You are on page 1of 12

LATAR BELAKANG PERLUNYA MANUSIA TERHADAP AGAMA DAN HUBUNGAN AGAMA DENGAN ILMU PENGETAHUAN

3 Votes Sekurang-kurangnya ada empat alasan yang melatarbelakangi perlunya manusia terhadap Agama. Keempat alasan tersebut secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Latar Belakang Fitrah Manusia Kenyataan bahwa manusia memiliki fitrah keagamaan tersebut buat pertama kali ditergaskan dalam ajaran Islam. Yakni bahwa agama adalah kebutuhan fitrah manusia sebelumnya. Manusia belum mengenal kenyataaan ini. Baru masa ini, muncul beberapa orang yang menyerukan dan mempopulerkannya dalam keagamaan yang ada dalam diri manusia inilah yang melatarbelakangnya perlunya manusia pada agama.oleh karenanya ketika datang wahyu tuhan yang menyeru manusia agar beragama, maka seruan tersebut memang pukulan dengan fitrahnya itu, dalam konteks ini minsalnya membacakan yang berbunyi.

Adanya potensi fitarah agama yang terdapat pada manusia tersebut dafat pua dianalisis melalui istilah Ihsan yang digunakan Al-Quran untuk menunjukan manusia. Mengacu kepada informasi yang diberikan Al-Quran, Musa Asyari sampai pada suatu kesimpulan, bahwa manusia Ihsan adalah manusia yang menerima pelajaran dari tuhan tentang apa yang tidak diketahuinya. Melalui uraian tersebut diatas dapat kita simpilkan bahwa latar belakang perlunya manusia pada agama adalah karena dalam diri manusia sudah terdapat potensi untuk beragama. Potensi beragama ini memerlukan pembinaan, pengarahan, dan seterusnya dengan mengenal agama kepadanya. 2. Kelemahn Dan Kekurangan Manusia. Faktor lain yang melatarbelakangi manusia memerlukan agama adalah karena disamping manusia memiliki berbagi kesempurnaan juga memiliki kekurangan. Hal ini antara lain digunakan oleh kata Al-Nafs menurut Quraish Shihab. Bahwa dalam pandangan Al-Quran Nafs diciptakan Allah dalam keadaan sempurna yang berfungsi menampung serta mendorong manusia berbuat kebaikan dan keburukan, dan karena itu sisi dalam manusia inilah yang oleh Al-Quran dianjurkan untuk diberi perhatia lebih besar. Kita minsalnya membacakan ayat yang berbunyi.

Artinya : Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia sesuai dngan fitrah itu. (QS.Al-Rum : 30).

Artinya : Demi nafs serta demi penyempurna ciptaan, Allah mengilhamkan kepadanya kefasikan dan ketaqwaan.(QS.Al-Syams : 78) Dalam literatur teologi Islam kita jumpai pandangan kaum mutazilah yang rasionalis, karena banyak mendahulukan pendapat akal dalam memperkuat

argumensinya dari pada pendapat wahyu, namun demikian, mereka sepakat manusia dengan akalnya memiliki kelemahan. Akal memang dapat mengetahui yang baik dan yang buruk. Tetapi tidak semua yang baik dan yang buruk dapat diketahui akal. Dalam hubungan inilah, kaum Mutazilah mewajibkan pada tuhan agar menurunkan wahyu dengan tujuan kekurangan yang dimiliki akal dapat dilengkapi dengan informasi yang datang dari wahyu (agama). Dengan demikian, Mutazilah secara tidak langsung memandang bahwa manusia memerlukan Wahyu. 1. 3. Tentang Manusia Faktor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama adalah karena manusia dalam kehidupannya senantiasa menghadapi berbagai tantangan, baik yang datang dari luar maupun yang datng dari dalam. Tantangan dari dalam berufa dorongan hawa nafsu dan bisikan setan. Sedangkan yang datang dari luar dapat berupa rekayasa dan upaya-upaya yang dilakukan manusia yang secara sengaja berupa ingin memalingkan mnausia dari tuhan. Mereka dengan rela mengeluarka biaya, tenaga, dan fikiran yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk kebudayaan yang didalamnya mengandung misi menjauhkan manusia dari tuhan. Allah berfirman dalam Al-Qran Surat Al-Anfal : 36 Yang artinya : sesungguhya orang-orang yang kafir itu menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah.(QS.Al-Anfal:36) Orang-orang kafir itu sengaja mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk mereka gunakan agar orang-orang mengikuti keinginannya. Barbagai bentuk budaya, hiburan, obat-obat terlarang dan lain sebaginya dibuat dengan sengaja. Untuk itu, upaya membatasi dan membentengi manusia adalah dengan mengajar mereka agar taat menjalankan agama. Godaan dan tantangan hidup demikian itu,

