You are on page 1of 25

O Perdarahan Femur

Anatomi Femur
Persendian panggul merupakan bola dan mangkok sendi dengan acetabulum
bagian dari Iemur, terdiri dari : kepala, leher, bagian terbesar dan kecil, trokhanter dan
batang, bagian terjauh dari Iemur berakhir pada kedua kondilas. Kepala Iemur masuk
acetabulum. Sendi panggul dikelilingi oleh kapsula Iibrosa, ligamen dan otot. Suplai
darah ke kepala Iemoral merupakan hal yang penting pada Iaktur hip. Suplai darah ke
Iemur bervariasi menurut usia. Sumber utamanya arteri retikuler posterior, nutrisi dari
pembuluh darah dari batang Iemur meluas menuju daerah tronkhanter dan bagian
bawah dari leher Iemur. (Djoko Simbardjo. Fraktur Batang Femur. Dalam: Kumpulan
Kuliah Ilmu Bedah, Bagian Bedah FKUI)
Perkembangan pada Iemur proksimal khususnya pada epiIisis dan Iisis adalah
sangat kompleks di antara region pertumbuhan skeletal apendikular. OsiIikasi
sekunder biasanya dimulai pada kaput Iemur yaitu pada usia 4 5 bulan post natal
(rentang usia 2-10 bulan). Proses ini dimulai pada bagian sentral yang menyebat
secara sentriIugal, bahkan penyesuaian bentuk hemisIer dari permukaan articular
pada saat anak berusia 6 8 tahun dan membentuk sebuah lempeng subkondral yang
berlainan yang mengikuti kontur dari Iisis kaput Iemur. Pusat osiIikasi tergantung
pada suplai vaskular; dan penurunan aliran darah secara permanen dan sementara,
yang mungkin terjadi pada Iraktur leher Iemur (femoral neck fracture), yang berakibat
pada kemampuan osiIikasi kaput Iemur untuk meneruskan proses maturasi normal
dan transIormasi condro osseus. (Ogden. JA, 2000. Skeletal Injury In The Child
Second Edition. New York : W. B Saunders Company. p.857 872)
Secara keseluruhan perkembangan kaput Iemur dan epiIisis trokanter memiliki
kartilago yang berkelanjutan sepanjang sisi posterior dan superior pada leher Iemur.
Walaupun region ini secara umum tipis pada anak anak yang sedang tumbuh, hal ini
perlu untuk pertumbuhan lintang normal pada leher Iemur. Akibat kerusakan pada
leher Iemur, misalnya akibat Iraktur leher Iemur, mungkin secara serius akan
mengganggu kapasitas karilago region leher Iemur untuk berkembang secara normal.
(Ogden. JA, 2000. Skeletal Injury In The Child Second Edition. New York : W. B
Saunders Company. p.857 872)
Pada anak anak, Iraktur leher Iemur dan intertrokanter merupakan cedera yang
paling sering terjadi. RatliII mengulas kembali 71 kasus Iraktur leher Iemur pada
pasien -pasien berusia di bawah 17 tahun. Insidensi tertinggi cedera tampak pada
rentang usia 11 13 tahun. (Ogden. JA, 2000. Skeletal Injury In The Child Second
Edition. New York : W. B Saunders Company. p.857 872)
Fraktur di sekitar sendi panggul merupakan akibat paksaan seperti trauma akibat
enrgi tinggi atau yang paling jarang dikaitkan dengan kondisis patologis. Fraktur pada
leher Iemur juga dapat sebagai gambaran yang tidak khas pada kekerasan terhadap
anak (child abuse) yang juga sering terjadi akhir akhir ini. insidensi secara
keseluruhan dari Iraktur leher Iemur pada anak anak kurang dari 1. Umumnya
Iraktur leher Iemur terjadi pada anak anak di semua usia, tetapi insidensi tertinggi
terjadi pada usia 11 12 tahun, dengan persentase 60 -75 terjadi pada anak laki
laki, sekitar pada usia yang sama sebagai slipped upper Iemoral epiphysis (SUFE)
pada insidensi puncaknya. (Gottlieb JR. 2006. SOAP Ior orthopedics. Philadelphia :
Williams and Wilkins Publisher. p. 82 83)
Parsch (2010) menyebutkan bawa Iraktur batang Iemur (femoral shaft fracture)
termasuk diantaranya region subtrokanter dan suprakondilar berkisar 1,6 pada
semua Iraktur pada anak. Rasio antara anak laki laki dan perempuan adalah 2 : 1,
rasio ini mungkin akan mengalami perubahan jika semakin banyak anak perempuan
yang berpartisipasi pada olah raga seperti sepak bola. Insidensi ini tampaknya
terdistribusi pada anak anak usia muda dan pada remaja muda. Tingkat terjadinya
Iraktur batang Iemur per tahunnya adalah 19 per 100.000 anak anak. (Gottlieb JR.
2006. SOAP Ior orthopedics. Philadelphia : Williams and Wilkins Publisher. p. 82
83)
Fraktur Leher Femur
A. Etiologi
Fraktur disekitar sendi panggul merupakan akibat paksaan seperti trauma energi
tinggi atau pada keadaan yang yang jarang yang sering dikaitkan dengan kondisi
patologis. Fraktur leher Iemur pada gambaran yang tidak khas merupakan suatu
kekerasan terhadap anak (child abuse) yang juga sering terjadi akhir akhir ini.
insidensi secara keseluruhan pada Iraktur leher Iemur pada anak anak adalah kurang
dari 1. Fraktur ini terjadi pada anak anak semua usia, tetapi insidensi tertinggi
pada usia 11 tahun dan 12 tahun, dengan 60 70 terjadi pada anak laki laki. Pada
Negara berkembang penyebab paling sering adalah kecelakaan lalu lintas sedangkan
pada negara maju umunya penyebabnya adalah jatuh dari ketinggian seperti dari
pohon dan atap rumah. 30 pasien pasien ini mengalami cedera yang berkaitan
dengan dada, kepala, dan abdomen. Cedera pada ekstremitas seperti Iraktur Iemur,
tibia Iibula, dan pelvik juga sering. Hal lain yang sering menyebabkan Iraktur Iemur
pada anak adalah child abuse. Pada neonatus, cedera lahir dapat menyebabkan
pemisahan transipiphyseal (Engelhardt PW. 2010. Femoral Neck Fracture In :
Benson M, Fixsen J, Macnicol M, Parsch Klaus (eds) Children`s Orthopaedics and
Fractures Third Edition. London : Springer. p. 759 764)
Fraktur Iemur dapat menyebabkan kehilangan darah yang sangat masiI karena
strukturnya yang sangat vaskular. Lieurance et al mengemukakan bahwa sekitar 40
persen penderita Iraktur Iemur mengalami kehilangan darah rata-rata sebanyak 1.276
cc. Hal ini dapat diminimalisasi dengan cara mengimobilisasi tulang yang mengalami
Iraktur, memperbaiki deIormitas, menyambung (ligasi) pembuluh darah serta
resusitasi. (Djoko Simbardjo. Fraktur Batang Femur. Dalam: Kumpulan Kuliah Ilmu
Bedah, Bagian Bedah FKUI)
B. KlasiIikasi
Delbet mempublikasikan klasiIikasi standar dari Iraktur Iemur proksimal pada
tahun 1907.
