You are on page 1of 50

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ZAT WARNA

PEMBUATAN ZAT WARNA ALAMI DARI EKSTRAK KUNYIT


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Praktikum Kimia Zat Warna

Disusun oleh: Group Kelompok : K1 :2 09.K40005 09.K40007 09.K40014 09.K40019

1. Desti Martina 2. Endi Juariah 3. Rita Yulianti 4. Yulia Rosmala Dewi Dosen Asisten

: Hj. Hanny H. K., S. Teks : Anna S

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TEKSTIL BANDUNG 2011

PEMBUATAN ZAT WARNA ALAMI DARI EKSTRAK KUNYIT


LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ZAT WARNA
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Praktikum Kimia Zat Warna Yang Diberikan Hj. Hanny H. K., S.Teks

Disusun oleh: Group Kelompok 1. Desti Martina 2. Endi Juariah 3. Rita Yulianti 4. Yulia Rosmala Dewi : K1 :2 09.K40005 09.K40007 09.K40014 09.K40019

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TEKSTIL BANDUNG 2011

ABSTRAK Kunyit telah dikenal oleh banyak orang karena keberadaannya yang mudah ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Selain sebagai bumbu dapur, obat dan kosmetik, kunyit juga bisa digunakan sebagai zat pewarna alam khususnya di bidang tekstil karena mengandung curcumin (karbonil) sebagai kromofor dalam pigmen alam. Dalam studi ini, kunyit dihaluskan untuk kemudian diekstraksi. Proses ekstraksi dilakukan dengan air dengan rasio 1 : 5 pada suhu mendidih hingga air yang tersisa sekitar 1/3 volume sebelumnya. Kunyit dari ekstraksi pertama diekstraksi kembali dengan air segar seperti ekstraksi yang pertama hingga tak ada lagi zat warna yang keluar dari kunyit ( 3x ekstraksi). Hasil ekstraksi dibagi menjadi dua perlakuan, yang pertama langsung dilakukan identifikasi zat warna dan hasil yang lainnya dibuat zat warna dalam bentuk serbuk. Zat warna tersebut digunakan untuk proses pencelupan dengan variasi NaCl 5g/L, 10 g/L daan 15 g/L dan kain hasil pencelupan (kain yang telah di variasi iring dan non iring) dilakukan pengujian lainnya (ketuaan warna, tahan luntur, tahan gosok basah dan kering), untuk selanjutnya dikelompokkan ke dalam zat warna alam dilihat dari kemiripan sifatnya dengan zat warna sintetik. Pengujian yang dilakukan menunjukan ketahanan gosok dan ketahanan cuci yang kurang baik bila tanpa proses iring. Walaupun demikian, zat warna kunyit memiliki sifat-sifat yang baik untuk dijadikan zat warna. Hal ini dimaksudkan agar zat warna kunyit dapat dijadikan zat warna tekstil yang lebih ramah lingkungan.

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim Assalamualaikum Wr. Wb. Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kimia Zat Warna yang berjudul Pembuatan Zat Warna Alami dari Ekstrak Kunyit ini dengan baik. Laporan ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Praktikum Kimia Zat Warna. Selama praktikum yang dilakukan maupun dalam penulisan laporan ini hingga selesai tidak sedikit kesulitan yang dihadapi, hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh penulis, walaupun demikian penulis telah berupaya untuk menghasilkan Laporan Praktikum ini sebaik mungkin, oleh karena itu penulis berharap agar Laporan ini dapat memberikan manfaat dengan segala kekurangannya. Dalam praktikum dan penulisan laporan ini penulis tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dosen dan Asisten mata kuliah Praktikum Kimia Zat Warna yang telah membantu memberikan perngarahan baik dalam pelaksanaan praktikum maupun dalam penulisan laporan ini. 2. Semua teman-teman K1 yang telah memberi dukungan dan inspirasi kepada kami, sehingga laporan ini bisa terselesaikan. Semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka. Kami menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak kekurangannya, hal ini dikarenakan karena keterbatasan kemampuan kami. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang bermanfaat untuk perbaikan laporan di masa yang akan datang. Dengan terselesaikannya laporan ini, penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Bandung, Mei 2011

Penyusun

DAFTAR ISI BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 6 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5. 1.6. BAB 2 KAJIAN PUSTAKA .................................................................................................................. 9 2.1 2.3 BAB 3 PENELITIAN DAN PENGUJIAN.......................................................................................... 24 3.1 3.2 3.3. 3.4. 3.5. Diagram Alir ............................................................................................................. 24 Ekstraksi Rimpang Kunyit ........................................................................................ 26 Uji MC/MR kunyit .................................................................................................... 27 Pembuatan Zat Warna Bubuk ................................................................................... 28 Identifikasi Zat Warna ............................................................................................... 29 3.5.1 3.5.2 3.6. 3.7. 3.8. 3.9. 3.10. BAB 4 PENUTUP................................................................................................................................ 45 5.1. 5.2. Diskusi....................................................................................................................... 45 Kesimpulan................................................................................................................ 49 Pencelupan Berbagai Jenis kain ........................................................................ 29 Identifikasi Zat Warna Dengan Pelarutan ......................................................... 30 Landasan Teori ............................................................................................................ 9 Hipotesa..................................................................................................................... 23 Latar Belakang ............................................................................................................ 6 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 7 Batasan Masalah .......................................................................................................... 7 Tujuan Penelitian......................................................................................................... 7 Metodologi Penelitian ................................................................................................. 8 Manfaat Penelitian....................................................................................................... 8

Pencelupan Kain Nylon dan Proses Iring .................................................................. 32 Uji Kapilaritas ........................................................................................................... 35 Pengujian Ketuaan Warna ......................................................................................... 36 Pengujian ketahanan luntur terhadap pencucian ....................................................... 38 Pengujian ketahanan terhadap gosokan basah dan kering ........................................ 42

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 50

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Saat ini, hampir semua orang di belahan bumi telah merasakan dampak dari pemanasan global (global warming). Banyak hal yang telah dilakukan untuk mengurangi dampak tersebut, salah satunya mengurangi penggunaan bahan-bahan yang bersifat kimia dan segala hal yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, atau dikenal dengan istilah back to the nature. Dalam bidang tekstil, dilakukan dengan menggunakan kembali zat warna alam untuk mencelup atau mewarnai serat, benang maupun kain. Zat warna alam yang sering digunakan pada umumnya merupakan hasil ekstraksi bagian tumbuhan, seperti akar atau umbi, batang, daun, biji, dan bunga. Zat warna alam mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan antara lain: bebas dari bahan kimia sehingga jauh dari pencemaran, tumbuhan yang digunakan sebagai pewarna dapat diperoleh disekitar lingkungan sehingga hemat biaya, dengan menggunakan zat warna alam secara tidak langsung ikut melestarikan jenis tumbuhan tersebut. Kekurangan zat warna alam antara lain: tidak mempunyai standar warna, tahan luntur rendah, proses untuk mendapatkan sulit, proses pewarnaan rumit, koleksi warna terbatas. Kunyit (Curcuma domestika val.) merupakan salah satu tumbuhan yang bisa dijadikan sebagai pewarna tekstil karena mengandung curcumin sebagai pigmen pemberi warna kuning. Dalam hal ini, kunyit dipilih karena murah secara ekonomis dan mudah didapatkan, tidak sulit untuk menemukan tumbuhan yang biasa dijadikan bumbu dapur tersebut. Dengan kepedulian dunia atas penggunaan bahan yang ramah lingkungan dan biodegradable, penggunaan bahan alami yang diperoleh dari tanaman telah kembali diperbolehkan (Eom et al, 2001). Penggunaan pewarna alami yang lebih murah yang berasal dari tumbuhan ini dapat dipandang sebagai alternatif pewarna sintetis. Berdasarkan hal tersebut, potensi pewarna kuning dari akar kunyit perlu diteliti sebagai pewarna alami tekstil.

1.2. Rumusan Masalah Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah : 1. 2. Bagaimana membuat zat warna alam dari kunyit ? Bagaimana mengidentifikasi dan menguji atau mengevaluasi zat warna yang telah dibuat ? 3. 4. Diklasifikasikan sebagai apakah zat warna yang berasal dari kunyit ? Bagaimana pengaruh proses iring dan tanpa iring pada proses pencelupan terhadap ketahanan luntur warna (fastness colour) kain ? 1.3. Batasan Masalah Batasan masalah dari penelitian ini adalah : 1. 2. Pembuatan zat warna alam dari kunyit dengan cara ekstraksi. Zat warna diidentifikasi dengan pencelupan dengan berbagai macam bahan, dengan pelarutan, dan pencelupan dengan berbagai variasi pencelupan. Sedangkan pengujian dilakukan dengan uji ketuaan warna, uji ketahanan luntur terhadap pencucian dan terhadap gosokan. 3. 4. Klasifikasi jenis zat warna kunyit. Pengaruh proses iring dan tanpa iring pada pencelupan terhadap ketahanan luntur cuci, tahan gosok basah dan tahan gosok kering. 1.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan : 1. 2. Mengetahui dan dapat mempraktekan cara membuat zat warna dari bahan alam. Mengidentifikasi dan menguji suatu zat warna alam dengan mengelompokannya ke dalam zat warna sintetik berdasakan kemiripan sifatnya. 3. 4. Mengklasifikasikan jenis zat warna dari ekstrak kunyit. Mengetahui pengaruh proses iring dan tanpa iring pada proses pencelupan dengan zat warna yang berasal dari ekstrak kunyit terhadap ketahanan luntur pencucian, tahan gosok basah dan tahan gosok kering.

