You are on page 1of 10

Kemiskinan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Belum Diperiksa Halaman ini belum atau baru diterjemahkan sebagian dari bahasa Inggris.
Bantulah Wikipedia untuk melanjutkannya. Lihat panduan penerjemahan Wikipedia.

Rumah di pinggir kali di Jakarta. (2004) Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:

Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan seharihari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar. Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi. Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.

Peta dunia memperlihatkan persentase manusia yang hidup di bawah batas kemiskinan nasional. Perhatikan bahwa garis batas ini sangat berbeda-beda menurut masing-masing negara, sehingga kita sulit membuat perbandingan.

Peta dunia memperlihatkan Tingkat harapan hidup.

Peta dunia memperlihatkan Indeks Pembangunan Manusia.

Peta dunia memperlihatkan Ko-efisien Gini, sebuah ukuran tentang kesenjangan pendapatan.

Daftar isi
[sembunyikan]

1 Mengukur kemiskinan 2 Diskusi tentang kemiskinan 3 Kemiskinan dunia 4 Penyebab kemiskinan 5 Menghilangkan kemiskinan 6 Bacaan lanjutan 7 Lihat pula 8 Referensi

9 Pranala luar

[sunting] Mengukur kemiskinan

Gambaran kemiskinan di Mumbai, India oleh Antnio Milena/ABr. Templat:ImageStackRight Kemiskinan bisa dikelompokan dalam dua kategori , yaitu Kemiskinan absolut dan Kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut mengacu pada satu set standard yang konsisten , tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat / negara. Sebuah contoh dari pengukuran absolut adalah persentase dari populasi yang makan dibawah jumlah yg cukup menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira 2000-2500 kalori per hari untuk laki laki dewasa). Bank Dunia mendefinisikan Kemiskinan absolut sebagai hidup dg pendapatan dibawah USD $1/hari dan Kemiskinan menengah untuk pendapatan dibawah $2 per hari, dg batasan ini maka diperkiraan pada 2001 1,1 miliar orang didunia mengonsumsi kurang dari $1/hari dan 2,7 miliar orang didunia mengonsumsi kurang dari $2/hari."[1] Proporsi penduduk negara berkembang yang hidup dalam Kemiskinan ekstrem telah turun dari 28% pada 1990 menjadi 21% pada 2001.[1] Melihat pada periode 1981-2001, persentase dari penduduk dunia yang hidup dibawah garis kemiskinan $1 dolar/hari telah berkurang separuh. Tetapi , nilai dari $1 juga mengalami penurunan dalam kurun waktu tersebut. Meskipun kemiskinan yang paling parah terdapat di dunia bekembang, ada bukti tentang kehadiran kemiskinan di setiap region. Di negara-negara maju, kondisi ini menghadirkan kaum tuna wisma yang berkelana ke sana kemari dan daerah pinggiran kota dan ghetto yang miskin. Kemiskinan dapat dilihat sebagai kondisi kolektif masyarakat miskin, atau kelompok orang-orang miskin, dan dalam pengertian ini keseluruhan negara kadang-kadang dianggap

miskin. Untuk menghindari stigma ini, negara-negara ini biasanya disebut sebagai negara berkembang.

[sunting] Diskusi tentang kemiskinan


Kemiskinan dipelajari oleh banyak ilmu, seperti ilmu sosial, ekonomi, dan budaya.