Tabel 1. KlasiIikasi pada Iraktur panggul pada anak anak (Delbet) : (Engelhardt
PW. 2010. Femoral Neck Fracture In : Benson M, Fixsen J, Macnicol M, Parsch
Klaus (eds) Children`s Orthopaedics and Fractures Third Edition. London : Springer.
p. 759 764)
Tipe I Pemisahan transepiphyseal (dengan atau tanpa dislokasi
kepala Iemur dari asetabulum)
Tipe II Transervikal
Tipe III Servikotrochantrik
Tipe IV Intertrokanter
Tabel 2. Fraktur leher Iemur pediatric tipe dan karakteristik pentingnya :
Tipe
Delbet
Insidensi Penyebab Karakteristik penting
Tipe I 8 Trauma energi tinggi
hild abuse
Persalinan letak sungsang
yag sulit
O 50 kasus terjadi
dengan dislokasi kaput
epiIisis
O Risiko tinggi AVN (20
100) jika dikaitakan
dengan dislokasi epiIisis
O Diagnosis banding
septik artritis, dislokasi
panggul, lepasnya kaput
Iemur epiIisis.
Tipe II 45 Trauma berat O Variasi yang paling
banyak
O 70 80 terjadi
displace
O Risiko tinggi AVN
(sampai 50)
O Pada Iraktur displace,
hilangnya reduksi,
malunion, non-
union, deIormitas
varus,
Tipe
III
35 Trauma berat O AVN 20 25
tergantung pada
penempatan saat
waktu cedera.
Tie IV 12 Trauma O Nonunion dan
AVN jarang

Pengelompokan cidera Iisis yang sering digunakan adalah klasiIikasi Shalter
Harris (SH), yang mendriskipsikan dalam 5 (lima) tipe yaitu :
2.4

O SH I: Fraktur pada zona hipertropi kartilago Iisis, memisahkan epiIisis
dan metaIisis secara longitudinal; Prognosis baik, biasanya hanya dengan
closed reduction, ORIF dapat dilakukan jika stabilitas tidak tercapai atau
tidak terjamin.
O SH 2: Fraktur sebagian mengenai Iisis dan Iragmen segitiga metaIisis;
75 dari semua Iraktur Iisis.
O SH 3: Fraktur pada Iisis dengan diskontinuitas artikular. Mengenai
sebagian Iisis, epiIisis, dan permukaan sendi. Sering memerlukan ORIF
untuk memastikan realignment anatomis.
O SH 4: Fraktur berjalan oblik melewati metaIisis, Iisis, dan epiIisis.
O SH 5: Lesi kompresi pada Iisis; sulit untuk mendiagnosis pada saat cidera.
Tidak tampak garis Iraktur pada awal rontgen; jarang terjadi; Risiko besar
terjadi gangguan pertumbuhan.





C. Gambaran Klinis
Bagian paha yang patah lebih pendek dan lebih besar dibanding dengan normal serta
Iragmen distal dalam posisi eksorotasi dan aduksi karena empat penyebab: (Djoko
Simbardjo. Fraktur Batang Femur. Dalam: Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bagian
Bedah FKUI) (Sjamsuhidajat R dan de Jong, Wim (Editor). Buku Ajar Ilmu Bedah
Edisi 2. Jakarta: EGC.2005)
1) Tanpa stabilitas longitudinal Iemur, otot yang melekat pada Iragmen atas dan
bawah berkontraksi dan paha memendek, yang menyebabkan bagian paha yang patah
membengkak.
2) Aduktor melekat pada Iragmen distal dan abduktor pada Iragmen atas. Fraktur
memisahkan dua kelompok otot tersebut, yang selanjutnya bekerja tanpa ada aksi
antagonis.
3) Beban berat kaki memutarkan Iragmen distal ke rotasi eksterna.
4) Femur dikelilingi oleh otot yang mengalami laserasi oleh ujung tulang Iraktur yang
tajam dan paha terisi dengan darah, sehingga terjadi pembengkakan.
Anak anak biasanya yang mengalami trauma berat sering mengalami nyeri pada
region panggul dan pemendekan, ektremitas terotasi ke arah luar. Anak anak
biasanya ketakutan karena pergerakan ekstremitas yang pasiI dan tidak dapat bergerak
secara aktiI. Diagnosis ditegakkan dengan bantuan radiograIi, yang umunya
dilakuakan pada dua plane Ioto, jika memang tidak nyeri. SonograIi juga sering
digunakan pada kondisi yang menimbulkan keraguan misalnya nyeri panggul pada
anak. Garis Iraktur atau hematom intrakapsular dapat dideteksi dengan menggunakan
ultrasound. Dengan Iraktur yang tidak diketahui letak pasti pada Iemur, maka
radiograIi tidak dapat digunakan sebagai penunjang diagnostik. Computed
tomography (CT) dapat digunakan untuk menilai derajat Iraktur dan hematoma
intrakapsular lainnya. Scan tulang pada 3 bulan post cedera juga membantu dalam
mendeteksi nekrosis kaput Iemur, yang merupakan komplikasi yang paling mungkin.
Magnetic resonance imaging (MRI) mendeteksi abaskular sebelumnya. (Engelhardt
PW. 2010. Femoral Neck Fracture In : Benson M, Fixsen J, Macnicol M, Parsch
Klaus (eds) Children`s Orthopaedics and Fractures Third Edition. London : Springer.
p. 759 764)
Pada keadaan Iraktur Iemur pulsasi arteri dorsalis pedis dipalpasi. Pada Iraktur
Iemur juga harus dilakukan pemeriksaan sekunder karena umumnya pasien hanya
mengeluhkan nyeri sehingga hal hal yang mengancam nyawa seperti perdarahan
internal pada rupture spleen sering terlewatkan. Karena itu tekanan darah juga penting
untuk diawasi. (Hbner .U, Schlicht .W, Outzen .S, Barthel .M, Halsband. H. 2000.
Ultrasound in the diagnosis oI Iractures in children. The Journal oI Bone and Joint
Surgery 82-B:1170-3.)

D. Komplikasi
(Engelhardt PW. 2010. Femoral Neck Fracture In : Benson M, Fixsen J, Macnicol M, Parsch
Klaus (eds) Children`s Orthopaedics and Fractures Third Edition. London : Springer. p. 759
764)
a) ;ascular necrosis (AVN)
AVN terjadi pada kebanyakan Iraktur (47) sebelum penanganan sekarang
ditetapkan. Hal ini dianggap sebagai akibat dari rupture atau tamponade dari salah
satu atau kedua arteri sirkumIleksa. Sejumlah pergeseran awal merupakan Iaktor
prognostik yang penting ketika dipertimbangkan eIeknya terhadap suplai vaskular
pada leher Iemur dan kaput Iemur tetapi hal ini tidak dijelaskan mengapa AVN
mengikuti Iisura Iraktur pada leher Iemur. Penyembuhan dan remodeling setelah
AVN post trauma pada anak anak biasanya lebih lama dan tidak pernah lengkap
Dekompresi dan Iiksasi interna stabil merupakan dasar terhadap pencegahan AVN. .
b) Berhentinya pertumbuhan/ Coxa vara
Coxa vara diakibatkan oleh Iusi Iisis yang premature atau oleh reduksi yang tidak
adekuat.
c) Nonunion
Keterlambatan penyembuhan dan nonunion jarang dijumpai sekarang yang mana
dilakukan reduksi dan stabilisasi terbuka, Iiksasi internal comprehensiI
direkomendasikan
d) Osteoartritis
Osteoarthritis sekunder pada sendi panggul berkembang sebagai akibat inkongruitas.
