You are on page 1of 65

BAB I PENDAHULUAN A.

LATAR BELAKANG Berhasilnya pembangunan daerah sangat tergantung pada kondisi ketentraman dan ketertiban di wilayah dan terwujudnya ketentraman dan ketertiban wilayah itu dipengaruhi pula oleh perkembangan stabilitas politik di wilayah/daerah Oleh karena itu diperlukan adanya penanganan secara berkesinambungan dan terpadu serta terencana oleh pemerintah dalam pembinaan ketentraman dan ketertiban tersebut. Ketentraman dan ketertiban umum adalah suatu keadaan dinamis yang memungkinkan pemerintah daerah dan masyarakat melakukan kegiatannya dengan tentram, tertib dan teratur. Untuk menunjang pelaksanaan

pembangunan di daerah secera berkesinambungan, ketentraman dan ketertiban umum merupakan kebutuhan dasar dalam melaksanakan pelayanan

kesejahteraan masyarakat. Sesuai dengan isi dan jiwa Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan pasal 3 Peraturan Pemerintah Niomor 32 tahun 2004 tentang Pedoman Satuan Polisi Pamong Praja. Pelaksanaan Otonomi Daerah membawa perubahan dalamn pola hubungan antara Pemrintah Pusat dan Daerah. Pergeseran tersebut juga membawa perubahan dan dampak terhadap ketentraman dan ketertiban umum. Di samping perubahan tersebut juga terjadi perubahan tata pemerintahan, orientasi perencanaan mengalami pergeseran yang sejumlah hanya sebagai bagian proses administrasi untuk mencapai

tujuan organisasi publik secara internal bergeser menjadi bagian pokok dan penting dari proses perumusan dan alternativ tindakan untuk mencapai tujuan kolektif. Dalam rangka mewujudkan kondisi daerah yang aman, tentram, dan tertib serta guna menciptakan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kegiatan masyarakat yang kondusif perlu meningkatkan kinerja Satuan Polisi Pamong Praja dalam melaksanakan tugasnya. Belakang ini gerak langkah Satuan Polisi Pamong Praja (Sat Pol-PP) tidak pernah luput dari perhatian publik, mengingat segala aktivitasnya dengan mudah di ketahui melalui mass media, baik cetak maupun elektronik. Sayangnya image yang terbentuk di benak masyarakat atas sepak terjang Satuan Polisi Pamong Praja sangat jauh dari sosok ideal sejatinya yang menggambarkan aparatur Pemerintah Daerah dalam tugasnya menjunjung tinggi norma hukum, norma agama, hak asasi manusia dan norma-norma sosial lainnya yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Munculnya gambaran miring terhadap sosok aparat Polisi Pamong Praja tidak lain dan tidak bukan karena seringnya masyarakat di syguhi aksi-aksi refresif dan arogan dari aparat daerah tersebut dalam menjalankan perennya dalam memelihara dan menyelnggarakan keamanan dan ketertiban umum khususnya di kota-kota besar. Pembongkaran bangunan lias, penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL), razia Pekerja Seks Komersil (PSK), penertiban miras dan gelandangan sering di suguhkan oleh aparat Pol-PP. sekalipun tindakan-tindakan refresif tersebut hanyalah sebagian dari fungsi dan peran Pol-PP sebagai pengemban dan

penegak hukum non yudistial di daerah. Karena itu tidak berlebihan apabila kemudian masyarakat mencap aparat Pol-PP sebagai aparat kasar, arogan, penindas rakyat kecil dan sebutan-sebutan lain yang tidak enak di dengar di tambah dengan peran media masa yang sering membubuhinya dengan beritaberita sensasional, maka makin miringlah penggambaran masyarakat tentang Satuan Polisi Pamong Praja di mata masyarakat umum. Terlepas dari benar tidaknya gambaran masyarakat tentang Satuan Polisi Pamong Praja, dalam tulisan ini saya mencoba untuk menyegarkan kembali ingatan kita tentang bagaimana sejatinya fungsi dan peran Satuan Polisi Pamong Praja dalam rangka pembinaan keamanan dan penegak hukum. Gambaran ini penting untuk dikemukakan guna diperolehnya kesamaan pandangan baik dari masyarakat, Sat Pol-PP maupun pemangku kepentingan lainnya mengenai sosok Sat Pol-PP yang sesungguhnya. Harus diakui pada awal berdirinya di Yogyakarta pada tanggal 3 Maret 1950, Satuan Polisi Pamong Praja telah memberikan kontribusi yang sangat berharga bagi konsilidasi dan stabilitas territorial pada daerah-daerah yang berada di luar bidang kepolisian Negara merupakan masalah spesifikasi yang ditangani oleh Polisi Pamong Praja, salah satunya menangani bidang pemerintahan, umum, khususnya dalam pembinaan ketentraman dan ketertiban di daerah. Karena itu tidaklah bijaksana apabila kita memandang bahwa peran dan fungsi Polisi Pamong Praja dalam menyelenggarakan keamanan dan ketertiban sekan-akan hendak mengambil peran Polri, tetapi sebaliknya dalam upaya menjaga dan memelihara Kantibmas, sebagaimana dengan jelas dinyatakan dalam pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-undang

Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menyatakan Polri bertugas melakukan koordinasi, pengawasan dan pembinaan tekhnis ter dihadap Kepolisian Khusus, Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan bentuk-bentuk pengamanan Swarkarsa. Diberikannya kewenangan pada Satuan Polisi Pamong Praja untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat bukanlah tanpa alasan, namun di dukung dasar pijakan yuridis yang jelas sebagaimana dinyatakan dalm Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Khususnya Pasal 13 dan 14. Dalam pasal Undang-undang tersebut, pada huruf c tersebut disebutkan urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah daerah yang meliputi Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman Mastarakat. Demikian pula dengan pasal 148 dan 149 Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah yang mengamanatkan di bentuknya Satuan Polisi Pamong Praja untuk membantu Kepala Daerah dalam menegakan Peraturan Daerah dan Penyelenggaraan Ketertiban Umum serta Ketentraman Masyarakat. Dengan melihat kewenangan yang di berikan kepada Satuan Polisi Pamong Praja sangat penting dan strategis dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sesuai dengan lingkup tugasnya termasuk di dalamnya Penyelenggaraan Perlindungan Masyarakat. Satuan Polisi Pamong Praja mempunyai misi stragtegis dalam membantu Kepala Daerah untuk menciptakan suatu kondisi daerah yang tentram, tertib, teratur sehingga penyelenggaraan roda pemerintahan dapat berjalan dengan lancar dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan aman. Oleh

karena itu, disamping menegakan Peratutan Daerah, Pol-PP juga dituntut untuk menegakkan kebijakan pemerintah daerah lainnya yaitu Keputusan Kepala Daerah. Untuk mengoptimalkan kinerja Satuan Polisi Pamong Praja perlu di bangun kelembagaan yang handal, sehingga tujuan terwujudnya kondisi daerah yang tentram dan tertib dapat direalisasikan. Munculnya gangguan Ketentraman dan Ketertiban Umum dan timbulnya Pelanggaran Peraturan Daerah identik dengan kepadatan jumlah penduduk suatu daerah. Kabupaten Merangin yang berada di jalur strategis lintas Sumatra yang merupakan kawasan transit orang dan barang, sehingga tidak menutup kemungkinan timbulnya gangguan ketentraman dan ketertiban masyarakat. Disamping penduduk Kabupaten Merangin terdiri dari beberapa Suku, Ras, Agama dan Adat istiadat yang berbeda satu dengan yang lain. Dari perbedaan tersebut membawa akan pengaruh terhadap perkembangan wilayah khususnya di segi keamanan, sosial, budaya, politik dan ekonomi. Selain itu latar belakang penulis mermilih judul skripsi ini dilator belakangi dengan belum adanya penulisan yang mengangkat permasalahan di bidang ketentraman dan ketertiban khususnya di Kabupaten Merangin. Adapun faktor-faktor penulis memilih Kabupaten Merangin sebagai objek penelitian dalam skripsi ini adalah : 1. Penulis menilai bahwa ketentraman dan ketertiban di Kabupaten Merangin masih relatif stabil. 2. Dalam penelitian ini penulis sangat terbantu di dalam memperoleh dan menghimpun data yang berhubungan dengan judul skripsi ini.

3. Belum adanya karya ilmiah/skripsi yang mengangkat dan membahas fungsi Polisi Pamong Praja dalam memelihara ketentraman dan ketertiban berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2004 khusu Kabupaten Merangin. Berdasarkan uraian di atas dan dilandasi dengan keinginan yang kuat untuk mengetahui lebih dalam mengenai fungsi Polisi Pamong Praja dalam memelihara Ketentraman dan Ketertiban Umum, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dan menuangkan dalam suatu Karya Ilmiah yang berbentuk Skripsi dengan judul Fungsi Polisi Pamong Praja dalam Memelihara Ketentraman dan Ketertiban di Kabupaten Merangin berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2004.

