You are on page 1of 17

Hampir di setiap sekolah kita bisa menjumpai program Bimbingan dan Konseling.

Hal ini bukan semata terletak pada landasan atau ketentuan dari atas, namun yang lebih penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik agar mampu mengembangkan potensi dirinya. Tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan BK di sekolah saat ini sangat dibutuhkan. Hal ini menyangkut tugas dan perannya terhadap peserta didik seperti yang dikemukakan di atas. Lebih dari itu iklim dan lingkungan yang tidak sehat membuat keberadaan BK menjadi sangat urgen dan mutlak ada. Kenakalan siswa, misalnya. Itu merupakan salah satu faktor penyebab lingkungan / iklim menjadi rusak. Dan siswa merupakan aktor utama dalam peristiwa tersebut. Kalau ditanya mengapa terjadi kenakalan remaja? Tentu jawabannya akan dikaitkan dengan tokoh pemainnya, yaitu para siswa itu sendiri, mengapa mereka bisa berbuat demikian. Nah, di sinilah peran BK untuk mencari tahu. Kenakalan siswa merupakan suatu bentuk perilaku siswa yang menyimpang dari aturan sekolah. Kenakalan siswa banyak macamnya. Salah satunya ialah membolos atau masuk tidak teratur. Disebut kenakalan remaja karena membolos merupakan perilaku yang melanggar aturan sekolah. Bimbingan (guide / guidance) dapat disama artikan dengan mengarahkan, memandu (guide). Jadi bimbingan adalah kegiatan memandu / mengarahkan siswa untuk menemukan jati dirinya atau membantu siswa menemukan jalan keluar yang terbaik dalam hidupnya dengan mempertimbangkan segi positif dan negatif bagi siswa itu sendiri. Membolos dapat diartikan sebagai perilaku siswa yang tidak masuk sekolah dengan alasan yang tidak tepat. Atau bisa juga dikatakan ketidak hadiran tanpa alasan yang jelas. Membolos merupakan salah satu bentuk dari kenakalan siswa, yang jika tidak segera diselesaikan / dicari solusinnya dapat menimbulkan dampak yang lebih parah. Oleh karena itu penanganan terhadap siswa yang suka membolos menjadi perhatian yang sangat serius. Penanganan tidak saja dilakukan oleh sekolah, tetapi pihak keluarga juga perlu dilibatkan. Malah terkadang penyebab utama siswa membolos lebih sering berasal dari dalam keluarga itu sendiri. Jadi komunikasi antara pihak sekolah dengan pihak keluarga menjadi sangat penting dalam pemecahan masalah siswa tersebut. Anak yang dapat ke sekolah tapi sering membolos, akan mengalami kegagalan dalam pelajaran. Meskipun dalam teori guru harus bersedia membantu anak mengejar pelajaran yang ketinggalan, tetapi dalam prakteknya hal ini sukar dilaksanakan. Kelas berjalan terus. Bahkan meskipun ia hadir, ia tidak mengerti apa yang diajarkan oleh guru, karena ia tidak mempelajari dasar-dasar dari mata pelajaran-mata pelajaran yang ddiperlukan untuk mengerti apa yang diajarkan. Selain mengalami kegagalan belajar, siswa tersebut juga akan mengalami marginalisasi atau perasaan tersisihkan oleh teman-temannya. Hal ini kadang terjadi

manakala siswa tersebut sudah begitu parah keadaannya sehingga anggapan temantemannya ia anak nakal dan perlu menjaga jarak dengannya. Hal yang tidak mungkin terlewatkan ketika siswa membolos ialah hilangnya rasa disiplin, ketaatan terhadap peraturan sekolah berkurang. Bila diteruskan, siswa akan acuh tak acuh pada urusan sekolahnya. Dan yang lebih parah siswa dapat dikeluarkan dari sekolah. Lalu karena tidak masuk, secara otomatis ia tidak mengikuti pelajaran yang disampaikan guru. Akhirnya ia harus belajar sendiri untuk mengejar ketertinggalannya. Masalah akan muncul manakala ia tidak memahami materi bahasan. Sudah pasti ini juga akan berpengaruh pada nilai ulangannya. Kewajiban sekolah, selain mengajar (dalam arti hanya mengisi otak anak-anak dengan berbagai ilmu pengetahuan), juga berusaha membentuk pribadi anak menjadi manusia yang berwatak baik. Mengajar tidak sekedar transfer pengetahuan, tetapi lebih kepada usaha untuk membentuk pribadi santun dan mampu berdiri sendiri. Sehingga jika terjadi suatu permasalahan pada siswa, pendidik / pihak sekolah juga turut memikirkannya, berusaha mencarikan jalan keluar. Dalam menghadapi anak tersebut peran BK sangatlah penting. Sebagai sarana untuk mencari solusi, fungsi BK cukup efisien. Melalui pendekatan personal, harapannya siswa dapat lebih terbuka dengan pemasalahannya, sehingga pembimbing dapat memahami dan mendapat gambaran secara jelas apa yang sedang dihadapi siswa. Menghentikan sepenuhnya kebiasaan membolos memang tidaklah mudah dan sangatlah minim kemungkinannya. Tetapi usaha untuk meminimalisisir kebiasaan tidak baik tersebut tentu ada. Dan salah satu usaha dari pihak sekolah ialah dengan program Bimbingan Konseling (BK). Kita mungkin pernah melihat atau bahkan mengalami sendiri bagaimana rasanya dihukum karena membolos. Padahal menghukum bukanlah satu-satunya jalan untuk membuat siswa jera dalam melakukan perbuatannya. Bisa jadi hal tersebut malah menjadikan anak lebih bengal dan lebih susah ditangani. Sebab siswa remaja merupakan masa kondisi emosi yang tidak labil, mudah tersinggung dan mudah sekali marah. Ibaratnya tulang rusuk, jika dipaksakan untuk lurus maka ia akan patah. Oleh karena itu penanganannya harus hatihati. Dengan mengetahui faktor-faktor penyebabnya, pembimbing sedikit tahu bagaimana kondisi permasalahan siswa. Langkah selanjutnya ialah melalui pendekatan supaya siswa yang membolos mau menerima arahan dari pembimbing. Adapun jika siswa masih bersikap tertutup, tidak mau menceritakan permasalahan mengapa ia membolos, maka pembimbing menggunakan cara lain yaitu menanyakan pada teman dekatnya. Begitu semua informasi yang diperlukan telah diperoleh, pembimbing langsung mengambil tindakan preventif dan pengobatan. Seperti yang telah dikemukakan di atas, pencegahan tidak harus melalui hukuman. Memberi nasehat dan arahan yang baik akan lebih mengena dari pada membentak dan memarahinya.

Tidak teraturnya anak masuk sekolah tidak sepenuhnya terletak pada siswa. Ada banyak sebab yang terletak di luar kekuasaan anak, atau yang kurang dikuasai anak Jadi kegiatan membolos siswa tidak sepenuhnya kesalahan siswa. Ada faktor dari luar yang juga turut andil dalam pembolosan tersebut. Oleh karena itu, tugas BK selain memberi arahan pada siswa juga mengkondisikan lingkungan sekolahnya sebaik mungkin supaya siswa merasa betah berada di sekolah. Selain itu pembimbing juga selalu menjalin komunikasi dengan keluarga siswa ada kesepakatan dalam usaha mengatasi masalah anak.