Komplikasi pada awal masa kanak kanak biasanya terkompensasi dengan baik
dengan remodeling sebelum terjadinya maturitas skeletal. Pemburukan pada sendi
panggul terutama pada bentuk penyakit sendi degenerative dan gangguan Iungsi yang
mungkin terjadi lebih dari beberapa tahun
E. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan termasuk di antaranya : (Engelhardt PW. 2010. Femoral
Neck Fracture In : Benson M, Fixsen J, Macnicol M, Parsch Klaus (eds) Children`s
Orthopaedics and Fractures Third Edition. London : Springer. p. 759 764)
O Minimalkan komplikasi yang potensial pada avascular necrosis (AVN).
O Hindari cedera pada lempeng Iisis.
O Reduksi Iragmen Iragmen secara anatomis
O Stabilisasi dengan pin atau sekrup mengakibatkan protesi dini menahan
berat.
Dekompresi terhadap hemarthrosis dan Iiksasi internal stabil merupakan aspek
penting terhadap treatment untuk semua Iraktur dengan pergeseran. Fraktur yang
tidak mengalami pergeseran dapat ditangani secara konservatiI dengan cast
immobilisasi menggunakan hip spica. (Engelhardt PW. 2010. Femoral Neck Fracture
In : Benson M, Fixsen J, Macnicol M, Parsch Klaus (eds) Children`s Orthopaedics
and Fractures Third Edition. London : Springer. p. 759 764)

Fraktur Batang Femur
A.Etiologi
Etiologi Iraktur batang Iemur bergantung pada usia. Pada inIant, diaman tulang
Iemur relative lemah dan mungkin patah karena beban karena terguling. Pada usia
anak taman kanak kanak dan usia sekolah, sekitar setengah dari Iraktur batang
Iemur disebabkan oleh kecelakaan berkecepatan rendah seperti terjatuh dari
ketinggian, misalnya dari sepeda, pohon, tangga atau sesudah tersandung dan terjatuh
pada level yang sama dengan atau tanpa tabrakan. Seiring dengan meningkatnya
kekuatan tulang Iemur, dengan maturitas selanjutnya pada masa anak anak dan
remaja, trauma berkecepatan tinggi sering mengakibatkan Iraktur pada Iemur.
(Theodore, R. Schrock, M.D. Ilmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran).
Fraktur pada batang Iemur jarang terjadi akibat trauma kelahiran, dengan
pengecualian tersebut, maka Iraktur ini dapat juga disebabkan oleh arthrogryposis
multiplex congenital, myelomeningocele, dan osteogenesis imperIect. Kontraktur
yang kaku pada panggul dan lutut pada anak anak dengan arthtogrypotic dapat
menyebabkan Iraktur batang Iemur selama proses persalinan atau selama penanganan
selanjutnya. Kelompok risiko lainnya adalah bayi baru lahir dengan penyakit
neuromuscular seperti myelomeningocele, osteopenia. Dan osteogenesis imperIect
yang menyebabkan Iraktur multipel. (Engelhardt PW. 2010. Femoral Neck Fracture
In : Benson M, Fixsen J, Macnicol M, Parsch Klaus (eds) Children`s Orthopaedics
and Fractures Third Edition. London : Springer. p. 759 764)
B. Gambaran Klinik
Tanda tanda yang sering pada Iraktur batang Iemur antara lain nyeri, shortening
(pemendekan), angulasi, bengkak, dan krepitasi. Seorang anak dengan Iraktur Iemur
yang masih baru biasanya tidak dapat berdiri atau berjalan. Semua anak harus
diperiksa termasuk tungkai bawah dan lingkar pelvik dan abdomen, jadi tidak
mengabaikan tibia, pelvik, abdomen, atau trauma ginjal. Pemeriksaan neuromuskular
harus diperiksa secara hati hati. Walaupun cedera neuromuskular jarang terjadi
akibat Iraktur batang Iemur. Perdarahan merupakan masalah utama pada Iraktur
batang Iemur,rata rata darah yang hilang dapat lebih dari 1200 mL dan 40
memerlukan transIusi. Penilaian kondisi hemodinamik pra operasi mutlak harus
dilakukan. . (Engelhardt PW. 2010. Femoral Neck Fracture In : Benson M, Fixsen J,
Macnicol M, Parsch Klaus (eds) Children`s Orthopaedics and Fractures Third Edition.
London : Springer. p. 759 764)
Pemeriksaan radiograIi seharusnya dilakukan sepanjang Iemur dalam dua plane
Ioto dan berdekatan dengan lingkar pelvik dan juga sendi lutut. Jika ada keraguan,
tungkai bawah seharusnya diperiksa juga. Computed tomography (CT) atau magnetic
resonance imaging (MRI) scan biasanya tidak diperlukan. Indikasi untuk MRI akan
digunakan jika dicurigai adanya Iraktur yang tersembunyi atau cedera ligament pada
lutut. (Engelhardt PW. 2010. Femoral Neck Fracture In : Benson M, Fixsen J,
Macnicol M, Parsch Klaus (eds) Children`s Orthopaedics and Fractures Third Edition.
London : Springer. p. 759 764)
C. Penatalaksanaan
Fratur batang Iemur diterapi menurut usia dan besar anak, seiring cedera cedera
tersebut seperti cedera kepala atau politrauma, atau tampak adanya lesi terbuka
dengan cedera pada pembuluh darah dan saraI. Penyesuaian dengan pengobatan dan
Iaktor sosioekonomik harus dipertimbangkan. (Engelhardt PW. 2010. Femoral Neck
Fracture In : Benson M, Fixsen J, Macnicol M, Parsch Klaus (eds) Children`s
Orthopaedics and Fractures Third Edition. London : Springer. p. 759 764)
O Fraktur Batang Femur pada Tahun pertama Kehidupan
Pada periode postnatal, sebuah bandage sederhana atau harness digunakan untuk panggul
displastik diaplikasikan selama periode dari 2 minggu. Traksi bilateral overhead telah
menjadi pilihan pengobatan untuk selama beberapa tahun. Anak yang dihospitalisasi
selama 10 14 tahun. Fraktur transversal rata rata sembuh dengan pemendekan
(shortening) beberapa millimeter. Pada kasus kecurigaan cedera non accident,
hospitalisasi memberikan kesempatan untuk menginvestigasi situasi sosial anak
O Fraktur Batang Femur pada usia 1 sampai 4 tahun
Traksi masih digunakan secara luas untuk Iraktur batang Iemur pada anak anak pra
sekolah dan anak tahun pertama sekolah. Hospitalisasi selama 4 6 minggu dirasakan
sudah memadai. Traksi kulit overhead (o;erhead skin traction) memiliki risiko berupa
eIek yang merugikan pada sirkulasi ekstremitas. Traksi kulit sebaiknya dipilih bahan yang
hipoalergenik (ex, Elastoplast) untuk pasien yang alergi dengan bahan yang biasa atau
pada orang tua dimana kulitnya telah rapuh.
