You are on page 1of 16

ASKEP KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana sel telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri. Kehamilan ektopik dapat mengalami abortus atau ruptur pada dinding tuba dan peristiwa ini disebut sebagai Kehamilan Ektopik Terganggu. Sebagian besar kehamilan ektopik terganggu berlokasi di tuba (90%) terutama di ampula dan isthmus. Sangat jarang terjadi di ovarium, rongga abdomen, maupun uterus. Keadaan-keadaan yang memungkinkan terjadinya kehamilan ektopik adalah penyakit radang panggul, pemakaian antibiotika pada penyakit radang panggul, pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim IUD (Intra Uterine Device), riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, infertilitas, kontrasepsi yang memakai progestin dan tindakan aborsi. Gejala yang muncul pada kehamilan ektopik terganggu tergantung lokasi dari implantasi. Dengan adanya implantasi dapat meningkatkan vaskularisasi di tempat tersebut dan berpotensial menimbulkan ruptur organ, terjadi perdarahan masif, infertilitas, dan kematian. Hal ini dapat mengakibatkan meningkatnya angka mortalitas dan morbiditas Ibu jika tidak mendapatkan penanganan secara tepat dan cepat. Insiden kehamilan ektopik terganggu semakin meningkat pada semua wanita terutama pada mereka yang berumur lebih dari 30 tahun. Selain itu, adanya kecenderungan pada kalangan wanita untuk menunda kehamilan sampai usia yang cukup lanjut menyebabkan angka kejadiannya semakin berlipat ganda. Kehamilan ektopik terganggu menyebabkan keadaan gawat pada reproduksi yang sangat berbahaya. Berdasarkan data dari The Centers for Disease Control and Prevention menunjukkan bahwa kehamilan ektopik di Amerika Serikat meningkat drastis pada 15 tahun terakhir. Menurut data statistik pada tahun 1989, terdapat 16 kasus kehamilan ektopik terganggu dalam 1000 persalinan. Menurut hasil penelitian yang dilakukan Cuningham pada tahun 1992 dilaporkan kehamilan ektopik terganggu ditemukan 19,7 dalam 100 persalinan. Dari penelitian yang dilakukan Budiono Wibowo di RSUP Cipto Mangunkusumo (RSUPCM) Jakarta pada tahun 1987 dilaporkan 153 kehamilan ektopik terganggu dalam 4007 persalinan, atau 1 dalam 26 persalinan. Ibu yang mengalami kehamilan ektopik terganggu tertinggi pada kelompok umur 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Frekuensi kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0% sampai 14.6% (1). Kasus kehamilan ektopik terganggu di RSUP dr. M. Djamil padang selama 3 tahun (tahun 1992-1994) ditemukan 62 kasus dari 10.612 kehamilan. Menurut data yang diperoleh dari di Ruang Camar III bagian Rawat Inap Obstetri dan Ginekologi RSUD Arifin Achmad Pekanbaru, kasus kehamilan ektopik menduduki peringkat ke-8 dari 10 kasus Ginekologi terbanyak pada tahun 2004. Pada makalah ini akan dibahas lebih lanjut tantang masalah Kehamilan Ektopik Terganggu. B. Tujuan Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui defenisi dari Kehamilan Ektopik Terganngu. 2. Untuk mengetahui etiologi terjadinya Kehamilan Ektopik Terganngu. 3. Untuk mengetahui kalangan usia yang rentan terhadap terjadinya Kehamilan Ektopik Terganngu. 4. Sebagai bahan pembelajaran untuk menambah wawasan dan sebagai bahan aplikasi jika mengambil profesi nantinya.

BAB II KONSEP MEDIK A. Defenisi Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang tempat implantasi/ nidasi/ melekatnya buah kehamilan di luar tempat yang normal, yakni di luar rongga rahim. Sedangkan yang disebut sebagai Kehamilan Ektopik Terganggu adalah suatu kehamilan ektopik yang mengalami abortus ruptur pada dinding tuba. Suatu kehamilan disebut kehamilan ektopik bila zigot terimplantasi di lokasi-lokasi selain cavum uteri, seperti di ovarium, tuba, serviks, bahkan rongga abdomen. Istilah Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) merujuk pada keadaan di mana timbul gangguan pada kehamilan tersebut sehingga terjadi abortus maupun ruptur yang menyebabkan penurunan keadaan umum pasien. B. Etiologi Etiologi kehamilan ektopik terganggu telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar penyebabnya tidak diketahui. Trijatmo Rachimhadhi dalam bukunya menjelaskan beberapa faktor yang berhubungan dengan penyebab kehamilan ektopik terganggu, yaitu: 1. Faktor mekanis Hal-hal yang mengakibatkan terhambatnya perjalanan ovum yang dibuahi ke dalam kavum uteri, antara lain: - Salpingitis, terutama endosalpingitis yang menyebabkan aglutinasi silia lipatan mukosa tuba dengan penyempitan saluran atau pembentukan kantong-kantong buntu. Berkurangnya silia mukosa tuba sebagai akibat infeksi juga menyebabkan implantasi hasil zigot pada tuba falopii. - Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus/ infeksi pasca nifas, apendisitis, atau endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya tuba atau penyempitan lumen - Kelainan pertumbuhan tuba, terutama divertikulum, ostium asesorius dan hipoplasi. Namun ini jarang terjadi - Bekas operasi tuba memperbaiki fungsi tuba atau terkadang kegagalan usaha untuk memperbaiki patensi tuba pada sterilisasi - Tumor yang merubah bentuk tuba seperti mioma uteri dan adanya benjolan pada adneksia - Penggunaan IUD 2. Faktor Fungsional - Migrasi eksternal ovum terutama pada kasus perkembangan duktus mulleri yang abnormal - Refluks menstruasi - Berubahnya motilitas tuba karena perubahan kadar hormon estrogen dan progesteron 3. Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang dibuahi. 4. Hal lain seperti; riwayat KET dan riwayat abortus induksi sebelumnya.