Prilaku Membolos Dikalangan Pelajar


Minggu, 22 November 2009 jam 01:37 BAB I PENDAHULUAAN A. Latar Belakang Prilaku membolos sebenarnya bukan merupakan hal yang baru lagi bagi banyak pelajarsetidaknya mereka yang pernah mengenyam pendidikan-sebab prilaku membolos itu sendiri telah ada sejak dulu. Tindakan membolos dikedepankan sebagai sebuah jawaban atas kejenuhan yang sering dialami oleh banyak siswa terhadap kurikulum sekolah. Buntutnya memang akan menjadi fenomena yang jelas-jelas mencoreng lembaga persekolahan itu sendiri. Tidak hanya di kota-kota besar saja siswa yang terlihat sering membolos, bahkan di daerah-daerah pun prilaku membolos sudah menjadi kegemaran. Bayak siswa yang sering membolos bukan hanya disekolah sini saja tetapi banyak sekalah mengalami hal yang sama kesemua di sebabkan oleh faktor-faktor internal dan eksternal dari anak itu sendiri. Faktor eksternal yang kadang kala menjadikan alasan membolos adalah mata pelajaran yang yang tidak diminati. Bagi siswa yang kebanyakan remaja dan penuh dengan jiwa yang mementingkan kebebasan dalam berfikir dan berkatifitas itu sangat mengganggu sekali. Sebab masa remaja adalah masa yang penuh gelora dan semangat kreatifitas. Menurut pandangan psikologis usia 15-21 tahun adalah usia pencarian jati diri. Dan tentu saja sistem pendidikan yang ketat tanpa diimbangi dengan pola pengajaran yang ' menyejukkan ' membuat anak tidak lagi betah di sekolah. Mereka yang tidak tahan itulah yang kemudian mencari pelarian dengan membolos, walaupun secara tak langsung itu juga sebenarnya bukan jawaban yang baik. Terbukti, siswa yang suka membolos seringkali terlibat dengan hal-hal yang cenderung merugikan. Anehnya lagi ketika kemudian fenomena membolos, atau fenomena pelajar yang terlibat narkotika, sex bebas hingga tawuran terkuak ke permukaan, sekolah seakan-akan ingin lepas tangan. Terbukti, pihak sekolah masih menganggap mereka yang terlibat hal itu adalah anakanak nakal. Dalihnya, anak-anak yang patuh lebih banyak dibandingkan anak-anak yang suka membolos. Memang hal itu benar adanya. Tetapi bukan berarti mereka yang taat di sekolah terselamatkan. Justru sebaliknya, tekanan pendidikan dengan kurikulum yang cukup ketat justru menciptakan keresahan secaraara psikologis. Makanya, jangan heran jika akhirakhir ini siswa-siswi kita sering mengalami hysteria missal. Hal itu dikarenakan luapan emosi tak terkendali melalui alam bawah sadar. Dan biasanya kerap tak terkendali. Tumpuan kesalahan prilaku membolos kebanyakan di bebankan kepada anak didik yang terlibat membolos. Ketika kasus demi kasus dapapat terungkap anak didiklah yang menjadi benban kesalahan. Ini adalah sikap yang tidak mendukung justru akan menambah masalah. Sikap hunanis dan saling introspeksi diri itu adalah hal yang mendukung untuk menyelesaikan masalah prilaku membolos. Unsur-unsur yang ada disekolah bisa saja menjadi alasan anak bisa membolos. Seperti fenomena yang telah di paparkan di atas bukan saja anak yang menjadi tumpuan dan beban kesalahan. Betapa seriusnya prilaku membolos ini perlu mendapat perhatian penuh dari berbagai pihak. Bukan saja pihak sekolah tetapi juga orang tua, teman dan pemerintah. Prilaku membolos sangat merugikan dan bahkan itu bisa saja sumber masalah baru. Bila ini terusn dibiarkan bukan saja anak itu sendiri tetapi juga sekolah dan guru yang menjadi orang tua di sekolah yang menangungnya. Banyak kasus-kasus yang diakibatkan oleh membolos seperti yang telah diuraikan di atas.

Pemuda adalah aset bangsa, merekalah generasi-generasi penerus yang akan mengenggam kayu estafet kemajuan bangsa ini. Untuk itulah mestinya para guru melakukan sebuah refleksi tentang fenomena bolos tersebut. Saran penulis, mengapa kita tidak kembali pada esensi dari sekolah itu sendiri. Penyebutan sekolah awalnya berasal dari Yunani yatiu scholl yang artinya waktu luang. Pada zaman itu sekolah adalah tempat bermain dan berbagi antara guru dan murid, hampir tak ada pengekangan dengan kurikulum. Disana mereka berbagi banyak hal. Atau yang sekarang diterapkan di kali code hasil garapan romo Mangun wijaya yaitu; school without wall (sekolah tanpa dinding). Penelitian yang praktikan lakukan adalah di SMP Kanisius. Dari situ praktikan mencari klien dan medapatkan sumber atau data-data yang kemudian prktikan klarifikasi sebelum praktikan ambil kasusnya. B. Tujuan Umum dan Tujuan Khusus Studi Kasus. 1. Tujuan Umum a. Mampu menerapkan ilmu-ilmu dan pengetahuan psikologi serta konseling secara praktis, intergrasi dan komprehensif. b. Mempelajari dan memahami masalah psikologis siswa SMP ini c. Agar mahasiswa matakuliah Bimbingan dan jurusan Dharma Acariya memiliki bekal pengetahuan dan pengalaman dalam menangani kasus dan mempertanggung jawabkan studi kasus yang ditangani. d. Agar mahasiswa memahami ciri-ciri dan jenis-jenis masalah yang dialami individu atau kelompok, mampu menganalisis sebab-sebab internal dan eksternal tingkah laku menyimpang, mampu mendiagnosis kasus-kasus dangan berbagai teknik, serta mampu merancang, menetapkan dan memberikan perlakuan dalam menangani kasus. Sehingga diperoleh perubahan tingkah laku yang well justice bagi klien yang memperoleh usaha bantuan melalui konseling. 2. Tujuan Khusus a. Mempelajari dan memahami masalah psikologis terhadap kasus yangdisebabkan adanya bentukan baik dari dalam diri individu maupun keluarga serta faktor eksternal yang lain. b. Mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan timbulnya masalah, baik itu latar kasus maupun pencetus kasus yang berasal dari lingkungan internal maupun eksternal yang mempengaruhi dinamika psikis (gejala-gejala psikis) klien. c. Memberikan perlakuan yang tepat sehingga kecemasan yang di alami klien dapat teratasi. d. Memberikan perlakuan terhadap klien supaya memperoleh tingkah laku yang diterima masyarakat dan mengambil keputusan yang tepat bagi dirinya untuk perkembangan diri yang optimal dalam menggunakan segala kelemahan dan kelebihannya. C. Manfaat Studi Kasus 1. Bagi Klien a. Dapat menguasai situasi dengan baik, apabila sutuasi yang tidak baik datang dan mengganggu kondisi psikologisnya. b. Menimbulkan semangat dan suasana hati yang rilek dan tidak tegang. c. Mempunyai gambaran strategis untuk mengubah perilaku yang tidak menentu sehingga menimbulkan kecemasan. d. Dapat mengatasi kecemasan yang sedang dihadapi. e. Dapat memahami bahwa dirinya sebenarnya mampu berkembang dan mampu memperoleh potensi diri yang lebih maju. f. Dapat mengambil keputusan setelah diadakan proses konseling, sehingga mampu menumbuhkan perkembangan bagi kondisi psikologis yang dinamis, berkembang secara optimal dan mampu mengembangkan potensinya sesuai dengan kelemahandan kelebihan