1.5. Metodologi Penelitian Percobaan dilakukan di laboratorium Kimia Zat Warna, Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil Bandung. Penelitian dilakukan dengan membuat zat warna alami dari rimpang kunyit dan melakukan pencelupan dengan variasi NaCl dan iring. Metodologi penelitian didasarkan atas beberapa hal : 1. Studi Literatur 2. Percobaan pembuatan zat warna secara langsung 3. Pengujian percobaan meliputi : a. Pengujian ketuaan warna (spektrofotometri) b. Pengujian ketahanan luntur terhadap pencucian c. Pengujian ketahanan luntur terhadap gosokan kering dan basah 1.6. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan yang telah disebutkan, percobaan ini bermanfaat untuk salah satunya adalah berharap mendapatkan zat warna tekstil yang berasal dari alam dan memiliki sifat-sifat yang sesuai ddengan harapan.

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA


2.1 Landasan Teori 2.1.1. Kunyit Klasifikasi : Divisio Sub-diviso Kelas Ordo Famili Genus Species : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledoneae : Zingiberales : Zungiberaceae : Curcuma : Curcuma domestica Val. Sejarah Singkat : Kunyit diperkirakan berasal dari Binar pada ketinggian 1300-1600 m dpl, ada juga yang mengatakan bahwa kunyit berasal dari India. Kata Curcuma berasal dari bahasa Arab Kurkum dan Yunani Karkom. Pada tahun 77-78 SM, Dioscorides menyebut tanaman ini sebagai Cyperus menyerupai jahe, tetapi pahit, kelat, dan sedikit pedas, tetapi tidak beracun. Tanaman ini banyak dibudidayakan di Asia Selatan khususnya di India, Cina Selatan, Taiwan, Indonesia (Jawa), dan Filipina. Di Indonesia dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik sebagai tanaman tumpangsari atau pekarangan. Morfologi Tanaman berumpun ini memiliki batang semu yang tersusun dari pelepah daun dengan tinggi 25 - 100 cm. Daun berbentuk bulat telur memanjang, berwarna hijau muda, penyusun daunnya bertingkat-tingkat setiap tanaman memiliki sekitar 6-10 helai daun. Rimpang berbentuk bulat panjang dan bercabang-cabang. Kunyit tumbuh dengan baik di tanah yang tata pengairannya baik, curah hujan 2.000 mm sampai 4.000 mm tiap tahun dan di tempat yang sedikit terlindung. Tapi untuk menghasilkan rimpang yang lebih besar diperlukan tempat yang lebih terbuka. Rimpang muda kulitnya kuning muda dan dan berdaging kuning, setelah tua kulit rimpang menjadi jingga kecoklatan dan dagingnya jingga terang agak kuning.

Umumnya ditanam di dataran rendah dan dataran tinggi sampai ketinggian 2000 m di atas permukaan laut. Sifat Kimia Kunyit mengandung gugus kromofor dan mengandung gugus yang dapat bergabung dengan garam diazonium. Di dalam kunyit juga mengandung bahanbahan seperti minyak adsiri, phelkandere, sabinene, cineol, zingeberence, turmeron, champene, camphor, sesquiterpene, caprilic acid, methoxinnamic acid, thelomethy carbinol, curcumin, dan zat pewarna yang mengandung alkaloid curcumin. Curcumin merupakan kristal yang berwarna kuning sampai jingga yang larut dalam benzena, etanol, air, kloroform dan eter, memiliki aktifitas biologis berspektrum luas antara lain antihepototoksik, antibakteri, dan antioksidan. Curcumin ini mempunyai berat molekul 368,390 dengan C.I 75300 (C.I natural yellow 3). Menurut hasil penelitian kadarnya 11,6%. OCH3 O = C CH = CH OH

CH2 O = C CH = CH OH OCH3
Rumus bangun curcumin

Selain itu, kunyit juga mengandung lemak 13 %, karbohidrat 3 %, protein 30%, pati 8 %, vitamin C 45 %55 %, garam-garam mineral (zat besi, fosfor, kalsium), saponin, flavanoid, damar, tanin, dan poliferol. 2.1.2. Poliamida (Nylon) Nylon ditemukan oleh Wallace H.Carothere pada tahun 1928. Poliamida dibuat dari dikarboksilat dan diamina : n(HOOC R1 COOH) + n(H2NR2NH2) n (HOO R1 COHN R2NH2)
Asam dikarboksilat Diamina Poliamida

Monomer (prepolimer) yang dihasilkan dipolimerisasi secara polikondensasi.

Atau dari asam amino atau derivat derivatnya yang berkondensasi sendiri. NH2N(CH2)xCOOH H2N(CH2)xCONH(CH2)xCO...NH(CH2)xCOOH + (n-1)H2O
Asam amino Poliamida

Garam nylon hasil reaksi asam karboksilat dan diamina dipolimerisasikan pada suhu sekitar 300oC. H[HN(CH2)6NHOC(CH2)4CO]nOH H[HN(CH2)6NHOC(CH2)8CO]nOH OH[OC(CH2)5HN]nH Pemintalan dilakukan dengan pemintalan leleh. Pemberian nama kepada salah satu jenis poliamida adalah berdasarkan pada jumlah atom karbon pada diamina, asam dikarboksilat dan asam aminonya. Beberapa serat nylon yang di modifikasi, antara lain: A. Nylon 66 Nylon 66 dibuat dari asam adipat COOH(CH2)4COOH dengan heksametilena diamina H2N(CH2)6NH2. Sifat nylon 66 : Morfologi Bentuk memanjangnya seperti silinder yang rata dan penampang lintangnya hampir bulat. Kekuatan dan Mulur Kekuatan mulur poliamida bergantung pada jenisnya 8,8 g/dinier dan 28 % - 43 g/denier dan 45 %. Kekuatan basah sekitar 80 90 % dari kekuatan kering. Tahan gosokan dan tekukan Nylon mempunyai tahan tekukan dan gosokan yang tinggi. Tahan gosokan nylon kira-kira 4-5 kali tahan gosokan wol. Elastisitas Jika mulur tinggi (22%) maka elastisitas naik. Penarikan 8 % elastisitas poliamida masih 100 %. Penarikan 16 % elastisitas poliamida 91 %. Berat jenis Berat jenis poliamda adalah 1,14. Nylon 6.6 Nylon 6.10 Nylon 6

Titik leleh Poliamida meleleh pada suhu 263oC dalam atmosfer nitrogen. Sedangkan diudara meleleh pada suhu 250oC. Penyetrikaan pada suhu 180oC lengket dan lebih dari 230oC poliamida akan rusak. Pemanasan diudara pada suhu 150oC selama 5 jam menjadikan poliamida kekuningan, tetapi masih lebih baik dibandingkan wol dan sutera yang dibakar akan meleleh. Sifat kimia a) Tahan terhadap pelarut-pelarut dalam pencucian kering. b) Tahan terhadap asam asam encer, dengan HCl pekat mendidih beberapa jam akan menjadi asam adipat dan heksa metilena diamonium hidroklorida. c) Tidak terpengaruh alkali. Poliamida dengan NaOH 10 % pada suhu 85oC selama 10 jam hanya mengurangi kekuatan poliamida sebanyak 5 %. d) Pelarut yang biasa digunakan untuk melarutkan nylon : asam formiat, kresol dan fenol. Sifat biologi Nylon tahan terhadap serangan jamur, bakteri dan serangga. Moisture Regain Pada kondisi standard ( RH 65% dan suhu 21oC ) adalah 4,2 %. Kilau Sebelum penarikan, nylon suram, tetapi setelah penarikan, seratnya berkilau dan cerah. Untuk serat yang agak suram ditambahkan titanium dioksida. Pengaruh sinar Dalam penyinaran selama lebih dari 16 minggu, sutera berkurang kekuatannya 85%, nylon biasa 23%, nylon agak suram 50% dan kapas hanya 18%. Sifat listrik Nylon merupakan isolator yang baik, sehingga dapat menimbulkan listrik statik.