C. Klasifikasi Sarwono Prawirohardjo dan Cuningham masing-masing dalam bukunya mengklasifikasikan kehamilan ektopik berdasarkan lokasinya antara lain: 1. Tuba Fallopii a) Pars-interstisialis b) Isthmus c) Ampula d) Infundibulum e) Fimbrae 2. Uterus a) Kanalis servikalis b) Divertikulum c) Kornu d) Tanduk rudimenter 3. Ovarium 4. Intraligamenter 5. Abdominal a) Primer b) Sekunder 6. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus. Gambar lokasi kehamilan ektopik. D. Epidemiologi Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Lebih dari 60% kehamilan ektopik terjadi pada wanita 20-30 tahun dengan sosio-ekonomi rendah dan tinggal didaerah dengan prevalensi gonore dan prevalensi tuberkulosa yang tinggi. Pemakaian antibiotik pada penyakit radang panggul dapat meningkatkan kejadian kehamilan ektopik terganggu. Diantara kehamilan-kehamilan ektopik terganggu, yang banyak terjadi ialah pada daerah tuba (90%). Antibiotik dapat mempertahankan terbukanya tuba yang mengalami infeksi tetapi perlengketan menyebabkan pergerakan silia dan peristaltik tuba terganggu sehingga menghambat perjalanan ovum yang dibuahi dari ampula ke rahim dan berimplantasi ke tuba. Penelitian Cunningham Di Amerika Serikat melaporkan bahwa kehamilan etopik terganggu lebih sering dijumpai pada wanita kulit hitam dari pada kulit putih karena prevalensi penyakit peradangan pelvis lebih banyak pada wanita kulit hitam. Frekuensi kehamilan ektopik terganggu yang berulang adalah 1-14,6%. Di negara-negara berkembang, khususnya di Indonesia, pada RSUP Pringadi Medan (1979-1981) frekuensi 1:139, dan di RSUPN Cipto Magunkusumo Jakarta (1971-1975) frekuensi 1:24 , sedangkan di RSUP. DR. M. Djamil Padang (1997-1999) dilaporkan frekuensi 1:110. Kontrasepsi IUD juga dapat mempengaruhi frekuensi kehamilan ektopik terhadap persalinan di rumah sakit. Banyak wanita dalam masa reproduksi tanpa faktor predisposisi untuk kehamilan ektopik membatasi kelahiran dengan kontrasepsi, sehingga jumlah persalinan turun, dan frekuensi kehamilan ektopik terhadap kelahiran secara relatif meningkat. Selain itu IUD dapat mencegah secara efektif kehamilan intrauterin, tetapi tidak mempengaruhi kejadian kehamilan ektopik. Menurut penelitian Abdullah dan kawan-kawan (1995-1997) ternyata paritas 0-3 ditemukan peningkatan kehamilan ektopik terganggu. Pada paritas >3-6 terdapat penurunan kasus kehamilan ektopik terganggu. Cunningham dalam bukunya menyatakan bahwa lokasi kehamilan ektopik terganggu paling banyak terjadi di tuba (90-95%), khususnya di ampula tuba (78%) dan isthmus (2%). Pada daerah fimbrae (5%), intersisial (2-3%), abdominal (1-2%), ovarium (1%), servikal (0,5%) (5). E. Patogenesis Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang terjadi di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau interkolumnar. Pada nidasi secara kolumnar telur bernidasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan direabsorbsi. Pada nidasi interkolumnar, telur bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup maka ovum dipisahkan dari lumen oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba malahan kadang-kadang sulit dilihat vili khorealis menembus endosalping dan masuk kedalam otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya tergantung dari beberapa faktor, yaitu; tempat implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas. Di bawah pengaruh hormon esterogen dan progesteron dari korpus luteum graviditi dan tropoblas, uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah menjadi desidua. Beberapa perubahan pada endometrium yaitu; sel epitel membesar, nukleus hipertrofi, hiperkromasi, lobuler, dan bentuknya ireguler. Polaritas menghilang dan nukleus yang abnormal mempunyai tendensi menempati sel luminal. Sitoplasma mengalami vakuolisasi seperti buih dan dapat juga terkadang ditemui mitosis. Perubahan endometrium secara keseluruhan disebut sebagai reaksi Arias-Stella. Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi kemudian dikeluarkan secara utuh atau berkeping-keping. Perdarahan yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus disebabkan pelepasan desidua yang degeneratif. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu. Karena tuba bukan tempat pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Beberapa kemungkinan yang mungkin terjadi adalah: 1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi Pada implantasi secara kolumna, ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi yang kurang dan dengan mudah diresobsi total.

2. Abortus ke dalam lumen tuba Perdarahan yang terjadi karena terbukanya dinding pembuluh darah oleh vili korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Segera setelah perdarahan, hubungan antara plasenta serta membran terhadap dinding tuba terpisah bila pemisahan sempurna, seluruh hasil konsepsi dikeluarkan melalui ujung fimbrae tuba ke dalam kavum peritonium. Dalam keadaan tersebut perdarahan berhenti dan gejala-gejala menghilang. 3. Ruptur dinding tuba Penyebab utama dari ruptur tuba adalah penembusan dinding vili korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur tuba sering terjadi bila ovum yang dibuahi berimplantasi pada isthmus dan biasanya terjadi pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur yang terjadi pada

pars-intersisialis pada kehamilan lebih lanjut. Ruptur dapat terjadi secara spontan, atau yang disebabkan trauma ringan seperti pada koitus dan pemeriksaan vagina. F. Gambarab Klinik Gambaran klinik dari kehamilan ektopik terganggu tergantung pada lokasinya. Tanda dan gejalanya sangat bervariasi tergantung pada ruptur atau tidaknya kehamilan tersebut. Adapun gejala dan hasil pemeriksaan laboratorium antara lain: a. Keluhan gastrointestinal Keluhan yang paling sering dikemukakan oleh pasien kehamilan ektopik terganggu adalah nyeri pelvis. Dorfman menekankan pentingnya keluhan gastrointestinal dan vertigo atau rasa pening. Semua keluhan tersebut mempunyai keragaman dalam hal insiden terjadinya akibat kecepatan dan taraf perdarahannya di samping keterlambatan diagnosis. b. Nyeri tekan abdomen dan pelvis Nyeri tekan yang timbul pada palpasi abdomen dan pemeriksaan, khususnya dengan menggerakkan servik, dijumpai pada lebih dari tiga per empat kasus kehamilan ektopik sudah atau sedang mengalami ruptur, tetapi kadang-kadang tidak terlihat sebelum ruptur terjadinya. c. Amenore Riwayat amenore tidak ditemukan pada seperempat kasus atau lebih. Salah satu sebabnya adalah karena pasien menganggap perdarahan pervaginam yang lazim pada kehamilan ektopik sebagai periode haid yang normal, dengan demikian memberikan tanggal haid terakhir yang keliru. d. Spotting atau perdarahan vaginal Selama fungsi endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus biasanya tidak ditemukan, namun bila dukungan endokrin dari endometrium sudah tidak memadai lagi, mukosa uterus akan mengalami perdarahan. Perdarahan tersebut biasanya sedikit-sedikit, bewarna cokelat gelap dan dapat terputus-putus atau terus-menerus. e. Perubahan Uterus Uterus pada kehamilan etopik dapat terdorong ke salah satu sisi oleh masa ektopik tersebut. Pada kehamilan ligamentum latum atau ligamentum latum terisi darah, uterus dapat mengalami pergeseran hebat. Uterine cast akan dieksresikan oleh sebagian kecil pasien, mungkin 5% atau 10% pasien. Eksresi uterine cast ini dapat disertai oleh gejala kram yang serupa dengan peristiwa ekspulsi spontan jaringan abortus dari kavum uteri. f. Tekanan darah dan denyut nadi Reaksi awal pada perdarahan sedang tidak menunjukkan perubahan pada denyut nadi dan tekanan darah, atau reaksinya kadang-kadang sama seperti yang terlihat pada tindakan flebotomi untuk menjadi donor darah yaitu kenaikan ringan tekanan darah atau respon vasovagal disertai bradikardi serta hipotensi. g. Hipovolemi Penurunan nyata tekanan darah dan kenaikan denyut nadi dalam posisi duduk merupakan tanda yang paling sering menunjukkan adanya penurunan volume darah yang cukup banyak. Semua perubahan tersebut mungkin baru terjadi setelah timbul hipovolemi yang serius. h. Suhu tubuh Setelah terjadi perdarahan akut, suhu tubuh dapat tetap normal atau bahkan menurun. Suhu yang lebih tinggi jarang dijumpai dalam keadaan tanpa adanya infeksi. Karena itu panas merupakan gambaran yang penting untuk membedakan antara kehamilan tuba yang mengalami ruptura dengan salpingitis akut, dimana pada keadaan ini suhu tubuh umumnya diatas 38oC. i. Masa pelvis Masa pelvis dapat teraba pada 20% pasien. Masa tersebut mempunyai ukuran, konsistensi serta posisi yang bervariasi. Biasanya masa ini berukuran 5-15 cm, sering teraba lunak dan elastis. Akan tetapi dengan terjadinya infiltrasi dinding tuba yang luas oleh darah masa tersebut dapat teraba keras. Hampir selalu masa pelvis ditemukan di sebelah posterior atau lateral uterus. Keluhan nyeri dan nyeri tekan kerap kali mendahului terabanya masa pelvis dalam tindakan palpasi. j. Hematokel pelvik Pada kehamilan tuba, kerusakan dinding tuba yang terjadi bertahap akan diukuti oleh perembesan darah secara perlahan-lahan ke dalam lumen tuba, kavum peritonium atau keduanya. Gejala perdarahan aktif tidak terdapat dan bahkan keluhan yang ringan dapat mereda, namun darah yang terus merembes akan berkumpul dalam panggul, kurang lebih terbungkus dengan adanya perlekatan dan akhirnya membentuk hematokel pelvis. G. Diagnosis Gejala-gejala kehamilan ektopik terganggu beraneka ragam, sehingga pembuatan diagnosis kadang-kadang menimbulkan kesulitan, khususnya pada kasus-kasus kehamilan ektopik yang belum mengalami atau ruptur pada dinding tuba sulit untuk dibuat diagnosis. Berikut ini merupakan jenis pemeriksaan untuk membantu diagnosis kehamilan ektopik: 1. HCG- Pengukuran subunit beta dari HCG- (Human Chorionic Gonadotropin-Beta) merupakan tes laboratorium terpenting dalam diagnosis. Pemeriksaan ini dapat membedakan antara kehamilan intrauterin dengan kehamilan ektopik. 2. Kuldosintesis Tindakan kuldosintesis atau punksi Douglas. Adanya darah yang diisap berwarna hitam (darah tua) biar pun sedikit, membuktikan adanya darah di kavum Douglasi. 3. Dilatasi dan Kuretase Biasanya kuretase dilakukan apabila sesudah amenore terjadi perdarahan yang cukup lama tanpa menemukan kelainan yang nyata disamping uterus. 4. Laparaskopi Laparaskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnosis terakhir apabila hasil-hasil penilaian prosedur diagnostik lain untuk kehamilan ektopik terganggu meragukan. Namun beberapa dekade terakhir alat ini juga dipakai untuk terapi. 5. Ultrasonografi Keunggulan cara pemerikssan ini terhadap laparoskopi ialah tidak invasif, artinya tidak perlu memasukkan rongga dalam rongga perut. Dapat dinilai kavum uteri, kosong atau berisi, tebal endometrium, adanya massa di kanan kiri uterus dan apakah kavum Douglas berisi cairan. Gambar ULtrasonografi Pada KET 6. Tes Oksitosin Pemberian oksitosin dalam dosis kecil intravena dapat membuktikan adanya kehamilan ektopik lanjut. Dengan pemeriksaan bimanual, di luar kantong janin dapat diraba suatu tumor. 7. Foto Rontgen Tampak kerangka janin lebih tinggi letaknya dan berada dalam letak paksa. Pada foto lateral tampak bagian-bagian janin menutupi vertebra Ibu.

