You are on page 1of 7

Dampak Negatif Permasalahan Orangtua Terhadap Anak Dan Pencegahannya

Sering kita liat di sekitar kita banyak orangtua mengabaikan perasaan anak-anak mereka jika mereka mempunyai masalah dengan suami/istri-nya. Mereka tidak perduli apakah masalah diantara mereka mempengaruhi perkembangan anak atau tidak. Kadang-kadang diamnya anak dianggap sebagai pemahaman, tanpa orangtua mencari tahu tentang perasaan anak-anak mereka. Anak-anak yang paling sering menjadi korban permasalahan orangtua mereka. Dampak-dampak negatif permasalahan orangtua terhadap anak seperti berikut ini: 1. Anak-anak bisa trauma, sehingga mereka bisa tiba sakit (untuk yang pertahanan tubuhnya lemah). 2. Prestasi belajar di sekolah jadi menurun, akibat kepikiran orangtuanya yang selalu rebut dan bertengkar setiap hari. 3.Terjadiperubahansikap Anak menjadi lebih tertutup, nggak mau lagi bergaul dengan orang-orang yang mengetahui bahwa orangtuanya nggak akur (akibat gossip tetangga dan ejekan teman-teman), bahkan bisa menyebabkan si anak tidak respect lagi pada orangtua sebagai akibat dari lunturnya kepercayaan si anak pada sosok orangtuanya. 4. Image orangtua berubah di mata anak Biasanya salah satu pihak akan dianggap penindas di mata si anak, entah itu ayah atau ibu. Tapi biasanya ayah. 5. Ketika dewasa, jadi takut menikah Biasanya salah satu pihak akan dianggap penindas di mata si anak, entah itu ayah atau ibu. Tapi biasanya ayah. 6. Rentan terjerumus pada hal-hal negatif. Biasanya karena pusing mau berpihak pada ayah atau ibu mereka. Jadi lebih memilih untuk tidak memihak keduanya dan berusaha mencari hal baru di luar rumah. Dan Anak menjadi permisif terhadap hal negatif, jika benteng keimanan yang dimiliki tidak cukup kuat, dan orangtua juga kurang peduli terhadap anaknya (menganggap ketidakharmonisan dalam keluarga tidak menyebabkan dampak apa-apa bagi si anak). Orangtua yang mempunyai konflik didalam rumahtangga mereka seharusnya segera mencari solusi untuk mengatasi masalah antara mereka. Paling tidak mereka harus berusaha mencegah

agar permasalahan antara merekaa tidak berlarut-larut. Tindakan-tindakan pencegahan masalah misalnya saja: 1. Ungkapkan kemarahan daripada membiarkannya membusuk di dalam tetapi jangan memperdebatkannya di depan anak. 2. Usahakan menyelesaikan masalah bersama-sama; buatlah rencana untuk menghadapi masalah tidur, makan, bepergian. Kadang-kadang anda harus sepakat bahwa anda tidak sepakat. 3. Balita tumbuh sangat baik di bawah standar yang konsisten, tetapi mereka juga bisa menghadapi perbedaan, sejauh anda jujur dan terbuka tentang perbedaan ini; kamu bisa membaca tiga buku bersama ayah, tetapi jika ibu yang menidurkanmu ia hanya membacakan dua buku. 4. Usahakan tidak menempatjkan diri anda dan pasangan di posisi yang berlawanan 5. Perhatikan apa yang anda katakan kapada anak. Ketika ayah berkata , ibu tidak senang jika kamu menaikkan kaki ke sofa, ucapan ini memberitahu anak bahwa anda tidak menyetujui standar yang diberlakukan sang ibu dan secara samar menggerogotinya. 6. Jangan tersinggung oleh reaksi anak-anak akan berperilaku berbeda terhadap setiap orangtua. 7. Jika pertengkaran orangtua berlarut-larut, carilah bantuan profesional. Semakin cepat permasalahan orangtua terselesaikan akan semakin baik. Sehingga tidak ada kemungkinan dampak negatif akan dialami anak-anaknya.