Pengaruh panas dan lembab Pengaruh panas dan lembab akan membeir bentuk tetap pada nylon, selama dikerjakan pada suhu pengerjaan pertama. Radiasi Nuklir Radiasi nuklir pada umumnya menyebabkan terjadinya degradasi serat. Pencelupan : Serat nylon dapat dicelup dengan zat warna asam dan kompleks logam. Zat warna juga bisa digunakan untuk mencelup serar nylon, tetapi tahan luntur warnanya terhadap sinar dan pencucian jelek. Zat warna direk, belerang dan bejana afinitasnya terhadap nylon kecil. Selain itu, nylon dapat dicelup dengan baik zat warna dispesi maupun disperse reaktif. Penggunaan : Kain parasut, tali temali, benang ban, terpal, pita penarik (belt), jala, bahan pakaian wanita dan kaos kaki. B. Nylon 6.10 Nylon 610 dibuat dari heksametilena diamina dan asam sebasat. Titik leleh nylon 610oC lebih rendah dari nylon 66 yaitu 214oC. Moisture regain nylon 610oC juga lebih rendah dari nylon 66 yaitu 2,6% sehingga bisa dipergunakan untuk sikat gigi. C. Nylon 6 Nylon 6 dibuat dari kaprolaktam CH2CH2CH2CH2CH2 OC NH

Sifat serat nylon 6 : Kekuatan dan Mulur

Kekuatan dan mulur nylon 6 dapat divariasikan dari 8 gram per denier dan 16 20 persen sampai 5 gram per denier dan 30%. Berat jenis Berat jenis nylon 6 ialah 1,14. Moisture Regain MR = 4%. Penggelembungan Apabila nylon 6 direndam dalam air dan kemudian diperas, volumenya hanya bertambah 13%, sedangkan kapas bertambah 40 45% dan rayon viskosa 80110%.

Tahan sinar Tahan sinarnya seperti serat alam. Sifat Biologi Serat nylon 6 sifat biologiny sangat baik. Tahan Panas Nylon 6 melunak pada suhu 170-180oC dan meleleh pada suhu 215oC. Pada suhu 100oC dalam waktu yang lama tidak berubah warnanya. Sifat Kimia a) Tahan terhadap kebanyakan pelarut organic, seperti : benzene, khloform, aseton, ester-ester dan eter-eter, tetapi larut dalam fenol, kresol dan asam kuat. b) Tahan terhadap alkali, asam-asam lemah dingin tetapi tidak tahan asam-asam dalam keadaan panas. c) Larut dalam asam formiat. Penggunaan : Nylon 6 sekarang lebih dikenal dengan nama Perlon digunakan untuk benang ban, tali pancing, tali temali, kaos kaki, upholstery, karpet, kain penyaring, dan kain wanita. D. Nylon 7 Nylon 7 dibuat dari laktam asam heptanoat (laktam asam enantat). Sifatnya lebih tahan terhadap panas dan sinar ultraviolet dibanding nylon 6. E. Nylon 11(Rilsan) Nylon dibuat dari minyak jarak. Titik lelehnya lebih rendah yaitu : 186-187oC. Selain itu, terdapat juga beberapa poliamida yang mengandung senyawa aromatik. Antara lain : Nylon 6T yang dibuat dari hexametilen diamina dan asam tereftalat. Titik lelehnya 370oC. Berat jenisnya 1,21. MR 4,5%. Tahan panas 185oC selama 5 jam, stabilitas dimensi lebih baik daripada nylon 66. Nomex. Dibuat dari m-difenilamin dan tereftaloilchlorida menjadi mfeniltereftalamid yang dijadikan bahan baku serat. Kekuatan kering = 5,3 g/denier, kekuatan basah nya 4,1 g/denier. Mulur kering = 22%. Mulur basah = 16%.

Titik leleh = 371oC.

Dipintal dengan pemintalan kering dengan DMF. Sifat kimia : tahan asam dan basa dalam suhu ruang. Rusak oleh asam dan basa pekat pada suhu tinggi tahan pelarut organik (fenol, formiat, methanol). Penggunaan : pakaian ruang angkasa, pembalap, penyaring gas, pelapis alat setrika. 2.1.3. Zat Warna Asam Zat warna ini merupakan garam natrium dari asam-asam organik misalnya asam sulfonat atau asam karboksilat. Zat warna ini dipergunakan dalam suasana asam dan memiliki daya tembus langsung terhadap serat-serat protein atau poliamida. Zat warna asam adalah zat warna yang dalam pemakaiannya memerlukan bantuan asam mineral atau asam organik untuk membantu penyerapan, atau zat warna yang merupakan garam natrium asam organik dimana anionnya merupakan komponen yang berwarna. Zat warna asam banyak digunakan untuk mencelup serat protein dan poliamida. Beberapa di antaranya mempunyai susunan kimia seperti zat warna direk sehingga dapat mewarnai serat selulosa. Zat warna asam termasuk zat warna yang larut dalam air karena mempunyai gugus pelarut sulfonat atau karboksilat dalam struktur

molekulnya. Gugus-gugus tersebut juga berfungsi untuk mengadakan ikatan ionik dengan tempat-tempat positif dalam serat nylon. Zat warna asam yang mempunyai 1 (satu) gugus sulfonat dalam struktur molekulnya disebut zat warna asam monobasik, yang mempunyai 2 (dua) gugus sulfonat disebut zat warna asam dibasik dan seterusnya. Karena gugus pelarut zat warna asam dibasik lebih banyak gugus pelarutnya, maka kelarutannya makin tinggi, akibatnya pencelupannya menjadi lebih mudah rata, tetapi tahan luntur hasil celupan terhadap pencuciannya akan berkurang. Selain itu, dibanding zat warna asam monobasik jumlah maksimum zat warna asam dibasik yang dapat terserap oleh serat nylon menjadi lebih kecil, terutama bila suasana larutan celup kurang begitu asam, karena dalam kondisi seperti itu tempet-tempat positif pada bahan terbatas. Jadi untuk pencelupan

warna tua sebaiknya digunakan zat warna asam monobasik. Keunggulan lain dari zat warna asam adalah warnanya yang cerah, hal tersebut karena ukuran partikelnya relative kecil (lebih kecil dari ukuran partikel zat warna direk). Nama dagang zat warna asam adalah : Nylosan (Sandoz) Nylomine (I.C.I) Tectilan (Ciba Geigy) Dimacide (Francolor) Acid (Mitsui) Penggolongan Zat Warna Asam : 1. Berdasarkan struktur kimianya : Golongan 1 Zat warna asam derivat trifenilmetan misalnya Xylene Blue VS ( C.I. Acid Blue).
N(C2H5)2 NaO3S SO3Na C N+(C2H5)2

Golongan 2 Zat warna asam derivat Xanten misalnya Lissamine Rhodamine B ( C.I. Acid Red 52 ).
(C2H5)2 N O C SO3Na N +(C2H5)2

SO3Na

Golongan 3 Zat warna asam yang merupakan senyawa-senyawa nitroaromatik, misalnya Naphtol Yellow 1 ( C.I. Acid Yellow 1 )

ONa NaO3S NO2

NO2

Golongan 4 Zat warna asam yang merupakan senyawa-senyawa Azo misalnya AzoGaranine 2G ( C.I. Acid Red 1 )
CH NH.CO.CH3 N=N SO3Na SO3Na

Golongan 5 Zat warna asam yang mempunyai inti pirazplon, misalnya Tartrazine
HO. C NaO3S
N=N N=N

SO3Na

N C COOH

Golongan 6 Zat warna asam derivat antrakwinon, misalnya Solvay Blue B ( C.I. Acid Blue 45 )
O
NaO3S

NH2

SO3Na NH2 O OH

Gugusan asam dari zat warna yang mengandung warna tersebut biasanya sifat sifat asamnya terdiri atas : Sulfonic ( -HSO3 ) Carboxylic ( -COOH ) Nitrianic ( -HNO2 ) Zat warna asam umumnya larut dalam air, hal ini karena pada molekul zat warna asam ini terdapat gugus gugus yang berfungsi sebagai pelarutnya dalam air, yaitu gugus asam sulfonat atau dapat juga suatu gugus garam sulfomamida. Zat warna asam ini mempunyai kelarutan yang besar yaitu sekitar 5 7 % sehingga lebih sukar terjadinya difusi zat warna kedalam serat. Hal ini dikarenakan kelarutannya didalam larutan polimer nylon lebih kecil daripada kelarutannya didalam air. 2. Berdasarkan sifat kelarutannya dalam larutan celup, zat warna asam dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu : Moleculary dispersed Zat warna yang mudah sekali larut, dan terdisosiasi sempurna didalam larutannya. (ZW-Na)10 10 Na+ + 10 ZWWarna larutannya jernih dan memunyai afinitas sedikit terhadap serat tumbuh tumbuhan dan serat wol dalam keadaan netral. Golongan tersebut mencelup dengan pertolongan asam sulfat atau asam formiat dan mudah merata dalam proses pencelupannya dan tidak luntur dalam pengerjaan basah. Aggregated acid dyes Zat warna asam yang larut dalam kelompok molekul ( agregat ). Disosiasinya dalam air dapat di tulis sebagai berikut : (ZW Na)10 3 Na+ + (Na7 ZW 10 )Zat warna golongan ini tidak mudah larut, larutannya tidak jernih terutama dalam keadaan dingin. Mempunyai afinitas besar sekali terhadap wol dalam keadaan netral. Zat warna golongan ini pross pencelupannya dengan memakai asam asetat. Dalam keadaan netral untuk mendapatkan hasil celupan yang rata sukar, tetapi tahan luntur cucinya baik sekali.

