitian tentang konsep bermain untuk meningkatkan kemampuan kreativitas dengan judul : Penerapan Konsep Bermain untuk Meningkatkan Kreativitas Anak Usia Dini oleh Guru di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat diindentifikasi permasalahan sebagai berikut:
1. Perencanaan penerapan konsep bermain anak usia dini di PAUD Al-Fitriyah

Kebonpedes Kabupaten Sukabumi oleh guru masih perlu ditingkatkan.


2. Penerapan konsep bermain untuk meningkatkan kreativitas anak usia dini di

PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi, belum optimal.


5

3. 4.

Sarana bermain untuk anak masih perlu penambahan. Perencanaan dan pengembangan kegiatan yang dibuat oleh guru masih perlu ditingkatkan.

C. Perumusan dan Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut; Bagaimana penerapan konsep bermain untuk meningkatkan kreativitas anak usia dini di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi? Berdasarkan perumusan masalah diatas, serta agar penelitian ini tidak meluas, maka penulis batasi permasalahannya pada; Penerapan konsep bermain untuk meningkatkan kreativitas anak usia dini di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi. D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Kebijakan program anak usia dini di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes

Kabupaten Sukabumi.
2. Penerapan konsep bermain untuk meningkatkan kreativitas anak usia dini di

PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi.


3. Faktor pendorong dan penghambat pelaksanaan dalam penerapan konsep

bermain untuk meningkatkan kreativitas anak usia dini di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi

E. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Secara teoritis Dengan membahas konsep bermain dalam penelitian ini, berarti akan memperkaya teori-teori tentang kajian anak usia dini. 2. Secara praktis

Membantu guru untuk memilih metode pembelajaran terutama bermain. Membantu guru memotivasi siswa menggunakan konsep bermain. meningkatkan kreativitas dengan

Membantu siswa untuk dapat aktif dan dinamis belajar dengan penuh

kesenangan dan kenyamanan di bawah pengawasan dan bimbingan guru.


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pada para guru

dalam menerapkan konsep bermain pada anak usia dini.

F. Anggapan Dasar Pembelajaran Bagi Anak Usia Dini Berdasarkan definisi Konsensus Knowles dalam pembelajaran merupakan suatu proses di dalam mana perilaku diubah, dibenarkan atau dikendalikan. Sementara itu Abdulhak menjelaskan bahwa proses pembelajaran adalah interaksi edukatif antara peserta didik dengan komponen-komponen pembelajaran lainnya. Pembelajaran di kelompok bermain jelas sangat berbeda dengan di sekolah, dimana pembelajaran dilakukan dalam suasana bermain yang menyenangkan. Jerome Bruner menyatakan, setiap materi dapat diajarkan kepada

setiap kelompok umur dengan cara-cara yang sesuai dengan perkembangannya. pada permainan atau bermain. Permainan atau bermain adalah kata kunci pada pendidikan anak usia dini. Ia sebagai media sekaligus sebagai substansi pendidikan itu sendiri. Dunia anak adalah dunia bermain, dan belajar dilakukan dengan atau sambil bermain yang melibatkan semua indra anak. Menurut Supriadi bahwa Bruner dan Donalson dari telaahnya menemukan bahwa sebagian pembelajaran terpenting dalam kehidupan diperoleh dari masa kanak-kanak yang paling awal, dan pembelajaran itu sebagian besar diperoleh dari bermain. Bermain bagi anak adalah kegiatan yang serius tetapi menyenangkan. Menurut Conny R. Semiawan melalui bermain, semua aspek

perkembangan anak dapat ditingkatkan. Dengan bermain secara bebas anak dapat berekspresi dan bereksplorasi untuk memperkuat hal-hal yang sudah diketahui dan menemukan hal-hal baru. Melalui permainan, anak-anak juga dapat mengembangkan semua potensinya secara optimal, baik potensi fisik maupun mental intelektual dan spiritual. Oleh karena itu, bermain bagi anak usia dini merupakan jembatan bagi berkembangnya semua aspek.

G. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut;
1. Bagaimana kebijakan program anak usia dini di PAUD Al-Fitriyah

Kebonpedes Kabupaten Sukabumi?

2. Bagaimana penerapan konsep bermain untuk meningkatkan kreativitas

anak usia dini di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi? 3. Apa yang menjadi faktor pendorong dan penghambat pelaksanaan dalam penerapan konsep bermain untuk meningkatkan kreativitas anak usia dini di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi?

H. Penjelasan Istilah Konsep Bermain Bermain bagi anak-anak bukan sekedar bermain, tetapi bermain merupakan salah satu bagian dari proses pembelajaran. Dalam bermain anak dapat menerima banyak rangsangan. Selain dapat membuat diri anak senang juga dapat menambah pengetahuan anak. Dalam proses belajar, anak-anak mengenalnya melalui permainan karena tidak ada cara yang lebih baik untuk merangsang perkembangan kecerdasan anak melalui kegiatan melihat, mendengar, meraba dan merasakan yang kesemuanya itu dapat dilakukan melalui kegiatan bermain. Meningkatkan Yang dimaksud dengan meningkatkan dalam tulisan ini adalah kemampuan anak menjadi bertambah setelah mengikuti kegitan bermain. Kreatifitas Adalah kemampuan anak dalam mengepresikan sesuatu berdasarkan dari hasil melihat, mendengan, meraba dan merasakan melalui kegiatan bermain.

Anak Usia Dini Adalah anak-anak yang berusia dibawah 5 tahun yang mengikuti proses pendidikan di PAUD Al-Fitriyah PAUD Al-Fitriyah Tempat pelaksanaan proses pendidikan anak usia dini.

I. Sistimatika Penulisan Sistimatika penelitian ini terdiri dari; Bab I; berisi latar belakang masalah, identifikasi masalah, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, anggapan dasar, pertanyaan penelitian, penjelasan istilah dan sistimatika penulisan. Bab II, mengetengahkan tentang teori yang berhubungan dengan permasalahan penelitian, diantaranya teori tentang konsep bermain dan kreatifitas anak. Bab III, tentang prosedur penelitian yang berisi; Metode Penelitian, Sumber dan Jenis Data, subjek Penelitian, Instrumen Penelitian, TeknikPengumpulan

Data, Tahap-tahap Penelitian dan Pelaksanaan, Teknik Analisis Data, Tempat dan Waktu Penelitian Bab IV, penyajian data hasil penelitian dan pengolahan data penelitian. Bab V, mengetengahkan tentang kesimpulan dan saran.

10

BAB II PENERAPAN KONSEP BERMAIN UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS ANAK USIA DINI A. Penerapan Konsep Bermain
1. Pengertian Bermain

Menurut Prasetyono, (2007) menyatakan bahwa : Bermain bagi anak-anak bukan sekedar bermain, tetapi bermain merupakan salah satu bagian dari proses pembelajaran. Dalam bermain anak dapat menerima banyak rangsangan. Selain dapat membuat diri anak senang juga dapat menambah pengetahuan anak. Dalam proses belajar, anak-anak mengenalnya melalui permainan karena tidak ada cara yang lebih baik untuk merangsang perkembangan kecerdasan anak melalui kegiatan melihat, mendengar, meraba dan merasakan yang kesemuanya itu dapat dilakukan melalui kegiatan bermain. Sedang menurut Conny R. Semiawan dalam Buletin PADU (2003): Bermain sangat berperan dalam mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak. Bagi anak, bermain adalah suatu kegiatan yang serius namun mengasyikkan. Melalui aktivitas bermain, berbagai pekerjaan terwujud. Bagi anak, bermain adalah aktivitas yang dipilih sendiri oleh anak karena menyenangkan bukan karena akan mendapat hadiah atau alat utama yang menjadi latihan untuk pertumbuhannya. Kreativitas belajar anak melalui bermain sangat penting sekali untuk di pahami oleh orang tua dan guru didalam memberikan stimulasi (rangsangan) kepada anak sedini mungkin sesuai dengan periodesasi perkembangannya. Bruner dalam Hurlock Elizabeth; (1990 : 234), mengatakan: bahwa bermain dalam periode anak dini usia merupakan kegiatan yang serius yang merupakan bagian yang paling penting dalam perkembangan anak. Dalam bermain anak akan belajar untuk melakukan improvisasi dan kombinasi yang akan digunakan untuk mempelajari sesuatu yang mempersiapkan diri menghadapi kehidupan dewasa. Bermain juga menurut Gallahue (1989 : 212) adalah :

11

Suatu aktivitas yang langsung dan spontan dimana seorang anak menggunakan orang lain atau benda-benda disekitarnya dengan senang, sukarela dan dengan imajinatif, menggunakan perasaannya, tangannya atau seluruh anggota tubuhnya. Biasanya anak melakukan permainan dengan alasan untuk mengetahui dan bereksperimen tentang dunia sekitarnya dalam rangka mengembangkan hubungan dengan dunia sekitarnya. Anak-anak bermain karena bermain adalah aktivitas yang paling menyenangkan bagi mereka, dan mereka melakukannya bukan karena ingin dipuji atau karena ingi diberi hadiah. Bermain merupakan alat utama untuk mencapai pertumbuhannya, sebagai mediumdimana anak mencobakan diri bukan saja hanya dalam fantasinya tetapi dilakukan secara nyata. Dworetzy dikutip dalam Moeslihatun (1995 : 24), mengemukakan sedikitnya ada lima kriteria dalam bermain yakni
1. Motivasi instrinsik, yaitu tingkah laku bermain dimotivasi dari

dalam diri anak itu sendir. Bukan karena adanya tuntutan dari dalam diri anak itu sendiri. Bukan karena tuntutan dari orang-orang disekitarnya atau karena kebutuhan akan fungsi-fungsi tubuhnya. 2. Pengaruh positif, yaitu tingkah laku yang menyenangkan untuk dilakukan 3. Bukan dikerjakan sambil lalu, karena itu tidak mengikuti urutan yang sebenarnya melainkan lebih bersifat pura-pura 4. Cara/tujuan , cara bermain lebih diutamakan daripada tujuannya karena anak lebih tertarik pada tingkah laku itu sendiri daripada keluaran yang dihasilkan 5. Kelenturan, yakni bermain itu perilaku yang lentur yang ditujukan baik dalam bentuk maupun hubungan serta berlaku dalam setiap situasi. Jika menggunakan kelima kriteria tersebut, maka dapat dikatakan bahwa bila seseorang anak menggunakan mainan boneka dengan cara yang fleksibel tanpa tujuan yang jelas dalam pikirannya, kegiatannya pura-pura, menyenangkan

12

bagi dirinya, dan melakukan kegiatan hanya untuk kesenggangan, maka dapat dikatakan ia sedang bermain. Almy (1984) menulis bahwa : membedakan karakteristik-karakteristrik bermain membuatnya penting untuk perkembangan anak. Dalam paper yang disetujui oleh Association for Childhood Education International (ACEI), Isenberg dan Quisenberry (1988) menyatakan bahwa bermain adalah prilaku dinamis, aktif dan konstruktif, yang merupakan bagian penting dan integral dari masa kanakkanak, balita hingga masa remaja. ACEI juga menegaskan bahwa guru harus mengartikulasikan kebutuhan untuk bermain dalam kehidupan anakanak, terutama sebagai bagian dari kehidupan sekolah mereka. Dengan memahami arti bermain bagi anak, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa bermain adalah suatu kebutuhan bagi anak. Dengan merancang pelajaran tertentu untuk dilakukan sambil bermain, maka akan belajar sesuai dengan tuntutan taraf perkembangannya. Bahkan, kalau kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, ada satu tahap perkembangan yang berfungsi kurang baik dan ini tidak akan terlihat secara nyata segera, melainkan baru kelak bila ia sudah menjadi remaja. Ada 2 hal yang terkait dengan masalah ini. a) Perkembangan kognitif anak pada umur ini menunjukkan bahwa ia

berada pada taraf praoperasional sampai pada tahap operasi konkret. Ciri-ciri dari tahap perkembangan yang ditandai oleh Childhood education, adalah perkembangan bahasa dan kemampuan berpikir memecahkan persoalan dengan menggunakan lambang tertentu. Makin ia memasuki tahap perkembangan operasi konkret, maka makin mampu ia berpikir logis, meskipun segala sesuatu pelajaran yang bersifat formal belum menjadi

13

suasana yang diakrabi secara alamiah. Makin lama maka usai fase operasi konkret, secara bertahap ia memasuki fase operasi formal. b) Hal kedua terkait dengan yang dikatakan dimuka, berkaitan dengan

fungsi otak. Seperti diketahui, kedua belahan otak, kiri dan kanan, memiliki fungsi yang berbeda-beda. Belahan otak kiri memiliki fungsi, ciri dan respons untuk berfikir logis, teratur, dan linier. Sebaliknya, belahan fungsi otak kanan terutama dikembangkan untuk mampu berpikir holistik, imajinatif dan kreatif. Bila anak belajar formal (seperti banyak hafal-menghafal) pada umur muda, maka belahan otak kiri yang berfungsi linier logis, dan teratur amat dipentingkan dalam perkembangannya dan sering berakibat bahwa fungsi belahan otak kanan yang banyak digunakan dalam berbagai permainan terabaikan. Akibatnya menurut penelitian (Clark, 1986), maka yang diperlukan seperti itu, kelak akan tumbuh sering dengan memiliki sikap yang cenderung bermusuhan (hostile attitude, Clark, 1986) terhadap, sesama teman atau orang lain. Hal tersebut menunjuk pada suatu pertumbuhan mental yang kurang sehat. Jadi belajar sambil bermain bagi anak umur kurang lebih 4- - 7, tahun adalah suatu conditio sine qua non, bila mau tumbuh secara mental, bahkan sampai dengan umur 13 atau 14 tahun bermain adalah penting bagi anak. 2. Latar Belakang Konsep Bermain Dalam pandangan Piaget, bermain mendorong anak-anak keluar dari polapola berpikir egosentris. Yaitu, anak-anak dalam situasi-situasi bermain didorong untuk mempertimbangkan titik-titik pandang teman bermain mereka dan oleh karena itu menjadi kurang egosentris.
14

Anak-anak belajar bekerjasama untuk

mencapai beberapa tujuan kelompok selama bermain. Mereka juga memiliki kesempatan selama bermain untuk belajar menunda kepuasan mereka sendiri selama beberapa menit. Stegelin (2005) meringkas keuntungan bermain dalam perkembangan sosial: Kompetensi sosial yang secara luas berkembang pada usia enam tahun, dipelihara dengan paling baik pada anak-anak kecil melalui sosiodrama dan bermain pura-pura dengan teman-teman sebayanya, interaksi sosial dalam latarlatar kelompok kecil, dan asimilasi keterlibatan rutin dan resiprok dengan temanteman sebaya dan orang dewasa yang peduli. a) Perkembangan Fisik Anak-anak mencapai kontrol gerak halus dan besar melalui bermain. Mereka dapat melatih semua skill gerak besar seperti berlari, melompat, dan meloncat sementara bermain. Anak-anak ketika bermain dapat didorong untuk mengangkat, mengangkut dan berjalan atau bergerak sebagai respon terhadap ritme. Mereka juga dapat melatih skill-skill gerak halus ketika mereka

menyatukan puzzle, atau memalu paku kedalam kayu. Tidak hanya anak-anak kecil yang membutuhkan bermain aktif; anak-anak yang lebih besarpun harus berpartisipasi dalam jenis bermain ini juga. Mereka dapat melempar, menangkap, menendang, dan lain-lain. b) Perkembangan Perilaku-Perilaku Bermain Perilaku bermain anak-anak berkembang dari masa kanak-kanak awal hingga masa kanak-kanak menengah. Setiap periode dicirikan oleh jenis-jenis

15

dan tujuan bermain yang berbeda. Oleh sebab itu seorang guru atau pendidik sudah selayaknya memahami tahapan atau fase-fase perkembangan anak. c) Masa Kanak-Kanak Awal Bermain pada periode ini adalah sensorimotor: mereka mengeksplorasi benda-benda dan orang-orang dan menyelidiki efek-efek tindakan mereka terhadap benda-benda dan orang-orang tersebut. Kira-kira pada akhir tahun

pertama, anak-anak mulai memperlihatkan prilaku-prilaku bermain seperti berpura-pura makan atau tidur. Mereka juga dapat memulai interaksi bermain dengan orang lain seperti bermain sembunyi-sembunyian. d) Pra Sekolah Anak-anak pra sekolah menghabiskan banyak waktu bermain mereka dalam bermain eksplorasi atau praktek. Mereka lebih memfokuskan pada proses, daripada produk bermain mereka. Sebagai contoh, mereka mungkin mencampur warna-warna cat, tetapi mereka lebih tertarik pada apa yang terjadi dengan bahanbahan tersebut, dan bukan pada hasil lukisannya. Anak-anak pra sekolah

seringkali terlibat dalam bermain sosiodrama atau fantasi, tetapi biasanya mereka memfokuskan pada pengalaman-pengalaman mereka sendiri. biasanya tertarik pada game-game dengan aturan. e) Kelas-Kelas Sekolah Dasar Awal Anak taman kanak-kanak dan sekolah dasar kelas satu terlibat dalam bermain sosiodrama yang melibatkan beberapa anak dalam episode bermain, dan mereka bermain tanpa membutuhkan objek-objek yang mereka gunakan menjadi begitu nyata. Sebagai contoh, sebuah balok, dapat menjadi apapun yang mereka Mereka juga

16

inginkan. Pada usia ini, bermain fantasi kemungkinan kurang memfokuskan pada peran-peran rumah dan lebih memfokuskan pada peran-peran yang diamati dalam masyarakat, seperti petugas polisi, atau cerita-cerita yang didengar atau dibacakan. Bermain praktek dan waktu yang dihabiskan untuk mengeksplorasi

benda-benda baru berkurang selama kelas-kelas sekolah dasar awal hingga hanya sekitar 15 persen bermain dapat dinamakan sebagai praktek. Kebanyakan anakanak kelas sekolah dasar memainkan bermain konstruksif, yaitu membangun atau membuat sesuatu. Game-game dengan aturan menjadi lebih penting dalam

bemain siswa-siswa kelas dasar. f) Masa Kanak-Kanak Pertengahan Lebih sedikit bermain konstruksif yang diamati pada anak-anak usia ini karena mereka lebih sedikit memiliki akses untuk materi-materi konstruksi dalam kelas. Bermain praktek menjadi lebih kognitif ketika anak-anak belajar menggunakan skill-skill literasi mereka untuk membuat cerita atau mempelajari informasi. Bermain sosiodrama cenderung menghilang dan digantikan dengan drama kreatif, seperti memperagakan cerita atau adegan. Anak-anak usia ini mungkin memperagakan adegan-adegan historis atau menciptakan drama untuk membantu mereka memahami fakta-fakta ilmiah. Game-game dengan aturan Game-game

mendominasi bermain anak-anak usia tujuh dan delapan tahun.

papan, game-game komputer, dan atletik, seperti sepak bola dan baseball, menjadi bagian-bagian penting dari pengalaman bermain mereka. Anak-anak usia ini

dapat menggunakan aturan-aturan game secara lebih fleksibel dan dapat

17

mengintegrasikan pengetahuan kognitif mereka dan kemampuan sosial secara lebih mudah. g) Bermain dalam Latar Sekolah Bermain di sekolah biasanya berbeda dari bermain di rumah dalam beberapa hal. Beberapa perbedaan antara keduanya diringkas pada Tabel dibawah ini. Memikirkan bermain di rumah dan di sekolah sepanjang dimensi-dimensi ini akan membantu guru menjelaskan kepada orangtua mengapa bermain di sekolah itu penting dan bukanlah duplikasi dari bermain di rumah. Tabel 1 Perbedaan-Perbedaan antara Bermain di Rumah dan di Sekolah BERMAIN RUMAH SEKOLAH Teman-teman Usia campuran Usia sebaya sebaya Dipilih sendiri Pemilihan dalam kelompok Ukuran Sendiri atau kelompok kecil Kelompok besar kelompok Materi dan Terbatas Pemilihan lebih besar peralatan Kurang dibatasi Bimbingan dan Seringkali difokuskan pada Memandu pengembangan pengawasan keselamatan konsep-konsep tertentu Mencontohkan prilaku-prilaku bermain Bertanya tentang belajar Interaksi orang Membelikan materi-materi Memfasilitasi bermain dewasa-anak Mendengarkan permintaan Berinteraksi dengan anak-anak anak perorangan Memahami isu-isu Menentukan tujuan anak keselamatan Komitmen waktu Harus sesuai dengan skedul Waktu yang dijadwal secara keluarga teratur Periode lebih pendek Periode lebih lama Perencanaan Dipandu oleh anggaran Pilihan-pilihan materi, keluarga peralatan Go play adalah petunjuk Evaluasi pengalaman umum Ruang Biasanya ruang tidur, ruang Ruang-ruang lebih luas untuk keluarga, atau ruang tamu memanjat, membangun balok, dll