yang dimilikinya. 2. Keluarga a. Situasi dalam keluarga menjadi tenang dan tentram dan memberikan pola asuh yang dapat membawa perkembangan psikologis anggota keluarga menjadi well justice. b. Keharmonisan suasana kehidupan rumah tangga bersama anak. c. Mampu memberikan pendidikan berupa tingkah laku sesuai dengan per-kembangannya. d. Mampu memberikan pendidikan bagi klien demi masa depannya sehingga memberikan rasa aman bagi perkembangan psikologisnya. 3. Peneliti a. Memperoleh sejumlah tambahan pengetahuan dari kasus yang ditangani, sehingga kelak memberikan wacana dan pengetahuan, sikap dan ketrampilan dalam menggunakan bagi kegiatan konseling yang akan dilakukan. b. Melatih diri untuk menerima, mendengar klien secara baik apa adanya sebagaimana ia adalah individu yang mempunyai potensi untuk berkembang. c. Mengaplikasikan teknik-teknik konseling pada masalah yang dihadapi oleh klien dalam usahanya mengentaskan permasalahan untuk mengambil keputusan oleh klien bagi perkembangan dirinya. d. Mampu mengaplikasikan pengetahuan dalam rangka melatih diri menghadapi kenyataan di lapangan untuk memperoleh gambaran bagaimana bentuk-bentuk riil konseling. BAB II IDENTIVIKASI KASUS A. Identitas 1. Identitas Klien Nama : Karjono Umur : 12 Tahun Tempat Tgl Lahir : Pentur, 12 Januari 1996 Jenis Kelamin : Laki-laki Alamt : Pentur Sampetan Agama : Islam Pendidikan : SMP Kanisius Ampel Kelas : I Hobi : Monton TV, Membaca Nama Orang Tua Ayah : Sugito Pekerjaan : Buruh/Tani Ibu : Romelah Pekerjaan : Buruh/Tani Adik : smol Yadi 2. Identitas Praktikan Nama : Suwono Umur : 26 Tahun Tempat Tgl Lahir : Payak, 14 September 1982 Jenis Kelamin : Laki-laki Alamt : Payak, Cluwak, Pati Agama : Buddha

Pendidikan : Mahasiswa Semester VI Matakuliah Bimbingan konsling jurusan Dharma Acariya B. Sipnosis (Keadaan Psikologis Klien) Klien dalam studi kasus yang praktikan kembangan ini klien Sering tidak masuk sekolah walaupun hanya satu minggu sekali bahkan tidak jagang pula satu minggu dua kali. Alasan yang dialami klien untuk tidak berangkat sekolah dikarenakan malas untuk berangkat sekolah dan klien pada waktu tidak berangkat sekolah dia menonton TV di rumah, pingin membantu nemek ke ladang serta menyusul orang tuanya ketempat kerja di Salatiga. Orang tuanya setiap tiga bulan sekali pulang kerumah di Sampetan. Dalam proses pembelajaran akan ini juga mengalami permasalahan ini terbukti bahwa anak ini menyukai beberapa mata pelajaran saja dan pelajran yang paling disukai adalah bahasa Indonesia. Dalam hal aktualisasi diri juga mengalami permasalahan ini terbukti ketika dalam proses wawancara anaknya susah diajak komonikasi. Anaknya dalam proses pembelajaran kurang menguasai apa yang disampaikan oleh gurunya serta jarang memperhatikan gurunya dalam pelajaran. Anaknya juga sering terlambat sekolah karena ketinggalan Bus. Pada waktu hujan turun nanaknya tidak mau sekolah dikarenakan bajunya hanya meniliki 2 set biru putih. C. Jenis Dan Nama Kasus Dari hasil observasi dan data-data yang praktikan dapatkan selama obervasi yang kemidian parktikan identifikasi, praktikan merumuskan dan menyimpulan untuk mengkaji tentang SETUDI KASUS PRILAKU MEMBOLOS DIKALANGAN PELAJAR KARENA MALAS D. Pendekatan Studi kasus prilaku membolos dikalangan pelajar ini menggunakan pendekatan reality therapy atau terapi realitas. Konsep dasarnya adalah kenyataan yang sebenarnya yang akan dihadapi tanpa memandang jauh ke masa lalu. pendekatan ini juga bisa dikatakan atau menekankan pada masa kini. Pendekatan ini akan membimbing anak mampu menghadapi apa yang akan dihadapinya, mampu mengambil keputusan yang tepat untuk kedepannya. Pendekatan ini lebih bersifat humanis. BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Batasan pengertian Pengertian prilaku adalah suatu bentuk tingkah laku yang agresif yang sering dilakukan individu (Monks,2001;369). Sedangkan prilaku yang menyimpang adalah suatu bentuk tingkah laku yang menyimpang dari norma susila, norm agama yang bersifat negatif atau suatu prilaku emosional yang menonjol dan mengacu ke hal-hal yang bersifat criminal. Membolos berarti tidak masuk atau absent. Membolos sekolah adalah tidak masuk sekolah atau tidak mengikuti kegiatan pembelajaran. Jadi prilaku membolos adalah suatu bentuk tingkah laku yang menonjol yang dilakukan individu yaitu tidak masuk sekolah. Remaja biasannya biasanya melakukan perbuatan untuk mencari identitas diri, ingin menunjukan kemampuannya pada orang lain. Remaja ini mengalami perkembagan mental dan pertumbuhan fisik yang belum stabil. Sejalan dengan hal itu remaja perlu sekali mendapatkan bimbingan dan arahan untuk menemukan jati dirinya dan meminimalkan prilaku yang menyimpang. Sementara menurut dari sudut perkembangan fisik, remaja dikenal sebagai suatu tahap perkembangan fisik dimana alat-alat kelamin manusia mencapai kematangannya. In berarti