Dua golongan zat warna tersebut tidak mempunyai garis pemisah yang nyata sekali, melainkan satu dan lainnya bersimpang siur. 3. Berdasarkan penggunaannya, zat warna asam dibagi menjadi tiga golongan yaitu : Leveling dyes Zat warna asam yang memerlukan asam kuat dalam pencelupannya misalnya dengan asam formiat atau asam sulfat agar pH larutan celup dapat mencapai 3,5 - 4,5 (tergantung ketuaan warna) sehingga penyarapan zat warna lebih besar. Zat warna golongan ini sering disebut zat warna asam terdispersi molekuler atau zat warna asam celupan rata, yang pada umumnya mempunyai ketahanan sinar yang baik tetapi ketahanan cucinya kurang. Milling dyes Zat warna asam yang tidak memerlukan panambahan asam dalam pencelupannya. Pada temperatur rendah zat warna ini terdispersi koloidal, meskipun pada temperatur mendidih akan terdispersi molekuler. Zat warna ini sering disebut zat warna asam milling, zat warna asam celupan netral atau zat warna asam berketahanan baik. Super milling dyes Zat warna asam yang memerlukan asam lemah dalam pencelupannya, misalnya asam asetat, untuk memperoleh pH antara 5,2 6,2. Penambahan elektrolit kedalam larutan celup akan memperbesar penyerapan hingga sukar memperoleh celupan rata. Zat warna ini mempunyai sifat lebih mudah membentuk larutan koloidal. Zat warna asam termasuk golongan zat warna yang larut dalam air. Pada umumnya zat warna asam mempunyai ketahanan cuci dan ketahanan sinar yang baik. Sifat ketahanan tersebut sangat dipengaruhi oleh berat molekul dan konfigurasinya.

Golongan zat warna asam Sifat - sifat Leveling dyes Tahan luntur warna pada pengerjaan basah Cara pencelupan pH pencelupan Kerataan pada pencelupan Asam sulfat 3-5 Asam asetat 4-6 Agak kurang, migrasi cukup BM tinggi larutan molekul berkelarutan rendah Agak tinggi Agak tinggi Ammonium asetat 5-7 Sangat kurang, migrasi rendah BM tinggi larutan koloid berkelarutan rendah Tinggi Rendah Ikatan ionik, ikatan fisika, dan ikatan hidrogen kurang baik Sangat baik Milling dyes Supermilling dyes

Baik, migrasi tinggi

BM rendah larutan Sifat zat warna molekul berkelarutan tinggi Afinitas Kecerahan Rendah Tinggi

Ikatan Zat warna dengan serat

Ikatan ionik

Ikatan ionik dan ikatan fisika

Mekanisme pencelupan Ada beberapa teori yang mengemukakan tentang masuknya zat warna asam kedalam serat nylon. Menurut penyelidikan Bhatt dan Daruwalla, masuknya zat warna asam kedalam serat nylon dihubungkan dengan terjadinya pemutusan rantai polimer nylon dalam rangka melepaskan gugus amino akhirnya, dimana kemudian tempat gugus itu tadi akan menjadi tempat masuknya zat warna asam. Pemutusan rantai ini akan bergantung pada kondisi-kondisi penggantian gugus dalam rantai polimernya dan bergantung juga pada kristalinitas dan kondisi-kondisi fisika lainnya dari serat itu. Kemudian untuk masuknya zat warna asam kedalam serat nylon, perlu dicapai suatu kejenuhan tertentu pada larutan zat warna asam. Hal ini

diperlukan untuk menjaga kestabilan zat warna itu nantinya terhadap perusakkan oleh panas yang terjadi pada proses pencelupannya. Suatu mekanisme pencelupan dikemukakan, dimana sistem yang berikatan melepaskan energi. Dalam mekanisme pencelupan nylon dengan zat warna asam, gugus amida dan amina pada rantai molekul poliamida memegang peranan penting. Serat nylon akan mengikat ion ion hydrogen ( H+ ) dari larutan pencelupan yang mengandung asam, dimana ion ion hydrogen itu akan diikat oleh gugus-gugus amida, amina atau gugus karboksil dengan membentuk ikatan garam yang dapat mengikat anion dari molekul zat warna asam dengan ikatan elektrovalen. Pada permulaan pencelupan, radikal anion dari zat warna akan diikat oleh gugus amino dari molekul akhir nylon dengan ikatan : HOOC NH NH2 + H+ amida dari rantai molekul nylon seperti : HOOC CONH NH2 + H+ HOOC CONH2+ NH3 HOOC NH NH3+

Jika ada asam pada pH rendah, ion zat warna akan diikat oleh gugus

Untuk memperjelas, perlu diketahui keadaan penyerapan ion hydrogen (asam) oleh seratnya dalam keadaan keasaman yang berbeda. Bersamaan dengan hal tesbut maka jumlah gugus amina dalam serat adalah faktor yang sangat menentukan jumlah maksimum ion hydrogen dan ion zat warna yang dapat diabsorpsi pada gugus tersebut. Adsorpsi ion hydrogen dalam tingkat keasaman yang berbeda H2N NH COOH
Keadaan netral

H3N+ - NH COO- -

H+3N NH COOH
Asam kuat

H3 +N NH2+ - COOH

Pada pH yang tinggi asam diabsorpsi yang diterima oleh gugusan karboksil dan gugus amina sehigga menjadi bermuatan positif H2N NH COOH + H+ H3+N NH COO- + H+ H3+N NH - COOH

Mulai pH 2,5 kebawah serat mengabsorpsi asam lagi, hal ini dapat diduga bahwa proton ditangkap oleh gugusan amino.

NH3+ - NH COOH + H+

NH3+ - NH2+ - COOH

Muatan muatan positif pada gugus tersebut dapat mengambil anion dengan membentuk senyawa garam. Zat warna asam dalam air berdosiasi menjadi ion Na+ dan ion ZW-. Sehingga adsorpsi zat warna asam pada serat nylon sangat tergantung dari muatan muatan positif yang terkandung dalam seratnya sesuai tingkat keasamannya. Pada pH diatas 9 tidak ada adsorpsi zat warna. pH menurun adsorpsi naik bersamaan dengan turunnya pH sehingga seluruh gugus amino membawa ion ion zat warna. Pada penurunan pH lebih lanjut dari ion zat warna. pH 3, adsorpsi dari ion hydrogen dalam gugus amida memulai, dihantarkan oleh suatu pertambahan paling besar dalam adsorpsi zat warna. Pewarnaan dimulai dari adsorpsi zat warna pada permukaan serat, sehingga terbentuk lapisan molekul zat warna dipermukaan serat, selanjutnya terjadi difusi zat warna kedalam serat. Didalam serat terjadi ikatan antara zat warna dengan serat dimana ikatan nylon dengan zat warna asam adalah ikatan elektro valent. HOOC Hy NH3+ + ZWHal hal yang mempengaruhi pencelupan : Pengaruh pH Makin kecil pH larutan celup, penyerapan dan zat warna asam makin besar karena muatan positif dari serat bertambah sepanjang rantai molekulnya. Pengaruh suhu Kenaikan suhu pencelupan memberikan pengaruh sebagai berikut : a. b. c. d. makin besar disosiasi dari zat warna mempercepat pencelupan mempercepat migrasi menambah jumlah zat warna yang terserap HOOC Ny NH3+ZW-

Kecepatan penyerapan zat warna sangat dipengaruhi oleh sudut. Di bawah 39oC hampir tidak terjadi penyerapan. Selanjutnya apabila suhu dinaikkkan lebih dari 39oC kecepatan penyerapan bertambah. Tiap golongan zat warna asam mempunyai suhu kritis tertentu di mana apabila suhu tersebut telah dilampaui, zat warna akan terserap dengan cepat sekali. Sebagai contoh zat warna asam celupan netral pada suhu di bawah 60oC hampir tidak akan

terserap, tetapi apabila suhu dinaikkan sampai 70oC akan terjadi penyerapan dengan cepat sekali, sehingga ada kemungkinan menghasilkan celupan yang tidak rata. Pengaruh waktu Waktu ikut menentukan hasil pencelupan. Untuk mengimbangi kecepatan celup yang bertambah pada suhu yang lebih tinggi, maka diperlukan waktu yang cukup untuk memperoleh keseimbangan celup. Pengaruh elektrolit Penambahan elektrolit dalam pencelupan rata, akan merintangi atau menghambat penyerapan zat warna, hal ini disebabkan karena ion ion elektrolit bersaing tempat dengan ion ion zat warna. Jadi disini elektrolit bertindak sebagai zat perata (leveling agent). Tetapi untuk zat warna asam celupan netral, penambahan elektrolit akan berfungsi mempercepat

penyerapan. 2.3 Hipotesa Hipotesa penelitian ini adalah dengan adanya curcumin sebagai pigmen pembawa warna, kunyit dapat dijadikan zat warna alam. Dilihat dari struktir kimianya, dalam curcumin terdapat ikatan tunggal dan ganda secara berselangseling sehingga curcumin dapat beresonansi secara konjugasi. Dengan adanya OH kemungkinan akan terjadi ikatan hydrogen antara kapas dengan curcumin, dan kemungkinan termasuk zat warna direk. OCH3 O = C CH = CH OH OH - sel

