You are on page 1of 4

KONSUMEN DAN MANFAAT BARANG UTILITY Seorang konsumen yang bertindak ekonomis pasti mempertimbangkan pengorbanan, yaitu HARGA

yang harus dihayar, dan hasil, yailu MANFAAT atau kepuasan yang diperoleh dari pengeluaran uang itu. Dalam hal ini akan ditinjau segi yang kedua, yaitu kepuasan yang ditimbulkan oleh manfaat (utility) barang/jasa yang dikonsumsikan. Sebab ternyata ada hubungan tertentu antara jumlah barang yang dikonsumsikan dan manfaat kepuasan yang diperoleh daripadanya. Hal ini berpengaruh terhadap perilaku konsumen, khususnya berapa yang akan dibelinya dari harang/jasa tertentu. Untuk mempermudah pengertian, kita pelajari dLllu hagaimana peri-laku konsumen terhadap satu maccan barang saja. Dalam hal mi pertimbangan besarnya penghasilan tidak hegitu menentukan, sehingga perhatian sepenuhnya dapat dicurahkan pada persoalan perbandingan harga barang dan manfaatnya hagi konsumen. Kemudian dilengkapi dengan memperhatikan perilaku konsumen lerhadap berbagai macam barang. di mana besarnya pendapatan serta pembagian pendapatan atas berbagai macam barang itu akan mendapat sorotan. HUKUM TAMBAHAN KEPUASAN YANG TIDAK PROPORSIONAL Pertanyaan pertama yang harus dijawab ialah: apa yang terjadi dengan kepuasan, jika kita membeli lebih banyak dari suatu barang tertentu? Dilihat sepintas kilas, jawaban atas pertanyaan tsb. jelas: Kalau jumlah barang yang dikonsumsikan bertarnbah hanyak, kepuasan yang diperoleh dari konsumsi barang tsb. tentunya akan bertambah juga, karena kebutuhan kita semakin terpenuhi.Tetapi pengalaman mungkin menunjukkan lain! Hubungan antara jumlah dan kegunaan suatu barang Kalau seseorang hanya mempunyai satu baju yang baik, maka manfaat baju yang satu itu (dan penilaiannya terhadap baju itu) amat besar. Kalau baju yang satu itu sobek, ia akan sungguh merasa susah. Apakah Ia segera akan membeli baju lain? Tentu. Karena sungguh dibutuhkan. Meskipun harus membayar harga cukup mahal. Tetapi kalau masih ada persediaan 10 baju yang baik di almari, manfaat dan satu potong baju itu tidak dirasakan begitu besar. Kalau ada satu yang sobek, mungkin ditanggapi dengan nggak apa-apa, kan masih banyak lainnya. Apakah ia segera akan membeli satu lagi? Untuk apa? Lebih baik uang dipakai untuk membeli yang lain-lain. Demikian halnya dengan banyak barang lain pula: pakaian, sepatu, makanan, radio, mobil, bahkanjuga dengan uang untuk orang yang kaya uang Rp 10.000.- boleh dikaia lak herarti. tetapi untuk orang miskin. Dari contoh-contoh ini ternyata ada suatu hubungan tertentu antara jumlah barang yang dikonsumsikan perjangka waktu tertentu dengan manfaat/utility barang itu bagi kita. Jika jumlah barang yang dikonsumsikan (perjangka waktu tertentu) bertambah banyak, kepuasan kita juga akan bertambah. tetapi belum tentu secara roporsional. Utility atau daya-guna suatu barang, yang sebenarnya berarti kernampuan barang tersebut untuk memenuhi suatu kebutuhan manusia. Produksi nienciptakan kemampuan tersebut. Tetapi baru dirasakan apabila barang itu dikonsumsikan. (Jlehkarena itu pengertian utility dalarn analisis perilaku konsumen berarti. Manfaat yang dirasakan dan konsumsi suatu barang/jasa, kepuasan yang diperoleh daripadanya. dan dengan demikianjuga penghargaan konsumen terhadapnya. Jadi utility itu nierupakan sesuatu yang subyektif, tergantung orangnya atau melekat pada din konsumen, yaitu sejauh mann kebutuhannya terpenuhi dengan konsumsi barang/jasa tertentu

