You are on page 1of 4

2. Pancasila dilihat dari sifat- sifat dasarnya, dapat dikatakan sebagai ideologi terbuka.

Pancasila sebagai ideologi terbuka memiliki dimensi- dimensi idealitas, fleksibelitas dan realitas (Oesman dan Alfian, 1996). Rumusan- rumusan pancasila sebagai ideologi terbuka bersifat umum, universal, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Sumber semangat ideologi terbuka itu sebenarnya terdapat dalam Penjelasan Umum UUD 1945, yang menyatakan, ... terutama bagi negara baru dan negara muda, lebih baik hukum dasar yang tertulis itu hanya memuat aturan-aturan pokok, sedangkan aturan-aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada undang-undang yang lebih mudah cara membuatnya, mengubahnya dan mencabutnya.[*] Menurut Alfian (1996 : 7), berdasarkan dimensi realita, Pancasila mengandung nilai-nilai dasar yang secara riil dan berakar dan hidup dalam masyarakat atau bangsanya, terutama karena nilai dasar tesebut bersumber dari budaya dan pengalaman sejarahnya. Berdasarkan dimensi idealitas, nilainilai dasar ini mengandung idealisme, bukan lambungan angan-angan, yang mampu memberi harapan tentang masa depan yang lebih baik melalui perwujudan atau pengamalannya dalam praktek kehidupan bersama mereka sehari-hari dengan berbagai dimensinya. Berdasarkan dimensi fleksibilitas yaitu bahwa ideologi memiliki keluwesan yang memungkinkan dan bahkan merangsang pengembangan pemikiran baru yang relevan tentang dirinya, tanpa menghilangkan atau mengingkari hakikat atau jati diri yang terkandung dalam nilai dasarnya. Dalam pemahaman, penghayatan, pembudayaan dan dan pengamalannya Pancasila memerlukan waktu yang lama untuk menumbuhkan secara ikrimental, berangsur-angsur dan bertahap dalam praktek kehidupan di masyarakat. Dengan demikian terjadi suatu konsep yang hidup dan dinamis. Menurut Oesman (1996 : 5) sejalan dengan itu, para anggota masyarakat akan merasakan dan mengakui Pancasila sebagai milik bersama yang paling hakiki yang menjadi landasan, pengarah dan tujuan kehidupan bersama mereka dalam berbagai dimensinya. Ideologi mereka yang terbuka itu hidup dan berkembang bersama-sama dinamika perkembangan kehidupan mereka dari satu generasi ke generasi berikutnya. Suatu interaksi yang wajar dan sehat terjalin dengan intimnya antara ideologi mereka yang terbuka dengan realita kehidupan mereka sehari-hari dari masa ke masa.
[*]

Hadi, Syamsul. Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka. http://hadirukiyah2.blogspot.com/2010/01/ pancasila-sebagai-ideologi-terbuka.html, diakses pada tanggal 19 September 2011 pukul 11.36 (online) Oesman, Oetojo dan Alfian. 1996. Pancasila Sebagai Ideologi : Dalam Berbagai Bidang Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara. Jakarta : BP7 Pusat.