8. Histerosalpingografi Memberikan gambaran kavum uteri kosong dan lebih besar dari biasa, dengan janin diluar uterus. Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis kehamilan ektopik terganngu sudah dipastikan dengan USG (Ultra Sono Graphy) dan MRI (Magnetic Resonance Imagine) (1,4,8,15). Trias klasik yang sering ditemukan adalah nyeri abdomen, perdarahan vagina abnormal, dan amenore. H. Diagnosis Diferensial Yang perlu dipikirkan sebagai diagnosis diferensial adalah: 1. Infeksi pelvis Gejala yang menyertai infeksi pelvik biasanya timbul waktu haid dan jarang setelah mengenai amenore. Nyeri perut bagian bawah dan tahanan yang dapat diraba pada pemeriksaaan vaginal pada umumnya bilateral. Pada infeksi pelvik perbedaan suhu rektal dan ketiak melebihi 0,5 0C, selain itu leukositosis lebih tinggi daripada kehamilan ektopik terganggu dan tes kehamilan menunjukkan hasil negatif. 2. Abortus iminens/ Abortus inkomplit Dibandingkan dengan kehamilan ektopik terganggu perdarahan lebih merah sesudah amenore, rasa nyeri yang sering berlokasi di daerah median dan adanya perasaan subjektif penderita yang merasakan rasa tidak enak di perut lebih menunjukkan ke arah abortus imminens atau permulaan abortus incipiens. Pada abortus tidak dapat diraba tahanan di samping atau di belakang uterus, dan gerakan servik uteri tidak menimbulkan rasa nyeri. 3. Tumor/ Kista ovarium Gejala dan tanda kehamilan muda, amenore, dan perdarahan pervaginam biasanya tidak ada. Tumor pada kista ovarium lebih besar dan lebih bulat dibanding kehamilan ektopik terganggu.

4. Appendisitis Pada apendisitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada gerakan servik uteri seperti yang ditemukan pada kehamilan ektopik terganggu. Nyeri perut bagian bawah pada apendisitis terletak pada titik McBurney. I. Terapi Pada kehamilan ektopik terganggu, walaupun tidak selalu ada bahaya terhadap jiwa penderita, dapat dilakukan terapi konservatif, tetapi sebaiknya tetap dilakukan tindakan operasi. Kekurangan dari terapi konservatif (non-operatif) yaitu walaupun darah berkumpul di rongga abdomen lambat laun dapat diresorbsi atau untuk sebagian dapat dikeluarkan dengan kolpotomi (pengeluaran melalui vagina dari darah di kavum Douglas), sisa darah dapat menyebabkan perlekatan-perlekatan dengan bahaya ileus. Operasi terdiri dari salpingektomi ataupun salpingoooforektomi. Jika penderita sudah memiliki anak cukup dan terdapat kelainan pada tuba tersebut dapat dipertimbangkan untuk mengangkat tuba. Namun jika penderita belum mempunyai anak, maka kelainan tuba dapat dipertimbangkan untuk dikoreksi supaya tuba berfungsi. Tindakan laparatomi dapat dilakukan pada ruptur tuba, kehamilan dalam divertikulum uterus, kehamilan abdominal dan kehamilan tanduk rudimenter. Perdarahan sedini mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksia yang menjadi sumber perdarahan. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dari rongga abdomen sebanyak mungkin dikeluarkan. Serta memberikan transfusi darah. Untuk kehamilan ektopik terganggu dini yang berlokasi di ovarium bila dimungkinkan dirawat, namun apabila tidak menunjukkan perbaikan maka dapat dilakukan tindakan sistektomi ataupun oovorektomi. Sedangkan kehamilan ektopik terganggu berlokasi di servik uteri yang sering menngakibatkan perdarahan dapat dilakukan histerektomi, tetapi pada nulipara yang ingin sekali mempertahankan fertilitasnya diusahakan melakukan terapi konservatif J. Prognosis Angka kematian ibu yang disebabkan oleh kehamilan ektopik terganggu turun sejalan dengan ditegakkannya diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Kehamilan ektopik terganggu yang berlokasi di tuba pada umumnya bersifat bilateral. Sebagian ibu menjadi steril (tidak dapat mempunyai keturunan) setelah mengalami keadaan tersebut diatas, namun dapat juga mengalami kehamilan ektopik terganggu lagi pada tuba yang lain. Ibu yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu, mempunyai resiko 10% untuk terjadinya kehamilan ektopik terganggu berulang. Ibu yang sudah mengalami kehamilan ektopik terganggu sebanyak dua kali terdapat kemungkinan 50% mengalami kehamilan ektopik terganggu berulang. Ruptur dengan perdarahan intraabdominal dapat mempengaruhi fertilitas wanita. Dalam kasus-kasus kehamilan ektopik terganggu terdapat 5060% kemungkinan wanita steril. Dari sebanyak itu yang menjadi hamil kurang lebih 10% mengalami kehamilan ektopik berulang.