Pasal 148 dan Pasal 149 UU No.32 Tahun 2004, Tugas Pokok dan Fungsi Polisi Pamong Praja PP Nomor 32 tahun 2004, tentang Pedoman Satuan Polisi Pamong Praja

B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan judul dan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah fungsi Polisi Pamong Praja dalam memelihara ketentraman dan ketertiban di Kabupaten Merangin berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2004. 2. Kendala-kendala apa saja yang di hadapi Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Merangin dalam memelihara Ketentraman dan Ketertiban di Kabupaten Merangin. 3. Upaya apa saja yang dilakukan satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Merangin dalam mengatasi kendala-kendala memelihara ketentraman dan ketertiban di kabupaten Merangin. C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Dari penelitian ini penulis berharap bisa mencapai tujuan yang diharapkan yaitu : 1. Penelitian yang dituangkan dalam bentuk Karya Ilmiah dapat memenuhi sebagian syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jambi. 2. Dari penelitian ini dapat memberi manfaat dan sumbangan pikiran serta menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi pembaca dan penulis sendiri tentang fungsi Polisi Pamong Praja dalam memelihara Ketentraman dan Ketertiban.

3. Penelitian ini dapat sebagai tolak ukur dalam member solusi terhadap kendala yang di hadapi Satuan Polisi Pamong Praja dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya. D. METODOLOGI PENELITIAN 1. Lokasi Penelitian Adapun lokasi penelitian dalam penulisan judul skripsi Fungsi Polisi Pamong Praja dalam memelihara ketentraman dan ketertiban berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2004 adalah pada Kantor satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Merangin. 2. Bentuk Penelitian Bentuk penelitian adalah yuridis empiris yaitu melihat bagaimana ketentuan yang berlaku berdasarkan pada Peraturan Perundang-undangan dengan membanding pada fakta yang ada dilapangan atau berdasarkan pada kenyataan. 3. Tata cara penarikan kesimpulan Tatacara penarikan sampel yang digunakan adalah Purposive Sampling yaitu para masyarakat yang melakukan tindakan pelanggaran Peraturan Daerah dan masyarakat umum. Sebagai informan adalah para Camat dan Lurah selaku perpanjangan tangan Pemerintah Kabupaten Merangin di tingkat Kecamatan dan Kelurahan.

BAB II TINJUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN POLISI PAMONG PRAJA Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pada pasal 148 ayat (1) disebutkan untuk membantu Kepala Daerah dalam menegakkan Peraturan Daerah atau Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat di bentuk Satuan Polisi Pamong Praja. Dengan telah diterbitkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pedoman Satuan Polisi Pamong Praja telah memberi dasar hukum yang kuat bagi Polisi Pamong Praja dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai Penegak Peraturan Daerah. Polisi Pamong Praja mempunyai tugas misi strategis dalam membantu Bupati untuk menciptakan suatu kondisi daerah yang tentram, tertib dan teratur sehingga

penyelenggaraan roda pemerintahan dapat berjalan lancar dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan aman. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2004 tentang Pedoman Satuan Polisi Pamong Praja pasal 1 angka 4 dinyatakan bahwa Satuan Polisi Pamong Praja adalah Perangkat Pemerintah Daerah dalam memelihara dan menyelenggarakan Ketentraman dan Ketertiban Umum serta menegakkan Paraturan Daerah. Sedangkan dalam pasal 1 angka 5 dibunyikan bahwa Polisi Pamong Praja adalah Aparatur Pemerintah Daerah yang melaksanakan tugas Kepala Daerah dalam memelihara dan menyelenggarakan Ketentraman

dan Ketertiban Umum, menegakan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2004 pasal 1 angka 4 dan 5 hal 7

10

B. DASAR HUKUM TENTANG POLISI PAMONG PRAJA Kepala Wilayah menempati kedudukan yang strategis dalam Pembinaan Ketentraman dan Ketertiban di wilayahnya. Pasal 80 Undang-undang Nomor 5 tahun 1974 Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah menjabarkan bahwa Kepala Wilayah sebagai Wakil Pemerintahan Pusat Penguasa Tunggal di Bidang Pemerintahan Dalam Wilayahnya, Mengkoordinasikan Pembangunan dan Membina Kehidupan Masyarakat di segala bidang. Mengingat luasnya Wilayah Negara Republik Indonesia dan untuk menjamin tindakan yang cepat serta tepat pada waktunya maka menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 kepada Kepala Wilayah dalam keadaan biasa di berikan Wewenang Pembinaan Ketentraman dan Ketertiban di Wilayahnya meliputi : 1. Wewenang pengaturan untuk dapat mendorong terciptanya Keamanan dan Ketertiban Msayarakat. 2. Wewenang pengaturan-pengaturan kegiatan penanggulangan bencanabencana, baik bencana alam maupun bencana akibat perbuatan manusia. 3. Wewenang pengaturan kegiatan-kegiatan dim bidang politik, ekonomi, dan sosial budaya. Dalam pasal 86 Undang-undang Nomor 5 tahun 1974 diatas dijelaskan Polisi Pamong Praja adalah salah satu aparat pusat yang berada di daerah untuk membantu Kepala Wilayah dalam menyelenggarakan urusan

Pemerintahan Umum. Dalam masa orde baru, Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

menggunakan model sentralisasi, namun pada era reformasi, penyelenggaraan

11

Pemerintah daerah dalam Penyelenggaraan Pemerintah Daerah diatur dalam Undang-Undang nomor 22 tahun 1990 Jo Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004. Undang-Undang ini menghapus Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 yang sentralisasi. Format baru Pemerintah Daerah di Bawah Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 di arahkan kepada terciptanya kemandirian daerah dengan meletakkan suatu prinsip etonomi yang luas dan utuh pada daerah Kabupaten/Kota. Asas utama Penyelenggaraan Pemerintah Daerah dalam Peraturan Perundang-Undangan ini menganut asas Dekonsentrasi dan tugas Pembantuan. Keberadaan Polisi Pamong Praja di suatu wilayah sangat penting sekali eksistensinya dalam rangka menegakkan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku khususnya Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah yang mempunyai sanski hukum. Dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 148 ayat (1) menegaskan bahwa untuk membantu Kepala Daerah dan Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat di bentuk Satuan Polisi Pamong Praja. Keberadaan Polisi Pamong Praja yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2004 tentang Pedoman Satuan Polisi Pamong Praja.

C. TUGAS POKOK DAN FUNGSI POLISI PAMONG PRAJA. Landasan Konstitusional penyelenggaraan Pemerintah Daerah adalah UUD 1945 pasal 18, 18 A, dan 18 B. Pengaturan ini berdasarkan amandemen kedua, kemudian di lengkapi dengan UU organic lainnya, yaitu Undang-

12

Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang Pedoman Satuan Polisi Pamong Praja. Di Negara kita secara hirarki tata urut Peraturan Perundang-Undangan adalah : UUD 1945 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Keputusan Presiden Peraturan Daerah 1. Peraturan Daerah Provinsi 2. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota Perdes.

Dari tata urut Peraturan Perundang-Undangan di atas, Polisi Pamong Praja mempunyai tugas membantu Kepala Daerah dalam menegakkan Peraturan Daerah, Keputusan Kepala Daerah dan pengamanan asset daerah. Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Merangin Nomor 21 tahun 2008 tentang Oragnisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja di jelaskan bahwa tugas pokok dan fungsi Polisi Pamong Praja di Kabupaten Merangin sebagai berikut : a. Tugas Pokok Satuan Polisi Pamong Praja mempunyai tugas memelihara dan meyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum, menegakan

peraturan daerah, peraturan kepala daerah dan keputusan kepala daerah.

13

b. Fungsi Untuk melaksanakan tugas sebagaimana di maksud, Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Merangin menyelenggarakan fungsi. 1. Penyusunan program pelaksanaan ketentraman danm ketertiban umum penegakan peraturan daerah, peraturan kepala daerah dan keputusan kepala daerah. 2. Pelaksanaan kebijakan pemeliharaan dan penyelenggaraan

ketentraman dan ketertiban umum di daerah. 3. Pelaksanaan kebijakan penegakan peraturan daerah, peraturan kepala daerah dan keputusan kepala daerah. 4. Pelaksanaan korrdinasi pemeliharaan dan penyelenggaraan

ketentraman dan ketertiban umum, serta penegakan peraturan daerah, peraturan kepala daerah dan keputusan kepala daerah dengan aparat Kepolisian Negara, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), dan/atau aparatur lainnya. Di samping tugas pokok dan fungsi, Polisi Pamong Praja Kabupaten Merangin juga melaksanakan kegiatan antara lain : Pengamanan Asset Daerah Patroli Wilayah Pengamanan Unjuk Rasa Pengawasan dan Penyelidikan Pelanggaran Perda.

Khusus untuk asset daerah dapat dibedakan : 1. Asset bergerak diantaranya : Bupati dan Wakil Bupati

14

Sekretaris Daerah PNS Kabupaten Merangin Kendaraan Dinas Roda 2 (dua) dan Roda 4 (empat)

2. Asset tidak bergerak diantaranya : Dalam Tanah Gedung rangka pengamanan asset bergerak seperti Bupati/Wakil

Bupati/Sekretaris Daerah maka dalam rangka pejabat tersebut melakukan kunjungan kerja, Polisi Pamong Praja melakukan pengawalan,

pengamanan pejabat tersebut.