saat ini meningkat, sehingga uapaya mengagamakan masyarakat menjadi penting. Untik lebih jelasnya berbagai pendekatan tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut : 1. A. PENDEKATAN TEOLOGIS NORMATIF Pendekatan teologis normatif dalam memahami agama secara harfiah dapat diartikan sebagai uapaya memahami agama menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan dengan yang lainnya. Pendekata teologi dalam pengetahuan keagamaan adalah pendekatan yang menekankan pada bentuk porma atau simbol-simbol keagamaan yang masingmasing bentuk porma atau simbol-simbol tersebut mengklaim dirinya sebagi yang paling benar sedangkan yang lain sebagi salah. Aliran teologi yang yakin dan panatik bahwa pemahamannyalah yang paling benar sedangkan pemahaman yang lain salah. Sehingga memandang pemahaman yang lain itu keliru. Sesat, kafir, murtad dan sebagainya. Demikian pula paham yang dituduh keliru, sesat, kafir dan itupun menuduh kepada lawannya sebagi yang sesat dan kafir dalam keadaan demikian, maka terjadilah proses saling mengkairkan. Salah menyalah dan seterusnya. Pendekatan teologis ini dekat kaitannya dengan pendekatan normatif. Yaitu suatu pendekatan yang memandang agama dari segi ajarannyayang pokok dan yang asli dari tuhann yang didalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia. Dalam pendekatan teologis ini agama dilihat sebagai suatu kebenaran mutlak dari tuhan. Tidak ada kekurangan sedikitpun dan tampak bersikap ideal. Dalam kaitan

ini agama tampil sangat prima dengan seperangkat cirinya yang khas. Untuk agama islam misalnya, secara normatif pasti benar, menjunjung nilai-nilai luhur. Untuk bidang sosial, agama tampil menawarkan nilai-nilai kemanusiaan, kebersamaan, kesetiakawanan, tolong-menolong, tenggang rasa, persamaan derajat dan sebagainya. Untuk bidang ekonomi agama tampil tampil menawarkan keadilan, kebersamaan kejujuran dansaling menguntungkan. Untuk bidang ilmu pengetahuan, agama tampil mendorong pemeluknya agar memiliki ilmu pengetahun dan teknologi yang setinggi-tingginya. Menguasai keterampilan. Keahlian dan sebagainya demikian pula untu bidang kesehatan lingkungan hidup, kebudayaan, politik dan sebaginya. Agama tampil sangat ideal dan yang dibangun berdasarkan dalil dalil yang terdapat dalam ajaran agama yang bersangkutan. 1. PENDEKATAN ANTROPOLOGIS Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama denganmelihat wujud prktik keagamaan yang tumbuh dan berkembangdalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama tampak dekat dan akrab dengan masalah-masalah yang dipahami manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikannya jawaban. Dengan kata lain bahwa upaya yang digunakan dalam disiplin ilmu antrapologi dalam melihat sesuatu masalah digunakan pula untuk memahami agama. Pendekatan anteropologis seperti itu diperlukan adanya, sebab banyak berbagai ha yang dibicarakan agama hanya bisa dijelaskan dengan tuntas melalui pendekatan antropologis. Dalam Al-Quran Al-Karim, sebagai sumber utama ajaran islam minsalnya kita memporoleh informasi tentang kapal Nabi Nuh dimana kira-kira Gua itu, dan bagaimana pula bisa terjadi hal yang menakjubkan itu, ataukah hal yang demikian merupakan kisah fiktif. Trentu masih banyak lagi

contoh lain yang hanya dapat dijelaskan dengan bantuan ahli geografi dan arkeologi. Dengan demikian, pendekatan antropologi sangat dibotuhkan dalam memahami ajaran agama, karena dalam ajaran tersebut dapat uraian dan informasi yang dapat dijelaskan lewat bantuan ilmu antrofologi dengan cabang-cabangnya. 1. PENDEKATAN SOSIOLOGIS Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama didalam masyarakat dan menyelidiki-menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai hidupnya itu dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai hidupnya dan sosiologi mencoba mengerti sifat dan maksud hidup bersama, cara terbentuk dan tumbuh serta berubahnya perserikatan-perserikatan hidup itu serta pula kepercayaannya, keyakinan yang memberi sifat sendiri kepada cara hidup bersama itu dalam tiap persekutuan hidup manusia. Sosilogi adalah suatu ilmu yang mengambarkan tentang masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan serta sebagai gejala sosial lainnya yang saling berkaitan. Denagan ilmu ini sutu fenomena sosial dapat dianalisis dengan faktor-faktor yang mendorong terjadinya hubungan, mobilitas sosial serta keyakinankeyakinan yang mendasari terjadinya proses tersebut. Selanjutnya sosilogi dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama. Hal demikian dapat dimengerti, karena banyak bidang kajian agama yang baru dapat dipahami secara profesiaonal dan tepat apabila menggunakan jasa dari bantuan sosiologi. Dalam agama islam dapat dijumpai peritiwa Nabi Yusuf yang dahulu budak lalu dapat menjadi penguasa dimesir. Mengapa dalam melaksana tugasnya Nabi Musa harus dibantu oleh Nabi Harun,

