You are on page 1of 10

ANALISIS NILAI BUDAYA DALAM NOVEL SINTREN KARYA DIANING WIDYA YUDHISTIRA

Oleh

: XI IPA 2 (08)

1. Ariska Ratih Damayanti 2. Indy Puspita (14)

3. Isna Lailatusholihah (15) 4. Meiske Wilajati (23)

SMA NEGERI 1 WONOSARI 2010/2011

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang Sastra merupakan karya imajinatif yang menggambarkan kehidupan

bermasyarakat yang dapat dinikmati, dipahami, dan dapat dimanfaatkan oleh kalangan masyarakat. Hasil dari imajinatif yang dilakukan oleh pengarang tersebut akan dituangkan ke dalam bentuk karya sastra. Bentuk karya sastra tersebut misalnya drama, cerpen, puisi, dan novel. Dalam penciptaan karya sastra tersebut tidak hanya melalui imajinatif yang dilakukan oleh pengarang tetapi, dapat juga dari hasil pengalaman batin pengarang. Pengalaman batin pengarang tersebut berupa peristiwa atau problem dunia yang menarik sehingga muncul gagasan dan imajinasi yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Biasanya, masalah yang diketengahkan adalah masalah-masalah yang sedang terjadi. Salah satu hal yang tidak dapat di lepaskan dari pembuatan suatu karya sastra adalah latar belakang penulis untuk menghasilkan suatu karya sastra.beberapa hal yang melatarbelakangi pembuatan suatu karya sastra tersebut, antara lain : lingkungan sekitar, faktor religi ataupun factor budaya. Perkembangan novel di Indonesia sekarang ini cukup pesat, terbukti dengan banyaknya novel-novel baru telah diterbitkan. Novel tersebut mempunyai bermacammacam tema dan isi yang lebih banyak mengetengahkan kisah-kisah romantisme anak muda. Namun ada pula novel novel yang lebih mengetengahkan kisah perjuangan hidup dalam lingkungan yang berbeda beda. Dianing Widya Yudhistira dalam novelnya yang berjudul Sintren mencoba mengungkapkan kehidupan seorang anak, sebelum dan sesudah ia menjadi Sintren. Dalam ruang lingkup kehidupan yang terjadi serta mengenai kebudayaan kebudayaan yang di tengahkan dalam pembuatan novel tersebut. Novel Sintren karya Dianing Widya Yudhistira merupakan sebuah karya sastra yang tidak hanya cukup dinikmati saja. Melainkan dapat pula dikaji lebih dalam mengenai unsur unsur intrisik di dalamnya. Penulis tertarik untuk menganalisa salah satu unsur intrinsik dalam novel tersebut khususnya mengenai nilai budaya , karna dalam novel tersebut banyak di tengahkan nilai budaya nya. Makalah ini dibuat berjudul

Analisis Nilai Budaya dalam novel Sintren karya Dianing Widya Yudhistira.
B. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apa saja nilai budaya yang terkandung dalam novel Sintren? 2. Bagaimana nilai budaya yang terkandung dalam novel Sintren ? C. Tujuan Tujuan pembuatan makalah ini, antara lain: 1. Mengetahui nilai-nilai budaya yang terkandung dalam novel Sintren 2. Megetahui bagaimana nilai budaya yang terkandung dalam novel Sintren D. Manfaat Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain: 1. Dapat memberikan informasi mengenai nilai-nilai budaya dalam novel Sintren. 2. Dapat memberikan informasi mengenai kaitan nilai budaya dalam novel Sintren dengan kehidupan masa kini. E. Definisi Operasional 1. Analisis Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa(karangan, perbuatan) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (KBBI, 2001 ) 2. Nilai Nilai adalah gambaran mengenai apa yang diinginkan,yang pantas,berharga,dan dapat mempengaruhi perilaku sosial dari orang yang bernilai tersebut. (M.Z. Lawang) 3. Budaya Budaya adalah pikiran, akal budi, seseatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang( beradap, maju). (KBBI, 2002: 169) 4. Nilai budaya Nilai budaya adalah konsep abstrak mengenai masalah dasar yang sangat penting dan bernilai dalam kehidupan manusia.(KBBI, 2002: 783) 5. Novel

Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekeliling nya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. (KBBI, 2002: 788) 6. Sintren Sintren adalah perempuan yang dirias dan berkacamata hitam, lalu menari nari dengan iringan tabuhan dan tembang yang khusus untuk sintren.(Yudhistira, 2007)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sinopsis Saraswati seorang gadis kecil nan ayu, serba kekurangan di Desa Batang, Pekalongan, Jawa Tengah, bersikeras untuk melanjutkan pendidikannya sampai menjadi sarjana. Keinginannya tersebut ditentang ibunya dengan alasan kekurangan biaya. Setiap harinya harus membantu ibunya bekerja di tempat juragan Wargo. Hingga suatu hari, juragan berniat untuk melamar Saraswati untuk anaknya (Kirman). Mengetahui hal itu ibunya sangat senang dan memaksa Saraswati untuk menerima lamaran tersebut. Sebenarnya Saraswati telah jatuh hati kepada Sinur teman sekelasnya . namun ia terpaksa menuruti kemauan ibunya untuk menerima lamaran tersebut . Setelah lamaran diterima ,tiba-tiba keluarga juragan Wargo membatalkan lamaran tersebut karena ancaman Wastini yang tidak menyukai hal itu. Ibu Saraswati sakit hati dan berhenti bekerja pada juragan Wargo karena hal tersebut semakin jauh angan Saraswati untuk mencapai cita-citanya. Setelah gagal menikah dengan Kirman, datanglah teman ibunya bernama Larasati yang mencari remaja putri untuk dijadikan sintren dengan imbalan uang yang cukup banyak. Ibunya langsung gelap mata dan memaksa Saraswati untuk menjadi sintren. Ia pun menyetujuinya dengan harapan uang tersebut bisa untuk bersekolah. Saat tes menjadi sintren, banyak yang pingsan dan tidak kuat namun Saraswati dapat bertahan terpilih menjadi sintren. Hari pertama menjadi sintren perananya sangat membius penonton . Saat menari jiwa setengah raga Saraswati terpisah dan ia hanya di gerakan oleh makhluk lain sehingga, ia bisa menari dengan gemulai . Di tengah pertunjukan ia menghampiri Sinur dan meminta saweran. Sinur di kejar sampai kuburan setelah pertunjukan selesai, Saraswati berubah menjadi aneh hal itu membuat ibunya kawatir dan memintanya untuk berhenti namun, ia tetap bersikukuh untuk menjadi sintren agar ia tetap bisa sekolah. Pesona sintren Saraswati makin hari makin bersinar tubuhnya yang semula sawo mateng berubah menjadi kuning langsat tubuhnya berisi sampai orang-orang sekitarpun tak mengenalnya lagi. Semua laki-laki tergila-gila dan jatuh cinta dengan sintren Saraswati baik itu duda, lajang, maupun beristri. Pesonanya pun sampai memakan korban