Kontraindikasi traksi kulit yaitu bila terdapat luka atau kerusakan kulit serta traksi itu, itu,
yang memerlukan beban ~ 5 kg. Akibat traksi kulit yang kelebihan beban di antaranya
adalah nekrosis kulit, obstruksi vaskuler, oedem distal, serta peroneal nerve palsy pada
traksi tungkai
O Fraktur Batang Femur pada Usia 5 sampai 15 tahun
Dilakukan pemasangan Russel traksi, untuk traksi ini diperlukan : Frame, Katrol, Tali,
Plester. Anak tidur terlentang, lalu dipasang plester dari batas lutut, dipasang sling di
daerah poplitea, sling dihubungkan dengan tali, dimana tali tersebut dihubungkan dengan
beban penarik. Untuk mempersingkat waktu rawat setelah 4 minggu ditraksi, callus
sudah terbentuk, tetapi belum kuat benar. Traksi dilepas kemudian dipasang gip
hemispika.
lastic intramedullary nail atau wayer Kirschner intramendular kadang digunakan untuk
Iraktur Iemur pada kelompok pra sekolah. Indikasi utama adalah gagalnya penanganan
dengan menggunakan spica cast. Titanium nail sberdiameter dua millimeter dimasukkan
dari medial dan lateral metaIisis dari Iemur distal untuk menstabilisasi intramedular pada
Iraktur. Waktu konsolidasi relative singkat, rentang waktu dari 2 5 bulan tergantung
pada usia pasien. Implant dicabut pada 3 6 bulan setelah pemasangan.


O Perdarahan Pelvis
A. Anatomi
Tulang panggul (pelvis) terdiri dari dua tulang coxae, sacrum dan coccygeus.
Berartikulasi di anterior yaitu pada simphisis pubis, di posterior pada artikulasio
sacroiliaca. Struktur mirip cekungan ini memindahkan berat dari badan ke tungkai
bawah dan memberikan perlindungan pada viscera, pembuluh darah , dan saraI di
pelvis (Apley, 1995)
Stabilitas cincin pelvis tergantung pada kekakuan tulang-tulang dan integritas
ligament yang kuat yang mengikat tiga segmen tulang bersama-sama pada simphisis
pubis dan artikulasio sacroiliaca. Ligamen pengikat yang paling kuat dan yang paling
penting dalah ligament sacroiliaca dan ligament iliolumbal. Selama ligament-ligamen
itu utuh, penahan beban tidak akan terganggu. Ini adalah Iactor yang penting untuk
membedakan cidera yang stabil dan yang tidak stabil pada cincin pelvis (Apley, 1995)
Tulang coxae (panggul) terdiri dari tiga tulang, yaitu tulang pubis, ilium, dan ischium
yang berhubungan secara sinostosis pada Iossa acetabuli, yang dibatasi oleh limbus
acetabuli dan dikelilingi oleh Iacies lunata. Incisura acetabuli membuka acetabulum
ke inIerior dan berbatasan dengan Ioramen obturatorium (Platzer, 1997)
Tulang coxae atau disebut juga dengan innominate bone bentuknya datar dan lebar,
merupakan os ireguler yang membentuk bagian terbesar pelvis. Tulang ini tersusun
atas tiga buah tulang yaitu tulang ilium, tulang ischium dan tulang pelvis yang
corpusnya bersatu di acetabulum, yang terletak di Iacies eksterna tulang ini. Tulang
ilium, disebut demikian karena menyangga pinggul, lebar di bagian superior dan
membentang ke cranial dari acetabulum. Tulang ischium letaknya paling bawah dan
merupakan bagiab paling kuat, berjalan ke bawah dari acetabulum dan memanjang ke
tuber ischiadicum, kemudian melengkung ke ventral, bersama-sama tulang pubis
membentuk lubang besar yaitu Ioramen obturatorium. Tulang pubis memanjang ke
medial dari acetabulum dan bersendi di linea mediana dengan tulang pubis sisi yang
berseberangan dengan membentuk simIisis osseum pubis, membentuk bagian depan
pelvis (Hadiwidjaja, 2004)
Tulang pubis terdiri dari ramus superior ossis pubis dan ramus inIerior ossis pubis.
Kedua rami tersebut dibatasi oleh Ioramen obturatorium. Dekat ujung superior
medialis Iacies symphysialis terdapat tuberculum pubicum dari sana terdapat crista
pubica terbentang ke medialis dan pectin pubis mengarah ke lateralis terhadap linea
arcuata. Pada tempat peralihan dari ramus superior pubis ke ilium terdapat peninggian
disebut eminentia iliopubica. Sulcus obturatorius terletak inIerior terhadap tuberculum
pubicum dan dibatasi sebelah dalam oleh tuberculum obturatorium anterius dan
tuberculum obturatorium posterius yang tidak selalu ada (Platzer, 1997)
Tulang ilium dibagi menjadi bagian corpus ossis ilii dan ala ossis ilii. Corpus
membentuk bagian acetabulum dan dibatasi sebelah luar oleh sulcus supra
acetabularis dan di sebelah dalam oleh linea arcuata. Di bagian luar ala ossis ilii
terdapat Iacies glutealis dan sebelah dalamnya terdapat Iossa iliaca mudah dilihat. Di
belakang Iossa iliaca terdapat Iacies sacropelvica dengan tuberositas iliaca dan Iacies
aurikularis. Crista iliaca mulai dari anterior pada spina iliaca anterior superior dan
dibagi atas crista iliaca labium labium eksternum dan crista iliaca labium internum,
serta linea intermedia yang memanjang ke atas dank e belakang. Terdapat juga di
bagian lateralis lbium eksternum berupa tuberositas iliaca. Ujung crista iliaca berakhir
pada spina iliaca superior posterior. Di bawah yang terakhir ini terdapat spina iliaca
posterior inIerior, sedangkan yang di bawah depan terdapat spina iliaca anterior
inIerior. Linea glutealis inIerior, linea glutealis anterior, linea glutealis
posteriorterletak pada Iacies glutealis. Selain itu terdapat juga beberapa saluran
vaskuler diantaranya yang sesuai dengan Iungsinya yaitu vasa emissaria (Platzer,
1997)
Tulang ischium dibagi atas corpus ossis ischii dan ramus ossis ischii, yang
bersama-samadengan ramus inIerior ossis pubis membentuk batas bawah Ioramen
obturatorium. Tonjolan ischium disebut spina ischiadica yang memisahkan incisura
ischiadica mayor dengan incisura ischiadica minor. Incisura ischiadica mayor
dibentuk sebagian oleh ischium dan sebagian lagi oleh ilium, serta mengarah ke
permukaan bawah Iacies aurikularis. Tuber ischiadicum berkembang pada ramus
ischium (Platzer, 1997)
Cabang utama dari arteri iliaca komunis muncul di dalam pelvis diantara sendi
sacroiliaca dan incisura ischiadica mayor. Bersama cabang-cabang venanya,
pembuluh-pembuluh itu mudah terkena cidera bila Iraktur mengenai bagian posterior
cincin pelvis. SaraI pada pleksus lumbalis dan sacralis juga juga menghadapi resiko
bila tejadi cidera pelvis posterior (Apley, 1995)
Kandung kemih terletak di belakang simphisis pubis. Trigonum dipertahankan
pada posisinya dengan ligament lateralis kandung kemih, dan pada pria dengan
prostat. Prostat terlerak diantara kandung kemih dan dasar pelvis. Prostat
dipertahankan di bagian lateral dengan serabut medial dari levator ani, sedangkan di
bagian anterior terikat erat pada tulang pubis oleh ligament puboprostat. Pada wanita