h. Mubyarto dalam Oesman dan Alfian (1996) mengatakan bahwa Pancasila sangat jarang terdengar di kalangan masyarakat bahkan dapat dikatakan tidak pernah lagi terdengar pembicaraan tentang Ideologi Pancasila, apalagi tentang Ekonomi Pancasila. Kenyataan ini sangat memprihatinkan, Pancasila yang dipandangnya sebagai Ideologi Negara tetapi sangat jauh dari kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kenyataan ini dapat dikatakan bahwa bangsa kita merupakan bangsa yang tidak berani mengakui jati diri yang sebenarnya. Manusia diciptakan dalam berbagai bentuk bangsa agar masing-masing memiliki jati diri sehingga dapat hidup dengan tenteram, damai, sejahtera, dan aman karena sesuai dengan jati diri bangsa yang bersangkutan. Apabila dalam teori ekonomi barat (KlasikNeoklasikKeynesian) diasumsikan bahwa hakekat manusia adalah egois dan selfish, dalam teori ekonomi Timur (Marxian) manusia dianggap bersemangat kolektif. Dalam masyarakat Pancasila manusia mencari keseimbangan antara hidup sebagai pribadi dan sebagai warga masyarakat, materi dan rohani. Manusia Pancasila yang Berketuhanan Yang Maha Esa, selain homo-economicus, sekaligus homo-metafisikus dan homo musticus. Jadi dalam ekonomi Pancasila tidak hanya dilihat dari satu segi instink ekonominya tetapi sebagai manusia seutuhnya. Sebagai manusia yang utuh ia berfikir, bertingkah laku, dan berbuat tidak hanya berdasar rangsangan ekonomi saja tetapi juga oleh faktor-faktor sosial dan moral. Faktor sosial dalam hubungannya dengan manusia lain dan masyarakat dan faktor moral dalam hubungannya sebagai titah Tuhan dengan penciptanya.[*] Istilah Ekonomi Pancasila baru muncul pada tahun 1967 dalam suatu artikel Dr. Emil Salim. Ketika itu belum begitu jelas apa yang dimaksud dengan istilah Ekonomi Pancasila. Istilah Ekonomi Pancasila menjadi lebih jelas ketika pada tahun 1979, Emil Salim membahas kembali yang dimaksud dengan Ekonomi Pancasila. Ekonomi Pancasila merupakan ilmu ekonomi kelembagaan (institutional economics) yang menjunjung tinggi nilai-nilai kelembagaan Pancasila sebagai ideologi negara, yang kelima silanya, secara utuh maupun sendiri-sendiri, menjadi rujukan setiap orang Indonesia. Jika Pancasila mengandung 5 asas, maka semua substansi sila Pancasila yaitu (1) etika, (2) kemanusiaan, (3) nasionalisme, (4) kerakyatan/demokrasi, dan (5) keadilan sosial, harus dipertimbangkan dalam model ekonomi yang disusun. Kalau sila pertama dan kedua adalah dasarnya, sedangkan sila ketiga dan keempat sebagai caranya, maka sila kelima Pancasila adalah tujuan dari Ekonomi Pancasila. Ideologi Ekonomi Pancasila adalah "aturan main" yang mengikat setiap pelaku ekonomi, yang apabila dipatuhi secara penuh akan mengakibatkan tertib dan teraturnya perilaku setiap warga negara. Dan ketertiban serta keteraturan perilaku ini pada gilirannya akan menyumbang pada kemantapan dan efektifitas usaha perwujudan keadilan sosial. Aturan main yang diturunkan dari setiap sila dalam Pancasila kita bisa melihat sejauh mana aturan main tersebut telah bisa ditegakkan dalam masyarakat. Misalnya dalam sila Persatuan Indonesia kita bisa meneliti setiap kasus kebijakan ekonomi yang hendak diambil, apakah akan menyumbang atau tidak pada peningkatan ketangguhan atau ketahanan ekonomi nasional. Lebih spesifik lagi bisa diambil contoh