Bachsan MUSTAFA, SH, Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara, Bandung, 1985 Ramdani Wahyu, M.Ag,.M.Si Ilmu Sosial Dasar 2007 Perda Kab. Merangin Nomor 21 Tahun 2008

15

BAB III PEMBAHASAN

A. FUNGSI

POLISI

PAMONG

PRAJA

DALAM

MEMELIHARA

KETENTRAMAN DAN KETERTIBAN Gambaran umum Kabupaten Merangin dan keadaan lembaga Polisi Pamong Praja Kabupaten Merangin. a. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Merangin. Kabupaten Merangin adalah salah satu Kabupaten Daerah Tingkat II dalam Provinsi Jambi, dan di bentuk berdasarkan Undang-Undang nomor 7 Tahun 1965 (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 50) dan dirubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 54 tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi, dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Lembaran Negera Republik Indonesia tahun 1999 Nomor 182). Adapun letak dan batasnya : Sebelah Utara berbatas dengan Kabupaten Bungo Sebelah Selatan berbatas dengan Kabupaten Sarolangun Sebelah Barat berbatas dengan Kabupaten Kerinci Sebekah Timur berbatas dengan Kabupaten Batanghari

Adapun luas Kabupaten Merangin seluas 7.679 Km2 yang terdiri dari 24 Kecamatan, 202 Desa dan 10 Kelurahan dengan jumlah penduduk 311.000 Jiwa. Dua Puluh Empat Kecamatan tersebut antara lain : 1. Kecamatan Bangko

16

2. Kecamatan Bangko Barat 3. Kecamatan Batang Masumai 4. Kecamatan Nalo Tantang 5. Kecamatan Sungai Manau 6. Kecamatan Pangkalan Jambu 7. Kecamatan Renah Pembarap 8. Kecamatan Pamenang 9. Kecamatan Pamenang Barat 10. Kecamatan Renah Pamenang 11. Kecamatan Pamenang Selatan 12. Kecamatan Tabir 13. Kecamatan Tabir Ulu 14. Kecamatan Tabir Ilir 15. Kecamatan Tabir Timur 16. Kecamatan Tabir Barat 17. Kecamatan Tabir Selatan 18. Kecamatan tabir Lintas 19. Kecamatan Margo Tabir 20. Kecamatan Jangkat 21. Kecamatan Sungai Tenang 22. Kecamatan Lembah Masurai 23. Kecamatan Muara Siau 24. Kecamatan Tiang Pumpung

17

b. Keadaan Lembaga Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Merangin Sebelum diterbitkan Perda Nomor 21 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Polisi Pamong Praja, Sat Pol-PP Kabupaten Merangin masih berada di bawah naungan Sekretariat Daerah Kabupaten Merangin. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 03 tahun 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD Kabupaten Merangin. Adapun Struktur Oragnisasi Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Merangin berdasarkan Perda Nomor 03 tahun 2004 dan Perda Nomor 21 tahun 2008 dapat dilihat di bawah ini :

18

19

20

c. Jumlah Personil Polisi Pamong Praja Kabupaten Merangin Adapun jumlah personil Satuan Polisi Pamong Praja secara keseluruhan 236 orang dengan klasifikasi golongan sebagai berikut : Golongan IV sebanyak Golongan III sebanyak = 1 orang = 6 orang

Golongan II sebanyak = 46 orang Golongan I sebanyak = 14 orang PTT sebanyak = 169 0rang = 236 orang

Jumlah

Apabila kita bandingkan antara kelembagaan Satuan Polisi Pamong Praja berdasarkan pada Perda Nomor 03 Tahun 2004, maka kita sepakat bahwa kelembagaan Satuan Polisi Pamong Praja yang di tetapkan dengan Perda Nomor 21 Tahun 2008 lebih baik karena di segi kewenangan dan tanggung jawab yang dibebankan kepada lembaga Satuan Polisi Pamong Praja lebih masksimal di bandingkan dengan sebelumnya. Untuk mewujudkan peran Polisi Pamong Praja dalam membina ketentraman dan ketertiban umum di daerah serta menegakan peraturan daerah dalam rangka mengamankan dan mengoptimalkan pola standarisasi pelaksanaan tugas-tugas operasional Satuan Polisi Pamong Praja dalam penegakan peraturan daerah harus menggunakan prosedur/ketentuan sehingga sasaran dan tujuan dapat tercapai dengan baik. Di Kabupaten Merangin penegakan Perda dan Keputusan Kepala Daerah yang rutinitas di laksanakan adalah : Perda Nomor 11 Tahun 2005 tentang Larangan Pelacuran

21

Perda Nomor 12 Tahun 2004 tentang Penertiban Ternak Perda Nomor 07 Tahun 2004 tentang Larangan Minuman Keras Surat Keputusan Bupati Merangin Nomor 302 Tahun 2008 tentang

Pedagang Kaki Lima dan Jalur Hijau. Peraturan Daerah yang mengandung sanksi hukum, secara langsung maupun tidak langsung akan memberi pengaruh terhadap ketentraman dan ketertiban, karena Perda-Perda yang mengandung sanksi hukum akan berkaitan dan berhubungan langsung dengan orang yang melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan peraturan dan ketentuan perundangundangan. d. Ketentuan Pelaksanaan Memelihara Ketentraman dan Ketertiban Umum 1. Umum Persyaratan yang harus dimiliki oleh setiap petugas Pembina ketentraman dan ketertiban umum adalah : 1) Setiap petugas harus memiliki wawasan dan ilmu pengetahuan tentang dasar-dasar ilmu pembinaan/penyuluhan terutama

pengetahuan tentang berbagai bentuk Peraturan daerah dan Peraturan Perundangan lainnya. 2) Dapat meyampaikan maksud dan tujuan dengan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dapat juga dengan bahasa daerah setempat. 3) Menguasi teknik peyampaian informasi dan teknik presentasi yang baik. 4) Berwibawa, penuh percaya diri dan tanggungjawab yang tinggi. 5) Setiap petugas harus dapat menarik simpati masyarakat.

22

6) Sanggup menerima saran dan krtitik masyrakat khususnya Satuan Polisi Pamong Praja dan kepada Pemerintah Daerah umumnya serta mampu mengidentifikasi masalah, juga dapat memberikan alternative pemecahan masalah tanpa mengurangi tugas pokoknya. 7) Petugas Pembina ketentraman dan ketertiban umum harus memiliki sifat : a) Ulet dan tahan uji b) Dapat memberikan jawaban yang memuaskan kepada semua pihak terutama yang menyangkut tugas pokoknya. c) Mampu membaca situasi. d) Memiliki suri tauladan dan dapat di contoh oleh aparat Pemerintah Daerah lainnya. e) Ramah, sopan, santun dan menghargai pendapat orang lain. 2. Khusus Pengetahuan dasar yang harus dimiliki oleh petugas pembinaan ketentraman dan ketertiban umum adalah : 1) Pengetahuan tentang tugas-tugas pokok Polisi Pamong Praja khususnya dan Pemerintah Daerah umumnya. 2) Pengetahuan dasar-dasar hukum dan peraturan perundangundangan. 3) Mengetahui dasar-dasar hukum pelaksanaan tugas Polisi Pamong Praja. 4) Mengetahui dasar-dasar Ilmu Komunikasi.

23

5) Memahami dan menguasi adat istiadat dan kebiasaan yang berlaku di daerah. 6) Memehamai dan menguasi serta mampu membaca situasi yang berpotensi dapat menganggu kondisi ketentraman dan ketertiban umum di daerah baik di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya dan agama. 7) Mengetahui dan memahami dasar-dasar pengetahuan dan dasar hukum pembinaan dan ketertiban umum. e. Perlengkapan dan Peralatan a) Surat Perintah Tugas. b) Kelengkapan pakaian yang digunakan. c) Kendaraan Operasional (mobil patrol dan mobil penerangan) yang dilengkapi dengan pengeras suara dan lampu sirine. d) Kendaraan roda dua guna memberikan pembinaan dan penertiban terhadap anggota masyarakat yang ditetapkan sebagai sasaran yang lokasinya sulit ditempuh oleh kendaraan roda dua. e) Perlengkapan Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K) f) Alat pelindung diri seperti topi lapangan/helm dan pentungan. g) Alat-alat perlengkapan lain yang mendukung kelancaran pembinaan ketentraman dan ketertiban umum. f. Tahap, Bentuk dan Cara Pelaksanaan Salah satu cara pembinaan Ketentraman dan Ketertiban Umum adalah Sosialisasi Produk Hukum, terutama Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah dan Produk Hukum, perundangan lainnya dalam menjalankan roda