mulai dari Legiman Guru SD nya yang meninggal karena tergila-tergila pada Saraswati, di susul Kartika yang tunanganya Legiman yang bunuh diri menyusul Legiman, kemudian Kirman mantan calon suami Saraswati yang hanyut diri di Kali Keramat karena di tolak Saraswati, dan yang terakhir adalah Dadung suami dari Wati yang tiap hari memanggil Saraswati hingga di usir dari kampung. Hal tersebut membuat gerang masyarakat dan meminta agar Saraswati segera menikah agar tidak mengganggu ketentraman desa dan rumah tangga warga lain. Ia pun menikah dengan empat pengusaha kaya namun semuanya meninggal beberapa hari setelah menikah dengan Saraswati. Hal tersebut merupakan resiko seorang sintren yang akan tetap menjadi perawan walaupun telah menikah. Hingga suatu hari ,Sinur, pangeran kecil Saraswati pulang setelah menuntut ilmu di Semarang. Ia berniat untuk menikahi Saraswati . Ia menyambangi rumah Saraswati dan menemui Saraswati telah terbujur kaku, tak bernyawa B. Pengumpulan Data No. Indikator Keberadaan Nilai Budaya Ada 1. Penggunaan bahasa daerah V Tidak Wong bandane bapakmu yo kowe tok. (halaman 15) Hust! wong tuwa kok kanggo guyon. Njur pengen apa, Pak. Ora pengen apa-apa. (halaman 20) Apa kamu menunggu bapak sama makmu tuwa thikruk-thikruk, Man? 2. Adat istiadat yang masih di pegang teguh V (halaman 22) Sudah adatnya, kalau anak itu mengikuti orang tuanya. (halaman 76) Kutipan

3.

Ritual-ritual

Di setiap sudut tempat pertunjukan Sintren, di letakkan sesajen berupa kembang 7 rupa, pisang sepet, kemenyan.( Halaman 123) Setiap kali Larasati mengguyur tubuh Saraswati, Mbah Mo mengiringinya dengan membaca mantra-mantra. Dan semua baju yang dipakai waktu menjadi Sintren di hanyutkan. (halaman 165) Kata orang kampungnya, kucing termasuk hewan keramat, tidak boleh dibunuh. Bila ada orang yang membunuh kucing akan mengalami musibah. (halaman 25) Demikian ia dan orang-orang di Kampung mempercayai mitos, bahwa hari selasa adalah hari sial.(halaman 29) Weton makku yang cocok dengan aku membuat kita banyak rejeki. (halaman 52) Tembang pengiring sintren, kembangkembang mbako, kacamata abang ijo, sintren metu kembang krampyo. (halaman 124) Di iringi tetebuhan tethe, dan kendang yang bersahutan. (Halaman 124) Selama 10 hari tanpa henti pertunjukan Sintren di adakan. (Halaman 119) Mencuci muka juga mencuci tangan dan

4.

Mitos

5.

Kesenian tradisional

6.

Kebiasaan turun temurun

kakisepulang melayat adalah kebiasaan orang-orang di Kampunya. (halaman 50) 7. Peribahasa jawa C. Pembahasan tabel Novel Sintren karya Dianing Widya Yudhistira mengandung beberapa nilai budaya. Nilai budaya dalam novel Sintren dapat di kelompokkan berdasakan indikator nilai-nilai budaya. Indikator nilai budaya yang dimaksud antara lain : penggunaan bahasa daerah, adat istiadat yang masih dipegang teguh, ritual-ritual, mitos, kesenian tradisional, kebiasaan turun-temurun, peribahasa jawa. Nilai budaya menurut indikator penggunaan bahasa daerah dalam novel ini dapat terlihat dari kutipan Wong bandane bapakmu yo kowe tok. (halaman 15). Kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia mengandung makna, karna hartanya bapak kamu hanya kamu. Penggunaan bahasa daerah dalam novel ini bertujuan untuk memberikan ruh pada ceritanya serta menunjukan sisi budaya sesuai tempat yang diambil dalam novel ini. Nilai budaya menurut indikator adat istiadat yang masih dipegang teguh dalam novel ini dapat dilihat dari kutipan Sudah adatnya, kalau anak itu mengikuti orang tuanya. (halaman 76) . Dalam novel Sintren di ceritakan bahwa Saraswati di paksa untuk menikah dengan Kirman yang berusia jauh lebih tua darinya, hal tersebut menunjukan bahwa budaya masih dipegang teguh dalam pembuatan novel tersebut. Nilai budaya menurut indikator rirual-ritual dalam novel ini dapat dilihat dari kutipan Di setiap sudut tempat pertunjukan Sintren, di letakkan sesajen berupa kembang 7 rupa, pisang sepet, kemenyan.( halaman 123). Dalam novel Sintren diceritakan bahwa saat menjadi sintren harus melakukan beberapa ritual tertentu. Ritual dalam novel tersebut, saat ini masih dilakukan pula oleh sebagian masyarakat yang masih mempercayai hal-hal mistis. Nilai budaya menurut indikator mitos dalam novel ini dapat dilihat dari kutipan Kata orang kampungnya, kucing termasuk hewan keramat, tidak boleh dibunuh. Bila ada orang yang membunuh kucing akan mengalami musibah. (halaman 25). Dianing V Keplok ora tombok. (halaman 94)

