You are on page 1of 13

LAPORAN PENGALAMAN PENDIDIKAN PRA KLINIK RUANG IRNA 3B PENYAKIT DALAM RSUD AJIBARANG

Disusun oleh: DHITA ADE NUGROHO ISNANY PURWANTO P KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILM-ILMU KESEHATAN JURUSAN ILMU KEPERAWATAN PURWOKERTO 2011 G1D010060

Pengalaman Pra-Klinik Kelompok 2 Ruang IRNA 3B Bagian Penyakit Dalam

Pendahuluan Blok safety and comfort merupakan blok terakhir di semester genap ini. Blok ini membahas tentang keamanan serta kenyamanan pasien secara menyeluruh mulai dari pencegahan dan penanganan infeksi, injuri serta penanganan dalam mengurangi nyeri. Dalam blok ini mahasiswa tidak hanya dituntut untuk menguasai teorinya saja tetapi juga diharapkan bisa melakukan praktik dengan baik dan benar sesuai teori yang didapat untuk diterapkan di masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut, blok ini mengadakan pendidikan praklinik selama 2 minggu di Rumah Sakit Umum Daerah Ajibarang. Mahasiswa dibagi dalam beberapa kelompok. Dan kelompok 2A ditempatkan di instalasi rawat inap (irna) kelas 3B bagian penyakit dalam. Ruangan tersebut ada bermacam-macam penyakit mulai dari Tuberculosis, Demam Berdarah, Stroke, Jantung, Prolaps Uteri, Systemic Lupus Eritromosus, Konstpasi dan sebagainya. Laporan ini akan membahas tentang pengalaman kelompok 2A ruang 3B Penyakit Dalam. A. Orientasi Ruangan 3B (Irna Penyakit Dalam) RSUD Ajibarang Kegiatan yang kami lakukan di hari pertama adalah melakukan orientasi kepada para perawat dan pasien-pasien yang ada di ruangan tersebut serta melakukan observasi ruangan termasuk toilet pasien di ruang 3B bagian penyakit dalam. Perawat di ruang 3B memiliki attitude yang baik kepada pasien hanya saja sebagian dari meraka kurang menerapkan komunikasi terapeutik dengan baik. Komunikasi terapeutik yang baik itu meliputi tahap pra interaksi yaitu tahap persiapan alat, membaca rekamedis pasien, yang kedua tahap orientasi yaitu tahap dimana perawat itu mengenalkan dirinya kepada pasien,bertanya kepada pasien bagaimana keadaan yang ia rasakan. Kemudian tahap yang ketiga itu adalah melakukan tindakan sesuai prosedur dan tahap yang terakhir adalah tahap terminasi,dimana perawat membuat kontrak tindakan yang akan dilakukan selanjutnya, memberitahu bagaimana perkembangan dari pasien tersebut kepada keluarga maupun kepada pasiennya sendiri. (Perry,2005) Selanjutnya hasil observasi yang kami dapatkan di ruangan rawat inap ruang 3B,disana terlihat jendela tidak dibuka setiap hari, sehingga keadaan ruangan terlihat gelap dan pengap, dikarenakan sirkulasi udara dan cahaya matahari tidak dapat masuk kedalam ruangan, padahal di ruangan tersebut ada pasien yang menderita TBC,yang sangat membutuhkan udara segar,selain itu bakteri TBC juga akan mati jika terkena sinar ultra violet dari cahaya matahari, jika keadaan ruangan pengap dan udara yang masuk kurang maka bakteri tersebut akan tumbuh lebih cepat bahkan bisa menyebabkan penularan infeksi pada pasien maupun penghuni rumah sakit lainnya.