24

Pemerintahan di Daerah kepada Masyarakat. Hal tersebut tidak dapat dilaksanakan secara sekaligus akan tetapi bertahap dan berkesinambungan, sehingga masyarakat akan memahami arti pentingnya ketaatan dan kepatuhan terhadap produk hukum daerah, oleh karena itu didalam sosialisasi harus memenuhi : a) Penetapan dukungan adminsitrasi b) Penetapan materi sosialisasi dilakukan agar maksud dan tujuan sosialisasi dapat tercapai dengan terarah. Selain itu penetapan materi sosialisasi disesuaikan dengan subjek objek dan sasaran sosialisasi. c) Penetapan tempat. Sosialisasi dilakukan dapat bersifat formal dan informal, hal tersebut sangat tergantung kepada kondisi lapangan. d) Penetapan sasaran sosialisasi seperti perorangan, kelompok dan Badan Usaha. e) Penetepan waktu pelaksanaan sosialisasi seperti Bulanan, Triwulan, Semester dan Tahunan. Perencanaan dengan penggelan waktu tersebut dimaksudkan agar tiap kegiatan yang dilakukan memiliki limit waktu yang jelas dan mempermudah penilaian keberhasilan dari kegiatan yang dilakukan. f) Penentuan nara sumber. Adapun bentuk metode dalam rangka pembinaan ketentraman dan ketertiban umum tersebut dilakukan melalui 2 (dua) cara : a. Formal 1) Sasaran Perorangan

25

a) Pembinaa dilakukan dengan cara mengunjungi anggota masyarakat yang telah diberikan arahan dan himbauan akan arti pentingnya ketaatan terhadap Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah dan Produk Hukum lainnya. b) Mengundang/memanggil anggota masyarakat yang

perbuatannya telah melanggar dari ketentuan Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah dan produk hukum lainnya untuk memberikan arahan dan pembinaan bahwa perbuatan yang telah dilakukannya menganggu ketentraman dan ketertiban umum masyarakat secara umum. 2) Sasaran Kelompok. Pembinaan ketentraman dan ketertiban umum dilakukan dengan dukungan fasilitas dari Pemerintah Daerah dengan menghadirkan masyarakat disuatu gedung pertemuan yang ditetapkan sebagai sasaran serta nara sumber membahas arti pentingnya ketaatan dan kepatuhan terhadap Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah dan produk hukum lainnya guna memelihara ketertiban umum. b. Informal Seluruh Aparat Pemerintah Daerah khususnya aparat dibidang penertiban seperti Polisi Pamong Praja, mempunyai kewajiban moral untuk menyampaikan informasi dan himbauan yang terkait dengan Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah dan produk hukum lainnya kepada masyarakat. Hal tersebut dapat dilakukan dilingkungan

26

keluarga, tempat tinggal, tempat ibadah maupun ditempat-tempat lainnya yang memungkinkan untuk melakukan pembinaan. Metode yang dilakukan dalam pembinaan ketentraman dan ketertiban umum adalah dengan membina saling asah, asih dan asuh diantara aparat penertiban dan masyarakat tanpa mengabaikan kepentingan masing-masing dalam rangka peningkatan ketaatan dan kepatuhan terhadap Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah. Dengan demikian harapan dari Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pelayanan kepada mnasyarakat dalam proses pembangunan dalam keadaan tenteram dan tertib di daerah adapat terwujud. Selain itu pelaksanaan pembinaan, ketentraman dan ketertiban umum juga dilakukan dengan memanfaatkan sarana dan fasilitas umum yaitu 1) Media massa dan Media Elektronik seperti radio dan televise. 2) Pembinaan yang dilakukan pada tingkat RT, RW Desa/Kelurahan dan Kecamatan. 3) Tatap Muka 4) Pembinaan yang dilakukan oleh sebuah Tim yang khusus dibentuk untuk memberikan arahan dan informasi kepada masyarakat seperti Tim Ramadhan, Tim ketertiban, Kebersihan dan Keindahan (K3) dan bentuk Tim lainnya yang membawa misi Pemerintah Daerah dalam memelihara ketentraman dan ketertiban umum. g. Teknis Operasional Teknis Operasional Pembinaan Ketentraman dan Ketertiban Umum dalam menjalakan tugasnya :

27

a) Sebelum menuju lokasi sasaran binaan, petugas yang ditunjuk lebih dahulu mendapatkan arahan dan petunjuk tentang maksud dan tujuan pemerintah yang termasuk aklternatif pemecahan masalah dari Pimpinan. b) Mempersiapkan dan mengecek segala kebutuhan dan perlengkapan serta peralatan yang harus dibawa. c) Setiap petugas yang diperintahkan harus dilengkapi dengan surat perintah tugas. d) Menguasai dan memahami Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah dan produk hukum lainnya serta daerah binaan yang dijadikan sasaran sebelum dilakukan pembinaan. Penertiban dilakukan dalam rangka peningkatan ketaatan masyarakat terhadap peraturan, tetapi tindakan tersebut hanya terbatas pada tindakan peringatan dan penghentian sementara kegiatan yang melanggar Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah dan produk hukum lainnya. Sedangkan putusan final atas pelanggaran tersebut merupakan kewenangan Instansi atau Pejabat yang berwenang, untuk itu penertiban disini tidak dapat diartikan sebagai tindakan, penyidikan, penertiban yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja adalah tindakan yang Non Yusticial. Dalam pelaksanaannya baik upaya bimbingan dan upaya penertiban, maka: a) Seorang Anggota Polisi Pamong Praja dalam setiap pelaksanaannya juga harus mendengar keluhan dan permasalahan anggota masyarakat

28

yang melakukan pelanggaran ketentuan Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah dan produk hukum lainnya dengan cara : 1) Dengar keluhan masyarakat dengan seksama. 2) Tidak memotong pembicaraan orang. 3) Tanggapi dengan singkat dan jelas terhadap permasalahannya. 4) Jangan langsung menyalahkan ide/pendapat/keluhan/perbuatan masyarakat. 5) Jadilah pembicara yang baik. b) Setelah mendengar keluhan dari masyarakat yang harus dilakukan adalah : 1) Memperkenalkan kedatangannya. 2) Menjelaskan kepada masyarakat, bahwa perbuatan yang danm menjelaskan maksud dan tujuan

dilakukannya telah melanggar Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah dan produk hukum lainnya, jika tidak cukup waktu maka kepada sipelanggar dapat diberikan surat panggilan atau undangan untuk datang ke Satuan Polisi Pamong Praja, untuk meminta keterangan atas perbuatan yang dilakukannya dan diberikan pembinaan dan penyuluhan. 3) Berani menegur terhadap masyarakat atau Aparat Pemerintah lainnya yang tertangkap tangan melakukan tindakan pelanggararn ketentuan Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah dan produk hukum lainnya.

29

4) Jika telah dilakukan pembinaan ternyata masih melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah dan produk hukum lainnya, maka kegiatan selanjutnya adalah tindakan penertiban dengan bekerjasama dengan aparat Penertiban lainnya serta Penyidik Pegawai Negeri. h. Pembinaan 1. Pembinaan Tertib Pemerintahan : 1) Melaksanakan piket secara bergiliran 2) Memberikan bimbingan dan pengawasan terhadap pengamanan kantor 3) Memberikan/memfasilitasi bimbingan dan pengawasan serta membentuk pelaksanaan Siskamling bagi Desa dan Kelurahan 4) Memberikan bimbingan dan pengawasan adminsitrasi 5) Melaksanakan kunjungan pengawasan dan pemantauan dalam rangka membina pelaksanaan Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah dan produk humum lainnya. 6) Memberikan pengamanan terhadap usaha/kegiatan yang dilakukan secara masal, untuk mencegah timbulnya gangguan ketentraman dan ketertiban umum. 7) Melakukan usaha dan kegiatan untuk mencegah timbulnya kriminalitas 8) Mengadakan pemeriksaan terhadap bangunan tanpa izin, tempat usaha dan melakukan penertiban.