dan masih banyak lagi contoh yang lain. Beberapa peristiwa tersebut dapat duajwab dan sekali gus dapat ditemukan hikmahnya dengan batuan ilmu sosial. Tanpa ilmu sosial peristiwa-peristiwa tersebut sulit dijelaskan dan sulit pula dipahami maksudnya. Disinilah letaknya sosiologi sebagai salah satu alat dalam memahami agama. 1. PENDEKATAN FILOSOFIS Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Fhilo yang bearti cinta kepada kebenaran, ilmu, dan hikmah, selain itu filsafat dapat pula diartikan mencari hikmah sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat serta usaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia poewadarminta mengartikat filsafat sebagai pengetahuandan penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab-sebab, asas-asas, hukum dan sebagainya terhadap segala hal yang ada di alam semesta ataupun mengenai kebenaran dan arti adanya sesuatu. Pengertian filsafat yang umunya digunakan adalah pendapat yang dikemukakan Sidi Gazaiba. Menurutnya filsafat adalah berfikir secara mendalam, sistematik, radikal, dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti, hikmah atau hakikat mengenai segala sesuatu yann ada. Dari defenisi tersebut dapat diketahui bahwa filsafat fada intinya berupaya menjelaskan inti, hakikat, atau hikamah mengenai sesuatu yang berada dibalik objek pormanya. Filsafat mencari sesuatu yang mendasar, asas, dan inti yang terdafat dibalik yang bersifat lahiriah. Sebagai contoh kita jumpai berbagai merek pulpen dengan kualitas dan harganya berlain-lainan namuninti semua pulpen itu adalah sebagai alat tulis. Ketika disebut alat tulis maka tercangkuplah semua nama dan jenis pulpen.

Berfikir secara filosofis tersebut selanjutnya dapat digunakan dalam memahami ajaran agama, dengan maksud agar hikamh, hakikat atau inti dari dari ajaran agama dapat dimengerti dan dipahami secara seksama. Pendekatan filosofis yang demikian itu sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh para ahli. 1. PENDEKATAN KEBUDAYAAN Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kebudayaan diartikan sebagi hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) seperti kepercayaan, kesenian, adat istiadat, dan bearti pula kegiatan (usaha) batin (akal dan sebagainya) untuk menciptaka sesuatua yang termasuk hasil kebudayaan. Semantar itu sutan Takdir Alisjahbana mengatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang terjadi diunsur-unsur yang berbeda seperti pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat istiadat, dan segala kecakapan lain yang diperoleh manusia sebagi anggota masyarakat. Dengan demikian kebudayaan adalah daya cipta manusia dengan mengguanakan dan mengarahkan segenap potensi bati yang dimilikinya. Didalam kebudayaan tersebut terdapat pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat istiadat dan sebagainya. Kesemuanya itu selanjutnya digunakan sebagai kerangka acuan atau blue print oleh seorang dalam menjawab berbagai masalah yang dihadapinya dengan demikian, kebudayaan tampil sebagai penata yang secara terus menerus dipelihara olehpara pembentuknya dan generasi selanjutnya yang diwarisi kebudayaan tersebut. Kita minsalkan kita jumpai kebudayaan berpakaian, bergaul, bermasyarakat dan sebagainya. Dalam produk kebudayaan tersebut, unsur agama ikut berintegrasi. Pakaian model jilbab, kebaya atau lainnya dapat dijumpai dalam pengamalan agama. Sebaliknya. Tanpa adanay unsur budaya, maka agama akan sulit dilihat,

sosoknya secara jelas. Di DKI Jakarta misalnya, kita jumpai kaum prianya mengguankan baju ala cina. Disitu terlihat produk budaya yang berbeda yang dipengaruhi oleh pemahaman keagamaannya. 1. PENDEKATAN PSIKOLOGI Psikologi atau ilmu jiwa adalah yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala perilaku yang dapat diamatinya. Manuruut Zakiah Daratjat, perilaku seseorang yang tampak lahiriah terjadi karena dipengaruhi oleh keyakina yang dianutnya, seseorang ketika berjumpa saling mengucapkan salam, hormat kepada kedua orang tua, dan sebagainya merupakan gejala-gejala keagamaan yang dapat dijelaskan melalui ilmu jiwa agama.ilmu jiwa agama, sabagaiman diemukakan Zakiah Daratjat, tidak akan mempersoalkan benar tidaknya suatu agama yang dianut seseorang. Melainkan yang dipentingkan adalah bagimana keyakinan agama tersebut terlihat pengaruhnay dalam perilaku penganutnya. Dengan ilmu jiwa ini seseorang selain akan mengetahui tangkat keagamaan yang dihayati, dipahami dan diamalkan seseprang juga dapat digunakan sebagai alat untuk memasukkan agama kedalam jiwa seseorang sesuai dengan tingkatan usianya. Dengan ilmu ini agama akan menemukan cara yang tepat dan cocok untuk menanamkannya. Kita misalnya dapat mengetahu pengaruh dari shalat, puasa, zakat, haji, dan ibadah lainnya dengan melalui ilmu jiwa. Dengan pengetahuan ini maka dapat disusun langkah-langkah baru yang lebih efisien lagi dalammemnanamakan ajaran agama. Itulah sebabnya ilmu jiwa ini banyak digunakan sebagai alat untuk menjelaskan gejala atau sikap keagamaan seseorang.