Salah Asuh Orangtua Bisa Jadi Masalah Anak di Kemudian Hari


Kepribadian dan karakter seseorang dipengaruhi oleh bagaimana cara orangtua dulu mengasuhnya. Semua pola asuh baik yang terlalu kaku atau bebas akan mempengaruhi kepribadian anak nantinya. Setiap keluarga pasti memiliki harapan dan keinginan terhadap anaknya, sehingga segala cara diusahakan untuk mencapai hal tersebut. Tapi terkadang cara yang ditempuh atau pola asuh yang diberikan terlalu berlebihan. Pola asuh yang diberikan oleh orangtua pada anaknya bisa dalam bentuk perlakuan fisik maupun psikis yang tercermin dalam tutur kata, sikap, perilaku dan tindakan yang diberikan. "Sebenarnya tidak ada pola asuh yang benar atau salah terhadap anak. Pola asuh yang paling

tepat adalah menyesuaikannya dengan situasi atau menggunakan teknik tarik ulur," ujar Alzena Masykouri MPsi, saat dihubungi detikHealth, Senin (3/1/2011). Alzena mengungkapkan pengaruh pola asuh terhadap kepribadian dan karakter si anak nantinya sangat besar. Apa yang diberikan oleh orangtuanya sejak anak dilahirkan hingga ia berusia 15-16 tahun akan membentuk kepribadian anak. Meskipun pada usia tertentu saat anak sudah memiliki teman atau bisa bersosialisasi. Ada juga pengaruh dari lingkungan dan sosialnya, tapi tak sebesar pengaruh yang diberikan oleh keluarga. Secara umum, tipe pola asuh yang diberikan orangtua terhadap anak ada 3, yaitu: 1. Pola asuh yang otoriter, ditandai dengan orangtua yang melarang anaknya dengan mengorbankan kebebasan anak. 2. Pola asuh yang permisif, ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengan keinginannya. 3. Pola asuh yang demokratis, biasanya ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orangtua dan anaknya.

Namun dalam pelaksanaannya orangtua tidak boleh kaku atau terbatas pada pola asuh yang ituitu saja. Tapi harus disesuaikan dengan konteks kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki oleh anak. "Yang tidak boleh atau harus dihindari orangtua adalah pola asuh yang terlalu berlebihan, karena segala sesuatu yang berlebihan akan menjadi tidak baik. Jadi yang sedang-sedang saja," ungkap psikolog lulusan Magister psikologi UI tahun 2002. Alzena mencontohkan jika orangtua terlalu ketat atau kaku memberikan peraturan pada anak sehingga mengekang kebebasannya bisa membuat anak menjadi pemberontak. Jika terlalu memberikan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh anaknya akan membuat anak menjadi tergantung pada orangtua dan tidak bisa membuat keputusan sendiri. Sedangkan jika anak dibiarkan terlalu bebas akan membuatnya menjadi tidak tahu aturan. "Setiap orangtua punya ciri khas sendiri dalam mengasuh anaknya, jadi orang lain tidak punya hak untuk mengatakan apakah hal itu benar atau salah. Meski demikian tetap ada benang merahnya untuk mengoptimalkan perkembangan anak dan normal-norma yang ada di masyarakat," ujar psikolog dari Klinik Kancil. Untuk itu terkadang satu pola asuh yang berhasil diterapkan oleh sebuah keluarga belum tentu bisa diterapkan dengan baik oleh keluarga lainnya. Karena tiap keluarga memiliki nilai-nilai tersendiri.