18

Guru akan memilih pengalaman-pengalaman bermain yang sesuai dengan tujuan program-program mereka. Peran-peran guru dalam bermain dalam latar kelas sangatlah penting. Guru harus menjadi pengamat, penjelas, model,

evaluator dan perencana bermain (Bjorkland, 1978). Berikut adalah peran guru di sekolah : 1) Pengamat Ketika mengamati, guru harus mengawasi interaksi anak-anak dengan anak lainnya dan dengan benda-benda. Dia harus mengamati lamanya waktu anak-anak dapat mempertahankan episode bermain, dan harus mencari anak-anak yang memiliki kesulitan bermain atau bergabung dengan kelompok-kelompok bermain. Pengamatan ini harus digunakan nantinya dalam merencanakan pengalaman-pengalaman bermain tambahan, membuat keputusan-keputusan mengenai situasi bermain, dan membuat asesmen bermain terhadap anak perorangan. memberikan Phyfe-Perkins (1980) menyimpulkan bahwa jika latar akan dukungan untuk aktifitas-aktifitas yang sesuai dengan

perkembangan, maka guru harus terlibat dalam observasi yagn sistematis terhadap anak-anak yang sedang bermain. 2) Penjelas Aspek lainnya dari peran guru adalah penjelas. Jika anak-anak sedang memainkan menjadi penata rambut maka guru mungkin membantu mereka mengumpulkan item-item yang dapat digunakan untuk menggambarkan bendabenda yang ditemukan di tempat penata rambut. Guru mungkin memberikan

ilustrasi majalah yang akan membantu anak-anak membuat salon kecantikan. Jika

19

anak lain terlibat dalam mempelajari serangga, maka guru mungkin menyediakan kaset video tentang serangga sehingga anak dapat meciptakan kembali gerakan serangga dalam permainan mereka. 3) Pemberi contoh Guru yang menghargai bermain seringkali menjadi pemberi contoh prilaku-prilaku yang tepat dalam situasi-situasi bermain. Guru mungkin memilih untuk bergabung dengan permainan drama untuk dapat mencontohkan prilakuprilaku yang berguna ketika memasuki kelompok bermain dan respon-respon yang berguna untuk membantu berlanjutnya bermain 4) Evaluator Sebagai evaluator bermain, guru harus menjadi pengamat yang cermat dan ahli diagnosa untuk menentukan bagaimana peristiwa-peristiwa bermain yang berbeda memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak-anak perorangan dan apakah pembelajaran yang sedang terjadi ketika anak-anak berpartisipasi dalam bermain. Evaluasi berarti bahwa materi, lingkungan, dan aktifitas harus dipertimbangkan secara cermat berdasarkan tujuan kurikulum, dan perubahan-perubahan harus dibuat ketika dibutuhkan. 5) Perencana Akhirnya, guru harus berfungsi sebagai perencana. Perencanaan

melibatkan semua pembelajaran yang dihasilkan dari mengamati, menjelaskan, dan mengevaluasi. Guru harus merencanakan pengalaman-pengalaman baru yang akan mendorong atau memperluas ketertarikan anak-anak. Ketika melakukan

20

perencanaan

yang

berkonstribusi

pada

perkembangan,

guru

harus

mempertimbangkan pedoman-pedoman berikut ini: Yakinkan anak-anak memiliki cukup waktu untuk bermain. Bantulah anak-anak merencanakan bermain mereka. Pantaulah kemajuan bermain. Pilihlah mainan-mainan yang tepat. Berikan tema-tema yang dapat diperluas dari satu hari ke hari berikutnya. Latihlah orang-orang yang membutuhkan bantuan. Contohkan bagaimana tema-tema dapat saling berkaitan. Contohkan cara-cara yang tepat untuk menyelesailkan perselisihan.

3. Bermain Seringkali Bersifat Nonliteral Anak-anak ketika bermain dapat menangguhkan realitas, biasanya dengan kata-kata magis Mari kita berpura-pura. Waktu, latar dan karakter yang terlibat dalam bermain dapat dinegosiasikan dan tidak terikat pada realitas. Bermain juga tidak perlu menjadi mungkin; anak-anak mungkin berpura-pura terbang, atau menjadi monster. 4. Bermain Tidak Memiliki Tujuan Ekstrinsik Seandainya seorang anak sedang menyusun serangkaian huruf diatas papan magnetis. Jika tugas ini telah diberikan untuk tujuan membantu mereka

mempelajari urutan abjad, maka ini bukanlah bermain. Jika anak menyusun huruf-huruf berdasarkan tujuannya sendiri, maka ini dikatakan bermain.

21

Dalam bermain, proses, atau cara bukanlah hasil akhir, adalah yang paling penting. Hasil dari bermain tidaklah sepenting partisipasi didalamnya. 5. Pemain Memberikan Makna pada Bermain Anak-anak terkadang mengeksplorasi atau menggunakan materi-materi dalam cara-cara yang dispesifikasikan oleh orang lain, tetapi ketika bermain, mereka memberikan penafsiran mereka sendiri terhadap materi. Seorang anak

mungkin menggunakan 10 balo untuk membangun model-model angka jika diarahkan untuk melakukan hal tersebut oleh seorang dewasa. Namun jika dia dibiarkan untuk menggunakan materi secara bebas, maka dia mungkin menggunakannya untuk membuat rumah-rumahan atau jalanan. 6. Bermain Tidak Memiliki Aturan-Aturan Ekstrinsik Jika suatu aktifitas akan dianggap sebagai bermain, maka pemainnya harus dapat merubah aturan-aturan aktifitas ketika dibutuhkan. Sebagai contoh, anak-anak yang bermain dengan balok mungkin membuat aturan-aturan mengenai ruang untuk bangunan, tetapi aturan-aturan tersebut dirundingkan dengan pemain. 7. Ruang Lingkup dan Jenis Bermain Bermain dalam latar sekolah dapat digambarkan sebagai suatu kontinum mulai dari bermain bebas hingga bermain yang dipandu: Bermain bebas dapat didefinisikan sebagai bermain dimana anak-anak

memiliki sebanyak mungkin pilihan materi dan dimana mereka dapat memilih bagaimana menggunakan materi tersebut.

22

Bermain dipandu didefinisikan sebagai bermain dimana guru telah

memilih materi-materi yang dapat dipilih anak-anak agar mereka dapat menemukan konsep-konsep tertentu.

Bermain diarahkan adalah bermain dimana guru menginstruksikan anakMenyanyikan lagi, atau

anak bagaimaan untuk memenuhi tugas tertentu.

bermain game-game lingkaran adalah contoh-contohnya. Selain berpikir mengenai jenis bermain, dapat mendefinisikan bermain berdasarkan karakteristiknya. Ini termasuk motivasi personal, keterlibatan aktif, makna nonliteral, tujuan-tujuan tidak ekstrinsik, makna yang diberikan oleh pemain, dan tidak adanya aturan-aturan ekstrinsik. a) Bermain adalah Aktifitas yang Termotivasi secara Personal. Agar suatu aktifitas disebut bermain, maka pemainnya harus memilih untuk berpartisipasi. Jika seorang anak memilih suatu aktifitas, maka ini biasanya bermain, walaupun apa yang dilakukannya mungkin tampak sebagai kerja. Bermain harus selalu menjadi menyenangkan bagi partisipannya. b) Bermain adalah Aktif Semua pengalaman bermain membutuhkan beberapa keterlibatan aktif pada pemainnya. Bermain bukanlah aktifitas pasif, seperti menonton televisi,

walaupun bermain tidak membutuhkan keterlibatan fisik aktif. Anak-anak yang bermain terlibat dalam berpikir, mengatur, merencanakan, dan berinteraksi dengan lingkungan. Jika keterlibatan itu pasif, maka aktifitas itu kemungkinan bukanlah bermain.

23

Bermain dapat didefinisikan dengan mempertimbangkan berbagai level dimana anak-anak terlibat didalamnya, termasuk bermain sosial, bermain dengan objek, dan bermain sosiodrama.

a) Bermain Sosial

Guru-guru yang mengamati anak-anak bermain akan memperhatikan beberapa level keterlibatan yang berbeda dengan anak-anak lainnya dalam episode bermain. Dalam studi klasiknya, Parten menggambarkan level-level ini

sebagai soliter, onlooker, paralel, asosiatif, dan koperatif. b) Bermain dengan Objek Piaget telah menggambarkan jenis-jenis bermain dengan objek yang berbedabeda: (1) Bermain praktek, atau bermain fungsional, adalah bermain dimana anak-anak mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan materi. (2) Bermain simbolis, adalah bermain dimana anak-anak mungkin mulai menggunakan bermain untuk menggambarkan sesuatu yang lain. (3) Dalam game dengan aturan, anak-anak mungkin bermain berdasarkan aturan-aturan yang telah mereka buat sendiri atau yang telah secara umum disepakati. (4) Game-game konstruksi digambarkan sebagai game yang berkembang dari bermain simbolis tetapi nantinya cenderung membentuk adaptasi murni. Level-level bermain objek tergantung pada kematangan dan pengalaman anak-anak. Ketika anak-anak matang, maka mereka menjadi lebih mampu untuk menggunakan materi-materi secara simbolis dan memainkan game dengan aturan-aturan yang diterima.

24

c)

Bermain Sosiodrama Bermain sosiodrama melibatkan sekelompok kecil partisipan yang memainkan peran-peran tertentu yang telah mereka pilih. Disebut oleh beberapa orang sebagai bermain fantasi, jenis bermain ini memungkinkan anak-anak untuk terlibat secara intelektual dengan banyak aspek kehidupan mereka sendiri. Bermain sosiodrama terutama penting dalam perkembangan kreatifitas, pertumbuhan intelektual, dan skill-skill sosial. Kemampuan untuk mengambil peran orang lain dan merubah perspektif adalah skill-skill dasar yang penting untuk pembelajaran akademik. Menurut Vygotsky, bermain berkembang dari bermain manipulatif anak-

anak kecil yang baru belajar berjalan menjadi bermain yang berorientasi secara sosial dari anak-anak pra sekolah dan taman kanak-kanak dan akhirnnya menjadi permainan. Vygostky yakin bahwa bermain sangatlah penting untuk

perkembangan anak dalam tiga cara: Bermain menciptakan zona perkembangan proksimal pada diri anak. Bermain memfasilitasi pemisahan pikiran dari tindakan dan objek. Bermain memfasilitasi pengembangan regulasi diri. Dengan demikian dapatlah ditarik kesimpulan bahwa bermain merupakan suatu cara dalam memberikan rangsangan kepada anak untuk melakukan aktivitas yang disebut dengan belajar. Melalui bermain anak akan memiliki konsep diri, bahwa dirinya memiliki teman serta harus mampu bertanggung jawab dalam permainan yang dilakukannya. 8. Tujuan Memahami Konsep Bermain
25

Bermain

berkontribusi

pada

pertumbuhan

kognitif,

membantu

perkembangan sosial dan emosional, dan penting untuk perkembangan fisik. Ehart dan Leavitt (1985) menyatakan bahwa bermain memberikan anak-anak kecil kesempatan untuk menguasai banyak skill-skill dan konsep fisik, sosial dan intelektual dasar. Baik bermain eksplorasi, yaitu bermain dimana anak tidak memiliki tujuan kecuali eksplorasi, dan bermain yang ditentukan oleh aturan, yaitu bermain dimana anak memiliki tujuan seperti menemukan solusi untuk masalah, berkontribusi untuk pertumbuhan kognitif. Pertumbuhan kognitif didefinisikan sebagai suatu peningkatan dalam simpanan dasar pengetahuan anak, yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman-pengalaman dengan benda-benda dan manusia. Banyak studi melaporkan hubungan positif antara pengalaman bermain dan perkembangan kemampuan kognitif anak-anak. Kemampuan kognitif termasuk mengidentifikasikan, mengklasifikasikan, mengurutkan, mengamati, mendiskriminasikan, membuat prediksi, menarik kesimpulan, membandingkan dan menentukan hubungan sebab akibat. Kemampuan intelektual ini mendasari keberhasilan anak-anak dalam semua area akademik. Bermain juga membantu anak-anak mengembangkan kemampuan mengatur dan pemecahan masalah. Anak-anak yang bermain secara pasti memperlihatkan berpikir kreatif dan pemecahan masalah kreatif. Bermain merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan dan spontan sehingga hal ini memberikan rasa aman secara psikologis pada anak. Begitu pula dalam suasana bermain aktif, dimana anak memperoleh kesempatan yang luas

26

untuk melakukan eksplorasi guna memenuhi rasa ingin tahunya, anak bebas mengekspresikan gagasannya memalui khayalan, drama, bermain konstruktif, dan sebagainya. Maka dalam hal ini memungkinkan anak untuk mengembangkan perasaan bebas secara psikologis Rasa aman dan bebas secara psikologis merupakan kondisi yang penting bagi tumbuhnya kreativitas. Anak-anak diterima apa adanya, dihargai

keunikannya, dan tidak terlalu cepat dievaluasi, akan merasa aman secara psikologis. Begitu pula anak yang diberikan kebebasan untuk mengekspresikan gagasannya. Keadaan bermain yang demikian berkaitan erat dengan upaya pengembangan kreativitas anak. Bermain memberikan kesempatan pada anak untuk mengembangkan kreativitasannya. Ia dapat bereksperimen dengan gagasan-gagasan barunya baik yang menggunakan alat bermain atau tidak. Sekali anak merasa mampu menciptakan sesuatu yang baru dan unik, ia akan melakukan kembali pada situasi yang lain. Kreativitas memberi anak kesenangan dan kepuasan pribadi yang sangat besar dan penghargaan yang memiliki pengaruh nyata pada perkembangan pribadinya. Menjadi kreatif juga penting artinya bagi anak usia dini, karena menambah bumbu dalam permainannya. Jika kreativitas dapat membuat permainan menjadi menyenangkan, mereka akan merasa bahagia dan puas Bermain memberikan kesempatan pada anak untuk mengekspresikan dorongan-dorongan kreatifnya sebagai kesempatan untuk merasakan obyek-obyek dan tantangan untuk menemukan sesuatu dengan cara-cara baru, untuk menemukan penggunaan suatu hal secara berbeda, menemukan hubungan yang

27

baru antara sesuatu dengan sesuatu yang lain serta mengartikannya dalam banyak alternatif cara. Selain itu bermain memberikan kesempatan pada individu untuk berpikir dan bertindak imajinatif, serta penuh daya khayal yang erat hubungannya dengan perkembangan kreativitas anak. 9. Urgensi Memahami Konsep Bermain Anak Usia Dini Bagi anak, bermain adalah suatu kegiatan yang serius, tetapi mengasyikan. Melalui aktivitas bermain, berbagai pekerjaanya terwujud. Bermain adalah aktivitas yang dipilih sendiri oleh anak, karena menyenangkan bukan karena akan memperoleh hadiah atas pujian. Bermain adalah salah satu alat utama yang menjadi latihan untuk pertumbuhannya. Bermain adalah medium, di mana si anak mencobakan diri, bukan saja dalam fantasinya tetapi juga benar nyata secara aktif. Bila anak bermain secara bebas, sesuai kemauan maupun sesuai kecepatannya sendiri, maka ia melatih kemampuannya. Permainan adalah alat bagi anak untuk menjelajahi dunianya, dari yang tidak ia kenali sampai pada yang ia ketahui dan dari yang tidak dapat diperbuatnya, sampai mampu melakukannya. Jadi, bermain mempunyai nilai dan ciri yang penting dalam kemajuan perkembangan kehidupan sehari-hari seorang anak.
a)

Bermain memiliki berbagai arti. Pada permulaan setiap pengalaman bermain memiliki unsur resiko. Ada resiko bagi anak untuk belajar berjalan sendiri, naik sepeda sendiri, berenang, ataupun meloncat. Betapa pun sederhana permainannya, unsur resiko itu selalu ada.

b)

Unsur lain adalah pengulangan. Dengan pengulangan, anak memperoleh kesempatan mengkonsolidasikan keterampilannya yang harus diwujudkannya
28

dalam berbagai permainan dengan berbagai nuansa yang berbeda. Sesudah pengulangan itu berlangsung, anak akan meningkatkan keterampilannya yang lebih kompleks. Melalui berbagai permainan yang diulang, ia memperoleh kemampuan tambahan untuk melakukan aktivitas lain.
c)

Fakta bahwa aktivitas permainan sederhana dapat menjadi kendaraan (vehicle) untuk menjadi hajat permainan yang begitu kompleks, dapat dilihat dan terbukti pada kala mereka menjadi remaja.

d)

Melalui bermain anak secara aman dapat menyatakan kebutuhannya tanpa dihukum atau terkena teguran, umpama: la bisa bermain peran sebagai ibu atau bapak yang galak, atau sebagai bayi atau anak yang mendambakan kasih sayang. Di dalam semua permainan itu ia dapat menyatakan rasa benci, takut, dan gangguan emosional.

Pada umumnya para ahli hanya membedakan atau mengkatergorikan kegiatan bermain tanpa secara jelas mengemukakan bahwa suatu jenis kegiatan bermain lebih tinggi tingkatan perkembangannya dibandingkan dengan jenis kegiatan lainnya. Adapun tahapan kegiatan bermain sebagai berikut: a) Permainan Sensori Motorik ( 3/4 bulan tahun) Bermain diambil pada periode perkembangan kognitif sensori motor, sebelum 3-4 bulan yang belum dapat dikategorikan sebagai kegiatan bermain. Kegiatan ini hanya merupakan kelanjutan kenikmatan yang diperoleh seperti kegiatan makan atau mengganti sesuatu. Jadi merupakan pengulangan dari hal-hal sebelumnya dan disebut reproductive assimilation. b) Permainan Simbolik ( 2-7 tahun)

29

Merupakan ciri periode pra operasional yang ditemukan pada usia 2-7 tahun ditandai dengan bermain khayal dan bermain pura-pura. Pada masa ini anak lebih banyak bertanya dan menjawab pertanyaan, mencoba berbagai hal berkaitan dengan konsep angka, ruang, kuantitas dan sebagainya . Seringkali anak hanya sekedar bertanya, tidak terlalu memperdulikan jawaban yang diberikan dan walaupun sudah dijawab anak akan bertanya terus. Anak sudah menggunakan berbagai simbol atau representasi benda lain. Misalnya sapu sebagai kuda-kudaan, sobekan kertas sebagai uang dan lain-lain. Bermain simbolik juga berfungsi untuk mengasimilasikan dan mengkonsolidasikan pengalaman emosional anak. Setiap hal yang berkesan bagi anak akan dilakukan kembali dalam kegiatan bermainnya. c) Permainan Sosial yang Memiliki Aturan ( 8-11 tahun) Pada usia 8-11 tahun anak lebih banyak terlibat dalam kegiatan games with rules dimana kegiatan anak lebih banyak dikendalikan oleh peraturan permainan. d) Permainan yang Memiliki Aturan dan Olahraga (11 tahun keatas) Kegiatan bermain lain yang memiliki aturan adalah olahraga. Kegiatan bermain ini menyenangkan dan dinikmati anak-anak meskipun aturannya jauh lebih ketat dan diberlakukan secara kaku dibandingkan dengan permainan yang tergolong games seperti kartu atau kasti. Anak senang melakukan berulang-ulang dan terpacu mencapai prestasi yang sebaikbaiknya.