30

9) Melakukan usaha dan kegiatan dalam rangka menyelesaikan sangketa dalam masyarakat 10) Melakukan berbagai usaha dan kegiatan sektoral. 2. Pembinaan Tertib Lingkungan 1) Memberikan Bimbingan dan Pengawasan terhadap pengambilan pasir batu (galian c) dalam rangka pelestarian lingkungan 2) Memberikan bimbingan pengawasan mengenai kebersihan

lingkungan hidup dengan sasaran pusat-pusat kegiatan masyarakat seperti pasar. 3) Memberikan bimbingan dan pengawasan terhadap usaha dan kegiatan yang mengandalkan lingkungan untuk menghasilkan barang produksi 4) Melakukan usaha dan kegiatan penanggulangan bencana alam. 3. Pembinaan Tertib Sosial 1) Preventif melalui penyuluhan, bimbingan, latihan pemberian bantuan pengawasan serta pembinaan baik kepada perorangan maupun kelompok masyarakat yang diperkirakan menjadi sumber timbulnya gelandangan, pengemis dan WTS. 2) Refresif melalui razia, penampungan sementara untuk mengurangi gelandangan, pengemis dan WTS baik kepada perorangan maupun kelompok masyarakat yang disangka sebagai gelandangan, pengemis dan WTS. 3) Rehabilitas meliputi penampungan, pengaturan pendidikan,

pemilihan kemampuan dan penyaluran kembali ke kampong

31

halaman untuk mengembalikan peran mereka sebagai warga masyarakat. 4) Mengadakan penertiban agar aktifitas pasar dapat berjalan lancar, aman, tertib dan bersih. 5) Memonitor, memberikan motivasi dan mengawasan terhadap warung, took, rumah makan yang melakukan kegiatan tanpa dilengkapi dengan usaha. 6) Melakukan kerjasama dengan Dinas/Instansi terkait dan aparat keamanan dan ketertiban kawasan lahan parker. 7) Melakukan pengawasan dan penertiban terhadap para pelanggar Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah dan produk hukum lainnya. 8) Melakukan pembinaan mengenai peningkatan kesadaran

masyarakat dan membayar pajak dan retribusi yang ditetapkan Pemerintah Daerah serta melakukan usaha dan kegiatan dalam rangka meningkatkan target penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) i. Administrasi a. Persiapan 1) Penetapan sasaran, waktu dan objek yang akan diberikan pembinaan. 2) Penetapan tempat, bentuk dan metode pembinaan 3) Mengadakan survey lapangan

32

4) Mengadakan koordinasi dengan Dinas/Instansi terkait dan aparat keamanan dan ketertiban. 5) Penyiapan administrasi pembinaan seperti daftar hadir, surat perintah, surat teguran dan surat panggilan terhadap masyarakat yang melakukan pelanggaran Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah dan produk hukum lainnya. 6) Pimpinan kegiatan memberikan arahan dan menjelaskan maksud dan tujuan kepada anggota Tim yang bertugas melakukan pembinaan. b. Pelaksanaan 1) Sebelum menuju sasaran bagi anggota Satuan Polisi Pamong Praja yang bertugas melakukan pembinaan terlebih dahulu memeriksa kelengkapan administrasi peralatan dan kelengkapan yang akan dibawa. 2) Pelaksanaan pembinaan ketentraman dan ketertiban umum yang berhubungan dengan ruang lingkup tugas perlu dikoordinasikan dengan Dinas/Instansi terkait. 3) Bentuk koordinasi ketentraman dan ketertiban umum didaerah dilakukan sesuai dengen keperluan: a) Melalui rapar korrdinasi dengan Instansi terkait. b) Rapat koordinasi pelaksanaan c) Penerapan sanksi kepada pelanggar sesuai dengan kewenangan. 4) Pembinaan yang dilakukan melalui penggilan resmi maupun surat teguran, setelah ditanda tangani oleh penerima, maka petugas

33

segera menjelaskan maksud dan tujuan panggilan. Pemberian teguran tersebut diserahkan kepada si penerima dan satu lagi diserahkan kepada arsip untuk memudahkan pengecekan. 5) Pembinaan yang dilakukan secara tatap muka langsung wawancara bagi petugas Pembina harus mempedomani teknik-teknik

berkomunikasi dengan memperhatikan sikap sopan santun dalam berbicara. 6) Pembinaan yang dilakukan melalui forum disesuaikan dengan maksud dan tujuan pertemuan tersebut dengan dibuatkan notulen atau hasil pembahasan pembicaraanya. c. Evaluasi 1) Setelah pelaksanaan kegiatan pembinaan ketentraman dan

ketertiban baik yang dilakukan secara rutin, insidentil maupun operasi gabungan segera melaporkannya kepada Kepala Satuan Polisi Pamong Praja dan dari Kepala kantor Polisi Pamong Paraja/yang memerintahkan melaporkan kepada Kepala Daerah. 2) Mengecek keberhasilan tujuan kegiatan dan menjelaskan hambatan kepada kepala Polisi Pamong Praja/yang memerintah tentang yang ditemui dilapangan untuk dicari solusinya. Untuk berhasilnya suatu kegiatan operasi guna menekan angka konflik yang bakal timbul di lapangan maka ada beberapa prosedur atau langkah-langkah yang di jalankan antara lain :

34

35

36

37

38

39

Disamping prosedur kegiatan penertiban non yustisial, Satuan Polisi Pamong Praja dalam melaksanakan fungsinya juga berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2005, tentang Prosedur Tetap (Protap) Satuan Polisi Pamong Praja. Metode yang dilakukan dalam memelihata ketentraman adalah dengan membina saling asah, asih, dan asuh diantara aparat Polisi Pamong Praja dan masyarakat tanpa mengabaikan kepentingan masing-masing dalam rangka peningkatan ketaatan dan kepatuhan masyarakat terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah. Dengan demikian harapan dari pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan proses pembangunan dalam keadaan tentram dan tertib di daerah dapat terwujud. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2005 tentang Prosedur Tetap (Protap) Satuan Polisi Pamong Praja. Adapun prosedur dalam memelihara ketentraman dan ketertiban yang harus di jalankan Satuan Polisi Pamong Praja sebagai berikut : a. Sebelum menuju lokasi sasaran binaan, petugas yang di tunjuk lebih dahulu mendapatkan arahan dan petunjuk tentang maksud dan tujuan pemerintah dari atasan / pimpinan. b. Mempersiapkan dan mengecek segala kebutuhan dan perlengkapan serta peralatan yang harus di bawa. c. Setiap petugas yang diperintahkan harus di lengkapi dengan surat perintah tugas.

40

d. Menguasi dan memahami peraturan daerah, peraturan kepala daerah dan produk hukum lainnya serta daerah yang akan dijadikan sasaran operasi.

Profil Kabupaten Merangin 2007Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 tahun 2005, Jakarta 17 Juni 2005

41

B. KENDALA-KENDALA YANG DIHADAPI DALAM MEMLIHARA KETENTRAMAN DAN KETERTIBAN DI KABUPATEN MERANGIN. Secara konseptional, maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidahkaidah yang mantap mengejawantahkan dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk meciptakan, memelihara dan

mempertahankan kedamaian pergaulan hidup (Soekanto, 1979) konsepsi yang mempunyai dasar filosofi tersebut, memerlukan penjelasan labih lanjut sehingga akan tampak lebih konkret. Manusia dalam pergaulan hidup pada dasarnya mempunyai pandanganpandangan tertentu mengenai apa yang baik dan apa yang buruk. Pandanganpandangan tersebut senantiasa terwujud di dalam pasangan-pasangan tertentu misalnya ada pasangan nilai ketertiban dengan nilai ketentraman, pasangan nilai kepentingan umum dengan nilai kepentingan pribadi, pasangan nilai kelestarian dengan nilai inovatisme dan seterusnya. Penegakan hukum sebagai suatu proses pada hakikatnya merupakan penerapan diskreasi yang menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum, akan tetapi mempunyai unsur penilaian pribadi. Di dalam memelihara ketentraman dan ketertiban di Kabupaten Merangin yang sangat konflek dan kendala tersebut member dampak yang negatif dalam upaya menciptakan kondisi yang tentram, aman, damai dan tertib. Adapun kendala-kendala yang menjadi faktor dalam upaya memelihara ketentraman dan ketertiban di Kabupaten Merangin sebagai berikut :

42

1. Faktor dari peraturannya sendiri yang di dalam ini akan di batasi pada peraturan daerah, keputusan kepala daerah dan kebijakan kepala daerah. 2. Faktor penegakan hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan peraturan daerah, keputusan kepala daerah dan kebijakan kepala daerah. 3. Faktor sarana dan fasilitas, yang mendukung penegakan peraturan daerah, keputusan kepala daerah, dan kebijakan kepala daerah. 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana aturan tersebut berlaku atau diterapkan. 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang di dasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan esensi dari penegakan peraturan, juga merupakan tolak ukur dari efektifitas penegakan peraturan daerah. Dengan demikian maka lima faktor tersebut merupakan sebagian dari kendala yang dihadapi dalam upaya memelihara ketentaman dan ketertiban di Kabupaten Merangin. 1.1. Faktor dan peraturan itu sendiri Yaitu produk peraturan daerah yang diterbitkan masih banyak di temukan hal-hal yang bisa menimbulkan benturan-benturan di lapangan di saat pelaksanaan operasi penegakan peraturan tersebut. Adapun hal-hal yang menjadi temuan antara lain : -Sanksinya lebih berat dari pada sanksi yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan Negara.