dalam novelnya juga memberikan contoh nilai budaya berupa mitos yang ada di daerah sesuai latar novel yang di buat. Nilai budaya menurut indikator kesenian tradisional dalam novel ini dapat dilihat dari kutipan Tembang pengiring sintren, kembang-kembang mbako, kacamata abang ijo, sintren metu kembang krampyo.(halaman 124). Dalam novel Sintren ini kesenian tradisional pun juga di angkat karna di lihat dari judulnya yaitu Sintren , sudah menunjukan suatu jenis kesenian tradisional dari suatu daerah. Nilai budaya menurut indikator kebisaan turun temurun dalam novel ini dapat dilihat dari kutipan Mencuci muka juga mencuci tangan dan kaki sepulang melayat adalah kebiasaan orang-orang di Kampungnya. (halaman 50). Kutipan tersebut menunjukan masih adanya kebiasaan yang di lakukan masyarakat yang sudah turun temurun. Nilai budaya menurut indikator peribahasa jawa dalam novel ini dapat dilihat dalam kutipan Keplok ora tombok. (halaman 94). Kalimat tersebut memiliki arti bahwa orang yang hanya mau memerintah saja tetapi tidak mau melakukannya. Pada kutipan tersebut selain menunjukan nilai budaya tapi juga mangandung nilai moral.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Analisis yang telah dilakukan menunjukan bahwa pada novel Sintren karya Dianing Widya Yudhistira mangandung unsur- unsur nilai budaya. Unsur nilai budaya pada novel tersebut dapat dilihat dari beberapa indikator nilai budaya. Indikator nilai

yang dimaksud antara lain:

penggunaan bahasa daerah, adat istiadat yang masih

dipegang teguh, mitos, ritual-ritual, kesenian tradisional, kebiasaan-kebiasaan, peribahasa jawa. Berdasarkan indikator tersebut, pada novel Sintren terdapat nilai-nilai budaya, antara lain: penggunaan Bahasa Jawa, mitos bahwa kucing adalah hewan keramat, adat istiadat jika seorang anak harus mengikuti orang tuanya, ritual-ritual yang dilakukan saat menjadi seorang Sintren serta kebiasaan mencuci muka setelah pergi melayat . Dalam novel Sintren nilai budaya lebih diketengahkan karena tema dari novel tersebut mengangkat kesenian khas dari daerah Batang, Jawa Tengah yaitu kesenian Sintren. Pemilihan tema dan judul tersebut memberikan ruh dan daya tarik tersendiri terhadap novel Sintren karena nilai-nilai budaya yang diungkapkan hingga saat ini masih dipegang teguh oleh masyarakat Jawa Tengah khususnya daerah Batang.

B. Saran 1. Sebagai generasi muda, sebaiknya kita dapat melestarikan budaya dan menjaganya agar tidak hilang dari kehidupan kita. 2. Novel Sintren ini merupakan novel yang menarik dan mengandung nilai budaya di dalamnya sehingga novel ini layak dibaca oleh semua kalangan

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka Yudhistira, Dianing Widya. 2007. Sintren. Jakarta: Grasindo

You might also like