CH2 O = C CH = CH OH OH - sel

OCH3
Rumus Bangun Curcumin + Selulosa

BAB 3 PENELITIAN DAN PENGUJIAN 3.1 Diagram Alir

Menimbang kunyit 1 kg

Ekstraksi dari parutan kunyit segar 600 g

Pengujian Kandungan Air dalam kunyit, bahan yang digunakan 100g

Pengujian Kandungan Zat Warna Pada Kunyit, Bahan yang digunakan 300g Pembuatan zat warna bubuk

Kunyit dibersihkan, diparut/dihaluskan dengan blender, direbus dalam air dengan perbandingan 1: 5

Ekstraksi 600 gram kunyit ditambah 3 liter air didihkan sampai air tersisa 1/3. Disaring. Filtratnya dipisahkan (1). Didapat 1 liter filtrate. Ekstraksi 2 : ampas ekstraksi 1 + air 3 liter dipanaskan sampai tersisa 1/3. Disaring. Filtrate dipisahkan (2). 1 liter filtrate.

Ekstraksi 3 : ampas ekstraksi 2 + air 3 liter dipanaskan sampai tersisa 1/3. Disaring. Filtrate dipisahkan (3). 1 liter filtrate.

Filtrate 1 + Filtrate 2 + Filtrate 3 = 3 liter filtrat

Identifikasi zat warna

Uji Kapilaritas

Identifikasi Zat Warna

Pencelupan dengan berbagai jenis kain

Identifikasi zat warna dengan pelarutan

Pencelupan bila sudah terdeteksi jenis zat warnanya

Tanpa Iring

Iring

Pengujian

Ketuaan warna (K/S) Spektrofotometri

Ketahanan Luntur

Ketahanan Cuci

Ketahanan Gosok

Dari Kain K/S Kandungan ZW pada bahan yang dicelup

Ketahanan Gosok kering

Ketahanan Gosok basah

3.2

Ekstraksi Rimpang Kunyit 3.2.1. Maksud dan Tujuan Mengubah rimpang kunyit menjadi larutan zat warna dengan cara ekstraksi untuk selanjutnya digunakan pada proses selanjutnya. 3.2.2. Alat dan Bahan Panci Blender Pengaduk Saringan Bunsen/pemanas Filtrat rimpang kunyit Air

3.2.3. Langkah Kerja Menimbang rimpang kunyit sebanyak 600 gram untuk ekstraksi bahan, kemudian memotongnya menjadi bagian yang lebih kecil/memblendernya. Memasukkan 600 gram rimpang kunyit yang telah dihaluskan tersebut ke dalam panci yang telah berisi 3 L air (1:5) dan memasaknya sampai dengan mendidih. Membiarkan pendidihan sampai larutan yang tersisa hanya 1/3 bagian, kemudian filtrat dan endapan yang terbentuk dipisahkan dengan cara penyaringan. Memasukkan hasil ekstraksi yang berupa filtrat ke dalam botol kosong, sedangkan sisa endapannya dilarutkan kembali dengan cara pendidihan dalam 3 L air sampai larutan yang tersisa hanya 1/3 bagian saja, kemudian filtrat dan endapan yang terbentuk dipisahkan dengan cara penyaringan. Dilakukan sampai tiga kali ekstraksi. Mencampurkan ketiga larutan hasil ekstraksi. Memasukkan filtrat ke dalam botol yang berisi filtrat yang pertama, lalu menyimpannya dalam lemari es. 3.2.4. Hasil Ekstraksi ( )

3.3. Uji MC/MR kunyit 3.3.1 Maksud dan Tujuan Mengetahui kandungan uap air yang terdapat pada rimpang kunyit. 3.3.2 Alat dan Bahan Rimpang kunyit yang telah diiris

Cawan Timbangan Oven 3.3.3 Langkah Kerja

Membersihkan rimpang kunyit. Menimbang rimpang kunyit sebanyak 10 gram dimasukkan ke dalam cawan, kemudian memananaskannya dalam oven dengan suhu 1000C selama 6-10 jam. Setelah 10 jam cawan diangkat dan dimasukkan ke dalam eksikator selama 30 menit. Mengeluarkan cawan dan menimbang bahan sampai didapatkan berat tetap sebagai Berat Kering (BK), kemudian menghitung Moisture Regain bahan dengan rumus : 3.3.4 Data Percobaan dan Perhitungan n n n n n ( ) n

3.4. Pembuatan Zat Warna Bubuk 3.4.1. Maksud dan Tujuan Mengetahui kandungan zat warna bubuk (%) dalam 1500 mL larutan zat warna hasil ekstraksi rimpang kunyit. 3.4.2. Alat dan Bahan Gelas ukur Piala gelas 1000 ml Piala gelas 500 ml Pengaduk Saringan
Bunsen/pemanas

Kertas saring Cawan Timbangan Oven


Eksikator

Filtrat rimpang kunyit

3.4.3. Langkah Kerja Memanaskan 1500 ml dari 1500 mL filtrate hasil ekstraksi dari rimpang kunyit dengan berat 300 gram sampai diperoleh filtrate yang kental sekali/pasta (hampir kering). Memindahkan sisa filtrat ke dalam cawan kemudian ditimbang. Memasukkan cawan tersebut kedalam oven agar sisa filtrat menjadi kering dalam suhu 102oC. Menimbang kembali berat cawan dan filtrat yang telah kering sampai beratnya tetap. Menghitung % kadar zat warna bubuk.

3.4.4. Data Percobaan dan Perhitungan


(

Berat cawan = 48,5 g Berat Cawan + pasta kunyit = 67,30 g n n n n n n


) [

n
] [ ] ( )

n n

Hasil Zat warna bubuk : (Lampiran 5 )

3.5. Identifikasi Zat Warna 3.5.1 Pencelupan Berbagai Jenis kain 3.5.1.1 Maksud dan Tujuan Sebagai langkah analisa awal untuk mengetahui zat warna yang terkandung di dalam kunyit dengan melihat hasil celupan pada kain yang tertua. 3.5.1.2 Alat dan Bahan 3.5.1.3 Resep Ekstrak kunyit Vlot 1 : 20 3.5.1.4 Langkah Kerja Menyiapkan filtrate rimpang kunyit dengan volt 1:20 Mencelup berbagai jenis kain (kapas, rayon, nylon, akrilat, sutera, dan polyester) selama 1 jam. Melakukan proses pencucian. 3.5.1.5 Data Percobaan dan perhitungan Berat kain = 15,3 gram n n Filtrat rimpang kunyit Kain Nylon Kain Kapas Kain Akrilat Kain Rayon Kain Sutera Kain Poliester Filtrat rimpang kunyit Piala Gelas 500 mL Pengaduk Kasa Pemanas/Bunsen Timbangan

Hasil pencelupan : (Lampiran 1)

3.5.2 Identifikasi Zat Warna Dengan Pelarutan 3.5.2.1. Maksud dan Tujuan Mengetahui dan menganalisa zat warna yang terkandung dalam kunyit dengan pelarutan. 3.5.2.2. Alat dan Bahan 3.5.2.3. Gelas ukur Bunsen/pemanas Pipet tetes Rak tabung Wol Pengaduk Timbangan Tabung reaksi Serat kapas Akrilat

Langkah Kerja UJI PENDAHULUAN 1. Membuat larutan induk zat warna dengan cara melarutkan dalam 10 ml air Cu. 2. Memasukkan larutan Cu kedalam tabung reaksi + 3mL campuran Eter methanol (3:1) kocok. 3. Biarkan terpisah. Apabila lapisan eter methanol terwarnai tua maka kemungkinan : Zat warna Dispersi, Nafthol, Belerang, Bejana, beberapa zat warna basa. Zat warna bejana, kadang-kadang mengendap pada lapisan antara eter methanol. Zat warna basa dengan penambahan asam cuka akan berpindah pada lapisan air. Zat warna lainnya berada pada lapisan air. Uji Zat Warna Yang Berada Dalam Lapisan Air Uji zat warna reaktif Contoh uji + kapas putih, cuci keringkan Kapas + penetrasi TN ; reaktif tidak luntur, asam & direk luntur banyak Uji zat warna asam dan direk Contoh uji + as.asetat 10% + wol putih, panaskan, cuci, amati Contoh uji + NaCl + kapas putih, panaskan, cuci, amati

Pewarnaan wol menunjukan zat warna asam Pewarnaan kapas menunjukan zat warna direk. Uji zat warna basa Contoh uji + as.asetat 10% + akrilat putih, panaskan maka mengakibatkan akrilat tercelup Uji penentuan zw basa Contoh uji + NaOH 10% sehingga menyebabkan warna hilang Lar + as.asetat 10% membuat warnanya kembali Uji Zat Warna Golongan I ZW Asam. Masukan contoh uji kedalam tabung reaksi. Tambahkan 4 ml amonia 10 %. Netralkan larutan ekstrak yang diperoleh dari Amonia dengan asam asetat 10 % , tes dengan kertas lakmus. Tambahkan lagi 1 ml asam asetat 10 %. Masukan kain kapas, wol, dan akrilat didihkan selama 1 menit. Ambil kain tersebut cuci dan amati warnanya. Pencelupan kembali wol putih oleh larutan ekstrak menunjukan zat warna asam. 3.5.2.4. Data Percobaan Pada percobaan uji pendahuluan, lapisan eter methanol tidak terwarnai tua dan berada pada lapisan atas maka kemungkinan zat warna kunyit termasuk zat warna basa, asam atau direk. Pada pengujian zat warna asam dan direk, wol berwarna lebih tua dari kapas sehingga disimpulkan zat warna kunyit termasuk zat warna asam.

