You are on page 1of 2

Mochamad Ridha Gustian TPB 10 Kain Songket Masyarakat Indonesia pada umumnya tentu mengenal kain tenun asal

Sumatra yang disebut songket. Kain Songket adalah kain tenun yang dibuat dengan teknik menambah benang pakan, hiasan dibuat dengan menyisipkan benang perak, emas atau benang warna di atas benang lungsi, kadangkadang dihiasi dengan manik-manik, kerang atau uang logam. Di Palembang kain songket ditenun dengan benang emas atau perak yang dikenal dengan nama Tenun Songket Palembang, kerajinan ini dimulai sejak zaman Sriwijaya. Beberapa abad yang lalu kerajinan ini merupakan kewajiban bagi para remaja menjelang mereka mulai berumah tangga. Kain ini dipakai untuk upacara adat, umumnya dipakai oleh kaum wanita dalam upacara perkawinan dan oleh para penari. Pada masa yang lalu sarung songket Lepus terbuat dari sutera dihiasi dengan benang emas, hanya dipakai oleh putri-putri raja dalam upacara kebesaran. Berdasarkan asal-muasal namanya, songket berasal dari kata tusuk dan cukit yang disingkat menjadi suk-kit. Dalam perkembangannya kemudian suk-kit itu kemudian banyak dilafalkan sebagai sungkit yang kemudian berubah menjadi songket. Sulit dicari asal-usul kapan kain songket pertama kali dibuat, untuk apa, dan di mana. Bisa jadi kain ini dibuat pertama kali di kerajaan Sriwijaya, mengingat bahwa kerajaan ini merupakan pintu masuk budaya yang beragam dan perdagangan dari berbagai negara. Namun, kalau dilihat lebih seksama dari motif yang ada, unsur-unsur yang mendominasi dalam kain tenun songket adalah unsur budaya China dan India. Penampilannya yang gemerlap dengan benang emas, dan kainnya yang halus karena berbahan dasar sutra, menjadikan kain songket sejak dulunya merupakan kain milik para bangsawan, sebagai salah satu lambang status kekayaan mereka. Konon ketika itu, setiap kelompok bangsawan memiliki corak motif masing-masing, untuk membedakannya dari kelompok yang lain. Lama kelamaan, kain songket pun menjadi pakaian yang wajib dikenakan pada saat upacara adat atau upacara resmi lainnya. Ketentuan adat itu terus bertahan hingga kini. Dalam upacara perkawinan, misalnya, mengenakan kain songket menjadi keharusan dalam tradisi sebagian masyarakat Melayu.

Industri songket biasanya dilakukan dalam skala-skala rumah tangga, misalnya seperti yang dilakukan oleh perajin Silungkang, di Padang. Pembuatan songket biasanya membutuhkan waktu bermingguminggu. Bahkan ada yang sampai enam bulan. Tergantung tehnik yang dipakai. Pada masa dahulu, penyiapan bahan baku tenun seperti benang dan pewarnaannya dikerjakan dengan bahan-bahan yang diambil dari alam. Dahulu untuk mendapatkan warna merah biasanya dengan menggunakan kayu sepang yang diambil inti kayunya kemudian dicampur dengan akar mengkudu dan setelah itu direbus bersamaan dengan benang yang ingin diwarnai. Warna biru didapat dari indigo, warna kuning dari kunyit, dan warna-warna sekunder seperti hijau, ungu, dan oranye biasanya dilakukan pencampuran cat dari warna merah, biru, dan kuning. Dan untuk membuat warna agar tidak mudah luntur, pada waktu pencelupan biasanya diberi tambahan tawas. Namun sekarang bahan-bahan itu sudah tergantikan dengan bahan-bahan buatan pabrik. Untuk benang biasa, kebanyakan para perajin saat ini menggunakan katon atau sutra, bisa juga campuran keduanya, sebagai dasar utama songket. Tapi untuk hasil yang paling bagus biasanya para perajin menggunakan sutra, untuk memperolah kain yang lebih lentur biasanya. Sedangkan benang emas yang menjadi motifnya biasanya menggunakan katon yang dicelup dengan cairan emas, yang biasanya memiliki kadar delapan karat. Ada beberapa tipe benang emas yang biasanya digunakan dalam pembuatan songket. Pertama, benang emas jantung. Yaitu benang emas yang umurnya sudah tua dan tidak diproduksi lagi. Untuk mendapatkan benang emas ini biasanya para perajin mengambilnya dari kain songket yang telah kuno, kemudian ditenun kembali. Keunggulan benang emas ini adalah sifatnya yang tidak mudah luntur. Dan daya tahannya memang sangat lama, bahkan bisa sampai satu abad lebih. Kedua, benang emas bangko yang berwarna emas keperak-perakan dan bermanik-manik seperti mutiara. Ketiga, adalah benang sartibi. Warnanya emas agak keputih-putihan dan lebih halus. Dan benang yang digunakan masyarakat melayu kebanyakan adalah benang mamilon. Warnanya keemasan dengan tekstur agak kasar.

You might also like