30

Jika dilihat tahapan perkembangan bermain maka dapat disimpulkan bahwa bermain yang tadinya dilakukan untuk kesenangan lambat laun mempunyai tujuan untuk hasil tertantu seperti ingin menang, memperoleh hasil kerja yang baik. Sedang tahapan perkembangan bermain yang lain adalah sebagai berikut:
a) Tahapan Penjelajahan (Exploratory stage)

Berupa kegiatan mengenai objek atau orang lain, mencoba menjangkau atau meraih benda disekelilingnya lalu mengamatinya. Penjelajahan semakin luas saat anak sudah dapat merangkak dan berjalan sehingga anak akan mengamati setiap benda yang diraihnya.
b) Tahapan Mainan (Toy stage)

Tahap ini mencapai puncaknya pada usia 5-6 tahun. Antara 2-3 tahun anak biasanya hanya mengamati alat permainannya. Biasanya terjadi pada usia pra sekolah, anak-anak di Taman Kanak-Kanak biasanya bermain dengan boneka dan mengajaknya bercakap atau bermain seperti layaknya teman bermainnya.
c)

Tahap Bermain (Play stage) Biasanya terjadi bersamaan dengan mulai masuk ke sekolah dasar. Pada masa ini jenis permainan anak semakin bertambah banyak dan bermain dengan alat permainan yang lama kelamaan berkembang menjadi games, olah raga dan bentuk permainan lain yang dilakukan oleh orang dewasa.

d) Tahap Melamun (Daydream stage)

Tahap ini diawali ketika anak mendekati masa pubertas, dimana anak mulai kurang berminat terhadap kegiatan bermain yang tadinya mereka sukai dan

31

mulai menghabiskan waktu untuk melamun dan berkhayal. Biasanya khayalannya mengenai perlakuan kurang adil dari orang lain atau merasa kurang dipahami oleh orang lain. Dari penjelasan di atas maka dapat dipahami bahwa bermain merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh anak dengan spontan, dan perasaan gembira, tidak memiliki tujuan ekstrinsik, melibatkan peran aktif anak, memiliki hubungan sistematik dengan hal-hal diluar bermain (seperti perkembangan kreativitas), dan merupakan interaksi antara anak dengan lingkungannya, serta memungkinkan anak untuk beradaptasi dengan lingkungannya tersebut. .Masa bermain pada anak memiliki tahap-tahap yang sesuai dengan perkembangan anak, baik kognitif, afektif, maupun psikomotor dan sejalan juga dengan usia anak. 10. Penerapan Konsep Bermain dalam Pendidikan Anak Usia Dini Ketika bermain diterima sebagai alat untuk memenuhi kurikulum, anakanak dapat mempelajari skill-skill pengaturan, mengembangkan skill-skill bahasa oral, dan belajar mengambil resiko dalam memecahkan masalah. Bermain yang dapat membantu anak-anak dalam perkembangan mereka dapat dicapai di sekolah jika guru memberikan waktu, ruang, materi dan sangsi untuk aktifitas-aktifitas bermain. Ketika anak-anak mendapatkan pengalaman dan kematangan, bermain dalam kelas harus mencerminkan perubahan-perubahan ini. Anak-anak dengan usia yang berbeda dan level-level perkembangan yang berbeda menggunakan materi-materi dalam cara berbeda, sehingga guru harus waspada dalam

32

menyediakan materi-materi yang akan menantang anak-anak untuk berkembang lebih banyak dalam bermain.

a) Memilih Materi untuk Bermain Guru memiliki banyak pilihan ketika memilih materi-materi untuk bermain. Materi-materi open-ended (terbuka) yaitu yang memungkinkan banyak hasil dan penggunaan unik dalam setiap pertemuan, adalah yang paling berguna. Materi-materi tersebut mungkin berupa materi yang tidak memiliki struktur seperti pasir dan air, atau materi yang memiliki struktur seperti berbagai bentuk balok. Balok, pasir atau air tidak membatasi hasil-hasil bermain anak-anak. Oleh karena itu bersifat kondusif untuk berpikir kreatif dan pemecahan masalah pada anak-anak. Materi-materi yang memungkinkan anak-anak membuat pilihan bermain dan memungkinkan banyak hasil penting untuk lingkungan bermain yang paling baik. Banyak materi dapat dianggap terbuka jika memungkinkan anak-anak untuk menggunakannya dalam cara-cara berbeda. Sebagai contoh, guru dapat

menyediakan kotak, bola, atau roller yang akan membantu anak-anak mengembangkan konsep-konsep dalam ilmu fisika. b) Bermain sebagai Strategi Mengajar Bermain adalah salah satu strategi mengajar yang tersedia bagi para guru ketika mereka merencanakan pembelajaran anak-anak. Contoh-contoh berikut ini mengilustrasikan tujuan yang dapat dengan cepat dicapai melalui bermain:

33

Untuk mendorong anak-anak belajar tentang pakaian yang tepat untuk

cuaca. Untuk mendorong anak-anak belajar bagaimana membuat warna-warna

sekunder. Menggunakan pengalaman bermain sebagai strategi mengajar

mengharuskan guru untuk mengamati bagaimana anak-anak menggunakan materi dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk memandu berpikir dan refleksi anak-anak. Memilih bermain yang dipandu sebagai strategi mengajar tidak

menyiratkan bahwa bermain itu diberikan; namun berarti bahwa pemikiran yang cermat ditekankan pada pemilihan materi-materi dan intervensi dalam bermain anak. Cooper dan Dever (2001) menemukan bahwa bermain sosiodrama adalah alat yang unggul untuk mengintegrasikan kurikulum. Melalui kerja mereka, anakanak mengembangkan dan menikmati tema yang dipilih. Oleh karena itu, guru harus cermat ketika mengintervensi bermain anak-anak dan hindarilah mencoba memaksakan agenda mereka pada anak-anak. 11. Tahapan Pembelajaran Bermain Kegiatan pembelajaran pada anak Raudhatul Athfal harus senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak. Oleh karena itu, perlulah kiranya guru dan orang tua mengetahui hakikat pembelajaran di RA. Pembelajaran di RA antara laian harus : a. Proses pembelajaran bagi anak usia dini adalah proses interaksi antar anak, sumber belajar dan pendidik dalam suatu lingkungan belajar tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
34

b.

Sesuai dengan karakteristik anak usia dini yang bersifat aktif melakukan berbagai eksplorasi dalam kegiatan bermain, maka proses pembelajarannya ditekankan pada aktifitas anak dalam bentuk belajar sambil bermain. c. Belajar sambil bermain ditekankan pada pengembangan potensi di bidang fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), intelegensi (daya 35embe, daya cipta, kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual), 35ember-emosional (sikap, perilaku serta agama), bahasa dan komunikasi menjadi kompetensi/ kemampuan yang secara 35ember dimiliki anak. d.Penyelenggaraan pembelajaran bagi anak usia dini perlu memberikan rasa aman bagi anak usia tersebut. e.Sesuai dengan sifat perkembangan anak usia dini proses pembelajarannya di laksanakan secara terpadu. f.Proses pembelajaran pada anak usia dini akan terjadi apabila anak tersebut secara aktif berinteraksi dengan lingkungan belajar yang diatur pendidik. g.Program belajar mengajar bagi anak usia dini dirancang dan dilaksanakan sebagai suatu sistem yang dapat menciptakan kondisi yang menggugah dan 35ember kemudahan bagi anak usia dini untuk belajar sambil bermain melalui berbagai aktifitas yang bersifat konkrit, dan yang sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan serta kehidupan anak RA. h.Keberhasilan proses pembelajaran anak usia dini ditandai dengan pencapaian pertumbuhan dan perkembangan anak-anak usia secara optimal dan dengan hasil pembelajaran yang mampu menjadi jembatan bagi anak usia dini untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan perkembangan selanjutnya. (Balitbang, 2002 : 4 5). Uraian di atas kiranya dapat dipahami oleh pendidik, karena cukup banyak pendidik yang tidak sabar menghadapi anak-anak usia dini dalam hal ini RA, khususnya yang berkaitan dengan pembelajaran dan pelatihan. Mereka memperlakukan anak-anak usia dini dengan tuntutan-tuntutan kemampuan yang sering tidak tepat dan melebihi dari batas kemampuan yang dimiliki. Cukup banyak pelajaran dan pelatihan yang hanya membawa kebosanan, kejenuhan, kelelahan dan akhirnya menghasilkan kegagalan entah pada masa kanak-kanaknya entah ketika tumbuh sebagai remaja. Demikian pentingnya keberadaan RA sehingga pembelajaran harus berpusat pada anak. Artinya, sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan anak. Dengan demikian, agar anak dapat mencapai tahapan perkembangan yang
35

optimal, maka proses pembelajaran yang dilakukan harus memenuhi prinsipprinsip pembelajaran, yaitu; berangkat dari potensi yang dimiliki anak, belajar harus bermakna dan belajar dilakukan sambil bermain (Hartati: 2007). Selain dengan pemahaman tersebut, Prasetyono, dalam Hartati S. (2007) menyatakan bahwa : bermain bagi anak-anak bukan sekedar bermain, tetapi bermain merupakan salah satu bagian dari proses pembelajaran. Dalam bermain anak dapat menerima banyak rangsangan. Selain dapat membuat diri anak senang juga dapat menambah pengetahuan anak. Dalam proses belajar, anak-anak mengenalnya melalui permainan karena tidak ada cara yang lebih baik untuk merangsang perkembangan kecerdasan anak melalui kegiatan melihat, mendengar, meraba dan merasakan yang kesemuanya itu dapat dilakukan melalui kegiatan bermain. Sebagaimana diungkapkan pula oleh Conny R. Semiawan dalam Buletin PADU (2003): Bermain sangat berperan dalam mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak. Bagi anak, bermain adalah suatu kegiatan yang serius namun mengasyikkan. Melalui aktivitas bermain, berbagai pekerjaan terwujud. Bagi anak, bermain adalah aktivitas yang dipilih sendiri oleh anak karena menyenangkan bukan karena akan mendapat hadiah atau alat utama yang menjadi latihan untuk pertumbuhannya. Kreativitas belajar anak melalui bermain sangat penting sekali untuk di pahami oleh orang tua dan guru di dalam memberikan stimulasi (rangsangan) kepada anak sedini mungkin sesuai dengan periodesasi perkembangannya. Pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik dan tahapan perkembangan anak pra sekolah berlandaskan ajaran Islam memiliki tantangan tersendiri. Pemahaman guru tentang ajaran Islam yang komprehensif dan melibatkan seluruh domain yaitu kognitif, afektif dan psikomotor perlu ditingkatkan. Islam harus menjadi landasan dalam pola pikir, pola jiwa, dan pola

36

perilaku guru sebagai pendidik. Para guru juga memerlukan informasi yang terbaru tentang teori-teori, kajian penelitian, maupun contoh pelaksanaan pembelajaran pada anak di lapangan yang berbasis ajaran Islam. Adanya pemberlakuan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan kemudian KTSP termasuk untuk RA dan PAUD, serta pendekatan pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk merupakan bentuk reformasi pendidikan nasional yang menambah wawasan guru dalam pembelajaran di kelas. Pada umumnya para ahli hanya membedakan atau mengkatergorikan kegiatan bermain tanpa secara jelas mengemukakan bahwa suatu jenis kegiatan bermain lebih tinggi tingkatan perkembangannya dibandingkan dengan jenis kegiatan lainnya. Adapun tahapan kegiatan bermain sebagai berikut: a) Permainan Sensori Motorik ( 3/4 bulan tahun) Bermain diambil pada periode perkembangan kognitif sensori motor, sebelum 3-4 bulan yang belum dapat dikategorikan sebagai kegiatan bermain. Kegiatan ini hanya merupakan kelanjutan kenikmatan yang diperoleh seperti kegiatan makan atau mengganti sesuatu. Jadi merupakan pengulangan dari hal-hal sebelumnya dan disebut reproductive assimilation. b) Permainan Simbolik ( 2-7 tahun) Merupakan ciri periode pra operasional yang ditemukan pada usia 2-7 tahun ditandai dengan bermain khayal dan bermain pura-pura. Pada masa ini anak lebih banyak bertanya dan menjawab pertanyaan, mencoba berbagai hal berkaitan dengan konsep angka, ruang, kuantitas dan sebagainya . Seringkali anak hanya sekedar bertanya, tidak terlalu memperdulikan jawaban yang

37

diberikan dan walaupun sudah dijawab anak akan bertanya terus. Anak sudah menggunakan berbagai simbol atau representasi benda lain. Misalnya sapu sebagai kuda-kudaan, sobekan kertas sebagai uang dan lain-lain. Bermain simbolik juga berfungsi untuk mengasimilasikan dan mengkonsolidasikan pengalaman emosional anak. Setiap hal yang berkesan bagi anak akan dilakukan kembali dalam kegiatan bermainnya. c) Permainan Sosial yang Memiliki Aturan ( 8-11 tahun) Pada usia 8-11 tahun anak lebih banyak terlibat dalam kegiatan games with rules dimana kegiatan anak lebih banyak dikendalikan oleh peraturan permainan. d) Permainan yang Memiliki Aturan dan Olahraga (11 tahun keatas) Kegiatan bermain lain yang memiliki aturan adalah olahraga. Kegiatan bermain ini menyenangkan dan dinikmati anak-anak meskipun aturannya jauh lebih ketat dan diberlakukan secara kaku dibandingkan dengan permainan yang tergolong games seperti kartu atau kasti. Anak senang melakukan berulang-ulang dan terpacu mencapai prestasi yang sebaikbaiknya. Jika dilihat tahapan perkembangan bermain maka dapat disimpulkan bahwa bermain yang tadinya dilakukan untuk kesenangan lambat laun mempunyai tujuan untuk hasil tertantu seperti ingin menang, memperoleh hasil kerja yang baik. Sedang tahapan perkembangan bermain yang lain adalah sebagai berikut:
a.

Tahapan Penjelajahan (Exploratory stage)

38

Berupa kegiatan mengenai objek atau orang lain, mencoba menjangkau atau meraih benda disekelilingnya lalu mengamatinya. Penjelajahan semakin luas saat anak sudah dapat merangkak dan berjalan sehingga anak akan mengamati setiap benda yang diraihnya.
b. Tahapan Mainan (Toy stage)

Tahap ini mencapai puncaknya pada usia 5-6 tahun. Antara 2-3 tahun anak biasanya hanya mengamati alat permainannya. Biasanya terjadi pada usia pra sekolah, anak-anak di Taman Kanak-Kanak biasanya bermain dengan boneka dan mengajaknya bercakap atau bermain seperti layaknya teman bermainnya.
c.

Tahap Bermain (Play stage) Biasanya terjadi bersamaan dengan mulai masuk ke sekolah dasar. Pada masa ini jenis permainan anak semakin bertambah banyak dan bermain dengan alat permainan yang lama kelamaan berkembang menjadi games, olah raga dan bentuk permainan lain yang dilakukan oleh orang dewasa.

d. Tahap Melamun (Daydream stage)

Tahap ini diawali ketika anak mendekati masa pubertas, dimana anak mulai kurang berminat terhadap kegiatan bermain yang tadinya mereka sukai dan mulai menghabiskan waktu untuk melamun dan berkhayal. Biasanya khayalannya mengenai perlakuan kurang adil dari orang lain atau merasa kurang dipahami oleh orang lain. Dari penjelasan di atas maka dapat dipahami bahwa bermain merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh anak dengan spontan, dan perasaan gembira, tidak memiliki tujuan ekstrinsik, melibatkan peran aktif anak, memiliki hubungan

39

sistematik dengan hal-hal diluar bermain (seperti perkembangan kreativitas), dan merupakan interaksi antara anak dengan lingkungannya, serta memungkinkan anak untuk beradaptasi dengan lingkungannya tersebut. .Masa bermain pada anak memiliki tahap-tahap yang sesuai dengan perkembangan anak, baik kognitif, afektif, maupun psikomotor dan sejalan juga dengan usia anak.

12. Hal-hal yang harus Diperhatikan dalam Bermain Selain berpikir mengenai jenis bermain, kita dapat mendefinisikan bermain berdasarkan karakteristiknya. Ini termasuk motivasi personal,

keterlibatan aktif, makna nonliteral, tujuan-tujuan tidak ekstrinsik, makna yang diberikan oleh pemain, dan tidak adanya aturan-aturan ekstrinsik. a. Bermain adalah Aktifitas yang Termotivasi secara Personal. Agar suatu aktifitas disebut bermain, maka pemainnya harus memilih untuk berpartisipasi. Jika seorang anak memilih suatu aktifitas, maka ini biasanya bermain, walaupun apa yang dilakukannya mungkin tampak sebagai kerja. Bermain harus selalu menjadi menyenangkan bagi partisipannya. b. Bermain adalah Aktif Semua pengalaman bermain membutuhkan beberapa keterlibatan aktif pada pemainnya. Bermain bukanlah aktifitas pasif, seperti menonton televisi,

walaupun bermain tidak membutuhkan keterlibatan fisik aktif. Anak-anak yang bermain terlibat dalam berpikir, mengatur, merencanakan, dan

berinteraksi dengan lingkungan. Jika keterlibatan itu pasif, maka aktifitas itu kemungkinan bukanlah bermain. d. Bermain Seringkali Bersifat Nonliteral
40

Anak-anak ketika bermain dapat menangguhkan realitas, biasanya dengan kata-kata magis Mari kita berpura-pura. Waktu, latar dan karakter yang terlibat dalam bermain dapat dinegosiasikan dan tidak terikat pada realitas. Bermain juga tidak perlu menjadi mungkin; anak-anak mungkin berpura-pura terbang, atau menjadi monster. e. Bermain Tidak Memiliki Tujuan Ekstrinsik Seandainya seorang anak sedang menyusun serangkaian huruf diatas papan magnetis. Jika tugas ini telah diberikan untuk tujuan membantu mereka

mempelajari urutan abjad, maka ini bukanlah bermain. Jika anak menyusun huruf-huruf berdasarkan tujuannya sendiri, maka ini dikatakan bermain. Dalam bermain, proses, atau cara bukanlah hasil akhir, adalah yang paling penting. Hasil dari bermain tidaklah sepenting partisipasi didalamnya. f. Pemain Memberikan Makna pada Bermain Anak-anak terkadang mengeksplorasi atau menggunakan materi-materi dalam cara-cara yang dispesifikasikan oleh orang lain, tetapi ketika bermain, mereka memberikan penafsiran mereka sendiri terhadap materi. Seorang anak mungkin menggunakan 10 balok untuk membangun model-model angka jika diarahkan untuk melakukan hal tersebut oleh seorang dewasa. Namun jika dia dibiarkan untuk menggunakan materi secara bebas, maka dia mungkin menggunakannya untuk membuat rumah-rumahan atau jalanan. g. Bermain Tidak Memiliki Aturan-Aturan Ekstrinsik Jika suatu aktifitas akan dianggap sebagai bermain, maka pemainnya harus dapat merubah aturan-aturan aktifitas ketika dibutuhkan. Sebagai contoh,

41

anak-anak yang bermain dengan balok mungkin membuat aturan-aturan mengenai ruang untuk bangunan, tetapi aturan-aturan tersebut dirundingkan dengan pemain.
B. Kreativitas Anak Usia Dini

1.

Pengertian Kreativitas Kreativitas adalah suatu kondisi, sikap atau keadaan yang sangat khusus

sifatnya dan hampir tidak mungkin dirumuskan secara tuntas. Kreativitas dapat didefinisikan dalam beranekaragam pernyataan tergantung siapa dan bagaimana menyorotinya. Istilah kreativitas dalam kehidupan sehari-hari selalu dikaitkan dengan prestasi yang istimewa dalam menciptakan sesuatu yang baru, menemukan cara-cara pemecahan masalah yang tidak dapat ditemukan oleh kebanyakan orang, ide-ide baru, dan melihat adanya berbagai kemungkinan Menurut Solso (Csikszentmihalyi,1996) kreativitas adalah aktivitas kognitif yang menghasilkan cara pandang baru terhadap suatu masalah atau situasi. Drevdal dalam Hurlock (1999), menjelaskan kreativitas sebagai kemampuan seseorang untuk menghasilkan komposisi, produk, atau gagasan apa saja yang pada dasarnya baru, dan sebelumnya tidak dikenal pembuatnya. Kreativitas ini dapat berupa kegiatan imajinatif atau sintesis pemikiran yang hasilnya bukan hanya perangkuman, mungkin mencakup pembentukan pola-pola baru dan gabungan informasi yang diperoleh dari pengalaman sebelumnya serta pencangkokan hubungan lama ke situasi baru dan mungkin mencakup pembentukan korelasi baru.

42

Bentuk-bentuk kreativitas mungkin berupa produk seni, kesusasteraan, produk ilmiah, atau mungkin juga bersifat prosedural atau metodologis. Jadi menurut ahli ini, kreativitas merupakan aktivitas imajinatif yang hasilnya merupakan pembentukan kombinasi dari informasi yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman sebelumnya menjadi hal yang baru, berarti dan bermanfaat. Munandar (1995) mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru, asosiasi baru berdasarkan bahan, informasi, data atau elemen-elemen yang sudah ada sebelumnya menjadi hal-hal yang bermakna dan bermanfaat. Sedangkan pendapat James Russell Lowel dalam Irina V. Sokolova, at.al., (2008: 261). Bahwa kreativitas bukan menemukan sesuatu, tapi membuat sesuatu darinya setelah ia ditemukan. Seringkali, kreativitas dianggap sebagai sesuatu yang artistik, agung, cerdik luar biasa, dan melampaui pemahaman. Bagaimanapun, kreativitas muncul dalam bentuk yang paling sederhana, seperti memformulasikan sebuah solusi terhadap suatu masalah sehari-hari; jika seseorang mengisi bensin di jalan, maka orang itu harus memikirkan suatu cara untuk mendapatkan tujuannya, dan ini memerlukan kreativitas meskipun hal itu dalam bentuk yang paling sederhana. Lalu apakah kreativitas itu? Morgan (1999) dalam Irina V. Sokolova, at, al., (2008: 262-263), setelah melakukan penelitian yang mendalam, mendaftar faktor kreativitas universal untuk menjadi sesuatu yang baru (Cropley, 1999). Sesuatu yang baru harus mencerminkan keaslian dan kebaruan. Dengan kata lain, kreativitas ini harus menciptakan suatu ide baru yang segar.

43

Sedang Stenberg dan Lubert (1995) menunjukkan bahwa sesuatu yang baru itu harus dianggap layak agar bisa dianggap kreatif. Sesuatu yang baru bisa berupa perpaduan antara dua pemikiran yang berbeda atau lebih. Contoh sederhana, Damienhirst adalah seniman kontroversial yang ingin dianggap kreatif dengan mengiris binatang menjadi potongan-potongan kecil, tapi banyak orang tidak menganggap hal itu sebagai tindakan kreatif meski telah menghasilkan sesuatu yang baru dan orisinil. Banyak orang tidak mengakui faktor kelayakan dalam karya Hirst tersebut dan menganggapnya tidak berguna. Meski kreativitas dapat dilihat dari hasil yang diperoleh, kreativitas juga dapat dianggap dalam pengertian Proses. Weisberg (1986) menunjukkan bahwa kreativitas bisa juga didefenisikan sebagai pengunaan alat-alat baru dalam memecahkan masalah atau pemecahan masalah baru. Dr. Gunter von Hagens beberapa tahun yang lalu telah melakukan pertunjukkan tubuh-tubuh manusia yang telah di potong-potong dan transfigurasi. Profesor von Hagens adalah seorang Profesor medis di University of Heidelberg yang menyempurnakan injeksi plastik ke dalam jaringan tubuh. Ini adalah penggunaan alat yang baru untuk memecahkan masalah yang untuk memecahkan masalah tentang kebusukan dan terdistorsinya tubuh ketika menggunakan metode lama dalam

mempertahankan jaringan tubuh. Ini adalah penggunaan alat yang baru untuk memecahkan masalah tentang kebusukan dan terdistorsinya tubuh ketika menggunakan metode lama dalam mempertahankan jaringan tubuh manusia. Akhirnya, produk ini dianggap kreatif karena penggunaan alat-alatnya yang kreatif.