Dalam ekonomi, dua jenis kemiskinan dipertimbangkan: kemiskinan absolut dan relatif. Dalam politik, perlawanan terhadap kemiskinan biasanya dianggap sebagai tujuan sosial dan banyak pemerintahan telah berupaya mendirikan institusi atau departemen. Pekerjaan yang dilakukan oleh badan-badan ini kebanyakan terbatas hanya dalam sensus dan pengidentifikasian tingkat pendapatan di bawah di mana warga negara dianggap miskin. Penanggulangan aktif termasuk rencana perumahan, pensiun sosial, kesempatan kerja khusus, dll. Beberapa ideologi seperti Marxisme menyatakan bahwa para ekonomis dan politisi bekerja aktif untuk menciptakan kemiskinan. Teori lainnya menganggap kemiskinan sebagai tanda sistem ekonomi yang gagal dan salah satu penyebab utama kejahatan. Dalam hukum, telah ada gerakan yang mencari pendirian "hak manusia" universal yang bertujuan untuk menghilangkan kemiskinan. Dalam pendidikan, kemiskinan memengaruhi kemampuan murid untuk belajar secara efektif dalam sebuah lingkungan belajar. Terutama murid yang lebih kecil yang berasal dari keluarga miskin, kebutuhan dasar mereka seperti yang dijelaskan oleh Abraham Maslow dalam hirarki kebutuhan Maslow; kebutuhan akan keamanan dan rumah yang stabil, pakaian, dan kurangnya kandungan gizi makan mereka membayangi kemampuan murid-murid ini untuk belajar. Lebih jauh lagi, dalam lingkungan pendidikan ada istilah untuk menggambarkan fenomen "yang kaya akan tambah kaya dan yang miskin bertambah miskin" (karena berhubungan dengan pendidikan, tetapi beralih ke kemiskinan pada umumnya) yaitu efek Matthew.

Perdebatan yang berhubungan dalam keadaan capital manusia dan capital individual seseorang cenderung untuk memfokuskan kepada akses capital instructional dan capital social yang tersedia hanya bagi mereka yang terdidik dalam sistem formal.

[sunting] Kemiskinan dunia


Deklarasi Copenhagen menjelaskan kemiskinan absolut sebagai "sebuah kondisi yang dicirikan dengan kekurangan parah kebutuhan dasar manusia, termasuk makanan, air minum yang aman, fasilitas sanitasi, kesehatan, rumah, pendidikan, dan informasi." Bank Dunia menggambarkan "sangat miskin" sebagai orang yang hidup dengan pendapatan kurang dari AS$1 per hari, dan "miskin" dengan pendapatan kurang dari AS$ 2 per hari. Berdasarkan standar tersebut, 21% dari penduduk dunia berada dalam keadaan "sangat miskin", dan lebih dari setengah penduduk dunia masih disebut "miskin", pada 2001. [2]

Proyek Borgen menunjuk pemimpin Amerika memberikan AS$230 milyar per tahun kepada kontraktor militer, dan hanya AS$19 milyar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan Perkembangan Milenium PBB untuk mengakhiri kemiskinan parah sebelum 2025.

[sunting] Penyebab kemiskinan


Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:

penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin; penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga; penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar; penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi; penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.

Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat (negara terkaya per kapita di dunia) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja miskin; yaitu, orang yang tidak sejahtera atau rencana bantuan publik, namun masih gagal melewati atas garis kemiskinan.

[sunting] Menghilangkan kemiskinan


Tanggapan utama terhadap kemiskinan adalah:

Bantuan kemiskinan, atau membantu secara langsung kepada orang miskin. Ini telah menjadi bagian pendekatan dari masyarakat Eropa sejak zaman pertengahan. Bantuan terhadap keadaan individu. Banyak macam kebijakan yang dijalankan untuk mengubah situasi orang miskin berdasarkan perorangan, termasuk hukuman, pendidikan, kerja sosial, pencarian kerja, dan lain-lain. Persiapan bagi yang lemah. Daripada memberikan bantuan secara langsung kepada orang miskin, banyak negara sejahtera menyediakan bantuan untuk orang yang dikategorikan sebagai orang yang lebih mungkin miskin, seperti orang tua atau orang dengan ketidakmampuan, atau keadaan yang membuat orang miskin, seperti kebutuhan akan perawatan kesehatan.