3.6. Pencelupan Kain Nylon dan Proses Iring 3.6.1. Maksud dan Tujuan Mencelup kain Nylon dengan hasil ekstraksi kunyit dan penambahan zat pembantu dengan variasi NaCl, selanjutnya hasilnya akan dilakukan pengujian ketahanan luntur. 3.6.2. Alat dan Bahan Gelas ukur Piala gelas 500 ml Saringan Vacum pump Filtrat rimpang kunyit Kain Nylon Kalium bikromat

Piala gelas 1000 ml Pengaduk Bunsen/pemanas Thermometer Ferro sulfat Tawas Kapur

3.6.3. Resep Resep Pencelupan Resep Vlot Ekstrak kunyit (larutan zat warna) Na-Asetat (g/L) Asam Asetat (pH) 2 2 2 R1 R2 1 : 20 ZW = Berat bahan x vlot R3

Penambahan hanya untuk membuat suasana pencelupan menjadi asam

NaCl (g/L) Waktu (menit)

5 30

10 30

15 30

Resep Iring Resep Kebutuhan larutan Jumlah zat iring 3.6.4. Langkah Kerja Setelah diketahui jenis zat warna dari rimpang kunyit tersebut kemudian dilakukan dengan pencelupan terhadap kain yang berwarna paling tua pada proses pencelupan berbagai jenis kain (kain nylon) dengan variasi NaCl (5 g/L, 10 g/L, dan 15 g/L). Menyiapkan larutan filtrat rimpang kunyit sebagai zat warna dengan vlot 1 : 20 + Na-asetat 2 g/L + NaCl 5g/L (R1), NaCl 10g/L (R2), NaCl 15g/L (R3). Mencelupkan/memasukkan 3 kain nylon ke dalam 3 larutan yang telah divariasikan NaCl-nya tersebut kemudian dipanaskan dalam suhu 90oC selama 30 menit. Mengangkat bahan-bahan yang telah dicelup lalu melakukan pencucian dengan air dingin. Memotong masing-masing kain tersebut menjadi 5 potongan, kemudian dari masing-masing potongan diambil satu per satu, sehingga terdapat 5 bagian kain. Melakukan proses iring terhadap masing-masing bagian kain dengan menggunakan 4 zat yang berbeda, yaitu kalium bikromat, tawas, ferrosulfat, kapur dan 1 bagian lagi dibiarkan tanpa menggunakan iring. Melakukan pencucian terhadap keseluruhan kain yang telah diproses iring, kemudian dibiarkan kering. Tawas Kalium Bikromat Kapur Ferrosulfat

200 mL

3.6.5. Data Percobaan dan Perhitungan Resep Vlot Berat bahan (gram) Ekstrak kunyit (larutan zat warna) n 18,1 R1 R2 1 : 20 18,02 n n 18 R3

Na-Asetat (g/L)
08 gram

Asam Asetat (pH) NaCl (g/L)

Penambahan hanya untuk membuat suasana pencelupan menjadi asam

Waktu (menit)

30

30

30

Hasil percobaan : (terlampir) Lampiran 2

3.7. Uji Kapilaritas 3.7.1. Maksud dan Tujuan Menghitung daya kapilaritas untuk mengetahui kemampuan penyebaran zat warna terhadap kain. 3.7.2. Alat dan Bahan Larutan zat warna hasil ekstraksi rimpang kunyit. Stopwatch Penggaris Alat Penjepit

3.7.3. Langkah Kerja Menyiapkan kertas saring 2x10 cm Mengukur kertas saring sepanjang 5 cm dari salah satu ujungnya, dengan pemisahan 2cm dan 3 cm. Menyiapkan larutan zat warna kunyit 100 ml. Menggantung kertas saring sampai bisa tecelup zat warna sepanjang 2 cm. Perhitungan waktu kapilaritas dihitung sejak larutan celup menyebar/naik dari jarak 2 cm tersebut sampai berhenti. 3.7.4. Data Percobaan dan Perhitungan Waktu 1= 5,37 detik Waktu 1= 5,31 detik Waktu 1= 5,40 detik Waktu rata-rata = 16, 08 : 3 = 5,36 detik

Evaluasi : Evaluasi dilakukan dengan menghitung daya serap pada larutan zat warna kunyit menggunakan kertas saring yang dicelup sepanjang 2cm.

3.8. Pengujian Ketuaan Warna 3.8.1. Maksud dan Tujuan Mengetahui ketuaan warna dan arah warna dari kain Nylon yang telah dilakukan pencelupan dengan dan tanpa proses iring. 3.8.2. Alat dan Bahan Kain nylon hasil pencelupan dengan dan tanpa proses iring. Spektrofotometer 3.8.3. Langkah Kerja Mengukur kain nylon pada spektrofotometer digital. Evaluasi : Evaluasi dilakukan dengan menghitung K/S dari bahan yang tercelup. 3.8.4. Data percobaan Grafik Hubungan antara Variasi NaCl pada saat pencelupan dengan K/S zat warna

Hubungan Antara Variasi NaCl dengan K/S Zat Warna

20 18 16 14

Proses Iring :
Tanpa iring Tawas Kalium Bikromat Kapur Ferrosulfat

nilai K/S

12 10 8 6 4 2 0 NaCl 5 g/L NaCl 10 g/L NaCl 15 g/L

Data Pengukuran Panjang gelombang = = 420 NaCl No. Kain Nylon K/S kain yang berwarna 1. 2. 5 g/L 3. 4. 5. 1. 2. 10 g/L 3. 4. 5. 1. 2. 15 g/L 3. 4. 5. Tanpa Iring Tawas Kalium Bikromat Kapur Ferrosulfat Tanpa Iring Tawas Kalium Bikromat Kapur Ferrosulfat Tanpa Iring Tawas Kalium Bikromat Kapur Ferrosulfat 17,329 17,953 17,262 14,168 15,626 17,532 17,670 17,262 14,739 15,964 17,196 17,670 16,682 14,032 15,041 0,0032 0,0032 0,0032 0,0032 0,0032 0,0032 0,0032 0,0032 0,0032 0,0032 0,0032 0,0032 0,0032 0,0032 0,0032 17,326 17,950 17,259 14,165 15,623 17,529 17,667 17,259 14,736 15,961 17,193 17,667 16,679 14,029 15,038 K/S kain putih K/S Zat Warna

3.9. Pengujian ketahanan luntur terhadap pencucian 3.9.1. Maksud dan Tujuan Mengetahui seberapa besar ketahanan luntur terhadap pencucian dari zat warna yang terkandung dalam kunyit setelah proses pencelupan. 3.9.2. Alat dan Bahan Alat Mesin mini dyeing Stainning Scale Grey Scale Kelereng Mutiara Bahan Kain Hasil pencelupan dan Iring Larutan sabun netral Kain Poliester Pelapis Kain Kapas Pelapis

3.9.3. Langkah Kerja Alat yang digunakan adalah linites (Laundry meter) atau mini dyeing. Kain dipotong dengan ukuran 5 x 10 cm. Lalu dibuat larutan sabun sebanyak 5 g/L atau (0,5 gram dengan air 50 mL). Waktu 45 menit, suhu 40oC. Kemudian kain yang sudah dipotong menurut ukuran diberi lapisan kain kapas 100% dan polyester 100%, dijahit salah satu sisinya. Larutan Sabun yang sudah dipanaskan 40oC dimasukan kedalam tabung uji sebanyak 200 ml + 5buah kelenceng baja sebagai pengaduk, kemudian CU dimasukan kedalam tabung tersebut dan dijepit pada alat uji. Alat uji dijalankan selama 45 menit sambil diremas-remas kemudian dinetralkan dengan larutan asam asetat 0,05 ml/L. Contoh uji dinilai dengan greyscale untuk perubahan warna dan dengan staining scale untuk penodaan kain polyester. 3.9.4. Hasil Percobaan Kain hasil pengujian : (Lampiran 3) Evaluasi : Evaluasi perubahan warna dilakukan dengan membandingkan warna nylon yang telah dilakukan pencucian dengan nylon sebelum pencucian

menggunakan grey scale.