Kepuasan total dan kepuasan marginal Untuk lebih dapat memahami hal itu, kita selidiki apa yang terjadi dengan kepuasan (= utility yang dirasakan konsumen) apabila jumlah barang tertentu yang dikonsumsikan (dalam jangka waktu tertentu) setiap kali ditambah dengan satu satuan.akan mengurangi nilai kepuasan dari barng itu. Sebagai contoh kita ambil: jumlah gelas teh yang diminum oleh seorang guru per satuan hari kerja. Setelah bicara di muka kelas selarna sekian jam pelajaran, pak guru merasa haus. Syukur di kamar guru disediakan minuman teh. Satu gelas teh dirasakan amat besar manfaat utility-nya. Kalau disediakan lebih dan satu gelas, pak guru juga mau. Tetapi minum enam atau tujuh gelas teh tidak perlu. Gelas teh ke-5 saja sudah tidak ada gunanya bagi pak guru. karena sudah tidak memenuhi suatu kebutuhan. Hubungan antara jumlah barang yang dikonsumsikan (dalam contoh ini: jumlah gelas teh yang diminum per han kerja) dan kepuasan yang diperoleh dan konsumsi untuk yang dengan istilah teknis kita sebut utility, supaya lebih kelihatan hagaimana jalannya kepuasan jika konsumsi ditamhah. Untuk itu pada sumbu horisontal (sumbu X) kita ukur banyaknya barang yang dikonsumsikan (per jangka waktu tertentu), sedang pada sumbu tegak (sumbu Y) diukur tinggi rendahnya kepuasan atau utility. Dengan minum satu gelas teh per han kerja, pak guru mendapat kepuasan tertentu. Sebenarnya kepuasan itu hal yang subyektif sekali yang sukar dikuantitatifkan: namun kita gambarkan seakan-akan dapat diukur secara tepat, misalnya 6 satuan utility. Dengan minum satu gelas lagi ( gelas ke-2), maka kepuasan (total) bertarnbah minum dua gelas lebih puas daripada minum satu gelas saja, meskipun mungkin sukar dikatakan berapa lebih puasnya. Katakan saja gelas ke-2 menyumbangkan kepuasan/ utility sebesar 4 satuan. Dengan demikian kepuasan total menjadi 10 satuan (6+ 4), yaitu karena gelas ke-2 menambahkan 4 satuan utility. Hukum Gossen ke-I atau LDMU Gejala tambahan kepuasan yang tidak proporsional ini pertama kali dikemukakan oleh seorang ahli ekonomi Jerman yang bernarna Hermann Heinrich Gossen (1810 1859), kemudian dikembangkan oleh W.S.Jevons, K. Menger, L. Wairas dan A. Mar shall. Sekarang dikenal dengan narna Hukum Gossen ke-I atau Law of Diminishing Marginal Utility (LMDU). Hukum tersebut dapat dirumuskan sbb. Jika jumlah suatu harang yang dikonsumsikan dalain jangka waktu tertentu ditambah, maka kepuasan total (Total Utility) yang diperoleh memang bertambah, tetapi mulai saat tertentu Marginal Utility (tambahan kepuasan yang diperoleh jika konsumsi ditambah dengan satu satuan) semakin berkurang.Dengan kata lain tambahan kepuasan (yang diperoleh dan tambahan jumlah barang yang dikonsumsikan itu) tidak proporsional (= tidak sebanding) dengan tambahan jumlah barang yang dikonsumsikan. Dikatakan mulai saat tertentu karena mungkin terjadi tambahan kepuasan yang diperoleh dan unit ke-2 lebih besar daripada yang diperoleh dan unit ke- I. Tetapi pada suatu saat hukum mi akan mulai berlaku pula. Gejala tambahan kepuasan yang tidak proporsional ini sebenarnya merupakan gejala psikologis. Namun menipunyai akibat yang penting di bidang ekonomi, karena berpengaruh terhadap tingkah-laku konsumen dan bentuk kurve perrnintaan, dan dengan demikian pula terhadap harga barang.