Dari uaraian tersebut kita dapat melihat bahwa ternyata agama dapat dipahami melalui berbagi pendekatan. Dengan pendekatan itu semua orang akan sampai pada agama. Seorang teolog, sosilong, antroplog, sejarawan, ahli ilmu jiwa dan budayawan akan sampai pada pemahaman agama yang benar. Disini kita melihat bahwa agama bukan hanya monopoli kalangan teolog dan normatif belaka, melainkan agama dapat dipahami semua orang sesuai dengan pendekatan dan kesanggupan yang dimilikinya. Dari keadaan demikian seseorang akan memiliki kepuasan dari agama karena seluruh persoalan hidupnya mendapat bimbingan dari agama. HUBUNGAN AGAMA DENGAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL Dunia saat ini tengah memasuki era globalisasi dengan dampak negatif dan fositifnya. Diantara dampak negatif tersebut minsalnya terjadi dislokasi, dehumanisasi, sekularisasi, dan sebagainya. Sedangkan dampak fositifnya antara lain terbukanya berbagai kemudahan dan kenyamanan, baik dalam lingkungan ekonomi, informasi, teknologi, sosial maupun psikologi. Sebagai salah satu upaya dalam mengatasi kebutuhan dari ilmu pengetahuan sosial yang demikian itu, agama diharapkan dapat memberikan arahan danperpektif baru, sehingga kehadiran agama tersebut tersa mamfaatnya oleh para penganut agama. Namun hal demikian membawa kita kepada suatu pertanyaan tentang bagaimanakah seharusnya agama itu ditamoilkan. Bagaimana sikap yang harus ditampilkan oeh seorang agamawan. A. PANDANGAN AGAMA ISLAM TENTANG ILMU SOSIAL Sejak kelahiran belasan abad yang lalu, islam telah tampail sebagai agama yang memberi perhatian pada keseimbangan hidup antara dunia dan akhirat. Antar

hubungan manusia dengan tuhan. Antar hubungan manusia dengan manusia dan antara ibadah dengan urusan muamalah. Keterkaitan agama dengan masalah kemanusiaan tersebut menjadi penting jika dikaitkan dengan situasi kemanusiaan dizaman modern ini. Kita mengetahui bahwa dewasa ini manusia menghadapi berbagai persoalan yang benar-benar membutuhkan pemecahan segera. Kadang-kadang kita merasa bahwa situasi yang penuh dengan problematika didunia modern justeru disebabkan oleh perkembangan pemikiran manusia sendiri. Dalam keadaan demikian, kita saat ini nampaknya sudah mendesak untuk memiliki ilmu pengetahuan sosial yang mampu membebaskan manusia dari berbagai problema tersebut. Ilmu sosial yang dimaksud adalah ilmu pengetahuan, yang digali dari nilai-nilai agama. Kuntowijoyo menyebutkan sebagai ilmu sosial politik. B. ILMU SOSIAL YANG BERNUANSA ISLAM Dewasa ini tengah menghadapi kemandekan dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapinya. Kita butuh ilmu sosial yang dapat tidak hanya berhenti pada menjelaskan penomena sosial, tetapi dapat memecahnya secara memuaskan. Menurut Kuntowijoyo, kita butuh ilmu sosial profetik, yaitu ilmu sosial yang tidak hanya menjelaskan dan mengubah penomena sosial, tetapi juga memberi petunjuk kearah mana taranspormasi itu dilakukan, untuk apa dan oleh siapa. Yaitu ilmu sosial yang mampu mengobah penomena berdasarkan cita-cita etik dan profetik tertentu. Perubahan tersebut didasari atas tiga hal yaitu: 1. Cita-cita kemanusiaan 2. Liberasi 3. Transendensi

Cita-cita profetik tersebut apat diderifasikan dari misi historis islam sebagai mana terkandung dalam Al-Quran Surat Ali-Imran ayat 110


Artinya: kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang maruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah, sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, diantara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.(QS.Ali-Imran:110)

Wawasan Al-Qur'an
oleh Dr. M. Quraish Shihab, M.A.
AGAMA Tidak mudah mendefinisikan agama, apalagi di dunia ini kita menemukan kenyataan bahwa agama amat beragam. Pandangan seseorang terhadap agama, ditentukan oleh pemahamannya terhadap ajaran agama itu sendiri. Ketika pengaruh gereja di Eropa menindas para ilmuwan akibat penemuan mereka yang dianggap bertentangan dengan kitab suci, para ilmuwan pada