Evaluasi penodaan atau pelunturan warna pada kain kapas dan polyester dilakukan dengan membandingkannya dengan kain kapas putih dan polyester putih menggunakan grey scale. Pengujian Ketahanan Luntur (Penodaan Pada Kain Putih) NaCl No. Kain Nylon yang telah terwarnai Kapas 1. 2. 5 g/L 3. 4. 5. 1. 2. 10 g/L 3. 4. 5. 1. 2. 15 g/L 3. 4. 5. Tanpa Iring Tawas Kalium Bikromat Kapur Ferrosulfat Tanpa Iring Tawas Kalium Bikromat Kapur Ferrosulfat Tanpa Iring Tawas Kalium Bikromat Kapur Ferrosulfat 2 2/3 = 2,5 3 4 3/4 = 3,5 1/2= 1,5 2 3 4 2 2 3 3 4 3 Poliester 4 4/5 = 4,5 4/5 = 4,5 4/5 = 4,5 4/5 = 4,5 4 4/5 = 4,5 4 4/5 = 4,5 4 3/4 = 3,5 4 4/5 = 4,5 4/5 = 4,5 4/5 = 4,5 Tahan Cuci

Grafik Nilai Penodaan pada Pengujian Ketahanan Cuci Pengujian Ketahanan Cuci ( Penodaan Kain Kapas Putih)
4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 tanpa iring tawas kalium bikromat kapur ferrosulfat

Nilai Penodaan

NaCl 5 g/L NaCl 10 g/L NaCl 15 g/L

Pengerjaan Iring

Pengujian Ketahanan Cuci (Penodaan Kain Poliester putih)


5 4.5 4

Nilai Penodaan

3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 Tanpa iring Tawas Kalium Bikromat Kapur Ferrosulfat

variasi :
NaCl 5 g/L NaCl 10 g/L NaCl 15 g/L

Pengerjaan Iring

Pengujian Ketahanan Luntur Pada Kain Nylon NaCl No. Kain Nylon yang telah terwarnai Tahan Cuci Nylon

1. 2. 5 g/L 3. 4. 5. 1. 2. 10 g/L 3. 4. 5. 1. 2. 15 g/L 3. 4. 5.

Tanpa Iring Tawas Kalium Bikromat Kapur Ferrosulfat Tanpa Iring Tawas Kalium Bikromat Kapur Ferrosulfat Tanpa Iring Tawas Kalium Bikromat Kapur Ferrosulfat

3 4 4 2 5 4 5 4 2 5 4 5 4 1 4

Grafik Perubahan Warna Nylon Pada Pengujian Tahan Cuci Pengujian Ketahanan Cuci pada Kain Nylon
6

Nilai perubahan Warna

5 4 3 2 1 0 Tanpa iring Tawas Kalium Bikromat Kapur Ferrosulfat Variasi : NaCl 5 g/L NaCl 10 g/L NaCl 15 g/L

Pengerjaan Iring

3.10. Pengujian ketahanan terhadap gosokan basah dan kering 3.10.1. Maksud dan Tujuan Mengetahui ketahanan gosok kering dan basah pada kain contoh uji. Selain itu untuk menentukan apakah kain mengalami penodaan atau tidak. 3.10.2. Alat dan Bahan Alat

Bahan Kain kapas putih basah dan kering untuk tahan gosok Kain Hasil Pencelupan dan Iring

Crockmeter Scale Grey Scale

3.10.3. Langkah Kerja Alat yang digunakan adalah Crock Meter. Kain dipotong dengan ukuran 2,5 x 20 cm sebanyak 2 buah ( basah 1 buah, kering 1 buah). Kemudian kain yang sudah dipotong dijepit pada alat uji memanjang kearah gosokan yang mempunyai beban 900 gram digosok sebanyak 10 putaran dengan kecepatan 1 putaran/detik. Hasil uji kain penggosok dinilai dengan Staining scale gosok kering, gosok basah dengan kelembaban 60%.

3.10.4. Data Percobaan NaCl No. Pengujian Ketahanan Gosok Kain Nylon yang telah terwarnai Kapas Basah 1. 2. 5 g/L 3. 4. 5. 1. 2. 10 g/L 3. 4. 5. 1. 2. 15 g/L 3. 4. 5. Tanpa Iring Tawas Kalium Bikromat Kapur Ferrosulfat Tanpa Iring Tawas Kalium Bikromat Kapur Ferrosulfat Tanpa Iring Tawas Kalium Bikromat Kapur Ferrosulfat 5 5 4/5 = 4,5 4/5 = 4,5 3/4 = 3,5 4 4/5 = 4,5 4/5 = 4,5 4/5 = 4,5 3 4 4/5 = 4,5 4/5 = 4,5 2 3/4 = 3,5 Kapas Kering 4/5 = 4,5 4/5 = 4,5 4/5 = 4,5 4/5 = 4,5 3 4/5 = 4,5 4 4/5 = 4,5 4/5 = 4,5 3 4/5 = 4,5 4 4/5 = 4,5 4/5 = 4,5 3 Tahan Gosok

Grafik Pengujian Ketahanan Gosok

Pengujian Ketahanan Gosok Kering


5 Nilai Penodaan 4 3 2 1 0 tanpa iring tawas kalium bikromat kapur ferrosulfat NaCl 5 g/L NaCl 10 g/L NaCl 15 g/L

Pengerjaan Iring

Pengujian Ketahanan Gosok Basah


6 5 Nilai Penodaan 4 NaCl 5 g/L 3 2 1 0 Tanpa iring Tawas Kalium Bikromat Kapur Ferrosulfat NaCl 10 g/L NaCl 15 g/L

Pengerjaan Iring

Evaluasi : Penilaian dilakukan dengan membandingkan penodaan warna pada kain kapas putih dengan skala penodaan.

BAB 4 PENUTUP
5.1. Diskusi 5.1.1. Ekstraksi dari Rimpang Kunyit Pada ekstraksi rimpang kunyit, dilakukan 3 kali ekstraksi dengan waktu yang cukup lama. Hasil larutan yang didapat adalah sebanyak 3 L. Setiap ekstraksi menghasilkan 1 L larutan (sisa 1/3 pada tiap pendidihan). Dalam 3 kali ekstraksi, didapatkan hasil larutan dengan warna yang tidak sama, atau sedikit berbeda. Pada ekstraksi yang pertama, dihasilkan larutan yang berwarna kuning. Pada ekstraksi yang kedua, dihasilkan larutan yang berwarna kuning tua. Pada ekstraksi ketiga, dihasilkan larutan yang berwarna kuning agak kecoklatan. Hal ini kemungkinan dikarenakan pH tanah yang mengandung asam atau terlalu asam, air pendidihannya mengandung zat-zat lain, misalnya logam, atau mungkin karena ampas yang telah digunakan berkali-kali berkurang kandungan warna kuningnya dan mungkin juga suhu yang terlalu panas membuat ampas berwarna coklat dan mempengaruhi pada warna larutan zat warna. Pemilihan kunyit tua atau muda pun akan mempengaruhi pada warna dan hasil ekstraksi. Hal lain yang bias menjadi penyebab terjadinya kesalahan adalah perhitungan sisa air sebanyak 1/3 kurang akurat karena hanya berdasar pada perkiraan. 5.1.2. Uji MR Pengujian MR dilakukan dengan meng-oven rimpang kunyit yang telah diiris, namun karena beberapa hal, kunyit tersebut di oven dengan waktu sekitar 3 hari dengan suhu yang relative tidak stabil, sehingga kemungkinan mempengaruhi moisture regain dari kunyit atau perhitungan MR. MR rimpang kunyit lebih besar dari MC nya hal itu berarti kemampuan menyerap uap air kunyit pada kondisi kering lebih besar. 5.1.3. Pembuatan Zat Warna Bubuk Pembuatan zat warna bubukberasal dari hasil ekstraksi rimpang kunyit tersebut sebanyak 300 gram dengan 3 kali ekstraksi yang menghasilkan 1,5 L larutan zat warna. Semua larutan tersebut digunakan untuk pembuatan zat warna bubuk, dengan membuatnya menjadi pasta lalu dikeringkan. Pada pembuatan

pasta ini, ekstrak kunyit sulit mengental apalagi menjadi pasta sehingga ekstrak kunyit yang telah berkurang volumenya atau sedikit mengental langsung dikeringkan. Oleh karena itu, hasil zat warna bubuk yang didapatkan lebih sedikit dan ini menunjukkan kandungan zat warna bubuk dalam kunyit sedikit pula dan sisanya kebanyakan air. Hasil zat warna bubuknya berwarna hitam namun saat dilarutkan tetap berwarna kuning. Warna hitam tersebut kemungkinan karena pengeringan dalam oven dengan suhu tinggi sampai berkerak. 5.1.4. Identifikasi Jenis Zat Warna 5.1.4.1. Pencelupan Berbagai Jenis Kain Pencelupan berbagai jenis kain dilakukan sebagai awal dari analisa jenis zat warna dalam kunyit. Kain hasil pencelupan dari yang berwarna paling tua, yaitu kain nylon, kain sutera, kain akrilat, kain rayon, polyester, dan terakhir yang paling muda kain kapas. Hal ini bersifat relative karena tidak dilakukan pengukuran ketuaan warna menggunakan alat