44

Sedangkan Ward, Finke, dan Smith (1995) mendefenisikan kreativitas dalam hasil yang dibuat, perbedaan dalam orang, berbagai tekanan yang memotivasi, dan proses di belakang kreativitas. Hasil yang dibuat haruslah baru dan segar serta merupakan contoh kreativitas yang paling jelas. Namun, mendefenisikan kreativitas pada orang, akan sedikit mengalami kesulitan; misalnya, sebagian orang dianggap lebih kreatif daripada orang lain. Disamping perbedaan-perbedaan yang inheren dalam setiap orang dalam melahirkan kreativitas, maka ada pula motivasi-motivasi berbeda dalam hal kreativitas, maka ada pula motivasi-motivasi berbeda dalam hal kreativitas (yakni, orang yang memang selalu diarahkan untuk mencipta). Pada akhirnya, proses kreativitas pun menjadi berbeda. Sebagian orang menyendirikan diri mereka, sedangkan sebagian yang lain mencari bimbingan dan nasehat. Ketika ada perdebatan tentang bagaimana memutuskan kreatif tidaknya suatu pekerjaan, maka yang paling layak untuk dijadikan patokan suatu karya itu kreatif adalah: sesuatu yang baru dan layak. Dua hal ini mungkin dipandang dalam hasil, alat, orang, motivasi dan atau proses, namun dua hal ini merupakan dua unsur yang sangat penting. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru atau suatu kombinasi baru berdasarkan unsur-unsur yang telah ada sebelumnya menjadi sesuatu yang bermakna atau bermanfaat dan harus mencerminkan keasliannya atau dengan kata lain baru dan layak serta original.

45

Kreativitas menjadi lebih mudah dilihat ketika orang dewasa mencoba untuk lebih perhatian pada proses kognitif anak daripada menghasilkan apa yang mereka capai dalam lapangan yang berbeda yang mereka lakukan dan pahami,oris Malaguzzi. Irina V. Sokolova, at.al., (2008:263). Tidak akan pernah ada orang yang jenius tanpa ada larutan kegilaan. (Aristoteles). Dalam Irina V. Sokolova. at.al., (2008 : 265). Ada sebuah perdebatan besar tentang apa yang membuat seseorang menjadi kreatif dan apa yang tidak. Hanya Arisrtoteles yang berkata dalam kutipan di atas, yang sebagian percaya bahwa orang yang jenius dan kreatif adalah tergantung pada penyakit gila atau penyakit mental. Vincent Van Gogh telah dianggap sebagai seorang mad genius (orang jenius yang gila) berkenaan dengan eksperimennya dalam memutilasi diri sendiri (yakni memotong telinganya sendiri) dan juga dengan karya seninya yang mengagumkan. Disebabkan karena misteri yang terkandung dalam kreativitas, maka orang tidak bisa memastikan sifat-sifat dasar apa yang membuat seseorang itu dianggap sebagai orang kreatif atau tidak. 2. Komponen Pokok Kreativitas Suharnan (dalam Nursisto, 1999) mengatakan bahwa terdapat beberapa komponen pokok dalam kreativitas yang dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Aktifitas berpikir, kreativitas selalu melibatkan proses berpikir di dalam diri seseorang. Aktifitas ini merupakan suatu proses mental yang tidak tampak oleh orang lain, dan hanya dirasakan oleh orang yang bersangkutan. Aktifitas ini bersifat kompleks, karena melibatkan sejumlah kemampuan kognitif seperti persepsi, atensi, ingatan, imajeri, penalaran, imajinasi, pengambilan keputusan, dan pemecahan masalah.
46

b.

c.

d.

Menemukan atau menciptakan sesuatu yang mencakup kemampuan menghubungkan dua gagasan atau lebih yang semula tampak tidak berhubungan, kemampuan mengubah pandangan yang ada dan menggantikannya dengan cara pandang lain yang baru, dan kemampuan menciptakan suatu kombinasi baru berdasarkan konsepkonsep yang telah ada dalam pikiran. Aktifitas menemukan sesuatu berarti melibatkan proses imajinasi yaitu kemampuan memanipulasi sejumlah objek atau situasi di dalam pikiran sebelum sesuatu yang baru diharapkan muncul. Sifat baru atau orisinal. Umumnya kreativitas dilihat dari adanya suatu produk baru. Produk ini biasanya akan dianggap sebagai karya kreativitas bila belum pernah diciptakan sebelumnya, bersifat luar biasa, dan dapat dinikmati oleh masyarakat. Menurut Feldman dalam Semiawan dkk, (1984), sifat baru yang dimiliki oleh kreativitas memiliki ciri sebagai berikut: 1) Produk yang memiliki sifat baru sama sekali, dan belum pernah ada sebelumnya. 2) Produk yang memiliki sifat baru sebagai hasil kombinasi beberapa produk yang sudah ada sebelumnya. 3) Produk yang memiliki sifat baru sebagai hasil pembaharuan (inovasi) dan pengembangan (evolusi) dari hal yang sudah ada. Produk yang berguna atau bernilai, suatu karya yang dihasilkan dari proses kreatif harus memiliki kegunaan tertentu, seperti lebih enak, lebih mudah dipakai, mempermudah, memperlancar, mendorong, mendidik, memecahkan masalah, mengurangi hambatan, dan mendatangkan hasil lebih baik atau lebih banyak.

Mencermati uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa komponen pokok kreativitas adalah; (1) aktifitas berpikir, yaitu proses mental yang hanya dapat dirasakan oleh individu yang bersangkutan, (2) menemukan atau menciptakan, yaitu aktivitas yang bertujuan untuk menemukan sesuatu atau menciptakan hal-hal baru, (3) baru atau orisinal, suatu karya yang di hasilkan dari kreativitas harus mengandung komponen yang baru dalam satu atau beberapa hal dan, (4) berguna atau bernilai, yaitu karya yang dihasilkan dari kreativitas harus memiliki kegunaan atau manfaat tertentu. Sejak kecil hingga dewasa, perangsangan kreativitas sangat diperlukan

47

dan bisa dilakukan melalui pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah. Hal ini menandakan bahwa kreativitas penting untuk dipupuk dan dikembangkan sejak usia dini, seperti yang dikemukakan oleh Munandar (1992:46), bahwa: Kreativitas yang memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya. Dalam era pembangunan ini tidak dapat dipungkiri bahwa kesejahteraan dan kejayaan masyarakat dan negara bergantung pada sumbangan kreatif, berupa ide-ide baru, penemuan penemuan baru, dan teknologi baru dari anggota masyarakatnya. Untuk mencapai hal itu, perlulah sikap dan prilaku kreatif dipupuk sejak dini, agar anak didik kelak tidak hanya menjadi konsumen pengetahuan baru dan pencari kerja, tetapi mampu menciptakan pekerjaan baru (wiraswasta). Uraian diatas mengandung makna, bahwa kreativitas yang dipupuk dan dikembangkan sejak usia dini sangat penting dalam hidup manusia untuk dapat mewujudkan diri. Masa Golden Age merupakan masa yang memerlukan perhatian yang serius, karena merupakan suatu kekuatan sumber daya insani, yang sangat diperlukan kelak dikemudian hari baik dalam pemikiran logis dan penalaran, serta pemikiran, sikap, perilaku kreatif produktif. Untuk lebih menjelaskan pengertian kreativitas, berikut ini dikemukakan beberapa perumusan yang merupakan kesimpulan para ahli mengenai kreativitas menurut Munandar (1992: 47 ) bahwa: "Kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi, atau unsur-unsur yang ada. Kreativitas (berpikir kreatif atau berpikir divergen) adalah kemampuan berdasarkan data atau informasi yang tersedia-menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap sesuatu masalah, di mana penekanannya adalah pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keragaman jawaban". Jadi secara operasional kreativitas dapat dirumuskan sebagai kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan orisinalitas dalam

48

berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci) suatu gagasan" Pengertian kreativitas di atas, mengandung makna bahwa kreativitas merupakan daya cipta sebagai kemampuan untuk menciptakan hal-hal yang baru. Yang sesungguhnya apa yang diciptakan itu tidak perlu hal-hal yang baru sama sekali, tetapi merupakan gabungan (kombinasi) dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya. Artinya unsur-unsur seperti : pengalaman yang diperoleh seseorang selama hidupnya, pengetahuan yang pernah diperoleh (baik di bangku sekolah maupun yang dipelajarinya dalam keluarga dan masyarakat), masa persiapan (masa seorang anak duduk di bangku sekolah) karena pendidikan mempersiapkan seseorang untuk dapat memecahkan masalah. Hal-hal tersebut, merupakan data, informasi, atau unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya. Semua data (pengalaman) memungkinkan seseorang mencipta, yaitu dengan menggabungkan (mengkombinasi) unsur-unsurnya menjadi sesuatu yang baru dan salah satu hal yang menentukan sejauh mana seseorang itu kreatif adalah kemampuannya untuk dapat membuat kombinasi baru dari hal-hal yang sudah ada. Pengetahuan dan pengalaman memungkinkan untuk mencipta, lebih dari seseorang yang tidak mempunyai pengalaman dan pendidikan. Pendidikan selayaknya dapat membantu anak dalam mempersiapkan serta menyongsong masa depannya dengan penuh rasa percaya diri dan mempunyai keberanian dalam mengambil suatu resiko, hal ini memungkinkan seseorang untuk menjadi kreatif. Hurlock mengemukakan bahwa kreativitas dipandang

sebagai kreasi sesuatu yang baru dan orisinal secara kebetulan, sebagaimana

49

seorang anak yang bermain dengan balok-balok kayu membangun tumpukan yang menyerupai rumah kemudian menyebutnya rumah. Berfikir kreatif dinamakan berfikir divergen atau lateral. Disini terdapat banyak jawaban yang mungkin mengenai persoalan dan fikiran didorong untuk menyebar jauh dan meluas dalam mencari untuk memecahkan persoalan. Hurlock mengemukakan unsur karakteristik kreativitas sebagai berikut: Kreativitas mengarah ke penciptaan sesuatu yang baru, berbeda, dan karenanya unik bagi orang itu, baik itu berbentuk lisan atau tulisan, maupun konkret atau abstrak.

Kreativitas timbul dari pemikiran devergen, sedangkan konformitas dan pemecahan masalah sehari-hari timbul dari pemikiran konvergen. Kreativitas merupakan suatu cara berpikir, tidak sinonim dengan kecerdasan yang mencakup kemampuan mental selain berpikir. Kemampuan untuk mencipta bergantung pada perolehan pengetahuan yang diterima. Kreativitas merupakan bentuk imajinasi yang dikendalikan yang menjurus kearah beberapa bentuk prestasi, misalnya melukis, membangun dengan balok.

3. Ciri-ciri kreativitas Kreativitas sebenamya dapat terwujud dimana saja dan oleh siapa saja, tidak bergantung pada usia, jenis kelamin, keadaan sosio-ekonomi atau tingkat pendidikan tertentu. Hal ini menunjukkan jika ditinjau dari segi pendidikan, bahwa bakat kreatif itu perlu dilatih serta dapat dikembangkan dan perlu dipupuk sejak dini. Artinya, masa usia dini merupakan masa yang paling tepat untuk memupuk dan mengembangkan kreativitas agar dapat menjadi seorang manusia kreatif, yang sangat diharapkan dimasa mendatang. Supriadi (1994 : 7) mengemukakan, bahwa berdasarkan analisis faktor,

50

Guilford menemukan bahwa ada lima sifat yang menjadi ciri kemampuan berfikir kreatif: (1) Kelancaran (fluency), (2)Keluwesan (flexibility), (3)Keaslian (originality), (3)Penguraian (elaboration),(4)Perumusan kembali (redefinition). Yang dimaksud dengan kelancaran adalah kemampuan untuk menghasilkan banyak gagasan. Keluwesan adalah kemampuan untuk mengemukakan bermacam-macam pemecahan atau pendekatan terhadap masalah. Orisinalitas adalah kemampuan untuk mencetuskan gagasan dengan cara-cara yang asli, tidak klise. Elaborasi adalah kemampuan untuk menguraikan sesuatu secara terinci. Redefinisi adalah kemampuan untuk meninjau suatu persoalan berdasarkan perspektif yang berbeda dengan apa yang sudah diketahui oleh banyak orang. Sedangkan karakteristik kreativitas ada lima sebagai berikut: 1) Kelancaran Kelancaran yaitu kemampuan untuk memberikan jawaban dan

mengemukakan pendapat atau ide-ide dengan lancar, 2) Kelenturan Kelenturan yaitu kemampuan untuk mengemukakan berbagai alternatif dalam pemecahan masalah, 3) Keaslian Yaitu kemampuan untuk menghasilkan berbagai ide atau karya yang asli hasil pemikiran sendiri, 4) Elaborasi Kemampuan untuk memperluas ide dan aspek-aspek yang mungkin tidak terpikirkan atau terlihat oleh orang lain,

51

5) Keuletan dan Kesabaran Keuletan dalam menghadapi rintangan, dan kesabaran dalam menghadapi suatu situasi yang tidak menentu merupakan aspek yang mempengaruhi kreativitas. Karakteristik kepribadian menjadi kriteria untuk mengidentifikasikan orang-orang kreatif . Kepribadian menurut Guilford, dalam (Supriadi, 1994: 13), meliputi dimensi kognitif (yaitu bakat) dan dimensi non kognitif (yaitu minat, sikap dan kualitas temperamental). Menurut teori ini, orang-orang kreatif memiliki ciri kepribadian yang secara signiftkan berbeda dengan orang yang kurang kreatif. Dalam kaitannya dengan unsur aptitude dan non aptitude, (Semiawan, 1984) dalam (Akbar et.al., 2001 : 4), mengemukakan bahwa : Kreativitas merupakan kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru dan menerapkannya dalam pemecahan masalah. Kreativitas meliputi, baik ciri-ciri aptitude seperti kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility) dan keaslian (originality) dalam pemikiran iniupun ciri-ciri (nonaptitude), seperti rasa ingin tahu, senang mengajukan pertanyaan dan selalu ingin mencari pengalaman-pengalaman baru. Uraian diatas, mengemukakan bahwa ciri-ciri kreativitas dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu ciri-ciri kreativitas yang berhubungan dengan kemampuan berpikir atau berpikir kreatif (berpikir divergen) adalah kemampuan menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, yang penekanannya pada kuantitas, ketepatgunaan dan keragaman jawaban. Ciri lainnya adalah ciri-ciri yang menyangkut sikap dan perasaan seseorang yang disebut dengan ciri afektif dan kreativitas. Lebih lanjut Munandar (1992: 34), mengemukakan ciri-ciri kreativitas
52

adalah sebagai berikut : Dorongan ingin tahu besar Sering mengajukan pertanyaan yang baik Memberikan banyak gagasan dan usul terhadap suatu masalah Bebas dalam menyatakan pendapat Mempunyai rasa keindahan Menonjol dalam satu bidang seni
Mempunyai pendapat sendiri dan dapat mengungkapkannya tidak mudah terpengaruh orang lain Rasa humor tinggi Daya imajinasi kuat Keabsahan (orisinalitas) tinggi (tampak claim ungkapan gagasan, karangan, dan sebagainya; dalam pemecahan masalah menggunakan cara-cara orisinal, yang jarang diperlihatkan anak-anak lain). Dapat bekerja sendiri Senang mencoba hal-hal baru Kemampuan mengembangkan atau memerinci suatu gagasan (kemampuan elaborasi)".

Lebih lanjut (Munandar, 1992: 51), mengemukakan ciri-ciri afektif yang sangat esensial dalam menentukan prestasi kreatif seseorang adalah : Rasa ingin tahu, tertarik terhadap tugas-tugas majemuk yang dirasakan sebagai suatu tantangan, berani mengambil resiko untuk membuat kesalahan atau dikritik oleh orang lain, tidak mudah putus asa, menghargai keindahan, mempunyai rasa humor, ingin mencari pengalamanpengalaman baru, dapat menghargai baik diri sendiri maupun orang lain dan sebagainya. Yang dimaksud dengan rasa ingin tahu adalah mengajukan banyak pertanyaan, selalu terdorong untuk mengetahui lebih banyak. Bersifat imajinatif yaitu mampu memperagakan atau membayangkan hal-hal yang tidak atau belum pernah terjadi. Merasa tertantang oleh kemajemukan yaitu lebih tertarik pada tugas-tugas yang sulit. Sifat berani mengambil resiko yaitu berani memberikan jawaban meskipun belum tentu benar. Sifat menghargai yaitu menghargai

53

kemampuan dan bakat sendiri yang sedang berkembang. Ciri-ciri kreativitas di atas merupakan ciri kreativitas yang berhubungan dengan kemampuan berpikir seseorang, dengan kemampuan berpikir kreatif. Makin kreatif seseorang, ciri tersebut makin dimiliki. Namun memiliki ciri-ciri berpikir tersebut belum menjamin perwujudan kreativitas seseorang. Ciri lain yang berkaitan dengan perkembangan afektif seseorang sama pentingnya agar bakat kreatif seseorang dapat terwujud. Ciri-ciri yang nenyangkut sikap dan perasaan seseorang disebut ciri afektif dari kreativitas. Motivasi atau dorongan dari dalam untuk berbuat sesuatu, pengabdian atau pengikatan diri terhadap suatu tugas termasuk ciri afektif kreativitas. Semua ciri-ciri tersebut diatas, merupakan hal yang menentukan dalam mewujudkan kreativitas seseorang, dalam hal ini termasuk anak usia dini. Kreativitas merupakan salah satu kemampuan yang hendak dikembangkan dalam kebanyakan program untuk anak. Model Treffinger merupakan salah satu model untuk mendorong belajar kreatif dalam (Munandar 1999: 173), Model
Treffinger menggambarkan susunan tiga tingkat yang dimulai dengan unsur-unsur dasar dan menanjak ke fungsi-fungsi berpikir kreatif yang lebih majemuk. Model Treffinger terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut : basic tools, practice with process, working real problems. Tingkat 1, basic tools atau teknik kreativitas

tingkat I, meliputi keterampilan berpikir divergen dan teknik kreatif. Keterampilan dan teknik ini mengembangkan kelancaran dan kelenturan berpikir serta kesediaan mengungkapkan pernikiran kreatif kepada orang lain. Dengan ciri kognitif : kelancaran, kelenturan, orisinalitas, pemerincian,

54

pengenalan dan ingatan. Sedangkan ciri afektif : rasa ingin tahu, kesediaan untuk menjawab, keterbukaan terhadap pengalaman, keberanian mengambil resiko, kepekaan terhadap masalah, tenggang rasa terhadap kesamaan, kedwiartian, percaya diri. Tingkat 2, practice with process, teknik ini memberi kesempatan kepada anak untuk menerapkan keterampilan yang dipelajari pada tingkat I dalam situasi praktis. Untuk tujuan ini maka digunakan strategi seperti bermain peran, simulasi dan studi kasus. Kemahiran dalam berpikir kreatif menuntut anak memiliki keterampilan untuk melakukan fimgsi seperti analisis, evaluasi, imajinasi dan fantasi. Tingkat 3, working with real problems menerapkan keterampilan yang dipelajari pada tingkat pertama terhadap tantangan dunia nyata. Anak menggunakan kemampuannya dengan cara yang bermakna untuk kehidupannya. Anak tidak hanya belajar keterampilan berpikir kreatif, tetapi juga bagaimana menggunakan informasi ini dalam kehidupan mereka.