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Kehamilan Ektopik Terganggu adalah suatu kehamilan ektopik yang mengalami abortus ruptur pada dinding tuba. 2. Etiologi kehamilan ektopik terganggu telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar penyebabnya tidak diketahui. Trijatmo Rachimhadhi dalam bukunya menjelaskan beberapa faktor yang berhubungan dengan penyebab kehamilan ektopik terganggu, yaitu: o Faktor mekanis o Faktor fungsional o Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang dibuahi.

o Hal lain seperti; riwayat KET dan riwayat abortus induksi sebelumnya. 3. Kalangan usia yang rentan terhadap Kehamilan Ektopik Terganggu adalah antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. B. Saran Banyak hambatan yang penulis dapatkan dalam pembuatan makalah ini akibat keterbatasan ilmu dan pengalaman penulis. Oleh karena itu penulis menyarankan agar kegiatan seperti ini agar kiranya dapat slalu dilakukan untuk menambah ilmu dan pengetahuan serta sebagai bahan aplikasi jika kelak mengambil profesi dan terjun dimasyarakat luas.

ASKEP KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU A. Definisi kehamilan ektopik .Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi diluar rongga uterus, tuba falopii merupakan tempat tersering untuk terjadinya implantasi kehamilan ektopik,sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba,jarang terjadi implantasi pada ovarium,rongga perut,kanalis servikalis uteri,tanduk uterus yang rudimenter dan divertikel pada uterus.(Sarwono Prawiroharjho, 2005) .Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi diluar rongga uterus, tuba falopii merupakan tempat tersering untuk terjadinya implantasi kehamilan ektopik,sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba,jarang terjadi implantasi pada ovarium,rongga perut,kanalis servikalis uteri,tanduk uterus yang rudimenter dan divertikel pada uterus.(Sarwono Prawiroharjho, 2005) Kehamilan ektopik adalah implantasi dan pertumbuhan hasil konsepsi di luar endometrium kavum uteri. (kapita selekta kedokteran,2001) Dari kedua difinisi diatas dapat disimpulkan kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan ovum yang dibuahi, berimplantasi dan tumbuh tidak di tempat yang normal yakni dalam endometrium kavum uteri. Penyebab kehamilan ektopik terganggu B. Etiologi Berbagai macam faktor berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya kehamilan ektopik. Semua faktor yang menghambat migrasi embrio ke kavum uteri menyebabkan seorang ibu semakin rentan untuk menderita kehamilan ektopik. Beberapa faktor yang dihubungkan dengan kehamilan ektopik diantaranya: 1. Faktor dalam lumen tuba: a. Endosalpingitis, menyebabkan terjadinya penyempitan lumen tuba b. Hipoplasia uteri, dengan lumen tuba menyempit dan berkelok-kelok c. Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tidak sempurna dan menyebabkan lumen tuba menyempit 2. Faktor pada dinding tuba: a. Endometriosis, sehingga memudahkan terjadinya implantasi di tuba b. Divertikel tuba kongenital, menyebabkan retensi telur di tempat tersebut 3. Faktor di luar dinding tuba: a. Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba, mengakibatkan terjadinya hambatan perjalanan telur b. Tumor yang menekan dinding tuba, menyebabkan penyempitan lumen tuba c. Pelvic Inflammatory Disease (PID) 4. Faktor lain: a. Hamil saat berusia lebih dari 35 tahun b. Migrasi luar ovum, sehingga memperpanjang waktu telur yang dibuahi sampai ke uterus c. Fertilisasi in vitro d. Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) e. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya f. Merokok g. Penggunaan dietilstilbestrol (DES) h. Uterus berbentuk huruf T i. Riwayat operasi abdomen j. Kegagalan penggunaan kontrasepsi yang mengandung progestin saja k. Ruptur appendix l. Mioma uteri m. Hidrosalping C. Macam-macam kehamilan ektopik Menurut Taber (1994), macam-macam kehamilan ektopik berdasarkan tempat implantasinya antara lain : 1. Kehamilan Abdominal Kehamilan/gestasi yang terjadi dalam kavum peritoneum. (sinonim : kehamilan intraperitoneal) 2. Kehamilan Ampula Kehamilan ektopik pada pars ampularis tuba fallopii. Umumnya berakhir sebagai abortus tuba. 3. Kehamilan Servikal Gestasi yang berkembang bila ovum yang telah dibuahi berimplantasi dalam kanalis servikalis uteri. 4. Kehamilan Heterotopik Kombinasi Kehamilan bersamaan intrauterine dan ekstrauterin. 5. Kehamilan Kornu Gestasi yang berkembang dalam kornu uteri. 6. Kehamilan Interstisial Kehamilan pada pars interstisialis tuba fallopii.