Kebiasaan-kebiasaan Buruk Ortu Yang mempengaruhi Perilaku Buruk Anak

1. Bertengkar Di depan Anak-Anak Dunia anak adalah dunia bermain dan belajar. Setiap keluarga juga tidak pernah jauh dari yang namanya masalah. Dengan adanya permasalahan tersebut, tidak jarang suami dan istri bertengkar meskipun hanya pertengkarangpertemgkaran kecil. Tidak selayaknya dunia anak dicampuri dengan masalah-masalah orang tua yang cenderung berat dan jauh dari pola pikir anak. Agar buah hati anda tidak terkontaminasi dengan segala permasalahan kita, alangkah lebih baik bagi kita sebagai orang tua, untuk tidak bertengkar di depan anak-anak. Karena bila seorang anak terlalu sering melihat orang tuanya bertengkar, tentu sangat tidak baik efeknya bagi perkembangan kepribadian sang anak. Buah hati kita bisa menjadi anak yang mudah minder dalam bergaul dan susah konsentrasi dalam belajar, karena di dalam pikirannya selalu penuh dengan permasalahan-permasalahan yang belum saatnya mereka terima. 2. Berlaku Kasar Kepada Pembantu Rumah Tangga Tidak jarang seorang majikan memperlakukan Pembantu Rumah Tangganya dengan tidak baik. Memerintah dengan sesuka hati, kadang dengan suara keras. Dan bila Pembantu Rumah Tangganya melakukan kesalahan, sang tuan akan marah sejadi-jadinya di depan anak-anak mereka. Bila kita sering memperlakukan PRT dengan cara demikian, akan lebih baik bila kita menghentikan kebiasaan ini. Karena hal ini bisa menyebabkan anak menjadi sulit menghargai orang lain, terutama orang-orang yang mereka anggap lebih rendah (mempunyai status sosial lebih rendah). Efek lainnya, bisa jadi buah hati kita menjadi sulit menghormati guru mereka di sekolah dan cenderung meremehkan, karena menganggap guru memiliki kedudukan lebih rendah dari mereka. Hal ini tentunya bisa menyebabkan terganggunya proses belajar mengajar anak di sekolah. Akan lebih baik bagi kita orang tua, untuk menghargai dan menghormati PRT kita layaknya saudara atau karyawan. Saya yakin, bila kita memperlakukan PRT dengan sebaik mungkin, mereka pasti akan melakukan segala pekerjaan mereka dengan baik. Buah hati kita pun tidak akan mendapati kita menindas orang yang lebih lemah, dan bisa belajar menghargai orang lain. 3. Terlalu Acuh Pada Tetangga Saya sangat bangga dengan orang tua saya, karena mereka sangat baik kepada tetangga-tetangga kami, terutama dengan tetangga rumah sebelah dan depan. Tidak jarang keluarga kami saling memberikan oleh-oleh bila kami pulang tamasya atau mengadakan suatu pesta di rumah. Tetangga-tetangga kami kadang bercengkrama dan membiarkan anak-anak mereka bermain bersama teman yang lain di depan rumah keluarga kami. Bila di depan rumah banyak orang, saya pasti tertarik untuk keluar supaya saya bisa bermain dengan teman-teman kecil saya. Saat orang tua saya bertemu dengan para tetangga pun, mereka minimal akan saling memberikan senyuman. Namun hal demikian kadang tidak saya temukan di rumah teman atau saudara saya. Beberapa diantara mereka cenderung acuh dan tidak peduli dengan tetangga dekat mereka. Bahkan ada beberapa diantara tetangga teman saya yang justru bermusuhan. Saat saya bermain di rumah teman saya, ada seorang tetangga yang ngemong anaknya di depan rumah teman saya. Waktu itu saya mengajak teman saya untuk bermain di luar rumah, namun teman saya malah menjawab,Males ah Ada tetangga yang nyebelin tuh di depan rumah. Dari teman saya, saya bisa belajar akan pentingnya menjaga hubungan baik dengan tetangga-tetangga dekat kita. Akan lebih baik lagi bila kita bisa menganggap mereka layaknya sahabat atau saudara. Karena walau bagaimana pun, peluang kita untuk bertemu dengan mereka sangatlah besar. Bila kita acuh tak acuh terhadap tetangga kita apalagi sampai bermusuhan, tentu juga akan membawa efek yang tidak baik bagi anak. Setiap anak membutuhkan tempat yang kondusif agar mereka bisa tumbuh dan berkembang secara kejiwaan. Dan bila hubungan kita tidak baik dengan tetangga-tetangga dekat kita, hal ini bisa menyebabkan buah hati kita menjadi sulit berkembang terutama di lingkungan rumah kita sendiri, karena secara tidak langsung kita telah mengajarkan sifat tertutup kepada mereka. 4. Terlalu Banyak Melarang

