You are on page 1of 21

Pengkajian neurologis pada sistem persyarafan untuk kegawatdaruratan sistem persyarafan.

Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan

neurologik dibagi menjadi lima komponen : fungsi serebral, sarafsaraf kranial, sistem motorik, sistem sensorik, dan status refleks.

Lanjutan.
Pasien gawat darurat perlu : 1. Penilaian awal secara cepat. 2. Tindakan penyelamat hidup. Lakukan : 1. Survei primer : Penilaian A-B-C-D. 2. Resusitasi. 3. Survei sekunder. 4. Tindakan definitif atau rujukan.

Survei primer sistem saraf :


D

= Disability : Penilaian neurologis cepat : 1. Tingkat kesadaran cara AVPU / GCS : A = alert. V = respon terhadap rangsangan verbal. P = respon terhadap rangsangan nyeri. U = tidak ada respon. 2. Pupil : 1. Ukuran. 2. Reaksi cahaya.

Lanjutan..
Berdasarkan

skala Glascow Coma Scale (GCS) juga, maka cedera kepala dapat dibagi menjadi 3 tingkat yaitu : Cedera kepala ringan : GCS : 13-15 Cedera kepala sedang : GCS : 9-12 Cedera kepala berat : GCS : 3-8

a.
Dalam

Fungsi serebral

hal ini, gangguan pada serebral dapat menyebabkan gangguan komunikasi, fungsi intelektual, dan dalam pola tingkah laku emosional. Glasgow Coma Scale (GCS) adalah skala yang memberikan gambaran pada tingkat responsif pasien dan dapat digunakan dalam mengevaluasi status neurologik pasien.

Lanjutan

E = Membuka mata : Spontan disertai adanya kedip Terhadap suara Hanya terhadap nyeri Tidak ada M = Respon motor terbaik : Ikut perintah Melokalisasi nyeri Menghindari nyeri dengan fleksi Respon fleksi abnormal, dekortikasi Respons ekstensi, deserebrasi Tidak ada

Skor : 4 3 2 1 Skor : 6 5 4 3 2 1

Lanjutan..

V = Respons verbal terbaik : DEWASA : Orientasi baik Bingung Kata-kata acak Suara tak berarti Tidak ada

Skor : 5 4 3 2 1

V = Respons verbal terbaik : ANAK-ANAK : Skor : Kata bermakna, senyum, ikut objek 5 Menangis tapi bisa diredakan 4 Teriritasi secara persisten 3 Gelisah, teragitasi 2 Diam saja 1 Skor GCS = E+M+V. Min = 3, Max = 15.

Lanjutan.
cara

penulisannya berurutan E-V-M sesuai nilai yang didapatkan. Penderita yang sadar = compos mentis pasti GCSnya 15 (4-5-6), sedang penderita koma dalam, GCSnya 3 (1-1-1). Bila salah satu reaksi tidak bisa dinilai, misal kedua mata bengkak sedang V dan M normal, penulisannya X-5-6.Bila ada trakheostomi sedang E dan M normal, penulisannya 4-X6.Atau bila tetra parese sedang E dan V normal, penulisannya 4-5-X. GCS tidak bisa dipakai untuk menilai tingkat kesadaran pada anak berumur kurang dari 5 tahun.

Lanjutan
jika

ditotal skor GCS dapat diklasifikasikan : a. Skor 14-15 : compos mentis b. Skor 12-13 : apatis c. Skor 11-12 : somnolent d. Skor 8-10 : stupor e. Skor < 5 : koma

Lanjutan..

Kualitas Kesadaran - Compos mentis : bereaksi secara adekuat - Abstensia drowsy / kesadaran tumpul : tidak tidur dan tidak begitu waspada. Perhatian terhadap sekeliling berkurang. Cenderung mengantuk. - Bingung / confused : disorientasi terhadap tempat, orang dan waktu. - Delirium : mental dan motorik kacau, ada halusinasi dan bergerak sesuai dengan kekacauan pikirannya. - Apatis : tidak tidur, acuh tak acuh, tidak bicara dan pandangan hampa. Gangguan fungsi cerebral meliputi : gangguan komunikasi, gangguan intelektual, gangguan perilaku dan gangguan emosi. Pengkajian position mental / kesadaran meliputi : GCS, orientasi (orang, tempat dan waktu), memori, interpretasi dan komunikasi.