akhirnya menjauh dari agama bahkan meninggalkannya. Persoalan yang menjadi topik pembicaraan kita mau tak mau harus muncul, "Apakah agama masih relevan dengan kehidupan masa kini yang cerminannya seperti digambarkan di atas?" Sebelum menjawab, perlu terlebih dahulu dijawab: Apakah manusia dapat melepaskan diri dari agama?" Atau, "Adakah alternatif lain yang dapat menggantikannya?" Dalam pandangan Islam, keberagamaan adalah fithrah (sesuatu yang melekat pada diri manusia dan terbawa sejak kelahirannya): Fitrah Allah yang menciptakan manusia atas fitrah itu (QS Ad-Rum [30]: 30) Ini berarti manusia tidak dapat melepaskan diri dari agama. Tuhan menciptakan demikian, karena agama merupakan kebutuhan hidupnya. Memang manusia dapat menangguhkannya sekian lama --boleh jadi sampai dengan menjelang kematiannya. Tetapi pada akhirnya, sebelum ruh rmeninggalkan jasad, ia akan merasakan kebutuhan itu. Memang, desakan pemenuhan kebutuhan bertingkat-tingkat. Kebutuhan manusia terhadap air dapat ditangguhkan lebih lama dibandingkan kebutuhan udara. Begitu juga kebutuhan manusia makanan, jauh lebih singkat dibandingkan dengan kebutuhan manusia untuk menyalurkan naluri seksual. Demikian juga kebutuhan manusia terhadap agama dapat ditangguhkan, tetapi tidak untuk selamanya. Ketika terjadi konfrontasi antara ilmuwan di Eropa dengan Gereja, ilmuwan meninggalkan agama, tetapi tidak lama kemudian mereka sadar akan kebutuhan kepada pegangan yang pasti, dan ketika itu, mereka menjadikan "hati nurani" sebagai alternatif pengganti agama. Namun tidak lama kemudian mereka menyadari bahwa alternatif ini, sangat labil, karena yang dinamai "nurani" terbentuk oleh lingkungan dan latar belakang

pendidikan, sehingga nurani Si A dapat berbeda dengan Si B, dan dengan demikian tolok ukur yang pasti menjadi sangat rancu. Setelah itu lahir filsafat eksistensialisme, yang mempersilakan manusia melakukan apa saja yang dianggapnya baik, atau menyenangkan tanpa mempedulikan nilai-nilai. Namun, itu semua tidak dapat menjadikan agama tergusur, karena seperti dikemukakan di atas ia tetap ada dalam diri manusia, walaupun keberadaannya kemudian tidak diakui oleh kebanyakan manusia itu sendiri. William James menegaskan bahwa, "Selama manusia masih memiliki naluri cemas dan mengharap, selama itu pula ia beragama (berhubungan dengan Tuhan)." Itulah sebabnya mengapa perasaan takut merupakan salah satu dorongan yang terbesar untuk beragama. I1mu mempercepat Anda sampai ke tujuan, agama menentukan arah yang dituju. I1mu menyesuaikan manusia dengan lingkungannya, dan agama menyesuaikan dengan jati dirinya. I1mu hiasan 1ahir, dan agama hiasan batin. I1mu memberikan kekuatan dan menerangi jalan, dan agama memberi harapan dan dorongan bagi jiwa. I1mu menjawab pertanyaan yang dimulai dengan "bagaimana", dan agama menjawab yang dimulai dengan "mengapa." Ilmu tidak jarang mengeruhkan pikiran pemiliknya, sedang agama selalu menenangkan jiwa pemeluknya yang tulus.

Demikian Murtadha Muthahhari menjelaskan sebagian fungsi dan peranan agama dalam kehidupan ini, yang tidak mampu diperankan oleh ilmu dan teknologi. Bukankah kenyataan hidup masyarakat Barat membuktikan hal tersebut? Manusia terdiri dari akal, jiwa, dan jasmani. Akal atau rasio ada wilayahnya. Tidak semua persoalan bisa diselesaikan atau bahkan dihadapi oleh akal. Karya seni tidak dapat dinilai semata-mata oleh akal, karena yang lebih berperan di sini adalah kalbu. Kalau demikian, keliru apabila seseorang hanya mengandalkan akal semata-mata. Akal bagaikan kemampuan berenang. Akal berguna saat berenang di sungai atau di laut yang tenang, tetapi bila ombak dan gelombang telah membahana, maka yang pandai berenang dan yang tidak bisa berenang sama-sama membutuhkan pelampung. Dalam hubungannya dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, agama sesungguhnya sangat berperan, terutama jika manusia tetap ingin jadi manusia. Ambillah sebagai contoh bidang bio-teknologi. Ilmu manusia sudah sampai kepada batas yang menjadikannya dapat berhasil melakukan rekayasa genetika. Apakah keberhasilan ini akan dilanjutkan sehingga menghasilkan makhluk-makhluk hidup yang dapat menjadi tuan bagi penciptanya sendiri? Apakah ini baik atau buruk? Yang dapat menjawabnya adalah nilai-nilai agama, dan bukan seni, bukan pula filsafat. Jika demikian, maka tidak ada alternatif lain yang dapat menggantikan agama. Mereka yang mengabaikannya, terpaksa menciptakan "agama baru" demi memuaskan jiwanya. Dalam pandangan sementara pakar Islam, agama yang diwahyukan Tuhan, benihnya muncul dari pengenalan dan pengalaman manusia pertama di pentas bumi. Di sini ia memerlukan tiga hal, yaitu keindahan, kebenaran, dan kebaikan. Gabungan ketiganya dinamai