trigonum juga melekat pada serviks dan Iorniks vagina anterior. Urethra
dipertahankan oleh otot dasar pelvis serta ligament pubourethra. Akibatnya pada
wanita urethra jauh lebih mobil dan cenderung lebih sulit terkena cidera (Apley,
1995)
Pada waktu lahir hingga usia anak, buli-buli terletak di rongga abdomen. Namun
semakin bertambahnya usia tempatnya turun dan berlindung di dalam kavum pelvis,
sehingga kemungkinan mendapatkan trauma dari luar jarang terjadi. Angka kejadian
trauma buli kurang lebih 2 dari seluruh trauma urogenitalia. Hampir sekitar 90
trauma buli akibat Iraktur pelvis. Apabila terjadi kontusio kandung kemih bias
dipasang kateter dengan tujuan untuk memberikan istirahat pada kandung kemih,
dengan cara ini diharapkan dapat sembuh 7-10 hari. (Purnomo, 2007)
Pada cidera pelvis yang berat urethra membranosa dapat rusak bila prostat dipaksa ke
belakang sementara urethra tetap diam. Bila ligament puboprostat robek, prostat dan
dasar kandung kemih dapat banyak mengalami dislokasi dari urethra membranosa
(Apley, 1995)
Kolon pelvis dengan mesenteriumnya merupakan struktur yang mobil sehingga
tidak mudah cidera. Tetapi, rectum dan saluran anus lebih erat tertambat pada struktur
urogenital dan otot dasar pelvis sehingga mudah terkena bila terjadi Iraktur pelvis
(Apley, 1995)
Pada perkembangannya selama masa kehamilan, terdapat tiga bakal tulang, yaitu
pada bulan ketiga dalam kandungan (ilium), pada bulan keempat sampai kelima
(ischium) dan pada bulan kelima sampai keenam (pubis). Ketiga bakal tulang tersebut
bersatu pada pusat acetabulum yaitu penyatuan berbentuk 'Y. Di dalam acetabulum
satu atau lebih masing-masing pusat osiIikasi berkembang antara usia 10 sampai 12
tahun. Sinostosis ketiga tulang terjadi antara usia 5 dan 7 tahun tetapi di dalam
acetabulum sendiri tidak sampai antara usia 15 dan 17 tahun. Pusat-pusat osiIikasi
epiIisis terjadi pada spina pada usia 16 tahun, pada tuberositas ischii dan crista iliaca
terjadi pada usia antara 13 dan 15 tahun (Platzer, 1997)
B. Etiologi
Fraktur dengan kehilangan darah (major blood loss) paling sering terjadi pada
Iraktur pelvis dan Iraktur Iemur. Hal ini disebabkan vaskularisasi yang ekstensiI pada
kedua daerah tersebut. Apabila terjadi perdarahan secara signiIikan (lebih dari 1 liter)
dapat berakibat secara sistemik, seperti shock, hipotensi, dan takikardia. Sekitar 40
persen pasien dengan Iraktur pelvis mengalami perdarahan intraabdominal yang dapat
berujung pada kematian. (Annich jack W, Santucci Richard.GenitoUrinary Trauma,
Chapter 105 Campbell Urology 6th edition. 1995.Wb Saunders)
Sekitar 70 dari kasus Iraktur pelvis terjadi akibat kecelakaan kendaraan
bermotor. 25 kasus didapatkan akibat jatuh dari ketinggian , dan ternyata trauma
tumpul didapatkan lebih dari 90 kasus cedera urethra. Secara keseluruhan pada
terjadinya Iraktur pelvis, ikut pula terjadi cedera urethra bagian posterior ( 3,5-19)
pada pria dan (0-6) pada urethra perempuan. (Annich jack W, Santucci
Richard.GenitoUrinary Trauma, Chapter 105 Campbell Urology 6th edition. 1995.Wb
Saunders)
Fraktur pada daerah pelvis biasanya karena cedera akibat terlindas ( crush injury),
dimana kekuatan besar mengenai pelvis. Trauma ini juga seringkali disertai dengan
cedera pada anggota tubuh lainnya seperti cedera kepala, thorax, intra abdomen, dan
daerah genitalia. Biasanya penyebab perdarahan pada Iraktur pelvis adalah dari
pleksus vena pelvis posterior dan perdarahan yang menghapus permukaan tulang.
Sekitar 10 kasus perdarahan, disebabkan dari perdarahan arteri. Pengobatan awal
harus berIokus pada kontrol perdarahan vena. Reduksi dan stabilisasi pada dislokasi
cincin pelvis membantu mencapai pengontrolan tersebut. Reduksi akan mengurangi
volume pelvis dan lakukan tampon pembuluh darah yang mengalami perdarahan
dengan cara kompresi viscera dan hematom pelvis. Stabilisasi mempertahankan
reduksi dan mencegah pergerakan hemipelvis, mengurangi nyeri dan membatasi
disrupsi gumpalan terorganisir. Reduksi dan stabilisasi saja biasanya mengontrol
perdarahan vena, maka pasien yang tidak merespon manuver ini lebih mungkin
mendapat perdarahan arteri. (Anonymous. Sekilas Kegawatdaruratan Orthopaedi.
September 2011. Download : http://thedoctornotes.com/2010/03/14/sekilas-
kegawatdaruratan-orthopaedi/)
C. KlasiIikasi
Pada Iraktur pelvis, terdapat beberapa lokasi yang sangat rentan terjadinya perdarahan
setelah Iraktur yaitu :
1. Fraktur yang terisolasi dengan cincin pelvis yang utuh (Apley, 1995)
a. Fraktur avulsi. Fraktur ini biasanya ditemukan pada olahragawan dan atlet.
Muskulus Sartorius dapat menarik spina iliaca anterior superior, rektus Iemoris
menarik spina iliaca anterior inIerior , adductor longus menarik sepotong pubis, dan
urat-urat lurik menarik bagian-bagian iskium. Nyeri hilang biasanya dalam beberapa
bulan. Avulsi pada apoIisis iskium oleh otot-otot lutut jarang mengakibatkan gejala
menetap, dalam hal ini reduksi terbuka dan Iiksasi internal diindikasikan.
b. Fraktur langsung. Pukulan langsung pada pelvis, biasanya setelah jatuh dari tempat
tinggi, dapat menyebabkan Iraktur iskium atau ala ossis ilii. Dalam hal ini
memerlukan bed rest total sampai nyeri mereda.
c. Fraktur-tekanan. Fraktur pada rami pubis cukup sering ditemukan dan sering
dirasakan yidak nyeri. Pada pasien osteoporosis dan osteomalasia yang berat. Yang
lebih sulit didiagnosis adalah Iraktur-tekanan disekitar sendi sacroiliaca. Ini adalah
penyebab nyeri sacroiliaca yang tak lazim pada orangtua yang menderita
osteoporosis.
2. Fraktur pada cincin pelvis (Apley, 1995)
Telah lama diperdebatkan bahwa karena kakunya pelvis, patah di suatu tempat
cincin pasti diikuti pada tempat yang lainnya, kecuali Iraktur akibat pukulan langsung
atau Iraktur pada anak-anak yang simIisis dan sendi sacroiliaca masih elastic. Tetapi,
patahan kedua sering tidak ditemukan, baik karena Iraktur tereduksi segera atau
karena sendi sacroiliaca hanya rusak sebagian. Dalam hal ini Iraktur yang kelihatan
tidak mengalami pergeseran dan cincin bersiIat stabil. Fraktur atau kerusakan sendi
yang jelas bergeser, dan semua Iraktur cincin ganda yang jelas, bersiIat tak stabil.
Perbedaan ini lebih bernilai praktis daripada klasiIikasi kedalam Iraktur cincin tunggal
dan ganda.
Tekanan anteroposterior, cidera ini biasanya disebabkan oleh tabrakan Irontal saat
kecelakaan. Rami pubis mengalami Iraktur atau tulang inominata retak terbelah dan
berotasi keluar disertai kerusakan simphisis. Fraktur ini biasa disebut 'open book.