keadaan bentuk tubuh pada umumnya memperoleh bentuk yang sempurna dimana pada akhir peran perkembangan fisik seorang pria yang berotot dan mampu menghasilkan spermatozoa setiap kali berejakulasi dan bagi wanita bentuk badan juga sudah kelihatan terbentuk dengan perubahan pada payu dara serta berpinggul besar setiap bulan mengeluarkan sel telur yang tidak disenyawakan. Masa puber bagi lelaki adalah ketika bermimpi basah yang pertama dan pada perempuan setelah haid. (Sarlito Wirawan,1997: 6-7) Prilaku membolos merupakan suatu bentuk kenakalan remaja yang terjadi pada masa pertumbuhan mereka. Kenakalan remaja (juvenile delinquency) mempunyai arti yang khusus dan terbatas pada suatu masa tertentu yaitu masa remaja sekitar umur 13-21 tahun. Prilaku membolos, atau fenomena pelajar yang terlibat narkotika, sex bebas hingga tawuran terkuak ke permukaan, sekolah seakan-akan ingin lepas tangan. Terbukti, pihak sekolah masih menganggap mereka yang terlibat hal itu adalah anak-anak nakal. Dalihnya, anakanak yang patuh lebih banyak dibandingkan anak-anak yang suka membolos. Memang hal itu benar adanya. Tetapi bukan berarti mereka yang taat di sekolah terselamatkan. Justru sebaliknya, tekanan pendidikan dengan kurikulum yang cukup ketat justru menciptakan keresahan secaraara psikologis. Makanya, jangan heran jika akhir-akhir ini siswa-siswi kita sering mengalami hysteria missal. Hal itu dikarenakan luapan emosi tak terkendali melalui alam bawah sadar. Dan biasanya kerap tak terkendali Menurut Fine Benyian kenakalan remaja adalah satu contoh dari sejumlah tingkah laku yang dilakukan oleh seorang pemuda yang berumur sekitar 18 tahun. Sebagai kebalikan dari daerah hokum dan telah diterima oleh umum dan itu adalah karakter di dalam kelompok anti social. Kenakalan remaja adalah jenis nyata dari penyimpangan prilaku yang melawn hokum/peraturan (Fine Benyian,1957;22). B. Benyebap-penyebab prilaku 1. Sebab internal Sebab internal adalah sebab prilaku individu yang timbulnya dari dalam kondisi dalam anak itu sendiri. Ini di sebabkan beberapa faktor. a. Kelainan fisik Anak-anak menderita kelainan fisik akan merasa tertolak untuk hadir di tengah-tengah temenya yang normal. Maka demi masa depanya diselenggarakan pendidikan khusus bagi mereka. b. Kelainan Psikis Kelainan psikis adalah kelainan yang terjadi pada kemampuan berfikir (kecerdasan) seorang individu. Kelainan ini baik secara inferior maupun superior bila anak yang taraf kecerdasanya inferior akan sangat tersiksa bila dikumpulkan dalam kelas pada umumnya. Dan anak yang mempunyai tingkat kecerdasan superior dalam arti memiliki kecerdasan yang sangat cerdas sekali. Mereka ini akan merasa tertekan bila harus dicampurkan dengan anak-anak pada umumnya. Alternatif terbaik bag mereka yaitu dengan mengumpulkan mereka sesuai dengan kecerdasanya masing-masing. 2. Sebab eksternal Sebab eksternal adalah sebab-sebab yang timbul dari luar diri seseorang. Sebab eksternal ini berpangkal dari keluarga, pergaulan, salah satu atau pengalaman hidup yang tak emneynangkan. a. Keluarga Lingkungan keluarga adalah lingkungan yang pertama kali di kenal oleh anak. Anak mulai menerima nilai-nilai baru dari dalam keluarga dan dari keluarga inilah anak mulai mensosialisasikan diri. Liengukngan keluarga diakui oleh semua ahli pendidikan maupun psikologi sebagai lingkungan yang sangat menentukan bagi perkembagan anak selanjutnya (Mustaqim,1990;140). Pola asih yang keliru dapat menjadikan sebab yang buruk terhadap

perkembangan anak. Untuk menjadi dewasa anak telah memiliki kebiasaan yang didapat dari orang tua yang dirasa benar. Padahal itu salah. b. Pergaulan Lingkungan masyarakat atau lingkungan pergaulan anak-anak yang telah dididiknya baik oleh orang tuanya anak mendapatkan kesulitan untuk menembangkan diri di tengah-tengah lingkungan yang tidak baik. Anak dididik jujur akan merasa jengkel bila teryata temantemanya suka bohong. Anak ini dihadapkan pada dua pilihan, antara jujur dan berbohong karena sesuai dengan teman-temannya. Lingkungan pergaulan mempunyai andil bagian yang berarti bagi perkembagan psikis anak, jika lingkungan cenderung baik maka anak cenderung baik begitu pula sebaliknya (Mustaim,1990;141). c. Pengalaman hidup Pengalaman hidup mengajarkan pada masa lalu tak akan pernah hilang. Artinya bahwa segala seseuatu yang terjadi di dalam hidupnya tidak akan pernah terlupakan. Anak-anak kurang mendapatkan perhatian dari gurunya senantiasa membuat keonaran untuk mendapatkan perhatian yang khusus baignya. Inilah sebab yang melatar belakangi masalahmasalah pada siswa yang menyebakan suatu perilaku yang menyimpang dimana perilaku ini termasuk pada kenakalan remaja. C. Bentuk-bentuk masalah Masalah-maslah yang dihadapi oleh anak remaja sebagai akibat dari adanya sebab-sebab diatas. Bentuk-bentuk masalah yang dihadirkan anak remaja/siswa dapat dibagi menjadi dua sifat yaitu: 1. Bersifat Regresif Perilaku yang bersifat regresif biasanya ditunjukkan anak-anak dengan kepribadian introvert, bentuk prilaku yang menyimpang misalnya: suka menyendiri, pemalu, penakut, mengantuk, tidak mau masuk sekolah. 2. Bersifat Agresif Prilaku agresif biasanya ditunjukkan oleh anak yang erkepribadiannya extrovert. Perbuatan yang dilakukan misalnya : berbohong, membikin onar, memeras temanya, beringas dan perilaku-perilaku lain yang bisa menarik perhatian orng lain. Bila disingkronkan antara bentuk-bentuk kenakalan dan factor-faktor penyebabnya maka akan didapati ada hubungan yang korelatif antara keduanya. Pemahaman keduanya akan membuat penanganan terhadap masalah menjadi semakin mudah. Contoh : seorang anak yang mempunyai prilaku membolos sekolah perhatian yang perlu kita berikan adalah perhatian kepada kenapa dia membolos. Tidak kepada hukuman yang akan diberikan. Karena membolos yang dilakukan pasti mempunyai penyebabnya. Pemahaman terhadap factor-faktor penyebab akan memudahkan dalam penyelesaian masah (mustaqim, 1990:143) D. Pencegahan dan penanggulangan Sebab suatu perilaku yang menyimpang teryata mempunyai latar belakang lingkungan dan kehidupan social yang buruk. Ini bisa dari lingkungan keluarga, teman dan masyarakat. Tidak jarang juga dari status ekonomi keluarga dalam masyarakat. Faktor eksogen, remaja hidup dalam iteraksi dengan lingkungan, sehingga mendapat pengaruh yang besar pula bagi pembentukan pribadinya. Lingkungan yang sehat dengan menanamkan pendidikan yang benar dan ada hbungan yang harmonis memungkinkan seseorang dapat menjadikan lebih dewasa dan matang dalam kepribadian. Keadaan keluarga, sekolah dan masyarakat menentukan pula kemungkinan berkembangnya pribadi tersebut. Usaha penanggulangan masalah kenakalan ini adalah dengan Studi kasus menggunakan pendekatan reality therapy atau terapi realitas. Konsep dasarnya adalah kenyataan yang