Tim Anti Kemiskinan Boediono Mulai Bekerja


Posted by Imamsyah 0 Responses

Wakil Presiden Boediono akan meresmikan Sekretariat Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan di Gedung Grand Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin, 26 Juli 2010, pukul 12.00. TNP2K ini diketuai langsung oleh Wakil Presiden. Dasar hukum pembentukan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) adalah Perpres Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Perpres tersebut merupakan penyempurnaan dari Perpres Nomor 13 Tahun 2009 tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan. TNP2K berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Tugas tim ini antara lain adalah menyusun kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan, memastikan sinergi antara kementerian dan lembaga negara, serta mengawasi pelaksanaan program di wilayah ini. Tim ini diketuai langsung oleh Wakil Presiden Boediono. Adapun wakilnya adalah Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Sebelas menteri dan pejabat setingkat menteri menjadi anggotanya, antara lain: Menteri Keuangan, Menteri Sosial, Menteri Pendidikan, dan Menteri Kesehatan. Selain itu, sebagai anggota, juga ada Kepada Badan Pusat Statistik dan unsur masyarakat dan dunia usaha. Dalam melaksanakan tugasnya Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan dibantu oleh kelompok kerja yang bertugas mengkoordinasikan dan mengendalikan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan. Anggota kelompok kerja terdiri dari unsur kementerian/lembaga, masyarakat, dunia usaha, serta pemangku kepentingan lainnya. Tim ini adalah tim ketiga yang berada di bawah komando Wakil Presiden. Dua lainnya adalah Ketua Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional (KPRBN) dan Komite Pendidikan. Setelah ini, kemungkinan Wakil Presiden harus memimpin tim keempat, yakni Tim Percepatan Pelaksanaan Pembangunan Nasional sesuai Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010. vivanews.com

Share This Article Share on Facebook

Stumble This Article Digg this Article Bookmark on Delicious Free Email Newsletter Stay Updates with this Blog. Get Free email newsletter updates..
Enter Your

And then confirm your email subcription

Related Article to Tim Anti Kemiskinan Boediono Mulai Bekerja


Awali Puasa PNS Bogor 30 % Bolos Masjid Mapolresta Cirebon di Bom Arnanda "Playboy" Belum Ditemukan Sebanyak 500.000 Guru Absen Tiap Hari SBY Vs Nasdem: Kekanak-kanakan? Kapolri Menilai Antonius Menista Seluruh Agama Dituntut 12 Tahun Bui, Hakim Ibrahim Protes

No Comment to Tim Anti Kemiskinan Boediono Mulai Bekerja 1. Comments are closed.

Memahami Angka Kemiskinan di Indonesia


05:06 | Filed under Opini, Republika | Posted by admin <p>Your browser does not support iframes.</p> Jousairi Analis Kepala Hasbullah Sosial BPS-RI

Statistik Biro Humas dan Hukum

Persoalan kemiskinan di Indonesia senantiasa menjadi perdebatan. Angka yang disajikan kadang dipandang kurang sesuai dengan realitas yang dihadapi masyarakat. Harian Republika, Rabu (5/1) melalui tajuknya yang berjudul "Angka dari Langit" memandang angka kemiskinan yang diklaim oleh pemerintah turun sebesar 1,5 juta orang kurang cocok dengan realita. " Dari Jepara, enam bersaudara tewas akibat mengonsumsi tiwul". "Di Bekasi, tak jauh dari Jakarta, kita masih menemukan anak-anak yang kekurangan gizi karena orang tua mereka tidak memiliki cukup uang," demikian tulis Republika. Bagaimana memahami angka kemiskinan ini dengan proporsional? Ini salah satu tantangan kita. Tentang angka kemiskinan Kemiskinan adalah sesuatu yang sangat multidimensional dan memang sulit untuk diukur. Kompleksitas itu kemudian oleh para ahli statistik disederhanakan, misalnya, dengan menganggapnya sebagai gejala ekonomi (economic poverty), gejala kualitas SDM (human poverty), atau gejala budaya (cultural poverty). Di antara banyak definisi yang ada, BPS menghitung kemiskinan sebagai gejala economic poverty yaitu ketidakmampuan dari sisi ekonomi yang diukur dengan pendekatan (proxy) pengeluaran makanan (equivalen 2.100 kkal per orang per hari), ditambah kemampuan memenuhi kebutuhan dasar nonmakanan (pendidikan, kesehatan dasar, fasilitas perumahan, dan sandang). Penduduk miskin di Indonesia adalah mereka yang nilai konsumsinya kurang dari nilai rupiah 2.100 kkal per orang per hari plus kebutuhan primer nonmakanan tersebut. Pendekatan ini sudah sangat umum diaplikasikan di banyak negara Menurunnya angka kemiskinan makro di Indonesia adalah angka keadaan bulan Maret 2010 yang telah diumumkan oleh BPS pada Juli 2010. Penurunan itu memang tidak serta-merta sebagai jaminan bahwa tidak akan ada lagi orang yang kurang makan atau anak-anak yang kurang gizi. Walau penurunan angka kemiskinan terjadi, tetapi di sisi lain masih 31,02 juta penduduk Indonesia yang

berada

di

bawah

garis

kemiskinan

(headcount).