Bagian posterior ligament sacroiliaca robek sebagian, atau mungkin terdapat Iraktur
pada bagian posterior ilium. (Apley, 1995)
Tekanan lateral, tekanan dari sisi ke sisi pelvis menyebabkan cincin melengkung
dan patah. Di bagian anterior rami pubis, pada stu atau kedua sisi mengalami Iraktur
dan di bagian posterior terdapat strain sacroiliaca yang berat atau Iraktur pada ilium,
baik pada sisi yang sama seperti Iraktur rami pubis atau pada sisi yang sebaliknya
pada pelvis. Apabila terjadi pergeseran sendi sacroiliaca yang besar maka pelvis tidak
stabil. (Apley, 1995)
Pemuntiran vertical, tulang inominata pada satu sisi bergeser secara vertical,
menyebabkan Iraktur vertical, menyebabkan Iraktur rami pubis dan merusak daerah
sacroiliaca pada sisi yang sama. Ini secara khas terjadi tumpuan dengan salah satu
kaki saat terjatuh dari ketinggian. Cidera ini biasanya berat dan tidak stabil dengan
robekan jaringan lunak dan perdarahan retroperitoneal. (Apley, 1995)
Tile (1988) membagi Iraktur pelvis ke dalam cidera yang stabil, cidera yang secara
rotasi tak stabil dan cidera yang secara rotasi dan vertikal tak stabil. Tipe A/stabil; ini
temasuk avulse dan Iraktur pada cincin pelvis dengan sedikit atau tanpa pergeseran,
Tipe B yaitu secara rotasi tidak stabil tapi secara vertikal stabil. Daya rotasi luar yang
mengena pada satu sisi pelvis dapat merusak dan membuka simIisis biasa disebut
Iraktur open book atau daya rotasi internal yaitu tekanan lateral yang dapat
menyebabkan Iraktur pada rami iskiopubik pada salah satu atau kedua sisi juga
disertai cidera posterior tetapi tida ada pembukaan simIisis. Tipe C yaitu secara rotasi
dan vertical tak stabil, terdapat kerusakan pada ligament posterior yang keras dengan
cidera pada salah satu atau kedua sisi dan pergeseran vertical pada salah satu sisi
pelvis, mungkin juga terdapat Iraktur acetabulum. (Apley, 1995)
D. Gambaran Klinik (Apley, 1995)
O Pada cidera tipe A pasien tidak mengalami syok berat tetapi merasa nyeri bila
berusaha berjalan. Terdapat nyeri tekan local tetapi jarang terdapat kerusakan
pada viscera pelvis. Foto polos pelvis dapat mempelihatkan Iraktur.
O Pada cidera tipe B dan C, pasien mengalami syok berat, sangat nyeri dan tidak
dapat berdiri, tidak dapat kencing. Mungkin terdapat darah di meatus
eksternus. Nyeri tekan dapat bersiIat local tapi sering meluas, dan usaha
menggerakkan satu atau kedua ossis ilii akan sangat nyeri. Salah satu kaki
mungkin mengalamai anastetik sebagian karena mengalami cidera saraI
skiatika. Cidera ini sangat hebat sehingga membawa resiko tinggi terjadinya
kerusakan visceral, perdarahan di dalam perut dan retroperitoneal, syok, sepsis
dan ARDS. Angka kematian juga cukup tinggi.
E. Pemeriksaan Penunjang
Sinar X dapat memperlihatkan Iraktur pada rami pubis, Iraktur ipsilateral atau
kontra lateral pada elemen posterior, pemisahan simIisis, kerusakan pada sendi
sacroiliaca atau kombinasi. CT-scan merupakan cara terbaik untuk memperlihatkan
siIat cidera. (Apley, 1995)
F. Penatalaksanaan
Pada setiap pasien yang mengalami cidera berat, langkah pertama adalah
memastikan bahwa saluran naIas bersih dan ventilasi tidak terhalang. Resusitasi harus
segera dimulai dan perdarahan aktiI dikendalikan. Pasien dengan cepat diperiksa
untuk mencari ada tidaknya cidera ganda. Foto sinar-X AP harus segera dilakukan.
(Apley, 1995)
Kemudian dilakukan pemeriksaan lebih cermat dengan memperlihatkan pelvis,
perut, perineum dan rectum. Liang meatus urethra diperiksa untuk mencari tanda
perdarahan. Tungkai bawah juga diperiksa untuk mencari tanda cidera saraI. (Apley,
1995)
Apabila keadaan umum sudah stabil, pemeriksaan sinar-X dapat dilakukan.
Apabila dicurigai terdapat robekan urethra dapat dilakukan uretrogram secara pelan-
pelan. Sampai tahap ini dokter yang memeriksa sudah mendapat gambaran yang baik
mengenai keadaan umum pasien, tingkat cidera pelvis, ada tidaknyacidera visceral
dan kemungkinan berlanjutnya perdarahan di rongga perut atau retroperitoneal.
(Apley, 1995)
Untuk perdarahan yang hebat, diagnosisnya sekalipun tampak jelas bahwa
berlanjutnya syok adalah akibat perdarahan, tidaklah mudah untuk menemukan
sumber perdarahan itu. Pasien dengan tanda-tanda abdomen yang mencurigakan harus
diselidiki lebih lanjut dengan aspirasi peritoneum atau pembilasan. Kalau terdapat
aspirasi diagnostic, perut harus dieksplorasi untuk menemukan dan menangani
sumber perdarahan. Tetapi, kalau terdapat hematom retroperitoneal yang besar , ini
tidak boleh dievakuasi karena hal ini dapat melepaskan eIek tamponade dan
mengakibatkan perdarahan yang tak terkendali. (Apley, 1995)
Cidera urologi terjadi sekitar 10 pasien dengan Iraktur cincin pelvis. Karena
pasien sering sakit berat akibat cidera yang lain, mungkin dibutuhkan kateter urin
untuk memantau keluaran urin. Tidak boleh memasukkan kateter diagnostic karena
kemungkinan besar ini akan mengubah robekan sebagian menjadi robekan lengkap.
Untuk robekan yang tak lengkap, pemasukan kateter suprapubiksebagai prosedur
resmi saja yang dibutuhkan. Sekitar 50 robekan tak lengkap akan sembuh dan tidak
banyak memerlukan penanganan jangka panjang (Apley, 1995)
Terapi robekan uretra lengkap masih controversial. Realignment primer pada
uretre dapat dicapai dengan melakukan sistotomi suprapubik, mengevakuasi hematom
pelvis dan kemudian memasukkan kateter melewati cidera untuk mendrainase
kandung kemih. Kalau kandung kemih mengambang tinggi, ini harus direposisi dan
diikat dengan penjahitan melalui bagian anterior bawah kapsul prostat. (Apley, 1995)
Untuk penanganan Iraktur, pada Iraktur tipe A hanya membutuhkan istirahat total
di tempat tidur, dikombinasi denagn traksi tungkai bawah kurang lebih 4-6 minggu.