sebenarnya yang akan dihadapi tanpa memandang jauh ke masa lalu. pendekatan ini juga bisa dikatakan atau menekankan pada masa kini. Pendekatan ini akan membimbing anak mampu menghadapi apa yang akan dihadapinya, mampu mengambil keputusan yang tepat untuk kedepannya. Pendekatan ini lebih bersifat humanis. Sikap humanis ini ditujukan untuk memberikan gambara dan bimbingan yang menghargai hak-haknya dan mengarahkan untuk pemenuhan kewajiban-keajiban yang harus dijalankan. Dalam hal ini juga tidak semata-mata bisa di lakukan oleh konselor tetapi juga oleh pihak keluarga, seklah dan masyarakat harus juga berpartisipasi mengembangkan bakat dan kemampuanya secara seimbang baik dalam bidang non material maupu dalam bidang spiritual agar tidak terjadi prilaku yang menyimpang. BAB IV DATA A. Data penelitian Penelitian ini digunakan untuk mengumpulan data peneliti menggunakan data non tes, yaitu wawancara dan observasi. Wawancara ditujukan kepada klien yang merupakan sumber utama. Dan sebagai pedukung data praktikan juga mencari data-data dari teman dekat klien, keluarga, guru yang berada di sekitar klien itu sendiri. Wawancara merupakan situasi peran antar pribadi bersama (face to face), ketika seseorang atau pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang berhubungan dengan masalah penelitian, kepada klien yang sedang diteliti (responden). Penelitian tidak dilakukan sekali tetapi beberapa kali. Ini dimungkinkan untuk mempermudah dalam pengklarifikasian dan pengembangan kasus yang dihadapi. Penelitian ini mendapatkan hasil dari wawancara dengan klien yaitu yang berhubungan dengan kasus yang dihadapi klien. Klien mempunyai prilaku yang kurang baik dimana klien sering membolos tidak mengikuti pelajaran tanpa keterangan yang jelas. Data utama ini yang menjadi sumber utama dalam kasus ini. Klien sering tidak masuk sekolah karena pengaruh keluarga dan lingkungan sekitar, kurang percaya diri. Kurang mengerti tentang hak dan kewajibannya secara benar. Hasil dari wawancara peneliti yang diperoleh dari klien adalah sebagai berikut : 1. Pertemuan pertama Peneliti memulai penelitian ini pada tanggal 6 maret 2008 yang merupakan pertemuan pertama. Dalam pertemuan pertaman peneliti menemui guru BK yang kemudian peneliti dikenalkan kepada klien. Pada pertemuan pertama peneliti menayakan kepada klien untuk menjadi klien dalam study kasus dan klien mau menjadi klien dalam penelitian ini. Dari situ pepenliti kemudian melanjutkan perkenalan yang lebih dalam agar menjadi akrab dan saling membantu. Peneliti kemudian mengadakan konrak pertemuan untuk selanjutnya dan begitu seterusnya. Dalam pertemuan pertama ini juga peneliti langsung mendapat sinopsis dari guru BK tentang tingkah laku dan masalah yang dihadapi klien. 2. Pertemuan kedua Pertemuan kedua peneliti mengajukan beberapa pertanyaan kepada klien tentang masalah yang dihadapi. Pertanyaan ini berdasarkan sinopsis masalah yang telah diberikan oleh guru BK yang diberikan pada pertemuan pertama. Dalam pertemuan kedua ini klien menceritakan masalah yang dihadapinya, klien bercerita bahwa ia sering sekali tidak masuk sekolah baik izin, sakit dan tanpa keterangan. Kadang juga membuat surat izin dengan tanda tangan sendiri. 3. Pertemuan ketiga Pertetemuan ketiga ini peneliti mendapatkan data dari klien tentang keadaan keluarga. Klien menceritakan keadaan keluarga meliputi alamat rumah, pekerjaan orang tua. Klien sering

sekali di tinggal keluarga mencari nafkah, klien di rumah sehari-harinya hanya dengan neneknya. Orang tuanya bekerja di Salatiga selama satu minggu penuh, orang tuanya pulang tiga bulan sekali. Peneliti juga menanyakan tentang kondisi fisiknya karena klien kadang tidak masuk dengan alansan sakit. Klien merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Dia tidak mempunyai kakak justru dia mempunyai adek satu. Di rumah jarang sekali mendapatkan pendidikan dari keluarga. Klien hidup di lingkungan keluarga petani. Klien sebagai anak pertama mendapatkan perhatian yang khusus dari ayah. Kehidupan keluarga dapat dikatakan cukup baik. Waktu musim hujan klien punya keinginan sebuah payung untuk sebagai pelindung pada waktu hujann namun sekarang belum kesampaian. Klien sekarang masih tinggal bersama orang tua walaupun setiap harinya dia tinggal bersama neneknya. Dalam keseharian klien senang membaca walaupun dia dalam keseharian harus membantu orang tua atau neneknya. 4. Pertemuan keempat Dalam pertemuan ke empat peneliti mengajukan pertannyaan tentang kondisi lingkungan tempat tinggal dan tentang pergaulannya. Klien bercerita bila bolos kadang hanya di rumah tidur atau nonton TV, membantu nenek ke ladang, kadang-kadang juga hanya main-main di tempat tetangga. Selama membolos klien jarang sekali main keluar atau masih memakai seragam sekolah karena klien membolos sejak jam pertama atau memang sengaja tidak masuk sekolah. Klien jarang sekali membolos karena ajakan teman atau siapa tapi karena kehendak sendiri. Di rumah jarang sekali bermain bersama dengan teman atau saudara ini terbukti dari hobinya yang hanya menonton TV. 5. Pertemuan kelima Peneliti mendapatkan data dari teman di sekolah bahwa klien sering tidak masuk satu kali dalam seminggu kadang juga sampai dua kali. Tentang prestasi disekolah klien biasa-biasa saja jarang mendapat peringkat. 6. Pertemuan keenam Petemuan keenam merupakan pertemuan terakhir dengan klien dalam peremuan terakhir peneliti memberikan gambaran permasalahan dan memberikan saran-saran, bantuan dan solusi atas permasalahn yang dihadapinya. Ini peneliti berikan atas dasar data-data yang peneliti dapatkan dari masalah dan hasil wawancara yang selama peneliti dengan klien berkerja sama. Klien juga berjanji kepada peneliti untuk berubah berusaha memperbaiki sikapnya, memperbaiki prestasinya, dan berusaha selalu masuk sekolah kecuali memang tidak mendukung untuk tidak masuk sekoah. B. Data pendukung Data pendukung yang peneliti gunakan dalam pengumpulan data mengenai klien adalah berupa pertanyaan-pertanyaan serta keterbukaan anak dalam melakukan kejujuranya dalam wawancara serta tanya jawab setelah selesei jam pelajaran pada saat pulang dari sekalah serta dari teman-teman dekatnya tepanya di SMP Kanisius Ampel-Boyolali yang menengah. Data yang penulis peroleh dari nilai raport. Klien menunjukkan orang intelegensinya kurang. Kehidupannya didasarkan pada ketidak sadaran, tertarik pada hal-hal yang nyata, emosinya mudah bergerak, sensitif, sensualitas, ketidak kesadaran dan ada hambatan dalam perkembangan atau mentalnya. Merasa rendah diri, kurang percaya pada diri sendiri apabila forum umum dia kurang percaya diri. Dia cenderung diam. Klien juga kurang mendapatkan perhatian dari orang tua karena pekerjaan orang tuanya di luar daerah yang kadang hanya tiga bulan sekali pulang kerumah. Keluarga kurang memperhatian tentang pendidikan klien. Selain itu juga klien jarang sekali berkumpul dengan pelajar justru kadang malah hanya berkumpul dengan teman sebaya. Data ini juga diperoleh untuk melihat perkembangan akibat gangguan kecemasan yang ditimbulkan pada masa kanak-kanak. Sehingga kasih sayang kurang yang diapatkan dari kedua orang tuanya