55

BAB III PROSEDUR PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode deskriptif kualitatif yaitu penggambaran atau pemberian makna secara sistimatis,factual dan akurat mengenai data. Sukmadinata (2005:72) menjelaskan bahwapenelitian dengan metode deskriptif ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia. Senada dengan pendapat di atas, Surachmad(1990:134)menyebutkan bahwa penyelidikan dengan memakai metode deskriptif bertujuan untuk memecahkan permasalahan pada masa sekarang,di antaranya adanya penyelidikan dengan penuturan,analisis dan klasifikasi. Metode biasa disebut juga metode analitik. Metode penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistic karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah(natural setting). Sebagian ahli menyebut juga sebagai metode etnografi, karena pada awalnya
56

metode ini lebih banyak digunakan untuk penelitian bidang antropologi budaya. Disebut sebagai metode kualitatif, karena data yang terkumpul dan analisisnya lebih bersifat kualitatif (Sugiono,2006:16). Penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut atau perspektif partisipan. Partisipan adalah orang-orang yang diajak berwawancara, diobservasi, diminta memberikan data, pendapat pemikiran, persepsinya.Menurut Sukmadinata(2008:94)bahwapemahaman diperoleh melalui analisis berbagai keterkaitan dari partisipan, dan melalui penguraianpemaknaan partisipantentang situasi-situasi dan peristiwa-peristiwa. Pemaknaan partisipan meliputi perasaan, keyakinan, ide-ide, pemikiran dan kegiatan dari partisipan. Dalam penelitian kualitatif instrumennya adalah orang aatau human instrument, yaitu peneliti itu sendiri. Untuk dapat menjadi instrument, maka peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas, sehingga mampu bertanya, menganalisis, memotret, dan mengkonstruksi situasi sosial yang diteliti menjadi lebih jelas dan bermakna. Penggunaan metode deskkriptif dengan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini dipilih karena gejala-gejala, informasi, peristiwa, keteranganketerangan dari hasil pengamatan selama berlangsungnya proses penelitian mengenai manajemen kebijakan publik bidang keagamaan di tengah

kompleksitas perubahan sosial-budaya di kabupaten Sukabumi ini, akan lebih tepat bila diungkap dalam bentuk kata-kata. Di samping itu, data yang didapat lebih mendalam dan lebih sebenarnya. Data yang pasti yang merupakan suatu

57

nilai di balik data yang tampak. Oleh karena itu dalam penelitian kualitatif tidak menekankan pada generalisasi, tetapi lebih menekankan pada makna.

B. Sumber dan Jenis Data Data dalam penelitian tergolong kepada data kualitatif. Yaitu data-data yang dikumpulkan lebih cenderung dalam bentuk kata-kata daripada angka-angka, jadi hasil penilitian dan analisisnya berupa uraian. Sumber data dalam penelitian kualitatif meliputi kata-kata dan tindakan (sumber data utama), sumber data tertulis, dokumen dan data statistik. Penentuan sampel didasarkan teknik purposive sampling, yaitu teknik pengembilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini didasarkan pada orang tersebut yang dianggap paling mengetahui tentang apa yang diharapkan dari penelitian ini. (Sugiyono, 2007 : 218) Sumber data penelitian ini adalah Kepala PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi, guru-guru, peserta didik, dan pelaksanaan pembelajaran di PAUD tersebut. Data lain adalah orang tua dan pihak-pihak yang terkait dengan penelitian. Moleong (2000: 3) menegaskan, bahwa sesuai dengan data yang dipilih, maka jenis data dalam penelitian kualitatif dibagi ke dalam kata-kata dan tindakan, tulisan, foto dan statistik. Jenis-jenis data tersebut di atas semuanya dapat digunakan sebagai informasi yang diperlukan. Perlu ditegaskan, bahwa keterangan berupa kata-kata atau cerita dari informan penelitian yang diwawancari dan tindakan yang diamati, dalam penelitian kualitatif dijadikan

58

sebagai data utama (primer), sedangkan tulisan, foto, dan data statistik dari berbagai dokumen yang relevan dengan fokus penelitian dijadikan sebagai data pelengkap (sekunder). Dengan kata lain, data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber utama atau informan yang diwawancarai. Sedangkan data sekunder merupakan data primer yang yang telah diolah lebih lanjut dan telah disajikan oleh pihak lain.
C. Tempat Penelitian

Tempat dari penelitian ini adalah PAUD Al-Fitriyah yang berlokasi di Jl. Bojonggaling Desa Sasagaran Kp. Cikabonpedes Kabupaten Sukabumi. D. Instrumen Penelitian Instrumen adalah alat dari sebuah penelitian, instrumen penelitian ini adalah : 1. Pedoman wawancara (terlampir) 2. Pedoman observasi (terlampir) 3. Pedoman kepustakaan (terlampir)

E. Teknik Pengumpulan Data Dalam teknik pengumpulan data ini, peneliti menggunakan metode kualitatif partisipatif (fieldwork relation). Di sinilah diperlukan kehadiran peneliti untuk tahu langsung kondisi dan fenomena di lapangan, tidak cukup meminta bantuan orang atau sebatas mendengar penuturan secara jarak jauh (Danim, 2002:

59

122). Oleh karena itu, pada tahap ini, peneliti menggunakan tiga macam metode atau teknik pengumpulan data, yaitu: 1. Observasi Partisipatif Menurut Margono (2004:158), observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala yang tampak pada obyek penelitian. Subagyo (2004: 63), mengemukakan bahwa observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara sengaja, sistematis mengenai fenomena sosial dengan gejalagejala psikis untuk kemudian dilakukan pencatatan. Observasi sebagai alat pengumpulan data dapat dilakukan secara spontan, dapat pula dengan daftar isian yang telah disiapkan. Sedangkan Sugiono dalam Hariwijaya (2008: 63) menjelaskan, bahwa observasi merupakan suatu proses komplek, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis. Dua di antara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. Menurut Nawawi (1995: 100), Observasi ini langsung dilakukan terhadap obyek di tempat terjadi atau berlangsungnya peristiwa, sehingga observer berada bersama obyek yang diselidiki. Dengan teknik observasi pertisipatif, peneliti harus banyak memainkan peran selayaknya yang dilakukan oleh subyek penelitian, pada situasi yang sama atau berbeda. Pada saat tercipta hubungan baik antara peneliti dan subyek, peneliti bisa berperan serta dalam kegiatan-kegiatan subyek itu. Kemudian peneliti bisa menarik diri lagi dari peran sertanya sehingga ia tidak kehilangan tujuan utamanya. Peneliti yang terlalu terlibat atau berperan serta akan larut dalam

60

pekerjaan subyek penelitian, bisa kehilangan tujuan utamanya (Danim, 2002: 124). Pedoman yang digunakan oleh peneliti adalah dengan daftar cek (chek list). Aspek yang diobservasi antara lain: pertama, keadaan fisik sekolah, berupa kondisi lingkungan sekolah, keadaan fisik sekolah, dan lain-lain; kedua, keperilakuan, seperti interaksi antar warga sekolah, perilaku siswa, dan lain-lain; dan ketiga, pertumbuhan dan perkembangan guru dan siswa.

2.

Interview atau Wawancara Menurut Margono (2004: 165), interview adalah alat pengumpul informasi

dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan dan dijawab secara lisan pula. Hariwijaya (2008: 64) menjelaskan, interview dapat dilakukan melalui tatap muka (face to face) maupun menggunakan telepon. Wawancara dipergunakan sebagai cara untuk memperoleh data dengan jalan mengadakan wawancara dengan nara sumber atau responden. Berdasarkan strukturnya, pada penelitian kualitatif ada dua jenis wawancara. Pertama, wawancara relatif tertutup. Pada wawancara dengan format ini, pertanyaan-pertanyaan difokuskan pada topik-topik khusus atau umum. Panduan wawancara dibuat cukup rinci. Pewawancara pun bekerja, sebagian besar dipandu oleh item-item yang dibuatnya meskipun tetap terbuka berpikir divergen. Kedua, wawancara yang terbuka. Pada wawancara ini, peneliti memberikan kebebasan diri dan mendorongnya untuk berbicara secara luas dan mendalam.

61

Pada wawancara dengan format terbuka, subyek penelitian lebih kuat pengaruhnya dalam menentukan isi wawancara (Danim, 2002: 132). Dalam hal ini, peneliti lebih banyak menggunakan wawancara tidak berstruktur (terbuka). Peneliti hanya mengajukan sejumlah pertanyaan atau pertanyaan-pertanyaan yang mengundang jawaban atau komentar subyek secara bebas. Pedoman wawancara pun hanya berupa pertanyaan-pertanyaan singkat, dan membuka kemungkinan peneliti menerima jawaban panjang.

3.

Dokumentasi/Studi Kepustakaan Menurut Arikunto (2002: 206), metode dokumentasi adalah mencari data

mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya. Selanjutnya, Danim (2002: 175), membagi secara umum dokumen tersebut menjadi dua macam, yaitu dokumen pribadi (personal document) dan dokumen resmi (official document), kedua dokumen ini berbeda bentuk dan sifatnya, meskipun pada umumnya saling mengisi atau saling melengkapi. a. Dokumen pribadi Dokumen tidak selalu berbentuk tulisan, melainkan dapat juga berupa foto atau rekaman lain, yang dalam konteks ini bersifat milik atau melekat pada pribadi. Dokumen pribadi memuat catatan yang dibuat sendiri oleh subyek yang bersangkutan. Isinya dapat berupa ungkapan perasaan, keyakinan-keyakinan, tindakan, dan pengalaman-pengalamannya.

62

b. Dokumen resmi Dokumen resmi berbeda dengan dokumen pribadi, meskipun dilihat dari keperluan penelitian sifatnya dapat saling mengisi, saling melengkapi, atau bahkan mungkin bertolak belakang. Dokumen resmi adalah dokumen Instansi. Isinya dapat memuat data subyek dalam konteks formal dan dapat juga memuat data mengenai pribadi seseorang, berikut keterlibatannya dalam organisasi di tempat bekerja. Dokumen resmi ini ada yang berupa dokumen internal kelembagaan, seperti sistem dan mekanisme kerja, jumlah personal, potensi material lembaga, dan lain sebagainya. Dan juga bisa berupa dokumen eksternal kelembagaan, yaitu dokumen-dokumen komunikasi dengan pihak luar. F. Tahap-tahap Penelitian dan Pelaksanaan Menurut Danim (2002: 85), kegiatan penelitian secara umum dapat dibagi dalam enam tahap (steps) tertentu. Prakteknya keenam tahap ini tidak diikuti secara formal, melainkan dapat tumpang tindih. Adapun tahapan yang dimaksud, yaitu sebagai berikut: 1. Tahap memilih masalah Dalam tahap ini, peneliti memulai penelitian dengan perumusan masalah (problem statement), bukan mengawalinya dengan judul. Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana perkembangan sosioemosional anak didik. Masalah penelitian ini dipilih karena mengandung rasa ingin tahu baik peneliti sendiri maupun pihak luar, relatif belum terlalu banyak yang diteliti orang lain, dan masih banyak alasan-alasan lain.
63

2.

Tahap mengumpulkan bahan yang relevan Pada tahap ini, sumber pustaka yang dikumpulkan untuk dirujuk hanya

benar-benar sangat erat kaitannya dengan masalah pokok penelitian. Sumber pustaka tersebut antara lain: pertama, mengenai psikologi perkembangan anak, seperti bukunya Elizabeth B. Hurlock. 1988. Psikologi Perkembangan anak dan remaja, Syamsu Yusuf. 2005.. 3. Tahap menentukan strategi dan pengembangan instrumen Pada tahap ini, peneliti menentukan terlebih dahulu prosedur kerja atau metode penelitian. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Dalam pengembangan instrumen, peneliti tidak menuntut instrumen baku, karena instrumen utamanya adalah peneliti sendiri. 4. Tahap mengumpulkan data Pada tahap ini, peneliti mengumpulkan data dengan tujuan untuk menjawab pertanyaan penelitian dalam perumusan masalah yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam hal ini, peneliti menggunakan tiga teknik, yaitu observasi partisipatif, wawancara terbuka, dan dokumentasi. 5. Manafsirkan data Setelah data terkumpul, tahap selanjutnya adalah penafsiran data. Dengan cara memberikan makna yang mendalam atas peristiwa atau fenomena yang diteliti. Di sinilah ukuran bobot hasil penelitian kualitatif bisa lebih unggul dibandingkan dengan penelitian kuantitatif. 6. Melaporkan hasil penelitian

64

Tahap terakhir adalah melaporkan hasil penelitian. Hasil penelitian ini berfungsi menjelaskan, memprediksi, atau bahkan dapat berupa pengetahuan baru yang belum ditemukan sebelumnya. Dalam laporan penelitian ini memuat seluruh kegiatan penelitian, mulai dari prosedur penelitian hingga hasil dan kesimpulan penelitian. Tahapan penelitian di atas dapat disajikan dalam bagan sebagai berikut:

Memilih masalah penelitian Mengumpulkan bahan yang relevan Menentukan strategi Mengumpulkan data Menafsirkan dan analisis Data Laporan hasil penelitian
Bagan 3.1 Prosedur Penelitian

G. Teknik Analisis Data Spradley dalam Moleong (2000: 91) mengartikan, analisis adalah penelaahan untuk mencari pola (patterns) pada tahap ini peneliti banyak terlihat

65

dalam kegiatan penyajian dan penampilan (display) dari data yang dikumpulkan. Analisis dilakukan untuk menemukan pola. Caranya dengan melakukan pengujian sistematik untuk menetapkan bagian-bagian, hubungan antar kajian, dan hubungan terhadap keseluruhannya. Untuk dapat menemukan pola tersebut peneliti akan melakukan penelusuran melalui catatan-catatan lapangan, hasil wawancara dan bahan-bahan yang dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman terhadap semua hal yang dikumpulkan dan memungkinkan menyajikan apa yang ditemukan. Proses analisis data ini peneliti lakukan secara terus menerus, bersamaan dengan pengumpulan data dan kemudian dilanjutkan setelah pengumpulan data dilakukan. Di dalam melakukan analisis data peneliti mengacu kepada tahapan yang dijelaaskan Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2008: 246) yang terdiri dari tiga tahapan yaitu: reduksi data (data reduction), penyajian data (data display) dan penarikan kesimpulan atau verifikasi (conclusion drawing verivication). 1. Reduksi Data (data reduction) Pada tahap ini, data yang diperoleh dari lokasi penelitian (data lapangan) dituangkan dalam uraian atau laporan yang lengkap dan terinci. Laporan lapangan oleh peneliti akan direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting kemudian dicari tema atau polanya dengan cara: diedit atau disunting, yaitu diperiksa atau dilakukan pengecekan tentang kebenaran responden yang menjawab, kelengkapannya, apakah ada jawaban yang tidak sesuai atau tidak konsisten. Kemudian, dilakukan coding atau pengkodean, yaitu pemberian tanda atau simbol atau kode bagi tiap-tiap jawaban yang termasuk

66

dalam ketegori yang sama. Dan selanjutnya, tabulasi atau pentabelan, yaitu jawaban-jawaban yang serupa dikelompokkan dalam suatu table. Reduksi data ini dilakukan secara terus menerus selama proses penelitian berlangsung. 2. Penyajian Data (data display) Penyajian data atau display data dimaksudkan untuk memudahkan peneliti dalam melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari penelitian. Dengan kata lain merupakan pengorganisasian data ke dalam bentuk tertentu sehingga kelihatan dengan sosoknya lebih utuh.

3.

Penarikan Kesimpulan (Verifikasi) Dalam penelitian kualitatif, penarikan kesimpulan dilakukan secara terus

menerus sepanjang proses penelitian berlangsung. Sejak awal memasuki lapangan dan selama proses pengumpulan data, peneliti berusaha untuk menganalisis dan mencari makna dari data yang dikumpulkan yaitu dengan cara mencari pola, tema, hubungan persamaan, hal-hal yang sering timbul, hipotesis dan sebagainya yang dituangkan dalam kesimpulan yang masih bersifat tentatif, akan tetapi dengan bertambahnya data melalui proses verifikasi secara terus menerus, maka akan diperoleh kesimpuan yang bersifat grounded. Dengan kata lain, setiap kesimpulan senantiasa terus dilakukan verifikasi selama penelitian berlangsung yang melibatkan interprestasi peneliti. H. Tempat dan Waktu Penelitian

67

1. Tempat Penelitian

: PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi.

2. Waktu Penelitian

: bulan Maret sampai Mei 2011

Berikut jadwal waktu penelitian : No 1. 2. 3. 4. 5. 6. Jenis Kegiatan Observasi awal Observasi lanjutan Wawancara Pengumpulan dokumen Pengolahan data hasil penelitian Draf skripsi Waktu Maret 2011 April 2011 Maret Mei 2011 Maret April 2011 April Mei 2011 Mei 2011 Keterangan

BAB IV DATA HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Paud Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi Nama Sekolah : PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi No. Statistik Nama Kepala Sekolah Status Sekolah Alamat Sekolah : 022020605.161 : A.Nurlailah : Swasta : Jl. Bojonggaling Desa Sasagaran Kp. Cikawung Kecamatan Kebonpedes Kabupaten Sukabumi. Tahun Berdiri Visi : 2006 : Menyiapkan Generasi Islam yang Beriman,

68

Berilmu dan Berakhlak. Misi : - Memperkenalkan pendidikan agama secara dini - Meningkatkan rasa kemandirian, tanggung jawab dan bersosialisasi dengan lingkungan - Menumbuhkembangkan kreativitas imajinatif dan apresiatif
- Mengkondisikan

sekolah

sebagai

wahana

tempat bermain dan belajar

1. Struktur Organisasi a) Yayasan

Ketua Yayasan H. Acep Saripudin

Sekretaris Neng Fitri

Bendahara Deden Eri

b) Sekolah Kepala Sekolah A. Nurlailah 69

Guru Upi Supinah

Guru Eem Suhaemah

Guru Ema Ratnapuri

Penjaga Sekolah Dadang

d) Komite Sekolah Ketua Komite Sekolah Iis

Sekretaris Siti Saadah 2.Tenaga pendidik dan siswa a) Tenaga Pendidikan a) Kepala Sekolah : 1 orang b) Guru b) Siswa Berjumlah 28 orang 3. Keuangan/Administrasi : 3 orang

Bendahara Ais

70

Buku Kas Umum (SPP) Buku Tabungan RAPBS 4. Prestasi a) Guru : Upi Supinah; juara 3 guru berprestasi Tk.Kecamatan th.2007 b) Siswa : Tasya (juara lomba menghias bingkai, th.2007)

5.Sarana dan Prasarana 1) Halaman PAUD ; halaman cukup luas untuk gerak dan bermain anak didik 2) Ruang Kelas : a) 2 ruang kelas

b) 1 ruang kantor c) 1 dapur d) 2 WC (Guru dan Anak) e) Gudang f) Ruang tunggu

3) Perabot ; setiap ruang kelas dilengkapi perabot sesuai dengan keperluan. 4) Buku dan Alat Peraga a) Perpustakaan untuk guru dan anak b) Alat peraga; puzzle, balok, pohon hitung. c) Alat peraga di luar; bak pasir, ayunan, prosotan, puteran, dan junkitan. 6. Sistem Rekruitmen
71

1. Dengan brosur 2. Memasang spanduk

B. Data Hasil Penelitian


1. Kebijakan Pendidikan di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten

Sukabumi Kebijakan pendidikan PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten

Sukabumi Sukaraja Kabupaten Sukabumi adalah pembinaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan, meningkatkan kualitas, kuantitas guru serta penyetaraan standar. Pelaksanaan atau implementasi kebijakan merupakan tahap yang paling penting dalam proses kebijakan. Suatu program kebijakan dipandnag dalam pengertian yang luas, dan merupakan tahap dari proses kebijakan segera setelah penetapan undang-undang. Meter (1975 : 447) menyatakan bahwa implementasi dipandang secara luas mempunyai makna pelaksanaan undang-undang di mana berbagai aktor, organisasi, prosedur dan teknik bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan dalam upaya meraih tujuan kebijakan atau program. Implementasi pada sisi lain dipandang sebagai fenomena yang kompleks yang mungkin dapat dipahami sebagai suatu proses, suatu output maupun sebagai suatu dampak atau outcome. Pelaksanaan kebijakan pendidikan di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi idealnya melibatkan badan-badan kegiatan yang

berhubungan dengan kegiatan pembelajaran. Secara operasional, pelaksanaan

72

kebijakan pendidikan tersebut berupa pelaksanaan proses pendidikan dalam hal ini pembelajaran yang telah diprogramkan, yaitu pendidikan. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dituturkan kepala PAUD ibu A. Nurlailah : Saya mengundang guru-guru untuk mengikuti pertemuan yang dilakukan sebelum kegiatan pembelajaran atau awal tahun. Hal ini dimaksudkan untuk mengevaluasi program yang telah dilaksanakan dan membuat program yang baru. Kemudian diadakan pertemuan dengan ketua yayasan serta komite sekolah. Dalam pertemuan ini diagendakan mengenai program sekolah, agar semua tahu program tersebut dan dijadikan bahan diskusi serta dapat mencari solusi terbaik guna mencapai tujuan yang sesuai dengan visi dan misi sekolah. (wawancara di ruang kepala, tanggal 12 Maret 2011, pukul 10.00 WIB). Pelaksanaan pendidikan yang dijadikan sebagai program pembelajaran telah disepakati bersama oleh berbagai pihak baik pengelola, penyelenggara pendidikan, ketersediaan kurikulum, guru sebagai pelaksana pendidikan serta adanya evaluasi atau penilaian. Manajemen kepemimpinan merupakan salah satu hal yang menjadi perhatian dalam pengelolaan pendidikan di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi. Guru, kepala sekolah, pengawas, semua pihak yang terkait dalam pendidikan merupakan pemimpin pendidikan. Kepala sekolah merupakan pemimpin pendidikan, fungsi utama kepala sekolah adalah menciptakan situasi belajar mengajar sehingga guru-guru dapat mengajar dan peserta didik dapat belajar dengan baik. Kepala sekolah memiliki fungsi ganda, yaitu melaksanakan administrasi sekolah juga melaksanakan supervisi sehingga kemampuan guruguru meningkat dalam membimbing peserta didik. Sebagai pemimpin pendidikan kepala sekolah harus memberikan contoh teladan yang dapat dijadikan panutan oleh guru dan peserta didik. Tingkah laku serta ucapan harus diselaraskan dengan

73

pelaksanaan pendidikan yang disesuaikan dengan peraturan Bupati tentang 10 pembiasaan akhlak mulia. Kebijakan-kebijakan yang dibuat disesuaikan dengan kondisi di sini. Karena PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi ini merupakan milik yayasan, jadi segala sesuatu harus diketahui oleh ketua dan pengurus yayasan yang lain. Tapi Alhamdulillah kami merasakan kebijakan tersebut membuat kami betah mengajar. Kebijakan ketua yayasan dan pengurusnya cukup bagus, karena memiliki keinginan untuk terus memajukan yayasannya. (Wawancara dengan Upi Supinah, tanggal 3 Maret 2011, di depan ruang kelompok B, pukul 12.00) Sementara itu menurut ketua komite Iis/Mamah Tiara, mengatakan bahwa: Saya selalu diundang untuk mengikuti pertemuan baik di awal tahun ajaran maupun di akhir tahun ajaran. Setiap ada kegiatan atau hal-hal yang perlu diketahui oleh komite, pihak sekolah dan yayasan selalu membicarakannya, jadi kami sebagai komite selalu diajak berdiskusi guna memajukan pendidikan di PAUD Islam ini. (Wawancara dengan ketua komite, tanggal 15 Maret 2011 di depan kelas kelompok A, pukul 09.00) Pembentukan komite merupakan salah satu upaya adanya kerja sama yang harus terjalin antara pihak sekolah dengan pihak orang tua. Kerja sama ini sangat penting guna kelancaran visi, misi serta tujuan dari program yang merupakan kebijakan ketua yayasan serta kepala sekolah. Dengan peran serta orang tua dalam hal ini diwakili oleh komite akan tercipta kualitas lulusan yang sesuai dengan harapan. Keterangan di atas, dapat dianalisa bahwa ada kerja sama antara komite, guru serta pihak yayasan dalam memajukan program di PAUD. Kebijakan yang diambil selalu merupakan hasil dari diskusi atau rapat antara pihak yayasan, guru dan komite sekolah. Hal ini memungkinkan program pendidikan yang diterapkan di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi akan terus meningkat dan berkembang sesuai dengan visi dan misi serta tujuan yang ada.