7. Kehmailan Intraligamenter Pertumbuhan janin dan plasenta diantara lipatan ligamentum latum, setelah rupturnya kehamilan tuba melalui dasar dari tuba fallopii. 8. Kehamilan Ismik Gestasi pada pars ismikus tuba fallopii. 9. Kehamilan Ovarial Bentuk yang jarang dari kehamilan ektopik dimana blastolisis berimplantasi pada permukaan ovarium. 10. Kehamilan Tuba Kehamilan ektopik pada setiap bagian dari tuba fallopii. D. Patofisiologi Pada kehamilan normal, proses pembuahan (pertemuan sel telur dengan sperma) terjadi pada tuba, kemudian sel telur yang telah dibuahi digerakkan dan berimplantasi pada endometrium rongga rahim. Kehamilan ektopik yang dapat disebabkan antara lain faktor di dalam tuba dan luar tuba, sehingga hasil pembuahan terhambat/tidak bisa masuk ke rongga rahim, sehingga sel telur yang telah dibuahi tumbuh dan berimplantasi (menempel) di beberapa tempat pada organ reproduksi wanita selain rongga rahim, antara lain di tuba falopii (saluran telur), kanalis servikalis (leher rahim), ovarium (indung telur), dan rongga perut. Yang terbanyak terjadi di tuba falopii (90%). E. Manifestasi Klinik Gambaran klinik kehamilan ektopik sangat bervariasi tergantung dari ada tidaknya ruptur. Triad klasik dari kehamilan ektopik adalah nyeri, amenorrhea, dan perdarahan per vaginam. Pada setiap pasien wanita dalam usia reproduktif, yang datang dengan keluhan amenorrhea dan nyeri abdomen bagian bawah, harus selalu dipikirkan kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik. Selain gejala-gejala tersebut, pasien juga dapat mengalami gangguan vasomotor berupa vertigo atau sinkop; nausea, payudara terasa penuh, fatigue, nyeri abdomen bagian bawah,dan dispareuni. Dapat juga ditemukan tanda iritasi diafragma bila perdarahan intraperitoneal cukup banyak, berupa kram yang berat dan nyeri pada bahu atau leher, terutama saat inspirasi. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan nyeri tekan pelvis, pembesaran uterus, atau massa pada adnexa. Namun tanda dan gejala dari kehamilan ektopik harus dibedakan dengan appendisitis, salpingitis, ruptur kista korpus luteum atau folikel ovarium. Pada pemeriksaan vaginal, timbul nyeri jika serviks digerakkan, kavum Douglas menonjol dan nyeri pada perabaan. Pada umumnya pasien menunjukkan gejala kehamilan muda, seperti nyeri di perut bagian bawah, vagina uterus membesar dan lembek, yang mungkin tidak sesuai dengan usia kehamilan. Tuba yang mengandung hasil konsepsi menjadi sukar diraba karena lembek. Nyeri merupakan keluhan utama. Pada ruptur, nyeri terjadi secara tiba-tiba dengan intensitas tinggi disertai perdarahan, sehingga pasien dapat jatuh dalam keadaan syok. Perdarahan per vaginam menunjukkan terjadi kematian janin. Amenorrhea juga merupakan tanda penting dari kehamilan ektopik. Namun sebagian pasien tidak mengalami amenorrhea karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya. Secara umum, tanda dan gejala kehamilan ektopik adalah: 1. Nyeri abdomen bawah atau pelvic, disertai amenorrhea atau spotting atau perdarahan vaginal 2. Menstruasi abnormal 3. Abdomen dan pelvis yang lunak 4. Perubahan pada uterus yang dapat terdorong ke satu sisi oleh massa kehamilan, atau tergeser akibat perdarahan. Dapat ditemukan sel desidua pada endometrium uterus. 5. Penurunan tekanan darah dan takikardi bila terjadi hipovolemi. 6. Massa pelvis 7. Kuldosentesis. Untuk identifikasi adanya hemoperitoneum yang ditandai. Beberapa gejala berikut dapat membantu dalam mendiagnosis kehamilan ektopik: 1. Nyeri: Nyeri panggul atau perut hampir terjadi hampir 100% kasus kehamilan ektopik. Nyeri dapat bersifat unilateral atau bilateral , terlokalisasi atau tersebar. 2. Perdarahan: Perdarahan abnormal uterin, biasanya membentuk bercak. Biasanya terjadi pada 75% kasus 3. Amenorhea: Hampir sebagian besar wanita dengan kehamilan ektopik yang memiliki berkas perdarahan pada saat mereka mendapatkan menstruasi, dan mereka tidak menyadari bahwa mereka hamil F. Pemeriksaan Diagnosis Walaupun diagnosanya agak sulit dilakukan, namun beberapa cara ditegakkan, antara lain dengan : 1. Anamnesis dan gejala klinis Riwayat terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan muda, dapat ada atau tidak ada perdarahan per vaginam, ada nyeri perut kanan / kiri bawah. Berat atau ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah yang terkumpul dalam peritoneum. 2. Pemeriksaan fisik a. Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di daerah adneksa. b. Adanya tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat dan ekstremitas dingin, adanya tanda-tanda abdomen akut, yaitu perut tegang bagian bawah, nyeri tekan dan nyeri lepas dinding abdomen. c. Pemeriksaan ginekologis d. Pemeriksaan dalam: seviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri pada uteris kanan dan kiri. 3. Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium : Hb, Leukosit, urine B-hCG (+). Hemoglobin menurun setelah 24 jam dan jumlah sel darah merah dapat meningkat. b. USG : - Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri - Adanya kantung kehamilan di luar kavum uteri - Adanya massa komplek di rongga panggul c. Kuldosentesis : suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas ada darah. d. Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan laparotomi. e. Ultrasonografi berguna pada 5 10% kasus bila ditemukan kantong gestasi di luar uterus. G. Penanganan Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Pada laparotomi perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan menjepit

bagian dari adneksa yang menjadi sumber perdarahan. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dalam rongga perut sebanyak mungkin dikeluarkan. Dalam tindakan demikian, beberapa hal yang harus dipertimbangkan yaitu: kondisi penderita pada saat itu, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik. Hasil ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi (pemotongan bagian tuba yang terganggu) pada kehamilan tuba. Dilakukan pemantauan terhadap kadar HCG (kuantitatif). Peninggian kadar HCG yang berlangsung terus menandakan masih adanya jaringan ektopik yang belum terangkat. Penanganan pada kehamilan ektopik dapat pula dengan transfusi, infus, oksigen, atau kalau dicurigai ada infeksi diberikan juga antibiotika dan antiinflamasi. Sisa-sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin supaya penyembuhan lebih cepat dan harus dirawat inap di rumah sakit. H. Komplikasi Komplikasi kehamilan ektopik dapat terjadi sekunder akibat kesalahan diagnosis, diagnosis yang terlambat, atau pendekatan tatalaksana. Kegagalan penegakan diagnosis secara cepat dan tepat dapat mengakibatkan terjadinya ruptur tuba atau uterus, tergantung lokasi kehamilan, dan hal ini dapat menyebabkan perdarahan masif, syok, DIC, dan kematian. Komplikasi yang timbul akibat pembedahan antara lain adalah perdarahan, infeksi, kerusakan organ sekitar (usus, kandung kemih, ureter, dan pembuluh darah besar). Selain itu ada juga komplikasi terkait tindakan anestesi. I. Diagnosis Bandung Kehamilan tuba memiliki gejala-gejala yang mirip dengan penyakit lain, terutama dengan infeksi daerah pelvis. Beberapa kelainan yang memiliki gejala mirip dengan kehamilan tuba antara lain adalah: 1. Salpingitis Terjadi pembengkakan dan pembesaran tuba bilateral, demam tinggi dan tes kehamilan negatif. Dapat ditemukan getah serviks yang purulen. 2. Abortus (imminens atau inkomplitus) Gejala klinik yang dominan adalah perdarahan, umumnya terjadi sebelum ada nyeri perut. Perdarahan berwarna merah, bukan coklat tua seperti pada kehamilan ektopik. Nyeri perut umumnya bersifat kolik dan kejang (kram). Uterus membesar dan lembek, terdapat dilatasi serviks. Hasil konsepsi dapat dikenali dari pemeriksaan vagina. 3. Appendisitis Daerah yang lunak terletak lebih tinggi dan terlokalisir di fossa iliaka kanan. Bisa ditemukan pembengkakkan bila ada abses apendiks, namun tidak terletak dalam di pelvis seperti pada pembengkakan tuba. Demam lebih tinggi dan pasien terlihat sakit berat. Tes kehamilan menunjukkan hasil negatif. 4. Torsio kista ovarium Teraba massa yang terpisah dari uterus, sedangkan kehamilan tuba umumnya terasa menempel pada uterus. Perut lunak dan mungkin terdapat demam akibat perdarahan intraperitoneal. Tanda dan gejala kehamilan mungkin tidak ditemukan namun ada riwayat serangan nyeri berulang yang menghilang dengan sendirinya. 5. Ruptur korpus luteum Sangat sulit dibedakan dengan kehamilan tuba, namun ruptur korpus luteum sangat jarang ditemukan. ASUHAN KEPERAWATAN POST OP O/K KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU, MIOMA UTERI+HIDROSALPING