43

-Aturan/produk peraturan daerah, keputusan kepala daerah, dan kebijakan kepala daerah di nilai merugikan masyarakat yang berada di wilayah yang ditertibkan, dikarenakan member pengaruh kepada kelangsungan hidup mereka. -Antara peraturan daerah dan undang-undang masih ditemukan muatan-muatan aturan yang tumpang tindih sehingga di dalam penerapannya tidak optimal yang menimbulkan dualisme

kewenangan yaitu Polri sebagai penegakan undang-undang yang bersifat pidana dan Polisi Pamong Praja sebagai perangkat daerah yang membantu kepala daerah dalam penegakan peraturan daerah kebijakan kepala daerah dan keputusan kepala daerah. 1.2. Faktor Penegak Hukum Secara sosiologi, maka setiap penegak hukum tersebut mempunyai kedudukan dan peranan. Kedudukan merupakan posisi tertentu di dalam struktur kemasyarakatan yang mungkin tinggi, sedang-sedang saja atau rendah. Kedudukan tersebut sebenarnya merupakan suatu wadah yang isinya adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban tertentu. Suatu hak sebenarnya merupakan wewenang untuk berbuat, sedangkan kewajiban adalah beban atau tugas suatu peranan tertentu. Berkenaan dengan wewenang dan kewajiban dapat dilihat di bawah ini pada Pasal 5 Bab III Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2004 jelas dinyatakan Polisi Pamong Praja berwenang : a. Menertibkan dan menindak warga masyarakat atau badan hukum yang mengganggu ketentraman dan ketertiban umum.

44

b. Melakukan pemeriksaan terhadap warga masyarakat atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atau peraturan daerah dan keputusan kepala daerah c. Melakukan tindakan refresif non yustisial terhadap warga masyarakat atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas peraturan daerah dan keputusan kepala daerah. Disamping wewenang diatas, Polisi Pamong Praja juga mempunyai kewajiban, baik yangh diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2004 maupun dalam Peraturan Daerah Kabupaten Merangin Nomor 21 Tahun 2008, yaitu : a. Menjunjung tinggi norma hukum, norma agama, hak asasi manusia dan norma-norma sosial lainnya yang hidup berkembang di masyarakat. b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang menganggu ketentraman dan ketertiban. c. Melaporkan kepada Kepolisian Negara atas ditemukannya atau patut di duga adanya tindakan pidana. d. Menyerahkan kepada PPNS atas ditemukannya atau patut diduga adanya pelanggaran terhadap peraturan daerah dan keputusan kepala daerah. Setelah kita melihat apa saja kewenangan dan kewajiban Polisi Pamong Praja diatas, maka penulis akan membandingkan dengan kewenangan yang diemban oleh Kepolisian. Di dalam BAB III Undang-undang Nomro 2 tahun 2002 di sebutkan tugas dan wewenang Kepolisian

45

Negara. Tugas pokok Keplosisian Negara selanjutnya diatur dalam pasal 13, secara garis besar disebutkan bahwa wewenang kepolisian adalah : a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. b. Menegakkan hukum; dan c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Pada hakikatnya tugas kepolisian dapat dibedakan atas dua macam yaitu : 1. Tugas Preventif (mencegah), yaitu melaksanakan segala usaha, pekerjaan melindungi dan kegiatan dan dalam badan rangka menyelenggarakan kesejahteraan,

Negara

hukumnya,

kesentosaan, keamanan dan ketertiban umu, orang-orang dan harta bendanya terhadap serangan dan bahaya dengan jalan mencegah terjadinya tindak pidana dan perbuatan-perbuatan lain walaupun tidak diancam dengan pidana, akan tetapi dapat mengakibatkan terganggunya keamanan dan ketertiban umum. 2. Tugas Refresif (membrantas), ialah kewajiban melakukan usaha, pekerjaan dan kegiatan untuk membantu tugas kehakiman guna memberantas perbuatan-perbuatan yang dapat di pidana. Kalau dilihat dari segi kewenangan masing-masing lembaga tersebut jelas mempunyai perbedaan, namun kenyataannya bahwa masing-masing lembaga tersebut ada yang telah melampui

kewenangannya dan tidak sesuai dengan aturan-aturan yang telah di

46

keluarkan oleh pemerintah. Masalah kewenangan seringkali juga menimbulkan konflik antara lembaga yaitu kepolisian sebagai penegakan di bidang hukum, namun dalam menjalankan kewenangan masing-masing lembaga itu mempunyai alas an dan argument yaitu: Apa. Mengapa dan Kenapa Di dalam penegakan peraturan daerah Polisi Pamong Praja Kabupaten Merangin terkendala dengan : 1. Belum dimilikinya PPNS ( Penyidik Pegawai Negeri Sipil ) sebagai ujung tombak dalam penegak Perda. 2. Masih rendahnya tingkat Sumber Daya Manusia (SDM) pada kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Merangin, sehingga propesionalisme aparat dalam menangani masyarakat yang melakukan pelanggaran belum sesuai harapan. 3. Eslonering Satuan Polisi Pamong Praja masih eselon III, sehingga untuk melakukan penertiban, khususnya terhadap dinas instansi (Eselon II) menjadi suatu kendala. 4. Belum diterbitkan juklak dan juknis penjabaran peraturan daerah sebagai pedoman pelaksanaan dilapangan. 5. Pejabat yang menduduki jabatan pada Satuan Polisi Pamong Praja di Kabupaten Merangin belum mampu menjabarkan dan

memahami tugas pokok dan fungsi Satuan Polisi Pamong Praja, hal

47

ini disebabkan latar belakang pendidikan tidak sesuai dengan tugas yang diembannya.

Prof. Dr. Soerjono Soekanto, SH,,MA, Faktor-faktor yang mempengaruhi penegak hukum

48

1.3. Faktor Sarana dan Fasilitas. Berdasarkan peraturan daerah Kabupaten Merangin Nomor 21 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja pada Bab IV Pasal 9 ayat (1) dibunyikan bahwa Susunan Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja terdiri dari : a. Kepala ; b. Sub Bagian Tata Usaha; c. Seksi Ketertiban umum dan Operasional; d. Seksi Pembinaan dan Pengembangan; e. Seksi Pengawasan dan Penyidik; f. Kelompok Jabatan Fungsional. Tanpa adanya sarana dan fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan peraturan daerah, keputusan kepala daerah, dan kebijakan kepala daerah dapat tercapai sesuai dengan rencana. Sarana atau fasilitas tersebut antara lain, mencakup tenaga manusia yang berpendidikan, dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup dan seterusnya. Kalau hal-hal itu tidak terpenuhi maka mustahil penegak hukum akan mencapai tujuannya. Berkenaan dengan faktor sarana dan fasilitas dapat penulis sampaikan bahwa sarana atau fasilitas yang dimiliki oleh lembaga Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Merangin belum mampu unutk menjadikan Satuan Polisi Pamong Praja sebagai panglima dalam upaya memelihara ketentraman, ketertiban dan mengawal produk peraturan daerah, keputusan kepala daerah dan kebijakan kepala daerah.

49

Adapun saat sekarang Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Merangin belum memiliki kantor sendiri, dan bergabung di kantor Sekretariat Pemda Merangin, hal ini juga member pengaruh terhadap kinerja serta pola pembinaan, karena ketidakseimbangan antara jumlah personil dengan tata ruang yang ditempati. Disamping masalah tata ruang yang memberi pengaruh dalam pelaksanaan tugas, fasilitas dan sarana juga memberi pengaruh terhadap keberhasilan suatu tugas. Gambaran umum sarana dan prasarana penunjang yang dimiliki Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Merangin dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya : a. Kendaraan roda empat, 4 buha b. Kendaraan roda dua, 6 buah c. Pentungan 240 buah d. Helm biasa 70 buah e. HT/Alkom 9 buah f. Senjata Api 6 pucuk Dari gambaran sarana dan fasilitas yang dimiliki oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Merangin dinilai sangat kurang memadai, dan tidak seimbang dengan luasnya wilayah Kabupaten Merangin yang perlu dilakukan pengawasan terhadap masyarakat yang menganggu

ketentraman dan ketertiban serta pelanggaran peraturan daerah lainnya.

50

1.4. Faktor Masyarakat. Penegakan peraturan berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam masyarakat. Oleh karena itu dipandang dari sudut tertentu maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan peraturan tersebut. Didalam bagian ini diketengahkan secara garis besar perihal pendapat-pendapat masyarakat mengenai peraturan yang mempengaruhi kepatuhan masyarakat. Kiranya jelas bahwa hal ini pasti ada kaitannya dengan faktor-faktor terdahulu yaitu peraturan-peraturan, penegak peraturan, dan sarana atau fasilitas. Dalam tulisan ini penulis ingin meyampaikan pendapat tentang peraturan. Pertama-tama ada pelbagai pengertian atau arti yang diberikan pada peraturan yang variasinya adalah : 1. Peraturan diartikan sebagai ilmu pengetahuan 2. Peraturan diartikan sebagai norma atau kaidah, yakni patokan pantas yang diharapkan. 3. Peraturan diartikan sebagai disiplin. 4. Peraturan diartikan sebagai tata hukum. 5. Peraturan diartikan sebagai petugas atau pejabat. 6. Peraturan diartikan sebagai keputusan pejabat atau penguasa. 7. Peraturan diartikan sebagai proses pemerintah. 8. Peraturan diartikan sebagai perilaku teratur dan unik. 9. Peraturan diartikan sebagai jalinan nilai. 10. Peraturan diartikan sebagai seni.