suci. Manusia ingin mengetahui siapa atau apa Yang Mahasuci, dan ketika itulah dia menemukan Tuhan, dan sejak itu pula ia berusaha berhubungan dengan-Nya bahkan berusaha untuk meneladani sifat-sifat-Nya. Usaha itulah yang dinamai beragama, atau dengan kata lain, keberagamaan adalah terpatrinya rasa kesucian dalam jiwa beseorang. Karena itu seorang yang beragama akan selalu berusaha untuk mencari dan mendapatkan yang benar, yang baik, lagi yang indah. Mencari yang benar menghasilkan ilmu, mencari yang baik menghasi1kan akhlak, dan mencari yang indah menghasilkan seni. Jika demikian, agama bukan saja merupakan kebutuhan manusia, tetapi juga selalu relevan dengan kehidupannya. Adakah manusia yang tidak mendambakan kebenaran, keindahan dan kebaikan? IDE DASAR PERDAMAIAN Agaknya, cukup dengan memahami makna nama agama ini yakni Islam, seseorang telah dapat mengetahui bahwa ia adalah agama yang mendambakan perdamaian. Cukup juga dengan mendengarkan ucapan yang dianjurkan untuk disampaikan pada setiap pertemuan. "Assalamu 'Alaikum" (Damai untuk Anda), seseorang dapat menghayati bahwa kedamaian yang didambakan bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk pihak lain. Kalau demikian, tidak heran jika salah satu ciri seorang Muslim, adalah seperti sabda Nabi Muhammad Saw. Siapa yang menyelamatkan orang lain (yang mendambakan kedamaian) dari gangguan lidahnya dan tangannya. Perdamaian merupakan salah satu ciri utama agama lahir dari pandangan ajarannya tentang Allah, Mahakuasa, alam, dan manusia. Allah, Tuhan Yang Maha Esa, adalah Maha Esa, Islam. Ia Tuhan Yang Dia yang

menciptakan segala sesuatu berdasarkan kehendak-Nya semata. Semua ciptaan-Nya adalah baik dan serasi, sehingga tidak mungkin kebaikan dan keserasian itu mengantar kepada kekacauan dan pertentangan. Dari sini bermula kedamaian antara seluruh ciptaan-Nya. Makhluk hidup diciptakan dari satu sumber: "Kami menciptakan semua yang hidup dan air" (QS Al-Anbiya' [21]: 22). Manusia, yang merupakan salah satu unsur yang hidup itu, juga di ciptakan dari satu sumber yakni thin (tanah yang bercampur air) melalui seorang ayah dan seorang ibu, sehingga manusia, bukan saja harus hidup berdampingan dan harmonis bersama manusia lain, tetapi juga dengan makhluk hidup lain, bahkan dengan alam raya, apalagi yang berada di bumi ini. Bukankah eksistensinya lahir dari tanah, bumi tempat dia berpijak, dan kelak ia akan kembali ke sana? Demikian ide dasar ajaran Islam, yang adanya kedamaian bagi seluruh makhluk. melahirkan keharusan

KERUKUNAN DAN DEMOKRASI Biasanya yang paling berharga bagi sesuatu adalah dirinya sendiri. Ini berarti yang paling berharga buat agama adalah agama itu sendiri. Karenanya setiap agama menuntut pengorbanan apa pun dari pemeluknya demi mempertahankan kelestariannya. Namun demikian, Islam datang tidak hanya bertujuan mempertahankan eksistensinya sebagai agama, tetapi juga mengakui eksistensi agama-agama lain, dan memberinya hak untuk hidup berdampingan sambil menghormati pemeluk-pemeluk agama lain. Jangan mencerca yang tidak menyembah Allah (penganut agama lain) ... (QS Al-An'am [6): 108). Tiada paksaan untuk menganut agama (Islam) (QS Al-Baqarah [2]: 256). Bagimu agamamu dan bagiku agamaku (QS Al-Kafirun [109]: 6) Surat Al-Hajj (22): 40 menyatakan: "Seandainya Allah tidak meno1ak keganasan sebagian orang atas sebagian yang lain (tidak mendorong kerja sama antara manusia), niscaya rubuhlah biara-biara, gereja~gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah." Ayat ini dijadikan oleh sebagian ulama, seperti Al-Qurthubi (w. 671 H), sebagai argumentasi keharusan umat Islam memelihara tempat-tempat ibadah umat non-Muslim. Memang, A1-Quran sendiri amat tegas menyatakan bahwa,

Benar bahwa agama ini memerintahkan untuk mempersiapkan kekuatan guna menghadapi musuh. Namun persiapan itu tidak lain kecuali --menurut istilah Al-Quran-adalah untuk menakut-nakuti mereka (yang bermaksud melahirkan kekacauan dan disintegrasi) (QS Al-Anfal [8]: 60). Peperangan --kalau terjadi-- tidak dibenarkan kecuali untuk menyingkirkan penganiayaan, itu pun dalam batas-batas tertentu. Anak-anak, orang tua, kaum lemah, bahkan pepohonan harus dilindungi, dan atas dasar ini, datang petunjuk Tuhan yang menyatakan: Kalau mereka cenderung kepada perdamaian, maka sambutlah kecenderungan itu, dan berserah dirilah kepada Allah (QS Al-Anfal [8]: 61).