74

2. Program Pendidikan di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten

Sukabumi Program pendidikan di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten

Sukabumi Sukaraja direalisasikan ke dalam bentuk program tahunan, program semester, program mingguan serta program harian. Yang masing-masing program dibuat ke dalam format yang telah disediakan dan dilaksanakan oleh tiap-tiap guru sesuai dengan program yang dibuatnya. Program tahunan merupakan program untuk satu tahun, ini memungkinkan guru mengajar sesuai dengan acuan yang dibuat. Program ini merupakan program yang terdiri dari 2 semester, kemudian dari program tahunan ini, dibuat program semester, program mingguan serta program harian. Program harian merupakan program yang khusus untuk satu hari, jadi mengajarnya sudah ada rambu-rambu yang telah ada. Program-program yang dibuat itu tidak terlepas dari kurikulum yang ada. (Wawancara dengan Ibu Ema Ratnapuri, di ruang kelompok B, tanggal 15 Maret 2011, pukul 11.30). Sementara itu ibu Upi Supinah mengatakan, Pembuatan program tersebut merupakan kewajiban kami selaku guru. Kami merasa itu suatu keharusan, karena dengan program tersebut, pembelajaran menjadi terencana dan tertib, pelaksanaan serta evaluasi pun dapat berjalan sesuai dengan program. (Wawancara di ruang kelompok B, tanggal 15 Maret 2011, pukul 11.30). Program pendidikan di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi mengacu kepada pedoman pelaksanaan kurikulum PAUD, terbitan Depag, Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam. Ibu A.Nurlailah mengatakan : Kurikulum yang digunakan di PAUD Islam ini adalah kurikulum terbitan Depag, karena TK ini mdi bawah naungan Depag. Saya juga selalu memotivasi para guru untuk membuat program dan kemudian mengevaluasi setiap program semester, mingguan serta harian para
75

guru, sesuai tidak dengan kurikulum yang berlaku, dan yang jelas mereka membuat atau tidak. Karena program seperti SKM itu harus dibuat perminggu dan SKH perhari, sehingga mereka menandatangankan program tersebut setiap akhir sekolah, yaitu hari Sabtu. (Wawancara 4 Maret 2011, di ruang kepala sekolah, pukul 10.20). Selanjutnya kepala PAUD mengatakan bahwa untuk lebih meningkatkan pendidikan dilaksanakan kegiatan tambahan

diantaranya iqro, menulis serta membaca setiap hari selama 1 jam, sebelum pulang sekolah. (Wawancara 4 April di ruang kepala sekolah, pukul 10.20) Dari keterangan di atas, dapat dianalisa bahwa guru yang mengajar harus membuat program, baik itu tahunan, semester, mingguan ataupun harian. Program-program tersebut terus dievaluasi dan dipantau oleh kepala sekolah setiap minggu, yaitu setiap hari Sabtu. Menurut kepala yang diwawancara pada tanggal 22 Maret 2011 di ruang kepala mengatakan bahwa : Kegiatan yang dilakukan di PAUD hanyalah bermain dengan menggunakan alat-alat bermain edukatif.Dengan bermain ini anak diharapkan akan dapat melatih, meningkatkan dan mengembangkan kreativitas yang dimilikinya. Karena pada usia inilah kemampuan anak dalam segala hal sedang diasah Kreativitas anak akan muncul apabila mereka diberikan kesempatan dalam belajar. Belajar yang lebih mengutamakan konsep perkembangan anak sesuai dengan tahapan yang harus dilaluinya akan mampu menciptakan peserta didik yang memiliki kecerdasan serta kepribadian utuh. Konsep bermain yang dilaksanakan pada pembelajaran di PAUD adalah salah satu cara dalam
76

mengembangkan kreativitas anak. Anak akan lebih kreatif dalam belajar dan kritis serta memiliki pribadi yang unik antara satu dengan lainnya. Pengembangan kreativitas sangat perlu dilatih dan dikembangkan melalui proses belajar mengajar. Anak yang memiliki tingkat kreativitas yang tinggi diharapkan akan mampu menciptakan berbagai peluang dalam perkembangan selanjutnya. Setelah anak dewasa, tingkat kreativitas yang dimiliki sejak usia dini akan meningkat sesuai dengan proses pendewasaan. Pada masa ini, ingatan anak akan dapat bertahan, sehingga dapat dikatakan pada usia dini inilah merupakan pondasi yang sangat baik untuk membentuk anak.
3. Penerapan Konsep Bermain Anak Usia Dini di PAUD Al-Fitriyah

Kebonpedes Kabupaten Sukabumi Pembelajaran pada TK/RA serta PAUD, memiliki ciri yang berbeda dengan pembelajaran yang dilakukan di sekolah dasar. Ciri tersebut adalah belajar sambil bermain, di PAUD, pembelajaran lebih mengutamakan permainan. Begitu pun dengan PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi sebagai lembaga prasekolah menggunakan metode pembelajaran bermain sambil belajar. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu guru, Pembelajaran apapun selalu diawali dengan kata, Ayo kita bermain anak-anak!. Mendengar kata bermain, anak-anak merasa antusias. Terlihat senang, padahal sebetulnya muatan belajarnya banyak. (Wawancara dengan ibu Upi Supinah, 10 Maret 2011, pukul 11.30 di ruang kelas). Selanjutnya ibu Ema Ratnapuri mengemukakan bahwa :

77

Sangat penting memberikan pembelajaran tidak seperti halnya belajar, karena pada usia ini anak sedang membangun potensi kecerdasan serta kepribadiannya. Oleh sebab itu pada masa ini dinamakan masa golden age. Saya tahu banyak tentang anak usia dini karena saya sering membaca bukubuku yang berhubungan dengan anak usia dini. Oleh sebab itu pemahaman tentang pentingnya bermain pada masa ini sedikitnya saya tahu selain dari sumber-sumber lain. (Wawancara dengan ibu Ema Ratnapuri, di ruang kelas, tanggal 10 Maret 2011, pukul 11.30). Hal tersebut dibenarkan oleh kepala sekolah ibu A. Nurlailah, Memang benar guru-guru di sini alhamdulillah memahami konsep dasar pembelajaran bagi anak usia dini. Karena kalau guru tidak sesuai dengan kualifikasinya nantinya akan kesulitan dalam menghadapi anak-anak. Dengan adanya guru yang berkualifikasi, maka mutu lulusan serta pendidikan akan semakin baik dan meningkat. (Wawancara tanggal 10 Maret 2011, pukul 09.30 di ruang kepala sekolah) Paparan di atas dapat dianalisa bahwa, pembelajaran di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi menekankan pembelajaran bermain sesuai dengan tahap perkembangan anak. Konsep bermain telah ditanamkan dalam pembelajaran tersebut, kepala sekolah beserta guru telah menerapkan konsep bermain yang sesuai dengan perkembangan anak usia dini.

4. Penerapan Konsep Bermain untuk Meningkatkan Kreativitas Anak Usia

Dini di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi Proses pembelajaran di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi seperti telah dibahas di atas sesuai dengan konsep dan aturan, yaitu konsep bermain. Belajar melalui bermain sudah pasti dapat meningkatkan kreativitas dan kemampuan-kemampuan lain yang dimiliki anak. Penerapan

78

konsep bermain dalam belajar bertujuan untuk meningkatkan kreativitas anak usia dini. PAUD Al-Fitriyah sebagai salah satu lembaga pendidikan memiliki program pembelajaran yang hampir sama dengan lembaga lain. Kurikulum pendidikan pun mengacu pada kurikulum yang ada. Dalam pembelajaran di kelas atau pun di luar kelas lebih mengutamakan metode bermain. Dengan melakukan kegiatan dalam bermain, aspek-aspek atau kemampuan yang dimiliki anak akan berkembang, dari sinilah kreativitas anak muncul. Hal ini seperti diungkapkan oleh kepala PAUD ibu A. Nurlailah : Dengan bermain anak akan dapat meningkatkan kreativitasnya. Anak akan berkreasi sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.(Wawancara dengan kepala PAUD Al-Fitriyah, 3 Maret 2011, di ruang kepala, pukul 12.15 WIB). Upaya mengembangkan agar anak memiliki kreativitas dalam berbagai hal terus dilakukan. Pembelajaran dengan memakai alat bermain edukatif diharapkan dapat memotivasi siswa. Dengan alat permainan dan kondisi belajar yang sesuai dengan perkembangan anak terus dikembangkan. Penerapan konsep bermain baik di dalam kelas maupun luar kelas diharapkan dapataupun luar kelas diharapkan dapat menambah semangat siswa dalam berkreasi. Dengan adanya alat bermain seperti balok, lego, ataupun puzzle, dapat melatih kreativitas anak. Konsep bermain dengan menggunakan alat atau sumber belajar inilah yang terus dikembangkan oleh PAUD tersebut. Kami mencoba berkreasi dalam menciptakan mainan untuk dibuat media atau alat belajar anak. Alat-alat tersebut dibuat dari bahan-bahan bekas sekitar. Kami merasa tertantang dalam menerapkan konsep bermain, karena kami ingin anak-anak tersebut memiliki kemampuan dalams egala bidang.
79

Mereka jadi anak yang kreativ. Salah satu anak ada yang sudah mampu menyusun balok/lego. Hal ini membuktikan mereka kreativ, meski usia mereka masih kecil. Dengan melihat kondisi itulah, kami sangat yakin bahwa kreativitas mereka dapat berkembangan dengan bermain atau belajar melalui bermain. (Wawancara dengan Ibu Ema Ratnapuri, di klp. B, tanggal 12 April 2011,pukul 12.30 WIB).
5. Faktor Pendukung dan Penghambat Pendidikan di PAUD Al-Fitriyah

Kebonpedes Kabupaten Sukabumi a. Faktor Pendukung Menurut analisis sistem pelaksanaan pendidikan, bahwa pendidikan dapat berjalan efektif jika terpenuhi sub-sub sistem yang saling mendukung satu sama lain secara integral, sub-sub sistem itu adalah raw input, instrumental input, environmental input, dan out put (Syamsuddin, 1989 : 17). Raw-input adalah peserta didik dengan karakteristiknya, instrumental input adalah semua kondisi yang dimanipulasi untuk menunjang pendidikan (seperti guru, media, metode, sarana, dan sebagainya), environmental input adalah lingkungan yang ada di sekitar proses (keluarga, teman, masyarakat, dan sebagainya), dan out put adalah hasil yang diinginkan atau dicapai. Ketika subsub ini berjalan dengan baik maka pendidikan akan efektif dan produktif (Syamsuddin, 1989 : 17). Berdasarkan teori ini, faktor-faktor pendukung pelaksanaan pendidikan di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi akan dapat berjalan dengan baik. Pelaksanaan tersebut didukung oleh beberapa faktor pendukung, seperti faktor lingkungan yang berupa orang tua, tokoh masyarakat serta aparat yang berada di lingkungan PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi mendukung adanya pendidikan yang diterapkan di sekolah tersebut. Selain itu
80

dukungan anggaran yang dialokasikan di dalam AD/ART, yang merupakan faktor instrumental input. Faktor-faktor pendukung tersebut akan dapat meningkatkan mutu pendidikan yang terus diterapkan dan dikembangkan. Orang tua dan guru merupakan mitra yang baik dalam proses pembelajaran. Dukungan dari berbagai pihak adalah motivasi untuk peserta didik dalam meningkatkan perilaku yang sesuai dengan anjuran Nabi Muhammad Saw, serta sesuai dengan harapan orang tua dan masyarakat di lingkungan PAUD tersebut. Dukungan dari berbagai pihak demi kelancaran pembelajaran di PAUD ini sangat diperlukan. Atas dasar inilah semua pihak bekerjasama saling bantu. Mereka menyadari pentingnya pendidikan sejak dini. Inilah yang membuat saya bangga menjadi guru PAUD. (wawancara dengan ibu Ema Ratnapuri, di ruang kelompok B, tanggal 21 Maret 2011, pukul 11.30). Hal tersebut dibenarkan oleh ibu A.Nurlailah selaku kepala PAUD, saya berusaha menciptakan suasana yang nyaman, kondusif sehingga para guru nyaman dan merasa ada ketenangan ketika mengajar ataupun bekerja di PAUD ini. Suasana kekeluargaan yang dapat memberi ketenangan bagi para guru untuk bekerja. Suasana tenang dan nyaman itulah yang akan membuat para guru dapat berkreasi dan mengajar dengan semangat. (Wawancara dengan kepala PAUD, tanggal 4 Maret 2011, di ruang kepala sekolah, pukul 10.20). Ibu kepala sering mengatakan kalau ada masalah

dibicarakan sehingga tidak ada ganjalan dan masalah tersebut cepat terselesaikan. Saya merasa seperti keluarga dan

bersemangat dalam mengajar. (Wawancara dengan ibu Upi

81

Supinah, tanggal 4 Maret 2011, di depan ruang kelompok A, pukul 13.00). Dari keterangan di atas, dapat dianalisa bahwa faktor lain yang mendukung pelaksanaan pendidikan di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi ini adalah lingkungan yang kondusif, lingkungan dapat membuat suasana pembelajaran lebih baik lagi. Karena dengan lingkungan yang kondusif suasana

pembelajaran akan lebih bermakna. b. Faktor Penghambat Menurut kepala PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi yang diwawancara pada tanggal 18 Maret 2011 yang telah lalu, faktor yang menjadi penghambat pelaksanaan pendidikan diantaranya adalah kurangnya sarana pendukung, seperti anggaran biaya, alat peraga edukatif serta masih adanya pemahaman orang tua siswa yang selalu mengatakan bahwa guru di sekolah lebih berperan dalam memberikan pendidikan terutama kreativitas. Padahal justru orang tua yang lebih banyak memiliki waktu di rumah bersama anak. (Wawancara dengan ibu A. Nurlailah, tanggal 18 Maret 2011, jam 11.00 di ruang kepala). Selanjutnya ibu Ema Ratnapuri mengatakan bahwa : Saya selaku guru suka memberitahukan kepada orang tua akan keadaan anaknya di kelas, soalnya kalau terus menyerahkan pendidikan anak pada kita, akan sulit nantinya. Anak akan terbiasa dengan kita, gurunya, sementara dia tidak akan mendengar apa kata orang tuanya. Yang dikhawatirkan nanti orang tua tidak peduli dengan kondisi anak (Wawancara di ruang kelompok B, tanggal 24 Maret 2011, pukul 11.30). Kondisi tersebut diperjelas oleh salah satu guru yang mengajar, yang mengatakan, Komunikasi dengan orang tua sangat diperlukan, oleh sebab itu
82

saya suka ngobrol dengan mereka, ketika istirahat. (Wawancara dengan ibu Eem, di ruang kelas, tanggal 24 Maret 2011, pukul 11.00). Kepala PAUD Ibu A. Nurlailah mengatakan bahwa: Kalau faktor penghambat secara khusus tidak ada, namun dapat dikatakan salah satu yang menjadi penghambat pelaksanaan program pendidikan adalah dari komite. Terkadang mereka suka mengatur, dan sepertinya tidak mempercayai kami selaku pengajar. Kadang suka ikut campur dan sulit diatur. (Wawancara di ruang kantor, tanggal 18 Maret 2011, jam 11.00). Dari keterangan di atas, maka dapat dianalisa bahwa masih ada faktor yang menjadi penghambat dari pelaksanaan pendidikan. Namun, kondisi tersebut terus dibenahi dan dicari jalan keluarnya. Pembelajaran melalui konsep bermain terus dikembangakan guna menciptakan peserta didik yang memiliki kreativitas yang tinggi sesuai dengan kompetensi yang dimiliki anak. C. Pembahasan Hasil Penelitian Sebagaimana yang telah dijelaskan pada Bab sebelumnya, bahwa data ini diperoleh dari hasil observasi partisipatif, wawancara, dan dokumenter. Setelah dilakukan pengecekan ulang tentang kevalidannya, hal ini sesuai dengan kanyataan yang sebenarnya di lapangan. Selanjutnya pada pembahasan ini akan didiskusikan apa yang menjadi temuan dalam penelitian ini, kemudian diinterpretasikan sebagai jawaban dan tanggapan terhadap apa yang dipaparkan sebelumnya. Adapun diskusi dan interpretasi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Realitas Kebijakan Pendidikan di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes

Kabupaten Sukabumi Dari hasil temuan memberikan gambaran bahwa kebijakan yang diambil oleh PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi merupakan kebijakan

83

yayasan. Meskipun demikian yayasan selalu memperhatikan kondisi guru-guru yang ada. Kebijakan yang diberikan yaitu kebijakan mengenai program yang harus disesuaikan dengan pedoman kurikulum serta menekankan akan pentingnya pendidikan akhlak mulia. Sesuai dengan anjuran pemerintah, bahwa pendidikan di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi disesuaikan dengan konsep bermaian anak usia dini dan penting diberikan sejak masa usia dini. Karena pada masa ini anak akan dengan mudah menyerap apapun yang dilihat dan didengar.
2. Realitas

Program Pendidikan di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes

Kabupaten Sukabumi Dari hasil temuan di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi tentang program pendidikan, didapat bahwa pelaksanaan program dilakukan dengan beberapa tahap sesuai dengan pedoman kurikulum yang berlaku. Pelaksanaan kegiatan pendidikan akhlak mulia dapat dilakukan dengan cara kegiatan rutin, kegiatan spontan, kegiatan teladan/contoh, kegiatan terprogram. Di bawah ini akan dijelaskan kegiatan-kegiatan tersebut. a. Kegiatan rutin Kegiatan rutin adalah kegiatan yang dilakukan diPAUD setiap hari, seperti: 1) Berbaris memasuki ruangan kelas sebelum memulai kegiatan belajar akan membiasakan beberapa perilaku anak, antara lain: o
o

Untuk selalu tertib dan patuh pada peraturan. Tenggang rasa terhadap keadaan orang lain.
84

o o o

Sabar menunggu giliran. Mau menerima dan menyelesaikan tugas. Berani dan mempunyai rasa ingin tahu yang besar.

Selain perilaku di atas dapat pula ditanamkan pembiasaan tentang hal-hal sebagai berikut: o
o

Berpakaian yang bersih dan rapi. Mau mengikuti peraturan dan tata tertib di PAUD, mau memakai pakaian seragam, datang tepat pada waktunya atau datang tidak terlambat.

Kebersihan badan termasuk kerapihan dan kebersihan kuku, rambut, gigi, telinga, dan lain-lain.

o o
o

Berbaris dengan rapi. Berdiri tegap saat berbaris. Tolong menolong sesama teman dalam merapikan diri dan teman, dan sebagainya.