Sangat mungkin bahwa kasus-kasus mengenaskan yang di beritakan Harian Republika ini memang merupakan bagian dari 31,02 juta orang yang miskin tesebut. Mengapa disebut mungkin, karena data yang dikeluarkan BPS pada rilis pada Juli 2010 tersebut menyajikan ukuran-ukuran lain yang dapat memperkaya pemahaman kita terkait mereka yang berada di bawah garis kemiskinan. Ukuran lain itu, selain head count (persentase penduduk miskin) BPS juga mengumumkan Indeks Kedalaman Kemiskinan (poverty gab index/PGI) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (poverty severity index/PSI). PGI adalah ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran setiap orang miskin dibandingkan besaran nilai dari garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeknya menggambarkan semakin variatif jarak orang miskin tersebut dari rata-rata garis kemiskinan. Keadaan Maret 2010 menunjukkan bahwa PGI Indonesia sebesar 2,21 dan untuk orang miskin di desa sebesar 2,80. Artinya, masih sangat terbuka kemungkinan bahwa di antara mereka yang miskin di daerah perdesaan, masih banyak yang dalam keadaan sangat kekurangan. Terkait indeks keparahan (PSI: poverty severity index) yang menggambarkan disparitas kemiskinan antarorang miskin itu sendiri menunjukkan angka 0,58 (total) dan 0,75 (untuk orang-orang miskin di daerah perdesaan). Angka ini bercerita pada kita bahwa walaupun sama-sama miskin, antarorang miskin di pedesaan ketimpangan pengeluaran mereka masih cenderung tinggi, walaupun telah juga mengalami penurunan ketimpangan dibandingkan tahun sebelumnya (0,82 untuk daerah perdesaan). Dengan informasi ini semakin menguatkan dugaan bahwa walaupun angka kemiskinan menurun, tetapi kemungkinan, masih banyak mereka yang sangat miskin dan membutuhkan pertolongan. Tajuk Republika tidak sepenuhnya keliru terkait keberadaan mereka yang dalam kemiskinan, tetapi kurang proporsional untuk mengatakan "Angka dari Langit" karena justru data kemiskinan BPS telah memberikan sinyal itu secara jelas. Lebih dari itu, angka kemiskinan dibangun dari survei skala besar, Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang diselenggarakan setiap tahun dengan cakupan seluruh wilayah Indonesia. Satu hal yang perlu diperkaya agar pembaca terbantu dalam memahami secara lebih baik persoalan data kemiskinan, yaitu terkait pernyataan yang mengatakan bahwa angka kemiskinan kita akan lebih tinggi (dua kali lipat) jika menggunakan standar Bank Dunia sebesar satu dolar per hari (Rp 9 100). Pernyataan ini agak melenceng. Ukuran dolar yang digunakan Bank Dunia adalah dolar dalam pengertian Purchasing Power Parity (PPP). Nilai satu dolar PPP yang disebutkan Bank Dunia itu equivalen dengan Rp 3.240 (tiga ribu dua ratus empat puluh rupiah). Justru kalau Indonesia memedomani angka satu dolar PPP tersebut, maka angka kemiskinan di Indonesia hanya sebesar 7,4 persen saja. Tantangan kita Salah satu tantangan kita bersama yang cukup penting untuk dikaji lebih dalam saat ini adalah bagaimana menelusuri dengan pemahaman yang lebih cermat makna-makna yang ada di balik suatu angka. Statistik selalu memperkaya dirinya dengan metodologi yang terukur dan bentangan makna dari setiap konsep yang diadopsi.

Persoalan interpretasi data statistik memang masih menyisakan tantangan yang tidak kecil. Ini juga menggejala di banyak negara. Seperti dikatakan oleh Enrico Giovannini, kepala Divisi Statistik OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) bahwa di tengah arus informasi (termasuk informasi statistik) yang begitu gencar, salah satu tantangan besar dunia sekarang ini bukan terletak pada kualitas data statistik saja, melainkan bagaimana kita menghindari opini yang keliru dalam menginterpretasikan data statistik itu sendiri. Opini Republika 6 Januari 2011

You might also like