Seandainya Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan seluruh manusia menjadi satu umat saja (QS Al-Nahl [16]: 93). Tetapi Allah tidak menghendaki yang demikian, karena itu Dia memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih sendiri jalan yang dianggapnya baik, mengemukakan pendapatnya secara jelas dan bertanggung jawab. Di sini dapat ditarik kesimpulan bahwa kebebasan berpendapat, termasuk kebebasan memilih agama, adalah hak yang dianugerahkan Tuhan kepada setiap insan. Yang dikemukakan ayat Al-Quran tersebut merupakan salah satu benih dari ajaran demokrasi, hal mana kemudian akan nampak dengan jelas dalam petunjuk-petunjuk Kitab Suci. Salah satu yang dapat dikemukakan di sini adalah pengalaman Nabi Saw. dalam peperangan Uhud serta kaitannya dengan ayat yang memerintahkan musyawarah. Sejarah menginformasikan bahwa ketika terdengar berita rencana serangan musuh-musuh Nabi Saw. dari Makkah ke Madinah, Nabi Saw. berpendapat bahwa lebih baik menunggu mereka hingga sampai ke kota Madinah. Namun mayoritas sahabat-sahabatnya dengan penuh semangat mendesak beliau agar menghadapi mereka di luar kota, yakni di Uhud. Karena desakan itu, akhirnya Nabi menyetujui. Tetapi, ternyata, puluhan sahabat Nab~ gugur dalam peperangan tersebut sehingga menimbulkan penyesalan. Setelah pengalaman pahit mengikuti pendapat mayoritas ini, justu Al-Quran turun memberi petunjuk kepada Nabi Muhammad Saw., agar tetap melakukan musyawarah dan selalu bertukar pikiran dengan sahabat-sahabatnya (baca QS Ali 'Imran [3]: 159). Demikian terlihat kebebasan beragama, mengemukakan pendapat, dan demokrasi, merupakan prinsip-prinsip ajaran Islam. Atas dasar itu pula, kitab suci umat Islam mengakui kenyataan tentang banyaknya jalan yang dapat ditempuh umat manusia. Mereka diperintahkan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan (QS

Al-Baqarah [2]: 148), kesemuanya demi kedamaian dan kerukunan: Allah memberi petunjuk melalui wahyu-Nya siapa yang mengikuti keridhaan-Nya dengan menelusuri jalan-jalan kedamaian (QS Al-Maidah [5]: 16). Sekali lagi ditemukan bahwa kebhinekaan diakui atau ditampung selama bercirikan kedamaian. Bahkan dalam rangka mewujudkan kedamaian dengan pihak lain, Islam menganjurkan dialog yang baik (QS Al-Nahl [16]: 125). Dan dalam dialog itu, seorang Muslim tidak dianjurkan untuk mengklaim kepada mitra dialognya bahwa kebenaran hanya menjadi miliknya. Katakanlah, Kami atau Anda yang berada dalam kebenaran atau kesesatan yang nyata (QS Saba' [34]: 24). Bahkan lebih jauh dari itu Kitab Suci umat Islam mengajarkan kata atau kalimat-kalimat dialog yang pada lahirnya dapat dinilai "merugikan". Perhatikan terjemahan ayat berikut: Kamu sekalian tidak akan diminta untuk mempertanggungjawabkan dosa-dosa kami. Kami pun tidak akan mempertanggungjawabkan perbuatan-perbuatan kalian. (QS Saba' [34]: 25) . Kita menamai perbuatan kita dosa, dan tidak menamakan perbuatan mitra dialog non-Muslim sebagai dosa, tetapi menyebutnya sebagai "perbuatan". Perdamaian dan kerukunan yang didambakan Islam, bukankah yang bersifat semu, tetapi yang memberi rasa aman pada jiwa setiap insan. Karena itu, langkah pertama yang dilakukannya adalah mewujudkannya dalam jiwa setiap pribadi. Setelah itu ia melangkah kepada unit terkecil dalam masyarakat yakni keluarga. Dari sini ia beralih ke masyarakat luas, seterusnya kepada seluruh bangsa di permukaan bumi ini, dan dengan

demikian dapat tercipta perdamaian dunia, dan dapat terwujud hubungan harmonis serta toleransi dengan semua pihak. Demikian, sekelumit ajaran Islam. Kalau kenyataan di dunia Islam berbeda dengan apa yang tersurat dalam petunjuk agama ini, maka yang keliru adalah pelaku ajaran dan bukan ajarannya itu sendiri. Sungguh tepat pernyataan Syaikh Muhammad Abduh, "Al-Islam mahjub bil muslimin" (Keindahan ajaran Islam ditutupi oleh kelakuan sementara umat Islam). AGAMA ISLAM DALAM KEHIDUPAN MODERN Berbicara tentang agama Islam dalam kehidupan modern, terlebih dahulu perlu digarisbawahi keharusan pemisahan antara agama dan pemeluk agama seperti ucapan Syaikh Muhammad Abduh di atas. Ajaran Islam tertutup oleh perilaku kaum Muslim. Islam memiliki prinsip-prinsip dasar yang harus mewarnai sikap dan aktivitas pemeluknya. Puncak dari prinsip itu adalah tauhid. Di sekelilingnya beredar unit-unit bagaikan planet-planet tata surya yang beredar di sekeliling matahari, yang tidak dapat melepaskan diri dari orbitnya. Unit-unit tersebut antara lain: a. Kesatuan alam semesta. Dalam arti, Allah menciptakannya dalam keadaan amat serasi, seimbang, dan berada di bawah pengaturan dan pengendalian Allah Swt. melalui hukum-hukum yang ditetapkan-Nya. b. Kesatuan kehidupan. Bagi manusia ini berarti bahwa kehidupan duniawinya menyatu dengan kehidupan akhirnya. Sukses atau kegagalan ukhrawi, ditentukan oleh amal duniawinya.