MARGINAL UTILITY DAN HARGA BARANG Jika konsumsi ditambah dengan satu satuan, Marginal Utility (tambahan kepuas an yang diperoleh dari tambahan satu satuan barang itu) akan semakin berkurang demikianlah inti dan pembahasan di atas. Tetapi menambah konsumsi dengan satu satuan itu umumnya tidak gratis. Barang yang dikonsumsi itu harus dibeli dan dibayar. Maka dalam mempertimbangkan apakah konsumsi akan ditambah lagi dengan satu satuan (dalam arti membeli Iebih banyak dan barang yang sama), seorang konsumen yang rasional mesti mempertimbangkan: Hasil = tambahan kepuasan yang dipenoleh = Marginal Utility PENGORRANAN = tambahan biaya = harga yang harus dibayar Paradox of value Pengertian Marginal Utility merupakan kunci untuk memecahkan pertanyaan atau teka-teki yang sangat terkenal dalam sejarah ilmu ekonomi, yang telah diajukan oleh Adam Smith tetapi tidak dapat dijawabnya: Apa sebabnya air yang merupakan barang yang sangat berguna bahkan mutlak perlu untuk hidup tidak berharga, sedangkan batu intan yang manfaatnya sangat terbatas dan tidak perlu untuk hidup justru tinggi sekali harganya?? Kelihatannya mi sesuatu yang bertentangan (maka disebut paradox). Kan untuk memperoleh barang yang berguna kita mesti harus membayar harga yang tinggi. Jawaban atas teka-teki tersebut harus dicari dalam pcrbcdaan antara Total Utility dan Marginal Utility. Utility Total dan air holeh dikata tak tcrhingga. Tetapi umumnya air tersedia dalam jumlah yang begitu rnelimpah sehingga Marginal Utilitynya praktis sama dengan 0. Padahal, penilaian orang terhadap air itu ditentukan oleh satuan terakhir (marginal): kalau air melimpah, kehilangan beberapa unit dinilai tidak apa-apa. Tetapi situasi mi berubahjika air menjadi barang Iangka, seperti di daerah-daerah yang kekurangan air. Di sana air minum per liter mungkin lehih mahal daripada bensin per liter. Karenajumlah yang tersedia hanya sedikit, setiap liter air menjadi barang ber harga, yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang paling penting seperti untuk minum dan niemasak. Batu intan sebaliknya sangat langka, dan untuk memperolehnya, apalagi untuk me nambahnya diperlukan biaya yang tidak sedikit. Maka MU-nya tinggi, dan orang ber sedia membayar harga yang mahal untuk memperolehnya. lngatjuga perbedaan antara barang ekonomi dan barang bebas. Barang ekonomi adalah terbatas, tersedia dalam jumlah yang kurang daripada yang dibutuhkan untuk semua orang, dan perlu di-usaha-kan. Oleh karena itu diperjualbelikan dengan harga tertentu. Tetapi barang bebas tersedia dalam jumlah melimpah sehingga tidak ada harganya dan tidak diperjualbelikan. Total Utilitynya mungkin sangat hesar, tetapi Marginal Utililty sama dengan 0. Hukum Gossen ke-Il atau keseimbangan konsumen Prinsip dasar dirumuskan dalam Hukum Gossen ke-Il, yang pada pokoknya mengatakan: Seorang konsumen yang bertindak rasional akan membagi-bagi pengeluaran uangnva untuk membeli berbagai macam barang sedemikian rupa sehingga kebutuhan-kehutuhannva terpenuhi secara seimbang, artinya sedemikian rupa sehingga rupiah terakhir yang dibelanjakan untuk membeli sesuatu memberikan marginal utility yang sama, entah dikeluarkan untuk membeli barang yang satu atau untuk membeli barang yang lain. Jalan pikiran dapat diringkas sbb.: Keputusan untuk membeli suatu barang tertentu (banang A) didasarkan atas perbandingan antara Marginal Utility (manfaat, kepuasan) yang diperoleh dan konsumsi barang tsb., dan harga yang harus dihayar untuk memperolehnya. Perbandingan tsb. dapat ditulis: atau dengan