mendorong dirinya untuk mencari perlindungan di luar. Didikan yang keras dari keluarga kakeknyalah yang menyebabkan ia berhasil. Selain dari pada itu ia saat ini tinggal di lingkungan yang religius. Dalam penelitian praktikan juga menemukan data-data yang bersifat negatif tetapi juga menemukan data-data yang positif dari tindakan-tidakan klien yang tetep harus dikembangkan juga. Dalam hal ini praktikan melihat bahwa klien juga mempunyai rasa bhakti teradap keluarga, klien juga sering membantu keluarga dalam bekerja. Klien kadang tidak masuk sekolah hanya di rumah dan membantu orang tua. Klein tak jarang pergi ke ladang membantu pekerjaan orang tua menggarap ladang. Tidakan ini tidak salah namun yang menjadi tidak baik karena penempatan yang keliru. Yaitu seperti hanya kacena pengen membantu keluarga klien sampai mengabaikan kewajibannya yaitu belajar. BAB V ANALISIS DAN DIAGNOSIS A. Analisis Prilaku yang dialami klien sekarang adalah dampak dari eksternal yaitu kurangnya peran keluarga yang kurang dalam keseharianya klien mencoba untuk mengatasi segala permasalahanya sendiri dalam hal moral dan spiritual. Karena usianya yang sekarang dalam masa pubertas, dimana juga klien mencari jati dirinya terpengaruh oleh teman-temannya yang membuat klien suka membolos sekolah. Prilaku membolos membuat klien mengalami ketinggalan pelajaran, sehingga prestasi klien menurun dan nilai rapornya rendah. Klien sering tidak masuk sekolah karena hanya ingin melakukan sebuah kegiatan yang disenangi oleh klien, dimana saat klien malas untuk berangkat sekolah sehingga klien ketinggalan pelajaran dan dapat merugikan sendiri. Kemalasan klien tidak terlalu begitu parah karena hanya malas berangkat sekolah. Dalam hal kegiatan yang lain tidak begitu malas. Klien membolos karena malas berangkat sekolah. Malas karena ada beberapa pelajaran yang tidak disukai dan bahkan guru yang tidak disukai. Kemalasan yang dimiliki oleh klien karena klien kurang memahami kewajibanya sebagai seorang anak yaitu belajar. Klien tidak mengerti hal utama yang harus dilakukan oleh seorang murid. B. Diagnosis 1. Efisiensi Kasus Kasus yang dihadapi klien yaitu prilaku membolos sekolah yang mana prilaku merugikan dirinya sendiri karena ketinggalan pelajaran dari teman-temanya, sehingga sering mendapat nilai rendah. Faktor-faktor efektif yang dialami klein yaitu prilaku membolos sekolah. Prilaku dikarenakan faktor internal dan eksternal. Prilaku yang menyimpang dilakukan karena keinginanya sendiri dan pengaruh dari luar yaitu dari pergaulannya dengan teman-teman serta lingkungan yang kurang mendukung. 2. Latar Belakang kasus Masalah yang dialami klien merupakan prilaku perlu dihindari klien karena membawa pada ketinggalan pelajaran. Prilaki tersebut tidak terlepas dari latar belakang masalah yang dihadapinya. Masalah klien pada dasarnya disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. a. Faktor Internal Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam atau dari diri klien sendiri. Klien selalu mempunyai keinginan untuk dirumah lihat TV dan bermain bersama teman-temannya yang mana saat tidak msuk sekolah dan bahkan hanya membantu orang tua pergi ke ladang sampai-smpai klien sendiri sering mengalami malas untuk berangkat sekolah. b. Faktor eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang bersal dari luar klien. Sebab dari prilaku yang menyimpang dengan membolos sekolah berawal dari kemalasan untuk tidak masuk sekolah agar dapat lihat TV serta bermain bersama teman-teman. Kehadiran teman-teman yang memiliki kebebasan dan tidak memiliki tanggjung jawab sebagi seorang murid membuat klien ikut-ikutan. Selain dari lingkungan masyarakat klien juga mempunyai keluarga, yang mana klien merasa kurang diperhatikan oleh ayah dan ibu yang pergi untuk melakukan ternak ayam di Salatiga. Walaupu kedua orang tuanya sudah merasa diperhatikan tatapi klien merasa kurang adanya perhatian. Orang tua jarang memberikan bimbingan, serta arahan. C. Sebab Timbulnya Kasus Masalah yang dihadapi klien bermulai dari pertengahan masuk sekolola SMP Kanisius, dimana dimana klien malas masuk sekolah. Selain itu klien juga mengalami malas untuk datang karena pingin lihat TV dan pingin bermain bersama teman-temannya serta pingin membantu neneknya keladang. D. Dinamika Psikis Klien Dinamika Psikis Negatif Klien memiliki prilaku yang kurang baik, dimana suka membolos sekolah yang mengakibatkan ketingalan perlajaran sehingga prestasinya menurun dan mendapatkan nilai rendah. BAB VI PROGNOSIS A. Dampak-dampak kasus 1. Dampak negatif Prilaku membolos yang dilakukan oleh klien bila tidak segera di atasi maka akan menimbulkan dampak negatif bagi dirinya, sekolah dan keluarga dan bahkan sampai ke lingkungan sekitarnya. Membolos menjadikan klien ketinggalan pelajaran sehingga membuat indek prestasinya dalam kelas menurun. Jika klien dibiarkan dalam keadaan ini, prilaku yang dilakukan klien akan menggangu dirinya sendiri, orang tuanya, pihak sekolah dan lingkungannya juga. Klien akan mengalami kekewatiran dimana saat membolos sekolah takut kalau diketahui pihak sekolah dan dan orang tuanya. 2. Dampak positif Dari data-data permasalahan yang peraktikan dapatkan menyimpulan bahwa klien tidak masuk kadang karena tidak suka dengan guru sehingga mengarah juga ke mata pelajaran yang diampu oleh guru tersebut. B. Alternatif Pemecahan Kasus Dengan adanya studi kasus ini, klien dapat mengerti dari prilakunya yang menyimpang dimana klien dapat memahami prilaku yang dilakukannya tidak membawa kemajuan baginya. Sehingga dengan adanya studi kasus ini klien tahu prilaku membolos sekolah tidak ada manfatnya. Dan klien dapat lebih rajin untuk berangkat sekolah agar tidak ketinggalan pelajaran dan mendapat nilai raport yang lebih baik BAB VII TREATHMENT A. Metode, Teknik, Sasaran Dan Tujuan Perlakuan. 1. Metode Studi kasus prilaku membolos dikalangan pelajar ini menggunakan meote reality therapy atau