51

Dari sekian banyak pengertian yang diberikan pada peraturan terdapat kecendrungan yang besar pada masyarakat untuk mengartikan peraturan bahkan mengidentifikasikannya dengan petugas. Salah satu akibatnya adalah bahwa buruknya peraturan senantiasa dikaitkan dengan pola perilaku penegak peraturan tersebut, yang menurut pendapatnya merupakan pencerminan dari peraturan sebagai struktur maupun proses. 1.5. Faktor Kebudayaan Dalam upaya untuk memelihara ketentraman dan ketertiban khususnya di Kabupaten Merangin sangat dipengaruhi dengan faktor kebudayaan. Masyarakat Merangin yang multiethnic merupakan masyarakat yang mempunyai latar belakang kebudayaan yang berbeda antara lain : Ethnis Jawa Ethnis Batak Ethnis Sunda Ethnis Melayu Ethnis Minagkabau Ethnis Tionghoa Dari latarbelakang kebudayaan yang berbeda tersebut mempunyai cara pandang yang berbeda pula melihat suatu aturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Contoh : dalam Peraturan Daerah Kabupaten Merangin Nomor 07 Tahun 2005 tentang Peredaran Minuman Keras. Dalam pasal 1 ayat (7) Peraturan Daerah Nomor 07 tahun 2005

52

dinyatakan bahwa minuman keras adalah semua jenis minuman beralkohol tetapi bukan obat yang bisa membuat orang mabuk apabila mengkonsumsinya. Dilihat dari peraturan daerah tersebut maka bagi ethnis Batak sangat tidak pas, dikarenakan minuman-minuman keras bagi mereka merupakan budaya yang turun menurun dari nenek moyang mereka, jadi hal itu merupakan hal yang wajar. Kebudayaan pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari dari peraturan yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsikonsepsi abstrak mengenaik apa yang dianggap baik. Nilai-nilai tersebut lazimnya merupakan pasangan nilai-nilai yang mencerminkan dua keadaan ekstrim yang harus diserasikan. Menurut pendapat ahli Purbacaraka dan Soerjono Soenkanto, 1983, bahwa pasangan nilai berperan dalam penegakan peraturan adalah sebagai berikut : 1. Nilai ketertiban dan nilai ketentraman 2. Nilai jasmaniah/kebendaan dan nilai rohaniah/keakhlakan. 3. Nilai kelenggangan/konservatisme dan nilai kebaruan/inovasime Di dalam keadaan sehari-hari maka nilai ketertiban biasa disebut dengan keterikatan atau disiplin, sedangkan nilai ketentraman merupakan suatu kebebasan. Menurut pendapat ahli yang bernama Schuyt memperincikan cirriciri ketertiban, keadaan tertib sebagai berikut (schuyt, 1976) : 1. Voorspelboarheid (= dapat diperkirakan)

53

2. Cooperative (= kerjasama) 3. Controle Van Geweld (= Pengendalian kekerasan) 4. Consistentie (= Kesesuaian) 5. Stabilitiet (=mantap) 6. Conformitiet (=ketaatan) 7. Afwezigheid Van Confliet (= tanpa perselisihan) Keadaan tidak tentram atau tidak bebas akan terjadi apabila (pendapat Pubacaraka dan Soerjono Soekanto, 1983) : a. Ada hambatan dari pihak lain (= dipaksa) b. Tidak ada pilihan lain (= terpaksa, tanpa kesalahan pihak lain) c. Karena keadaan diri sendiri (= takut, merasa tidak pada tempatnya) Secara psikologis keadaan tentram ada, bila seseorang tidak merasa khawatir, tidak merasa diancam dari luar, dan tidak terjadi konflik batiniah. Pasangan nilai-nilai tersebut yaitu ketertiban dan ketentraman, sebenarnya sejajar dengan nilai kepentingan umum dan kepentingan pribadi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum Prof.Dr. Soerjono Soekanto, SH,.MA, Jakarta 14 Desember 1983------Drs. Hari Sasongko, SH,. MA Penyidikan, Penahana, Penuntutan dan Praperadilan, Juli 2007.----Penegakan Hukum dan Kesadaran Hukum Soerjono Soekanto-Makalah pada Seminar Hukum Nasional Ke-IV, Jakarta 1979.

54

C. UPAYA-UPAYA YANG TELAH DILAKUKAN. Dari apa yang telah diuraikan dalam tulisan ini, bagaimana kendalakendala yang dihadapi lembaga Polisi Pamong Praja dalam upaya memelihara ketentraman dan ketertiban di Kabupaten Merangin dapat di telaah dari masing-masing kendala dan upaya-upaya Sataun Polisi Pamong Praja dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, khususnya dalam memelihara ketentraman dan ketertiban di Kabupaten Merangin. Adapun upaya-upaya yang telah dan akan dilakukan dalam menjalankan amanah Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, keputusan kepala daerah dan kebijakan kepala daerah antara lain : 1. Faktor Peraturan Peraturan merupakan objek terdepan dalam penegakan, dalam pembuatan suatu peraturan kadangkala tidak bisa dilaksanakan dengan optimal, hal ini dikarenakan peraturan-peraturan yang dikelauarkan tidak relevan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan yang lebih tinggi. Langkah-langkah yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Merangin sebagai berikut : a. Menghimpun produk-produk peraturan daerah yang sifatnya peraturan daerah yang mengandung sanksi hukum Dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Merangin melalui Bagian Hukum Setda Merangin melakukan inventarisir produk-produk peraturan daerah yang dianggap tidak relevan dengan kondisi sekarang ini. b. Menyusun protap pelaksanaan operasional penegakan peraturan daerah, kebijakan kepala daerah dan keputusan kepala daerah

55

Dengan adanya langkah-langkh diatas diharapkan tugas Satuan Polisi Pamong Praja dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan harapan sehingga kondisi ketentraman dan ketertiban dapat tercipta. 2. Faktor Penegak Hukum Era globalisasi itu akan menggelar peradaban baru, memperkenalkan cara hidup baru, konflik-konflik baru, tingkah ekonomi, sosial budaya baru dan berbagai fenomena baru lainnya yang bukan tidak mungkin akan membawa pula dampak negatif berupa gangguan terhadap ketentraman dan ketertiban. Menghadapi tugas-tugas dimasa depan yang semakin berat itu tentunya diperlukan kelembagaan yang semakin mantap dan berkualitas karena memiliki struktur organisasi yang baik dan di dukung oleh sumber daya manusia serta uraian tugas yang nyata, jelas dan konkrit. Dalam faktor penegak peraturan langkah yang diambil adalah : 1. Dengan mengikutsertakan para anggota Satuan Polisi Pamong Praja pada kegiatan-kegiatan pendidikan, Bintek, Diklat yang menyangkut tugas pokok dan fungsi Satuan Polisi Pamong Praja. 2. Memberikan kemudahan bagi anggota Polisi Pamong Praja yang ingin melanjutkan Pendidikan kejenjang Sarjana (S-1). 3. Menganggarkan dana untuk pendiidikan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). 3. Faktor Sarana dan Fasilitas Disamping kelembagaan yang mantap dan sumber daya manusia yang berkualitas sebagaimana dikemukakan diatas, tidak kurang pentingnya

56

bahkan sangat menentukan dalam mendukung tugas-tugas pembinaan ketentraman dan ketertiban adalah tersedianya sarana dan prasarana yang memadai Dalam pengertian sarana dan prasarana, langkah-langkah yang diambil oleh lembaga Satuan Polisi Pamong Praja adalah secara bertahap menganggarkan melalui APBD Pemerintah Kabupaten Merangin, harapan kedepan sarana-prasarana dan fasilitas yang diperlukan akan terpenuhi sesuai dengan kelembagaan dan kebutuhan. 4. Faktor Masyarakat Interaksi kehidupan para manusia dalam masyarakat sepanjang perjalanan hidup tidak ada yang berjalan lurus, mulus dan aman-aman saja. Sepanjang kehidupan manusia yang namanya persengketaan, kejahatan, ketidakadilan, diskriminasi, kesenjangan sosial, konflik SARA dan sebagainya adalah warna-warni dari realitas yang dihadapi. Persoalanpersoalan tersebut semakin berkembang dalam modifikasi lain akibat pengaruh tehknologi globalisasi akan semakin canggih. Manusiapun menyadari bahwa ketenangan dan ketentraman hidup tidak akan tercapai tanpa kesadaran pada diri untuk berubah, memperbaiki perilaku selain dukungan masyarakat untuk memulihnya. Dalam skripsi ini penulis akan meyampaikan sistem bagan reorientasi bekerjanya peraturan dalam masyarakat

57

KAIDAH AGAMA Interaksi Kehidupan Manusia dalam masyarakat

KAIDAH SOSIAL

SOSIAL KONTROL SANKSI SOSIAL

KAIDAH NORMATIF

SISTEM PERATURAN

STRUKTUR PERATURAN SUBSTANSI PERATURAN KULTUR PERATURAN

TIMBUL PERUBAHAN SOSIAL

MODRENISASI

KESENJANGAN

TERJADI PERUBAHAN PERATURAN

EVOLUSI REVOLUSI

KESADARAN

FUNGSI PERATURAN SEBAGAI SARANA PENGENDALIAN DAN SARANA KONTROL SOSIAL

DIBUTUHKAN PENGATURAN

PENGARUH FAKTOR SOSIAL

IMPLEMENTASI PENGATURAN

PENAFSIRAN

METODE PENAFSIRAN PERATURAN

58

Dari sistem bagan reoreintasi bekerja peraturan dalam masyarakat maka ada beberapa upaya diambil dalam menyikapi kendala dalam memelihara ketentraman dan ketertiban di tinjau dari faktor masyarakat yaitu : 1. Melakukan sosialisasi peraturan daerah kepada masyarakat 2. Melakukan pendekatan persuasif dan menghindari tindakan refresif 3. Dalam pembuatan peraturan daerah yang menyangkut kepentingan masyarakat, pihak pemerintah dan legislatif meminta masukan, saran serta pertimbangan dari tokoh masyarakat berkenaan dengan muatan pasal-pasal yang ada dalam peraturan daerah tersebut. 4. Menjalin komunikasi, kkordinasi dengan semua eleman.