Lanjutan.

Derajat Kesadaran - Sadar : dapat berorientasi dan komunikasi - Somnolens : dapat digugah dengan berbagai stimulasi, bereaksi secara motorik / verbal kemudian terlelap lagi. Gelisah atau tenang. - Stupor : gerakan spontan, menjawab secara refleks terhadap rangsangan nyeri, pendengaran dengan suara keras dan penglihatan kuat. Verbalisasi mungkin terjadi tapi terbatas pada satu atau dua kata saja. Non verbal dengan menggunakan kepala. - Semi Koma : tidak terdapat respon verbal, reaksi rangsangan kasar dan ada yang menghindar (contoh menghindari tusukan). - Koma : tidak bereaksi terhadap stimulus.

b. Pemeriksaan saraf kranial


Dua belas pasang saraf kranial muncul dari bagian bawah otak. 1) Saraf olfaktorius ( N1 ) : untuk penghidu penciuman 2) Saraf opticus ( N2 ) : saraf penglihatan 3) Saraf okulomotorius ( N3 ) : saraf motorik penggerak otot bola mata 4) Saraf troklearis ( N4 ) : motorik penggerak bola mata 5) Saraf trigeminus ( N5 ) : merupakan saraf sensorik dan motorik dengan 3 cabang yaitu bagian optical, maksilaris, mandibularis. 6) Saraf abdusens ( N6 ) : motorik penggerak bola mata

Lanjutan.
7) Saraf fasialis ( N7 ) : sensorik daerah wajah 8) Saraf audiotorius ( N8 ) : sensorik pendengaran dan keseimbangan 9) Saraf glosofaringeus ( N9 ) : sensorik dan motorik sekitar lidah dan faring 10) Saraf vagus ( N10 ) : merupakan saraf otonom terutama pada paru, jantung, lambung, usus halus dan sebagian usus besar. 11) Saraf asesorius ( N11 ) : motorik pengerak otot sekitar leher 12) Saraf hipoglosus ( N12 ) : motorik otot lidah

c.

Pemeriksaan sistem motorik

Dalam hal ini mencakup pengujian kekuatan otot, keseimbangan, dan koordinasi. Skala Peringkat Kekuatan Otot : 0 = tidak ada kontraksi 1 = ada sedikit kontraksi 2 = bergerak tapi tidak mampu menahan gravitasi 3 = bergerak tapi tidak mampu melawan tahanan otot pemeriksa 4 = bergerak dengan lemah terhadap tahanan otot pemeriksa 5 = kekuatan dan regangan otot yang normal

Lanjutan
a. Pemeriksaan sensorik Pemeriksaan ini mencakup tes sensasi raba, nyeri superfisial dan merasakan posisi (propriosepsi). Keseluruhan pengkajian sensori dilakukan dengan mata tertutup.

Lanjutan..
b. Pemeriksaan refleks Umumnya refleks yang dapat dikaji adalah refleks biseps, brakhioradialis, triseps, patella, dan pergelangan kaki (Achilles). Pengukurannya dengan menilai derajat refleks antara 0 sampai +4. Refleks-refleks yang diperiksa adalah : 1. Refleks patella Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi kurang lebih 300. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae) dipukul dengan refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu ekstensi dari lutut. 2. Refleks biceps Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 , supinasi dan lengan bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan pada tendon m. biceps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul dengan refleks hammer. Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.

Lanjut
3. Refleks triceps Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 ,tendon triceps diketok dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas olekranon). Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.

Lanjutan.
4. Refleks achilles Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini kaki yang diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah kontralateral. Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki. 5. Refleks abdominal Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus. Kalau digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah yang digores. 6. Refleks Babinski Merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya dijumpai pada penyakit traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar. Respon yang normal adalah fleksi plantar semua jari kaki.

Lanjutan
Aktifitas refleks : Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan refleks hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu : 0=tidak ada respon 1=hypoactive / penurunan respon, kelemahan ( + ) 2= normal ( ++ ) 3=lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal ( +++ ) 4=hyperaktif, dengan klonus ( ++++)

You might also like