terapi realitas. Konsep dasarnya adalah kenyataan yang sebenarnya yang akan dihadapi tanpa memandang jauh ke masa lalu. pendekatan ini juga bisa dikatakan atau menekankan pada masa kini. Metode ini akan membimbing anak mampu menghadapi apa yang akan dihadapinya, mampu mengambil keputusan yang tepat untuk kedepannya. Pendekatan ini lebih bersifat humanis. 2. Teknik Teknik-teknik yang digunakan adalah : a) Menggunakan role playing dengan klien. Menggunakan humor yang mendorong suasana yang segar dengan rilek. c) Tidak menjanjikan kepada klien maaf apapun, karena telah terlebih dahulu diadakan perjanjian untuk melakukan tingkah lakut tertentu yang sesuai dengan keberadaan klien. d) Menolong klien utnuk merumuskan tingkah apa yang akan diperbuatnya. e) Membuat modal-model peranan terapis sebagai guru yang lebih bersifat mendidik. f) Membuat batas-batas yang tegas dari struktur dan situasi terapinya g) Menggunakan terapi kejutan verbal atau ejakan yang pantas untuk menkanfrontasikan klien dengan tingkah lakunya yang tak pantas, misalnya berupa teguran secara langsung atau tiba-tiba terhadap tingkah lakunya atau janji yang tak dapat dipertanggungjawabkan h) Ikut terlibat mencari hidup yang lebih efektif, misalnya, dengan merencanakan model belajar atau sekolah yang langsung dalam kehidupan dilakukan. 3. Sasaran Dalam menangani kasus ini sasaran yang utama hendak dicapai adalah subyek sendiri, jadi perlakuan yang peneliti lakukan ditujukan kepada subyek. 4. Tujuan a. Menolong individu agar mampumengurus diri sendiri dengan kata lain individu dapat membuat keputusan yang tepat dari tingkah laku yang dibuatnya untuk mencapai masa datang yang lebih baik (memandirikan klien) b. Mendorng klien untuk bertanggung jawab serta memikul segala resiko. Tanggung jawab yang dimintakan klien sesuai dengan kemampuaan dan keinginnya c. Mengembangkan rencana-rencana nyata dalam mencapi tujuan, rencana herus dibuat realistik dalam arti dapat diwujutkan dalam tingkah laku yang nyata dan merupakan harapan yang dapat dicapi atas kemampuan yang dimiliki klien. d. Tingkah laku yang sukses yang dapat dihubungkan dengan pencapaian kepribadian yang sukses. Kesuksesan peribadi dicapi dengan nilai-nilai adanya keinginan individu, untuk mengubahnya sendiri jadi tanggungjawab yang penuh atas kesadaran sendiri. e. Terapi ditekankan pada disiplin dan tanggungjawab atas kesadaran sendiri B. Waktu Dan Proses Pemberian Perlakuan Waktu dan pelaksanaan perlakuan yang peneliti laksanakan bersama-bersama dengan klien, dengan menggunakan metode tingkah laku desensitisasi sitematis secara bertahap-tahap dari waktu ke waktu dan beberapa metode yang lain sesuai dengan kondisi klien. 1. Pertemuan pertama (6 Maret 2008) Peneliti memulai penelitian ini pada tanggal 6 maret 2008 yang merupakan pertemuan pertama. Dalam pertemuan pertaman peneliti menemui guru BK yang kemudian peneliti dikenalkan kepada klien. Pada pertemuan pertama peneliti menayakan kepada klien untuk menjadi klien dalam study kasus dan klien mau menjadi klien dalam penelitian ini. Dari situ pepenliti kemudian melanjutkan perkenalan yang lebih dalam agar menjadi akrab dan saling membantu. Peneliti kemudian mengadakan konrak pertemuan untuk selanjutnya dan begitu seterusnya. Dalam pertemuan pertama ini juga peneliti langsung mendapat sinopsis dari guru BK tentang tingkah laku dan masalah yang dihadapi klien. 2. Pertemuan kedua (14 Maret 2008)

Pertemuan kedua peneliti mengajukan beberapa pertanyaan kepada klien tentang masalah yang dihadapi. Pertanyaan ini berdasarkan sinopsis masalah yang telah diberikan oleh guru BK yang diberikan pada pertemuan pertama. Dalam pertemuan kedua ini klien menceritakan masalah yang dihadapinya, klien bercerita bahwa ia sering sekali tidak masuk sekolah baik izin, sakit dan tanpa keterangan. Kadang juga membuat surat izin dengan tanda tangan sendiri. 3. Pertemuan ketiga (21 Maret 2008) Pertetemuan ketiga ini peneliti mendapatkan data dari klien tentang keadaan keluarga. Klien menceritakan keadaan keluarga meliputi alamat rumah, pekerjaan orang tua. Klien sering sekali di tinggal keluarga mencari nafkah, klien di rumah sehari-harinya hanya dengan neneknya. Orang tuanya bekerja di Salatiga selama satu minggu penuh, orang tuanya pulang tiga bulan sekali. Peneliti juga menanyakan tentang kondisi fisiknya karena klien kadang tidak masuk dengan alansan sakit. Klien merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Di rumah jarang sekali mendapatkan pendidikan dari keluarga. Klien hidup di lingkungan keluarga petani. Klien sebagai anak pertama mendapatkan perhatian yang khusus dari ayah. Kehidupan keluarga dapat dikatakan cukup baik. Waktu musim hujan klien punya keinginan sebuah payung untuk sebagai pelindung pada waktu hujann namun sekarang belum kesampaian. Klien sekarang masih tinggal bersama orang tua walaupun setiap harinya dia tinggal bersama neneknya. Dalam keseharian klien senang membaca walaupun dia dalam keseharian harus membantu orang tua atau neneknya. 4. Pertemuan keempat (12 Maret 2008) Dalam pertemuan ke empat peneliti mengajukan pertannyaan tentang kondisi lingkungan tempat tinggal dan tentang pergaulannya. Klien bercerita bila bolos kadang hanya di rumah tidur atau nonton TV, membantu nenek ke ladang, kadang-kadang juga hanya main-main di tempat tetangga. Selama membolos klien jarang sekali main keluar atau masih memakai seragam sekolah karena klien membolos sejak jam pertama atau memang sengaja tidak masuk sekolah. Klien jarang sekali membolos karena ajakan teman atau siapa tapi karena kehendak sendiri. Di rumah jarang sekali bermain bersama dengan teman atau saudara ini terbukti dari hobinya yang hanya menonton TV. 5. Pertemuan kelima (26 Mei 2008) Peneliti mendapatkan data dari teman di sekolah bahwa klien sering tidak masuk satu kali dalam seminggu kadang juga sampai dua kali. Tentang prestasi disekolah klien biasa-biasa saja jarang mendapat peringkat. 6. Pertemuan keenam (30 Mei 2008) Petemuan keenam merupakan pertemuan terakhir dengan klien dalam peremuan terakhir peneliti memberikan gambaran permasalahan dan memberikan saran-saran, bantuan dan solusi atas permasalahn yang dihadapinya. Ini peneliti berikan atas dasar data-data yang peneliti dapatkan dari masalah dan hasil wawancara yang selama peneliti dengan klien berkerja sama. Klien juga berjanji kepada peneliti untuk berubah berusaha memperbaiki sikapnya, memperbaiki prestasinya, dan berusaha selalu masuk sekolah kecuali memang tidak mendukung untuk tidak masuk sekoah. C. Evaluasi treatment Subyek telah peneliti kenal cukup lama dan sadar bahwa masalah yang dihadapai membutuhkan bantuan konseling, sikap awal pada pertemuan-pertemuan dengan peneliti lebih menunjukkan hubungan yang mempunyai perhatian yang lebih besar dalam suasana keakraban, termasuk dengan anggota keluarga yang lain. Subyek menunjukkan sikap yang senang apabila peneliti datang menemuinya. Sehingga memudahkan peneliti dalam melakukan perlakukan terhadap subyek, dari awal pengumpulan data sampai dengan