(spektrofotometri). Warna yang dihasilkan berbeda arah warna dan ketuaan karena struktur dan kerapatan serat yang berbeda sehingga kemampuan menyerap zat warnanya pun berbeda. Dengan ketuaan warna yang mencolok pada kain nylon, maka pencelupan selanjutnya dilakukan pada bahan nylon dan ini pun menjadi hipotesa bahwa zat warna yang terkandung dalam kunyit kemungkinan termasuk zat warna asam atau basa. Kain hasil pencelupan ini ada yang terlihat belang. Saat pencucian dilakukan dengan air kran dan kain tidak luntur, kemungkinan karena pencucian yang kurang bersih (karena hanya menggunakan air) sehingga zat warna yang tidak terfiksasi tidak tercuci atau mungkin karena zat warna kunyit tahan lunturnya baik. 5.1.4.2. Identifikasi Jenis Zat Warna Ini adalah percobaan untuk identifikasi jenis zat warna selanjutnya yang lebih spesifik. Pengujian ini lebih akurat namun karena perbedaan hasil percobaan yang hampir sama sehingga sulit diidentifikasi. Dari hasil pengujian pelarutan ini didapatkan hasil analisa bahwa zat warna kunyit termasuk zat warna asam, karena wol terwarnai lebih tua dari kapas pada saat pengujian zat warna asam dan direk. Selain itu hasil analisa tersebut dicocokan/ dilakukan penggabungan dengan analisa pencelupan berbagai

jenis kain. Hasil penggabungannya, zat warna yang memang bisa mewarnai serat wol dan nylon adalah zat warna asam. 5.1.5. Pencelupan Nylon dan Proses Iring Karena pada pencelupan dengan berbagai jenis kain kain nylon yang berwarna paling tua, maka percobaan pencelupan dilakukan pada kain nylon. Pencelupan dilakukan dengan variasi NaCl dan selanjutnya divariasikan kembali dengan proses iring dengan tawas, kalium bikromat, kapur dan ferrosulfat. Selanjutnya kain nylon tersebut diuji ketuaan warna dan ketahanan luntur pencucian dan gosokan kering basah. Pencucian setelah pencelupan dilakukan dengan air kran, namun yang terlihat luntur hanya sebagian saja atau bisa dibilang kain tidak luntur. 5.1.6. Kapilaritas Pengujian kapilaritas dilakukan untuk larutan zat warna hasil ekstraksi rimpang kunyit. Waktu yang diperlukan terbilang cepat, menandakan zat warna kunyit mudah membasahi kain yang akan dicelup. Hal itu mungkin disebabkan adanya atau banyaknya gugus pelarut yang ada dalam struktur/larutan zat warna sehingga pada saat pencelupan dengan zat warna kunyit, pembasah tidak lagi diperlukan. 5.1.7. Ketuaan warna Pengujian ketuaan warna dilakukan pada kain nylon yang telah divariasikan NaCl dan Iring. Dari hasil percobaan didapat kain nylon dengan NaCl 5g/L dan iring tawas bernilai K/S paling tinggi dari semua kain. Hasil lainnya, iring tawas memiliki K/S paling tinggi dari semua iring pada setiap variasi NaCl. Nilai K/S tawas bernilai paling tinggi tetapi secara visual warnanya lebih muda bahkan termuda kedua setelah kain tanpa iring (non iring). Perbedaan terdebut bisa disebabkan karena kesalahan pengukuran pada komputer atau hal lainnya. 5.1.8. Tahan luntur cuci Pada pengujian ketahanan luntur terhadap pencucian, kain nylon hasil pencelupan dan iring, dilapisi dan diapit oleh dua jenis kain yang berbeda, yaitu kain polyester putih dan kain kapas putih. Pelunturan/penodaan yang lebih banyak terjadi pada kain kapas dengan nilai grey scale rata-rata 1,5 4, lebih besar dibandingkan pelunturan/penodaan pada kain polyester yang memiliki nilai grey scale 3,5 (3/4) 4,5 (4/5). Semakin besar nilai grey scale tersebut

maka kain semakin tidak ternoda atau tetap berwarna putih. Nilai paling besar adalah 5 dan nilai paling kecil adalah 1. Penodaan terhadap kedua kain tersebut sebagian melunturkan warna kain nylonnya. Kejadian itu nampak jelas pada kain nylon variasi NaCl 15 g/L dengan iring kapur yang nilai pelunturannya hanya 1. Namun ada beberapa kain nylon yang warna setelah pencuciannya sedikit lebih tua dari warna sebelumnya sehingga nilai penodaan lebih kecil (beda warna semakin besar). Ada banyak hal yang bisa menyebabkan hal itu terjadi, diantaranya kemungkinannya karena penggabungan 3 jenis kain variasi NaCl dalam satu tabung, satu kain bisa luntur dan mewarnai kain lainnya dalam satu tabung tersebut, karena zat warna yang sebelumnya tidak terfiksasi terangkat, bercampur dengan larutan sehingga menodai dan mencelup kembali kain nylon atau kain polyester dan kapasnya, selain itu pun suhu yang digunakan untuk proses pencucian tersebut memungkinkan terjadinya pencelupan kembali. Serat kapas yang lebih ternodai daripada serat polyester kemungkinan karena struktur serat kapas yang kurang rapat dibandingkan dengan struktur/kerapatan serat polyester sehingga zat warna kunyit lebih mudah masuk ke dalam serat kapas daripada ke dalam serat polyester. Hal itu bisa menandakan zat warna kunyit memiliki molekul yang agak besar sehingga sulit masuk ke dalam serat polyester yang lebih rapat. Pencucian ini dilakukan dengan sabun netral sehingga luntur (terlihat dari larutan dalam tabung pencelupan yang berwarna kuning setelah pencucian). Pada pencucian sebelumnya(setelah proses pencelupan nylon dan iring) yang hanya menggunakan air kran, kain tidak luntur. Hal itu bisa disebabkan pencucian yang kurang bersih karena tanpa sabun, sehingga zat warna yang tidak terfiksasi tidak terangkat dari kain. 5.1.9. Tahan luntur gosok Pada pengujian ketahanan gosok, digunakan kain kapas putih sebagai medium penggosok. Didapatkan hasil pengujian ketahanan gosok basah dan kering yang relative baik, karena nilai grey scale berkisar 4-5. Namun demikian ada beberapa kain yang nilai grey scale-nya lebih kecil yaitu 2-3. Semakin kecil nilai, maka penodaannya semakin parah. Satu-satunya nilai yang paling kecil (2) adalah pada NaCl 15 g/L dengan iring kapur pada kapas basah. Hal itu mungkin

disebabkan kapur lebih mudah luntur karena ikatan dengan serat dan zat warnanya lemah. Pada hasil pengujian ketahanan gosok basah, sebagian hasilnya ada yang kurang akurat, karena kain kapas menggosok alas yang berwarna hitam tempat menyimpan nylon yang akan digosoknya, sehingga kapas berwarna hitam bukan kuning (sesuai warna nylon). Pengujian gosokan basah lebih kesat atau lebih sulit dalam menggosok daripada pada gosokan kering, karena kapas yang digunakan pada gosokan basah adalah kapas basah sehingga gaya geseknya lebih besar.

5.2. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan sebagai berikut : Zat warna yang terkandung dalam kunyit adalah zat warna asam yang memiliki Moisture Regain Kunyit = 51,52% dan Moisture Content Kunyit = 34%. Kandungan zat warna bubuk dari kunyit adalah 6,72%. Dan daya kapilaritas zat warna kunyit adalah 5,36 detik. Berdasarkan pengukuran spektrofotometri, variasi NaCl 10 g/L memiliki kekuatan yang relative maksimal. Pengerjaan iring mempengaruhi ketahanan luntur pencucian dan gosokan, kain nylon yang telah divariasi iring memiliki ketahanan luntur gosokan lebih baik namun ketahanan luntur pencuciannya lebih jelek dari kain nylon tanpa pengerjaan iring. Kunyit memiliki sifat-sifat yang cukup baik untuk bisa dijadikan zat warna tekstil.

DAFTAR PUSTAKA
1. Djufri Rasid, dkk.1976. Teknologi Pengelantangan Pencelupan dan Pencapan. Bandung : Institut Teknologi Tekstil 2. Hamirat, Hanny. Bahan Ajar Teknologi Pencelupan. Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil. 3. Isminingsih, dkk. 1979. Kimia Zat Warna. Bandung : ITT 4. Karyana, Dede, dkk. 2005. Bahan Ajar Praktek Pencelupan. Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil. 5. Karyana, Dede, dkk. 2005. Bahan Ajar Praktikum Kimia Zat Warna. Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil. 6. Soeprijono,dkk.1974. Serat-Serat Tekstil. Bandung : Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil. 7. www.google.com

You might also like