(Price, 2006) Ditambah lagi besarnya ruangan tidak sesuai dengan banyaknya pasien, hal ini menyebabkan sebagian pasien tidak mendapatkan kamar, sehingga privasi mereka kurang bahkan tidak terjaga,hal yang kami lakukan adalah membuka jendela ruangan dan membersihkannya setiap hari walaupun perawat disana tidak memberikan instruksi untuk melakukan itu. Toilet pasien pada ruang 3B bagian penyakit dalam ini menggunakan kloset duduk dan kloset jongkok, serta terlihat kurang bersih. Fasilitas dalam toilet tersebut juga belum sesuai standar, karena yang pertama mengenai kloset dalam toilet menggunakan kloset duduk, padahal kloset duduk ini bisa menjadi salah satu faktor resiko infeksi. Kemudian di dalam toilet juga tidak disediakan tissue. Fungsi dari tissue toilet salah ini satunya adalah bisa digunakan untuk mengeringkan bagian pinggir-pinggir kloset karena daerah yang lembab itu bisa menjadi reservoar bagi bakteri. Perbandingan jumlah pasien dengan kapasitas ruangan juga menyebabkan kenyamanan pasien tidak maksimal. Hal ini disebabkan karena keterbatasan fasilitas ruangan yang ada. Kenyamanan tidak hanya diperuntukkan bagi pasiennya tetapi juga para perawatnya, kenyamanan yang dimaksud berhubungan dengan Nurse station yang letaknya kurang strategis, karena jarak antara ruangan pasien dengan nurse station hanya beberapa cm saja hal ini membuat perawat maupun klien dan keluarga klien tidak nyaman, karena klien terlihat terganggu dengan aktivitas perawat di ruangan yang terlihat mondar-mandir, ditambah lagi dengan suara telepon masuk dan perbicangan-perbincangan dari perawat itu sendiri dengan volume yang cukup keras, sehingga hal tersebut akan menggangu kenyamanan klien terutama saat klien ingin beristirahat. Hasil observasi yang kami dapatkan selanjutnya adalah mengenai tindakan para perawat seperti, tindakan perawat pada perawatan luka. Saat perawat melakukan penggantian balutan pada pasien post operasi prostat sebenarnya perawat tahu dan mengerti akan teori tentang sterilisasi ketika membersihkan luka baik dari alat maupun bahan yang digunakan, akan tetapi prinsip sterilisasi kurang mereka perhatikan, hal ini dikarenakan peralatan yang tersedia di rumah sakit tersebut terbatas. Alat yang digunakan untuk pembalutan luka disterilisasi terlebih dahulu, alat-alat seperti pinset,korentang,kom steril,bengkok dll. Sterilisasi salah satunya bisa dilakukan dengan cara perebusan. Perebusan ini dilakukan sampai air mendidih kemudian ditambah selama 20menit baru alat-alat tersebut bisa digunakan. Untuk kasa disterilisasi dengan menggunakan autoclave. Autoclave diatur pada suhu sekitar 121oC selama 15 menit.(Setiawan,2010) Selain melakukan penggantian balutan, perawat juga melepaskan jahitan pada pasien post operasi prostat. Prinsip pelepasan jahitan tersebut adalah steril karena langsung berhubungan dengan luka. Jahitan dilepas secara bersilang, jadi pelepasan jahitan dilakukan secara bertahap,tidak dilakukan sekaligus dalam satu kali tindakan, hal ini berfungsi agar kulit bisa kembali seperti semula,sehingga resiko terjadinya injuri bisa teratasi.( Kuswadji,1993)