Mungkin kita berpikir, dengan banyaknya larangan yang kita berikan kepada buah hati kita menandakan bahwa kita begitu perhatian kepada buah hati kita. Namun larangan tidak selamanya tepat, karena terlalu banyak melarang akan membuat anak menjadi sulit untuk berkembang dan berpikir kreatif. Akan lebih baik bagi kita untuk mengubah larangan menjadi sebuah nasihat. Misalnya, pada saat kita Tidak mengijinkan buah hati kita pulang terlalu larut malam. Ubahlah kata,Jangan pulang malam-malam, menjadi Kalau kamu pulang malem-malem, kamu kehilangan waktu kamu buat belajar. Selain itu Mama Papa kan jadi khawatir. Hal terpenting yang ditekankan di sini adalah saat kita menasihati buah hati kita melakukan sesuatu, jangan terfokus pada hal yang kita larang, melainkan alasan kita melarang. Dan intonasi yang kita gunakan saat menasihati bukan intonasi kemarahan, namun lebih pada kekecewaan. Akan lebih baik bila kita melakukan hal ini sedini mungkin dalam menasihati buah hati kita, sehingga buah hati kita pun lebih mudah dinasihati oleh semua orang, termasuk guru-guru mereka di sekolah. Karena saya pernah menemukan beberapa anak yang sangat sulit dinasihati dengan cara lembut, dan setelah ditelusuri, ternyata mereka sudah terbiasa dididik secara keras oleh orang tua mereka, sehingga sulit untuk dinasihati secara lembut oleh semua orang termasuk oleh guru-guru mereka. 5. Kurang Bisa Mendengarkan Menjadi Pendengar Yang Baik Mungkin buah hati kita sering bertanya dan bercerita tentang hal-hal yang menurut kita tidak penting, dan mungkin kita menganggapnya sebagai suatu hal yang bodoh. Namun sebagai orang tua, tidak sepantasnya bagi kita untuk tidak menanggapi mereka dan bersikap cuek saat buah hati kita bertanya dan bercerita tentang hal-hal yang menurut kita tidak penting. Bila kita kurang bisa menanggapi pertanyaan, keluh kesah, cerita dari buah hati kita dengan baik, buah hati kita pun bisa cenderung tumbuh menjadi anak yang tertutup kepada kita, dan lebih suka belajar kepada orang lain dan mengungkapkan segala permasalah hidupnya kepada orang lain. Padahal orang lain di luar sana, belum tentu orang yang tepat. 6. Jarang Memuji Sebagai orang tua atau orang yang lebih dewasa daripada buah hati kita, tentu kita lebih bisa terkagum oleh hal-hal yang besar. Misalnya, melihat orang dengan pakaian yang unik dan lucu. Baru kita mengatakan bahwa orang tersebut sangat lucu dan memberikan apresiasi yang besar kepada orang lucu tersebut. Namun bagaimana dengan buah hati kita? Bisa apa dia? Ngomong aja masih susah Apalagi berbuat sesuatu hal yang luar biasa. Dalam hal ini, sebagai orang tua akan lebih baik bagi kita untuk bisa memberikan pujian kepada buah hati kita saat melakukan hal-hal yang menurut buah hati kita luar biasa. Jadi hal yang luar biasa di sini, bukan dengan pemikiran kita, melainkan dengan pemikiran buah hati kita. Maka kita sebagai orang tua harus peka dalam hal ini. Kita harus bisa memberikan pujian kepada buah hati kita, meskipun itu adalah hal-hal yang kecil dan sederhana. Misalnya, memberikan pujian saat buah hati kita bisa berjoget, memberikan pujian saat buah hati kita bisa bersalaman, memberikan pujian saat buah hati kita bilang..bye-bye, dan masih banyak hal-hal kecil yang luar biasa bila kita mau mengerti pola pikir seorang anak. Bila kita jarang melakukan pujian kepada buah hati kita, maka buah hati kita pun bisa tumbuh menjadi pribadi yang haus akan pujian dan perhatian. Bila kita tidak biasa memuji buahhati kita, kepada siapa mereka akan meminta pujian. Tentu saja di luar sana, buah hati kita yang dewasa akan mencari pujian-pujian untuk menarik perhatian banyak orang, dengan berpakaian yang tidak sopan, berkata kasar, berperilaku tidak baik, untuk memuaskan kerinduan mereka untuk menerima pujian. 7. Membeli Barang-barang yang tidak penting