Fraktur tipe B, apabila cidera open book kurang dari 2,5cm biasanya dapat diterapi
dengan bed rest total dengan pemasangan korset elastic bermanIaat untuk
mengembalikan ke posisi semula. Apabila lebih dari 2,5cm dapat dicoba dengan
membaringkan pasien miring dan menekan ala ossis ilii. Selain itu juga dapat
dilakukan Iiksasi internal apabila Iiksasi eksternal tidak berhasil dilakukan. Fraktur
tipe C merupakan paling berbahaya dan paling sulit diterapi. Pasien harus bedrest
total kurang lebih selama 10 minggu. Operasi berbahaya dilakukan karena bias terjadi
perdarahan massiI dan inIeksi. Pemakaian traksi kerangka dan Iiksasi luar mungkin
lebih aman. (Apley, 1995)
G. Komplikasi
Nyeri sacroiliaca sering ditemukan setelah Iraktur pelvis tak stabil dan kadang
memerlukan artrodesis pada sendi sacroiliaca. Cidera saraI skiatika biasanya sembuh
tetapi kadang memerlukan eksplorasi. Cidera uretra berat bisa menimbulkan striktur
uretra, inkontinensia dan impotensi (Apley, 1995)
Ruptur uretra posterior paling sering disebabkan oleh Iraktur tulang pelvis. Frakttur
yang mengenai ramus atau simIisis pubis dan menimbulkan kerusakan pada cincin
pelvis dapat menyebabkan robekan uretra pars prostate-membranacea. Fraktur pelvis
dan robekan pembuluh darah yang berada di kavum pelvis menyebabkan hematom
yang luas di kavum retzius sehingga jika ligamentum pubo-prostatikum ikut robek,
prostat beserta buli-buli akan terangkat ke cranial.( De Jong, Wim, uku ar Ilmu
edah d.2, Jakarta, EGC, 2004)
Ruptur uretra anterior , cidera dari luar yang sering menyebabkan kerusakan uretra
anterior adalah straddle injury (cidera selangkangan) yaitu uretra terjepit diantara
tulang pelvis dan benda tumpul. Jenis kerusakan uretra yang terjadi berupa kontusio
dinding uretra, rupture parsial, atau rupture total dinding uretra. Pada kontusio uretra
pasien mengeluh adanya perdarahan per-uretram atau hematuria. Jika terdapat
robekan pada korpus spongiosum, terlihat adanya hematom pada penis atau butterIly
hematom. Pada keadaan ini seringkali pasien tidak dapat miksi. ( De Jong, Wim, uku
ar Ilmu edah d.2, Jakarta, EGC, 2004)




O Perdarahan Rongga Retroperitoneal
A. Anatomi
Rongga retroperitoneum adalah rongga yang memanjang dari diaIragma menuju
pelvis, dengan batas yaitu : (Jong De, Sjamsuhidajat. 2011. Buku Ajar lmu Bedah.
Jakarta:EGC)
-Di ventral dibatasi oleh peritoneum parietalis bagian posterior
-Di dorsal dibatasi oleh tulang belakang, otot psoas, otot kuadratus lumborum, orgo
dari otot transvesus abdominis
-Di kranial dibatasi oleh iga VII dan diaIragma
-Di kaudal dibatasi oleh krista iliaka, sakrum, otot psoas, bagian posterior otot
piriIorms, otot iliakus, dan bagian lateral otot obturator lumborum.
-Di lateral dibatasi oleh tep lateral otot kuadratus lumborum.
Rongga retroperitoneum berisi ginjal, ureter, kelenjar adrenal, pankreas,
duodenum, aorta abdominalis, vena kava inIerior, sistem porta,pembuluh
spermatika/ovarika, pembuluh limIe, kelenjar limIe, bagian saraI autonom dan saraI
periIer. ( De Jong, Wim, uku ar Ilmu edah d.2, Jakarta, EGC, 2004)
B. Etiologi
Perdarahan sebagai akibat dari trauma abdomen dapat terjadi kerusakan pada
organ padat berupa hati dan limpa. Adanya nyeri dalam rongga perut menyebabkan
rangsangan peritoneum dan nyeri yng berlanjut menjadi anemia hemoragik dan dapat
menjadi syok hemoragik. (Theodore, R. Schrock, M.D. Ilmu Bedah, Penerbit Buku
Kedokteran)
C. KlasiIikasi
O Cedera pada Duodenum dan Pankreas
Pankreas dan duodenum adalah organ-organ retroperitoneal dan secara anatomi dan
Iisiologi mempunyai hubungan yang dekat. Diperlukan kekuatan besar untuk
menceraikan organ-organ ini, karena organ-organ ini terlindung dengan baik, jauh di
dalam abdomen. Cedera pada organ yang berdekatan hampir selalu ada. Letak
retroperitonial membuat cedera ini sulit untuk di diagnosa karena LPD sering negatiI
oleh karenanya scan abdomen sangat penting untuk keadaan ini.
Cedera pada duodenum sendiri dapat disembuhkan dengan anastomosis primer atau
Billrort II. Selang duodenostomi mungkin akan dipasang untuk kompresi dan selang
jejunostomi untuk pemberian makanan. Trauma tumpul pada duodenum juga dapat
menyebabkan hematoma intramural, yang dapat mengarah pada obstruksi duodenal.
(Theodore, R. Schrock, M.D. Ilmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran)
O Cedera pada ginjal
Ginjal terletak di rongga retroperitoneum dan terlindungi oleh otot-otot
punggung di sebelah posterior dan oleh organ-organ intraperitoneal di sebelah
anteriornya karena itu cedera pada ginjal jarang diikuti oleh cedera pada organ-
organ yang mengitarinya. Cedera ginjal dapat terjadi secara langsung akibat
benturan yang mengenai daerah pinggang atau tidak langsung akibat deselerasi
pergerakan ginjal secara tiba-tiba di dalam rongga retroperitoneum. (Theodore,
R. Schrock, M.D. Ilmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran)
1. Cedera Vaskuler : Cedera penetrasi dapat mengarah baik pada hemoragi
bebas hematoma terkandung, atau berkembangnya trumbus intraluminal.
Cedera perlambatan mendadak dapat menyebabkan perobekan dari
pembuluh-pembuluh yang lebih kecil atau merobek intima arteri renal,
yang juga dapat mengarah pada trombosis pembuluh. Laseralisasi yang
lebih kecil diperbaiki, sedangkan cedera yang lebih besar mengharuskan
dilakukan neIrektomi.
2. Cedera parenkim : Trauma tumpul atau penetrasi dapat menyebabkan
laserasi atau kontusio parenkim ginjal atau pecahnya sistem koligentes.
Fraktur iga bawah harus meningkatkan kecurigaan terhadap cedera yang
berkaitan dengan ginjal.
D. Gambaran Klinis
Trauma abdomen dapat menimbulkan maniIestasi klinis meliputi distensi
abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi, peningkatan suhu tubuh,
nyeri spontan. Pada trauma non-penetrasi (tumpul) pada trauma non penetrasi
biasanya terdapat adanya jejas atau ruptur dibagian dalam abdomen terjadi perdarahan
intra abdominal. Pada trauma penetrasi terdapat luka robekan pada abdomen hingga
luka tusuk menembus abdomen. (Anonymous. Laparaskopi. 2011. Download :
http://darryltanod.blogspot.com/2008/04/laparoscopy-tiga-dekade-yang-
sudah17.html)
O Cedera Pankreas dan Duodenum
Masalah yang timbul pada cedera duodenum dan pankreas adalah cairan yang
diproduksi (duodenum dan pankreas) dan cairan lainnya yang melalui duodenum
(saliva, empedu atau gaster), yang menyebabkan distensi pada duodenum yang
cedera dan bila cairan bercampur terjadi proses digesti pada duodenum dan organ
sekitarnya. Pada keadaan ini diperlukan pengalihan sementara dengan ekslusi pylorus.
(Beckingham IJ, Krige JE. Liver and pancreatic trauma, dalam : ABC diseases oI
liver, pancreatic and biliary tract system. Br Med J 2001 ;322:783-5.)