1. Pengkajian a. Nyeri b. Sulit tidur c. Merasa panas 2. Diagnosa keperawatan a. Nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitas jaringan kulit sekunder akibat sectio caesaria ditandai dengan pasien mengeluh nyeri pada daerah bekas operasi b. Ansietas yang berhubungan dengan kritisituasi, ancaman yang dirasakan dari kesejahteraan maternal yang ditandai dengan pasien mengatakan sulit tidur 3. Rencana keperawatan a. Nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitas jaringan kulit sekunder akibat sectio caesaria ditandai dengan pasien mengeluh nyeri pada daerah bekas operasi Tujuan : nyeri berkurang Intervensi : 1) Tentukan karakteristik dan lokasi nyeri, perhatikan isyarat verbal dan non verbal setiap 6 jam Rasional : menentukan tindak lanjut intervensi. 2) Pantau tekanan darah, nadi dan pernafasan tiap 6 jam Rasional : nyeri dapat menyebabkan gelisah serta tekanan darah meningkat, nadi, pernafasan meningkat 3) Kaji stress psikologis ibu dan respons emosional terhadap kejadian Rasional : Ansietas sebagai respon terhadap situasi dapat memperberat ketidaknyamanan karena sindrom ketegangan dan nyeri. 4) Terapkan tehnik distraksi (berbincang-bincang) Rasional : mengalihkan perhatian dari rasa nyeri 5) Ajarkan tehnik relaksasi (nafas dalam) dan sarankan untuk mengulangi bila merasa nyeri Rasional : relaksasi mengurangi ketegangan otot-otot sehingga nmengurangi penekanan dan nyeri. 6) Beri dan biarkan pasien memilih posisi yang nyaman Rasional : mengurangi keteganagan area nyeri. 7) Kolaborasi dalam pemberian analgetika. Rasional : analgetika akan mencapai pusat rasa nyeri dan menimbulkan penghilangan nyeri. b. Ansietas yang berhubungan dengan kritisituasi, ancaman yang dirasakan dari kesejahteraan maternal yang ditandai dengan pasien mengatakan sulit tidur Tujuan : ansietas berkurang, pasien dapat menggunakan sumber/system pendukung dengan efektif. Intervensi : 1) Kaji respons psikologi pada kejadian dan ketersediaan sitem pendukung.

Rasional : Makin ibu meraakan ancaman, makin besar tingkat ansietas. 2) Tetap bersama ibu, dan tetap bicara perlahan, tunjukan empati. Rasional : membantu membatasi transmisi ansietas interpersonal dan mendemonstrasakan perhatian terhadap ibu/pasangan. 3) Beri penguatan aspek positif pada dari ibu Rasional : membantu membawa ancaman yang dirasakan/actual ke dalam perspektif. 4) Anjurkan ibu pengungkapkan atau mengekspresikan perasaan. Rasional : membantu mengidentifikasikan perasaan dan memberikan kesempatan untuk mengatasi perasaan ambivalen atau berduka. Ibu dapat merasakan ancaman emosional pada harga dirinya karena perasaannya bahwa ia telah gagal, wanita yang lemah. 5) Dukung atau arahkan kembali mekanisme koping yang diekspresikan. Rasional : Mendukung mekanisme koping dasar dan otomatis meningkatkan kepercayaan diri serta penerimaan dan menurunkan ansietas. 6) Berikan masa privasi terhadap rangsangan lingkungan seperti jumlah orang yang ada sesuai keinginan ibu. Rasional : Memungkinkan kesempatan bagi ibu untuk memperoleh informasi, menyusun sumber-sumber, dan mengatasi cemas dengan efektif.

Definisi Pada kehamilan normal, telur yang sudah dibuahi akan melalui tuba falopi (saluran tuba) menuju ke uterus (rahim). Telur tersebut akan berimplantasi (melekat) pada rahim dan mulai tumbuh menjadi janin. Pada kehamilan ektopik, telur yang sudah dibuahi berimplantasi dan tumbuh di tempat yang tidak semestinya. Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi di luar kavum uteri. Sering disebut juga kehamilan ekstrauterin. Kurang tepat, karena kehamilan pada cornu uteri atau serviks uteri (intrauterin) juga masih termasuk sebagai kehamilan ektopik (Cakul, 2000). Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi di luar ronnga uterus (Syarifudin, 2001). Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang ditandai dengan terjadinya implantasi di luar endometrium kavum uteri setelah fertilisasi (syafrudin, 2001). Kehamilan ektopik adalah suatu keadaan dimana hasil konsepsi berimplantasi, tumbuh dan berkembang di luar endometrium kavum uteri. Bila kehamilan tersebut mengalami proses pengakhiran (abortus) maka disebut kehamilan ektopik terganggu (Achadiat, 2004). Kehamilan ektopik terganggu adalah kehamilan ektopik yang terganggu, dapat terjadi abortus atau pecah dan hal ini berbahaya bagi wanita tersebut (Yulaikhah, 2009). Lokasi Kehamilan Ektopik

1. 2. 3. 4.

Kehamilan ektopik paling sering terjadi di daerah tuba falopi (98%), Ujung fimbriae tuba falopii (17%) Ampula tubae ( 55%) Isthmus tuba falopii (25%) Pars interstitsialis tuba falopii (2%) ovarium (indung telur), rongga abdomen (perut), serviks (leher rahim)

Lokasi Kehamilan Ektopik Etiologi Etiologi pasti tak diketahui. Faktor Resiko Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kehamilan ektopik. Namun perlu diingat bahwa kehamilan ektopik dapat terjadi pada wanita tanpa faktor risiko. Faktor risiko kehamilan ektopik adalah : 1. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya Risiko paling besar untuk kehamilan ektopik. Angka kekambuhan sebesar 15% setelah kehamilan ektopik pertama dan meningkat sebanyak 30% setelah kehamilan ektopik kedua. 2. Penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesteron Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil, masih menggunakan kontrasepsi spiral (3 4%). Pil yang mengandung hormon progesteron juga meningkatkan kehamilan ektopik karena pil progesteron dapat mengganggu pergerakan sel rambut silia di saluran tuba yang membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi ke dalam rahim. 3. Kerusakan dari saluran tuba Telur yang sudah dibuahi mengalami kesulitan melalui saluran tersebut sehingga menyebabkan telur melekat dan tumbuh di dalam saluran tuba. Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan gangguan saluran tuba diantaranya adalah :

Merokok : kehamilan ektopik meningkat sebesar 1,6 3,5 kali dibandingkan wanita yang tidak merokok. Hal ini disebabkan karena merokok menyebabkan penundaan masa ovulasi (keluarnya telur dari indung telur), gangguan pergerakan sel rambut silia di saluran tuba, dan penurunan kekebalan tubuh Penyakit Radang Panggul : menyebabkan perlekatan di dalam saluran tuba, gangguan pergerakan sel rambut silia yang dapat terjadi karena infeksi kuman TBC, klamidia, gonorea Endometriosis : dapat menyebabkan jaringan parut di sekitar saluran tuba Tindakan medis : seperti operasi saluran tuba atau operasi daerah panggul, pengobatan infertilitas seperti bayi tabung > menyebabkan parut pada rahim dan saluran tuba.

2.5 Tanda dan Gejala Pada minggu-minggu awal, kehamilan ektopik memiliki tanda-tanda seperti kehamilan pada umumnya, yaitu terlambat haid, mual dan muntah, mudah lelah, dan perabaan keras pada payudara.

a. Gejala Nyeri Nyeri panggul atau abdomen hampir selalu terdapat.

Nyeri dapat bersifat unilateral atau bilateral ; terlokalisir atau menyebar. Nyeri subdiafragma atau nyeri bahu tergantung ada atau tidaknya perdarahan intra-abdominal.