Sebagai seorang yang orang tua yang berkarir, tentu bukan masalah lagi dalam hal mendapatkan uang. Terkadang saat kita merasa memiliki uang lebih, kita akan berpikir, buat apa uang yang kita miliki ini. Tidak jarang kita lalu membeli barang-barang yang tidak perlu, atau menggunakan uang tersebut untuk foya-foya. Bila kita bergaya hidup demikian, maka ini akan sangat memperngaruhi kepribadian buah hati kita. Buah hati kita bisa tumbuh menjadi pribadi yang boros dan tidak bisa menghargai uang. Selain itu, bila buah hati kita merasa segala kebutuhannya telah bisa dicukupi dan merasa bila ortunya memiliki uang yang berlebihan, tentu buah hati kita akan berpikir,Bila orang tuaku punya banyak uang, buat apa aku ke sekolah dan belajar? Dan tentunya ini akan sangat berpengaruh pada pendidikan akademis buah hati kita, karena mereka akan cenderung meremehkan pendidikan, karena mereka telah berpikir. Yang penting ada uang. Padahal, hidup bukan hanya untuk uang bukan?

Permasalahan Orangtua dalam 1-2 bulan awal masuk sekolah. 1. Komplain, karena kehilangan barang anaknya, anaknya tidak mendapatkan snek, snek diambil oleh temannya, anaknya diganggu temannya, tidak diterima di SD yang diinginkan, mengalami kecelakaan atau masalah lainnya 2. Belum melengkapi adminsitrasi sekolah, seperti data anak, surat perjanjian, syarat-syarat, uang pangkal/bulanan/ perlengkapan 3. Orangtua menjemput sendiri anaknya tanpa memberi tahu sekolah, padahal biasanya ikut jemputan 4. Minta keringanan biaya karena ingin sekolah tapi biaya tidak cukup, kena musibah, kecurian habis-habisan, usahanya bangkrut, bapak/ibunya meninggal dunia atau PHK, orangtua bercerai atau lainnya 5. Tidak pernah hadir atau jarang hadir memenuhi undangan pertemuan dan pembinaan orangtua atau hadir selalu terlambat. 6. SPP dan keuangan lainnya tidak lancar 7. Pindah atau keluar tanpa memberitahu sekolah dan meninggalkan utang ke sekolah 8. Menjelekkan sekolah tanpa alasan yang jelas, sementara anaknya masih juga tetap bersekolah. 9. Membesar-besarnya ke masyarakat bahwa biayanya mahal dan disebutnya nilai angka 3 4 kali keadaan sebenarnya. Ini dilakukan sebagai rasa bangga bahwa ia mampu menyekolahkan anaknya di sekolah mahal. 10. Tidak ikut mendampingi kegiatan studi tour sebagai bentuk kesempatan yang baik untuk bersama anak 11. Perhatian orangtua kurang selama anak dirumah, karena keduanya bekerja, bercerai, perlakuan orangtua yang kurang mendidik dan tidak memberi teladan yang baik

12. Merasa lebih pintar karena mereka lulusan PT, S1,S2 atau S3 sehingga sering mengkritik sekolah terhadap hal-hal yang sudah jelas menjadi kebijakan sekolah. 13. Orangtua menuntut anaknya mampu membaca dan menulis serta tidak mau memahami bahwa di level TK itu orientasinya bukan hal tersebut. Begitu banyak permasalahan yang terjadi pada Pendidikan di tingkat TK, namun kalau kita perhatikan, semua permasalahan bukanlah bersifat akademis tetapi non akademis. Apabila kita mampu mengatasi semua permasalahan di atas dengan baik, maka keinginan masyarakat untuk menyekolahkan anak-anaknya semakin kuat. Semua ini mengindikasikan bahwa penetapan pengelola/Kepala Sekolah dan guru TK/ PAUD secara selektif. Yakinkan bahwa mereka memiliki kapasitas untuk mengatasi masalah di atas. Kesalahan dalam memilih mereka, maka harapan tinggi hanya sebuah harapan tanpa kenyataan. Permasalahan di atas membutuhkan kemampuan lebih ( fikiran, tenaga dan lainnya) Kepala Sekolah agar semua masalah tidak terjadi berulang kali. Semua permasalahan harus ditangani secara arif, pendekatan hati, fleksibilitas dalam rangka memenangkan anak dan orangtua. Kemenangan anak/orangtua adalah kemenangan sekolah dalam jangka panjang. bagaimana di sekolah Anda atau anak Anda ? Bagaimana solusinya ? ikuti pada tulisan berikutnya.

You might also like