c. Kesatuan ilmu. Tidak ada pemisahan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu umum, karena semuanya bersumber dari satu sumber yaitu Allah Swt. d. Kesatuan iman dan rasio. Karena masing-masing dibutuhkan dan masing-masing mempunyai wilayahnya sehingga harus saling melengkapi. e. Kesatuan agama. Agama yang dibawa oleh para Nabi kesemuanya bersumber dari Allah Swt., prinsip-prinsip pokoknya menyangkut akidah, syariah, dan akhlak tetap sama dari zaman dahulu sampai sekarang. f. Kesatuan kepribadian manusia. Mereka semua diciptakan dari tanah dan Ruh Ilahi. g. Kesatuan individu dan masyarakat. Masing-masing harus saling menunjang. Islam --dalam hal urusan hidup duniawi-- tidak memberi rincian petunjuk, karena Kamu lebih mengetahui tentang urusan duniamu (ketimbang aku). Demikian sabda Nabi oleh Imam Muslim. Muhammad Saw. sebagaimana diriwayatkan

Dari prinsip-prinsip semacam di atas, seorang Muslim dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan positif masyarakatnya, dan karena itu pula Islam memperkenalkan dirinya sebagai "Agama yang selalu sesuai dengan setiap waktu dan tempat." Kitab suci Al-Quran mempersilakan umat Islam mengembangkan ilmu, menggunakan akalnya menyangkut sesuatu yang berada dalam wilayah nalar, yaitu alam untuk segala fisika

ini. Namun harus disadari oleh manusia, bahwa jangankan alam raya yang sedemikian luas, dirinya sendiri sebagai manusia belum sepenuhnya ia kenal. Islam tidak menghalangi umatnya untuk memperoleh kekayaan sebanyak mungkin. Bahkan harta yang banyak dinamainya khair (baik) dalam arti perolehan dan penggunaannya harus dengan baik. Islam juga tidak melarang umatnya bersenang-senang di dunia, hanya digarisbawahinya bahwa kesenangan duniawi bersifat sementara, dan karena itu jangan sampai ia melengahkan dari kesenangan abadi, atau melengahan dari kewajiban kepada Allah dan masyarakat. Umat Islam diperkenalkan oleh Al-Quran sebagai ummattan wasathan (umat pertengahan) yang tidak larut dalam spiritualme, tetapi tidak juga hanyut dalam alam materialisme. Seorang Muslim, adalah memenuhi kebutuhannya dan mewarnai kehidupannya bukan ala malaikat, tetapi tidak juga ala binatang. Hubungan seks dibenarkannya, tetapi karena manusia adalah makhluk terhormat, yang terdiri dari ruhani dan jasmani maka hubungan tersebut harus terjadi hubungan lahir dan batin, dan karena itu ia harus dikukuhkan atas nama Tuhan, melalui perkawinan yang sah menurut agama. Nabi Muhammad saw. bersabda: Kamu mengawini mereka (istri-istrimu) berdasarkan amanat Allah dan berhak menggaulinya karena kalimat (izin) Allah. Manusia diakui sebagai makhluk yang amat mulia, dan jagat raya ditundukkan Tuhan kepadanya. Ia diberi kelebihan atas banyak makhluk-makhluk yang lain, tetapi sebagian kelebihan dan keistimewaannya --material dan material-- diperoleh melalui

bantuan masyarakat. Bahasa dan istiadat adalah produk masyarakatnya. Keuntungan material, tidak dapat diraihnya tanpa partisipasi masyarakat dalam membeli bagi pedagang, dan adanya irigasi walau sederhana bagi petani, serta stabilitas keamanan bagi semua pihak, yang tidak diwujudkan oleh seorang saja. Kalau demikian, wajar jika hak asasinya harus dikaitkan dengan kepentingan masyarakatnya serta ketenangan orang banvak. Pandangan Barat yang menyatakan: "Anda boleh melakukan apa saja selama tidak melanggar hak orang lain", tidak sejalan dengan tuntutan moral Al-Quran yang menyatakan: "Hendaklah Anda mengorbankan sebagian kepentingan Anda guna kepentingcan orang lain." Mereka (kelompok Anshar) mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri sekalipun mereka dalam kesusahan. Siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka dalam kekikiran dunianya, mereka itulah orang-orang beruntung (QS Al-Hasyr [59]: 9). Demikian sekelumit pembahasan tentang agama.[] ---------------WAWASAN AL-QURAN Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat Dr. M. Quraish Shihab, M.A. Penerbit Mizan Jln. Yodkali No.16, Bandung 40124 Telp. (022) 700931 Fax. (022) 707038 mailto:mizan@ibm.net

You might also like