5. Faktor Kebudayaan Manusia pada awalnya tidak tahu apa-apa, kemudian belajar memahami nilai-nilai yang ada dalam kelompoknya. Untuk menjadi anggota yang dapat diterima di lingkungan kelompoknya, ia harus memiliki kemampuan untuk menilai secara objektif perilaku sendiri dalam pandangan orang lain. Paling tidak ada tiga faktor penting yang menentukan kepribadian yaitu : 1. Keturunan/Ethnis, manusia dilahirkan dengan suatu struktur anatomi, fisiologi, dan urat saraf yang akan menentukan batas-batas tertentu terhadap tingkah laku sosialnya.

59

2. Lingkungan, lingkungan alam, sosial, dan budaya dapat mempengaruhi tindakan sosial seseorang. 3. Tempat tinggal, nilai-nilai yang ditanamkan dalam keluarga akan memberikan dampak bagi masyarakat untuk menerima nilai-nilai tersebut. Dari tiga faktor diatas, maka kendala dari segi faktor kebudayaan dalam memelihara ketentraman dan ketertiban serta tugas pokok dan fungsi Polisi Pamong Praja dalam menjalankan amanah Undang-undang adalah melakukan pendekatan kebudayaan Yaitu : Lain lubuk lain ikannya, lain padang lain pula belalangnya. Dimana bumi dipijak disitulah langit dijunjung. Pribahasa ini dapat menjadi penengah di dalam penegakan peraturan yang dianggap masih terkendala dengan kebudayaan. Adapun peribahasa diatas menjelaskan bahwa apapun budayanya darimanapun asalnya (ethnis), bahwa aturan yang digunakan adalah aturan dimana ia tinggal saat itu.

Ramdani Wahyu, M.Ag,.M.Si, Ilmu Sosial Dasar (ISD) Bandung 2007 Refleksi Sosiologi Hukum- Dr. Saifullah, SH,.M.Hum Pembinaan dan Kemitraan Kepolisian Negara RI dengan Sat Pol-PP dalam rangka Pemelihraan dan Penyelenggaraan Ketentraman, Ketertiban di Daerah- Bahan Ka.Polri pada acara Rakornas Sat Pol-PP. April 2006

60

BAB IV PENUTUP

A. KESIMPULAN Berdasarkan Penelitian yang dilaksanakan di Kabupaten Merangin tentang fungsi Polisi Pamong Praja dalam memelihara ketentraman dan ketertiban berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2004 dengan ini peneliti dapat menarik kesimpulan : 1. Bahwa fungsi Polisi Pamong Praja di Kabupaten Merangin belum berjalan sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku 2. Kendala-kendal yang di hadapi oleh Polisi Pamong Praja di Kabupaten Merangin dalam memilihara ketentraman dan ketertiban umum aadalah a. Kelambagaan Satuan Polisi Pamong Praja Masih belum memenuhi kebutuhan organisasi, karna esloniring satuan Polisi Pamong praja Kabupaten Merangin masih Eselon III/ serta masih ditemukan benturan-benturan disaat pelaksanaan tugas dilapangan b. Masih rendahnya sumber daya manusia pada satuan Polisi Pamong Praja c. Terkendala dengan minimnya sarana dan prasarana 3. Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Merangin dalam mengatasi kendala-kendala tersebut sebagai berikut:

61

a. Menempatkan porsonel Sat-Pol PP disetiap kecamatan di Kabupaten Merangin Sebagai bentuk memenuhi kebutuhan kantor sesuai dengan prosedur tetap (protap) b. Melaksanakan Bimbingan teknis kepada anggota Sat-Pol PP yang berkenaan dengan tugas pokok dan fungsi Sat-Pol PP c. Telah diupayakan mengajukan fasilitas standar Sat-Pol PP melalui APBD Kabupaten Merangin, dikarenakan keterbatasan anggaran maka sarana dan prasarana dipenuhi secara bertahap1 Upaya yang telah dilakukan diatas, dinilai belum mampu menjawab permasalahan yang dihadapi satuan Polisi Pamong Praja Merangin dalam menciptakan kondisi ketentraman dan ketertiban seperti apa yang diamanahkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pedoman Satuan Polisi Pamong Praja B. SARAN-SARAN Apa yang dibicarakan dalam tulisan ini berkenaan dengan fungsi Polisi Pamong Praja dalam memelihara ketentraman dan ketertiban di Kabupaten Merangin berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2004 dan Peraturan Daerah Kabupaten Merangin Nomor 21 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Merangin. Untuk mencapai sasaran sesuai dengan amanah peraturan pemerintah tersebut ada beberapa saran yang perlu diperhatikan : 1. Kelembagaan perlu semakin dimantapkan dan memperjelas/mempertegas pemisahan tugas dan tanggungjawab, hak, wewenang serta kewajiban Polisi Pamong Praja sehingga tidak terjadi tumpang tindih antara
1

. Kasat Pol PP Kab. Merangin

62

instansi/Dinas, unit kerja terutama dengan Instansi Kepolisian yang berada di daerah. 2. Kualitas personil Polisi Pamong Praja perlu ditingkatkan melalui pendidikan, Pelatihan dan kegiatan lain yang mendukung peningkatan kwalitas sumber daya manusia. 3. Perlu adanya penyediaan sarana dan prasarana pendukung tugas yang memadai melalui penganggaran dana dalam APBD Kabupaten Merangin. 4. Sosialisasi peraturan daerah di tingkatkan dalam bentuk seminar, lokakarya, temu wicara baik melalui media elektronik, media massa untuk segala lapisan masyarakat. 5 Didalam menghadapi tugas-rugas Polisi Pamong Praja dimasa

yang akan setidaknya diperlukan 4 (empat) hal penting yaitu : a. Kelembagaan yang mantap b. Sumber daya manusia (personil) yang berkualitas c. Dukungan sarana dan prasarana yang memadai. d. Penjabaran kebijakan pemerintah masih memerlukan perbaikan secara terus menerus. 6 Perlu penajaman tugas-tugas dan kewajiban Polisi Pamong Praja

dalam melaksanakan pembinaan ketentraman dan ketertiban ssuai peraturan pemerintah nomor 32 tahun 2004.

63

Penulis berharap, dari pemaparan dalam skripsi ini dapat menjadi tolak ukur bagi pembaca umumnya bagi lembaga Polisi Pamong Praja di daerah dan khususnya bagi pengambil kebijakan sehingga Tupoksi berdasarkan peraturan dapat tercapai

64

DAFTAR PUSTAKA Anggoro Kusnanto.2008____Peran dan fungsi Polisi Pamong Praja dalam pembinan Keamanan dan Penegak Hukum, makalah pada seminar Pembinaan Keamanan dan Ketertiban Departemen Dalam Negeri Jakarta Bachsan Mustafa, Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara_Bandung 1985. Divisi buku Perguruan Tinggi terbitan PT.Raja Grafindo Persada-Jakarta Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pembinaan dan Kemitraan Kepolisian RI dengan Sat Pol-PP dalam rangka Pemeliharaan dan Penyelenggaraan Ketentraman, Ketertiban di Daerah bahan Ka.Polri pada Rakornas sat Pol-PP, April 2006 Penegakan dan Kesadaran Hukum Soejono Soekanto Makalah pada seminar Hukum Nasional Ke-IV, Jakarta 1979 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pedoman Satuan Polisi Pamong Praja Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2004 Pedoman Prosedur Tetap Operasional satuan Polisi Pamong Praja Peraturan Daerah Kabupaten Merangin Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja satuan Polisi Pamong Praja Profil Kabupaten Merangin__2007 Rhamdani Wahyu, Ilmu Sosial Dasar.2007. Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara edisi 1-3, Jakarta. Saifullah, __Refleksi Sosiologi Hukum Sasongko Hari, Penyelidikan, Penahanan, Penuntutan dan Praperadilan__Juli 2007 Soekanto Soerjono, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegak Hukum__Jakarta 1983 Syafie Inu Kencana, Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia. PT. Bumi Aksara. Jakarta

65

You might also like