2) Mengucapkan salam bila bertemu dengan orang lain. Pada waktu

mengucapkan salam ditanamkan pembiasaan, antara lain: o o o o o Sopan santun. Menunjukkan reaksi dan emosi yang wajar. Berani dan mempunyai rasa ingin tahu yang besar. Sikap saling hormat menghormati. Menciptakan suasana keakraban.

85

o
o

Melatih keberanian. Mengembangkan kreativitas anak, dan sebagainya.

3) Berdoa sebelum dan sesudah kegiatan. Dengan berdoa ditanamkan pembiasaan, antara lain:
o

Memusatkan perhatian dalam jangka waktu tertentu. Berlatih untuk selalu tertib dan patuh pada peraturan. Rapih dalam berdoa. Keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sikap saling menghormati dan tidak mengganggu dalam kegiatan ibadah.

o
o

o
o

Khusu (bersungguh-sungguh) dalam berdoa.

4) Kegiatan belajar mengajar menanamkan pembiasaan antara lain: o


o

Tolong menolong sesama teman. Rapih dalam bertindak, berpakaian dan bekerja. Berlatih untuk selalu tertib dan patuh pada peraturan. Berani dan mempunyai rasa ingin tahu yang besar. Merasa puas atas prestasi yang dicapai dan ingin terus

o o
o

meningkatkan. o o o o Bertanggungjawab terhadap tugas yang diberikan. Menjaga kebersihan lingkungan. Mengendalikan emosi. Menjaga keamanan diri.

86

o
o

Sopan santun. Tenggang rasa terhadap keadaan orang lain. Memusatkan perhatian pada waktu guru menjelaskan.

5) Waktu istirahat/makan/bermain. Pada Waktu istirahat/makan/bermain dapat ditanamkan pembiasaan, antara lain: o o
o

Berdoa sebelum dan sesudah makan. Tolong menolong sesama teman. Rapih dalam bertindak, berpakaian dan bekerja. Mengurus diri sendiri. Tenggang rasa terhadap keadaan orang lain. Sabar menunggu giliran. Dapat membedakan milik sendiri dan orang lain. Meminta tolong dengan baik. Mengucapkan terima kasih dengan baik. Membuang sampah pada tempatnya. Menyimpan alat permainan setelah digunakan. Menjaga keamanan diri. Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan. Mau dan dapat makan sendiri. Mau membersihkan dan merapihkan tempat makan. Mengenal kebersihan dan kesehatan.

o
o

o
o

o o o o o o o o o b.

Kegiatan spontan
87

Kegiatan spontan adalah kegiatan yang dilakukan secara spontan pada saat itu juga. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada saat guru mengetahui sikap/tingkah laku anak yang kurang baik, seperti seorang anak menerima atau memberikan sesuatu kepada orang lain dengan tangan kiri, meminta sesuatu dengan berteriak, dan lain sebagainya. Apabila guru mengetahui sikap/perilaku anak yang demikian, hendaknya secara spontan diberikan pengertian atau diberitahu bagaimana sikap/perilaku yang baik. Misalnya kalau menerima atau memberi sesuatu harus dengan tangan kanan dan mengucapkan terima kasih. Demikian juga kalau meminta sesuatu hendaknya dengan sopan dan tidak berteriak. Kegiatan spontan tidak saja berkaitan dengan perilaku anak yang negatif, tetapi pada sikap/perilaku yang positif pun perlu ditanggapi oleh guru, sebagai penguat bahwa sikap/perilaku tersebut sudah baik dan perlu dipertahankan, sehingga dapat dijadikan teladan bagi teman-temannya. Misalnya Ani mau berbagi makanan terhadap temannya yang tidak membawa makanan. Sikap guru adalah memberikan pujian kepada Ani dan merupakan sikap yang terpuji. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan guru untuk mempertahankan sikap/ perilaku anak yang sudah baik, antara lain:
1) Menciptakan suasana belajar mengajar yang aman dan menyenangkan yaitu

dengan mengadakan hubungan baik antara guru dengan anak, anak dengan anak sehingga tidak ada perasaan tertekan atau rasa takut anak kepada guru sehingga anak merasa nyaman di RA dan mau melaksanakan tugas yang diberikan guru. 2) Memberikan hadiah atau penghargaan berupa:

88

o Kata-kata atau kalimat yang diucapkan guru setelah melihat sikap/perilaku

anak yang baik, Misalnya Bagus, Noval mau menolong temanmu yang jatuh! atau Hasil guntingan gambarmu sudah baik, akan lebih baik lagi kalau dirapikan.
o Dalam bentuk ekspresi wajah atau gerakan anggota badan yang

memberikan kesan kepada anak. Misalnya anggukan kepala, memberikan acungan jempol, dan lain-lain.
o Mendekati anak untuk menyatakan perhatian guru terhadap sikap/perilaku,

misalnya pada anak yang sedang bekerja dengan tekun dan rapi didekati sebagai tanda pengakuan atas prestasinya atau guru berdiri di samping anak, dan lain-lain. o Memberikan sentuhan kepada anak, misalnya menepuk pundak anak, berjabat tangan, dan lain-lain. o Memberikan kegiatan yang menyenangkan, misalnya memberikan kesempatan kepada anak untuk mengikuti lomba, memberi prioritas untuk melakukan kegiatan pada giliran pertama, memberi kesempatan memimpin kegiatan tertentu, dan lain-lain. o Memberikan simbol/tanda tertentu pada hasil karya anak yang bagus.
o Memberi stimulus pada anak agar mampu menghargai hasil karyanya

sendiri dan hasil karya orang lain. Guru hendaknya bersikap wajar dan adil dalam memberikan pujian pada anak yang bersikap/bertingkah laku baik. Beberapa cara yang dapat dilakukan guru untuk mencegah Sikap/tingkah laku yang tidak baik, antara lain:
89

Memberikan perhatian/pelayanan yang adil sesuai dengan kebutuhan kepada masing-masing anak, agar tidak menimbulkan rasa iri atau cemburu.

Tanamkan kebiasaan berani mengakui kesalahan sendiri apabila berbuat salah, dan mau meminta maaf, serta tidak akan mengulangi lagi.

Berikan pengertian-pengertian melalui cerita-cerita apabila ada anak yang suka mengejek/mencela temannya yang kurang beruntung, seperti pincang, dan lain-lain.

Menghindari respon yang negatif. Pembiasaan yang ditanamkan pada kegiatan spontan, antara lain :

o o
o

Cara meminta tolong dengan baik. Mengucapkan terima kasih. Tenggang rasa terhadap keadaan orang lain. Mengendalikan emosi. Menghargai orang lain dan sportif. Membanggakan hasil karya sendiri. Mengingatkan teman yang melanggar peraturan.

o
o

o o

Contoh Kegiatan Spontan Pada saat selesai kegiatan, anak-anak RA memakai sepatu sendiri karena akan pulang sekolah. Tiba-tiba Aril berteriak, Bu Guru sambil mengangkat kakinya. Bu guru bertanya, Kenapa kakinya?. Aril menjawab, Aku tidak bisa memasang tali sepatu. O, Aril tidak bisa memasang tali sepatu. Coba, bicaralah yang baik kepada bu guru, Bu guru tolong ikatkan tali sepatu! Setelah itu, Aril

90

minta tolong seperti yang dikatakan bu guru. Dengan senang hati bu guru membantu Aril mengikat tali sepatu, dan Aril mengucapkan terima kasih bu guru. Keterangan: Apabila anak mengucapkan kata-kata yang tidak benar, guru langsung menegur secara spontan dan membetulkannya.
3. Realitas Penerapan Konsep Bermain Anak Usia Dini di PAUD Al-

Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi Anak taman kanak-kanak termasuk dalam kelompok umum prasekolah. Pada umur 2-4 tahun anak ingin bermain, melakukan latihan berkelompok, melakukan penjelajahan, bertanya, menirukan, dan menciptakan sesuatu. Pada masa ini anak mengalami kemajuan pesat dalam keterampilan menolong dirinya sendiri dan dalam keterampilan bermain. Seluruh sistem geraknya sudah lentur, sering mengulangi perbuatan yang diminatinya dan melakukan secara wajar tanpa rasa malu. Di taman kanak-kanak, anak juga mengalami kemajuan pesat dalam penguasaan bahasa, terutama dalam kosa kata. Hal yang menarik, anak-anak juga ingin mandiri dan tak banyak lagi mau tergantung pada orang lain. Bermain bagi anak adalah kegiatan yang serius tetapi menyenangkan. Menurut Conny R. Semiawan (Jalal, 2002: 16) bermain adalah aktivitas yang dipilih sendiri oleh anak karena menyenangkan, bukan karena hadiah atau pujian. Melalui bermain, semua aspek perkembangan anak dapat ditingkatkan. Dengan bermain secara bebas anak dapat berekspresi dan bereksplorasi untuk memperkuat hal-hal yang sudah diketahui dan menemukan hal-hal baru. Melalui permainan, anak-anak juga dapat mengembangkan semua potensinya secara optimal, baik

91

potensi fisik maupun mental intelektual dan spritual. Oleh karena itu, bermain bagi anak usia dini merupakan jembatan bagi berkembangnya semua aspek. Kritik yang ditujukan kepada sejumlah PAUD bukan karena mereka mengajarkan berhitung, membaca, dan menulis melainkan caranya yang salah seakan-akan menjadikan TK sebagai miniatur SD. Padahal PAUD itu sesuatu yang lain dengan landasan psikologis dan pedagogis yang berbeda. Belajar Quantum dari De Porter & Hernacki serta revolusi belajar yang dibawakan oleh Dryden & Vos (Supriadi, 2002: 41) meletakkan titik berat pada pendinian belajar pada anak dengan memilih cara-cara yang sesuai, bukan pengakademikan belajar pada usia dini dua hal yang sangat besar perbedaannya. Pembelajaran pada anak usia dini dapat dilaksanakan dengan

menggunakan beberapa metode (Direktorat PADU,2001; Depdikbud, 1998), diantaranya yaitu:


a.

Bercerita Bercerita adalah menceritakan atau membacakan cerita yang mengandung nilai-nilai pendidikan. Melalui cerita daya imajinasi anak dapat ditingkatkan. Bercerita dapat disertai gambar maupun dalam bentuk lainnya seperti panggung boneka. Cerita sebaiknya diberikan secara menarik dan membuka kesempatan bagi anak untuk bertanya dan memberikan tanggapan setelah cerita selesai. Cerita tersebut akan lebih bermanfaat jika dilaksanakan sesuai dengan minat, kemampuan dan kebutuhan anak.

b. Bernyanyi

92

Bernyanyi adalah kegiatan dalam melagukan pesan-pesan yang mengandung unsur pendidikan. Dengan bernyanyi anak dapat terbawa kepada situasi emosional seperti sedih dan gembira. Bernyanyi juga dapat menumbuhkan rasa estetika.
c.

Berdarmawisata Darmawisata adalah kunjungan secara langsung ke obyek-obyek yang sesuai dengan bahan kegiatan yang sedang dibahas di lingkungan kehidupan anak. Kegiatan tersebut dilakukan di luar ruangan terutama untuk melihat, mendengar, merasakan, mengalami langsung berbagai keadaan atau peristiwa di lingkungannya. Hal ini dapat diwujudkan antara lain melalui darmawisata ke pasar, sawah, pantai, kebun, dan lainnya.

d. Bermain peran

Bermain peran adalah permainan yang dilakukan untuk memerankan tokohtokoh, benda-benda, dan peran-peran tertentu sekitar anak. Bermain peran merupakan kegiatan menirukan perbuatan orang lain di sekitarnya. Dengan bermain peran, kebiasaan dan kesukaan anak untuk meniru akan tersalurkan serta dapat mengembangkan daya khayal (imajinasi) dan penghayatan terhadap bahan kegiatan yang dilaksanakan.
e.

Peragaan/Demonstrasi Peragaan/demonstrasi adalah kegiatan dimana tenaga pendidik/tutor

memberikan contoh terlebih dahulu, kemudian ditirukan anak-anak. Peragaan/demonstrasi ini sesuai untuk melatih keterampilan dan cara-cara yang memerlukan contoh yang benar.

93

f.

Pemberian Tugas Pemberian tugas merupakan metode yang memberikan kesempatan kepada anak untuk melaksanakan tugas berdasarkan petunjuk langsung yang telah dipersiapkan sehingga anak dapat mengalami secara nyata dan melaksanakan tugas secara tuntas. Tugas dapat diberikan secara berkelompok ataupun individual.

g. Latihan

Latihan adalah kegiatan melatih anak untuk menguasai khususnya kemampuan psikomotorik yang menuntut koordinasi antara otot-otot dengan mata dan otak. Latihan diberikan sesuai dengan langkah-langkah secara berurutan.
4. Realitas Penerapan Konsep Bermain untuk Meningkatkan Kreativitas

Anak Usia Dini di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi Jerome Bruner menyatakan, setiap materi dapat diajarkan kepada setiap kelompok umur dengan cara-cara yang sesuai dengan perkembangannya (Supriadi, 2002: 40). Kuncinya adalah pada permainan atau bermain. Permainan atau bermain adalah kata kunci pada pendidikan anak usia dini. Ia sebagai media sekaligus sebagai substansi pendidikan itu sendiri. Dunia anak adalah dunia bermain dan belajar dilakukan dengan atau sambil bermain yang melibatkan semua indra anak. Bruner dan Donalson dari telaahnya menemukan bahwa sebagian pembelajaran terpenting dalam kehidupan diperoleh dari masa kanak-kanak yang paling awal, dan pembelajaran itu sebagian besar diperoleh dari bermain.
94

Sayangnya, menurut Samples bermain sebagai gagasan yang dikaitkan dengan pembelajaran kurang mendapatkan apresiasi dalam berbagai lingkungan budaya (Supriadi, 2002: 40). Menurut modul Psikologi Perkembangan Anak (PPA) terbitan Universitas Terbuka (UT), diterangkan bahwa anak usia Balita (dalam konteks anak TK) belum mampu belajar secara formal. Mereka belum mampu untuk duduk diam serta mempertahankan perhatiannya pada suatu hal dalam waktu yang lama, seperti yang diharapkan (terjadi) pada anak di atas usia 6 tahun. Seharusnya bermain merupakan pekerjaan bagi anak usia usia dini. Melalui bermain mereka akan belajar tentang banyak hal dan melalui bermain keterampilan anak akan berkembang, meliputi aspek fisik, motorik, kognitif, sosial, serta emosinya. Menurut Mayke Sugianto (modul 4 PPA, UT, 2008), proses pembelajaran yang dilakukan sambil bermain dan terarah akan memberikan hasil yang optimal dalam perkembangan anak, sehingga tidak ada lagi keluhan bahwa anak TK sudah dibebani kegiatan belajar yang tidak proporsional. Sedangkan Elkind dan Sutton-Smith mengingatkan agar jangan sampai terjadi miseducation, dimana anak-anak prasekolah (TK) diberikan kegiatan akademis yang terlampau abstrak. Sementara Jean Piaget menilai pada usia 3-6 tahun anak berada pada masa praoperasional. Pada masa ini anak sudah dapat berpikir dalam simbol, namun belum dapat menggunakan logika. Selain Piaget, ahli psikologi perkembangan anak lain seperti Sigmund Freud, Lev Vygotsky, dan Jerome Bruner juga menekankan pentingnya bermain

95

sebagai bentuk pembelajaran pada anak usia dini. Sedangkan DE Papalia menyebut bermain sebagai urusan anak usia dini (the business of early childhood). Menurut JH Flavell, kemampuan numerik atau kreativitas merupakan salah satu kemampuan yang dipelajari anak secara otomatis dalam periode masa kanak-kanak. Otomatis, maksudnya, kemampuan numerik tidak harus diajarkan dengan waktu khusus seperti les. Melalui bermain maka secara alamiah anak akan menggunakan kemampuannya (dan bertanya) dalam meningkatkan kreativitas. Pengajaran di PAUD harus dikembalikan pada pembelajaran sambil bermain. Jangan bebani otak anak dengan pelajaran yang belum sesuai dengan perkembangan kognitif anak. Jangan bebani anak dengan ambisi orang tua, sebab itu dapat berakibat buruk bagi si anak. Akibat yang terdekat adalah anak akan kehilangan keceriaan masa kanak-kanaknya.
5. Realitas Faktor Pendukung dan Penghambat Pendidikan di PAUD Al-

Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi Pelaksanaan pendidikan di RA PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi, selain banyaknya faktor pendukung juga terdapat faktor penghambat dalam pelaksanaan tersebut. Diantara faktor penghambat atau yang menjadi kendala pelaksanaan pendidikan di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi antara lain adalah masih adanya masyarakat yang kurang memahami pentingnya pembelajaran melalui bermain. Konsep belajar sambil bermain ini harusnya disosialisasikan kepada orang tua (masyarakat) supaya masyarakat memahami pentingnya bahwa anak tidak harus diberikan banyak pembelajaran, karena nantinya anak akan merasa bosan. Memberikan pemahaman kepada
96

masyarakat bahwa pada masa usia PAUD, TK/RA ini anak sedang membentuk kecerdasan serta pribadinya. Selain itu anggaran dalam mengembangkan sarana prasarana sekolah yang masih belum sesuai dengan harapan. Belum adanya program yang khsusus dalam pelaksanaan pendidikan yang mengarah kepada kompetensi kreativitas dengan konsep bermaian serta pengawasan yang kurang dalam pembinaan yang seharusnya dilakukan kepada peserta didik. Monitoring dilaksanakan oleh semua pihak yang berkepentingan dalam memajukan pembelajaran dengan konsep bermain agar kompetensi kreativitas semakian meningkat dengan pembelajaran melalui konsep kreativitas di sekolah. Pelaksana monitoring tersebut antara lain komite sekolah, kepala sekolah, guru, dinas pendidikan, kantor departemen agama, orang tua, dan pihak-pihak yang masih ada hubungannya dengan masalah pendidikan (pemerhati pendidikan). Seperti pada hasil temuan di atas, selain faktor pendukung ada juga faktor yang menjadi penghambat pelaksanaan konsep bermaian dalam upaya meningkatkan kreativitas anak usia dini di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi, salah satunya adalah kurang pahamnya orang tua terhadap proses pendidikan. Orang tua hanya menyerahkan pendidikan di sekolah, dan menginkan anak-anaknya cerdas, mampu membaca dan aspek lainnya, padahal pada masa ini belum wajar apabila anak diajarkan berbagai macam materi Dengan memberikan pemahaman kepada orang tua bahwa pendidikan tidak hanya dilakukan di sekolah oleh guru, namun harus ada campur tangan pihak lain terutama keluarga. Serta memberikan pemahaman bahwa pada usia

97

PAUD anak belum harus diberikan materi yang tidak sesuai dnegan perkembangannya. Membiarkan anak belajar sesuai dengan perkembangannya akan menjadikan anak berkepribadian serta memiliki kecerdasan yang tahan lama. Pelaksanaan konsep bermaian dalam meningkatkan kreativitas akan berjalan dengan baik apabila faktor pendukung terus memberikan dukungannya sementara yang menjadi penghambat dicari solusi terbaiknya. Dengan demikian maka peningkatan kreativitas dengan konsep bermain yang diterapkan di PAUD AlFitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi ini akan menjadi percontohan bagi PAUD-PAUD yang lain.

BAB V Kesimpulan dan Saran


A. Kesimpulan

1. Kesimpulan Umum

98

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak. Anak usia dini adalah anak yang sedang membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek

perkembangan baik perkembangan fisik maupun psikis, yaitu intelektual, bahasa, motorik, dan sosio emosional. Bermain merupakan saran belajar anak usia dini. Melalui bermain anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan, memanfaatkan, dan mengambil kesimpulan mengenai benda di sekitarnya.
2. Anak usia dini termasuk dalam kelompok umum prasekolah. Pada umur 2-4

tahun anak ingin bermain, melakukan latihan berkelompok, melakukan penjelajahan, bertanya, menirukan, dan menciptakan sesuatu. Pada masa ini anak mengalami kemajuan pesat dalam keterampilan menolong dirinya sendiri dan dalam keterampilan bermain. Seluruh sistem geraknya sudah lentur, sering mengulangi perbuatan yang diminatinya dan melakukan secara wajar tanpa rasa malu. Di PAUD, anak juga mengalami kemajuan pesat dalam penguasaan bahasa, terutama dalam kosa kata. Hal yang menarik, anak-anak juga ingin mandiri dan tak banyak lagi mau tergantung pada orang lain. Penerapan konsep bermain dalam meningkatkan kreativitas anak usia dini di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi dilaksanakan, namun tetap memegang konsep bermain sambil belajar.
3. Pengembangan kreativitas merupakan salah satu proses yang dipelajari

anak secara otomatis dalam periode masa kanak-kanak. Melalui bermain maka

99

secara alamiah anak akan menggunakan kemampuannya (dan bertanya) dalam meningkatkan kreativitas. Pengajaran di PAUD harus dikembalikan pada pembelajaran sambil bermain. Jangan bebani otak anak dengan pelajaran yang belum sesuai dengan perkembangan kognitif anak. Jangan bebani anak dengan ambisi orang tua, sebab itu dapat berakibat buruk bagi si anak. Akibat yang terdekat adalah anak akan kehilangan keceriaan masa kanak-kanaknya. 2. Kesimpulan Khusus Kesimpulan khusus merupakan jawaban akan pertanyaan penelitian, adapun kesimpulan khusus penelitian ini sebagai berikut;
1. Bagaimana kebijakan program anak usia dini di PAUD Al-Fitriyah

Kebonpedes Kabupaten Sukabumi? Kebijakan yang diambil oleh PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi merupakan kebijakan yayasan. Meskipun demikian yayasan selalu memperhatikan kondisi guru-guru yang ada. Kebijakan yang diberikan yaitu

kebijakan mengenai program yang harus disesuaikan dengan pedoman kurikulum serta menekankan akan pentingnya pendidikan akhlak mulia. Sesuai dengan anjuran pemerintah, bahwa pendidikan di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi disesuaikan dengan konsep bermaian anak usia dini dan penting diberikan sejak masa usia dini. Karena pada masa ini anak akan dengan mudah menyerap apapun yang dilihat dan didengar.
2. Bagaimana penerapan konsep bermain untuk meningkatkan kreativitas

anak usia dini di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi?