pelakuan pada treatment-treatment. Setelah perlakukan dikenakan pada subyek, nampak ada perubahan. Sekarang merasa lebih santai dan lebih mantap dalam menghadapi berbagai masalah yang muncul. Anak-anak merasa diperhatikan dan mendapatkan tempat untuk mengutarakan semua perasaannya dibandingkan sebelumnya. Namun demikian perlakuan terhadap ibu baru sekali dan belum banyak peneliti laksanakan lebih banyak karena ibunya (ibu pulang ke ayahnya tanpa minta ijin subyek, karena membawa/menghabiskan sejumlah uang subyek yang cukub banyak) tidak ada di rumah sejak awal treatment ini diperlakukan. Jadi selama perlakuan treatment yang peneliti perlakukan dalam waktu yang singkat yaitu kurang lebih satu setengah bulan, menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Artinya bahwa subyek mengalami perkembangan yang baik dibandingkan sebelumnya. Dapat dikatakan bahwa treatment yang dikenakan pada subyek telah berhasil 80%. Tetapi sekalipun studi kasus ini telah berakhir, namun tetap peneliti menekan kepada subyek untuk tetap latihan-latihan releksasi dan sewaktu-waktu subyek membutuhkan bantuan peneliti bersedia dan dengan senang hati. BAB VIII KESIMPULAN, PENDAPAT DAN SARAN A. Kesimpulan Mempelajari dan memahami masalah psikologis terhadap kasus yangdisebabkan adanya bentukan baik dari dalam diri individu maupun keluarga serta faktor eksternal yang lain. Mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan timbulnya masalah, baik itu latar kasus maupun pencetus kasus yang berasal dari lingkungan internal maupun eksternal yang mempengaruhi dinamika psikis (gejala-gejala psikis) klien. Memberikan perlakuan yang tepat sehingga kecemasan yang di alami klien dapat teratasi. Memberikan perlakuan terhadap klien supaya memperoleh tingkah laku yang diterima masyarakat dan mengambil keputusan yang tepat bagi dirinya untuk perkembangan diri yang optimal dalam menggunakan segala kelemahan dan kelebihannya B. Pendapat Berdasarkan pada analisa, diagnosis dan kesimpulan di atas, penulis berpendapat: Subyek mengalami gangguan kecemasan yang di sebabkan oleh faktor psikologis, yaitu adanya kepribadian subyek yang mudah sekali emosional (kurang adanya kestabilan emosional) dalam menghadapi berbagai masalah. Kurang menerima kenyataan terhadap apa yang dihadapi saat sekarang. Subyek terbawa pada pengalaman-pengalam masa lalu yang traumatik dan kehilangan fugur orangg yang peling dekat, membuat subyek mempunyai ketergantungan yang tinggi. Sebaliknya disisi lain subyek harus berperan sebagai figur ibu dan sekalugus ayah. Subyek sebenarnya sangat membutuhkan dorongan dan dukungan dari pihak orang tua, namun demikian orang tua justru manambah memberikan beban terhadap subyek (karena keberadaan yang tidak memungkinkan). Gangguan kecemasan yang dialami subyek masih dalam batas rasional dan hal ini akan sangat terasa bila subyek sedang banyak mengalami masalah. Dan subyek cukup potesial untuk mengatasi masalah. C. Saran Saran untuk mengurangi kemalasan yang dialami oleh klien dalam masalah kasus ini khusus ditujukan kepada klien untuk membiasakan latihan-latihan atau melakukan kegiatan yang bersifat kecil sekalipun dan belajar menghargai waktu. Pemahaman rasional baik sedang

mengalami suatu masalah atau tidak sendang menglami masalah. Kemudian kepada orang tua dan saudara-saudara yang berada dalam lingkungan keluarga klien memberikan dukungan dan dorongan secara psikologis terhadap klien dengan memperikan perhatian dan bimbigan secara teratur sehingga anak merasa di perhatikan dan merasa mendapat dukungan setiap apa yang dilakukan. Memberikan gambaran-gambaran tentang hal-hal yang terbaik dan hal-hal yang harus dilalukan. Membangun suasana iklim yang yang baik terhadap hubungan komunikasi kelurga. Kepada sanak famili khususnya pamannya untuk mengerti dan sadar bahwa sebagai klien adalah remaja yang sedang belajar dan menjalani tugas-tugas perkembangannya maka di harapkan untuk memberikan dukungan bagi perubahan klien dalam menjalani latihan-latihan terapi yang baik. DAFTAR PUSTAKA Molyono, Bambang Y . 1984. Pendekatan Analisis kenakalan Remaja dan penanggulangannya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta Partowisastro Kuestuer, Drs. 1983. Dinamika Psikologi Sosial. Penerbit Erlangga Jakarta Mustaqim, Drs. Dan Wahid Abdul, Drs. 1990. Psikologi Pendidikan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta Hariyadi Sugeng, Drs. MS. 1993. Perkembangan Peserta Didik. Penerbit IKIP Semarang Press. Semarang Pujosuwarno Sayekil. Drs. 1983 Berbagai Pendekatan Dalam Konsling. Penerbit IKIP Yogyakarta FIP. Yogyakarta.

You might also like