Tindakan yang selanjutnya adalah melakukan pemasangan kateter. Sebelum kateter dipasang, semua peralatan disiapkan dan kateter harus dicoba terlebih dahulu apakah kateter tersebut bisa berfungsi dengan abaik ataukah tidak. Cara menguji kateter tersebut adalah dengan memasukkan cairan AQUABIDES pada selang. Ciran AQUABIDES ini digunakan untuk melembabkan bagian dalam sekaligus untuk mengecek apakah kateter dalam kondisi baik atau tidak. Ketika pemasangan, prinsip steril harus digunakan karena keteter ini berhubungan langsung dengan organ tubuh bagian dalam, hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi. Perawat juga harus memperhatikan respon pasien ketika kateter itu dipasang, kemungkinan pasien merasakan nyeri saat pemasangan berlangsung. Untuk mengatasi rasa nyeri yang dialami pasien, perawat melakukan teknik relaksasi nafas dalam dan mengajak ngobrol klien(mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri),agar rasa nyeri yang dialami pasien bisa berkurang. Selang kateter yang akan dipasang, di beri gel ultrasound untuk memudahkannya masuk kedalam kandung kemih. Pasien yang terpasang kateter harus sering dilakukan bleder training, teknik ini merupakan cara agar pasien tidak mengalami ketergantungan. Pada saat melakukan penggantian kateter perawat memasukkan NaCl pada selang kateter. NaCl ini berfungsi untuk membersihkan bagian kandung kemih, karena kemungkinan pada bagian kandung kemih masih terdapat darah sisa pembedahan, dengan masuknya NaCl tersebut maka darah serta urin bisa keluar dari kandung kemih sehingga kandung kemih menjadi bersih dan terhindar dari infeksi. (Kristinawati Beti,2009) Hal yang paling sering kami lakukan adalah kegiatan mengganti linen pasien,dimana hal tersebut dilakukan setiap hari. Linen yang tersedia tidak sesuai dengan standard rumah sakit,karena hanya disana hanya tersedia laken,sedangkan standardnya harus tersedia laken,perlak,stik laken,agar saat klien inkontinensia urin maupun muntah tidak langsung terkena ke bed,namun keadaan bed di ruangan tidak terlalu buruk,karena mengunakan bed kulit yang tidak dapat tertembus air. Kemudian saat pemasangan tidak menggunakan metode segitiga,dikarenakan sudut linen menggunakan karet yang telah disesuiakan dengan bed. B. Masalah Keperawatan Di Ruang 3B RSUD Ajibarang Resiko Injury Pengalaman yang kami dapatkan berkaitan dengan resiko injury yang berhasil di lakukan observasi yaitu pada kamar mandi yang tidak terdapat pegangan, hal tersebut merupakan salah satu resiko injury terutama pada lansia. Karena kami temukan pada seorang lansia yang pergi ke toilet tanpa bantuan dari perawat, tetapi malah dibantu oleh sesama lansia (suaminya), padahal keduanya itu sama-sama sudah mengalami gangguan mobilitas fisik misalnya : mereka tidak bisa berjalan tegap, bungkuk ketika berjalan, dan kakinya bergetar ketika berjalan. Itu merupakan salah satu factor terjadinya injury.

Selain itu kondisi pasien lain yang kemungkinan mengalami resiko injury yaitu pada pasien lansia yang tempat tidurnya tidak dipakaikan pengaman. Ini adalah factor yang mengakibatkan resiko jatuh pada pasien lansia, baik pasien yang sadar maupun tidak sadar, karena kami menemukan pada pasien lansia yang sadar ketika obatnya jatuh, pasien berusaha mengambil obat sendiri padahal pasien dalam keadaan sesak nafas, pasien lansia tersebut hampir terjatuh dari tempat tidurnya, dan disini tidak ada perawat yang peka untuk membantu pasien membawa obatnya, dan tindakan yang kami lakukan adalah membantu mengambilkan obat yang terjatuh. Pada pasien yang tidak sadarkan diri tidak di berikan pengaman atau perlindungan di tempat tidur oleh pihak Rumah Sakit, ini merupakan factor resiko injury (jatuh dari tempat tidur). Akan tetatapi walaupun kejadian di atas terjadi, masih terdapat penanganan yang baik yaitu pada pasien yang memberontak karena pasien kesakitan dan akhirnya pada bagian kaki di restrain dengan pengikatan ke tempat tidur. Resiko injury yang kami temukan selanjutnya adalah di bagian toilet yang tidak terdapat pegangan,untuk membantu klien berjalan,sehingga hal tersebut akan meningkatkan resiko injury. Hal yang kami lakukan hanya melakukan observasi karena klien telah di bantu oleh pihak keluarga.

Mengatasi Nyeri Pathway Nyeri Faktor penyebab nyeri (usia, trauma{mekanik,kimiawi,termal})

Transduksi

Keluar mediator kimia{ex:prostaglandin}

Nosiseptor aktif timbul potensial aksi

Stimulus nyeri

Stimulus ke sumsum tulang

Transmisi

Farmasio retikularis (kewaspadaan nyeri)

Batang otak

Thalamus(persepsi nyeri) Persepsi Korteks( letak nyeri) Hipothalamus(melindungi nyeri)

Modulasi

Perbaikan(opioid endogenus menghambat nyeri) Gambar. 1( Sherwood,2001)