100

Pelaksanaan program dilakukan dengan beberapa tahap sesuai dengan pedoman kurikulum yang berlaku. Pelaksanaan kegiatan pendidikan akhlak mulia dapat dilakukan dengan cara kegiatan rutin, kegiatan spontan, kegiatan teladan/contoh, kegiatan terprogram. Bermain bagi anak adalah kegiatan yang serius tetapi menyenangkan. Bermain adalah aktivitas yang dipilih sendiri oleh anak karena menyenangkan, bukan karena hadiah atau pujian. Melalui bermain, semua aspek perkembangan anak dapat ditingkatkan. Dengan bermain secara bebas anak dapat berekspresi dan bereksplorasi untuk memperkuat hal-hal yang sudah diketahui dan menemukan hal-hal baru. Melalui permainan, anak-anak juga dapat mengembangkan semua potensinya secara optimal, baik potensi fisik maupun mental intelektual dan spritual. Oleh karena itu, bermain bagi anak usia dini merupakan jembatan bagi berkembangnyasemuaaspek.

Pembelajaran menggunakan

pada

anak

usia

dini

dapat yaitu;

dilaksanakan bercerita,

dengan

beberapa metode

diantaranya

bernyanyi,

berdarmawisata, bermain peran, peragaan/demonstrasi, pemberian tugas, latihan.

Pengajaran di PAUD harus dikembalikan pada pembelajaran sambil bermain. Jangan bebani otak anak dengan pelajaran yang belum sesuai dengan perkembangan kognitif anak. Jangan bebani anak dengan ambisi orang tua, sebab

101

itu dapat berakibat buruk bagi si anak. Akibat yang terdekat adalah anak akan kehilangan keceriaan masa kanak-kanaknya. 3. Apa yang menjadi faktor pendorong dan penghambat pelaksanaan dalam penerapan konsep bermain untuk meningkatkan kreativitas anak usia dini di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi? Faktor penghambat atau yang menjadi kendala pelaksanaan pendidikan di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi antara lain adalah masih adanya masyarakat yang kurang memahami pentingnya pembelajaran melalui bermain. Anggaran dalam mengembangkan sarana prasarana sekolah yang masih belum sesuai dengan harapan. Belum adanya program yang khsusus dalam pelaksanaan pendidikan yang mengarah kepada kompetensi kreativitas dengan konsep bermaian serta pengawasan yang kurang dalam pembinaan yang seharusnya dilakukan kepada peserta didik. Monitoring dilaksanakan oleh semua pihak yang berkepentingan dalam memajukan pembelajaran dengan konsep bermain agar kompetensi kreativitas semakian meningkat dengan pembelajaran melalui konsep kreativitas di sekolah. Pelaksana monitoring tersebut antara lain komite sekolah, kepala sekolah, guru, dinas pendidikan, kantor departemen agama, orang tua, dan pihak-pihak yang masih ada hubungannya dengan masalah pendidikan (pemerhati pendidikan). Kurang pahamnya orang tua terhadap proses pendidikan. Orang tua hanya menyerahkan pendidikan di sekolah, dan menginkan anak-anaknya cerdas,

102

mampu membaca dan aspek lainnya, padahal pada masa ini belum wajar apabila anak diajarkan berbagai macam materi

B. Saran Berdasarkan uraian di atas, penulis memandang perlu untuk

mengungkapkan saran-saran seperti berikut :


1. Pemerintah Kabupaten Sukabumi seharusnya mengembangkan tujuan dan

program kebijakan dalam bidang pendidikan anak usia dini dengan menkreativitaskan pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan perkembangan anak secara selaras dengan visi dan misi kabupaten untuk mencapai taraf efektivitas tujuan kebijakan. Selain itu memberikan dana operasional, sarana pasarana, tenaga kependidikan dan terutama lebih memperhatikan pendidikan anak usia dini, karena pada pendidikan di masa inilah dasar-dasar kepribadian serta kecerdasannya sedang dibangun dan akan tertanam kuat.
2. Untuk yayasan diharapkan memberikan kebijakan yang dapat meningkatkan

kualitas lulusan PAUD yang lebih baik. Seperti kebijakan dalam kegiatan penerimaan siswa baru (PSB). Mengadakan promosi berupa penyebaran pamflet, atau pun kreativitas ke rumah-rumah untuk menambah peserta didik.
3. Kepada komite diharap memberikan kepercayaan kepada para guru dalam

melaksanakan tugas mengajar, sehingga tercipta iklim belajar yang menyenangkan. Memberikan dukungan serta motivasi guna terciptanya proses pembelajaran yang sesuai dengan program sekolah.

103

4. Kepada para guru hendaknya terus meningkatkan kemampuannya dalam

bidang pendidikan yang sesuai dengan tempat mengajar. Memiliki kualifikasi pendidikan yang sesuai akan lebih meningkatkan kualitas pembelajaran. Guru sebagai pendidik hendaknya lebih mendorong potensi-potensi yang dimiliki oleh para peserta didik agar nantinya mereka dapat mengembangkan kecerdasan serta kepribadiannya. Dengan demikian mereka akan lebih berkembang dengan kemampuan yang dimilikinya. Hendaknya para guru lebih memperhatikan susunan interior kelas yang juga berpengaruh dalam proses pembelajaran dalam peningkatan potensi kecerdasan serta kepribadian peserta didik.
5. Orang tua juga dituntut untuk berperan aktif dalam memberikan pendidikan

di rumah, serta tidak memaksakan kehendak kepada anak. Biarkan anak dengan keinginannya, orang tua hanya memberikan arahan, bimbingan serta fasilitas untuk anak ketika anak memerlukan bantuan orang tua. Memberikan keleluasaan kepada anak dan memahami taraf perkembangan anak adalah sikap yang bijak dan memberikan peluang untuk anak lebih kreatif serta termotivasi ke arah yang lebih baik.
6. Harus adanya kerjasama dengan berbagai pihak seperti orang tua, guru, serta

masyarakat pemerhati pendidikan agar pendidikan anak usia dini di sekolah terutama di PAUD sebagai tempat yang paling penting dalam menanamkan kepribadian serta kecerdasan sejak dini. Kerja sama tersebut dibangun atas dasar harapan dan keinginan tercapainya tujuan menciptakan anak yang memiliki kualitas yang baik.

104

DAFTAR PUSTAKA

105

Al-Abrasyi, M. Athiyah. 1950. Ruh Al-Tarbiyah wa Al-Talim. Mesir: Isa AlAbabil Al-Halal wa Syirkah. Anggani Sudono. 2000. Sumber Belajar dan Alat Permainan. Jakarta : PT. Grasindo. Chaplin, J.R. & Messick, R.G. (1992). Elementary Social Studies: A Practical Guide. New York: Longman Dewi Gustini, S.Si. http://www.bpplsp-reg-.go.id/buletin/read.php?id=85&dir= 6&idStatus= 0&PHPSESSID=mymzcnyftwksa -----------, dkk. 2006. Model Pembelajaran Bidang Studi Matematika melalui Permainan di Kejar Paket A. Medan : BPPLSP Regional I Farihen. http://www.fai.umj.ac.id/index.php?option=com_content&task= view&id= 40&Itemid=54

Gagne, Robert,M. The Conditions of Learning, Holt, Rinehart and Winston, New York, 1977 MBE. 2006. Asyik Belajar dengan PAKEM: Matematika untuk sekolah dasar (SD-MI). Online: http://www.mbeproject.net M.F Arief. 2007. Belajar Matematika lewat Permainan Dakon. Online: http://elangjava.multiply.com/journal/item/237/Belajar_Matematika_lewat _Permainan_Dakon Moh. Nazir. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Moleong LJ. 1999. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosda Karya. Muhammad Surya. 2003. Psikologi Pembelajaran dan pengajaran. Bandung: Yayasan Bhina Bakti Winaya. Ramadhan, H.F. 2009. Keunikan dibalik Teka-teki Matematika/Permainan Matematika. Online:http://h4mm4d.wordpress.com/2009/03/02/keunikandibalik-teka-teki matematika permainan matematika Riduwan. 2004. Belajar mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta.

106

Sugiyono. (2005). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Syaifu Sutikno. 2007. Peran Guru dalam Membangkitkan Motivasi Belajar Siswa. www.sobrycenter.com l B. Djamarah. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta : PT. Asdi Mahasatya Wina Sanjaya. 2007. Strategi Pembelajaran. Berorientasikan Standar Proses Pendidikan. Jakarta. Kencana. http://kumpulantipspilihan.blogspot.com/2008/03/permainan-matematika-untukanak-anak.html http://darmosusianto.blogspot.com/2007/08/matematika-bukan-mati-matian.html http://kumpulantipspilihan.blogspot.com/2008/03/permainan-matematika-untukanak-anak.html http://www.indomedia.com/intisari/2000/agst/matematika8.htm http://www.republika.co.id/berita/23842/Belajar_Sains_Matematika_dari_Games _Online

Lampiran 1
107

PROFIL

PAUD

AL-FITRIYAH

KEBONPEDES

KABUPATEN

SUKABUMI A. Identitas Sekolah Nama Sekolah : PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi No. Statistik Nama Kepala Sekolah Status Sekolah Alamat Sekolah : 022020605.161 : A.Nurlailah : Swasta : Jl. Bojonggaling Desa Sasagaran Kp. Cikawung Kecamatan Kebonpedes Kabupaten Sukabumi. Tahun Berdiri Visi : 2006 : Menyiapkan Generasi Islam yang Beriman, Berilmu dan Berakhlak. Misi : - Memperkenalkan pendidikan agama secara dini
- Meningkatkan rasa kemandirian, tanggung

jawab dan bersosialisasi dengan lingkungan


- Menumbuhkembangkan kreativitas imajinatif

dan apresiatif
- Mengkondisikan

sekolah

sebagai

wahana

tempat bermain dan belajar B. Struktur Organisasi

108

1. Yayasan

Ketua Yayasan H. Acep Saripudin

Sekretaris Neng Fitri

Bendahara Deden Eri

2. Sekolah Kepala Sekolah B. Nurlailah

Guru Upi Supinah

Guru Eem Suhaemah

Guru Ema Ratnapuri

Penjaga Sekolah Dadang

109

3. Komite Sekolah Ketua Komite Sekolah Iis

Sekretaris Siti Saadah

Bendahara Ais

D. Personil dan Sumber Dana

1. Tenaga Pendidikan c) Kepala Sekolah : 1 orang d) Guru 2. Siswa Berjumlah 28 orang 3. Keuangan/Administrasi e) Buku Kas Umum (SPP) f) Buku Tabungan : 3 orang

g) RAPBS 4. Prestasi
110

c) Guru

: Upi Supinah; juara 3 guru berprestasi Tk.Kecamatan th.2007

d) Siswa

: Tasya (juara lomba menghias bingkai, th.2007)

E. Kurikulum dan Sumber Pemberdayaan Kurikulum 2004 F. Sarana dan Prasarana


5) Halaman PAUD ; halaman cukup luas untuk gerak dan bermain anak didik 6) Ruang Kelas :

g)

2 ruang kelas

h) 1 ruang kantor i) j) 1 dapur 2 WC (Guru dan Anak)

k) Gudang l) Ruang tunggu

7) Perabot ; setiap ruang kelas dilengkapi perabot sesuai dengan keperluan. 8) Buku dan Alat Peraga d) Perpustakaan untuk guru dan anak e) Alat peraga; puzzle, balok, pohon hitung. f) Alat peraga di luar; bak pasir, ayunan, prosotan, puteran, dan junkitan.

G. Sistem Rekruitmen 1. Dengan brosur

111

2. Memasang spanduk

Lampiran 2 PEDOMAN WAWANCARA A. Gambaran Umum 1. Tahun berapa berdirinya PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi? 2. Bagaimana latar belakang sejarah berdirinya PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi? 3. Apa tujuan pendirian PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi? 4. Siapa pendiri PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi? 5. Bagaimana keadaan sarana dan prasarana PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi? 6. Bagaimana keadaan murid PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi? 7. Potensi di sekitar lokasi a) Bagaimana keadaan orang tua murid PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi? b) Bagaimana letak geografis PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi? c) Berapa luas tanah yang dimiliki oleh PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi? d) Berapa jumlah bangunan yang ada di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi?
B. Kebijakan pengembangan konsep bermain di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes

Kabupaten Sukabumi 1. Apa latar belakang kebijakan pengembangan konsep bermain di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi? 2. r hukum penyusunan kebijakan pengembangan konsep bermain di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi? 3. Apa tujuan penyusunan kebijakan pengembangan konsep bermain di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi? 4. Apa visi dan misi PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi? 5. Bagaimana strategi PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi dalam menjalankan visi dan misi tersebut ?
112

6. Bagaimana

upaya untuk mewujudkan tujuan PAUD Kebonpedes Kabupaten Sukabumi dalam 4 tahun ke depan?

Al-Fitriyah

C. Perencanaan dan program konsep bermain untuk meningkatkan kreativitas di

PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi 1. Bagaimana proses penyusunan perencanaan dan program di PAUD AlFitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi? 2. Siapakah yang melakukan penyusunan perencanaan dan program konsep bermain pada kreativitas tersebut? 3. Aspek/sasaran apa yang dilakukan dalam perencanaan dan program konsep bermain untuk meningkatkan kreativitas di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi? 4. Bagaimana penjelasan rinci mengenai masing-masing aspek tersebut? 5. Apa tujuan perencanaan dan program konsep bermain untuk meningkatkan kreativitas di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi? 6. Bagaimana strategi yang disusun dalam perencanaan dan program konsep bermain untuk meningkatkan kreativitas di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi?
D. Implementasi kebijakan dan pelaksanaan program konsep bermain untuk

meningkatkan kreativitas di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi 1. Kebijakan apa saja yang diimplementasikan dalam pelaksanaan konsep bermain untuk meningkatkan kreativitas di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi? 2. Bagaimana implementasi kebijakan di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi? 3. Program apa saja yang dilaksanakan di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi? 4. Bagaimana pelaksanaan program konsep bermain untuk meningkatkan kreativitas di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi?
E. Faktor pendudkung dan penghambat konsep bermain untuk meningkatkan

kreativitas di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi 1. Apa saja faktor yang menjadi pendukung bagi pengembangan konsep bermain untuk meningkatkan kreativitas di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi? 2. Apa saja faktor yang menjadi penghambat bagi konsep bermain untuk meningkatkan kreativitas di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi?
F.

Penerapan konsep bermain untuk meningkatkan kreativitas di PAUD AlFitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi 1. Bagaimana pelaksanaan konsep bermain untuk meningkatkan kreativitas di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi?

113

2. Bagaimana tingkat keberhasilan konsep bermain untuk meningkatkan

kreativitas di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi?

Lampiran 3 PEDOMAN OBSERVASI


A. Gambaran umum PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi

1. Berapa jumlah bangunan seluruhnya? 2. Berapa jumlah ruang belajar? 3. Adakah bangunan mesjid? 4. Fasilitas permainan apa yang tersedia? 5. Adakah ruang perpustakaan? 6. Berapa jumlah guru dan karyawan? 7. Berapa jumlah siswa kelompok A dan B? 8. Potensi di sekitar lokasi:
1. Bagaimana keadaan orang tua siswa PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes

Kabupaten Sukabumi?
2. Bagaimana letak geografis PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten

Sukabumi?
3. Berapa luas tanah yang dimiliki PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes

Kabupaten Sukabumi?
4. Berapa jumlah bangunan yang ada di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes

Kabupaten Sukabumi?
B. Implementasi kebijakan dan pelaksanaan program konsep bermain untuk

meningkatkan kreativitas Sukabumi

di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten

114

C. Faktor pendukung dan penghambat bagi pengembangan konsep bermain

untuk meningkatkan kreativitas Kabupaten Sukabumi

di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes

D. Penerapan konsep bermain untuk meningkatkan kreativitas di PAUD Al-

Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi

Lampiran 4 PEDOMAN DOKUMENTASI (STUDI KEPUSTAKAAN)


A. Gambaran Umum PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi 1. Adakah dokumen sekolah tentang latar belakang sejarah berdirinya PAUD 2. 3. 4. 5.

6.

Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi? Adakah dokumen sekolah tentang tujuan pendirian PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi? Adakah dokumen sekolah tentang keadaan sarana dan prasarana PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi? Adakah dokumen sekolah tentang keadaan guru dan karyawan PAUD AlFitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi? Adakah dokumen sekolah tentang keadaan murid PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi? Potensi di sekitar lokasi a) Adakah dokumen sekolah tentang keadaan orang tua murid PAUD AlFitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi? b) Adakah dokumen sekolah tentang letak geografis PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi? c) Adakah dokumen sekolah tentang luas tanah yang dimiliki oleh PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi? d) Adakah dokumen sekolah tentang jumlah bangunan yang ada di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi?

B. Kebijakan pengembangan pendidikan akhlak mulia di PAUD Al-Fitriyah

Kebonpedes Kabupaten Sukabumi 1. Adakah dokumen sekolah tentang latar belakang kebijakan pengembangan konsep bermain untuk meningkatkan kreativitas anak usia dini di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi?

115

2. Adakah dokumen sekolah tentang dasar hukum penyusunan kebijakan

3.

4. 5. 6.

pengembangan konsep bermain untuk meningkatkan kreativitas anak usia dini di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi? Adakah dokumen sekolah tentang tujuan penyusunan kebijakan pengembangan konsep bermain untuk meningkatkan kreativitas anak usia dini di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi? Adakah dokumen sekolah tentang visi dan misi PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi? Adakah dokumen sekolah tentang strategi PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi dalam menjalankan visi dan misi tersebut ? Adakah dokumen sekolah tentang upaya untuk mewujudkan tujuan PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi dalam 4 tahun ke depan?

C. Perencanaan dan program konsep bermain untuk meningkatkan kreativitas di

PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi 1. Adakah dokumen sekolah tentang proses penyusunan perencanaan dan program di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi? 2. Adakah dokumen sekolah tentang Siapa saja yang melakukan penyusunan perencanaan dan program tersebut? 3. Adakah dokumen sekolah tentang aspek/sasaran yang dilakukan dalam perencanaan dan program konsep bermain untuk meningkatkan kreativitas di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi? 4. Adakah dokumen sekolah tentang penjelasan rinci mengenai masingmasing aspek tersebut? 5. Adakah dokumen sekolah tentang tujuan perencanaan dan program konsep bermain untuk meningkatkan kreativitas di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi? 6. Adakah dokumen sekolah tentang strategi yang disusun dalam perencanaan dan program konsep bermain untuk meningkatkan kreativitas di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi?
D. Implementasi kebijakan dan pelaksanaan program konsep bermain untuk

meningkatkan kreativitas di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi 1. Adakah dokumen sekolah tentang implementasi kebijakan dan pelaksanaan konsep bermain untuk meningkatkan kreativitas di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi pada bidang kurikulum? 2. Adakah dokumen sekolah tentang implementasi kebijakan dan pelaksanaan program kelembagaan dan sarana pendidikan di PAUD AlFitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi? 3. Adakah dokumen sekolah tentang implementasi kebijakan dan pelaksanaan program pendidikan bidang ketenagaan di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi ? 4. Adakah dokumen sekolah tentang implementasi kebijakan dan pelaksanaan program pendidikan bidang kesiswaan di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi?
116

5. Adakah

dokumen sekolah tentang implementasi kebijakan dan pelaksanaan program pendidikan bidang humas di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi?

E. Faktor pendukung dan penghambat konsep bermain untuk meningkatkan

kreativitas di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi 1. Adakah dokumen sekolah tentang faktor yang menjadi pendukung bagi pengembangan pendidikan konsep bermain untuk meningkatkan kreativitas di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi? 2. Adakah dokumen sekolah tentang faktor yang menjadi penghambat bagi konsep bermain untuk meningkatkan kreativitas di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi?
F.

Penerapan konsep bermain untuk meningkatkan kreativitas di PAUD AlFitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi 1. Bagaimana pelaksanaan konsep bermain untuk meningkatkan kreativitas di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi? 2. Bagaimana tingkat keberhasilan konsep bermain untuk meningkatkan kreativitas di PAUD Al-Fitriyah Kebonpedes Kabupaten Sukabumi?

117

118

You might also like