Perdarahan Perdarahan uterus abnormal (biasanya berupa bercak perdarahan ) terjadi pada 75% kasus yang merupakan akibat dari lepasnya sebagian desidua. Amenorea Amenorea sekunder tidak selalu terdapat dan 50% penderita KE mengeluhkan adanya spotting pada saat haid yang dinanti sehingga tak jarang dugaan kehamilan hampir tidak ada. Sinkope Pusing, pandangan berkunang-kunang dan atau sinkope terjadi pada 1/3 sampai kasus KET. Desidual cast 5 10% kasus kehamilan ektopik mengeluarkan desidual cast yang sangat menyerupai hasil konsepsi. b. Tanda Ketegangan abdomen

Rasa tegang abdomen yang menyeluruh atau terlokalisir terdapat pada 80% kasus kehamilan ektopik terganggu Nyeri goyang servik (dan ketegangan pada adneksa) terdapat pada 75% kasus kehamilan ektopik.

Masa adneksa Massa unilateral pada adneksa dapat diraba pada sampai kasus KE. Kadang-kadang dapat ditemukan adanya masa pada cavum Douglassi (hematocele) Perubahan pada uterus Terdapat perubahan-perubahan yang umumnya terjadi pada kehamilan normal seperti ada riwayat terlambat haid dan gejala kehamilan muda Apabila seorang wanita dengan kehamilan ektopik mengalami gejala diatas, maka dikatakan bahwa wanita tersebut mengalami Kehamilan Ektopik Terganggu. Apabila anda merasa hamil dan mengalami gejala-gejala seperti ini maka segera temui dokter anda. Hal ini sangat penting karena kehamilan ektopik dapat mengancam nyawa apabila ruptur (pecah) dan menyebabkan perdarahan di dalam. Patofisiologi Prinsip patofisiologi yakni terdapat gangguan mekanik terhadap ovum yang telah dibuahi dalam perjalanannya menuju kavum uteri. Pada suatu saat kebutuhan embrio dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari vaskularisasi tuba itu. Ada beberapa kemungkinan akibat dari hal ini yaitu : 1. Kemungkinan tubal abortion, lepas dan keluarnya darah dan jaringan ke ujung distal (fimbria) dan ke rongga abdomen. Abortus tuba biasanya terjadi pada kehamilan ampulla, darah yang keluar dan kemudian masuk ke rongga peritoneum biasanya tidak begitu banyak karena dibatasi oleh tekanan dari dinding tuba. Kemungkinan ruptur dinding tuba ke dalam rongga peritoneum, sebagai akibat dari distensi berlebihan tuba. Faktor abortus ke dalam lumen tuba.

2. 3.

Ruptur dinding tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada kehamilan muda. Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma koitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit hingga banyak, sampai menimbulkan syok dan kematian. a. Abortus Tuba

Perjalanan Lebih Lanjut dari Abortus Tuba Terjadi pada 65% kasus dan umumnya terjadi implantasi didaerah fimbriae dan ampula. Berulangnya perdarahan kecil pada tuba menyebabkan lepasnya dan yang diikuti dengan kematian ovum. Perjalanan selanjutnya adalah : 1. 2. 3. 4. Absorbsi lengkap secara spontan. Absorbsi lengkap secara spontan melalui ostium tubae menunju cavum peritoneum. Abosrbsi sebagian sehingga terdapat konsepsi yang terbungkus bekuan darah yang menyebabkan distensi tuba. Pembentukan tubal blood mole.

b. Ruptur Tuba

1. Perjalanan Lebih Lanjut Ruptur Tuba

Terjadi pada 35% kasus dan seringkali terjadi pada kasus kehamilan ektopik dengan implantasi didaerah isthmus. Ruptura pars ampularis umumnya terjadi pada kehamilan 6 10 minggu , namun ruptura pada pars isthmica dapat berlangsung pada usia kehamilan yang lebih awal. Pada keadaan ini trofoblast menembus lebih dalam dan seringkali merusak lapisan serosa tuba, ruptura dapat berlangsung secara akut atau gradual . Bila ruptur terjadi pada sisi mesenterik tuba maka dapat terjadi hematoma ligamentum latum. Pada kehamilan ektopik pars interstitisialis, ruptura dapat terjadi pada usia kehamilan yang lebih tua dan menyebabkan perdarahan yang jauh lebih banyak. Patologi Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan kemudian diresobsi. Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Pembentukan desidua di tuba tidak sempurna. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor, seperti tempat implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas. Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu. 1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi 2. Abortus ke dalam lumen tuba 3. Ruptur dinding tuba (www.medforum.nl)

Komplikasi Kehamilan Ektopik (Perdarahan) 2.8 Diagnosa Kehamilan Ektopik Terganggu

1. 2. 3. 4.

Anamnesis : riwayat terlambat haid / amenorrhea, gejala dan tanda kehamilan muda, dapat ada atau tidak ada perdarahan per vaginam, ada nyeri perut kanan / kiri bawah. Pemeriksaan fisis : keadaan umum dan tanda vital dapat baik sampai buruk, ada tanda akut abdomen. Saat pemeriksaan adneksa dengan vaginal touch, ada nyeri bila porsio digerakkan (nyeri goyang porsio). Pemeriksaan penunjang diagnostik : urine B-hCG (+), kuldosentesis (ditemukan darah di kavum Douglasi), USG. Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan laparotomi.

2.9 Diagnosis Banding Kehamilan Ektopik Terganggu Hati-hati dengan diagnosis banding, misalnya appendisitis pada usia kehamilan muda : mungkin ada tanda kehamilan, mungkin juga ada tanda akut abdomen sebaliknya kehamilan ektopik terganggu belum tentu pula disertai gejala perdarahan. Diagnosa diferensial dari kehamilan ektopik yaitu: 1) abortus biasa 2) salpingitis akut 3) appendicitis akut 4) rupture korpus luteum 5) torsi kista ovarium 6) mioma submukosa yang terpelintir 7) retrofleksi uteri gravida inkarserata 8)rupture pembuluh darah mesenterium Di bawah ini dikemukakan perbedaan gejala dan tanda : GEJALA Amenore Perdarahan pervaginam Perdarahan abdominal Pireksia Massa pelvis Uterus Nyeri Anemia Lekositosis Reaksi kehamilan Shiffting dullness Pemeriksaan penunjang KET Ada (75%) Sedikit Banyak <38 C Di bawah Sedikit membesar Hebat Ada Bisa ada (+)75% Ada Abortus Semua Banyak Tidak Tidak Tidak Membesar Tidak Bias ada Tidak (+) Tidak Kista ovarium Tidak Tidak Tidak Tidak Ada Tidak Hebat Tidak Tidak Tidak Tidak Infeksi pelvis Ada (25%) Bisa ada Tidak >38 C Ada bilateral Tidak besar Nyeri Tidak Ada Tidak Tidak

Pemeriksaan air seni dapat dilakukan untuk mengetahui kehamilan seseorang, sedangkan untuk mengetahui kehamilan ektopik seorang dokter dapat melakukan: Laboratorium

Hematokrit

Tergantung pada populasi dan derajat perdarahan abdominal yang terjadi.

Sel darah putih

Sangat bervariasi dan tak jarang terlihat adanya leukositosis.