Nyeri itu bersifat subyektif dan individual, sehingga untuk bisa mengukur dan mengetahui nyeri yang dirasakan seseorang bisa dengan melakukan pengkajian secara komprehensif. Pengkajian komprehensif ini meliputi PQRST. P merupakan faktor pencetus yaitu faktor apa yang menyebabkan pasien itu nyerinya bertambah parah maupun faktor/ keadaan yang menyebabkan nyeri yang dialami pasien itu berkurang. Q adalah kualitas serta kuantitas dari nyeri yang dirasakan oleh pasien. Kualitas nyeri bisa diketahui dari pernyataan pasien tentang nyeri yang ia rasakan. Misalnya, nyeri seperti tertusuk-tusuk, nyeri seperti terbakar, teriris-iris. Kemudian untuk kuantitasnya bisa diketahui dari nyeri yang dirasakan itu ringan, sedang atau berat. R adalah regio yaitu letak nyeri itu dirasakan. S adalah skala skala nyeri, skala yang digunakan bisa skala numerik (0-10),skala face (respon wajahnya)dll. T(time) merupakan kapan nyeri itu dirasakan.(Priharjo,1993) Skala Nyeri Wong Baker Faces

Gambar. 2 Kami tidak hanya melakukan observasi , tetapi juga melakukan tindakan yang sekiranya sudah kami kuasai, termasuk tindakan untuk mengurangi rasa nyeri. Tindakan yang telah kami lakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Ajibarang antara lain, melakukan teknik relaksasi kompres hangat. Kompres hangat ini kami berikan kepada pasien yang demam. Respon pasien setelah diberikan kompres hangat selama setengah jam suhunya bertambah tinggi yaitu dari 38,1 menjadi 39,7, tetapi setelah satu jam pengompresan suhu tubuh pasien turun menjadi 34,9. Setelah suhu tubuhnya menurun pasien sudah tidak merasakan pusing dan pasien bisa tidur dengan nyenyak. Selain itu teknik relaksai yang dilakukan adalah dengan melakukan massage(pemijatan). Pemijatan ini diberikan kepada pasien yang merasakan nyeri pada bagian abdomennya akibat perubahan posisi. Skala nyeri yang dirasakan pasien adalah 7, pasien berkeringat dingin, pernafasannya cepat sehingga membutuhkan oksigen tetapi setelah pasien dilakukan pemijatan selama 15 menit pasien merasakan kenyamanan pada dirinya, rasa nyeri yang ia rasakan sudah berkurang,selain itu tindakan lain yang dilakukan adalah mengajarkan posisioning pada klien untuk mengurangi rasa nyerinya,terutama bagian prominen. Seperti posisi miring.

Resiko Infeksi Observasi yang telah kami lakukan berhubungan dengan resiko infeksi salah satunya adalah pada pasien dengan prolaps uteri. Prolaps uteri adalah organ bagian dalam (uteri) keluar, sehingga dalam melakukan perawatan pada uteri pasien tersebut harus benar-benar steril, karena apabila tidak dilakukan prinsip steril maka hal tersebut bisa menimbulkan peluang bagi mikroorganisme untuk masuk ke dalam tubuh dan menginvasi tubuh sehingga pasien bisa terinfeksi penyakit.(perry,2005). Sterilisasi tidak hanya dilakukan pada pasien tetapi juga dilakukan pada ruangan. Sterilisasi ruangan ini dilakukan pada ruangan-ruangan yang telah ditempati oleh pasien dengan penyakit menular sehingga ruangan harus disterilisasikan agar tidak terjadi penularan penaykit. Sterilisasi ruangan ini dilakukan dengan menggunakan sinar ultraviolet. Saat sinar ultraviolet pada alat sudah menyala, maka kita tidak boleh melihat sinar tersebut, karena dapat menimbulkan kerusakan pada mata dikarenakan radiasi dari sinar ultra violet itu sendiri. (Arminsin,Wiwin. 2006) Di sana kami hanya melihat keadaan sekitar dan melakukan observasi saat pemasangannya saja yaitu langkah pertama memutar pengaturan on/off, kemudian dilanjutkan dengan pengaturan waktu penyinaran,biasanya berkisar sekitar 3 jam,setelah itu lampu akan mati secara otomatis,setelah lampu mati maka sambungan listrik harus segera dicabut,karena bila tidak segera dicabut alat akan hidup kembali,system kerjanya seperti setrika listrik. Hal lain yang berhubungan dengan resiko infeksi adalah saat dilakukannya tranfusi darah pada pasien dengan anemia gravis. Prinsip transfusi darah adalah steril karena darah merupakan cairan yang mengangkut zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh yang secara langsung berhubungan dengan organ bagian dalam.Disana perawat yang melakukan tindakan sangat menjaga area steril yaitu bagian port untuk masuknya jarum sambungan dari infuse. Tindakan lain adalah pemasangan infuse yang prinsipnya juga steril karena semua invasive kedalam tubuh prinsipnya steril. Infus juga merupakan salah satu resiko terjadinya infeksi, jadi harus ada perawatan pada infus. Perawatan infus merupakan tindakan yang dilakukan dengan mengganti balutan /plester pada area insersi infus. Frekuensi penggantian balutan ditentukan oleh kondisi kulit pasien yang terpasang infus. Menurut Garner (1996) dalam buku Brunner, L & Suddarth, D (2002). Buku Ajar Keperawtan Medical Bedah (H, Kuncara,A Hartono, M. Ester , Y Asih. Terjemahan Ed.8) Vol 1. Penggntian balutan dilakukan setiap hari, tetapi saat ini telah dikurangi menjadi setiap 48 sampai 72 jam sekali, yakni bersamaan dengan penggantian daerah pamasangan IV. Tindakan kami disana adalah observasi tindakan pemasangan infuse dan membantu persiapan dan merapihkan alat yang telah digunakan.