apakah setiap utang baru atau kerja sama ekonomi dengan negara lain bisa menyumbang atau sebaliknya mengancam ketangguhan dan ketahanan ekonomi nasional.[*] Menurut Boediono (mantan Menkeu RI), sistem Ekonomi Pancasila dicirikan oleh lima hal sebagai berikut: (1) Koperasi adalah sokoguru perekonomian nasional (2) Manusia adalah economic man sekaligus social and religious man. (3) Ada kehendak sosial yang kuat ke arah egalitarianisme dan kemerataan sosial. (4) Prioritas utama kebijakan diletakkan pada penyusunan perekonomian nasional yang tangguh. (5) Pengandalan pada sistem desentralisasi dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan ekonomi, diimbangi dengan perencanaan yang kuat sebagai pemberi arah bagi perkembangan ekonomi seperti yang dicerminkan dalam cita-cita koperasi.[*] Sistem Ekonomi Pancasila memiliki empat ciri yang menonjol, yaitu : (1) Yang menguasai hajat hidup orang banyak adalah negara / pemerintah. Contoh hajad hidup orang banyak yakni seperti air, bahan bakar minyak / BBM, pertambangan / hasil bumi, dan lain sebagainya. (2) Peran negara adalah penting namun tidak dominan, dan begitu juga dengan peranan pihak swasta yang posisinya penting namun tidak mendominasi. Sehingga tidak terjadi kondisi sistem ekonomi liberal maupun sistem ekonomi komando. Kedua pihak yakni pemerintah dan swasta hidup beriringan, berdampingan secara damai dan saling mendukung. (3) Masyarakat adalah bagian yang penting di mana kegiatan produksi dilakukan oleh semua untuk semua serta dipimpin dan diawasi oleh anggota masyarakat. (4) Modal atau pun buruh tidak mendominasi perekonomian karena didasari atas asas kekeluargaan antar sesama manusia. Ekonomi Pancasila mempunyai sistem dan moral tersendiri yang bisa dikenali, dan sifat-sifat sistem serta moral ekonomi Pancasila telah melandasi atau menjadi pedoman aneka perilaku ekonomi perorangan, kelompok-kelompok dalam masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan negara. Sistem serta moral yang dimaksud bersumber pada ideologi bangsa Indonesia yaitu Pancasila. Kelima sila dalam Pancasila menggambarkan secara utuh semangat kekeluargaan (gotong royong) dalam upaya mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat dan masyarakat Indonesia. Sebagaimana dikatakan sebelumnya, bahwa Pancasila sebagai dasar negara, maka sila-sila yang terdapat pada Pancasila dapat diterapkan dalam kehidupan ekonomi bangsa, negara, dan masyarakat sebagai berikut: 1. Ketuhanan Yang Maha Esa. Menunjukkan bahwa pola perekonomian digerakkan oleh rangsanganrangsangan ekonomi, sosial, dan moral yang sangat tinggi, yaitu moral manusia yang beragama sehingga para pelaku ekonomi tidak akan semena-mena karena adanya pengawas tunggal, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. 2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Ada kehendak kuat dari seluruh masyarakat untuk mewujudkan pemerataan-pemerataan sosial (egalitarian), sesuai asas-asas kemanusiaan. 3. Persatuan Indonesia. Prioritas kebijaksanaan ekonomi adalah penciptaan perekonomian nasional yang tangguh. Ini berarti nasionalisme menjiwai setiap kebijaksanaan ekonomi. 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Koperasi merupakan sokoguru perekonomian dan merupakan bentuk paling kongkrit dari usaha bersama. 5. Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia. Hal ini menunjukkan pada adanya imbangan yang jelas dan tegas antara perencanaan di tingkat nasional dengan desentralisasi dalam pelaksanaan kebijaksanaan ekono mi untuk mencapai keadilan ekonomi dan keadailan sosial.[*]

Wawasan ekonomi Pancasila memberikan semacam pegangan sepada setiap pelaku ekonomi dalam melaksanakan misi dan tugasnya masing-masing, dalam upaya memajukan kehidupan ekonomi negara bangsa dan masyarakat. Apabila wawasan ekonomi Pancasila sudah kita terima sebagai satusatunya pegangan etik sistem dan kebijaksanaan pembangunan sosial, maka ia berubah menjadi acuan nasional yang harus dipatuhi oleh setiap warga negara. Hadiah dan sanksi atas pelaksanaan atau pelanggaran aturan etik memang bersifat etik pula, yang pengawasannya tidaklah bisa dilakukan oleh aparat negara dan emerintah saja. Pengawasan ini harus melekat pada hakikat moral masyarakat bangsa secara keseluruhan baik dalam kelompok-kelompok kecil maupun kelompok besar.

[*]

Sudarwanto, R. Gunawan. Konsep Dasar Ekonomi Pancasila. http://www.pdfio.com/k213719.html, diakses pada tanggal 19 September 2011 pukul 15.59 (online)

Oesman, Oetojo dan Alfian. 1996. Pancasila Sebagai Ideologi : Dalam Berbagai Bidang Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa, Dan Bernegara. Jakarta : BP7 Pusat.

You might also like

  • Pengantar
    Pengantar
    Document2 pages
    Pengantar
    Muhammad Mufrichin Putra
    No ratings yet
  • Yes
    Yes
    Document1 page
    Yes
    Muhammad Mufrichin Putra
    No ratings yet
  • Teorema Bayes
    Teorema Bayes
    Document9 pages
    Teorema Bayes
    Muhammad Mufrichin Putra
    No ratings yet
  • Draft PKM-K
    Draft PKM-K
    Document19 pages
    Draft PKM-K
    Muhammad Mufrichin Putra
    No ratings yet
  • Program Tahunan
    Program Tahunan
    Document4 pages
    Program Tahunan
    Muhammad Mufrichin Putra
    No ratings yet
  • Prodi
    Prodi
    Document3 pages
    Prodi
    Muhammad Mufrichin Putra
    No ratings yet
  • Modul 7
    Modul 7
    Document6 pages
    Modul 7
    Muhammad Mufrichin Putra
    No ratings yet