Tes kehamilan

Pada kehamilan ektopik hampir 100% menunjukkan pemeriksaan -hCG positif. Pada kehamilan intrauterin, peningkatan kadar -hCG meningkat 2 kali lipat setiap dua hari, 2/3 kasus kehamilan ektopik menunjukkan adanya peningkatan titer serial hCG yang abnormal, dan 1/3 sisanya menunjukkan adanya peningkatan titer hCG yang normal. Kadar hormon yang rendah menunjukkan adanya suatu masalah seperti kehamilan ektopik. Pemeriksaan Penunjang/Khusus

Pemeriksaan ultrosonografi (USG). Pemeriksaan ini dapat menggambarkan isi dari rahim seorang wanita. Pemeriksaan USG dapat melihat dimana lokasi kehamilan seseorang, baik di rahim, saluran tuba, indung telur, maupun di tempat lain Laparoskopi peranan untuk menegakkan diagnosa kehamilan ektopik sudah diganti oleh USG D & C Dilakukan untuk konfirmasi diagnosa pada kasus dimana pasien tak menghendaki kehamilan. Bila hasil kuretase hanya menunjukkan desidua, maka kemungkinan adanya kehamilan ektopik harus ditegakkan. Laparotomi Harus dilakukan pada kasus kehamilan ektopik terganggu dengan gangguan hemostasis (tindakan diagnostik dan definitif). Kuldosintesis Memasukkan jarum kedalam cavum Douglassi transvaginal untuk menentukan ada atau tidak adanya darah dalam cavum Douclassi. Tindakan ini tak perlu dikerjakan bila diagnosa adanya perdarahan intraabdominal sudah dapat ditegakkan dengan cara pemeriksaan lain.

2.11 Tatalaksana Karena kehamilan ektopik dapat mengancam nyawa, maka deteksi dini dan pengakhiran kehamilan adalah tatalaksana yang disarankan. Pengakhiran kehamilan dapat dilakukan melalui: 1. Obat-obatan Dapat diberikan apabila kehamilan ektopik diketahui sejak dini. Obat yang digunakan adalah methotrexate (obat anti kanker). 2. Operasi Untuk kehamilan yang sudah berusia lebih dari beberapa minggu, operasi adalah tindakan yang lebih aman dan memiliki angka keberhasilan lebih besar daripada obat-obatan. Apabila memungkinkan, akan dilakukan operasi laparaskopi. Bila diagnosa kehamilan ektopik sudah ditegakkan, terapi definitif adalah pembedahan : 1. 2. Laparotomi : eksisi tuba yang berisi kantung kehamilan (salfingo-ovarektomi) atau insisi longitudinal pada tuba dan dilanjutkan dengan pemencetan agar kantung kehamilan keluar dari luka insisi dan kemudian luka insisi dijahit kembali. Laparoskop : untuk mengamati tuba falopii dan bila mungkin lakukan insisi pada tepi superior dan kantung kehamilan dihisap keluar tuba.

Operasi Laparoskopik : Salfingostomi Bila tuba tidak pecah dengan ukuran kantung kehamilan kecil serta kadar -hCG rendah maka dapat diberikan injeksi methrotexate kedalam kantung gestasi dengan harapan bahwa trofoblas dan janin dapat diabsorbsi atau diberikan injeksi methrotexate 50 mg/m3 intramuskuler.

Syarat pemberian methrotexate pada kehamilan ektopik: 1. 2. 3. Ukuran kantung kehamilan <> Keadaan umum baik (hemodynamically stabil) Tindak lanjut (evaluasi) dapat dilaksanakan dengan baik

Keberhasilan pemberian methrotexate yang cukup baik bila : 1. 2. 3. 4. Masa tuba <> Usia kehamilan <> Janin mati Kadar -hCG <>

Kontraindikasi pemberian Methrotexate : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Laktasi Status Imunodefisiensi Alkoholisme Penyakit ginjal dan hepar Diskrasia darah Penyakit paru aktif Ulkus peptikum

Pasca terapi konservatif atau dengan methrotexate, lakukan pengukuran serum hCG setiap minggu sampai negatif. Bila perlu lakukan second look operation. 2.12 Pencegahan Berhenti merokok akan menurunkan risiko kehamilan ektopik. Wanita yang merokok memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami kehamilan ektopik. Berhubungan seksual secara aman seperti menggunakan kondom akan mengurangi risiko kehamilan ektopik dalam arti berhubungan seks secara aman akan melindungi seseorang dari penyakit menular seksual yang pada akhirnya dapat menjadi penyakit radang panggul. Penyakit radang panggul dapat menyebabkan jaringan parut pada saluran tuba yang akan meningkatkan risiko terjadinya kehamilan ektopik. Kita tidak dapat menghindari 100% risiko kehamilan ektopik, namun kita dapat mengurangi komplikasi yang mengancam nyawa dengan deteksi dini dan tatalaksana secepat mungkin. Jika kita memiliki riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, maka kerjasama antara dokter dan ibu sebaiknya ditingkatkan untuk mencegah komplikasi kehamilan ektopik. 2.13 Prognosis kehamilan di masa depan Adalah suatu kewajaran untuk khawatir menganai masalah kesuburan setelah mengalami kehamilan ektopik. Seseorang yang mengalami kehamilan ektopik bukan berarti tidak dapat mengalami kehamilan normal namun berarti seseorang memiliki kemungkinan untuk mengalami kehamilan ektopik lagi di masa depan. Umumnya penyebab kehamilan ektopik (misalnya penyempitan tuba atau pasca penyakit radang panggul) bersifat bilateral. Sehingga setelah pernah mengalami kehamilan ektopik pada tuba satu sisi, kemungkinan pasien akan mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba sisi yang lain Apabila saluran tuba ruptur (pecah) akibat kehamilan ektopik dan diangkat melalui operasi, seorang wanita akan tetap menghasilkan ovum (sel telur) melalui saluran tuba sebelahnya namun kemungkinan hamil berkurang sebesar 50 %. Apabila salah satu saluran tuba terganggu (contoh karena perlekatan) maka terdapat kemungkinan saluran tuba yang di sebelahnya mengalami gangguan juga. Hal ini dapat menurunkan angka kehamilan berikutnya dan meningkatkan angka kehamilan ektopik selanjutnya. Pada kasus yang berkaitan dengan pemakaian spiral, tidak ada peningkatan risiko kehamilan ektopik apabila spiral diangkat. REFERENSI 1. 2. 3. 4. 5. 6. Anthonius Budi. M, Kehamilan Ektopik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2001. Arif M. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2001. Hal. 267-271. Hanifa W, dkk., IlmuKebidanan, Edisi kedua, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1992, Hal. 323-334. ____________, Ilmu Kandungan,Edisi kedua, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1999, Hal 250-255. Karsono, B. Ultrasonografi dalam Obstetri, dalam : Wiknjosastro, H. Ilmu Kebidanan. FKUI. Jakarta 2002 Mochtar, R. Sinopsis Obstetri ed 2. EGC. Jakarta. 1998

7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.

Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Rachimhadhi, T. Kehamilan Ektopik, dalam : Wiknjosastro, H. Ilmu Kebidanan. FKUI. Jakarta. 2002 Rustam. M, MPH, Sinopsis Obstetri, Jilid 1, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal.226-235. Taber Ben-Zoin. 1994. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. EGC. Jakarta Wijayanegara, H. Ultrasonografi Dalam Bidang Obstetri, dalam : Dasar-dasar Ultrasonografi dan Peranannya pada Keadaan Gawat Darurat. Penerbit ALUMNI. 1985 Yulaikhah Lily. 2009. Seri Asuhan Kebidanan Kehamilan. EGC. Jakarta. http://hidayat2.wordpress.com/category/materi-kuliah/page/4/ http: //www.khairmidwifery07.blogspot.com/2009_06_01_arch http://www.indianradiologist.com/cme2.htm http://radiology.creighton.edu/pregnancy.htm

You might also like