PATHWAY INFEKSI

Agen (bakteri,mikroorganisme) Pejamu rentan Reservoar

Portal Masuk penularan Gambar. 3

Portal Keluar

Contoh yaitu penularan infeksi yang dikarenakan kurangnya kebersihan toilet. Misalnya, Pasien X menderita penyakit melena (BAB darah), pasien tersebut menggunakan fasilitas toilet yaitu BAB di kloset duduk. Ketika selesai BAB pasien membersihkan kloset tersebut tetapi bakteri yang keluar bersama BAB masih ada yang tertinggal di dudukan kloset. Kemudian ada pasien dengan demam thypoid menggunakan fasilitas tersebut dan kebetulan dia mengunakan kloset yang sama dengan pasien X. Bakteri yang masih tertinggal di kloset tersebut masuk ke tubuh pasien Y melalui mukosa kulit, karena pasien Y kondisi sitem imunnya rendah maka bakteri tersebut menginvasi pasien Y dan pasien Y pun terkena penyakit yang sama dengan pasien X.

Masuknya Organisme

Luka

Nyeri

Vasodilatasi pembuluh darah

Peningkatan leukosit

Pengeluaran mediatorkimia

Mobilitas Menurun

Timbul eksudat Peningkatan aliran darah ke area sekitar luka jaringan luka tak utuh Rubor (kemerahan) perpindahan permeabilitas meningkat

Fungsio Laesa

airan dari pembuluh

Kesimpulan : Berdasarkan uraian diatas tentang resiko ionfeksi,nyeri,dan resiki injury yang teridentifikasi di RSUD Ajibarang bahwa perwat disana sebenarnya sudah mengerti tentang konsep steril itu sendiri,namun untuk melakukannya masih belum sepenuhnya terlaksana dikarenakan keterbatasan sarana dan prasarana yang ada disana,tapi untuk menanggulangi keterbatasan itu perawat disana dapat memanfaatkan alat yang ada dengan baik sehingga prinsip aseptic tetap terjaga. Saran Tindakan 1. Setiap melakukan tindakan diharapkan memakai APD yang lengkap. Setidaknya memakai sarung tangan dan masker 2. Menerapkan komunikasi terapeutik, setiap kali melakukan tindakan kepada pasien Sarana Prasarana 1. Sirkulasi dalam ruangan seperti jendela maupun ventilasi udara diharapkan bias terbuka agar kondisi ruangan menjadi segar 2. Diharapkan setiap pasien dijaga privasinya(ex;pasien yang di selasar di beri tirai) 3. Toilet diberi pegangan untuk mengurangi resiko jatuh. 4. Disediakan tissue di toilet

DAFTAR PUSTAKA Arminsin,Wiwin. 2006. Efektivitas Sterilisasi dengan Ultra Violet http://www.litbang.depkes.go.id/risbinkes/Buku%20laporan %20penelitian%201997-2006/18-efektivitas_sterilisasi_dengan_s.htm Kuswadji, Sudjoko. 1993. Prinsip-prinsip teknik bedah. Jakarta: Hipokrates

Perry, Potter. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta:Buku Kedokteran EGC Potter, Carla. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC Price ,A.2006. Patofisiologi Vol 1. Jakarta: Buku Kedokteran EGC Priharjo,Robert. 1993. Perawatan Nyeri.Jakarta: Buku Kedokteran EGC Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel Hingga Sistem. Jakarta: EGC

You might also like