kata lain: MU per Rp yang dikeluarkan. Faktor-faktor yang ikut mempengaruhi perilaku konsumen 1. Faktor individual: Setiap orang mempunyai sifat, bakat, minat, motivasi dan selera sendiri. Pola konsumsi mungkin juga dipengaruhi oleh faktor emosional. Sebagian hal ini memerlukan bantuan ilmu psikologi untuk menjelaskannya. Tetapi ada juga faktor obyektif, seperti umur, kelompok umur (anak, remaja, dewasa, berkeluarga) dan lingkungan yang mempengaruhi tidak hanya apa yang dikonsumsikan tetapi juga kapan, berapa, modelmodelnya, dan sebagainya. 2. Faktor ekonomi: Selain harga barang, pendapatan konsumen dan adanya sub stitusi, dan ada beberapa hal lain yang ikut berpengaruh terhadap permintaan sese orang/keluarga: - lingkungan fisik (panas, dingin, basah, keririg, dsh.) - kekayaan yang sudah dimiliki - pandangan/harapan mengenai penghasilan di masa yang akan datang dan besarnya jumlah keluarga (keluarga inti, program KB) - tersedia atau tidak kredit murah untuk konsumsi (koperasi,bank) 3. Faktor sosial orang hidup dalam masyarakat, harus menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Telah disebutkan bahwa gaya hidup orang kaya menjadi contoh yang suka ditiru oleh golongan masyarakat lainnya (demonstration effect) pada hal pola konsumsi golongan kaya sebagian hanya untuk pamer (conspicuous consumption) karena barang dibeli justru karena mahal. Dalam masyarakat kita unsur tidak mau kalah dengan tetangga masih amat kuat ! Juga pengaruh iklan ternyata kuat sekali. 4. Faktor kebudayaan, Pertimbangan berdasarkan agania dan adat kebiasaan dapat membuat keputusan untuk konsumsi jauh berbeda dengan apa yang diandakan dalarn teori. Misalnya keperluan korban, pakaian, peringatan han ke-7, ke-35, ke 100, dan ke- 1000 bagi orang yang telah meninggal, kebiasaan berhutang, tersedianya uang karena kehetulan mendapat giliran arisan, dsb. Standard hidup (standard of living) Standar hidup sering dipakai sebagai ukuran untuk membandingkan tingkat kese jahteraan antara berbagai bangsa (atau antara berbagai golongan di dalam batas satu negara). Standar hidup merupakan semacam pedoman tentang apa yang dipandang sebagai taraf hidup (ratarata) yang layak, wajar atau pantas, oleh karena itu dikejar oleh perorangan/keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Salah satu hasil yang diharapkan dalam usaha pembangunan ekonomi nasional adalah meningkatnya taraf hi dup masyarakat: kehutuhan dasar terpenuhi secara merata bagi seluruh rakyat (GBHN). Taraf hidup yang kenyataannya tercapai mungkin masih jauh di bawah standar yang digariskan. Taraf hidup menunjukkan pada barang dan jasa yang secara nyata di konsumsi oleh masyarakat. Biaya hidup menunjuk pada jumlah pengeluaran uang untuk membeli kebutuhan hidup sehari-hari. Salah satu contoh standar hidup minimal adalah Kebutuhan Fisik Minim (KFM) seperti yang disusun oleh Departemen Tenaga Kerja. KFM mencakup biaya hidup minimal yang diperlukan (otch bujang, keluarga dengan 2 atau 3 anak) agar dapat dj sebut hidup layak. Kenyataannya masih banyak tenaga buruh mendapat upah kurang dan KFM-nya!

You might also like