O Cedera pada ginjal
Dugaan trauma ginjal, yang diantarannya didukung dengan adanya hematuria,
dapat dievaluasi dengan pembuatan neIrograIi dengan kontras intra vena (IVP) dan
ruptura buli- buli, dapat dideteksi dengan sistograIi, bila mana ditemukan trauma
tumpul suprasimIisis disertai tanda-tanda peritonitis, hematuria dengan diuresis yang
relatiI sedikit. (Theodore, R. Schrock, M.D. Ilmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran)
Tanda kardinal dari trauma ginjal adalah hematuria, yang dapat bersiIat massiI atau
sedikit, tetapi besarnya trauma tidak dapat diukur dengan volume hematuria atau
tanda-tanda luka. Tanda lainnya ialah adanya nyeri pada abdomen dan lumbal,
kadang-kadang dengan rigiditas pada dinding abdomen dan nyeri lokal. Jika pasien
datang dengan kontur pinggang yang kecil dan datar, kita dapat mensuspeknya
dengan hematoma perineIrik. Pada kasus perdarahan atau eIusi retroperitoneal,
trauma ginjal kemungkinan dihubungkan dengan ileus paralitik, yang bisa
menimbulkan bahaya karena membingungkan untuk didiagnosis dengan trauma
intraperitoneal. Nausea dan vomiting dapat juga ditemukan. Kehilangan darah dan
shock kemungkinan akan ditemukan pada perdarahan retroperitoneal
(Vierira, Santos, Dos, Marselo., Nascimento, Do, Leite, Vital, Renata. Surgery.
(online) . 2011. Available in URL : http://www.medstudents.com/br/cirur/cirur4/htm)
Pada beberapa kasus, darah dapat teraspirasi melalui insuIIlasi jarum sebelum
tampak adanya distensi gas. Biasanya perdarahan terdapat di dalam ruang
retroperitoneal, yang biasanya mengakibatkan keterlambatan diagnosa sebagai
konsekuensinya bisa terjadi renjatan hipovolemik. Untuk menghindari diagnosa dini
yang terlambat, maka keadaan dan kondisi pembuluh-pembuluh darah besar harus
diketahui sebelum menyelesaikan atau mengakhiri prosedur. Jika aspirasi darah
ditemukan pada insuIIlasi jarum, maka posisi jarum tidak boleh diubah, harus
dibiarkaan pada letaknya sampai dilakukan persiapan darurat untuk menampung
produk-produk darah dan dilaksanakannya laparotomi. Jika hemoperitoneum
terdiagnosa ketika melakukan visualisasi rongga peritoneal, dapat digunakan suatu
instrumen untuk menyerap perdarahan yang terjadi, dan jika bisa dilakukan oklusi
sementara terlebih dahulu terhadap pembuluh darah tersebut. Pada saat pembukaan ke
dalam cavum peritoneum aorta dan vena cava harus segera di tekan sampai berada
dibawah level pembuluh darah renalis, agar dapat mengontrol kehilangan darah untuk
sementara. Tindakan prosedur yang harus dilakukan disesuaikan tergantung dari
posisi dan luasnya kerusakan dari pembuluh darah. . (Anonymous. Laparaskopi. 2011.
Download : http://darryltanod.blogspot.com/2008/04/laparoscopy-tiga-dekade-yang-
sudah17.html)

E. Pemeriksaan Penunjang
Tes laboratorium yang dapat dilakukan yaitu : periksa hematokrit, hitung jenis
leukosit, dan urinalisis, sedangkan test lainnya dilakukan bila diperlukan. Nilai-nilai
amilase urine, dan serum dapat membantu untuk menentukan adanya perlukaan
pankreas atau perIorasi usus. (Theodore, R. Schrock, M.D. Ilmu Bedah, Penerbit
Buku Kedokteran)
F. Penatalaksanaan
O Cedera Duodenum dan Pankreas (Sabiston, David C. Buku Ajar Bedah (Essentials
oI Surgery), Jakarta, EGC, 1994.)
Masalah utama trauma pankreas adalah keluarnya cairan pankreas bila disertai
cedera duktus. Pada trauma pankreas berat dengan cedera duktus pankreatikus
(derajat III - V), yang mengenai pankreas bagian distal (sebelah kiri dari
arteri/vena mesentrial superior) penderita langsung dipasang packing dan
drainase eksterna. Pada cedera bagian proksimal dengan melibatkan duodenum,
dilakukan pengikatan/penjahitan duodenum, packing pankreas dan pasang drain
eksterna, tanpa rekontruksi.
Pada trauma duodenum yang melibatkan pankreas, operasi dilakukan dengan
tujuan mengalihkan cairan lambung dan saliva, dengan cara ekslusi pilorus dan by
pass gastroyeyenostomi. Ekslusi pilorus dilakukan dengan jahitan jelujur
(Jordan) atau jahitan kantung tembakau (Moore dan Moore), dengan
menggunakan benang yang diserap sehingga jahitan akan terlepas setelah tiga
minggu, jahitan dapat dilakukan melalui gastrotomi atau dari luar (tanpa
gastrotomi). Setelah tiga minggu diharapkan luka di duodenum sembuh.
Gastroyeyenostomi dikerjakan untuk mengalihkan cairan dari gaster langsung ke
yeyenum. Bila kondisi tidak memungkinkan, gastroyeyenostomi dapat ditunda
dan dilakukan gastrostomi atau dipasang sonde lambung. Keuntungan melakukan
ekslusi pilorus dengan gastroyeyenostomi, selain mengalihkan cairan gaster,
penderita dapat langsung diet enteral lebih dini sehingga dapat mengurangi biaya
akibat pemakaian nutrisi parenreral total.
Dekompresi dilakukan dengan memasang kateter besar pada duodenum yang
dialirkan melalui retroperitoneal, sehingga dapat mengurangi kebocoran,
dibandingkan drain melalui dinding depan abdomen.
10,12
Keuntungan dekompresi
adalah berkurangan kejadian Iistel mencapai kurang 0,5, dibandingkan tanpa
dekompresi yaitu 19,3.
O Cedera pada Ginjal
Tujuan dari penanganan penyakit ini adalah mencegah gejala-gejala darurat dan
penanganan komplikasi. Analgesik dibutuhkan untuk mengurangi rasa sakit.
Hospitalisasi dan observasi tertutup dibutuhkan karena resiko perdarahan tertutup dari
trauma ginjal. Perdarahan yang cukup berat membutuhkan pembedahan keseluruhan
ginjal (neIroktomi) untuk mengontrol perdarahan. Pembedahan dilakukan untuk
mengontrol perdarahan termasuk drainase pada ruang sekitar ginjal. Kadang-kadang
angio-embolisasi dapat menghentikan perdarahan. Pembedahan dilakukan untuk
memperbaiki keadaan parenkim ginjal dan vaskularisasinya. Dimana tekhnik yang
akan dilakukan tergantung pada lokasi terjadinya trauma. Pengobatan non-bedah
termasuk istirahat selama 1-2 minggu atau selama perdarahan berkurang, adanya
nyeri, dan observasi tertutup dan penanganan gejala-gejala dari gagal ginjal.
Pengobatan ini juga harus diimbangi dengan retriksi diet dan penanganan gagal ginjal.
(Ningsih Fitria. Trauma (Ruptur) Ginjal. (online) 20 September 2011. (cited) 03
April 2010. Available in URL : http://minakomoon-
minakoIlow.blogspot.com/2010/04/trauma-ginjal.html )

You might also like